Topik: Prolegnas

  • DPR Fokus Selesaikan Revisi KUHAP, Apa Kabar Nasib RUU Perampasan Aset?

    DPR Fokus Selesaikan Revisi KUHAP, Apa Kabar Nasib RUU Perampasan Aset?

    Bisnis.com, JAKARTA — Kelanjutan pembahasan Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset (RUU PA) masih belum mendapatkan kejelasan di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

    Anggota Komisi III DPR, Nasir Djamil mengungkapkan sebenarnya masih butuh waktu dan pemikiran lebih jernih guna menilai urgensi Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset (RUU PA).

    Terlebih, Nasir menyebut saat ini di Komisi III DPR sendiri sedang berfokus untuk membahas revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yang rencananya akan segera dibahas seusai masa reses berakhir.

    Menurutnya soal RUU PA ini tidak boleh dilakukan secara tergesa-gesa. Meskipun di satu sisi dia juga tak menampik memang RUU itu sangat dibutuhkan.  

    “Tapi kita lihat situasi dan kondisi. Kami fokus bagaimana menyelesaikan Hukum Acara Pidana karena itu kami anggap adalah jalan yang terang ya, untuk mengungkapkan kasus-kasus kejahatan dan bagaimana pencari keadilan bisa mendapatkan keadilan yang hakiki,” bebernya di Gedung DPR, Jakarta Pusat, Kamis (19/6/2025).

    Legislator PKS ini melanjutkan, alasan lain belum membahas RUU PA ini karena ada beberapa pakar hukum yang menilai ini belum dibutuhkan, karena ada instrumen terkait dengan perampasan aset ini.

    “Kita juga nanti akan melihat apakah misalnya badan pemulihan aset yang ada di Kejaksaan Agung itu masih relevan ya untuk memulihkan aset-aset yang disita, dirampas oleh negara dari kejahatan korupsi,” ungkapnya.

    Sementara itu, di lain kesempatan Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas menegaskan Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset (RUU PA) masih merupakan inisiasi dari pemerintah.  

    “Apakah DPR ingin menginisiasi atau tetep pemerintah, bagi saya dan bagi presiden terutama yang penting RUU itu siapapun yang inisiasi tapi hasilnya selesai,” ungkapnya di Masjid Istiqlal, Jakarta, Jumat (6/6/2025).

    Dengan ini, menurutnya hingga kini belum ada pembicaraan lebih lanjut soal RUU PA karena masih menunggu evaluasi Prolegnas, meskipun draf priode lalu dari pemerintah sudah ada.

  • Komisi III DPR sepakat impunitas advokat masuk RUU KUHAP

    Komisi III DPR sepakat impunitas advokat masuk RUU KUHAP

    Kadang-kadang terdakwanya lolos, tapi kami yang justru masuk. Jadi mungkin ini yang perlu dijadikan bahan perundingan

    Jakarta (ANTARA) – Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman mengatakan bahwa pihaknya sepakat untuk membuat pasal terkait impunitas bagi advokat guna dimasukkan ke dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana atau KUHAP.

    Dia menyampaikan hal itu guna merespons usulan dari akademisi sekaligus advokat dari Universitas Borobudur. Usulan itu disampaikan karena ada advokat yang justru terjerat pidana ketika mendampingi klien.

    “Pasal terkait impunitas advokat itu sudah kita sepakati untuk dimasukkan di KUHAP,” kata Habiburokhman di kompleks parlemen, Jakarta, Rabu.

    Dia mengatakan bahwa Komisi III DPR RI sudah menyepakati impunitas advokat itu sejak dua bulan lalu, sehingga hal tersebut, kata dia, sudah diakomodasi jauh sebelum diusulkan.

    Sementara itu, akademisi sekaligus advokat dari Universitas Borobudur Tjoetjoe Sandjaja Hernanto mengatakan bahwa usulan itu perlu ditekankan karena advokat bisa masuk ke penjara setelah bekerja keras membela orang yang berhadapan dengan hukum.

    Dia menilai bahwa profesi advokat tidak terlalu “sakti” saat mendampingi klien. Terkadang, kata dia, seorang advokat justru masuk ke penjara, sedangkan kliennya bebas dari jeratan hukum.

    “Kadang-kadang terdakwanya lolos, tapi kami yang justru masuk. Jadi mungkin ini yang perlu dijadikan bahan perundingan,” kata Tjoetjoe.

    Adapun RUU KUHAP masuk ke dalam Program Legislasi Nasional DPR RI Prioritas 2025 yang diusulkan oleh Komisi III DPR RI. Habiburokhman pun menargetkan bahwa di masa sidang yang dimulai pada 24 Juni 2025, RUU KUHAP akan mulai bergulir dan masuk tahap pembahasan.

    Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
    Editor: Edy M Yakub
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Komisi III rapat dengan akademisi-mahasiswa serap masukan revisi KUHAP

    Komisi III rapat dengan akademisi-mahasiswa serap masukan revisi KUHAP

    Jakarta (ANTARA) – Komisi III DPR RI menggelar rapat dengan akademisi dari Program Pascasarjana Universitas Borobudur dan Pengurus Besar Serikat Mahasiswa Muslim Indonesia (Semmi) guna menyerap aspirasi soal revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana atau KUHAP.

    Selain akademisi dan mahasiswa, kata Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman, pihaknya juga mendengar aspirasi dari Komunitas Advokat Pengawal RUU KUHAP. Pada kesempatan itu, dia mempersilakan masing-masing perwakilan kelompok itu untuk menyampaikan aspirasinya.

    “Kalau mungkin ada hakim Mahkamah Konstitusi, melihat agenda hari ini, pasti salah satu UU yang paling partisipatif,” kata Habiburokhman di kompleks parlemen, Jakarta, Rabu.

    Habiburokhman mengatakan bahwa komunitas advokat itu terbentuk tanpa adanya komunikasi dengan Komisi III DPR RI.

    Walaupun demikian, dia menyampaikan terima kasih kepada advokat yang menaruh perhatian terhadap RUU KUHAP.

    “Enggak ada dari Komisi III minta dikawal. Begitu atensinya masyarakat, kami tampung rekan-rekan,” kata dia.

    Menurut dia, rapat tersebut merupakan mendengar pendapat umum yang tidak memerlukan kuorum sehingga rapat tersebut bisa terbuka untuk umum.

    Adapun RUU KUHAP menjadi RUU yang masuk ke dalam Program Legislasi Nasional DPR RI Prioritas 2025 yang diusulkan oleh Komisi III DPR RI.

    Wakil rakyat ini menargetkan pada masa sidang mendatang RUU KUHAP akan mulai bergulir dan masuk ke tahap pembahasan.

    Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
    Editor: D.Dj. Kliwantoro
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • IKPI Ungkap Bahaya Tax Amnesty Tanpa Reformasi Pajak Total

    IKPI Ungkap Bahaya Tax Amnesty Tanpa Reformasi Pajak Total

    Jakarta, Beritasatu.com – Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) memperingatkan pemerintah soal bahaya kebijakan pengampunan pajak (tax amnesty) yang tidak dibarengi reformasi sistem perpajakan menyeluruh.

    Ketua Umum IKPI Vaudy Starworld menyebut, jika pengampunan pajak hanya digunakan sebagai solusi jangka pendek, hal ini justru berisiko melemahkan kredibilitas perpajakan nasional. “Kalau tax amnesty ini hanya jadi pengampunan atas kesalahan masa lalu tanpa reformasi sistem, kita hanya mengulang kesalahan,” ujarnya.

    Vaudy menyampaikan hal itu dalam diskusi panel bertajuk “Tax Amnesty: Efektifkah Mengakselerasi dan Mendongkrak Penerimaan Pajak?” di Jakarta, Sabtu (14/6/2025) dilansir Antara.

    Menurutnya, Indonesia membutuhkan reformasi kelembagaan secara struktural, termasuk pembentukan Badan Penerimaan Negara (BPN), serta penguatan sistem pelaporan dan kepatuhan pajak. Tujuannya, agar tax amnesty tak lagi diperlukan pada masa depan.

    IKPI juga mengingatkan agar pemerintah tidak menjadikan program pengampunan pajak sebagai kebijakan yang terus diulang. Menurut Sekretaris Umum IKPI Edy Gunawan efektivitas tax amnesty akan menurun bila dilaksanakan terlalu sering.

    Ia menyebut program 2016 berhasil mengungkap aset senilai Rp 4.884 triliun. Namun, jeda waktu yang terlalu singkat akan membuat kebijakan serupa tidak lagi menarik bagi wajib pajak. “Kalau terlalu sering, masyarakat justru menunggu tax amnesty berikutnya. Dampaknya negatif pada kepatuhan,” tegas Edy.

    Untuk itu, IKPI mendorong agar tax amnesty yang masuk dalam Prolegnas Prioritas 2025 dijadikan momentum membangun arsitektur pajak yang lebih adil, transparan, dan berkelanjutan.

  • IKPI tegaskan `tax amnesty` harus jadi reformasi pajak berkelanjutan

    IKPI tegaskan `tax amnesty` harus jadi reformasi pajak berkelanjutan

    Arsip foto – Fungsional pada Koordinasi Supervisi dan Pencegahan Korwil 3 Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Friesmount Wongso (kiri) mengamati Petugas Samsat Jakarta Utara Kukun Kurnadi (kanan) menempelkan stiker \’Objek Pajak\’ pada mobil mewah saat razia supervisi pencegahan pajak mobil mewah di Apartemen Regatta, Jakarta Utara di Jakarta, Kamis (5/12/2019). Badan Pajak dan Restribusi Daerah (BPRD) DKI Jakarta bekerja sama dengan Samsat Jakarta Utara dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penindakan terhadap 11 mobil mewah yang menunggak pembayaran pajak. ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/wsj.

    IKPI tegaskan `tax amnesty` harus jadi reformasi pajak berkelanjutan
    Dalam Negeri   
    Editor: Novelia Tri Ananda   
    Sabtu, 14 Juni 2025 – 12:47 WIB

    Elshinta.com –  Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) menegaskan `tax amnesty` alias pengampunan pajak harus menjadi fondasi reformasi sistem perpajakan Indonesia secara menyeluruh dan berkelanjutan.

    “Kalau pengampunan pajak ini hanya jadi pengampunan atas kesalahan masa lalu tanpa reformasi sistem, kita hanya mengulang kesalahan,” kata Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), Vaudy Starworld di Jakarta, Sabtu. Karena itu, menurut dia, harus ada reformasi kelembagaan, penguatan kepatuhan dan yang penting, tidak boleh ada pengulangan dalam jangka pendek

    Vaudy menyatakan itu dalam diskusi panel “Tax Amnesty: Efektifkah Mengakselerasi dan Mendongkrak Penerimaan Pajak?” di Gedung IKPI, Pejaten, Jakarta Selatan. “Tax amnesty” masuk dalam Program Legislasi Nasional atau Prolegnas Prioritas 2025.

    Dia menilai program itu bukan semata-mata alat mengejar penerimaan negara dalam jangka pendek, tetapi harus menjadi fondasi reformasi sistem perpajakan Indonesia secara menyeluruh dan berkelanjutan. Vaudy memaparkan bahwa Indonesia tidak bisa terus-menerus menggunakan “tax amnesty” sebagai solusi tambal sulam.

    Karena itu, IKPI menyampaikan rekomendasi utama agar “tax amnesty” sebagai alat reformasi sistemik. “Perlunya reformasi kelembagaan, termasuk dorongan pembentukan Badan Penerimaan Negara (BPN),” ujarnya. Kemudian, penguatan infrastruktur kepatuhan dan sistem pelaporan aset serta tidak mengulang “tax amnesty” dalam waktu dekat untuk menjaga kredibilitas sistem.

    Menurut Vaudy, potensi “tax amnesty” dalam mengalihkan ekonomi bawah tanah (underground economy) ke sektor formal. Hal ini diharapkan akan mendorong peningkatan “tax ratio” dan pertumbuhan ekonomi yang lebih merata.

    “Kalau ‘tax ratio’ sudah tinggi dan kepatuhan sudah mapan, tentu kita tidak butuh lagi ‘tax amnesty’ ke depan. Tapi sekarang, ini bisa jadi alat transisional menuju sistem pajak yang lebih sehat dan strategis,” katanya.

    Sekretaris Umum IKPI, Associate Professor Edy Gunawan.menambahkan bukti keberhasilan “tax amnesty” pada 2016 mampu mengungkap harta sebesar Rp4.884 triliun. Data itu, kata Edy, membantu negara menyaring dan mendeteksi potensi perpajakan yang sebelumnya tersembunyi.

    Kemudian, soal momentum pelaksanaan “tax amnesty”, menurut dia, jika program ini terlalu sering digelar dalam kurun waktu pendek, efektivitasnya akan menurun. Literatur dan pengalaman menunjukkan, jika terlalu dekat jaraknya dengan program sebelumnya, hasilnya akan minim.

    “Tapi kalau diberi jeda 10 hingga 15 tahun, itu memberi dampak lebih kuat baik pada penerimaan maupun pada kepatuhan wajib pajak,” ujarnya.

    Dengan demikian, IKPI berharap pemerintah tidak melihat “tax amnesty” hanya sebagai solusi jangka pendek, tetapi sebagai momentum membangun arsitektur kepatuhan jangka panjang.

    Sumber : Antara

  • Menkum: Revisi KUHAP Akan Dibahas Usai Masa Reses DPR

    Menkum: Revisi KUHAP Akan Dibahas Usai Masa Reses DPR

    Menkum: Revisi KUHAP Akan Dibahas Usai Masa Reses DPR
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Menteri Hukum
    Supratman Andi Agtas
    memastikan pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (
    RKUHAP
    ) akan segera dilakukan setelah
    masa reses DPR
    berakhir pada 23 Juni 2025.
    Dia menyebut, pembahasan akan dimulai dalam waktu dekat karena proses di internal pemerintah sudah nyaris rampung.
    “Kalau RUU
    KUHAP
    kita akan bahas dalam waktu yang singkat ini,” kata Supratman di Kementerian Hukum Jakarta, Sabtu (14/6/2025).
    Dia menegaskan, sebenarnya pemerintah sudah satu suara dan tidak ada masalah di internal.
    “Daftar Inventarisasi Masalah (DIM)-nya sudah hampir rampung,” tambahnya.
    Ia menjelaskan bahwa tahap selanjutnya tinggal menunggu paraf dari sejumlah pejabat tinggi sebelum DIM diserahkan secara resmi ke DPR.
    “Dengan demikian, begitu nanti diparaf oleh Menteri Hukum, Kapolri, Jaksa Agung, dan MA, DIM-nya akan kita serahkan ke DPR,” katanya.
    Supratman juga memastikan bahwa aspirasi masyarakat sudah diakomodasi dalam proses penyusunan DIM tersebut.
    “Semua sudah. Ini belum pernah terjadi sebelumnya karena kita ikutin. Bahkan kita kemarin lakukan sosialisasi itu diikuti hampir 20.000 peserta. Dan semua kampus, semua stakeholder, semuanya kita dengar,” tegasnya.
    Sebelumnya, DPR akan mempercepat pembahasan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (
    RUU KUHAP
    ) yang telah lama masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas).
    Pimpinan DPR telah mengeluarkan izin untuk menggelar rapat dengar pendapat dan pembahasan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) pada saat reses.
    “Jadi semua nunggu KUHAP. Nunggu KUHAP. KUHAP-nya selesai. Makanya KUHAP dikebut, minta izin rapat-rapat pada saat reses,” ujar Wakil Ketua DPR Adies Kadir di Gedung DPR RI, Rabu (28/5/2025).
    “Jadi itu supaya kebut, ya kita izinkan biar kebut, karena dua undang-undangnya nunggu,” kata dia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Sebut RUU Perampasan Aset Inisiatif Pemerintah, Menkum: Yang Penting Selesai Dibahas

    Sebut RUU Perampasan Aset Inisiatif Pemerintah, Menkum: Yang Penting Selesai Dibahas

    JAKARTA – Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas menyebutkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset masih menjadi inisiatif pemerintah lantaran konsep dan draf RUU itu sudah diajukan oleh pemerintahan sebelumnya.

    Menurutnya, belakangan terdapat keinginan DPR untuk menarik draf tersebut dan menyusunnya kembali agar menjadi penginisiasi RUU Perampasan Aset.

    “Bagi kami pemerintah secara menyeluruh, terutama Presiden, siapa pun yang menjadi penginisiasi itu tidak penting. Entah pemerintah atau DPR, yang penting bagi pemerintah dan Presiden adalah RUU itu selesai dibahas,” kata Supratman saat ditemui di Jakarta, Jumat 6 Juni, disitat Antara.

    Jika nantinya terdapat naskah akademik RUU Perampasan Aset baru yang diinisiasi DPR, dia menegaskan draf itu akan dikaji lebih dalam dengan mempertimbangkan berbagai masukan dari semua pemangku kepentingan.

    Adapun RUU Perampasan Aset sudah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Tahun 2025-2029, namun belum masuk ke dalam Prolegnas Prioritas Tahun 2025.

    Kendati demikian, Supratman menuturkan nantinya akan terdapat evaluasi prolegnas setelah masa reses DPR saat ini selesai.

    Apabila setelah dievaluasi DPR ingin menginisiasi RUU Perampasan Aset, dia tak mempermasalahkan hal tersebut, yang terpenting RUU bisa selesai dibahas.

    Sejauh ini, ia mengatakan bahwa Presiden Prabowo Subianto sudah mengomunikasikan perihal RUU Perampasan Aset dengan para ketua umum partai politik.

    “Saya selalu katakan apa gunanya RUU ini masuk dalam prolegnas kalau nanti pemerintah serahkan, kemudian tidak selesai juga. Nah, sekarang Presiden sudah melakukan komunikasi dengan ketum partai politik, saya yakin pasti akan lebih baik,” ungkapnya.

    RUU Perampasan Aset bergulir sejak hampir dua dasawarsa yang lalu, sejak pertama kali diusulkan oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) pada 2008.

    RUU itu sempat masuk prolegnas pada 2023, dan Presiden ke-7 RI Joko Widodo pada tahun yang sama, juga telah mengirimkan surat presiden (surpres) RUU Perampasan Aset sebagai RUU usulan pemerintah untuk dibahas bersama-sama dengan DPR.

    Walaupun demikian, sejauh ini RUU itu belum kembali dibahas secara formal, baik oleh pemerintah maupun DPR.

  • Menteri Hukum Tegaskan RUU Perampasan Aset Masih jadi Inisiatif Pemerintah

    Menteri Hukum Tegaskan RUU Perampasan Aset Masih jadi Inisiatif Pemerintah

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas menegaskan Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset (RUU PA) masih merupakan inisiasi dari pemerintah. 

    Namun yang jelas, dia menegaskan hingga sejauh ini RUU Perampasan Aset masih menjadi inisiatif pemerintah. Namun, nanti akan ada evaluasi Program Legislasi Nasional (Prolegnas) setelah masa reses DPR usai.

    “Apakah DPR ingin menginisiasi atau tetep pemerintah, bagi saya dan bagi presiden terutama yang penting RUU itu siapapun yang inisiasi tapi hasilnya selesai,” ungkapnya di Masjid Istiqlal, Jakarta, Jumat (6/6/2025).

    Dengan ini, menurutnya hingga kini belum ada pembicaraan lebih lanjut soal RUU PA karena masih menunggu evaluasi Prolegnas, meskipun draf priode lalu dari pemerintah sudah ada.

    “Kan drafnya yang lalu udah ada, sekarang ada keinginan DPR untuk meminta mengambil alih. Ya bagi kami sekali lagi, kementerian hukum dan pemerintah, dalam hal ini presiden, siapapun yang menjadi penginisiasi itu tidak penting. Entah pemerintah atau DPR, yang penting bagi pemerintah dan presiden itu RUU itu selesai dibahas,” beber Supratman.

    Supratman turut mengklaim bahwa pihak pemerintah sudah mendorong agar pembahasan RUU Perampasan Aset ini dilakukan, seperti saat Presiden Prabowo Subianto pidato di Hari Buruh beberapa waktu lalu.

    Dia juga berujar Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi sudah menyatakan bahwa tidak hanya ke Parlemen, Prabowo juga sudah mengkomunikasikan soal ini dengan ketum-ketum partai politik (parpol).

    “Apa gunanya masuk Prolegnas kalo kemudian nanti pemerintah serahkan kemudian itu tidak selesai juga. Nah sekarang presiden sudah melakukan komunikasi dengan ketum-ketum parpol, saya yakin itu pasti akan lebih baik,” ungkapnya.

    Eks Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI ini kembali menegaskan untuk soal draf memakai yang periode lalu atau tidak, itu tergantung dari Prolegnasnya terlebih dahulu.

    “Begitu Prolegnasnya DPR mau minta, ya drafnya kita kasih. Apakah ini digunakan ya tergantung DPR. Tapi kalo DPR menyatakan lebih bagus pemerintah, ya draf yang yg akan kita masukan,” pungkasnya.

  • RUU Pertanahan yang Pernah Ditunda dan Kini Dibahas Lagi

    RUU Pertanahan yang Pernah Ditunda dan Kini Dibahas Lagi

    JAKARTA – DPR memasukan RUU Pertanahan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2020. Padahal, RUU ini ditolak masyarakat dalam aksi #ReformasiDikorupsi, dan akhirnya ditunda pembahasannya oleh DPR periode 2014-2019.

    Karena sudah terlanjur dimasukan ke dalam Prolegnas Prioritas 2020, Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus meminta, pemerintah dan DPR membahas ini secara transparan agar tak dapat penolakan lagi dari masyarakat.

    “Harus transparan proses pembahasannya. Itu harus ditunjukkan dengan ketersediaan naskah akademik maupun draf RUU di web resmi DPR. Itu juga harus disosialisaikan ke publik,” ujar Lucius, saat dihubungi, di Jakarta, Rabu, 20 November. Dia menambahkan, naskah akademik sangat penting sebagai acuan publik melakukan analisis terkait RUU tersebut. 

    Transparansi pembahasan RUU ini, sambungnya, juga penting dilakukan guna menghindari gejolak di masyarakat. Sebab, tidak hanya LSM yang mempunyai konsen pada masalah agraria, masyarakat adat juga perlu diikut sertakan dalam pembahasannya.

    “Dari proses pembahasannya saja yah, ada sejumlah RUU termasuk RUU pertanahan yang mendapatkan penolakan dari masyarakat. Saya kira itu pasti karena adanya perbedaan kepentingan antara DPR atau partai politik di satu sisi dan juga publik di sisi lain. Saya kira pemerintah dan DPR harus membuka lagi isu-isu krusial itu,” ucapnya.

    Komisi II DPR akan menggelar rapat internal untuk membahas RUU yang jadi tanggung jawabnya, RUU Pertanahan ini masuk dalam pembahasan mereka. Rapat internal ini segera digelar sebelum masa sidang DPR memasuki masa reses pada Desember. Selanjutnya, Komisi II DPR akan membentuk panitia kerja bersama dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang pada masa sidang 2020 nanti untuk menindaklanjuti RUU ini.

    “Nanti di awal masa sidang berikutnya itu masuk tanggal 10 (Januari 2020), kita udah membentuk panja-panja termasuk panja RUU yang mau kita selesaikan dalam tahun pertama ini,” ujar Doli, usai rapat dengan Kementrian ATR/BPN, di ruang rapat Komisi II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 19 November.

    Sementara itu, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan Djalil mengatakan, pemerintah bersama DPR akan membuka diskusi untuk membedah pasal-pasal kontroversial yang diprotes elemen masyarakat sipil belakangan ini.

    “Enggak, sebenernya bagi kita sih enggak ada masalah. Cuma kan yang kontroversial itu kita akan bicarakan. LSM keberatan, apa masalah mereka keberatan? Kita diskusi, akan ada dengar pendapat lagi. Mudah-mudahan dalam enam bulan pertama tahun 2020 beres,” kata Sofyan.

    Jokowi sempat minta tunda RUU Pertanahan

    Sebelumnya, pemerintah dan Komisi II DPR periode 2014-2019 lalu resmi menunda dan melakukan carry over pembahasan RUU Pertanahan di DPR periode 2019-2024. Penundaan dilakukan berdasarkan instruksi langsung dari Presiden Joko Widodo (Jokowi).

    RUU Pertanahan merupakan salah satu rencana peraturan hukum yang sempat diprotes oleh kalangan mahasiswa yang melakukan aksi unjuk rasa alias demonstrasi pada Selasa, 24 September. Aksi itu menggunakan tema #ReformasiDikorupsi.

    RUU ini diprotes karena beberapa pasal dianggap tak sesuai dengan kewenangan negara dan dinilai hanya menguntungkan pemilik modal dan tidak sesuai semangat reformasi agraria.

    Ada sejumlah pasal karet dalam RUU tentang Pertanahan, di antaranya:

    1. Korban penggusuran yang melawan terancam pidana

    Pasal 91 dalam draft RUU tentang Pertanahan itu menyebut orang yang menghalangi petugas saat menggusur bisa dipidana. Begini bunyinya:

    “Setiap orang yang menghalangi petugas dan/atau aparatur penegak hukum yang melaksanakan tugas pada bidang tanah miliknya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4) huruf c atau orang suruhannya, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000 (lima ratus juta rupiah),” bunyi pasal dalam draft yang diterima.

    2. Mereka yang melakukan pemufakatan jahat dalam sengketa tanah bisa dipidana

    Pasal 95 ini juga bisa mempidanakan aktivis organisasi agraria. Bunyi pasal 95 :

    “Setiap orang baik sendiri maupun bersama-sama yang melakukan dan/atau membantu melakukan permufakatan jahat yang mengakibatkan sengketa atau konflik Pertanahan dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun serta denda paling banyak Rp 15.000.000.000 (lima belas miliar rupiah),” begitu bunyi pasal yang tertulis dalam draft.

    3. Masa kepemilikan HGU diperpanjang 90 tahun

    Pasal lain yang bermasalah adalah pasal 26. Pasal ini memberikan Hak Guna Usaha (HGU) sampai 90 tahun. Begini bunyi pasalnya:

    Pasal 26

    (1) Hak Guna Usaha diberikan dengan jangka waktu:

    a. untuk perorangan paling lama 25 (dua puluh lima) tahun; dan

    b. untuk badan hukum paling lama 35 (tiga puluh lima) tahun.

    (2) Dalam hal memenuhi ketentuan dan persyaratan, Hak Guna Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperpanjang satu kali, yaitu:

    a. untuk perorangan paling lama 25 (dua puluh lima) tahun; dan

    b. untuk badan hukum paling lama 35 (tiga puluh lima) tahun.

    (3) Badan Usaha Milik Negara dapat diberikan kekhususan dalam hal permohonan dan perpanjangan Hak Atas Tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

    (4) Dalam hal tertentu, Menteri dapat memberikan perpanjangan jangka waktu Hak Guna Usaha paling lama 20 (dua puluh) tahun.

    4. Nuansa Domein Verklaring zaman Belanda

    Draft RUU Pertanahan ini juga dianggap mengandung nilai Domein Verklaring zaman kolonial Belanda. Domein Verklaring merupakan asas di mana tanah menjadi milik negara ketika sang pemilik tanah tidak bisa membuktikkan bukti kepemilikkannya. Nuansa itu muncul dalam Pasal 36:

    Pasal 36

    (1) Hak Pakai selama digunakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) huruf b diberikan kepada:

    a. instansi Pemerintah dan Pemerintah Daerah;

    b. perwakilan negara asing dan lembaga internasional; atau

    c. badan keagamaan dan sosial.

    (2) Hak Pakai selama digunakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi pemegang hak dalam rangka pelayanan publik.

    (3) Hak Pakai selama digunakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat dilepaskan dan dialihkan dengan cara tukar bangun atau cara lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

    (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Hak Pakai dengan jangka waktu dan Hak Pakai selama digunakan diatur dalam Peraturan Pemerintah.

  • Draf rancangan revisi UU Pemerintahan Aceh diserahkan ke DPR RI

    Draf rancangan revisi UU Pemerintahan Aceh diserahkan ke DPR RI

    Banda Aceh (ANTARA) – Tim Pemerintah Aceh bersama Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) menyerahkan draf rancangan revisi UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA) ke Sekretaris Jenderal DPR RI agar segera dilakukan pembahasan.

    “Revisi ini sangat penting, khususnya dalam hal perpanjangan dana otonomi khusus (otsus) dan kejelasan kewenangan antara Pemerintah Aceh dan pemerintah pusat,” kata Plt Sekda Aceh, M Nasir dalam keterangannya, di Banda Aceh, Jumat.

    Penyerahan ini dilakukan bersama jajaran tim revisi UUPA dari Pemerintah Aceh dan DPR Aceh, serta para akademisi dan tokoh masyarakat Aceh yang terlibat dalam pembahasannya.

    Seperti diketahui, revisi UUPA sendiri saat ini berada di nomor 135 dalam daftar panjang Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025 DPR RI. Kemudian, DPRA telah mengesahkan dan menetapkan draf rancangan revisi UUPA dalam rapat paripurna.

    M Nasir mengatakan bahwa draf revisi UUPA telah melalui proses panjang bersama DPR Aceh. Draf tersebut kini telah mengerucut menjadi delapan pasal yang akan diusulkan direvisi dan satu pasal tambahan.

    Ia berharap revisi UUPA ini dapat dimasukkan dalam kategori cumulative open list, sehingga proses pembahasannya bisa dipercepat dan tidak tergantung pada urutan dalam daftar panjang Prolegnas.

    “Harapan kami, pada 16 Agustus 2025 atau paling lambat 2026, sehingga Presiden RI dapat menyampaikan nota keuangan yang telah memuat perpanjangan dana Otsus Aceh,” ujarnya.

    M Nasir menegaskan bahwa Pemerintah Aceh terus berkomitmen untuk mengawal proses ini hingga tuntas, demi memperkuat pelaksanaan kekhususan Aceh secara hukum dan konstitusional.

    Menanggapi hal tersebut, Kepala Bidang Keahlian Sekretariat Jenderal DPR RI Inosentius Samsul menyampaikan komitmennya untuk mendukung percepatan proses legislasi ini.

    Pihaknya akan mengamankan sembilan pasal yang diajukan, dan memastikan agar setiap materi tambahan mendapat persetujuan dari Pemerintah Aceh sebelum dibawa ke proses legislasi nasional.

    “Kami memahami bahwa masyarakat Aceh yang paling tahu kebutuhan daerahnya. Karena itu, semua usulan akan kami konsultasikan kembali dan komunikasikan dengan legislatif terkait,” demikian Inosentius Samsul.

    Pewarta: Rahmat Fajri
    Editor: Rangga Pandu Asmara Jingga
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.