MK Tolak 2 Uji Materi UU Tipikor soal Perkaya Diri Sendiri dan Korporasi
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Mahkamah Konstitusi (MK) menolak dua permohonan uji materiil terhadap Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Permohonan 142/PUU-XXII/2024 oleh Syahril Japarin, dkk meminta agar MK mempertegas unsur memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi hingga ke perbuatan hukumnya.
Sementara itu, permohonan bernomor 161/PUU-XXII/2024 diajukan oleh Hotasi DP.
Terhadap dua permohonan ini, majelis menyatakan bahwa Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3
UU Tipikor
sudah konstitusional.
Menurut hakim, bunyi pasal-pasal itu sudah mengandung makna perbuatan melawan hukum yang menyebabkan kerugian negara.
“Dengan demikian, unsur melawan hukum dalam Pasal 2 Ayat (1) UU Tipikor dan unsur menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan,” ujar Hakim Ridwan Mansyur dalam sidang di Gedung MK, Jakarta, Rabu (17/12/2025).
“Sementara itu, Pasal 3 UU Tipikor dinilai selalu memiliki hubungan kausalitas dengan unsur merugikan keuangan negara dan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi,” lanjut Ridwan.
Rumusan norma pada dua pasal ini dibuat sedemikian rupa agar bisa tetap menjerat tindakan korup yang modus operandinya semakin hari semakin canggih dan kompleks.
Adapun, permohonan dua
uji materiil
ini hendak mengubah norma dalam sanksi.
Hal ini bukan wewenang MK selaku lembaga yudikatif.
Kewenangan untuk mengubah norma dalam sanksi ada pada lembaga pembentuk undang-undang, yakni DPR RI.
“Bahwa berkaitan dengan rumusan norma sanksi pidana bukan menjadi kewenangan Mahkamah untuk merumuskannya,” ujar Hakim Guntur Hamzah dalam sidang yang sama.
MK mendorong agar DPR RI dapat mengkaji dan merumuskan UU Tipikor yang sudah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2025-2029.
“Maka melalui putusan a quo, Mahkamah menegaskan agar pembentuk undang-undang segera memprioritaskan melakukan pengkajian secara komprehensif dan membuka peluang untuk merumuskan ulang Undang-Undang Tipikor a quo, khususnya berkaitan dengan norma Pasal 2 Ayat (1) dan norma Pasal 3 Undang-Undang Tipikor,” kata Guntur lagi.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Topik: Prolegnas
-
/data/photo/2025/01/13/6784ea212e2e7.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
MK Tolak 2 Uji Materi UU Tipikor soal Perkaya Diri Sendiri dan Korporasi
-

RUU Keamanan dan Ketahanan Siber Didukung Masuk Prioritas Prolegnas 2026
Surabaya (beritajatim.com) – Dorongan untuk segera menetapkan Rancangan Undang-Undang Keamanan dan Ketahanan Siber (RUU KKS) kembali menguat seiring meningkatnya eskalasi ancaman siber di Indonesia.
Direktur Eksekutif Pusat Kajian Konstitusi, Perundang-undangan, dan HAM Universitas Negeri Surabaya, Hikam Hulwanullah, menegaskan bahwa keberadaan regulasi tersebut kini berada pada titik paling kritis.
“RUU ini mengandung isu sangat sensitif, sehingga memang harus dirumuskan dengan ekstra hati-hati,” ujar Hikam saat menjadi narasumber dalam Dialog Literasi Keamanan Siber Jawa Timur 2025 bertema “Kesadaran Keamanan Digital: Urgensi Digital Resilience dalam Perspektif Civil Society” di Surabaya, Jumat (5/12/2025).
Pembahasan Sejak 2014, Tersandera Perdebatan Publik
Hikam menjelaskan bahwa RUU KKS bukanlah gagasan baru. RUU ini mulai masuk dalam perencanaan legislasi sejak 2014, namun pembahasannya berjalan lambat karena perdebatan panjang mengenai batas antara keamanan negara dan perlindungan privasi warga.
Isu paling dominan yang mengemuka adalah kekhawatiran bahwa RUU tersebut berpotensi membuka ruang akses negara terhadap data digital masyarakat. “RUU KKS kerap dipertanyakan karena isu privasi, sehingga proses pembahasannya harus sangat cermat dan detail,” tegasnya.
Namun dalam beberapa tahun terakhir, penyusunannya dinilai semakin matang, terutama dengan adanya pemisahan tegas antara ranah pertahanan siber dan keamanan siber—dua sektor yang sebelumnya sering tumpang tindih.
Ancaman Siber Meningkat, Regulasi Masih Kosong
Hikam menilai urgensi RUU KKS semakin kuat seiring meningkatnya serangan siber. “Kita tidak lagi berbicara potensi, tetapi realitas ancaman yang terus berlangsung setiap hari,” ujarnya.
Data menunjukkan lonjakan signifikan serangan siber. Pada 2016 tercatat 135 juta serangan, dan pada tahun berikutnya meningkat menjadi lebih dari 205 juta. Indonesia bahkan pernah menjadi target terbesar kedua serangan Stuxnet. Serangan WannaCry juga sempat melumpuhkan RS Dharmais dan RS Harapan Kita. Kasus penyadapan intelijen Australia terhadap pejabat Indonesia menjadi bukti kelemahan sistem pertahanan informasi nasional.
Kerugian ekonomi juga tidak kecil. Riset Daka Advisory mencatat potensi kerugian mencapai USD 43 miliar–582 miliar. Pada 2018 nilai ancaman ekonomi ditaksir mencapai USD 34,2 miliar atau Rp 483 triliun. Norton Symantec mencatat kerugian hingga USD 3,2 miliar pada 2017.
Di sisi lain, Indonesia masih berada pada kondisi vacuum of norm karena minimnya regulasi komprehensif. Meski ada UU ITE dan UU Perlindungan Data Pribadi, keduanya belum cukup untuk mengatur tata kelola keamanan siber secara nasional.
RUU KKS Diproyeksikan Jadi Payung Hukum Keamanan Siber Nasional
RUU KKS diharapkan menghadirkan kerangka hukum terpadu untuk menjaga integritas, ketersediaan, dan kerahasiaan informasi negara. Ruang lingkupnya mencakup:
penguatan keamanan nasional berbasis siber,
perlindungan Infrastruktur Informasi Vital (IIV),
kewajiban audit keamanan,
pelaporan insiden siber,
pengaturan sanksi administratif dan pidana,
pembentukan lembaga koordinatif keamanan siber.
RUU ini juga mengadopsi standar global seperti NIST, ITU GCI, dan GDPR. Pendekatannya menekankan pencegahan melalui kolaborasi antara pemerintah, swasta, dan masyarakat sipil.
Meski demikian, Hikam mengingatkan pentingnya pengawasan untuk mencegah penyalahgunaan kewenangan. “Jika dalam implementasi terjadi pelanggaran atau kejanggalan, publik masih memiliki ruang untuk melakukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi sebagai bentuk kontrol demokratis,” tegasnya.
Struktur RUU Dinilai Sudah Matang
Hikam menyebutkan bahwa struktur RUU KKS telah memenuhi standar ideal, mulai dari ketentuan umum, pengaturan substansi, peralihan, hingga pidana. Ia menilai bahwa masuknya ketentuan sanksi menunjukkan bahwa naskah RUU ini berada pada tahap pembahasan lanjut.
Ia juga mengajak agar pemerintah membuka ruang partisipasi publik lebih luas, mulai dari akademisi, pakar teknologi, masyarakat sipil, hingga industri. Tujuannya agar regulasi ini tidak hanya kuat secara substansi, tetapi juga proporsional terhadap hak warga negara.
Diharapkan Masuk Prioritas Prolegnas 2026
Hikam menegaskan bahwa kebutuhan pengesahan RUU KKS tidak bisa lagi ditunda. “Melihat eskalasi ancaman, potensi kerugian, dan kekosongan regulasi saat ini, RUU KKS termasuk regulasi yang paling penting dan mendesak untuk segera ditetapkan,” pungkasnya.
Meski belum masuk Prolegnas 2025, ia berharap RUU KKS dapat menjadi agenda prioritas utama dalam Prolegnas 2026. (ted)
-

RUU Keamanan dan Ketahanan Siber Didukung Masuk Prioritas Prolegnas 2026
Surabaya (beritajatim.com) – Dorongan untuk segera menetapkan Rancangan Undang-Undang Keamanan dan Ketahanan Siber (RUU KKS) kembali menguat seiring meningkatnya eskalasi ancaman siber di Indonesia.
Direktur Eksekutif Pusat Kajian Konstitusi, Perundang-undangan, dan HAM Universitas Negeri Surabaya, Hikam Hulwanullah, menegaskan bahwa keberadaan regulasi tersebut kini berada pada titik paling kritis.
“RUU ini mengandung isu sangat sensitif, sehingga memang harus dirumuskan dengan ekstra hati-hati,” ujar Hikam saat menjadi narasumber dalam Dialog Literasi Keamanan Siber Jawa Timur 2025 bertema “Kesadaran Keamanan Digital: Urgensi Digital Resilience dalam Perspektif Civil Society” di Surabaya, Jumat (5/12/2025).
Pembahasan Sejak 2014, Tersandera Perdebatan Publik
Hikam menjelaskan bahwa RUU KKS bukanlah gagasan baru. RUU ini mulai masuk dalam perencanaan legislasi sejak 2014, namun pembahasannya berjalan lambat karena perdebatan panjang mengenai batas antara keamanan negara dan perlindungan privasi warga.
Isu paling dominan yang mengemuka adalah kekhawatiran bahwa RUU tersebut berpotensi membuka ruang akses negara terhadap data digital masyarakat. “RUU KKS kerap dipertanyakan karena isu privasi, sehingga proses pembahasannya harus sangat cermat dan detail,” tegasnya.
Namun dalam beberapa tahun terakhir, penyusunannya dinilai semakin matang, terutama dengan adanya pemisahan tegas antara ranah pertahanan siber dan keamanan siber—dua sektor yang sebelumnya sering tumpang tindih.
Ancaman Siber Meningkat, Regulasi Masih Kosong
Hikam menilai urgensi RUU KKS semakin kuat seiring meningkatnya serangan siber. “Kita tidak lagi berbicara potensi, tetapi realitas ancaman yang terus berlangsung setiap hari,” ujarnya.
Data menunjukkan lonjakan signifikan serangan siber. Pada 2016 tercatat 135 juta serangan, dan pada tahun berikutnya meningkat menjadi lebih dari 205 juta. Indonesia bahkan pernah menjadi target terbesar kedua serangan Stuxnet. Serangan WannaCry juga sempat melumpuhkan RS Dharmais dan RS Harapan Kita. Kasus penyadapan intelijen Australia terhadap pejabat Indonesia menjadi bukti kelemahan sistem pertahanan informasi nasional.
Kerugian ekonomi juga tidak kecil. Riset Daka Advisory mencatat potensi kerugian mencapai USD 43 miliar–582 miliar. Pada 2018 nilai ancaman ekonomi ditaksir mencapai USD 34,2 miliar atau Rp 483 triliun. Norton Symantec mencatat kerugian hingga USD 3,2 miliar pada 2017.
Di sisi lain, Indonesia masih berada pada kondisi vacuum of norm karena minimnya regulasi komprehensif. Meski ada UU ITE dan UU Perlindungan Data Pribadi, keduanya belum cukup untuk mengatur tata kelola keamanan siber secara nasional.
RUU KKS Diproyeksikan Jadi Payung Hukum Keamanan Siber Nasional
RUU KKS diharapkan menghadirkan kerangka hukum terpadu untuk menjaga integritas, ketersediaan, dan kerahasiaan informasi negara. Ruang lingkupnya mencakup:
penguatan keamanan nasional berbasis siber,
perlindungan Infrastruktur Informasi Vital (IIV),
kewajiban audit keamanan,
pelaporan insiden siber,
pengaturan sanksi administratif dan pidana,
pembentukan lembaga koordinatif keamanan siber.
RUU ini juga mengadopsi standar global seperti NIST, ITU GCI, dan GDPR. Pendekatannya menekankan pencegahan melalui kolaborasi antara pemerintah, swasta, dan masyarakat sipil.
Meski demikian, Hikam mengingatkan pentingnya pengawasan untuk mencegah penyalahgunaan kewenangan. “Jika dalam implementasi terjadi pelanggaran atau kejanggalan, publik masih memiliki ruang untuk melakukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi sebagai bentuk kontrol demokratis,” tegasnya.
Struktur RUU Dinilai Sudah Matang
Hikam menyebutkan bahwa struktur RUU KKS telah memenuhi standar ideal, mulai dari ketentuan umum, pengaturan substansi, peralihan, hingga pidana. Ia menilai bahwa masuknya ketentuan sanksi menunjukkan bahwa naskah RUU ini berada pada tahap pembahasan lanjut.
Ia juga mengajak agar pemerintah membuka ruang partisipasi publik lebih luas, mulai dari akademisi, pakar teknologi, masyarakat sipil, hingga industri. Tujuannya agar regulasi ini tidak hanya kuat secara substansi, tetapi juga proporsional terhadap hak warga negara.
Diharapkan Masuk Prioritas Prolegnas 2026
Hikam menegaskan bahwa kebutuhan pengesahan RUU KKS tidak bisa lagi ditunda. “Melihat eskalasi ancaman, potensi kerugian, dan kekosongan regulasi saat ini, RUU KKS termasuk regulasi yang paling penting dan mendesak untuk segera ditetapkan,” pungkasnya.
Meski belum masuk Prolegnas 2025, ia berharap RUU KKS dapat menjadi agenda prioritas utama dalam Prolegnas 2026. (ted)
-

RI Belum Siap Hadapi Penipuan Digital
Bisnis.com, JAKARTA — Kerugian akibat penipuan digital atau scam di Indonesia menembus Rp8 triliun dalam setahun. CSIS menilai Indonesia masih belum sepenuhnya siap menghadapi kompleksitas penipuan digital.
Indonesia tengah berada dalam kondisi darurat scam. Berdasarkan data Indonesia Anti-Scam Centre (IASC), sepanjang 22 November 2024 hingga 21 November 2025 tercatat 360.541 laporan diterima, 112.680 rekening diblokir, Rp387,8 miliar dana dibekukan, dan kerugian publik mencapai Rp8 triliun.
Deputi Direktur Eksekutif Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Medelina K. Hendytio menilai Indonesia sebenarnya telah memiliki hampir seluruh instrumen untuk menangani kasus scam. Namun, menurutnya masih terdapat sejumlah catatan penting untuk perbaikan.
“Kerangka kebijakan Indonesia sudah cukup lengkap, tetapi belum sepenuhnya siap menghadapi kompleksitas penipuan digital,” ujarnya dalam seminar Penguatan Perlindungan Konsumen melalui Indonesia Anti-Scam Centre (IASC) yang diselenggarakan Indonesia Fintech Society (IFSoc) pada Senin (1/12/2025).
Salah satu isu yang mencuat dalam seminar tersebut adalah belum direvisinya Undang-Undang Perlindungan Konsumen Tahun 1999, meski sudah masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas). Revisi ini dinilai sangat penting untuk memberikan payung hukum yang lebih relevan bagi perlindungan konsumen di ruang digital.
Perubahan teknologi yang sangat cepat turut menuntut pembaruan regulasi. UU yang berlaku saat ini dinilai tidak lagi mengikuti perkembangan era digital sehingga penanganan scam menjadi kurang optimal.
Dalam sesi diskusi, sejumlah narasumber termasuk Medelina mengaku pernah menjadi korban scam. Dia menceritakan bahwa mendapatkan bantuan dari pihak berwenang tidaklah mudah. Menurutnya, proses akan jauh lebih efektif jika masyarakat tahu cara meminta pertolongan, sementara aparat dapat memproses pengaduan dengan sigap.
Direktur Eksekutif Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) Marwan O. Baasir juga mengungkapkan keluhan serupa.
“Kita ini dihadapi dengan aturan yang muter terus ya kan. Kami berharap ke depannya antara operator dengan IASC bisa langsung, regulatornya bisa lakukan pendekatan sebagai regulator secara terus menerus, dan harus melihat apa sih yang terjadi dalam kejahatan,” ujarnya.
Sebagai informasi, IASC mencatat ada sepuluh jenis scam dengan laporan tertinggi di Indonesia, meliputi penipuan transaksi belanja, fake call, penipuan investasi, penipuan kerja, penipuan media sosial, phishing, social engineering, pinjaman online fiktif, dan APK WhatsApp scam.
Untuk memperkuat pemberantasan scam, Satuan Tugas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas Pasti) bersama IASC memiliki beberapa rencana ke depan, yaitu penguatan penegakan hukum, peningkatan sosialisasi masif dan kerja sama antarpemangku kepentingan, pengembangan sistem IASC, serta penguatan anggota IASC. (Nur Amalina)
-

Baleg DPR usulkan RUU Penyadapan masuk Prolegnas Prioritas 2026
Jakarta (ANTARA) – Badan Legislasi (Baleg) DPR RI mengusulkan agar Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Penyadapan untuk masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas Tahun 2026.
Ketua Baleg DPR RI Bob Hasan mengatakan RUU itu dinilai penting untuk mengatur secara komprehensif, tegas, dan akuntabel, mengenai praktik penyadapan dalam rangka penegakan hukum dan perlindungan hak privasi warga negara.
“Diusulkan sebagai RUU usul inisiatif Badan Legislasi,” kata Bob di kompleks parlemen, Jakarta, Kamis.
Dia mengatakan bahwa sebelumnya Badan Legislasi DPR RI juga sudah membahas soal hukum secara umum atau universal. Selanjutnya, pihaknya akan membahas spesifik kepada hukum pidana, karena penyadapan yang dimaksud adalah yang terkait dengan pidana.
Selain itu, dia mengatakan Baleg DPR RI juta mengusulkan penyusunan RUU tentang Pemanfaatan Air Minum dan Sanitasi. Dia menyebut RUU itu diusulkan guna merespons polemik-polemik soal perusahaan air minum dalam kemasan akhir-akhir ini.
“Pengelolaan air minum ya, dan sanitasi ini penting sekali. Ini menjadi hal yang sangat berpengaruh pada hajat hidup orang banyak,” kata dia.
Sebelumnya pada Selasa (18/11), Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman menegaskan bahwa Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) baru yang akan disahkan, tidak mengatur penyadapan sama sekali.
Dia menjelaskan, penyadapan akan diatur secara khusus di UU tersendiri yang akan dibahas setelah pengesahan KUHAP baru. Menurut dia, pendapat sebagian besar fraksi di DPR bahwa penyadapan harus dilakukan sangat hati-hati dan harus dengan izin pengadilan.
Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2025Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.
-

Baleg DPR cabut RUU Danantara hingga RUU Kejaksaan dari Prolegnas 2026
Jakarta (ANTARA) – Badan Legislasi (Baleg) DPR RI mencabut empat Rancangan Undang-Undang (RUU) dari daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas untuk tahun 2026, yakni RUU Daya Anagata Nusantara (Danantara), RUU Patriot Bond, RUU Perindustrian, hingga RUU Kejaksaan.
Ketua Baleg DPR RI Bob Hasan mengatakan penyesuaian itu bertujuan untuk memastikan fokus kerja legislasi agar lebih realistis dan dapat tercapai secara maksimal.
“Tetapi kemudian bilamana ada hal-hal di dalam pertengahan evaluasi kita, masa evaluasi kita ini, jam-jam evaluasi kita ini ada perubahan lagi, kemungkinan akan kita ubah kembali,” kata Bob di kompleks parlemen, Jakarta, Kamis.
Dia menjelaskan bahwa pencabutan sejumlah RUU itu berdasarkan evaluasi kinerja legislasi dalam setahun terakhir.
Menurut dia, pada tahun 2025 ada sebanyak 21 RUU yang telah disahkan menjadi undang-undang, terdiri dari tujuh RUU biasa dan 14 RUU kumulatif terbuka.
Selain itu, dia menjelaskan ada sejumlah RUU yang masih berproses, yaitu sembilan RUU yang sudah selesai tahap pembicaraan tingkat satu, empat RUU yang akan memasuki tahap pembicaraan tingkat satu, 35 RUU masih dalam tahap penyusunan oleh DPR dan pemerintah.
“Jadi sudah dipastikan bahwa ada empat RUU yang mengalami penarikan dan pengembalian kepada long list ya, kepada Prolegnas jangka menengah,” kata dia.
Sebelumnya, Baleg DPR RI telah menetapkan 52 RUU masuk ke dalam daftar Program Legislasi Nasional Prioritas 2025. Kemudian Baleg DPR RI juga menetapkan ada 67 RUU yang masuk ke Prolegnas Prioritas 2026.
Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2025Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.
-

Baleg DPR Terima Usulan Larangan Perdagangan Daging Anjing-Kucing, Dukungan Politik Menguat
Jakarta: Koalisi Dog Meat Free Indonesia (DMFI) bersama Center for Law and Development Studies (CLDS) Fakultas Hukum Universitas Indonesia secara resmi menyerahkan Naskah Akademik dan Usulan Bab Pelarangan Perdagangan Daging Anjing dan Kucing kepada Badan Legislasi (Baleg) DPR-RI.
Penyerahan ini menjadi langkah strategis dalam upaya memperkuat Rancangan Undang-Undang Perlindungan dan Kesejahteraan Hewan (RUU Linkesrawan) yang diusulkan masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas Tahun 2026.
“Tujuan pembentukan peraturan bukan hanya melindungi hewan, tetapi juga mengubah perilaku sosial masyarakat agar lebih beradab dan berkelanjutan,” ujar Ketua CLDS FH UI, Dr. Fitriani Ahlan Sjarif, S.H., M.H., dalam sambutannya.
Hal senada juga disampaikan oleh pakar hukum pidana Dr. Yenti Garnasih, S.H., M.H yang memaparkan perlindungan hukum hewan dalam KUHP baru serta urgensi delik khusus untuk melarang perdagangan daging anjing dan kucing.
Sementara itu, Sangkyung Lee, International Coalition Member Dog Meat Free Indonesia, Campaign Manager Humane World for Animals Korea, turut berbagi pengalaman Korea Selatan dalam memperjuangkan legislasi pelarangan perdagangan daging anjing. Ia menekankan pentingnya strategi politik dan legislasi yang matang dalam menghadapi industri besar yang telah mengakar.
Pembicara lainya, Savitri Nur Setyorini, S.H., M.H., pengajar Hukum Lingkungan FH UI, menjelaskan pentingnya pelarangan perdagangan daging anjing dan kucing dari perspektif hukum lingkungan dan keseimbangan ekosistem.
Dukungan politik datang dari berbagai fraksi partai di DPR-RI. Salah satunya, Shanti Shamdasani dari Partai NasDem menyoroti pentingnya keseimbangan antara manusia, hewan, dan lingkungan hidup, serta perlunya pengembangan konsentrasi ilmu kesejahteraan hewan di Fakultas Hukum.
Sementara itu, Lirabica dari Partai Golkar juga mendukung penuh pelarangan perdagangan daging anjing dan kucing. “Kepedulian terhadap kesejahteraan hewan merupakan ciri bangsa yang beradab,” tegasnya.
Baleg DPR-RI siap dorong legislasiPenyerahan simbolis Naskah Akademik dan RUU diterima langsung oleh Debbra Natassia, S.H., M.Si. (Han), Tenaga Ahli Badan Legislasi DPR-RI. Dalam sambutannya, beliau menyampaikan bahwa Badan Legislasi menyambut baik usulan RUU Perlindungan dan Kesejahteraan Hewan, dan berkomitmen untuk mengedepankan meaningful participation dalam proses legislasi.
RUU ini telah tercantum dalam Prolegnas Prioritas Tahun 2026 Nomor Urut 41, berdasarkan Surat Ketetapan DPR Nomor 24/DPR RI/I/2025–2026.
“Perjuangan bersama ini belum selesai. Mari kita kawal hingga pelarangan perdagangan daging anjing dan kucing disahkan menjadi undang-undang,” jelas pernyataan resmi Koalisi Dog Meat Free Indonesia.
Koalisi DMFI menyampaikan apresiasi kepada seluruh fraksi partai pendukung (NasDem, Golkar, PDI-P, PAN), CLDS FH UI, serta seluruh aktivis, komunitas, dan individu yang terus berjuang demi terwujudnya Indonesia yang lebih beradab dan berbelas kasih terhadap hewan.
Jakarta: Koalisi Dog Meat Free Indonesia (DMFI) bersama Center for Law and Development Studies (CLDS) Fakultas Hukum Universitas Indonesia secara resmi menyerahkan Naskah Akademik dan Usulan Bab Pelarangan Perdagangan Daging Anjing dan Kucing kepada Badan Legislasi (Baleg) DPR-RI.
Penyerahan ini menjadi langkah strategis dalam upaya memperkuat Rancangan Undang-Undang Perlindungan dan Kesejahteraan Hewan (RUU Linkesrawan) yang diusulkan masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas Tahun 2026.
“Tujuan pembentukan peraturan bukan hanya melindungi hewan, tetapi juga mengubah perilaku sosial masyarakat agar lebih beradab dan berkelanjutan,” ujar Ketua CLDS FH UI, Dr. Fitriani Ahlan Sjarif, S.H., M.H., dalam sambutannya.Hal senada juga disampaikan oleh pakar hukum pidana Dr. Yenti Garnasih, S.H., M.H yang memaparkan perlindungan hukum hewan dalam KUHP baru serta urgensi delik khusus untuk melarang perdagangan daging anjing dan kucing.
Sementara itu, Sangkyung Lee, International Coalition Member Dog Meat Free Indonesia, Campaign Manager Humane World for Animals Korea, turut berbagi pengalaman Korea Selatan dalam memperjuangkan legislasi pelarangan perdagangan daging anjing. Ia menekankan pentingnya strategi politik dan legislasi yang matang dalam menghadapi industri besar yang telah mengakar.
Pembicara lainya, Savitri Nur Setyorini, S.H., M.H., pengajar Hukum Lingkungan FH UI, menjelaskan pentingnya pelarangan perdagangan daging anjing dan kucing dari perspektif hukum lingkungan dan keseimbangan ekosistem.
Dukungan politik datang dari berbagai fraksi partai di DPR-RI. Salah satunya, Shanti Shamdasani dari Partai NasDem menyoroti pentingnya keseimbangan antara manusia, hewan, dan lingkungan hidup, serta perlunya pengembangan konsentrasi ilmu kesejahteraan hewan di Fakultas Hukum.
Sementara itu, Lirabica dari Partai Golkar juga mendukung penuh pelarangan perdagangan daging anjing dan kucing. “Kepedulian terhadap kesejahteraan hewan merupakan ciri bangsa yang beradab,” tegasnya.
Baleg DPR-RI siap dorong legislasi
Penyerahan simbolis Naskah Akademik dan RUU diterima langsung oleh Debbra Natassia, S.H., M.Si. (Han), Tenaga Ahli Badan Legislasi DPR-RI. Dalam sambutannya, beliau menyampaikan bahwa Badan Legislasi menyambut baik usulan RUU Perlindungan dan Kesejahteraan Hewan, dan berkomitmen untuk mengedepankan meaningful participation dalam proses legislasi.
RUU ini telah tercantum dalam Prolegnas Prioritas Tahun 2026 Nomor Urut 41, berdasarkan Surat Ketetapan DPR Nomor 24/DPR RI/I/2025–2026.
“Perjuangan bersama ini belum selesai. Mari kita kawal hingga pelarangan perdagangan daging anjing dan kucing disahkan menjadi undang-undang,” jelas pernyataan resmi Koalisi Dog Meat Free Indonesia.
Koalisi DMFI menyampaikan apresiasi kepada seluruh fraksi partai pendukung (NasDem, Golkar, PDI-P, PAN), CLDS FH UI, serta seluruh aktivis, komunitas, dan individu yang terus berjuang demi terwujudnya Indonesia yang lebih beradab dan berbelas kasih terhadap hewan.
Cek Berita dan Artikel yang lain diGoogle News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(PRI)
-

Kementerian Hukum Serahkan DIM RUU Penyesuaian Pidana ke DPR, Ini yang Diatur
Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah melalui Kementerian Hukum menyerahkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyesuaian Pidana ke Komisi III DPR RI, Senin (24/11/2025), di Ruang Komisi III DPR RI.
Pembahasan ini sebagaimana berdasarkan keputusan nomor 64/DPR RI/I/2024-2025 tentang Program Legislasi Nasional RUU Prioritas 2025 dan Program Legislasi Nasional RUU 2025-2029. RUU Penyesuaian Pidana masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional tahun 2025-2029.
Wakil Menteri Hukum Edward, Omar Sharif Hiariej menyampaikan RUU Penyesuaian Pidana merupakan perintah dari pasal 613 KUHP Nasional.
RUU Penyesuaian Pidana berisikan III bab. Pada Bab I berisikan penyesuaian pidana di luar Undang-Undang KUHP, bagian ini memuat antara lain penghapusan pidana kurungan sebagai pidana pokok, penyesuaian kategori pidana denda dengan mengacu pada buku ke-1 KUHP.
“Penyelesaian ancaman pidana penjara untuk menjaga personalitas dan menghilangkan disparitas, penataan ulang pidana tambahan agar sesuai dengan sistem sanksi dalam KUHP, [dan] penyesuaian dilakukan untuk memberikan satu standar pemidanaan yang konsisten secara nasional,” katanya Senin (24/11/2025).
Kemudian Bab II terkait penyesuaian pidana dalam peraturan daerah. Dalam bab ini akan mengatur tentang pembatasan pidana denda yang dapat diatur dalam peraturan daerah yang paling tinggi kategori ke-3 sesuai sistem KUHP, penghapusan Pidana kurungan dalam seluruh peraturan daerah, dan penegasan bahwa peraturan daerah hanya dapat memuat ketentuan pidana untuk norma tertentu yang bersifat administratif dan berskala lokal.
Ketentuan ini menjaga proporsionalitas pemidanaan, dan mencegah over regulation. Kemudian pada Bab III penyesuaian dan penyempurnaan KUHP, di mana akan memperbaiki kesalahan redaksiona, dan teknis penulisan, penegasan ruang lingkup norma, serta harmonisasi ancaman pidana agar tidak lagi mengandung minimum khusus atau rumusan kumulatif yang tidak sesuai dengan sistem baru.
Setelah itu, delapan fraksi menyampaikan pandangannya dan menyatakan setuju bahwa RUU Penyesuaian Pidana dibahas ditingkat selanjutnya.
“Maka dapat kami sampaikan DIM RUU tentang Penyesuaian Pidana dengan rincian sebagai berikut dari klasterisasi batang tubuh 479 DIM, klasterisasi penjelasan 160 DIM,” jelas Dede Indra Permana Soediro selaku pimpinan sidang.
Dalam kesempatan itu, Komisi III bersama pemerintah juga menyetujui pembentukan Panitia Kerja (Panja) yang dipimpin oleh Dede Indra Permana.
Selanjutnya RUU akan dibahas pada pekan ini dan ditargetkan rampung sebelum masa reses atau pada awal Desember.

