Topik: Program Legislasi Nasional (Prolegnas)

  • DJP Buka Suara soal Rencana Tax Amnesty Jilid III

    DJP Buka Suara soal Rencana Tax Amnesty Jilid III

    Jakarta

    Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) buka suara terkait usulan DPR RI mengenai pengampunan pajak atau tax amnesty jilid III pada 2025. Pihaknya menyatakan akan mendalami rencana tersebut.

    “Terkait Rancangan Undang-Undang Tax Amnesty, kami akan mendalami rencana tersebut,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat DJP, Dwi Astuti dalam keterangan tertulis, Jumat (22/11/2024).

    Sebagaimana diketahui, DPR RI memasukkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas tahun 2025. Artinya peraturan tersebut akan diprioritaskan untuk dibahas dan disahkan pada tahun depan.

    Masuknya RUU Pengampunan Pajak dalam Prolegnas Prioritas 2025 terjadi secara tiba-tiba yang disetujui dalam rapat paripurna DPR RI pada Selasa (19/11). Padahal rencana tersebut belum pernah muncul dalam rapat-rapat sebelumnya.

    Ketua Komisi XI DPR RI Misbakhun mengatakan tax amnesty memberikan kesempatan bagi wajib pajak kelas kakap untuk ‘bertaubat’ dari ketidakpatuhan pajak.

    “Kita tetap berusaha melakukan pembinaan untuk wajib pajak itu tetap patuh. Tapi pada saat yang sama, kita juga harus memberikan peluang terhadap kesalahan-kesalahan di masa lalu untuk diberikan sebuah program,” kata Misbakhun ditemui di Kementerian PPN/Bappenas, Jakarta, Selasa (19/11).

    Dia mengatakan DPR tak ingin para pengemplang pajak untuk menghindar terus-menerus. Tax amnesty, kata dia, adalah jalan keluar untuk mengampuni kesalahan pajak itu.

    “Jangan sampai orang menghindar terus dari pajak, tapi tidak ada jalan keluar untuk mengampuni. Maka amnesty ini salah satu jalan keluar,” ujar dia.

    Pandangan lain disampaikan Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Fraksi Gerindra, Mohamad Hekal. Menurutnya, usulan pelaksanaan tax amnesty lebih kepada semangat dalam membantu pemerintahan Presiden Prabowo Subianto untuk mencari dukungan pembiayaan.

    “Saya lihat semangatnya lebih ke teman-teman ingin membantu pemerintah baru mencari pembiayaan untuk proyek-proyek ataupun agenda politik yang masuk Asta Cita,” kata Hekal ditemui di Kompleks Parlemen, Jakarta Selatan, Rabu (20/11).

    Lihat juga video: Indef Sebut Pemerintah Punya Opsi Lain untuk Jaga Stabilitas Ekonomi

    (acd/acd)

  • Solopos Hari Ini : Tunggu Kejelasan UMP 2025 – Espos.id

    Solopos Hari Ini : Tunggu Kejelasan UMP 2025 – Espos.id

    Perbesar

    ESPOS.ID – Koran Solopos edisi Jumat (22/11/2024).

    Esposin, SOLO—Harian Umum Solopos edisi hari ini, Jumat (22/11/2024), mengangkat headline tentang upah minimum provinsi (UMP) 2025 yang dinanti-nanti penetapannya ternyata masih mundur. Biasanya UMP tahun berikut diumumkan pada 21 November.

    ”Enggak, enggak, tidak [diumumkan hari ini (Kamis)],” ujar Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli, Kamis (21/11/2024), seperti diberitakan Solopos hari ini. Dia menyebut masih membahas rumusan upah pekerja dengan sejumlah pemangku kepentingan terkait, serta diakuinya hingga kini masih terus berproses.

    Promosi
    Terus Dorong Pelaku UMKM Naik Kelas, BRI Telah Salurkan KUR Rp158,6 Triliun

    Dia pun menargetkan akhir bulan ini rumusan UMP 2025 akan selesai, untuk selanjutnya disampaikan kepada Presiden Prabowo Subianto. ”Kami akan menghadap Bapak Presiden Prabowo Subianto untuk mendapatkan arahan dari beliau,” ujarnya pula.

    Sebelumnya, Menaker Yassierli memberikan sinyal dan angin segar bagi para buruh mengenai UMP di 2025 yang seharusnya naik. Menurut dia, tidak mungkin UMP diturunkan karena pemerintah berfokus untuk membantu pekerja yang memiliki penghasilan rendah mendapatkan upah yang layak. ”Iya dong [naik], masa enggak naik,” kata Yassierli, Rabu (6/11/2024).

    Secara umum, ia tidak mau membeberkan berapa besaran kenaikan upah minimum terse­but, namun ia memastikan se­mua pihak yang terlibat terkait pengupahan buruh telah diajak berdiskusi dan berkolaborasi untuk menemukan rumusan yang tepat.

    Mengulik Wacana Tax Amnesty Jilid III

    Sejumlah kontroversi ke­­bijakan perpajakan men­cuat di awal pe­me­rintahan Presiden Prabowo Subianto. Salah satunya wa­cana pemberlakuan program pengampunan pajak atau tax amnesty jilid III menguat. Pemerintah ju­ga kukuh mena­ikkan pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% tahun depan.

    Tax amnesty sudah dua kali digelar. Jilid I pada periode 18 Juli 2016—31 Maret 2017 dan jilid II 1 Ja­nuari—30 Juni 2022. Muncul wa­cana tax amnesty jilid III se­telah DPR memasukkan RUU tentang Perubahan atas Un­dang-Undang Nomor 11/2016 ten­tang Pengampunan Pajak alias tax amnesty ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025.

    Meski tax amnesty berlaku untuk semua wajib pajak, pada dasarnya program tersebut lebih mengincar para konglomerat. Yang disasar adalah konglome­rat yang memiliki tunggakan pajak besar. Pada saat pemerintahan kali pertama menerapkan tax amnesty pada 2016 misalnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta kepada Ditjen Pajak lebih fokus mengejar para orang tajir khususnya yang memiliki harta di luar negeri.

    Waswas Efek Domino PPN

    JAKARTA—Rencana pemerintah menaikkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% per 1 Januari 2025 terus mengundang kekhawatiran masyarakat. Respons kali ini datang dari Wakil Ketua DPR Cucun Ahmad Syamsurijal yang mengingatkan efek domino atas kebijakan tersebut.

    Meskipun kenaikan tarif PPN hanya satu persen, menurut Cucun, hal tersebut akan berdampak terhadap kesejahteraan rakyat. “Sebenarnya sudah lama saya concern terhadap rencana pemerintah menaikkan PPN menjadi 12% ini. Sejak periode DPR lalu, saya mendorong agar rencana tersebut dikaji ulang,” kata Cucun di Jakarta, Selasa (19/11/2024), seperti dilansir Antara.

    Adapun kenaikan PPN 12% merupakan amanat Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). PPN merupakan pajak yang dikenakan untuk setiap transaksi jual beli barang kena pajak (BKP) dan/atau jasa kena pajak (JKP) yang dilakukan pengusaha kena pajak (PKP).

    Karya Animator Solo Sabet Piala Citra

    SOLO—Film animasi pendek berjudul Cangkir Profesor yang disutradarai dan diproduseri animator asal Solo, Yudhatama Fajar Nugroho, 45, berhasil menyabet Piala Citra Festival Film Indonesia (FFI) 2024 kategori Film Animasi Pendek Terbaik.

    Penghargaan tersebut diberikan kepada Yudhatama dalam acara Malam Anugerah Piala Citra Festival Film Indonesia (FFI) 2024 di ICE BSD, Tangerang, Banten, Rabu (20/11/2024) malam. Kepada Espos, Kamis (21/11/2024), Yudha, sapaanya, mengaku tidak menyangka bakal memperoleh penghargaan bergengsi di dunia film Indonesia ini. Sebab, menurutnya, film-film animasi pendek yang masuk dalam nominasi Piala Citra FFI 2024 sedang bagus-bagusnya.

    Bahkan, dia tidak mengetahui secara pasti kriteria apa saja yang digunakan dewan juri untuk menilai film-film di dalam penghargaan tersebut. Baginya, penghargaan ini adalah perwujudan mimpi masa kecilnya.

    Simak berita di Koran Solopos edisi hari ini, Jumat (22/11/2024), lewat gawai Anda dengan mengakses koran.espos.id. Untuk memulai berlangganan silakan daftar ke Solopos ID dengan harga mulai Rp9.999. Berlangganan Solopos ID, Anda bisa mengakses berita Koran Solopos lewat gadget, membaca konten khas Espos.id yaitu Espos Plus, serta menikmati semua berita di Espos.id tanpa gangguan iklan.

    Bila ada pertanyaan atau kendala mengenai Solopos ID, Anda bisa mengakses Pusat Bantuan atau menghubungi WhatsApp pusat layanan pelanggan SoloposID di 081548554656.

    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram “Solopos.com Berita Terkini” Klik link ini.

  • Tax Amnesty Jangan Hanya Jadi Jalan Pintas untuk Dongkrak Penerimaan Negara

    Tax Amnesty Jangan Hanya Jadi Jalan Pintas untuk Dongkrak Penerimaan Negara

    Jakarta, Beritasatu.com – Komisi XI DPR menilai rancangan undang undang (RUU) pengampunan pajak atau tax amnesty yang masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025, harus berdasarkan pada analisis kebutuhan fiskal negara dan target yang jelas. Ia menyebut jangan sampai tax amnesty menjadi jalan pintas untuk tingkatkan penerimaan negara.

    Wakil Ketua Komisi XI DPR Hanif Dhakiri mengatakan, tanpa reformasi sistem perpajakan yang mendasar, kebijakan ini berisiko memperkuat ketidakpatuhan pajak dan melemahkan kepercayaan terhadap sistem perpajakan.

    “RUU tax amnesty tidak boleh hanya menjadi solusi sementara untuk meningkatkan penerimaan negara. Program ini harus dirancang dengan hati-hati dan diiringi reformasi sistem pajak yang menyeluruh agar memberikan dampak positif jangka panjang,” ujar Hanif, Kamis (21/11/2024).

    Indonesia telah melaksanakan dua kali program tax amnesty sebelumnya, yaitu pada 2016-2017 dan 2022. Dua program tersebut berhasil meningkatkan penerimaan negara secara signifikan, tetapi juga meninggalkan tantangan dalam menjaga kepercayaan wajib pajak.

    Hanif menggarisbawahi tiga aspek penting yang harus diperhatikan. Pertama, tax amnesty harus menjadi bagian dari reformasi sistem perpajakan yang lebih luas. Program ini harus diiringi penguatan basis data wajib pajak, percepatan digitalisasi pajak, dan penegakan hukum yang tegas.

    “Reformasi ini penting untuk memastikan sistem perpajakan yang lebih kredibel dan mampu mendorong kepatuhan wajib pajak secara sukarela,” kata Hanif.

    Kedua, pembahasan RUU ini perlu dilakukan secara transparan dan didasarkan pada kebutuhan yang jelas. Pemerintah harus menyajikan data dan analisis akurat mengenai dampak fiskal dan proyeksi manfaat dari kebijakan ini. Ketiga, kebijakan ini harus menjaga keadilan bagi wajib pajak yang patuh.

    “Jangan sampai tax amnesty menciptakan ketimpangan atau persepsi bahwa ketidakpatuhan dapat diampuni tanpa konsekuensi. Hal ini dapat merusak kepercayaan publik terhadap sistem pajak,” ujarnya.

    Kendati demikian, RUU tax amnesty juga punya urgensi, yaitu menarik dana yang mungkin cukup besar yang selama ini berada di luar sistem keuangan negara, untuk mendongkrak penerimaan, mendorong pertumbuhan, dan memperkuat keuangan negara.

    Black money hasil praktik dari underground economy dan transfer pricing dari ekspor yang di parkir di luar negeri, menjadi potensi besar yang harus diintegrasikan ke dalam sistem perekonomian formal.

    Hanif menyebut, semua harus dikalkulasi, sehingga plus minus dan desain dari tax amnesty harus dikaji secara mendalam. Walaupun telah masuk Prolegnas, ia menyebut pembahasan RUU ini tetap bergantung pada relevansi dan urgensinya.

    “Jika setelah dikaji manfaatnya tidak optimal atau justru merugikan, maka pembahasan RUU tax amnesty ini dapat ditunda atau bahkan dikeluarkan dari Prolegnas. Kalau manfaatnya besar ya kita lanjutkan,”  pungkas Hanif.

  • Video: Bakal Ada Tax Amnesty Jilid III, Pengusaha Ungkap Dampaknya!

    Video: Bakal Ada Tax Amnesty Jilid III, Pengusaha Ungkap Dampaknya!

    Jakarta, CNBC Indonesia- Pemerintah bersiap kembali membuka program pengampunan pajak atau tax amnesty jilid III seiring dengan masuknya RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas tahun 2025.

    Tim Analis Kebijakan Ekonom APINDO, Ajib Hamdani menilai pengampunan pajak ini dikhawatirkan kebijakan ini bisa menimbulkan potensi moral hazard dan dimanfaatkan sejumlah pihak untuk tidak taat pajak sehingga menimbulkan ketidakadilan bagi masyarakat yang taat pajak.

    Namun di sisi lain, Tax Amnesty Jilid III ini memberikan manfaat ke masyarakat karena bisa meningkatkan pemahaman dan kepatuhan pajak. Bagi negara, pengampunan pajak bisa menambah pemasukan negara hingga Rp100 Triliun.

    Seperti apa urgensi penerapan Tax Amnesty Jilid III? Selengkapnya simak dialog Anneke Wijaya dengan Perumus Naskah Akademik RUU Perampasan Aset dan Kepala PPATK 2002-2011, Yunus Husein dalam Power Lunch, CNBC Indonesia (Rabu, 20/11/2024)

  • Bappenas ingatkan pentingnya partisipasi publik dalam revisi UU Pemilu

    Bappenas ingatkan pentingnya partisipasi publik dalam revisi UU Pemilu

    Kita semua perlu memiliki komitmen yang kuat untuk mendiskusikan berbagai pendekatan dalam mendesain ulang sistem pemilu ….

    Jakarta (ANTARA) – Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Kementerian PPN/Bappenas) mengingatkan pentingnya untuk melibatkan masyarakat dalam merevisi Undang-Undang Pemilihan Umum (UU Pemilu).

    “Apabila dilakukan perubahan terhadap UU Pemilu, diharapkan tetap libatkan semua kalangan yang miliki perhatian terhadap penyelenggaraan pemilu,” ucap Direktur Politik dan Komunikasi Kementerian PPN/Bappenas Nuzula Anggeraini dalam Seminar Nasional Mewujudkan Sistem Pemilu yang Inovatif, Berintegritas, Aspiratif, dan Efisien di Jakarta, Rabu.

    Tujuannya, kata dia, adalah memenuhi prinsip meaningful participation atau partisipasi publik yang bermakna dalam menyusun peraturan perundang-undangan.

    Nuzula juga mengingatkan pesan dari Mahkamah Konstitusi dalam menentukan sistem pemilu. Ia berpesan agar sistem pemilu jangan sampai menutup ruang bagi pemilih untuk menentukan pilihannya.

    Apabila ruang tersebut ditutup, menurut dia, keterpilihan calon akan ditentukan sepenuhnya oleh partai politik.

    “Hal itu akan mengingkari makna kedaulatan rakyat dalam Pasal 1 Ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,” kata dia.

    Sebaliknya, bila keterpilihan calon ditentukan sepenuhnya oleh pemilih, hal tersebut akan mengingkari peran partai politik sebagai peserta pemilu yang berwenang mengusulkan calon anggota DPR dan DPD, sebagaimana diatur dalam Pasal 22 Ayat (3) UUD NRI Tahun 1945.

    Dari pertimbangan tersebut, lanjut Nuzula, pilihan titik temu melalui sistem pemilu campuran menjadi relevan dan kontekstual untuk dielaborasi.

    “Kita semua perlu memiliki komitmen yang kuat untuk mendiskusikan berbagai pendekatan dalam mendesain ulang sistem pemilu menuju pemilu yang lebih berintegritas,” tutur Nuzula.

    Rapat Paripurna Ke-8 DPR RI Masa Persidangan I Tahun Sidang 2024–2025 menyetujui 176 rancangan undang-undang masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Tahun 2025–2029 dan 41 RUU masuk Prolegnas Prioritas 2025.

    Adapun salah satu RUU yang disepakati untuk masuk ke daftar Prolegnas Prioritas 2025 adalah RUU tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota serta RUU tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

    Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mempertimbangkan wacana revisi sejumlah undang-undang politik dengan metode omnibus law, yang di dalamnya juga meliputi kedua RUU tersebut.

    Tito meyakini bahwa langkah tersebut merupakan opsi untuk memperbaiki sistem kepemiluan di Indonesia.

    Pewarta: Putu Indah Savitri
    Editor: D.Dj. Kliwantoro
    Copyright © ANTARA 2024

  • Bappenas: Tingkatkan kualitas pemilu lewat penyatuan UU Pemilu-Pilkada

    Bappenas: Tingkatkan kualitas pemilu lewat penyatuan UU Pemilu-Pilkada

    Jakarta (ANTARA) – Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Kementerian PPN/Bappenas) berencana untuk meningkatkan kualitas pemilihan umum (pemilu) melalui penyatuan atau kodifikasi Undang-Undang Pemilihan Umum (Pemilu) dan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).

    “Perbaikan substansi pengaturan harus menjadi bagian integral dan tidak terpisahkan dari kodifikasi pengaturan pemilu dan pilkada,” ucap Direktur Politik dan Komunikasi Kementerian PPN/Bappenas Nuzula Anggeraini dalam “Seminar Nasional Mewujudkan Sistem Pemilu Yang Inovatif, Berintegritas, Aspiratif, dan Efisien”, di Jakarta, Rabu.

    Berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 55/PUU-XVII/2019, Nuzula menjelaskan bahwa tidak ada lagi pemisahan antara pemilu dan pilkada. Melalui putusan tersebut, Mahkamah Konstitusi menegaskan bahwa pilkada adalah bagian dari rezim pemilu.

    Merespons kebutuhan atas evaluasi dan penguatan aturan pemilu sebagai refleksi atas penyelenggaraan pemilu serentak yang sudah dua kali diselenggarakan di Indonesia, Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional atau RPJPN 2025–2045 memuat agenda pembangunan demokrasi.

    Secara spesifik, Nuzula menyoroti rencana untuk merevisi undang-undang mengenai pemilu dan pilkada.

    Dengan dilakukannya kodifikasi pengaturan pemilu dan pilkada secara solid, konsisten, dan koheren, ia berharap dapat tercipta kompetisi pemilu yang mampu menghasilkan pejabat publik yang kompeten dan berintegritas sebagai penyelenggara negara.

    “Pengaturan pemilu yang terkodifikasi tidak akan punya banyak makna apabila materi muatannya jauh dari asas dan prinsip pemilu yang jujur, adil, dan demokratis,” kata dia.

    Oleh karena itu, Nuzula menegaskan bahwa perbaikan atas kepemiluan harus dilakukan secara komprehensif dan mencakup berbagai aspek sistem pemilu, tak terkecuali aktor-aktor pemilu, seperti pemilih, penyelenggara, peserta, pengawas, serta penegakan hukum yang berkeadilan.

    Rapat Paripurna DPR RI Ke-8 Masa Persidangan I Tahun Sidang 2024–2025 menyetujui 176 rancangan undang-undang masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Tahun 2025–2029 dan 41 RUU masuk Prolegnas Prioritas 2025.

    Adapun salah satu RUU yang disepakati untuk masuk ke daftar Prolegnas Prioritas 2025 adalah RUU tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota; serta RUU tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

    Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mempertimbangkan wacana revisi sejumlah undang-undang politik dengan metode omnibus law, yang di dalamnya juga meliputi kedua RUU tersebut.

    Tito meyakini bahwa langkah tersebut merupakan opsi untuk memperbaiki sistem kepemiluan di Indonesia.

    Pewarta: Putu Indah Savitri
    Editor: Tasrief Tarmizi
    Copyright © ANTARA 2024

  • KPK Kembali Dorong RUU Perampasan Aset Segera Dibahas di DPR

    KPK Kembali Dorong RUU Perampasan Aset Segera Dibahas di DPR

    Jakarta, Beritasatu.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali mendorong agar RUU Perampasan Aset segera dibahas di DPR. Lembaga antikorupsi itu meyakini regulasi tersebut akan mendukung upaya pemberantasan korupsi jika disahkan nantinya.

    “KPK masih dan tetap akan terus mendorong instansi termasuk pejabat-pejabat yang berwenang untuk mendorong RUU ini untuk dibahas di legislatif dalam hal ini DPR,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika, Rabu (20/11/2024).

    Tessa menekankan, komitmen KPK mendorong RUU Perampasan Aset tak terpengaruh oleh menjelang pergantian pimpinan. Pimpinan selanjutnya diyakini akan terus mendorong agar RUU itu segera disahkan.

    “Jadi tidak pernah berhenti upaya tersebut baik menjelang selesainya pimpinan saat ini yang tinggal satu bulan maupun nanti lima pimpinan yang baru. Tentunya kita menyerahkan serah terima mandat maupun hal-hal yang perlu ditindaklanjuti oleh pimpinan baru ini saya pikir akan terus dilanjutkan,” ujar Tessa.

    Juru bicara berlatar belakang penyidik itu menekankan perlunya RUU Perampasan Aset segera disahkan. KPK akan mendukung apa pun yang baik untuk Indonesia, khususnya dalam hal upaya pemberantasan korupsi.

    “Selama itu baik untuk negeri ini, KPK akan tetap terus mendorong terutama upaya-upaya yang dapat memudahkan proses pemulihan aset yang telah direnggut oleh para koruptor,” tutur Tessa.

    Sebelumnya, Badan Legislasi (Baleg) DPR bersama pemerintah resmi menyepakati 41 revisi dan RUU untuk masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025. Seluruh produk hukum tersebut dijadwalkan akan disahkan pada rapat paripurna DPR yang akan datang.

    Keputusan ini diambil dalam rapat pleno Baleg DPR bersama pemerintah dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang digelar di ruang rapat Baleg DPR, kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (18/11/2024) malam.

    Sebanyak delapan fraksi di Baleg menyatakan setuju. Namun, tiga fraksi, yakni PDI Perjuangan, Golkar, dan Demokrat, memberikan sejumlah catatan terkait beberapa poin dalam daftar Prolegnas.

    Beberapa RUU yang masuk dalam Prolegnas 2025, antara lain RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) hingga revisi UU Ketenagakerjaan sebagai tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

    Namun, RUU Perampasan Aset, yang sebelumnya diusulkan untuk masuk dalam Prolegnas, belum masuk dalam daftar Prolegnas 2025.
     

  • Wacana Tax Amnesty Jilid III, Sri Mulyani Ubah Haluan?

    Wacana Tax Amnesty Jilid III, Sri Mulyani Ubah Haluan?

    Bisnis.com, JAKARTA — Wacana pemberlakuan kembali program pengampunan pajak alias Tax Amnesty Jilid III mencuat. Padahal, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sempat menyatakan pemerintah tidak akan lagi memberlakukan program serupa.

    Pernyataan itu sempat disampaikan Sri Mulyani usai berakhirnya masa Tax Amnesty Jilid II dua tahun lalu.

    “Kami tidak akan lagi memberikan program pengampunan pajak,” tegas Sri Mulyani di Kantor Pusat Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak, Jumat (1/7/2022).

    Dengan demikian, sambungnya, semua data yang diperoleh lewat Tax Amnesty Jilid I dan II akan menjadi database di Ditjen Pajak Kementerian Keuangan untuk menegakkan kepatuhan wajib pajak ke depannya.

    Tak hanya itu, bendahara negara tersebut menegaskan, Indonesia akan bekerjasama secara global melalui Automatic Exchange of Information (AEOI). Selain itu, di dalam forum G20 juga sudah disepakati mengenai dua pilar mengenai perpajakan internasional.

    Menurutnya, kerjasama tersebut akan semakin mempersempit langkah wajib pajak melakukan penghindaran pajak. Dalam yurisdiksi manapun, lanjut dia, wajib pajak pasti akan tertangkap oleh para petugas pajak bila ditemukan melanggar aturan yang berlaku.

    “Mau pajak di sini, pajak di sana, semuanya sekarang seluruh dunia makin memiliki kesepakatan bahwa pajak adalah instrumen penting bagi pembangunan bagi semua negara,” ujarnya.

    Wacana Tax Amnesty Jilid III

    Sebagai informasi, pemerintah sebenarnya sudah pernah dua kali mengeluarkan kebijakan tax amnesty, yaitu Jilid I (periode 18 Juli 2016—31 Maret 2017) dan Jilid II (1 Januari—30 Juni 2022).

    Kendati demikian, belakangan muncul wacana Tax Amnesty Jilid III usai DPR resmi memasukkan RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11/2016 tentang Pengampunan Pajak alias tax amnesty ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025.

    Rancangan beleid tersebut diusulkan oleh Komisi XI DPR yang membidangi keuangan. Ketua Komisi XI DPR Misbakhun tidak menampik, pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebelumnya sempat menyatakan tidak akan memberlakukan lagi tax amnesty.

    Hanya saja, Misbakhun mengingatkan bahwa pemerintahan sudah berganti. Politisi Partai Golkar itu merasa perlu pemberlakuan kembali program tax amnesty untuk mengawal berbagai visi misi pemerintah baru Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

    Dia menyatakan bahwa DPR, terkhusus Komisi XI, akan turut membantu mengawal berbagai visi misi pemerintah Presiden Prabowo Subianto. Jika salah satu cara mencapai visi misi dengan tax amnesty maka Komisi XI akan mendukungnya.

    Misbakhun menjelaskan bahwa pemerintah dan DPR akan tetap terus berupaya melakukan pembinaan agar wajib pajak tetap patuh. Di saat yang bersamaan, sambungnya, mereka juga ingin memberi peluang kepada orang yang menghindari pajak agar ke depan bisa memperbaiki diri.

    “Jangan sampai orang menghindar terus dari pajak, tapi tidak ada jalan keluar untuk mengampuni, maka amnesty ini salah satu jalan keluar,” jelasnya di Kantor Bappenas, Jakarta Pusat, Selasa (19/11/2024).

    Misbakhun mengaku belum bisa menjelaskan substansi yang akan dibahas dalam RUU Tax Amnesty tersebut. Kendati demikian, tidak menampik bahwa akan ada Tax Amnesty Jilid III apabila beleid tersebut selesai dibahas.

    “Sektor apa saja yang akan dicakup di dalam tax amnesty itu, tax amnesty itu meliputi perlindungan apa saja, sektor apa saja, ya nanti kita bicarakan sama pemerintah,” ujarnya.

    Tax Ada Urgensi?

    Manajer Riset Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar mengaku bingung dengan wacana penerapan Tax Amnesty Jilid III. Menurutnya, tidak ada urgensinya melakukan pembersihan dosa para pelaku penghindaran pajak lagi.

    Kebijakan tersebut, sambung Fajry, hanya akan mencederai rasa keadilan bagi wajib pajak yang telah patuh. Sejalan dengan itu, dia khawatir akan banyak wajib pajak yang akan melakukan penghindaran pajak.

    “Buat apa untuk patuh, toh ada tax amnesty lagi?” kata Fajry kepada Bisnis, Selasa (19/11/2024).

    Dia menilai Tax Amnesty Jilid III akan menjadi langkah mundur pemerintah. Apalagi, wacana pengampunan pajak untuk orang tajir itu bergulir ketika pemerintah berencana menaikkan tarif PPN menjadi 12% pada tahun depan.

    Oleh sebab itu, Fajry tidak heran apabila nantinya banyak penolakan dari berbagi kalangan masyarakat ihwal wacana Tax Amnesty Jilid III.

    “Terlebih, tax amnesty ini untuk siapa? Sebagian besar konglomerat sebenarnya sudah masuk ke Tax Amnesty Jilid I dan sebagian lagi melengkapinya kemarin,” jelasnya.

  • RUU Tax Amnesty Jilid III, Komisi XI DPR Sebut Tak Revisi Aturan Lama
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        19 November 2024

    RUU Tax Amnesty Jilid III, Komisi XI DPR Sebut Tak Revisi Aturan Lama Nasional 19 November 2024

    RUU Tax Amnesty Jilid III, Komisi XI DPR Sebut Tak Revisi Aturan Lama
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Ketua
    Komisi XI DPR
    RI
    Mukhamad Misbakhun
    mengatakan, Rancangan Undang-Undang (RUU) Tax Amnesty (Pengampunan Pajak) tidak akan merevisi undang-undang yang telah ada sebelumnya.
    RUU ini telah dimasukkan ke dalam daftar program legislasi nasional (prolegnas) prioritas pada 2025.
    “Jadi, kalau menurut saya, jika ada tax amnesty berikutnya, itu adalah jilid tiga,” kata Misbakhun usai acara diskusi Fraksi Partai Golkar bertajuk “Mencari Cara Ekonomi Tumbuh Tinggi” di Kompleks Parlemen, Jakarta, pada Selasa (19/11/2024).
    Misbakhun menjelaskan bahwa DPR RI bersama pemerintah akan merumuskan kembali
    RUU Tax Amnesty
    jilid III ini.
    “Ya kita konsepkan kembali seperti apa? Pemerintah punya konsep seperti apa? Didiskusikan dengan DPR seperti apa? Nanti akan menjadi keputusan inisiatif siapa? Nah ini kan tinggal kita bicarakan,” ujarnya.
    Ia juga menekankan bahwa RUU Tax Amnesty tidak akan merevisi undang-undang sebelumnya.
    Menurutnya, beleid Tax Amnesty jilid I dan jilid II adalah dua aturan yang tidak saling berkaitan.
    “Jadi,
    one of regulation
    . Undang-undang Tax Amnesty pertama sudah tertutup. Pengampunan sukarela juga sudah tutup,” jelasnya.
    Lebih lanjut, Misbakhun mengungkapkan bahwa RUU Tax Amnesty awalnya merupakan usulan dari Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, bukan dari Komisi XI.
    Namun demikian, Komisi XI kemudian mengambil alih RUU tersebut untuk menjadi usulannya, mengingat urusan
    tax amnesty
    berkaitan dengan mitra kerja mereka, yaitu Kementerian Keuangan.
    “Nah itulah kemudian saya rapatkan internal dengan persetujuan semua anggota Komisi XI. Diputuskan bahwa Komisi XI untuk prolegnas prioritas meminta kepada Badan Legislasi melalui surat untuk dijadikan prolegnas prioritas yang diusulkan oleh Komisi XI,” ungkap Misbakhun.
    Diketahui, RUU Tax Amnesty telah resmi masuk ke dalam daftar prolegnas prioritas 2025, yang dikonfirmasi oleh Wakil Ketua Baleg DPR RI Ahmad Doli Kurnia.
    Hal ini ditetapkan dalam rapat pembahasan mengenai daftar prolegnas prioritas 2025 dan prolegnas jangka menengah 2025-2029 yang berlangsung pada Senin (18/11/2024) sore.
    “(RUU Tax Amnesty) jadi masuk tadi,” ujar Doli kepada wartawan.
    Dalam rapat paripurna DPR RI yang berlangsung hari ini juga ditetapkan bahwa RUU Tax Amnesty akan dibahas tahun depan.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Capim KPK Johanis Tanak: Diksi “Perampasan” pada RUU Perampasan Aset Kurang Pas
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        19 November 2024

    Capim KPK Johanis Tanak: Diksi “Perampasan” pada RUU Perampasan Aset Kurang Pas Nasional 19 November 2024

    Capim KPK Johanis Tanak: Diksi “Perampasan” pada RUU Perampasan Aset Kurang Pas
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (capim
    KPK
    )
    Johanis Tanak
    menilai diksi “perampasan” tak tepat untuk digunakan pada Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset.
    Menurut dia, penggunaan kata perampasan seolah menunjukkan bahwa negara melakukan perampasan terhadap aset milik pihak-pihak tersebut.
    “Kata merampas itu saya kurang pas, bisa enggak cari kata lain, kan kalau namanya merampas punya orang. Oh dia punya ini saya, saya rampas, sama dengan saya yang merampas kan. Masa iya negara merampas,” ujar Tanak di Gedung DPR RI, Selasa (19/11/2024).
    Meski begitu, Tanak enggan berkomentar lebih jauh soal substansi ataupun materi aturan yang mungkin dimasukkan dalam
    RUU Perampasan Aset
    .
    Wakil ketua KPK itu hanya ingin berkomentar soal nomenklatur beleid itu dan ia mengusulkan agar diksi perampasan diganti dengan pemulihan.
    “Kalau kata pemulihan aset ya tentunya karena ada perbuatan yang tercela kan, yang merugikan negara itu harus dipulihkan. Nah itu oke lah. Tapi kalau merampas, saya cuma tidak cocoknya kata merampas itu,” kata Tanak.
    Diberitakan sebelumnya, RUU Perampasan Aset tidak masuk dalam daftar RUU program legislasi nasional (Prolegnas) prioritas 2025.
    RUU tersebut hanya masuk dalam prolegnas jangka menengah 2025-2029.
    Padahal, pembentukan RUU Perampasan Aset sudah berjalan sejak lama dan RUU ini diyakini bakal mengoptimalkan pemberantasan korupsi.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.