Topik: Program Legislasi Nasional (Prolegnas)

  • Draf rancangan revisi UU Pemerintahan Aceh diserahkan ke DPR RI

    Draf rancangan revisi UU Pemerintahan Aceh diserahkan ke DPR RI

    Banda Aceh (ANTARA) – Tim Pemerintah Aceh bersama Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) menyerahkan draf rancangan revisi UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA) ke Sekretaris Jenderal DPR RI agar segera dilakukan pembahasan.

    “Revisi ini sangat penting, khususnya dalam hal perpanjangan dana otonomi khusus (otsus) dan kejelasan kewenangan antara Pemerintah Aceh dan pemerintah pusat,” kata Plt Sekda Aceh, M Nasir dalam keterangannya, di Banda Aceh, Jumat.

    Penyerahan ini dilakukan bersama jajaran tim revisi UUPA dari Pemerintah Aceh dan DPR Aceh, serta para akademisi dan tokoh masyarakat Aceh yang terlibat dalam pembahasannya.

    Seperti diketahui, revisi UUPA sendiri saat ini berada di nomor 135 dalam daftar panjang Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025 DPR RI. Kemudian, DPRA telah mengesahkan dan menetapkan draf rancangan revisi UUPA dalam rapat paripurna.

    M Nasir mengatakan bahwa draf revisi UUPA telah melalui proses panjang bersama DPR Aceh. Draf tersebut kini telah mengerucut menjadi delapan pasal yang akan diusulkan direvisi dan satu pasal tambahan.

    Ia berharap revisi UUPA ini dapat dimasukkan dalam kategori cumulative open list, sehingga proses pembahasannya bisa dipercepat dan tidak tergantung pada urutan dalam daftar panjang Prolegnas.

    “Harapan kami, pada 16 Agustus 2025 atau paling lambat 2026, sehingga Presiden RI dapat menyampaikan nota keuangan yang telah memuat perpanjangan dana Otsus Aceh,” ujarnya.

    M Nasir menegaskan bahwa Pemerintah Aceh terus berkomitmen untuk mengawal proses ini hingga tuntas, demi memperkuat pelaksanaan kekhususan Aceh secara hukum dan konstitusional.

    Menanggapi hal tersebut, Kepala Bidang Keahlian Sekretariat Jenderal DPR RI Inosentius Samsul menyampaikan komitmennya untuk mendukung percepatan proses legislasi ini.

    Pihaknya akan mengamankan sembilan pasal yang diajukan, dan memastikan agar setiap materi tambahan mendapat persetujuan dari Pemerintah Aceh sebelum dibawa ke proses legislasi nasional.

    “Kami memahami bahwa masyarakat Aceh yang paling tahu kebutuhan daerahnya. Karena itu, semua usulan akan kami konsultasikan kembali dan komunikasikan dengan legislatif terkait,” demikian Inosentius Samsul.

    Pewarta: Rahmat Fajri
    Editor: Rangga Pandu Asmara Jingga
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Anggota DPR: Kenaikan bantuan parpol harus sesuai keuangan negara

    Anggota DPR: Kenaikan bantuan parpol harus sesuai keuangan negara

    “Efek domino dukungan negara terhadap partai politik cukup besar dalam meningkatkan kualitas demokrasi yang bertumpu di partai politik,”

    Jakarta (ANTARA) – Anggota Komisi II DPR RI Muhammad Khozin menyatakan usulan kenaikan dana bantuan partai politik parut dipertimbangkan, namun gagasan tersebut harus disesuaikan dengan kemampuan keuangan negara.

    “Tapi harus digarisbawahi, usulan tersebut harus disandingkan dengan kemampuan keuangan negara yang menyangkut agenda national interest kita,” ingat Khozin dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.

    Dia mengatakan usulan tersebut patut dipertimbangkan karena usulan tersebut berdasarkan kajian yang mendalam dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

    Khozin kembali menegaskan usulan tersebut harus disandingkan dengan kemampuan keuangan negara, terlebih kebijakan efisiensi anggaran akan dilanjutkan di tahun anggaran 2026.

    Dia menyampaikan kenaikan bantuan partai politik dapat dilakukan melalui perubahan PP No 1 Tahun 2018 tentang Bantuan Keuangan Partai Politik sebagai aturan turunan dari UU No 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik.

    Menurut Pengasuh Pondok Pesantren Mahasiswi Al-Khozini, Jember ini, secara obyektif dukungan negara dalam bentuk kenaikan bantuan terhadap partai politik penting untuk meningkatkan kualitas demokrasi di Indonesia di antaranya pendidikan politik bagi warga termasuk mendorong transparansi pengelolaan keuangan partai.

    “Efek domino dukungan negara terhadap partai politik cukup besar dalam meningkatkan kualitas demokrasi yang bertumpu di partai politik,” ujarnya.

    Anggota DPR dari Dapil Jatim IV (Jember dan Lumajang) ini menyebutkan Komisi II DPR telah mengusulkan dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) perubahan paket UU politik seperti UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, UU No 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, serta UU No 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik.

    “Bisa saja dasar hukum kenaikan bantuan partai politik diperkuat dalam bentuk revisi UU Partai Politik termasuk pengaturan mekanisme pelaporannya,” kata Khozin.

    Bantuan dana parpol dari pemerintah di tingkat pusat (DPR), per suara sah sebesar Rp1.000, sedangkan untuk partai politik di tingkat provinsi (DPRD Provinsi) sebesar Rp1.200 per suara sah, dan untuk partai politik di tingkat kabupaten/kota (DPRD Kabupaten/Kota) sebesar Rp1.500 per suara sah.

    Jika melihat negara lain, kata Khozin, yang paling banyak mendanai partai politik adalah Jerman, dengan 75 persen dana partai politik dibiayai oleh negara.

    Selain Jerman, beberapa negara lain yang juga mensubsidi partai politik dari anggaran negara antara lain Uzbekistan (100 persen), Austria dan Meksiko (lebih dari 50 persen), serta Inggris, Italia dan Australia (kurang dari 50 pesen.

    “Data empirik dan perbandingan dengan negara lain patut menjadi bahan kajian bersama atas usulan kenaikan bantuan partai politik,” tuturnya.

    Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
    Editor: Agus Setiawan
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • DPRA tetapkan draf rancangan revisi UU Pemerintahan Aceh

    DPRA tetapkan draf rancangan revisi UU Pemerintahan Aceh

    Banda Aceh (ANTARA) – Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) melalui sidang paripurna di Banda Aceh, Rabu, mengesahkan dan menetapkan draf rancangan revisi UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA) untuk diserahkan dan dibahas oleh DPR RI.

    “Dalam perumusan perubahan UUPA ini, DPRA mengikut sertakan unsur tim Pemerintah Aceh, kolaborasi semuanya telah menghasilkan draf rancangan perubahan UUPA ini, termasuk naskah akademiknya,” kata Ketua DPR Aceh, Zulfadli, di Banda Aceh, Rabu.

    Sebagai informasi, rencana perubahan UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang UUPA ini sudah masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas) prioritas 2024-2029, yang telah disepakati Baleg DPR RI serta Panitia Perancang UU DPD RI.

    Pelaksanaan paripurna penetapan draf revisi UUPA ini dilakukan sesuai bunyi Pasal 269 ayat (3) UUPA, yang menyatakan bahwa setiap rencana perubahan harus dikonsultasikan dan mendapatkan pertimbangan dari DPR Aceh.

    Zulfadli mengatakan pengkajian draf rancangan revisi UUPA ini juga melibatkan unsur guru besar, akademisi dan praktisi. Serta telah mendapatkan dukungan penuh dari partai politik lokal maupun nasional yang memiliki kursi di DPR Aceh.

    “Penyiapan dan pembahasan draf rancangan perubahan UUPA ini didukung sepenuhnya oleh pimpinan partai politik lokal dan partai politik nasional di DPRA,” ujar Zulfadli.

    Sementara itu, Ketua Tim Revisi UUPA di DPRA, Tgk Anwar Ramli menyampaikan bahwa terdapat delapan pasal perubahan dan satu penambahan/penyisipan dalam draf rancangan revisi tersebut.

    “Terdapat perubahan batang tubuh yang terdiri dari sembilan pasal, yaitu delapan pasal perubahan dan satu penyisipan/penambahan pasal baru,” kata Tgk Anwar Ramli dalam laporannya.

    Pasal perubahan

    Adapun delapan pasal perubahan tersebut yakni pasal 7 terkait dengan kewenangan Aceh, yaitu penegasan kewenangan pusat agar tidak terjadi paradoks yang dapat menimbulkan perbedaan penafsiran dalam praktik pelaksanaannya.

    Kemudian, pasal 11 tentang penegasan norma standar prosedur dan kriteria (NSPK) agar tidak menghalangi kewenangan Aceh.

    Pasal 235 tentang evaluasi Qanun APBA dan Fasilitasi Qanun Aceh lainnya. Di sini, juga ada penegasan kedudukan Qanun Aceh sesuai putusan Mahkamah Konstitusi.

    Lalu, Pasal 270 yaitu makna dan kedudukan peraturan perundangan, qanun, NSPK, dan peraturan pemerintah dalam penafsiran kewenangan Aceh.

    Selanjutnya Pasal 183, terkait dengan pendapatan/fiskal Aceh, yaitu tentang dana otonomi khusus (otsus). Pasal 192 tentang regulasi lanjutan soal kedudukan zakat dalam UUPA.

    Berikutnya Pasal 160, meliputi kewenangan minyak dan gas bumi dan sumber daya alam lain termasuk karbon serta pengaturan tentang aset. Serta pasal 165, mengenai kewenangan Aceh dalam bidang perdagangan, pariwisata, dan investasi yang akan dikerjasamakan dengan Pemerintah Pusat.

    Sedangkan untuk penambahan baru yakni Pasal 251A, merupakan pasal tambahan yang mengatur tentang pajak dan pendapatan lain non-pajak yang diperlukan guna penyelenggaraan kekhususan Aceh.

    Tgk Anwar Ramli menegaskan, pembahasan perubahan UUPA oleh DPR RI ini perlu dikawal bersama, sehingga hasilnya bisa lebih baik dan komprehensif sesuai harapan masyarakat Aceh.

    “Pengawalan ini adalah tanggung jawab moral kita bersama, karena perubahan UUPA harus melibatkan pemangku kepentingan di Aceh sesuai pasal 269 ayat (3) UUPA,” demikian Tgk Anwar Ramli.

    Pewarta: Rahmat Fajri
    Editor: Rangga Pandu Asmara Jingga
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Legislator dorong RUU Pengelolaan Ruang Udara segera rampung

    Legislator dorong RUU Pengelolaan Ruang Udara segera rampung

    “Ini bukan lagi isu teknis semata. Kita sedang bicara tentang ruang strategis nasional yang belum dikelola secara terpadu,”

    Jakarta (ANTARA) – Anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Endipat Wijaya mendorong agar Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengelolaan Ruang Udara segera rampung demi pengaturan ruang udara Indonesia.

    Pasalnya, kata dia, kian padatnya lalu lintas udara dan meningkatnya gangguan dari berbagai objek di langit Indonesia menjadi alarm keras bagi negara untuk segera memperbaiki tata kelola ruang udara.

    “Ini bukan lagi isu teknis semata. Kita sedang bicara tentang ruang strategis nasional yang belum dikelola secara terpadu,” ujar Endipat dalam keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu.

    RUU tentang Pengelolaan Ruang Udara telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2024 dan akan terus dibahas pada tahun 2025 sebagai bagian dari agenda legislasi strategis.

    Endipat memaparkan lonjakan signifikan pelanggaran ruang udara oleh pesawat asing yang meningkat dari 364 kasus pada 2019 menjadi 1.583 kasus pada 2020.

    “Belum lagi gangguan dari balon udara, laser pointer, dan kembang api yang secara langsung bisa membahayakan keselamatan penerbangan,” ucap dia menambahkan.

    Ia juga melihat adanya tumpang tindih kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah dalam pemanfaatan ruang udara, terutama untuk kegiatan olahraga dirgantara.

    Meski demikian, dirinya menyambut baik semangat kolaborasi lintas lembaga dalam pembahasan RUU.

    Dia pun menegaskan agar tidak ada lagi ego sektoral, sehingga semua pihak harus merasa memiliki ruang udara sebagai tanggung jawab bersama.

    Sebagai anggota komisi yang membidangi pertahanan, Endipat berharap agar RUU tersebut dapat menjawab kebutuhan profesionalisme dan kepastian hukum dalam pengelolaan ruang udara Indonesia, termasuk soal pembagian kewenangan dan keselamatan nasional.

    “Ini bukan hanya soal siapa yang berwenang, tapi bagaimana kita menjaga langit Indonesia tetap aman dan berdaulat,” tutur Ketua Tim Panitia Khusus (Pansus) RUU Pengelolaan Ruang Udara DPR.

    Dalam sebuah kunjungan kerja bersama tim pansus, perwakilan Kementerian Pertahanan, perwakilan TNI AU Komandan Lanud Sri Mulyono Herlambang, perwakilan Kementerian Perhubungan, Bea Cukai, Balai Karantina, perwakilan Pertamina di Landasan Udara (Lanud) Sri Mulyono, beberapa waktu lalu, Endipat menekankan pentingnya partisipasi publik.

    Partisipasi dimaksud, yakni seperti masukan dari pakar, akademisi, dan pemangku kepentingan lainnya, dalam penyusunan RUU tersebut.

    Menurut dia, partisipasi bermakna (meaningful participation) merupakan kunci agar regulasi itu tidak hanya menjadi dokumen hukum, tetapi juga panduan kerja nyata bagi semua pihak yang berkepentingan di udara Indonesia.

    Pewarta: Agatha Olivia Victoria
    Editor: Agus Setiawan
    Copyright © ANTARA 2025

  • Puan Maharani: RUU Perampasan Aset Dibahas Usai RUU KUHAP Rampung

    Puan Maharani: RUU Perampasan Aset Dibahas Usai RUU KUHAP Rampung

    Bisnis.com, JAKARTA — Ketua DPR RI Puan Maharani menjelaskan pembahasan rancangan Undang-Undang Perampasan Aset (RUU PA) akan digulirkan seusai Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHP) selesai dibahas.

    DPuan menyampaikan demikian karena menurutnya memang hal itu sudah sesuai dengan mekanisme yang ada bahwa DPR RI akan membahas KUHAP terlebih dahulu.

    DPR RI, kata Puan, tidak akan tergesa-gesa dalam membahas RKUHAP. Pihaknya akan mendengar masukan dari seluruh elemen masyarakat. Begitu pula dengan RUU Perampasan Aset nantinya.

    “Setelah itu baru kita akan masuk ke perampasan aset. Bagaimana selanjutnya, ya itu juga kita akan minta masukkan pandangan dari seluruhnya,” ungkapnya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (7/5/2025).

    Cucu Proklamator RI ini berpandangan jika pembahasan RUU Perampasan Aset dilakukan secara tergesa-gesa, maka nantinya tidak akan sesuai dengan aturan yang ada.

    “Dan kemudian tidak sesuai dengan mekanisme yang ada. Itu akan rawan, jadi ya seperti itu,” pungkasnya.

    Sebelumnya, isu pembahasan RUU Perampasan Aset muncul kala Presiden RI Prabowo Subianto memberikan lampu hijau mendukung UU Perampasan Aset. Dukungan tersebut dia lontarkan saat berorasi di depan para buruh saat memperingati Hari Buruh Internasional pada Kamis (1/5/2025) di Monas, Jakarta. 

    Dia menekankan agar aturan yang sempat mandek di parlemen ini agar kembali dilanjutkan khususnya untuk memberantas praktik korupsi di Tanah Air.

    “Saya mendukung Undang-Undang Perampasan Aset. Enak saja, sudah nyolong, enggak mau kembalikan aset. Gue tarik aja lah itu,” ujarnya dengan nada tegas yang disambut riuh peserta aksi buruh.

    Menyusul hal tersebut, Menteri Koordinator bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra menyatakan pemerintah siap untuk membahas Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset.

    Dia berpandangan bahwa memang seharusnya perampasan aset hasil korupsi perlu diatur dengan Undang-Undang, supaya hakim memiliki dasar hukum yang kuat dalam mengambil keputusan.

    “Kapan aset yang diduga sebagai hasil korupsi itu dapat disita dan kapan harus dirampas untuk negara, semua harus diatur dengan undang-undang agar tercipta keadilan dan kepastian hukum serta penghormatan terhadap HAM,” jelasnya melalui keterangan tertulis yang dikutip Senin (5/5/2025).

    Sementara itu, Badan Legislasi (Baleg) DPR RI menyatakan belum ada pembahasan soal Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset (RUU PA) meski Presiden Prabowo Subianto telah memberikan dukungannya terhadap UU Perampasan Aset.

    Ketua Baleg DPR RI, Bob Hasan menyebut meski memang belum ada pembahasan itu, RUU Perampasan Aset nyatanya menjadi inisiatif pemerintah dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) jangka menengah 2025-2029.

    “Namun demikian, bila mana sudah ada sinyal dari Bapak Prabowo Subianto tentunya akan kita coba lakukan satu proses,” ujarnya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (5/5/2025).

  • Yang Benar Saja DPR! Sudah Mangkrak 13 Tahun, Masih Tunda Lagi Bahas RUU Perampasan Aset

    Yang Benar Saja DPR! Sudah Mangkrak 13 Tahun, Masih Tunda Lagi Bahas RUU Perampasan Aset

    GELORA.CO – Nampaknya tak ada keseriusan dari DPR untuk membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset. Padahal Presiden Prabowo Subianto belum lama ini menyatakan dukungan dan dorongan agar RUU ini segera disahkan.

    Ketua DPR RI Puan Maharani menjelaskan, saat ini Komisi III DPR sedang merampungkan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) sehingga pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset menjadi tertunda.

    “Memang sesuai dengan mekanismenya kita akan membahas KUHAP dulu. Namun kita awalnya tidak akan tergesa-gesa. Kita akan mendapatkan masukan dari seluruh elemen masyarakat dulu sesuai dengan mekanismenya,” tutur Puan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (7/5/2025).

    Setelah itu, lanjut dia, baru kemudian DPR akan membahas RUU perampasan aset.

    “Bagaimana selanjutnya, ya itu juga kita akan minta masukkan pandangan dari seluruhnya. Karena kalau tergesa-gesa nanti tidak akan sesuai dengan aturan dan mekanisme yang ada. Itu akan rawan. Jadi ya seperti itu,” tandasnya.

    Sebelumnya, Ketua Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat (Baleg DPR) Bob Hasan mengaku pihaknya memang belum membahas RUU Perampasan Aset sampai saat ini. Ia menyebut, hal itu masuk ke dalam prolegnas jangka menengah 2025-2029.

    “Tetapi dalam prolegnas perampasan aset itu menjadi target sebagai inisiatif pemerintah di dalam prolegnas jangka menengah,” kata Bob kepada wartawan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Senin (5/5/2025).

    Meski begitu, mengingat sudah ada sinyal dari Presiden Prabowo Subianto saat peringatan Hari Buruh internasional beberapa waktu lalu, Bob mengaku akan mengambil langkah awal.

    “Tentunya akan kami coba lakukan satu proses, di mana kita ketahui sama-sama bahwa perampasan aset itu muatan materinya masih memerlukan satu pemutakhiran kembali,” tuturnya.

    Pakar Hukum dan Pembangunan dari Universitas Airlangga (Unair), Hardjuno Wiwoho pesimistis RUU Perampasan Aset bakal dibahas apalagi disahkan. Dia membeberkan perjalanan panjang RUU Perampasan Aset yang tak kunjung disahkan sejak zaman pemerintahan SBY. Bahkan berkali-kal masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) mulai 2012, namun terkatung-katung hingga saat ini.

    “Akibatnya apa, terkatung-katung pula nasib uang negara yang seharusnya bisa dikembalikan ke kas negara. Bisa digunakan untuk membiayai sejumlah program pembangunan pro-rakyat dari pemerintah,” ungkapnya.

    Di era Jokowi, lanjut Hardjuno, draf RUU Perampasan Aset kembali dimasukkan Menko Polhukam Mahfud MD. Lagi-lagi macetnya di parlemen. “Kalau sekarang masih juga mandek, pertanyaannya, siapa yang sebenarnya takut? Rakyat bisa menilai itu,” tegas Hardjuno.

    Berdasarkan catatan Hardjuno, RUU Perampasan Aset terakhir kali diajukan pemerintah ke DPR, melalui Surat Presiden Nomor R-22/Pres/05/2023 pada Mei 2023. Namun hingga kini belum juga masuk dalam Prolegnas Prioritas 2025. (*)

  • Pemerintah Dorong DPR Segera Sahkan RUU Masyarakat Adat

    Pemerintah Dorong DPR Segera Sahkan RUU Masyarakat Adat

    Pemerintah Dorong DPR Segera Sahkan RUU Masyarakat Adat
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Menteri Hak Asasi Manusia (HAM)
    Natalius Pigai
    mendorong
    DPR
    segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang Masyarakat Adat.
    Natalius mengatakan, sejak Indonesia merdeka, belum ada undang-undang yang mengatur tentang perlindungan, pelestarian, penghormatan terhadap masyarakat adat.
    Padahal, Pasal-pasal dalam konstitusi secara tegas sudah mengatur keberadaan Masyarakat Hukum Adat dengan Pasal 18B ayat (2), Pasal 28I ayat (3) dan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945.
    “Dalam kerangka itulah,
    Kementerian HAM
    konsisten mendukung percepatan pengesahan Undang-Undang Masyarakat Adat yang berisikan penghormatan terhadap nilai-nilai atau dijiwai, disemangati, oleh nilai-nilai hak asasi manusia. Saya kira itu sikap dari Kementerian Asasi Manusia,” kata Natalius di kantor Kemenham, Jakarta, Selasa (6/5/2025).
    Natalius yakin DPR tak memiliki kesulitan dalam mengesahkan RUU tentang Masyarakat Adat.
    Dia mengatakan, RUU yang disahkan harus bersifat substantif seperti memenuhi nilai-nilai HAM dan penghormatan terhadap nilai masyarakat adat.
    “Pengesahan itu kalau sudah menjadi hak inisiatif DPR, saya meyakini, apalagi saya pasti akan menyurati, saya meyakini tidak akan mengalami kesulitan,” ujarnya.
    Dalam kesempatan yang sama, Perwakilan dari Koalisi Kawal
    RUU Masyarakat Adat
    , Abdon Nababan mengatakan, Kementerian HAM merupakan rumah bagi masyarakat adat.
    Karenanya, ia meminta adanya pembahasan sampai dengan pengesahan RUU Masyarakat Adat terus dikawal.
    “Oleh karena itu tadi kami minta kementerian supaya RUU Masyarakat Adat ini dikawal betul di dalam pemerintahan Pak Prabowo lewat Menteri HAM, karena memang ini janji konstitusi,” kata Abdon.
    Untuk diketahui, Rancangan Undang-Undang (RUU) Masyarakat Adat sudah masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) sebanyak tiga kali.
    Meski sudah diajukan sejak 2009, RUU Masyarakat Adat masih tak kunjung disahkan sampai hari ini.
    Pakar hukum dan masyarakat dari Universitas Indonesia (UI) Ismala Dewi mengatakan, pengesahan RUU tersebut perlu dilakukan untuk memberikan keadilan dan memenuhi hak masyarakat adat.
    Hal tersebut disampaikan Ismala dalam diskusi daring pada Selasa (22/4/2025), sebagaimana dilansir Antara.
    “Sudah 15 tahun, artinya sudah lama sekali. Artinya belum sampai ini keadilan karena untuk menjamin kepastian masyarakat, untuk mencapai kesejahteraan itu belum terealisasi,” jelas Ismala.
    Masyarakat adat memerlukan perlindungan dan pengakuan hak-haknya, termasuk atas sumber daya alam seperti air yang dijaga dengan penerapan hukum adat.
    Dalam kesempatan tersebut, dia meminta pasal-pasal dalam RUU Masyarakat Adat tidak bertentangan, sebaliknya dapat memperbaiki aturan lama.
    “Sehingga substansi UU Masyarakat Adat menjadi lebih lengkap sesuai dan tidak bertentangan dengan aturan sebelumnya atau bahkan dapat memperbaiki aturan sebelumnya apabila dianggap peraturan lama tidak sesuai dengan rasa keadilan masyarakat,” jelasnya.
    Dia juga mendorong agar pasal yang mengatur mengenai sumber daya alam dalam RUU itu memperhatikan prinsip pengelolaan sumber daya air berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No.85/PUU-XI/2013 yang lebih jelas narasinya dan lebih lengkap substansinya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kala Prabowo Dukung RUU Perampasan Aset dan Yusril Ihza Mahendra Sebut Belum Ada Urgensi Bikin Perpu – Halaman all

    Kala Prabowo Dukung RUU Perampasan Aset dan Yusril Ihza Mahendra Sebut Belum Ada Urgensi Bikin Perpu – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Membandingkan pernyataan Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan (Menko KumHAM Imipas) Yusril Ihza Mahendra dan Presiden RI Prabowo Subianto soal Undang-undang (UU) Perampasan Aset.

    Prabowo Dukung Pengesahan RUU Perampasan Aset

    Adapun Prabowo menyatakan dukungan untuk pengesahan segera Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset menjadi UU di hadapan ribuan buruh dalam peringatan Hari Buruh 2025 atau May Day di lapangan Monas, Kamis (1/5/2025).

    Janji tersebut merupakan bagian dari komitmen Prabowo dalam memberantas korupsi.

    “Saudara-saudara, dalam rangka juga pemberantasan korupsi, saya mendukung Undang-Undang Perampasan Aset. Saya mendukung!” ujar Prabowo di atas panggung.

    Kemudian, Prabowo mengajak para buruh untuk meneruskan perlawanan terhadap kasus korupsi di Indonesia.

    “Bagaimana? Kita teruskan perlawanan terhadap koruptor?” tanya Prabowo yang selanjutnya dijawab setuju oleh para buruh yang memadati Lapangan Monas.

    Prabowo juga tegas akan menyikat maling negara dan tidak boleh ada kompromi terhadap para koruptor yang tidak mau mengembalikan uang hasil kejahatannya.

    “Enak aja, udah nyolong, enggak mau kembalikan aset. Gue tarik aja deh itu,” kata Prabowo, yang langsung disambut teriakan antusias dari massa buruh, “Setuju!”

    Adapun pengesahan RUU Perampasan Aset juga menjadi satu dari enam tuntutan buruh pada May Day 2025.

    HARI BURUH – Presiden RI Prabowo Subianto menghadiri acara peringatan Hari Buruh Internasional atau May Day di Lapangan Monas, Jakarta Pusat, Kamis (1/5/2025). Peringatan Hari Buruh Internasional 2025 kali ini diselenggarakan di lapangan Monas yang dihadiri sekitar 200.000 Buruh dari berbagai elemen organisasi buruh. Peringatan Hari Buruh kali ini membawa enam tuntutan utama yaitu Penghapusan sistem outsourcing, Pengesahan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT), Revisi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Realisasi upah layak, Pengesahan RUU Perampasan Aset untuk pemberantasan korupsi, Pembentukan Satuan Tugas Pemutusan Hubungan Kerja (Satgas PHK). Dalam pidatonya Prabowo menyampaikan akan membentuk Satgas PHK, meloloskan RUU perlindungan pekerja rumah tangga, serta berusaha memberantas korupsi di Indonesia. Tribunnews/Jeprima (Tribunnews/Jeprima)

    Maki Dorong Prabowo Terbitkan Perpu Perampasan Aset

    Selanjutnya, menanggapi dukungan Prabowo terhadap pengesahan RUU Perampasan Aset, Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) mendorong Prabowo untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) tentang Perampasan Aset.

    “Urusan perampasan aset itu satu kata saja, Pak Prabowo membuat Perppu mengesahkan perampasan aset, kemudian diurus jadi Undang-Undang,” kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman, Sabtu (3/5/2025).

    Yusril Ihza Mahendra: Belum Ada Urgensi untuk Perpu Perampasan Aset

    Diwartakan Tribunnews.com, Yusril Ihza Mahendra mengatakan, belum ada urgensi bagi Prabowo untuk mengeluarkan Perpu Perampasan Aset.

    Hal itu disampaikan Yusril di Istana Kepresidenan, Jakarta, pada Senin, (5/5/2025).

    “Belum ada alasan untuk mengeluarkan Perppu untuk itu (perampasan aset),” kata Yusril.

    Menurutnya, penerbitan Perppu harus memenuhi sejumlah syarat, salah satunya yakni memenuhi unsur kegentingan memaksa.

    “Karena Perppu harus dikeluarkan hal ihwal kegentingan yang memaksa, sampai sekarang kita melihat ada kegentingan yang memaksa,” katanya.

    Yusril menilai terkait perampasan aset, UU yang ada sekarang baik itu Undang-undang Tipikor, Kepolisian, Kejaksaan maupun KPK sudah cukup efektif.

    “Jadi saya kira belum ada urgensinya untuk mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang. Tapi ya semuanya terserah kita kembalikan kepada presiden,” pungkasnya.

    Diusulkan Masuk Prolegnas

    Bulan lalu, Menteri Hukum Supratman Andi Agtas mengatakan bahwa pemerintah akan mengusulkan RUU Perampasan Aset masuk program legislasi nasional (Prolegnas). 

    “Pada waktunya, seperti harapan seluruh masyarakat Indonesia dan juga teman-teman pers, saya yakin ini akan sesegera mungkin kita ajukan dalam revisi Prolegnas yang akan datang,” ujar Supratman di kantornya, Jakarta, Selasa (15/4/2025).

    Menurut Supratman, pemerintah sudah menyerahkan draf RUU Perampasan Aset ke DPR.

    Namun, pembahasannya sangat berkaitan erat dengan kekuatan politik.

    Supratman pun mengatakan, komunikasi dengan seluruh partai politik sangat diperlukan untuk menentukan nasib pembahasan RUU Perampasan Aset di DPR.

    “Karena RUU-nya sudah pernah diserahkan ke DPR. Nah, cuma kan seperti yang selalu saya sampaikan kemarin bahwa ini menyangkut soal politik,” kata Supratman.

    (Tribunnews.com/Rizki/Taufik Ismail)

  • Beda Pandangan Menteri Prabowo Soal Pembahasan RUU Perampasan Aset

    Beda Pandangan Menteri Prabowo Soal Pembahasan RUU Perampasan Aset

    Bisnis.com, JAKARTA – Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset kembali menjadi sorotan setelah mendapatkan dukungan dari Presiden Prabowo Subianto saat memberikan sambutan di agenda Hari Buruh di Monumen Nasional (Monas), Kamis (1/5/2025).

    Orang nomor satu di Indonesia itu menegaskan komitmennya untuk mempercepat pembahasan Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset (RUU PA). Dia menekankan agar aturan yang sempat mandek di parlemen ini agar kembali dilanjutkan khususnya untuk memberantas praktik korupsi di Tanah Air. 

    “Saya mendukung Undang-Undang Perampasan Aset. Enak saja, sudah nyolong, enggak mau kembalikan aset. Gue tarik aja lah itu,” ujarnya dengan nada tegas yang disambut riuh peserta aksi buruh.

    Sayangnya, beberapa pernyataan berbeda justru disampaikan oleh Menteri Hukum Supratman Andi Agtas dan Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra.

    Keduanya memberikan pandangan berbeda mengenai status dan arah pembahasan RUU yang telah tertunda sejak 2023 tersebut saat ditemui wartawan sebelum pelaksanaan Sidang Kabinet (Sidkab) Paripurna di Kantor Presiden, Senin (5/5/2025) kemarin.

    Supratman menegaskan bahwa pemerintah tetap serius mendorong RUU Perampasan Aset agar segera dibahas bersama DPR. Menurutnya, Presiden RI telah memberikan arahan yang jelas kepada kabinet, termasuk Kementerian Hukum dan HAM, untuk menindaklanjuti proses legislasi tersebut.

    “Pemerintah, sekali lagi, Presiden sudah sampaikan itu tentu menjadi perhatian bagi kabinet termasuk Kementerian Hukum untuk melakukan,” ujarnya saat ditemui di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (5/5/2025).

    Supratman mengungkapkan bahwa Kemenkumham telah mengambil sejumlah langkah konkret untuk mendorong proses pembahasan RUU tersebut.

    Dia menyebut telah melakukan pertemuan dengan Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) pada hari yang sama untuk membahas finalisasi draf terakhir RUU tersebut.

    “Dan kami sudah lakukan. Saya bersama-sama dengan Ketua PPATK untuk mematangkan menyangkut soal draft terakhir,” ungkapnya.

    Selanjutnya, pemerintah berencana menjalin komunikasi lebih intensif dengan DPR untuk menentukan waktu pembahasan RUU tersebut dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) ke depan.

    “Kemudian juga kami akan berkonsultasi dengan DPR menyangkut soal kapan waktu yang tepat untuk kita rapat untuk menentukan prolegnas berikutnya,” lanjutnya. 

    Ketika ditanya apakah RUU Perampasan Aset akan tetap menjadi inisiatif pemerintah, Supratman menegaskan bahwa hal itu masih berlaku hingga saat ini.

    “Sampai sekarang masih tetap akan menjadi inisiatif pemerintah,” tegasnya.

    Mengenai surat presiden (surpres) yang sebelumnya dikirimkan pada Mei 2023, Supratman belum dapat memastikan apakah dokumen itu akan diperbarui atau tetap digunakan. Namun, dia menyebut proses komunikasi dengan lintas kementerian tengah berlangsung sambil menunggu arahan dari Presiden.

    “Nanti kita lihat. Yang pasti kan kita lagi komunikasikan dengan teman-teman di DPR. Kemudian juga dengan Lintas Kementerian ya. Tadi pagi saya sudah ketemu dengan Ketua PPATK membicarakan juga. Kita, saya belum lihat apakah ada perubahan draft baru. Justru karena itu kita akan rapat Lintas Kementerian sambil menunggu arahan Bapak Presiden. Oke ya?” ucapnya.

    Sementara itu, Yusril Ihza Mahendra, yang juga dikenal sebagai tokoh hukum senior itu memberikan pandangan berbeda. Menurutnya, inisiatif pembahasan RUU Perampasan Aset berasal dari DPR, bukan pemerintah, sehingga prosesnya sangat bergantung pada kesiapan parlemen.

    Menurutnya, meski RUU tersebut telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2024–2029, kelanjutannya sangat tergantung pada langkah DPR selaku pengusul.

    “Jadi setelah terjadi pergantian pemerintah, apakah DPR masih akan sama dengan draft yang mereka ajukan pada 2023 itu atau mungkin akan melakukan revisi terhadapnya, seperti misalnya pembahasan terhadap rancangan undang-undang KUHAP ya, itu kan sudah diajukan pada masa pemerintahan Pak Jokowi,” ujarnya di kompleks Istana Kepresidenan, Senin (5/5/2025).

    Dia mengungkapkan bahwa pemerintah saat ini masih menunggu langkah DPR terkait pembahasan revisi Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP). Menurutnya, proses revisi RUU tersebut kini berada di tangan legislatif.

    “Ketika terjadi pergantian pemerintahan, DPR merevisi RUU KUHAP, termasuk juga melakukan revisi terhadap naskah akademiknya. Kini, rancangan tersebut tengah dibahas bersama antara DPR dan pemerintah,” ujarnya.

    Tak hanya itu menambahkan, pemerintah bersikap menunggu hingga DPR memulai proses pembahasan lebih lanjut.

    Yusril juga menegaskan, apabila DPR telah siap dan pembahasan akan dimulai, maka Presiden akan menerbitkan surat presiden untuk menunjuk menteri-menteri terkait yang akan mewakili pemerintah dalam proses pembahasan hingga tuntas.

    Yusril menegaskan bahwa inisiatif RUU ini memang berasal dari DPR, bukan pemerintah. Oleh karena itu, posisi pemerintah adalah menunggu kesiapan DPR untuk memulai proses pembahasan lebih lanjut.

    “Karena inisiatifnya kan dari DPR, bukan dari pemerintah,” tegasnya.

    Di sisi lain, ketika ditanya soal kemungkinan pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) sebagai alternatif percepatan, Yusril menyatakan hal tersebut belum diperlukan.

    Dia menyebut belum ada situasi yang dapat dikategorikan sebagai kegentingan yang memaksa sesuai dengan syarat dikeluarkannya Perpu.

    “Karena undang-undang tentang pemberantasan tindak pidana korupsi baik dalam undang-undang tipikor maupun lembaga-lembaga yang menangani korupsi itu baik kepolisian, kejaksaan maupun KPK sebenarnya cukup efektif untuk menangani masalah ini. Jadi saya kira belum ada urgensinya untuk mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang, tapi ya semuanya terserah kita kembalikan kepada Presiden,” ujar Yusril.

    RUU Perampasan Aset sendiri sebenarnya sudah masuk dalam agenda sejak tahun 2023, namun hingga kini belum juga dibahas secara tuntas. Menanggapi hal tersebut, Yusril mengatakan bahwa pemerintah tetap menunggu karena tanggung jawab utama berada di DPR sebagai pengusul.

    “Ya kita tunggu saja, kan DPR yang mengajukan inisiatif, pemerintah kan menunggu saja,” ucapnya.

    Meski Presiden telah menyatakan dukungannya terhadap percepatan pengesahan RUU ini, Yusril menegaskan bahwa pemerintah tetap menanti kesiapan DPR untuk memulai proses pembahasan.

    “Presiden mengatakan setuju dengan hal itu, kita menunggu saja. Kalau pemerintah yang mengajukannya, pemerintah bisa proaktif untuk membahas, tapi karena ini diajukan oleh DPR, pemerintah menunggu Sampai dimana kesiapan dari DPR, pemerintah siap saja untuk membahas RUU ini,” pungkas Yusril.

  • Lampu Hijau RUU Perampasan Aset, Langkah Konkret atau Basa-basi Politik?

    Lampu Hijau RUU Perampasan Aset, Langkah Konkret atau Basa-basi Politik?

    Bisnis.com, JAKARTA – Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset nampaknya mulai mendapatkan lampu hijau dari pemerintah usai Presiden Prabowo Subianto memberikan dukungan untuk pembuatannya.

    Dukungan tersebut dia lontarkan saat berorasi di depan para buruh saat memperingati Hari Buruh Internasional pada Kamis (1/5/2025) di Monas, Jakarta. Dia menekankan agar aturan yang sempat mandek di parlemen ini agar kembali dilanjutkan khususnya untuk memberantas praktik korupsi di Tanah Air.

    “Saya mendukung Undang-Undang Perampasan Aset. Enak saja, sudah nyolong, enggak mau kembalikan aset. Gue tarik aja lah itu,” ujarnya dengan nada tegas yang disambut riuh peserta aksi buruh.

    Menyusul hal tersebut,

     Menteri Koordinator bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra menyatakan pemerintah siap untuk membahas Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset.

    Dia berpandangan bahwa memang seharusnya perampasan aset hasil korupsi perlu diatur dengan Undang-Undang, supaya hakim memiliki dasar hukum yang kuat dalam mengambil keputusan.

    “Kapan aset yang diduga sebagai hasil korupsi itu dapat disita dan kapan harus dirampas untuk negara, semua harus diatur dengan undang-undang agar tercipta keadilan dan kepastian hukum serta penghormatan terhadap HAM,” jelasnya melalui keterangan tertulis yang dikutip Senin (5/5/2025).

    Selain itu, Yusril melihat bahwa UU tersebut juga penting untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan kekuasaan dan tindakan sewenang-wenang aparat penegak hukum (APH).

    Lebih lanjut, eks Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) ini menyinggung pengalaman serupa saat pembahasan RUU KUHAP yang diajukan DPR pada masa Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi). 

    Kala itu, ujarnya, DPR melakukan revisi dan penyempurnaan naskah akademik terlebih dahulu sebelum membahasnya bersama pemerintah.

    “Ada kemungkinan DPR akan melakukan hal yang sama dengan RUU Perampasan Aset yang telah diajukan di era Presiden Jokowi dan baru akan dibahas pada masa Presiden Prabowo Subianto sekarang,” katanya.

    Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas menyebut tengah mematangkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perampasan Aset setelah diberikan ‘lampu hijau’ oleh Presiden Prabowo Subianto untuk segera dibahas dengan DPR. 

    Supratman menegaskan pemerintah dan Presiden Prabowo Subianto menjadikan RUU Perampasan Aset sebagai fokus agar bisa segera dibahas dengan legislatif. Presiden juga disebut telah memberikan restu agar aturan ini segera terwujud.

    “Kami sudah lakukan. Tadi pagi saya bersama-sama dengan [Kepala, red] PPATK untuk mematangkan menyangkut soal draft terakhir,” ungkap Supratman kepada wartawan saat ditemui di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (5/5/2025).

    Supratman lalu menyampaikan bakal segera berkonsultasi dengan DPR mengenai kapan waktu yang tepat guna menentukan penetapan Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas berikutnya. Harapannya, RUU Perampasan Aset bisa masuk ke dalam prolegnas tersebut. 

    Politisi Partai Gerindra itu memastikan RUU Perampasan Aset saat ini masih akan tetap menjadi inisiatif pemerintah. Namun, dia belum bisa memastikan apabila Prabowo berpeluang mengirimkan supres baru ke DPR untuk pembahasan RUU itu. 

    “Nanti kita lihat. Yang pasti kan kita lagi komunikasikan dengan teman-teman di DPR. Kemudian juga dengan lintas Kementerian ya. Tadi pagi saya sudah ketemu dengan Kepala PPATK membicarakan juga,” ucap politisi Partai Gerindra itu.