Topik: produk impor

  • Batikmark Jadi Solusi Atasi Masalah Batik Tiruan

    Batikmark Jadi Solusi Atasi Masalah Batik Tiruan

    Jakarta, FORTUNE – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyebut sertifikasi Batikmark pada produk batik bisa jadi solusi efektif untuk mengatasi masalah peredaran kain batik tiruan yang marak di pasaran.

    Kepala Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI) Kementerian Perindustrian, Andi Rizaldi, mengatakan bahwa solusi ini akan menguntungkan, baik bagi para pengrajin batik asli, penjual, maupun konsumen.

    “Konsumen akan mendapatkan manfaat dan kualitas yang baik dengan membeli batik asli, sementara industri batik akan memeroleh keunggulan lebih besar karena meningkatkan nilai produk batik dan mendapatkan kepercayaan dari konsumen,” ujarnya dalam keterangan di laman resmi Kemenperin, Kamis (19/12).

    Menurutnya, dengan menerapkan batikmark pada produk batik, utilisasi subsektor industri tekstil ini akan terus meningkat, hingga akhirnya dapat berkontribusi bagi perekonomian nasional termasuk menjadi sarana technical barrier bagi produk impor tiruan batik yang tidak memenuhi standar.

    Andi optimis bahwa industri batik nasional masih berpeluang menguasai pasar dalam negeri, meski realisasi ekspor industri batik selama semester I tahun 2024 terkontraksi 8,29 persen jika dibandingkan pada periode yang sama 2023.

    “Pada semester I-2024, industri batik telah menyumbangkan kontribusinya pada capian ekspor industri tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional, dengan nilai menyentuh angka USD8,33 juta atau setara Rp127 miliar (asumsi kurs Rp15.255 per dolar AS),” kata Andi.

  • Video: Kemenperin Blak-blakan Soal Perang Lawan Produk Ilegal

    Video: Kemenperin Blak-blakan Soal Perang Lawan Produk Ilegal

    Jakarta, CNBC Indonesia – Kementerian Perindustrian dan Polri lembali menindak produk impor yang tak memiliki sertifikat Standar Nasional Indonesia (SNI). Produk tersebut meliputi elektronik, sepatu hingga mainan anak tersebut dimusnahkan.

    Menurut Kepala Badan Standarisasi dan Kebijakan Jasa Industri Kementerian Perindustrian Andi Rizaldi, produk impor illegal tanpa standar nasional Indonesia (SNI) tentunya bisa merugikan konsumen dan pengusaha dalam negeri. Karena itu, pemerintah berkomitmen untuk perang melawan produk illegal.

    Selengkapnya saksikan dialog Safrina Nasution bersama Kepala Badan Standarisasi dan Kebijakan Jasa Industri Kementerian Perindustrian Andi Rizaldi di Program Closing Bell CNBC Indonesia, Rabu (18/12/2024).

  • Produk Impor Ilegal Senilai 5 Miliar Disita, Komisi VII Desak Pemerintah Tindak Tegas Importir Nakal – Halaman all

    Produk Impor Ilegal Senilai 5 Miliar Disita, Komisi VII Desak Pemerintah Tindak Tegas Importir Nakal – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) bersama Polri berhasil mengamankan berbagai produk ilegal senilai total Rp 5 miliar.

    Beberapa barang yang diamankan antara lain adalah 1.320 unit sprayer gendong semi otomatis merek Imisa dan Farm Jet senilai Rp 396 juta. 

    Kemudian, 1.701 pasang sepatu pengaman merek Caterpillar, Navigo, dan Septigo senilai Rp2,8 miliar, 44.133 mainan anak merek Hochihoku dan Zavanese dengan nilai Rp1,5 miliar, serta 196 unit speaker aktif merek W-King, Urbano, dan Hafsun senilai Rp 311 juta.

     

    Menanggapi keberhasilan tersebut Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Fraksi PKB, Chusnunia Chalim, mendukung segala langkah Kemenperin untuk menertibkan jalur keluar masuk perdagangan impor nasional.

    Chusnunia mendorong agar pemerintah selalu menindak tegas importir barang yang tidak sesuai dengan standar nasional Indonesia.

    “Tindak tegas importir nakal yang tidak sesuai standar, jangan biarkan mereka lolos. Ini juga bentuk pemerintah mendukung pelaku UMKM dan IKM kita,” kata Chusnunia, kepada wartawan Kamis (19/12/2024).

    Adapun dirinya juga meminta seluruh pemangku kebijakan agar terus melakukan kegiatan kontroling yang berkelanjutan. 

    “Saya mendukung langkah Kemenperin untuk penertiban tersebut dan mengapresiasi aparat kepolisian, kita berharap kegiatan kontroling seperti itu bisa continue dan betul-betul ditegakkan,” tandasnya.

  • Pacu Kontribusi Industri Padat Karya untuk Kue Perekonomian

    Pacu Kontribusi Industri Padat Karya untuk Kue Perekonomian

    Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah memberikan guyuran insentif untuk industri padat karya mulai dari insentif PPh21 ditanggung pemerintah (DTP) hingga fasilitas pembiayaan revitalisasi mesin. 

    Direktur Industri Tekstil, Kulit dan Alas Kaki Kemenperin, Adie Rochmanto Pandiangan mengatakan insentif khusus untuk industri padat karya tersebut diberikan guna mendorong industri untuk tetap berekspansi ditengah berbagai tekanan. 

    “Oleh sebab itu, perlu juga relaksasi bagi industri yang kolaps. Kalau tidak, industri lari lagi ke Vietnam, jadi itulah yang diambil pemerintah, apa yang dilakukan untuk balancing itu semua,” kata Adie di Yogyakarta, dikutip Rabu (18/12/2024). 

    Adie tak menampik bahwa industri padat karya merupakan sektor yang paling rentan terhadap pengangguran. Sektor-sektor industri yang banyak menyerap tenaga kerja itu tengah menghadapi pelemahan daya beli sehingga produk minim terserap di pasar. 

    Hal ini juga yang melatarbelakangi pemerintah memutuskan untuk menaikkan upah minimum provinsi (UMP) sebesar 6,5% tahun depan. Sementara itu, pemerintah juga berniat untuk menaikkan PPN 12% yang menjadi beban baru industri. 

    “Kalau itu naik berarti akan menghantam industri nya dengann biaya produksi naik, output pun pasti naik, sementara rata-rata itu kontraknya sekian tahun, gak bisa nilainya [harga] ditambahkan,” ujarnya. 

    Alhasil, pemerintah memberikan fasilitas revitalisasi mesin untuk mendorong produktivitas, meringankan kredit investasi dengan range plafon kredit yang bunga nya disubsidi 5% serta PPh21 DTP. 

    Dengan industri padat karya yang bisa bergerak lebih leluasa, diharapkan akan berdampak pada pencapaian pertumbuhan ekonomi 8%, sesuai dengan target Presiden Prabowo Subianto.

    Target Ekonomi Tumbuh 8%

    Badan Pembangunan Nasional atau Bappenas memproyeksikan pertumbuhan ekonomi 8% seperti yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto akan tercapai pada 2029.

    Staf Ahli Bidang Sinergi Ekonomi dan Pembiayaan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas Rd Siliwanti menjelaskan pihaknya sudah menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025—2029. Dalam dokumen tersebut, salah satu yang diproyeksikan adalah pertumbuhan ekonomi per tahunnya.

    Dia merincikan trajektori pertumbuhan ekonomi mencapai 5,3% pada 2025. Jumlah tersebut lebih tinggi dari asumsi pertumbuhan ekonomi dalam APBN 2025 sebesar 5,2%.

    “Sehingga untuk mencapainya tentu diperlukan extra effort [upaya],” ujar Siliwanti dalam FGD Bisnis Indonesia Economic & Financial Report 2014—2024 di Wisma Bisnis Indonesia, Jakarta Pusat, Rabu (18/12/2024).

    Selanjutnya diproyeksikan pertumbuhan ekonomi 6,3% pada 2026, 7,5% pada 2027, 7,7% pada 2028, dan 8% pada 2029. Bahkan, Bappenas memproyeksikan pendapatan nasional bruto mencapai US$7.920 per kapita pada 2029—tumbub dari US$5.000 per kapita pada 2024.

    Lalu, tingkat kemiskinan diproyeksikan menjadi 4,5—5% pada 2029. Angka tersebut turun dari 7—8% pada 2029.

    Ketimpangan antara si kaya dan si miskin turut diproyeksikan menipis: rasio gini dari 0,379—0,382 pada 2022 menjadi 0,372—0,375 pada 2029.

    Sementara itu, indeks modal manusia diproyeksikan meningkatkan dari 0,56 pada 2023 menjadi menjadi 0,59 pada 2029.

    Siliwanti mengakui sejumlah trajektori dan sasaran tersebut tidak mudah tercapai. Oleh sebab itu, lanjutnya, diperlukan berbagai strategi yang berfokus pada penciptaan sumber pertumbuhan baru dan merata di seluruh Indonesia.

    Dari sisi permintaan misalnya, yang perlu penguatan sektor riil, eksternal, fiskal, moneter, dan keuangan. Di sisi suplai, Siliwanti menekankan pentingnya peningkatan produktivitas pertanian untuk ketahanan pangan dan hilirisasi industri produktif.

    “Serta pembangunan industri baru, kawasan ekonomi khusus, dan perkembangan sektor pariwisata, ekonomi kreatif, dan ekonomi biru,” jelasnya.

    Tak lupa, Siliwanti menekankan reformasi struktural perlu dilanjutkan termasuk penyederhanaan birokrasi dan deregulasi untuk mempermudah perizinan usaha, mengurangi potensi korupsi, dan meningkatkan fleksibilitas pasar.

    Kebutuhan Industri Padat Karya

    Sejumlah insentif fiskal yang diberikan pemerintah kepada industri padat karya adalah untuk mendorong pencapaian target pertumbuhan ekonomi 8% yang dicanangkan Presiden Prabowo.

    Tak dipungkiri, beberapa waktu belakangan industri padat karya dihantam banyak krisis sehingga rontok satu per satu. Efeknya adalah PHK massal terjadi yang berefek domino pada pelemahan daya beli masyarakat.

    Sebagaimana diketahui, industri tekstil menjadi salah satu industri padat karya yang banyak mengalami tekanan. Hal ini tercerminkan dari 38 pabrik tekstil yang telah berhenti beroperasi dalam 2 tahun terakhir. Sejak awal tahun hingga September 2024, sebanyak 46.000 pekerja industri TPT terkena PHK. Jumlahnya diproyeksi bertambah 30.000 pekerja hingga akhir tahun.

    Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) menilai kebijakan insentif industri padat karya berupa PPh21 ditanggung pemerintah (DTP) dan subsidi kredit investasi dapat menjadi angin segar kendati yang paling diperlukan industri yaitu pengetatan laju impor. 

    Wakil Ketua Umum API David Leonardi mengatakan, pelaku usaha tengah menantikan pemulihan daya beli masyarakat untuk mendorong pesanan baru sehingga produktivitas industri tekstil dan produk tekstil (TPT) dapat terdongkrak. 

    “Jika berbicara tentang peningkatan produktivitas, lonjakan impor yang tinggi juga perlu ditekan, terutama karena kondisi pasar saat ini sedang tidak stabil,” kata David kepada Bisnis, (18/12/2024). 

    Menurut David, upaya pemerintah untuk meningkatkan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% dapat menekan kembali daya beli masyarakat. 

    Sementara itu, kenaikan upah minimum provinsi sebesar 6,5% belum mampu menjadi solusi yang efektif untuk meningkatkan daya beli, telebih dalam situasi ketidakpastian terkait keterbukaan lapangan pekerjaan.

    “Dalam menghadapi kondisi ekonomi seperti ini, kebijakan yang melindungi pasar dalam negeri dan disertai stimulus terhadap industri lokal menjadi solusi yang tepat untuk mendorong aktivitas produksi,” ujarnya. 

    Sebab, menurut dia, kebijakan perlindungan pasar domestik akan meningkatkan permintaan terhadap produk industri dalam negeri, yang pada akhirnya akan memicu peningkatan penyerapan tenaga kerja dan memberikan pendapatan kepada masyarakat sehingga daya beli meningkat. 

    “Selain itu, stimulus terhadap industri akan meringankan beban yang dihadapi oleh pelaku usaha sehingga level playing field Indonesia dapat lebih kompetitif,” jelasnya. 

    Dia pun berharap produk-produk Indonesia akan memiliki harga yang lebih bersaing dengan produk impor sehingga dapat memperkuat daya saing industri nasional. 

  • Ekonom sebut insentif tak cukup redam dampak PPN naik jadi 12 persen

    Ekonom sebut insentif tak cukup redam dampak PPN naik jadi 12 persen

    Jakarta (ANTARA) – Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal menyatakan bahwa pemberian berbagai insentif tidak cukup untuk mengurangi dampak kenaikan PPN menjadi 12 persen.

    “Insentif yang sudah diberikan sebagai kaitannya dengan PPN 12 persen itu dibutuhkan, tapi menurut saya itu tidak cukup menjawab semua permasalahan yang ada sekarang,” ujar Mohammad Faisal di Jakarta, Rabu.

    Ia mengatakan bahwa permasalahan yang muncul di industri sekarang adalah menurunnya permintaan akibat menipisnya jumlah kelas menengah yang merupakan pendorong konsumsi dalam negeri.

    Selain itu, ia menyoroti periode pemberian insentif yang terlalu pendek, misalnya hanya dua bulan untuk diskon tarif listrik sebesar 50 persen.

    “Potongan tarif listrik 50 persen untuk (pengguna daya listrik) 450 VA (voltampere) sampai 2200 VA, kalau tidak salah ya, nah itu sebetulnya bagus, karena (kebijakan) itu sudah menyasar kelas (menengah), tapi sayangnya (hanya) dua bulan gitu,” ucapnya.

    Faisal menuturkan bahwa insentif yang diberikan untuk industri padat karya juga diperkirakan belum cukup untuk meredam dampak kenaikan PPN tersebut karena sudah terlalu banyak sektor industri yang terpuruk, seperti industri tekstil dan industri alas kaki.

    Meskipun pemerintah memberikan insentif khusus untuk industri padat karya, ia menyatakan bahwa daya beli masyarakat yang masih lemah membuat pemberian insentif tersebut menjadi tidak banyak berdampak.

    Ia mengatakan bahwa jika kondisi tersebut tidak ditangani secara hati-hati, maka kenaikan PPN tersebut bisa saja meningkatkan potensi PHK.

    Tidak hanya insentif, Faisal menuturkan bahwa diperlukan juga kebijakan yang dapat melindungi produk-produk dalam negeri agar permintaannya tidak semakin menurun.

    Berdasarkan kajian pihaknya, barang-barang impor dari China banyak yang dibanderol separuh atau bahkan kurang dari separuh harga produk dalam negeri.

    Ia pun meminta pemerintah untuk memperketat kontrol terhadap produk-produk impor agar produk dalam negeri masih dapat bersaing.

    “Karena di sana (China) sendiri kan ada subsidi, ada dumping bahkan begitu ya. Belum lagi yang masuk lewat cara tidak benar, nah masalahnya kan masuknya itu bukan hanya legal, tapi juga ilegal,” imbuh Faisal.

    Pewarta: Uyu Septiyati Liman
    Editor: Guido Merung
    Copyright © ANTARA 2024

  • Bersikap Tegas, Ribuan Produk Impor Tanpa SNI Ditindak Kemenperin

    Bersikap Tegas, Ribuan Produk Impor Tanpa SNI Ditindak Kemenperin

    JABAR EKSPRES – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) bersikap tegas dengan melakukan penindakan terhadap produk impor yang tidak memiliki Standar Nasional Indonesia (SNI) sebagai bentuk komitmen menjaga iklim industri di tanah air.

    “Demi mewujudkan hal tersebut, Kemenperin melakukan pengawasan terhadap produk-produk yang telah diberlakukan SNI secara wajib. Dalam pengawasan yang dilakukan secara rutin, Kemenperin mengamankan produk-produk jenis elektronik, sepatu pengaman, mainan anak, sampai alat mesin pertanian yang tidak memiliki sertifikat produk penggunaan tanda (SPPT) SNI,” kata Inspektur Jenderal Kementerian Perindustrian Mohammad Rum di Jakarta, Rabu (18/12).

    Penyitaan produk tanpa SNI ini dilakukan bersama Polri pada Senin (16/12/2024) yang meliputi sprayer gendong semi otomatis sebanyak 1.320 unit dengan nilai Rp396 juta, serta sepatu pengaman berjumlah 1.701 pasang senilai Rp2,8 miliar dengan jenama Caterpillar, Navigo, dan Septigo.

    BACA JUGA: KPK Tetapkan 2 Tersangka dan Sita Dokumen Bukti Dugaan Korupsi Dana CSR BI

    Kemudian, mainan anak berbagai merek dengan jumlah 44.133 unit dengan total nilai 1,5 miliar dengan jenama Hochihoku dan Zavanese, serta produk speaker aktif berjumlah 196 unit dengan nilai Rp311 juta dengan jenama W-King, Urbano, dan Hafsun.

    Sementara itu, Kepala Badan Standardisasi Kebijakan Jasa Industri (BDKJI) Kemenperin Andi Rizaldi menjelaskan para pelaku usaha yang memasarkan produk tanpa SPPT SNI tersebut, diperintah untuk menghentikan kegaiatan usahanya serta melarang peredaran produk-produk dengan merk jenama  di wilayah NKRI.

    “Kami memerintahkan seluruh pelaku usaha tersebut untuk menghentikan kegiatan impor dan dilarang untuk mengedarkan produk-produk dengan merek di atas. Kemenperin juga mengingatkan kepada para pelaku usaha yang lain, baik importir maupun produsen, untuk mengusahakan SPPT SNI bagi jenis barang-barang yang SNI-nya telah diwajibkan oleh Menteri Perindustrian,’’ katanya.

    BACA JUGA: Kasus Korupsi Dana CSR BI, KPK Tetapkan 2 Tersangka

    Menurut Andi, Kemenperin akan terus melakukan pengawasan untuk memastika para pelaku usaha supaya tetap tertib dan mematuhi ketentuan SNI yang dinyatakan dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian.

    Temuan produk tanpa SNI ini, rata-rata merupakan produk-produk yang diimpor dari China. Tanpa adanya kepemilikan SPPT-SNI akan berpotensi membahayakan keamanan dan keselamatan pengguna, serta dapat merusak persaingan usaha yang ada di dalam negeri.

  • Trump Tebar Ancaman ke China, Tekstil RI Bakal Terimpit?

    Trump Tebar Ancaman ke China, Tekstil RI Bakal Terimpit?

    Bisnis.com, JAKARTA – Arah kebijakan dagang presiden terpilih Amerika Serikat (AS) Donald Trump terhadap China berpotensi membuat industri tekstil dalam negeri makin terimpit.

    Trump memberi sinyal akan mengetatkan kebijakan proteksi dagangnya dengan menerapkan tarif impor yang lebih tinggi terhadap produk-produk China dan sejumlah negara lainnya. Ekonom menilai kebijakan pembatasan perdagangan yang dilakukan Trump terhadap China akan berdampak secara global, termasuk dirasakan oleh Indonesia.

    Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal mencontohkan untuk industri tekstil, kebijakan proteksionisme Trump tak hanya berpotensi membuat Indonesia kehilangan pasar ekspornya, tetapi juga berpotensi membuat Indonesia dibanjiri oleh produk tekstil impor dari China.

    “Khusus ke tekstil yang perlu kita perhatikan juga adalah dampak dari kebijakan Trump itu bukan hanya hambatan ekspor, tapi ketika China dijadikan sasaran utama untuk tidak boleh masuk, maka dia akan mencari pasar alternatif, apalagi kondisi sekarang sudah oversupply,” kata Faisal dalam Outlook Sektor Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil Tahun 2025, Selasa (17/12/2024).

    Faisal menilai Indonesia dengan instrumen trade measures yang minim maka tak heran menjadi sasaran pasar dari pasokan produk manufaktur China yang berlebih. Terlebih, RI saat ini memiliki kebijakan relaksasi impor untuk sejumlah komoditas lewat aturan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 8/2024.

    Sementara itu, berdasarkan data Kementerian Perindustrian, Indonesia memiliki 207 jenis instrumen trade measures untuk menahan laju impor masuk ke pasar domestik, sementara anggota WTO lain seperti China dan Amerika Serikat berturut-turut memiliki 1.569 dan 4.597 jenis instrumen trade measures.

    “Kombinasi dari masih lemahnya konsumsi domestik dan potensi kebijakan proteksionis AS berpotensi semakin mendorong peningkatan impor barang-barang murah, termasuk tekstil dan produk tekstil, khususnya dari China,” ujar Faisal.

    Untuk diketahui, kebijakan ekonomi perdagangan yang diberlakukan Trump yaitu berupa pemangkasan pajak operasional produksi industri hingga tarif impor yang dinaikkan 10%, khusus China naik menjadi 60%, tarif impor khusus untuk Meksiko, serta penggunaan anggaran pemerintah.

    “Ini ke depan berarti ada potensi, terutama kita prediksikan di semester kedua 2025, itu sudah mulai kelihatan efek dari pada, atau sudah mulai dijalankan kebijakan-kebijakan Trumpnya, karena kami prediksikan di semester pertama ini masih harus ada proses yang diselesaikan dengan Senat,” tuturnya.

    Tekanan Industri Tekstil

    Adapun, gempuran produk impor membuat industri tekstil dalam negeri menghadapi tekanan berat. Puluhan pabrik berguguran dan pemutusan hubungan kerja merajalela.

    Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament (APSyFI) melaporkan sebanyak 60 perusahaan tekstil terpaksa tutup dalam 2 tahun terakhir yang memicu PHK sebanyak 250.000 karyawan.

  • Pengusaha Sepatu Nilai Insentif Kredit Investasi Padat Karya Tak Efektif

    Pengusaha Sepatu Nilai Insentif Kredit Investasi Padat Karya Tak Efektif

    Bisnis.com, JAKARTA – Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) menilai paket stimulus ekonomi untuk industri padat karya yang baru saja digulirkan pemerintah masih minim untuk menggairahkan industri. 

    Ketua Umum Aprisindo Firman Bakri mengatakan, pihaknya mengapresiasi kepedulian pemerintah dengan memberikan paket kebijakan stimulus ekonomi berupa berbagai insentif perpajakan hingga subsidi kredit usaha. 

    Namun, dia menyayangkan insentif berupa subsidi kredit investasi untuk revitalisasi permesinan di sektor padat karya, tekstil, furnitur, hingga alas kaki, digelontorkan saat permintaan sedang lesu.

    “Tapi timing-nya kok ya di saat pasar sedang lesu dan beban biaya bertambah karena kenaikan upah dan PPN, kemudian industri diminta nambah investasi?” kata Firman kepada Bisnis, Selasa (17/12/2024). 

    Menurut dia, insentif kredit investasi akan sangat efektif jika stimulus tersebut diguyurkan saat pasar sedang ekspansif, sementara  saat ini industri masih tertekan lantaran digempur produk impor. 

    Pelaku usaha alas kaki pun meminta pemerintah untuk menunda kebijakan pajak pertambahan nilai (PPN) 12% tahun depan yang dinilai dapat membebani industri dan konsumen, yang berdampak pada penurunan permintaan.

    Firman menerangkan, kenaikan PPN akan menambah beban konsumen sehingga akan berdampak pada menurunnya kemampuan masyarakat untuk berbelanja.

    Untuk menekan beban industri atas dampak kebijakan PPN 12%, pemerintah memberikan insentif untuk industri padat karya, salah satunya berupa dukungan pembiayaan untuk revitalisasi mesin dengan skema subsidi bunga 5%.

    “Untuk pembiayaan industri padat karya, ini fasilitas baru, itu pemerintah memberi subsidi untuk kredit investasi, apapun banknya pemerintah subsidi 5% dan ini 5% tentu menjadi bagian daripada platform subsidi yang ada dalam program kredit usaha rakyat,” ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.

  • Miris! 250.000 Buruh Kena PHK Imbas 60 Pabrik Tekstil Bangkrut

    Miris! 250.000 Buruh Kena PHK Imbas 60 Pabrik Tekstil Bangkrut

    Bisnis.com, JAKARTA – Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament (APSyFI) melaporkan sebanyak 60 perusahaan tekstil terpaksa tutup dalam 2 tahun terakhir yang memicu Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sebanyak 250.000 karyawan.

    Ketua Umum APSyFI, Redma Gita Wirawasta mengatakan perusahaan tekstil tersebut tutup dipicu maraknya impor ilegal yang membanjiri pasar domestik, sementara pengendalian arus impor dinilai tak dijaga ketat oleh pemerintah. 

    “Tahun 2024 sudah banyak pabrik yang tutup. Sekitar 60 perusahaan di sektor hilir dan tengah industri tekstil telah berhenti beroperasi. Akhirnya, sekitar 250.0000 karyawan mengalami PHK,” kata Redma dalam keterangan tertulis, dikutip Selasa (17/12/2024). 

    Redma menuturkan, maraknya impor ilegal memperparah kondisi industri tekstil dan produk tekstil (TPT) yang saat ini disebut tengah memasuki fase deindustrialisasi selama 10 tahun terakhir. 

    Selain itu, dia bercerita bahwa industri tekstil pernah mengalami pemulihan ketika impor dari China berhenti pada 2021 ketika pandemi berlangsung. Setelah kebijakan lockdown berhenti, impor kembali dibuka dan produk impor ilegal kembali membanjiri pasar, alhasil perusahaan menghentikan operasional. 

    “Kondisi ini juga berdampak pada sektor-sektor terkait, seperti industri petrokimia dan produksi Purified Terephtalic Acid (PTA), yang merupakan bahan baku utama tekstil,” jelasnya. 

    Redma berpendapat apabila produksi PTA terganggu, maka permintaan listrik untuk sektor tekstil juga turun. Dalam hal ini, dia melihat impor ilegal yang menjadi penyebab utama terpuruknya industri TPT dan turunan. 

    “Masalahnya adalah impor yang tidak terkendali. Hal ini menurunkan utilisasi industri kita dan berdampak pada sektor lain, seperti listrik dan logistik,” jelas Redma.

    Industri tekstil sebenarnya sangat penting bagi perekonomian Indonesia, dengan kontribusi 11,73 persen terhadap konsumsi listrik sektor industri dan 5,56 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional. 

    Namun, sebagian besar pasar domestik kini dipenuhi oleh barang-barang impor ilegal yang menyebabkan kerugian bagi negara, baik dari sisi pajak maupun bea masuk.

    “Impor ilegal menjadi pembunuh utama bagi industri tekstil Indonesia, dengan sekitar 40% barang yang masuk ke Indonesia tidak tercatat secara resmi,” jelasnya.

    Untuk itu, dia menyarankan pemerintah untuk segera mengatasi masalah impor ilegal ini untuk menyelamatkan pasar domestik dan memungkinkan industri tekstil lokal agar kembali pulih dan berkontribusi menyumbang 8% terhadap produk domestik bruto (PDB). 

    Sejumlah langkah yang disarankan yaitu pembatasan impor yang lebih ketat dan perbaikan sistem di pelabuhan lantaran masih terdapat kelemahan sistem.

    “Ada kelemahan sistem di pelabuhan, terutama terkait penggunaan scanner dan data manifest import (dokumen resmi barang impor) yang tidak sinkron. Hal ini menjadi celah bagi masuknya barang ilegal,” ungkapnya.

  • Industri Padat Karya Diguyur Insentif, Pengusaha Tekstil: Tak Berpengaruh

    Industri Padat Karya Diguyur Insentif, Pengusaha Tekstil: Tak Berpengaruh

    Bisnis.com, JAKARTA – Asosiasi Produsen Benang, Serat dan Filamen (APSyFI) menilai paket kebijakan ekonomi industri padat karya yang digelontorkan pemerintah sebagai kompensasi pemberlakuan tarif PPN 12% tidak akan berpengaruh besar untuk industri tekstil dan produk tekstil (TPT). 

    Adapun, pemerintah memberikan insentif Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP) bagi pekerja industri padat karya dengan gaji sampai dengan Rp10 juta per bulan, pembiayaan industri padat karya untuk revitalisasi mesin untuk produktivitas dengan subsidi bunga 5%, serta bantuan sebesar 50% untuk Jaminan Kecelakaan Kerja pada sektor padat karya selama 6 bulan.

    Ketua Umum APSyFI Redma Gita Wirawasta mengatakan, insentif tersebut tidak memberikan dampak signifikan terhadap industri tekstil, sebab selama 2 tahun lebih sektor tersebut tidak menerima profit. 

    “Kebijakan insentif ini tidak berpengaruh terhadap industri TPT,” kata Redma kepada Bisnis, Senin (16/12/2024). 

    Redma mengatakan, insentif kredit investasi revitalisasi mesin memang dapat menjadi insentif meskipun tidak akan optimal serapannya karena kondisi pasar yang masih lesu lantaran dipenuhi barang impor ilegal.

    “Insentif apapun akan sulit kalau harus lawan barang impor ilegal. Kecuali pemerintah kasih kita bebas pajak seperti yg selama ini dinikmati oleh barang impor ilegal, baru kita bisa bersaing,” pungkasnya.

    Dia menegaskan bahwa di tengah tekanan beruntun industri tekstil, posisi pelaku usaha saat ini hanya dapat bertahan dengan harapan perubahan kondisi.

    Adapun, industri tekstil tengah terseok-seok lantaran digempur banjirnya produk impor ilegal di pasar domestik. Bahkan, dalam catatan APSyFI, sebanyak 37.000 kontainer produk impor ilegal tekstil dan produk tekstil (TPT) masih membanjir pasar domestik sepanjang 2023. 

    “Yang paling utama adalah pengendalian impor dan pembertasan impor ilegal yang selama ini menjadi masalah utama keterpurukan sektor TPT,” ujarnya. 

    Menurut Redma, potongan diskon PPN jadi 5% atau dengan menerapkan PPN final 15% yang diberlakukan hanya untuk produk akhir justru dapat lebih efektif. 

    Pasalnya, bagi industri yang memiliki rantai nilai panjang, instrumen pajak memakan biaya yang besar. 

    “Kalaupun pemerintah akan memberikan insentif fiskal maka skema PPN final akan lebih bermanfaat,” terangnya.