Topik: produk impor

  • Lawan Kebijakan Tarif Impor Trump, China Adukan AS ke WTO – Halaman all

    Lawan Kebijakan Tarif Impor Trump, China Adukan AS ke WTO – Halaman all

     

    TRIBUNNEWS.COM, BEIJING – Pemerintah China resmi mengajukan keluhan ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) terkait kebijakan tarif impor sebesar 10 persen yang diberlakukan Amerika Serikat (AS).

    Keluhan tersebut dilayangkan China untuk memprotes kebijakan Presiden AS Donald Trump yang memberlakukan kebijakan tarif impor tinggi terhadap produk-produk yang masuk dari China 4 Februari lalu.

    Trump berdalih kebijakan tersebut diberlakukan sebagai alat tawar-menawar dan metode untuk melakukan perubahan kebijakan luar negeri, khususnya masalah imigrasi dan perdagangan narkoba.

    Namun Beijing menganggap tindakan tersebut tersebut diskriminatif dan proteksionisme perdagangan, karena kebijakan tarif impor hanya berlaku untuk barang-barang asal Negeri Tirai Bambu, dan tidak konsisten dengan kewajiban AS terhadap WTO. 

    Mengutip dari dari BBC International, kebijakan tarif AS juga dianggap merusak sistem perdagangan multilateral yang berbasis aturan, mengikis fondasi kerja sama ekonomi dan perdagangan China-AS, serta mengganggu stabilitas rantai pasokan dan industri global.

    Alasan tersebut yang mendorong China untuk mengajukan permintaan konsultasi dengan WTO. Adapun permintaan konsultasi adalah awal dari proses sengketa yang diharapkan dapat menghasilkan keputusan dan  kejelasan hukum soal penerapan kebijakan tarif oleh Trump.

    Hingga saat ini, kedua belah pihak belum memberikan kabar terbaru terkait dengan adanya negosiasi antara Presiden AS, Donald Trump dan Presiden China, Xi Jinping.

    Akan tetapi tuntutan seperti ini tampaknya tidak akan membawa kelegaan bagi Beijing. Lantaran Badan Banding WTO sebagian besar tidak berfungsi selama bertahun-tahun, setelah AS memblokir pengangkatan hakim banding dengan alasan badan itu terlalu melampaui kewenangannya, menghambat pengambilan keputusan akhir dalam kasus tahun 2020.

    China Balas Tarif Baru Trump

    Selain melayangkan aduan, Pemerintah China juga turut memberlakukan sanksi balasan kepada Presiden AS Donald Trump dengan mematok tarif baru terhadap produk impor dari Amerika Serikat.

    Dalam pengumuman yang dikutip dari CNBC International, China resmi menerapkan tarif impor mulai dari 10 persen pada minyak mentah, mesin pertanian, mobil berkapasitas besar, dan truk pikap yang diimpor dari China. 

    Ada pula penerapan tarif impor 15 persen terhadap 8 produk batu bara dan gas alam cair yang diimpor dari AS, berlaku Senin depan (10/2/2025)

    Para analis menilai tarif ekspor yang ditetapkan China dapat berefek signifikan bagi ekonomi AS, ini karena China merupakan negara importir gas alam cair terbesar di dunia meski sebagian besar pasokannya berasal dari Australia, Qatar, dan Malaysia.

    Sementara data US-China Business Council menyebutkan bahwa perang sanksi yang dilakukan AS dan China membuat harga barang impor menjadi lebih mahal, terutama untuk industri otomotif dan elektronik yang sangat bergantung pada suku cadang dari Tiongkok.

    Bahkan ribuan pekerjaan terancam hilang imbas perang dagang ini, hal tersebut telah dibuktikan dimana pada akhir tahun 2019, perang dagang telah menyebabkan kerugian ekonomi bagi AS sebesar 108 miliar dolar dan membuat AS kehilangan 245.000 lapangan kerja.

  • Mimpi Prabowo Mau Ekonomi Tumbuh 8 Persen, Realistis atau Utopis?

    Mimpi Prabowo Mau Ekonomi Tumbuh 8 Persen, Realistis atau Utopis?

    PIKIRAN RAKYAT – Presiden Prabowo Subianto memiliki ambisi besar untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga 8 persen. Namun, realitas ekonomi saat ini menunjukkan bahwa target tersebut tampaknya sulit dicapai tanpa perubahan kebijakan yang signifikan.

    Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) mengingatkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang 2024 hanya mencapai 5,03 persen, yang mengindikasikan stagnasi dibanding tahun sebelumnya.

    Tantangan Struktural yang Menghambat Pertumbuhan

    Kepala Center of Industry, Trade, and Investment (CITI) INDEF, Andry Satrio Nugroho menilai tantangan utama yang dihadapi Indonesia adalah daya beli masyarakat yang terus melemah dan pelemahan sektor industri.

    “Indonesia saat ini mengalami tantangan struktural yang serius di mana dapat dilihat dari sisi daya beli masyarakat terus tergerus dan pelemahan industri yang cukup serius, sehingga dibutuhkan paket kebijakan stimulus untuk membangkitkan kedua hal tersebut,” tuturnya dalam keterangan tertulis yang diterima Pikiran-Rakyat.com pada Kamis 6 Februari 2025.

    Data menunjukkan bahwa Purchasing Managers’ Index (PMI) terus mengalami pelemahan sepanjang triwulan IV-2024, yang menandakan menurunnya aktivitas industri. Tren deflasi yang terjadi secara berturut-turut juga mengindikasikan lemahnya permintaan domestik.

    Cukupkah Strategi Stimulus?

    Pemerintah dinilai perlu mengeluarkan kebijakan stimulus untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, di antaranya:

    Menurunkan biaya energi bagi industri guna meningkatkan daya saing. Menekan biaya logistik dengan menurunkan tarif tol bagi kendaraan logistik. Mengkaji ulang kebijakan larangan dan pembatasan (lartas) terhadap produk impor guna melindungi pasar domestik. Menekan pungutan dan iuran yang membebani perusahaan serta memberantas pungutan liar. Mendorong penyaluran kredit ke sektor manufaktur dan membentuk lembaga penjaminan investasi khusus untuk proyek hilirisasi.

    Meski investasi mengalami peningkatan sebesar 23,8 persen (y-on-y) pada triwulan IV-2024 dengan total realisasi Rp452,8 triliun, sebagian besar dana tersebut belum terserap ke sektor produktif yang menciptakan lapangan kerja.

    Ini menunjukkan bahwa investasi belum optimal dalam mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkualitas.

    Peran Swasta dan Belanja Pemerintah

    Ekonom CITI INDEF, Dzulfian Syafrian menyoroti pentingnya peran sektor swasta dalam menopang pertumbuhan ekonomi. Namun, dia mempertanyakan kesiapan kebijakan untuk mendukung iklim bisnis.

    “Dengan adanya kebijakan efisiensi belanja pemerintah hari ini, maka beban untuk menjaga pertumbuhan ekonomi harus dialihkan ke sektor swasta,” ucapnya.

    “Masalahnya, apakah kemudahan berusaha, situasi industri, iklim investasi, dan kebijakan insentif sudah cukup mendorong swasta untuk berperan lebih besar? Tanpa kebijakan yang lebih progresif dan konkret, pertumbuhan di atas 5 persen apalagi cita-cita 8 persen ini bisa jadi utopis,” ujar Dzulfian Syafrian menambahkan.

    Mimpi 8 Persen: Bisa atau Tidak?

    Sejumlah ekonom menilai bahwa pertumbuhan ekonomi 8 persen bukan hal yang mustahil, tetapi membutuhkan reformasi struktural yang mendalam. Tanpa perbaikan daya beli, penguatan sektor industri, dan insentif bagi dunia usaha, target ini akan sulit tercapai.

    Kebijakan yang hanya mengejar angka pertumbuhan tanpa memperhatikan kualitasnya bisa menjadi bumerang di masa depan. Oleh karena itu, langkah konkret yang lebih strategis harus segera diambil jika Indonesia ingin keluar dari jebakan stagnasi ekonomi.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Genjot Konsumsi Masyarakat, Hippindo Andalkan Program BINA

    Genjot Konsumsi Masyarakat, Hippindo Andalkan Program BINA

    Bisnis.com, JAKARTA –- Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) mengandalkan program Belanja di Indonesia Aja (BINA) untuk meningkatkan konsumsi domestik di tengah pelemahan daya beli. 

    Ketua Umum Hippindo Budihardjo Iduansjah menyampaikan, program ini diharapkan dapat menjaga sekaligus memperkuat sektor konsumsi domestik, mengingat konsumsi berkontribusi merupakan penopang utama pertumbuhan ekonomi Indonesia.

    “Untuk itu, kami dari asosiasi menginisiasi program Belanja di Indonesia Aja, BINA,” kata Budihardjo kepada Bisnis, Rabu (5/2/2025).

    Tahun lalu, Budihardjo mengungkap bahwa pertumbuhan bisnis ritel tergolong stagnan. Pun mengalami penurunan, kondisi tersebut masih dalam tahap toleransi para peritel.

    Budihardjo melihat, 2024 sebetulnya berpeluang besar untuk menggenjot ekonomi Indonesia. Kendati begitu, para pelaku usaha harus menghadapi sejumlah masalah, utamanya produk impor ilegal yang membanjiri Tanah Air.

    Akibatnya, industri ritel dalam negeri sulit bersaing dengan produk-produk dari luar negeri. Pasalnya, produk-produk tersebut tidak mengikuti ketentuan impor yang ada seperti membayar pajak hingga memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI).

    “Ini yang membuat sektor konsumsi di Indonesia itu terpukul karena sektor konsumsi ini akhirnya uang beredar nya berkurang, karena banyak produk yang dari luar masuk dan uangnya larinya ke luar negeri,” tuturnya.

    Hippindo lantas mengharapkan pemerintah untuk menyikapi permasalahan tersebut, utamanya aturan-aturan yang tidak produktif dan mengganggu pertumbuhan ekonomi nasional.

    “Ini yang kita harapkan bisa disikapi,” pungkasnya.

    Badan Pusat Statistik atau BPS melaporkan realisasi konsumsi rumah tangga tumbuh 4,98% secara tahunan pada kuartal IV/2024 dan tumbuh sebesar 4,94% secara kumulatif.

    Melihat realiasai tersebut, pertumbuhan konsumsi rumah tangga tidak lebih besar dari realisasi pertumbuhan ekonomi kuartal IV/2024 yang sebesar 5,02% (year on year/YoY) maupun pertumbuhan ekonomi pada 2024 dibandingkan dengan 2023 atau secara kumulatif yang sebesar 5,03%.

    Plt. Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti mengungkapkan pada dasarnya konsumsi rumah tangga masih menjadi penyumbang utama produk domestik bruto (PDB) dengan distribusi sebesar 53,71% (YoY) pada kuartal IV/2024.

    “Penyumbang utama PDB menurut komponen pengeluaran adalah konsumsi rumah tangga dan PMTB,” ujarnya.

    Amalia menyoroti pertumbuhan konsumsi tersebut sejalan dengan indikator konsumsi masyarakat yang tercermin dari indeks penjualan eceran riil pada kuartal IV/2024 yang tumbuh 1,11% (YoY) dan 3,01% secara kumulatif.

    Sementara nilai impor barang konsumsi juga tumbuh sebesar 8,31% (YoY) dan 5,37% secara kumulatif. Meski demikian, penjualan domestik sepeda motor terkontraksi sebesar 3,6% (YoY), tetapi penjualan sepanjang 2024 tumbuh 1,54% dibandingkan dengan 2023.

    Secara kumulatif, transportasi dan komunikasi menjadi kelompok yang tumbuh tinggi dalam konsumsi rumah tangga karena seiring dengan mobilitas masyarakat yang meningkat.

    Di sisi lain, restoran dan hotel juga mendorong kelompok konsumsi rumah tangga tumbuh tinggi seiring dengan meningkatnya kegiatan wisata selama libur sekolah dan libur Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN).

  • Apindo Kepri Desak Pemerintah Tinjau Kembali Kebijakan Impor untuk Selamatkan Produsen Dalam Negeri – Halaman all

    Apindo Kepri Desak Pemerintah Tinjau Kembali Kebijakan Impor untuk Selamatkan Produsen Dalam Negeri – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, BATAM –  Pemberlakuan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 tentang kebijakan impor membuat pengusaha di Provinsi Kepulauan Riau ( Kepri ) menjerit.

    Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kepri mengajukan permohonan kepada Pemerintah Republik Indonesia untuk meninjau kembali kebijakan impor yang dinilai kurang mendukung industri dalam negeri.

    Ketua Apindo Kepri Stanly Rocky menegaskan pentingnya kebijakan yang lebih berpihak pada produsen lokal guna mendorong pertumbuhan ekonomi dan daya saing industri domestik.

    Dalam pernyataannya, Stanly Rocky menyampaikan keprihatinan mendalam terhadap kebijakan impor yang berlaku saat ini, yang dinilai mengancam kemampuan dan pertumbuhan industri lokal. 

    “Dominasi produk impor di pasar dalam negeri telah membatasi ruang gerak produsen lokal untuk berkembang dan bersaing secara global. Kami mendesak Pemerintah untuk segera meninjau ulang kebijakan impor guna menciptakan iklim usaha yang lebih kondusif bagi industri dalam negeri,” tegas Ketua Apindo Kepri, Senin (3/2/2025).

    Lebih lanjut, Ketua Apindo Kepri menekankan bahwa pembatasan impor seharusnya tidak hanya dilihat sebagai langkah protektif, tetapi juga sebagai peluang untuk melakukan transfer teknologi dan menciptakan lapangan kerja yang berkualitas di Indonesia. 

    Salah satu contoh yang disoroti adalah industri perangkat elektronik, seperti notebook, tablet, Personal Computer (PC), dan smartwatch.

    Meskipun produk-produk tersebut sudah dapat diproduksi di dalam negeri, volume impor yang masih tinggi menunjukkan potensi besar untuk substitusi impor melalui produksi lokal.

    “Dengan mengoptimalkan produksi dalam negeri, kita tidak hanya dapat mengurangi ketergantungan pada impor, tetapi juga menciptakan ribuan lapangan kerja baru dan meningkatkan kapasitas teknologi Indonesia,” ujar Ketua Apindo Kepri.

    Pentingnya Perluasan Penerapan TKDN

    Ketua Apindo Kepri juga menyerukan perluasan penerapan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) ke sektor elektronik, mengikuti kesuksesan implementasi TKDN di sektor Handphone, Komputer Genggam, dan Tablet (HKT) pada tahun 2015.

    “Keberhasilan TKDN di sektor HKT telah membuktikan bahwa kebijakan ini mampu mendorong pertumbuhan industri domestik, menciptakan lapangan kerja, dan menarik investasi asing. Kami mendorong Pemerintah untuk memperluas aturan TKDN ke produk elektronik lain, seperti laptop, tablet, dan smartwatch,” jelasnya.

    Keberhasilan TKDN di sektor HKT telah mendorong perusahaan global seperti Samsung, Oppo, dan Vivo untuk membuka pabrik di Indonesia, sementara merek-merek lain memilih untuk berkolaborasi dengan produsen lokal.

    Salah satu contoh sukses adalah PT Sat Nusapersada Tbk, perusahaan manufaktur elektronik berbasis di Batam yang didirikan oleh putra-putri bangsa. 

    Perusahaan ini telah berhasil memproduksi produk-produk global dengan standar internasional dan menyerap ribuan tenaga kerja.

    Peningkatan nilai minimum TKDN juga telah mendorong PT Sat Nusapersada Tbk untuk meningkatkan fasilitas produksinya, mulai dari Semi-Knock Down (SKD) hingga Completed-Knock Down (CKD).

    “Aturan TKDN tidak hanya membuka lapangan kerja di tingkat manufaktur besar, tetapi juga memberdayakan UMKM lokal yang memproduksi komponen pendukung, seperti kabel USB, adaptor, baterai, tas, kemasan, dan aksesori elektronik lainnya. Dampak positif dari kebijakan ini telah dirasakan secara luas di seluruh Indonesia,” tambah Ketua Apindo Kepri.

    Langkah Strategis: Pelarangan Impor Bertahap

    Apindo Kepri juga mengusulkan agar Pemerintah menerapkan pelarangan impor secara bertahap, dimulai dari sektor elektronik, sebelum meluas ke industri lainnya.

     “Langkah ini memungkinkan sinergi antarinstansi pemerintah dan memastikan implementasi kebijakan dapat berjalan lancar. Sektor elektronik merupakan kunci utama dalam persaingan teknologi global, dan kami berharap industri teknologi Indonesia dapat berkembang pesat dengan dukungan penuh dari Pemerintah,” ujar Ketua Apindo Kepri.

    Sebagai referensi, Ketua Apindo Kepri menyoroti langkah progresif yang diambil oleh India, yang berencana membatasi impor laptop, tablet, PC, dan perangkat elektronik lainnya pada tahun 2025 untuk mendukung industri domestik.

    “Kami berharap Indonesia dapat mengadopsi kebijakan serupa guna memastikan bahwa produk ‘Made in Indonesia’ tidak hanya memenuhi kebutuhan pasar domestik, tetapi juga mampu bersaing di pasar global,” tegasnya.

    Komitmen Apindo Kepri

    Apindo Kepri menyatakan komitmen penuhnya untuk bekerja sama dengan Pemerintah dan stakeholder terkait dalam mengadvokasi kebijakan yang mendukung pertumbuhan industri dalam negeri.

    “Kami siap mendukung upaya Pemerintah dalam menciptakan ekosistem usaha yang kondusif bagi produsen lokal, sekaligus membantu mencapai target pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen sebagaimana yang dicanangkan oleh Bapak Presiden,” tutup Ketua Apindo Kepri.

    Seperti diketahui revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.

    Beleid ini menghilangkan peraturan teknis impor.

    Akibatnya, para importir semakin mudah mendatangkan produk dari luar negeri yang merugikan pengusaha lokal.

    Sumber: Tribunnews.com/Tribun Batam

    Sebagian arrtikel ini telah tayang di TribunBatam.id dengan judul Ketua Apindo Kepri Prihatin, Desak Pemerintah Tinjau Kebijakan Impor demi Produsen Lokal

     

     

  • Langkah Indonesia Belum Respons Tarif Baru Donald Trump Dinilai Tepat

    Langkah Indonesia Belum Respons Tarif Baru Donald Trump Dinilai Tepat

    Jakarta, Beritasatu.com – Presiden Amerika Serikat (AS) menerapkan tarif bea masuk atau tarif impor baru terhadap tiga negara, yakni Kanada, Meksiko, dan Tiongkok. Tiga negara itu langsung bereaksi dan akan menerapkan tarif balasan. Namun, Indonesia hingga saat ini masih belum merespons kebijakan tersebut.

    Dirjen Perundingan Perdagangan Internasional 2012-2014 Imam Pambagyo mengatakan, sangat bijak bagi Indonesia belum bereaksi menanggapi tarif baru Trump tersebut.

    “Sebagai negara middle-income countries dan emerging economies dan sebagian besar anggota ASEAN, Indonesia cukup bijak tidak cepat-cepat bereaksi menanggapi kebijakan Trump maupun policy response yang akan diterapkan Kanada, Meksiko dan Tiongkok,” ucapnya dalam keterangannya, Senin (3/2/2025).

    Ia melanjutkan, narasi “kalau AS berani, mengapa kita harus takut?”, bukanlah cara pikir Indonesia yang benar berdasarkan kalkulasi yang matang.

    “Indonesia tidak atau belum memiliki otot ekonomi dan militer yang dapat dijadikan bargaining chips seperti dimiliki AS,” ujarnya.

    Imam menyebut Indonesia sebaiknya fokus pada pengembangan dan penerapan strategi yang beragam dalam hal pasar ekspor, sumber impor, serta investasi asing. Hal ini penting untuk menyeimbangkan ketidakpastian kebijakan yang diambil oleh pemerintahan Trump.

    Indonesia juga perlu menghindari sikap yang terlalu terpengaruh oleh prinsip “amicus meus, inimicus inimici mei” atau musuh dari musuhku adalah kawanku.

    “Sebaliknya, lebih baik tetap bersikap netral, tidak mudah terpancing, dan melakukan pengamatan mendalam guna merumuskan strategi dan taktik jangka panjang yang lebih matang dan bijaksana,” ucap Imam.

    Sebelumnya, AS di bawah kepemimpinan Donald Trump menerapkan tarif baru untuk bea masuk pada produk Meksiko, Kanada, dan Tiongkok.

    Secara rinci, produk dari Meksiko dan Kanada akan dikenakan tarif 25%, sementara produk dari Tiongkok akan dikenakan kenaikan 10% dari tarif tinggi yang sudah berlaku sebelumnya. Khusus untuk produk minyak Kanada, kenaikannya tidak mencapai 25%, melainkan hanya 10%.

    Sebagaimana yang telah diperkirakan, Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau segera merespons kebijakan Trump dengan mengungkapkan rencana penerapan tarif sebesar 25% pada barang impor Kanada dari AS yang bernilai US$ 155 miliar.

    Secara lebih rinci, Trudeau menyatakan bahwa tarif baru akan dikenakan pada minuman beralkohol dan buah-buahan impor dari AS senilai US$ 30 miliar, yang akan mulai berlaku pada Selasa, (4/2/2025), bersamaan dengan implementasi kenaikan tarif oleh AS.

    Di sisi lain, beberapa jam setelah Trump mengeluarkan instruksi tersebut, Presiden Meksiko Claudia Sheinbaum mengumumkan bahwa ia telah meminta menteri ekonominya untuk mempersiapkan tarif tinggi pada produk impor dari AS.

    Hingga saat ini, belum ada informasi lebih lanjut mengenai apakah kenaikan tarif baru impor Trump untuk Meksiko terhadap produk AS akan berlaku secara menyeluruh atau hanya difokuskan pada produk-produk tertentu yang akan memberikan dampak paling signifikan bagi produsen AS.

    Sementara itu, Kementerian Perdagangan Tiongkok menyatakan tidak akan ada pemenang dalam perang tarif baru Trump ini. Beijing juga segera menyiapkan pengaduan ke badan perdagangan dunia WTO atas kebijakan tarif AS yang dinilai melanggar komitmen multilateral AS di WTO.

  • Harga Minyak Dunia Melonjak Usai Trump Tetapkan Tarif Tinggi

    Harga Minyak Dunia Melonjak Usai Trump Tetapkan Tarif Tinggi

    Harga Minyak Dunia mengalami kenaikan pada hari ini, Senin (3/2) usai Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengenakan tarif tinggi terhadap berbagai produk impor dari Kanada, Meksiko, dan Cina.

    Mengutip Bloomberg, Senin (3/2), harga minyak West Texas Intermediate (WTI) AS untuk pengiriman Maret 2025 di New York Mercantile Exchange (NYMEX) naik 1,79 persen menjadi 73,83 dolar AS per barel. Adapun harga minyak Brent untuk pengiriman April 2025 di ICE Futures mengalami kenaikan 0,70 persen menjadi 76,20 dolar AS per barel.

    Trump tetapkan tarif barang impor

    Sebelumnya, pada Sabtu (1/2), Trump telah menandatangani perintah eksekutif yang menetapkan tarif 25 persen untuk barang impor dari Kanada dan Meksiko. Selain itu, tarif 10 persen untuk produk asal Cina, dilansir dari The Business Times, Senin (3/2).

    Kebijakan tersebut bakal mulai berlaku pada Selasa (4/2). Khusus sumber daya energi dari Kanada, akan dikenakan tarif lebih rendah sebesar 10 persen.

    Picu perang dagang

    Dengan kebijakan tersebut, bakal memicu perang dagang yang bisa menghambat pertumbuhan global dan memicu kembalinya inflasi.

    “Tarif impor energi Kanada kemungkinan akan lebih mengganggu pasar energi dalam negeri dibandingkan tarif impor Meksiko, dan bahkan mungkin kontraproduktif terhadap salah satu tujuan utama presiden, yakni menurunkan biaya energi,” kata Analis Barclays, Amarpreet Singh dalam sebuah catatannya.

    Menurut Departemen Energi AS, Kanada dan Meksiko merupakan negara sumber utama impor minyak mentah bagi AS, yang bersama-sama menyumbang sekitar seperempat dari pengolahan minyak AS menjadi bahan bakar seperti bensin dan minyak pemanas. Untuk diketahui, bensin berjangka AS telah melonjak 2,6 persen menjadi 2,1128 dolar AS per galon sesudah mencapai 2,162 dolar AS sebelumnya, angka tertinggi sejak 16 Januari 2025 lalu.

    Adapun Analis Energi di MST Marquee, Saul Kavonic menilai bahwa tarif tersebut bersifat bullish atau kondisi ketika harga di pasar mengalami kenaikan untuk harga minyak jangka pendek. Hal ini dikarenakan terdapat risiko gangguan pasokan, terutama untuk jenis minyak yang lebih berat.

    Saul menambahkan, harga minyak mungkin bakal turun setelah kuartal berikutnya karena penerapan tarif ini menyebabkan prospek permintaan kian memburuk dan OPEC+ mendapat tekanan lebih besar dari Trump untuk mengurangi pengurangan produksi.

    Sementara itu, pihak delegasi dari Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak dan sekutunya, sebuah kelompok yang dikenal sebagai OPEC+ mengatakan kepada Reuters pada Senin (3/2) bahwa kemungkinan mereka tak bakal mengubah rencana yang ada untuk meningkatkan produksi secara bertahap, meskipun terdapat tekanan dari Trump.

  • Tarif Impor Tinggi Donald Trump Rugikan Industri Otomotif dan Elektronik, Kanada Paling Terpukul – Halaman all

    Tarif Impor Tinggi Donald Trump Rugikan Industri Otomotif dan Elektronik, Kanada Paling Terpukul – Halaman all

     

    TRIBUNNEWS.COM – Sektor Otomotif hingga industri elektronik diprediksi akan langsung terdampak kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang memberlakukan tarif impor tinggi terhadap produk-produk impor dari China, Kanada dan Meksiko.

    Aturan tersebut diberlakukan Donald Trump mulai Selasa, 4 Februari 2025.

    Menurut laporan France24, AS merupakan negara tujuan utama ekspor produk-produk Kanada di mana sebanyak 80 persen total ekspor barang Kanada diserap AS dengan nilai mencapai 410 miliar dolar AS

    Jika kebijakan pajak diberlakukan, pungutan tersebut akan sangat memukul industri kendaraan dan energi Kanada.

    Ini mengingat industri tersebut mewakili lebih dari 40 persen ekspor Kanada ke Amerika Serikat.

    Pukulan juga akan dirasakan sektor otomotif di Ontario  yang menghadapi tantangan khusus dikarenakan berbagai part melintasi perbatasan beberapa kali sebelum berakhir dalam produk jadi.

    AS juga mengimpor bahan bangunan dari Kanada, yang berarti tarif impor dapat menaikkan biaya perumahan.

    Ekspor dari Meksiko ke AS mewakili 84 persen barang yang dijualnya ke seluruh dunia tahun lalu yang bernilai lebih dari 510 miliar dolar AS.

    Industri otomotif yang dimaksud mencakup kendaraan dan suku cadang, serta sektor elektronik dan mesin.

    Sektor-sektor ini kemungkinan akan mengalami dampak terbesar dari pemberlakuan tarif impor baru ini di AS.

    Efek serupa juga akan dirasakan AS, dengan tarif baru ini harga kendaraan di AS diperkirakan naik hingga 3.000 dolar AS per unit, disusul kenaikan harga bensin di Midwest yang melonjak 50 sen per galon akibat kenaikan biaya impor minyak.

    Kebijakan tarif 25 persen terbaru juga akan mempengaruhi sektor-sektor seperti makanan.

    Ini karena Meksiko memasok 63 persen impor sayuran AS dan hampir setengah dari impor buah dan kacang AS di 2023.

    “Tarif-tarif tersebut mengirimkan pesan yang jelas, memperkuat sikap America First dari Trump sembari menggunakan perdagangan sebagai alat geopolitik,” ujar kepala ekonom EY Gregory Daco, dikutip dari AFP.

    Dibandingkan Kanada dan Meksiko, Tiongkok diperkirakan akan mengalami dampak yang lebih kecil. Menurut laporan CFR yang ditulis oleh O’Neil dan Huesa, perdagangan hanya menyumbang 37 persen dari PDB Tiongkok.

    Efek ini diterima Tiongkok lantaran negeri tirai bambu tersebut telah mengurangi ketergantungannya pada ekspor dan lebih fokus pada produksi dalam negeri serta perdagangan dengan mitra lain seperti Uni Eropa dan Asia Tenggara.

    Trump mengerek naik tarif impor menjadi 25 persen untuk produk impor dari Kanada dan Meksiko yang masuk ke AS. Sedangkan barang impor dari China dikenakan bea masuk 10 persen.

    Trump berdalih kebijakan tersebut sebagai alat tawar-menawar dan metode untuk melakukan perubahan kebijakan luar negeri, khususnya masalah imigrasi dan perdagangan narkoba.

    Namun imbas diberlakukannya kebijakan tarif impor akan menimbulkan “kontraksi” bagi banyak bisnis, mulai dari otomotif hingga elektronik.

    Laporan Reporter: Namira Yunia

     

  • Untung-Rugi Perang Dagang AS vs Kanada cs ke Ekonomi RI

    Untung-Rugi Perang Dagang AS vs Kanada cs ke Ekonomi RI

    Jakarta

    Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, menandatangani perintah kenaikan tarif impor terhadap Kanada, Meksiko, dan China. Dinamika perekonomian global dinilai akan berdampak secara tidak langsung terhadap ekonomi Indonesia.

    Ekonom Universitas Paramadina Wijayanto Samirin mengatakan, secara tidak langsung Indonesia tidak akan mendapat manfaat maupun kerugian akibat meningkatnya tensi perang dagang global. Akan tetapi, dinamika perekonomian ini berpotensi memengaruhi nilai tukar rupiah.

    Pada titik tertentu, Wijayanto menilai, Foreign Direct Investment (FDI) atau nilai transaksi investasi langsung yang terjadi lintas batas negara dalam periode waktu tertentu, akan terhambat.

    “Dinamika ekonomi global berpotensi membuat nilai tukar Rp dan harga komoditas global tidak stabil, serta aliran FDI dan portfolio investment terhambat; hal ini akan berdampak bagi ekonomi kita,” kata Wijayanto kepada detikcom, Minggu (2/2/2025).

    Ia mengatakan, hal krusial yang akan terjadi akibat perang dagang ini ketika pemerintah Indonesia hendak melakukan refinancing atau proses penggantian pinjaman yang sudah ada dengan pinjaman baru.

    “Yang paling krusial, ini terjadi di saat kita perlu melakukan refinancing utang dan menerbitkan utang baru sebesar Rp 1.575 triliun di tahun 2025 dan nilai yang hampir sama di tahun 2026,” terangnya.

    Akibatnya, kata Wijayanto, Indonesia kemungkinan harus menaikkan suku bunga. Bahkan, ia menilai adanya kemungkinan terburuk, yakni terjadi reversal, di mana asing justru melepas Surat Berharga Negara (SBN) dan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).

    Adapun Bank Indonesia (BI) sebelumnya merilis premi CDS RI 5 tahun per 30 Januari 2025 sebesar 74,74 bps, naik dibanding dengan 24 Januari 2025 sebesar 72,93 bps.

    Sementara berdasarkan data transaksi 30 Januari 2025, nonresiden tercatat jual neto sebesar Rp 0,82 triliun, terdiri dari jual neto sebesar Rp 0,40 triliun di pasar saham, jual neto Rp 0,43 triliun di pasar SBN, dan beli neto Rp 5 miliar di SRBI.

    Selama tahun 2025, berdasarkan data setelmen hingga 30 Januari 2025, nonresiden tercatat jual neto sebesar Rp 1,72 triliun di pasar saham, beli neto sebesar Rp 2,11 triliun di pasar SBN dan beli neto Rp 12,93 triliun di SRBI.

    Indonesia tidak akan mendapatkan manfaat ataupun mudharat langsung dari perang dagang tersebut. Tetapi dinamika ekonomi global berpotensi membuat nilai tukar Rp dan harga komoditas global tidak stabil, serta aliran FDI dan portfolio investment terhambat; hal ini akan berdampak bagi ekonomi kita.

    “Kita kemungkinan harus menaikkan suku bunga; bahkan kemungkinan terburuk adalah terjadi reversal, di mana asing justru melepas SBN dan SRBI, boro-boro menambah kepemilikan,” jelasnya.

    Dihubungi terpisah, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE), Mohammad Faisal mengatakan, pengenaan tarif impor AS pada Kanada dan Meksiko dianggap cukup mengejutkan sejumlah pihak. Pasalnya, pada periode era kepemimpinan pertamanya, Trump sempat menggandeng Kanada dan Meksiko untuk menekan impor produk China ke AS.

    Meski begitu, keputusan Trump dinilai terbaca lantaran pada masa kampanye presiden 2024 lalu, ia berkomitmen untuk menaikkan tarif terhadap tiga negara tersebut. Ia menduga, langkah itu diambil untuk menekan defisit perdagangan akibat banjirnya produk impor Kanada dan Meksiko.

    “Defisit dengan Meksiko malah meningkat, dengan Vietnam meningkat, dengan Kanada meningkat. Nah jadi pada botom line-nya adalah Trump ini ingin menyasar pada negara-negara yang berkontribusi terhadap peningkatan trade defisit yang mana sekarang bukan hanya China,” kata Faisal kepada detikcom.

    Faisal menilai, kondisi ini bisa menjadi peluang bagi produk ekspor Indonesia untuk lebih bersaing. Apalagi, Indonesia tidak masuk sebagai negara utama yang dikenakan kenaikan tarif impor AS.

    Di sisi lain, produk impor Indonesia ke AS memiliki kemiripan dengan Vietnam. Faisal menduga, ke depan AS juga akan memberlakukan hal yang sama pada produk-produk impor Vietnam dengan kenaikan tarifnya.

    “Mungkin next saya rasa mungkin juga Vietnam ya (dikenakan kenaikan tarif). Nah ini semestinya negara-negara lain yang yang belum dikenakan tarif atau mungkin akan ditarif tapi lebih kecil. Nah ini bisa lebih “diuntungkan” untuk bisa, artinya peluang untuk bersaing di pasar Amerika-nya, di produk ekspornya itu meningkat,” terang Faisal.

    “Apalagi dalam banyak hal produk ekspor kita di ke Amerika itu banyak kesamaan dengan Vietnam dan juga China. Nah jadi semestinya dari sisi harga bisa menjadi lebih bersaing ya produk-produk ekspor Indonesia di pasar Amerika,” tambahnya.

    Namun begitu, Faisal menekankan kewaspadaan pemerintah. Pasalnya, tidak menutup kemungkinan AS juga akan menaikkan tarif impor untuk Indonesia. Apalagi, Indonesia merupakan pengguna fasilitas Penyedia Sistem Komunitas (CSP).

    Seandainya telat diantisipasi, Faisal menilai industri tekstil seperti pakaian jadi dan alas kaki akan terdampak. Pada titik tertentu, imbas ini akan mendorong terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) di industri tersebut.

    “Sehingga kalau kemudian nanti ada peningkatan tarif perdagangan, ini perlu diantisipasi dengan bagaimana skenarionya nanti untuk pengalihan penyaluran produk-produk ekspor yang dari Amerika juga ke negara-negara yang lain alternatif atau ke pasar dalam negeri Malang begitu ya supaya tidak terjadi shock pada industri bersangkutan yang bisa berpotensi malah meningkatkan gelombang PHK mungkin di khawatirkan,” tutupnya.

    Untuk diketahui, Presiden AS Donald Trump pada hari Sabtu memerintahkan tarif sebesar 25% pada impor Kanada dan Meksiko dan 10% pada barang-barang dari China mulai hari Selasa, dengan risiko memicu perang dagang baru yang menurut para ekonom dapat memperlambat pertumbuhan global dan memicu kembali inflasi.

    Dikutip dari Reuters, Trump menandatangani tiga perintah eksekutif terpisah mengenai tarif setelah bermain golf di Florida pada Sabtu (1/2/2025). Dalam perintah tersebut, ia berjanji untuk mempertahankan bea masuk hingga keadaan darurat nasional atas narkoba fentanil dan imigrasi ilegal ke AS berakhir.

    (kil/kil)

  • Daftar Barang yang Harganya Naik Pesat usai Aturan Baru AS, Akankah Ada Inflasi?

    Daftar Barang yang Harganya Naik Pesat usai Aturan Baru AS, Akankah Ada Inflasi?

    PIKIRAN RAKYAT – Sabtu, 1 Februari 2025, Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump menandatangani perintah eksekutif, untuk memberlakukan tarif tinggi pada tiga mitra dagang terbesar AS, yakni Kanada, Meksiko, dan China. Langkah ini menimbulkan kenaikan harga di berbagai sektor.

    Tarif terbaru AS terhadap ketiga negara itu berlaku pada Selasa, 4 Februari 2025. Hal ini memicu ketegangan sebab target tarif menyumbang lebih dari sepertiga produk yang diimpor ke AS, dan mendukung puluhan juta pekerjaan di sana.

    Berikut ini adalah informasi yang perlu diketahui tentang dampak yang diharapkan dari tarif tersebut:

    Seberapa Besar Dampak Kenaikan Tarif?

    Semua barang yang diimpor dari Kanada dan Meksiko akan dikenakan tarif sebesar 25 persen, kecuali produk energi dari Kanada yang akan dikenakan tarif 10 persen, menurut kebijakan terbaru AS. Perintah itu juga memberlakukan tarif 10 persen pada barang-barang dari China.

    Sektor otomotif dan peralatan listrik di Meksiko sangat terpapar pada gangguan akibat tarif ini, begitu juga dengan pengolahan mineral di Kanada, menurut para ekonom di S&P Global. Di Amerika Serikat, risiko terbesar terletak pada sektor pertanian, perikanan, logam, dan produksi mobil.

    Barang Apa Saja yang Akan Naik Harganya?

    Pemerintah AS, melalui kebijakan tarif yang baru, berpotensi memicu kenaikan harga barang bagi konsumen. Beberapa perusahaan hanya punya dua pilihan, meneruskan biaya tarif kepada konsumen dengan menaikkan harga barang, atau memilih untuk menanggung biaya tersebut sendiri.

    Selain itu, beberapa perusahaan juga bisa berusaha membebankan biaya tarif ini kepada pemasok luar negeri dengan merundingkan harga yang lebih rendah.

    Menurut penelitian yang dilakukan selama masa jabatan pertama Presiden Trump, ketika tarif dikenakan pada China, sebagian besar biaya tarif tersebut diteruskan kepada konsumen Amerika. Ini adalah skenario yang kemungkinan besar akan terulang kembali.

    “Ini bisa berarti harga barang di pasar, di dealer mobil, dan di pompa bensin akan naik,” kata sumber yang terlibat di lapangan, dikutip dari The NewYork Times, Minggu, 2 Februari 2025.

    Kenaikan harga juga diperkirakan terjadi pada produk energi. Sekitar 60 persen minyak yang diimpor oleh AS berasal dari Kanada.

    Meskipun tarif pada produk energi Kanada lebih rendah dibandingkan dengan produk impor lainnya, tarif ini tetap berpotensi menyebabkan kenaikan harga bahan bakar, khususnya di wilayah Midwest, tempat kilang mengolah minyak Kanada menjadi bensin dan solar.

    Hal ini memicu kekhawatiran tentang tekanan inflasi di berbagai sektor. Analis di Goldman Sachs mengungkapkan bahwa jika Trump melanjutkan penerapan tarif secara menyeluruh, hal tersebut dapat menaikkan harga di AS sekaligus memperlambat pertumbuhan ekonomi.

    Mayoritas ekonom juga memperkirakan bahwa hambatan perdagangan baru ini bisa menyebabkan lonjakan inflasi sementara.

    Kenaikan harga bisa terjadi dalam waktu singkat, terutama pada barang-barang yang tidak tahan lama, seperti bahan makanan.

    “Sebagian besar alpukat di AS diimpor dari Meksiko, dan harga alpukat bisa naik dalam beberapa minggu setelah tarif diterapkan,” kata Felix Tintelnot, seorang profesor ekonomi di Duke University.

    Tak hanya alpukat, harga barang lain seperti mentimun dan tomat juga diperkirakan akan melonjak. Namun, harga barang tahan lama, seperti mobil, mungkin akan mengalami kenaikan lebih lambat karena adanya persediaan yang masih ada, atau karena perusahaan menganggap tarif tersebut bersifat sementara.

    Meskipun kenaikan harga mungkin membutuhkan waktu, jika tarif ini terus diberlakukan, kenaikan harga tersebut akan datang juga.

    “Itu mungkin akan memakan waktu, tetapi jika tarif ini berlanjut, maka kenaikan harga tersebut pasti akan datang,” ujar Tintelnot. ***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Trump Berlakukan Tarif Impor Produk Meksiko dan Kanada 25 Persen, China Naik 10 Persen – Halaman all

    Trump Berlakukan Tarif Impor Produk Meksiko dan Kanada 25 Persen, China Naik 10 Persen – Halaman all

     

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump resmi menetapkan tarif impor tinggi untuk sejumlah produk impor dari Meksiko, Kanada dan China, Sabtu (1/2/2025).

    Trump mengenakan tarif 25 persen untuk semua produk impor dari Meksiko dan sebagian besar barang dari Kanada.

    Untuk produk energi dari Kanada, Donald Trump mengenakan tarif impor sebesar 10 persen.

    Setelah Meksiko dan Kanada, ada tarif tambahan sebesar 10 persen dikenakan ke barang-barang dari China. Rangkaian tarif ini tidak memiliki pengecualian.

    “Hari ini saya telah menerapkan tarif sebesar 25 persen untuk impor dari Meksiko dan Kanada (10 persen untuk energi Kanada), dan tarif tambahan sebesar 10 persen untuk China,” tulis Donald Trump dalam unggahannya di media sosial Truth Social, dikutip dari CNN pada Minggu (2/2/2025).

    Pemerintahan Trump beralasan, tarif tinggi diberlakukan demi menahan aliran obat-obat terlarang dan imigran gelap ke AS.

    Trump telah mengumumkan keadaan darurat ekonomi nasional dengan menggunakan Undang-Undang Kekuatan Ekonomi Darurat Internasional (International Emergency Economic Powers Act/IEEPA).

    IEEPA memberi wewenang kepada presiden untuk mengelola impor selama keadaan darurat nasional. Rangkaian tarif akan mulai berlaku pada hari Selasa (4/2/2025) pukul 00:01 waktu setempat.

    “Hal ini dilakukan melalui Undang-Undang Kekuatan Ekonomi Darurat Internasional karena ancaman besar dari imigran gelap dan obat-obatan terlarang yang membunuh warga negara kita,” tulis Trump.

    Beberapa jam setelah pengumuman Trump, Meksiko dan Kanada langsung membalas tarif yang diberlakukan kepada barang-barang mereka.

    Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau mengumumkan tarif balasan sebesar 25 persen untuk barang-barang AS yang di antaranya mencakup produk sehari-hari.

    “Barang-barang yang terkena dampak akan mencakup alkohol Amerika, hasil bumi, pakaian, sepatu, peralatan rumah tangga, furnitur, bahan-bahan seperti kayu, dan masih banyak lagi,” kata Justin Trudeau.

    Serupa dengan Kanada, Presiden Meksiko Claudia Sheinbaum mengatakan negaranya juga akan membalas AS dengan pengenaan tarif untuk produk dari Negeri Paman Sam.

    Dalam unggahannya di media sosial X, ia mengungkap telah memberi arahan agar produk AS dikenakan tarif juga. Namun, Claudia Sheinbaum tak merinci lebih detail.