Topik: produk impor

  • Kantong Darah dan Mesin Hemodialisa Kini Diproduksi Dalam Negeri, Menkes Harap Kurangi Impor – Halaman all

    Kantong Darah dan Mesin Hemodialisa Kini Diproduksi Dalam Negeri, Menkes Harap Kurangi Impor – Halaman all

    Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Menteri Kesehatan (Menkes RI) Budi Gunadi Sadikin memberikan apresiasi atas inisiatif Oneject dalam mendukung program pemerintah dalam transformasi sistem kesehatan.

    PT Oneject Indonesia meluncurkan, kantong darah dan mesin hemodialisa, yang diproduksi di dalam negeri.

    Inisiatif ini dilakukan tidak  hanya untuk memenuhi kebutuhan pasien tetapi juga mendukung kemandirian infrastruktur kesehatan di Indonesia.

    Hal itu disampaikan Budi saat hadir langsung di pabrik Oneject di Cikarang, Kabupaten Bekasi, Rabu (26/2/2025).

    “Pengembangan produk alat kesehatan dalam negeri merupakan hal yang penting sebagai langkah strategis dalam memperkuat ketahanan kesehatan nasional,” urai BGS.

    Hingga saat ini, Indonesia masih menghadapi tantangan besar terkait tingginya prevalensi penyakit ginjal kronis yang membutuhkan perawatan mesin hemodialisis hemodialisa sebagai alat untuk mencuci darah, serta kebutuhan transfusi darah yang berperan sangat esensial dalam perawatan pasien.

    Data BPJS Kesehatan tahun 2024 menyebutkan, terdapat total 7,5 juta kasus layanan cuci darah atau hemodialisais secara agregat.

    Mantan dirut Bank Mandiri ini menyebut, peningkatan produksi alat kesehatan dalam negeri seperti kantong darah dan mesin hemodialisis tidak hanya mendukung ketersediaan alat medis dalam memenuhi kebutuhan dalam negeri, tetapi juga memastikan ketahanan jangka panjang infrastruktur  kesehatan Indonesia.

    “Pemerintah juga mendorong lebih banyak perusahaan alat kesehatan dalam memproduksi produk-produk alat medis secara dalam negeri , yang selaras  dengan kebijakan pemerintah terutama dalam pemberian cek kesehatan gratis dan peningkatan kualitas rumah sakit,” kata dia.

    Kantong cuci darah dan mesin hemodialisis yang dihadirkan bertujuan dapat mengurangi ketergantungan pada produk impor dan memperkuat ketahanan sistem kesehatan Indonesia, serta memastikan ketersediaan alat medis yang merata di seluruh Indonesia. 

    Direktur Utama PT Oneject Indonesia Jahja T. Tjahjana, mengatakan, inisiatif mendukung transformasi sistem kesehatan nasional, terutama bagi pusat layanan kesehatan, seperti: rumah sakit, puskesmas, dan mitra straegis lainnya.

    Perusahaan memiliki target produksi sejumlah 1.000 dalam produksi awal mesin hemodialisa dan 3.000.000 kantong darah hingga akhir tahun 2025. 

    “Pada awal distribusi, perusahaan akan memprioritaskan utilisasi oleh pasien dalam negeri,” tutur dia.

    Hadir di tempat yang sama Wakil Presiden ke X dan XII sekaligus Ketua Umum Palang Merah Indonesia, Jusuf Kalla.

    Ia mengatakan, kebutuhan kantong darah merupakan kebutuhan nasional. Lantaran, Indonesia membutuhkan sekitar 5 juta kantong darah per tahun di mana mayoritas dipenuhi dari impor.

    “Oleh karena itu, dengan adanya produk kantong darah dalam negeri tentunya mendukung ketahanan kesehatan nasional dan juga mendukunb ketersediaan distribusi darah seluruh Indonesia,” kata JK.

  • Sekjen PKS Ajak Masyarakat Gunakan Produk dalam Negeri Jelang Ramadan dan Idulfitri – Halaman all

    Sekjen PKS Ajak Masyarakat Gunakan Produk dalam Negeri Jelang Ramadan dan Idulfitri – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP PKS yang juga Anggota DPR RI, Habib Aboe Bakar Alhabsyi, mengajak masyarakat untuk lebih mengutamakan produk dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan selama Ramadan dan Idulfitri.

    Hal itu disampaikannya dalam kegiatan Sosialisasi 4 Pilar MPR RI, di mana ia menekankan pentingnya membangun ekonomi sirkuler di tingkat lokal.

    “Menjelang Ramadan dan Idul Fitri, konsumsi masyarakat biasanya meningkat.”

    “Ini momen yang tepat bagi kita untuk mendukung perekonomian nasional dengan lebih banyak menggunakan produk dalam negeri, khususnya produk UMKM lokal,” kata Habib Aboe Bakar, Rabu (26/2/2025).

    Ia menekankan bahwa kebiasaan belanja masyarakat menjelang bulan suci dan hari raya memiliki dampak signifikan terhadap perputaran ekonomi. 

    Sebab itu, ia mengimbau agar masyarakat lebih selektif dan bijak dalam berbelanja, serta memastikan bahwa setiap pembelian yang dilakukan dapat memberi manfaat bagi pelaku usaha dalam negeri.

    “Jangan sampai kita hanya menjadi konsumen yang membanjiri pasar dengan produk impor, sementara produk-produk lokal yang berkualitas kurang mendapatkan perhatian.”

    “Dengan membeli produk dalam negeri, kita ikut berkontribusi dalam memperkuat ekonomi bangsa,” ucap Wakil Ketua MKD DPR RI tersebut.

    Menurut Aboe Bakar, keberpihakan pada produk lokal tidak hanya membantu UMKM bertahan dan berkembang, tetapi juga menciptakan lapangan kerja serta memperkuat daya saing industri nasional.

    “Kalau ekonomi di tingkat lokal bergerak, maka kesejahteraan masyarakat juga akan meningkat. Kita ingin agar momentum Ramadan dan Idul Fitri tidak hanya menjadi ajang konsumsi, tetapi juga kesempatan untuk memperkuat ekonomi rakyat,” kata anggota Komisi III DPR RI tersebut.

    Sebagai wakil rakyat, Aboe Bakar berkomitmen untuk terus mendorong kebijakan yang berpihak pada produk dalam negeri dan pelaku usaha kecil menengah. 

    Dia berharap ajakan ini mendapat respons positif dari masyarakat, sehingga gerakan cinta produk lokal bisa menjadi budaya yang terus berkembang di tengah masyarakat.

    “Mari kita bersama-sama mendukung produk anak bangsa, memajukan ekonomi lokal, dan memastikan kesejahteraan masyarakat semakin baik,” tandasnya.

  • Melacak Skandal Rasuah Minyak Mentah di Perusahan Pelat Merah

    Melacak Skandal Rasuah Minyak Mentah di Perusahan Pelat Merah

    Bisnis.com, JAKARTA — Penyidik Kejaksaan Agung atau Kejagung menggeledah rumah tiga lantai di Jalan Jenggala No.2, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

    Bangunan rumah yang digeledah tampak mencolok dengan pagar hitam dan dinding tebal warga putih. Informasi yang dihimpun di lapangan menyebut bahwa rumah itu milik taipan minyak, Muhammad Riza Chalid.

    Saat Bisnis tiba di lokasi sekitar pukul 18.15 WIB, sejumlah penyidik kejaksaan berpakaian serba hitam hilir mudik keluar masuk rumah. Mereka memeriksa sejumlah ruangan. Penyidik kemudian menyegel pintu rumah Riza Chalid dengan segel berwarna merah putih bertuliskan Kejaksaan RI.

    Segel kejaksaan di rumah Riza Chalid./JIBI-Anshary Madya SukmaPerbesar

    Sayangnya, tidak banyak informasi yang diperoleh dari lapangan. Penggeledahan juga masih berlangsung pada Selasa kemarin pukul 21.00 WIB. Sejumlah pejabat kejaksaan belum mau memberikan keterangan terkait barang bukti yang diperoleh dari penggeledahan tersebut.

    “Penyidik sekarang [kemarin] sedang melakukan upaya penggeledahan,” ujar Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar, Selasa kemarin.

    Usut punya usut, penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) sedang mencari bukti kasus skandal korupsi tata kelola minyak mentah Pertamina. Belum dapat dipastikan apakah penggeledahan itu ada kaitannya dengan keterlibatan Riza Chalid atau tidak. Namun yang jelas, penyidik kejaksaan telah menetapkan salah satu putra Riza Chalid, sebagai tersangka.

    “Pertama apakah ada keterlibatan terhadap Muhammad Riza Chalid yang anaknya tadi malam sudah ditetapkan sebagai tersangka, sabar ya ini kan sedang berproses,” ujar Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar.

    Rumah Riza Chalid yang digeledah Kejagung./JIBI-Anshary Madya SukmaPerbesar

    Kendati demikian, Qohar menekankan bahwa pihaknya bakal mengusut secara tuntas perkara korupsi itu. Dia akan memeriksa siapapun yang terlibat, termasuk bila diperlukan memeriksa Riza Chalid.

    “Semuanya akan dimintai keterangan sebagai saksi apabila terkait dengan perkara ini penyidik juga sedang mengumpulkan alat bukti apakah memang ada orang lain yang ikut terlibat tidak terkecuali Muhammad Riza Chalid,” tegasnya.

    Sekadar informasi, Kejagung telah menetapkan sejumlah pejabat perusahaan subholding sebagai tersangka perkara korupsi tata kelola minyak mentah dan kilang Pertamina. Mereka diduga merugikan negara hingga Rp193,7 triliun.

    Namun demikian, jumlah kerugian negara kemungkinan bisa bertambah karena penyidik Kejagung sedang meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk mengaudit secara lebih detail kasus tersebut.

    Adapun pejabat subholding Pertamina yang menjadi tersangka antara lain, Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan, Direktur Utama PT Pertamina Internasional Shiping Yoki Firnandi, Direktur Feedstock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional Sani Dinar Saifuddin, dan VP Feedstock PT Kilang Pertamina Internasional. 

    Selain tersangka dari pihak subholding Pertamina, penyidik kejaksaan juga menahan tersangka dari swasta sebanyak tiga orang.

    Mereka antara lain, Gading Ramadhan Joedo selaku Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim Nusantara, DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim Nusantara dan MKAN selaku Beneficial Owner PT Navigator Khatulistima.

    “Jadi terhadap ketujuh orang tersangka ini langsung kita tahan selama 20 hari ke depan,” tutur Qohar.

    Bisnis masih berupaya untuk mengonfirmasi pihak Riza Chalid terkait penggeledahan yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung. Salah satunya dengan mendatangai lokasi rumah Riza Chalid pada hari Selasa kemarin pukul 18.15 WIB 

    Modus Korupsi Minyak Mentah

    Di sisi lain, Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap bahwa modus Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan dalam dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang Pertamina-KKKS 2018-2023.

    Direktur Penyidikan Jaksa Tindak Pidana Khusus alias Jampidsus Kejagung RI, Abdul Qohar mengemukakan bahwa RS selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga seolah-olah melakukan impor produk kilang Ron 92.

    Namun, setelah diusut ternyata RS diduga malah membeli bahan bakar dengan oktan minimum sebesar 90 atau sejenis pertalite. Produk kilang itu kemudian dicampur sedemikian rupa untuk menjadi Ron 92 atau sejenis pertamax.

    “Tersangka RS melakukan pembelian untuk Ron 92, padahal sebenarnya hanya membeli Ron 90 atau lebih rendah kemudian dilakukan blending di Storage/Depo untuk menjadi Ron 92 dan hal tersebut tidak diperbolehkan,” ujar Qohar di Kejagung, dikutip Selasa (25/2/2025).

    Kejaksaan AgungPerbesar

    Qohar menjelaskan, dalam kasus ini pengadaan impor minyak mentah dilakukan PT Kilang Pertamina Internasional dan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga.

    Kasus ini melibatkan, sejumlah tersangka penyelenggara negara bersama-sama dengan tersangka DMUT/Broker. Pada intinya, kedua belah pihak bekerja sama dalam pengaturan proses pengadaan impor minyak mentah dan impor produk kilang.

    “Sehingga seolah-olah telah dilaksanakan sesuai ketentuan dengan cara pengkondisian pemenangan DMUT/Broker yang telah ditentukan dan menyetujui pembelian dengan harga tinggi yang tidak memenuhi persyaratan,” tambahnya.

    Adapun, Qohar mengungkap, tersangka Yoki Firnandi selaku Dirut PT Pertamina International Shipping diduga melakukan mark up kontrak pengiriman saat pengadaan impor minyak mentah dan produk kilang

    Setelah itu negara mengeluarkan fee sebesar 13%-15% dan diduga menguntungkan tersangka Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR) selaku Beneficialy Owner PT Navigator Khatulistiwa.

    “Saat kebutuhan minyak dalam negeri mayoritas diperoleh dari produk impor secara melawan hukum, maka komponen harga dasar yang dijadikan acuan untuk penetapan HIP BBM untuk dijual kepada masyarakat menjadi mahal/tinggi sehingga dijadikan dasar pemberian kompensasi maupun subsidi BBM setiap tahun dari APBN,” jelasnya.

    Jawaban Pertamina dan ESDM 

    PT Pertamina (Persero) menghormati proses hukum yang sedang berlangsung. Kendati demikian, mereka tetap memegang azas praduga tidak bersalah dalam perkara dugaan korupsi tersebut.

    Di sisi lain, Pertamina meluruskan soal isu BBM oplosan. Mereka memastikan bahwa Pertamax (RON 92) yang beredar di masyarakat bukan BBM oplosan. Hal ini merespons kegaduhan masyarakat di media sosial yang menyebut Pertamax yang dibeli sebenarnya berkualitas RON 90 atau setara Pertalite.

    Tudingan masyarakat itu tak lepas dari kasus dugaan tindak pidana korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang yang melibatkan subholding Pertamina dan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) tahun 2018—2023.

    VP Corporate Communication Pertamina Fadjar Djoko Santoso menegaskan kualitas BBM yang dijual ke masyarakat sesuai dengan ketentuan dari Direktorat Jenderal (Ditjen) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

    Dengan kata lain, Pertamax yang dibeli masyarakat tetap dengan kualitas RON 92. “Bisa kami pastikan bahwa produk yang sampai ke masyarakat itu sesuai dengan speknya masing-masing. RON 92 [adalah] Pertamax, RON 90 adalah Pertalite,” kata Fadjar di Gedung DPD, Jakarta, Selasa (25/2/2025).

    Dia juga memastikan tidak ada praktik pengoplosan BBM untuk menjadi Pertamax yang dijual ke masyarakat. Fadjar menyebut yang menjadi pokok pemeriksaan dari Kejaksaan Agung adalah praktik impor RON 90 yang seharusnya RON 92.

    “Jadi bukan adanya oplosan sehingga mungkin narasi yang keluar yang tersebar sehingga ada misinformasi di situ,” ucap Fadjar.

    Sementara itu, Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengatakan, pihaknya akan menghormati proses yang tengah dijalankan oleh aparat hukum dan bersedia untuk bekerja sama. Pihaknya juga terus berupaya untuk memperbaiki tata kelola pemanfaatan minyak mentah dalam negeri. 

    “Kita menghormati proses hukum,” kata Dadan saat ditemui di Kantor ESDM, Selasa (25/2/2025). 

    Dadan juga menerangkan bahwa Kementerian ESDM telah memperbarui aturan tersebut melalui Peraturan Menteri (Permen) No. 18/2021. Adapun, dalam beleid tersebut, badan usaha tetap diwajibkan untuk memanfaatkan minyak bumi untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri. 

    “Kita tidak ngomong tidak wajib di situ, sudah ada [pembaruan] di Permen 2021, memang kata wajibnya tidak ada, tapi kan itu diartikannya bukan tidak wajib, kan ada proses harus ditawarkan, dan itu juga sudah ditawarkan, semua diikutin di situ,” terang Dadan.

    Lebih lanjut, Dadan juga menerangkan bahwa berdasarkan arahan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, pemerintah akan terus memaksimalkan minyak mentah domestik untuk diolah di kilang dalam negeri.

    “Kasusnya kan baru kemarin, tetapi saya waktu jadi Plt dirjen migas kan yang kemarin itu ada yang pengurusan itu, kita coba maksimumkan untuk semua produksi dalam negeri, dan arahan dari Pak Menteri semaksimal mungkin diolah dalam negeri, untuk diolah di kilang dalam negeri,” ujarnya. 

  • Dugaan Korupsi Pertamina Rugikan Negara Rp193,7 Triliun, Petinggi Oplos BBM Pertalite Jadi Pertamax

    Dugaan Korupsi Pertamina Rugikan Negara Rp193,7 Triliun, Petinggi Oplos BBM Pertalite Jadi Pertamax

    loading…

    Kejagung menetapkan 7 orang sebagai tersangka kasus dugaan korupsi di Pertamina Patra Niaga terkait tata kelola minyak mentah yang merugikan negara sebesar Rp193,7 triliun. Foto: Dok SINDOnews

    JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan 7 orang sebagai tersangka kasus dugaan korupsi di Pertamina Patra Niaga terkait tata kelola minyak mentah yang merugikan negara sebesar Rp193,7 triliun.

    Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Abdul Qohar mengatakan, dalam kasus ini Pertamina Patra Niaga mengabaikan pasokan minyak dalam negeri dengan sejumlah alasan.

    Tersangka Riva Siahaan selaku Direktur Utama Pertamina Patra Niaga bersama tersangka Sani Dinar Saifuddin selaku Direktur Optimasi Feedstock dan Produk, serta Yoki Firnandi selaku Dirut PT Pertamina Internasional Shipping menggelar rapat untuk memutuskan impor minyak mentah.

    “Ada permufakatan jahat antara tersangka SDS, tersangka AP, tersangka RS dan tersangka YF bersama DMUT/broker, yakni tersangka MK, tersangka DW, dan tersangka GRJ sebelum tender dilaksanakan dengan kesepakatan harga yang sudah diatur,” ujar Qohar, Selasa (25/2/2025).

    Qohar mengarakan, Riva mengimpor bahan bakar minyak dengan kadar RON 90 atau setara dengan Pertalite. Padahal, dalam kesepakatan dan pembayarannya tertulis pembelian RON 92.

    “Kemudian dilakukan blending di depo untuk menjadi RON 92 dan hal tersebut tidak diperbolehkan atau bertentangan dengan ketentuan yang ada,” katanya.

    Tersangka juga melakukan mark up kontrak shipping yang dilakukan tersangka Yoki sehingga negara mengeluarkan fee sebesar 13-15 persen.

    Dari situ, tersangka M Kerry Andrianto Riza selaku Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa mendapatkan keuntungan.

    “Pada saat kebutuhan minyak dalam negeri mayoritas diperoleh oleh produk impor secara melawan hukum, maka komponen harga dasar yang dijadikan acuan untuk penetapan HIP atau harga indeks pasar, BBM untuk dijual kepada masyarakat menjadi mahal atau lebih tinggi sehingga dijadikan dasar pemberian kompensasi maupun subsidi bahan bakar minyak setiap tahun melalui APBN,” kata Qohar.

    (jon)

  • Kerugian Korupsi Minyak Mentah Pertamina Rp193,7 Triliun, Ini Perinciannya!

    Kerugian Korupsi Minyak Mentah Pertamina Rp193,7 Triliun, Ini Perinciannya!

    Bisnis.com, JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap bahwa modus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang Pertamina-KKKS 2018-2023 yang merugikan negara sebesar Rp193,7 triliun. 

    Direktur Penyidikan Jaksa Tindak Pidana Khusus alias Jampidsus Kejagung RI Abdul Qohar mengemukakan bahwa tersangka Riva Siahaan (RS) selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga seolah-olah melakukan impor produk kilang Ron 9. 

    Namun, setelah diusut ternyata RS diduga malah membeli bahan bakar dengan oktan minimum sebesar 90 atau sejenis Pertalite. Produk kilang itu kemudian dicampur sedemikian rupa untuk menjadi Ron 92 atau sejenis Pertamax.

    “Tersangka RS melakukan pembelian untuk Ron 92, padahal sebenarnya hanya membeli Ron 90 atau lebih rendah kemudian dilakukan blending di Storage/Depo untuk menjadi Ron 92 dan hal tersebut tidak diperbolehkan,” ujar Qohar dalam keterangan resmi, dikutip Selasa (25/2/2025).

    Dalam kasus korupsi ini, Kejagung mencatat pengadaan impor minyak mentah dilakukan PT Kilang Pertamina Internasional dan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga.

    Kasus ini melibatkan sejumlah tersangka penyelenggara negara bersama-sama dengan tersangka DMUT/Broker. Pada intinya, kedua belah pihak bekerja sama dalam pengaturan proses pengadaan impor minyak mentah dan impor produk kilang.

    “Sehingga seolah-olah telah dilaksanakan sesuai ketentuan dengan cara pengkondisian pemenangan DMUT/Broker yang telah ditentukan dan menyetujui pembelian dengan harga tinggi yang tidak memenuhi persyaratan,” tambahnya.

    Adapun, Qohar mengungkap tersangka Yoki Firnandi selaku Dirut PT Pertamina International Shipping diduga melakukan mark up kontrak pengiriman saat pengadaan impor minyak mentah dan produk kilang

    Setelahnya, negara kemudian mengeluarkan fee sebesar 13%-15% dan diduga menguntungkan tersangka Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR) selaku Beneficiary Owner PT Navigator Khatulistiwa.

    “Saat kebutuhan minyak dalam negeri mayoritas diperoleh dari produk impor secara melawan hukum, maka komponen harga dasar yang dijadikan acuan untuk penetapan HIP BBM untuk dijual kepada masyarakat menjadi mahal/tinggi sehingga dijadikan dasar pemberian kompensasi maupun subsidi BBM setiap tahun dari APBN,” pungkasnya.

    Berikut detail kerugian negara Rp193,7 triliun akibat dari korupsi Pertamina

    Kerugian Ekspor Minyak Mentah Dalam Negeri sekitar Rp35 triliun
    Kerugian Impor Minyak Mentah melalui DMUT/Broker sekitar Rp2,7 triliun
    Kerugian Impor BBM melalui DMUT/Broker sekitar Rp9 triliun
    Kerugian Pemberian Kompensasi (2023) sekitar Rp126 triliun
    Kerugian Pemberian Subsidi (2023) sekitar Rp21 triliun

    Para Tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. 

    7 Orang Tersangka Kasus Minyak Mentah Pertamina

    Berdasarkan alat bukti permulaan yang cukup, Tim Penyidik Kejagung menetapkan 7 (tujuh) orang Tersangka yakni sebagai berikut:

    RS selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga
    SDS selaku Direktur Feedstock and Product Optimalization PT Kilang Pertamina Internasional
    YF selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shipping
    AP selaku VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional
    MKAR selaku Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa
    DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan Komisaris PT Jenggala Maritim
    GRJ selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak

    Setelah dilakukan pemeriksaan Kesehatan dan telah dinyatakan sehat, lalu Tim Penyidik melakukan penahanan terhadap para Tersangka selama 20 (dua puluh) hari ke depan berdasarkan:

    Surat Perintah Penahanan Nomor: PRIN-12/F.2/Fd.2/02/2025 tanggal 24 Februari 2025 a.n Tersangka YF di Rumah Tahanan Negara Salemba Cabang Kejaksaan Agung.
    Surat Perintah Penahanan Nomor: PRIN-14/F.2/Fd.2/02/2025 tanggal 24 Februari 2025 a.n Tersangka RS di Rumah Tahanan Negara Salemba Cabang Kejaksaan Agung.
    Surat Perintah Penahanan Nomor: PRIN-16/F.2/Fd.2/02/2025 tanggal 24 Februari 2025 a.n Tersangka DW di Rumah Tahanan Negara Salemba Cabang Kejaksaan Agung.
    Surat Perintah Penahanan Nomor: PRIN-17/F.2/Fd.2/02/2025 tanggal 24 Februari 2025 a.n Tersangka GRJ di Rumah Tahanan Negara Salemba Cabang Kejaksaan Agung.
    Surat Perintah Penahanan Nomor: PRIN-13/F.2/Fd.2/02/2025 tanggal 24 Februari 2025 a.n Tersangka SDS di Rumah Tahanan Negara Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.
    Surat Perintah Penahanan Nomor: PRIN-15/F.2/Fd.2/02/2025 tanggal 24 Februari 2025 a.n Tersangka AP di Rumah Tahanan Negara Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.
    Surat Perintah Penahanan Nomor: PRIN-18/F.2/Fd.2/02/2025 tanggal 24 Februari 2025 a.n Tersangka MKAR di Rumah Tahanan Negara Salemba Cabang Kejaksaan Agung.

  • Modus Tersangka Korupsi Pertamina, Impor Ron 90 Disulap jadi Pertamax

    Modus Tersangka Korupsi Pertamina, Impor Ron 90 Disulap jadi Pertamax

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap bahwa modus Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan dalam dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang Pertamina-KKKS 2018-2023.

    Direktur Penyidikan Jaksa Tindak Pidana Khusus alias Jampidsus Kejagung RI, Abdul Qohar mengemukakan bahwa RS selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga seolah-olah melakukan impor produk kilang Ron 92.

    Namun, setelah diusut ternyata RS diduga malah membeli bahan bakar dengan oktan minimum sebesar 90 atau sejenis pertalite. Produk kilang itu kemudian dicampur sedemikian rupa untuk menjadi Ron 92 atau sejenis pertamax.

    “Tersangka RS melakukan pembelian untuk Ron 92, padahal sebenarnya hanya membeli Ron 90 atau lebih rendah kemudian dilakukan blending di Storage/Depo untuk menjadi Ron 92 dan hal tersebut tidak diperbolehkan,” ujar Qohar di Kejagung, dikutip Selasa (25/2/2025).

    Qohar menjelaskan, dalam kasus ini pengadaan impor minyak mentah dilakukan PT Kilang Pertamina Internasional dan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga.

    Kasus ini melibatkan, sejumlah tersangka penyelenggara negara bersama-sama dengan tersangka DMUT/Broker. Pada intinya, kedua belah pihak bekerja sama dalam pengaturan proses pengadaan impor minyak mentah dan impor produk kilang.

    “Sehingga seolah-olah telah dilaksanakan sesuai ketentuan dengan cara pengkondisian pemenangan DMUT/Broker yang telah ditentukan dan menyetujui pembelian dengan harga tinggi yang tidak memenuhi persyaratan,” tambahnya.

    Adapun, Qohar mengungkap, tersangka Yoki Firnandi selaku Dirut PT Pertamina International Shipping diduga melakukan mark up kontrak pengiriman saat pengadaan impor minyak mentah dan produk kilang

    Setelahnya, negara kemudian mengeluarkan fee sebesar 13%-15% dan diduga menguntungkan tersangka Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR) selaku Beneficialy Owner PT Navigator Khatulistiwa.

    “Saat kebutuhan minyak dalam negeri mayoritas diperoleh dari produk impor secara melawan hukum, maka komponen harga dasar yang dijadikan acuan untuk penetapan HIP BBM untuk dijual kepada masyarakat menjadi mahal/tinggi sehingga dijadikan dasar pemberian kompensasi maupun subsidi BBM setiap tahun dari APBN,” pungkasnya.

    Sebagai informasi, Kejagung telah menetapkan tujuh tersangka dalam kasus ini. Akibat adanya beberapa perbuatan melawan hukum tersebut telah mengakibatkan adanya kerugian negara sekitar Rp193,7 triliun.

  • 10
                    
                        Duduk Perkara Korupsi Tata Kelola Minyak Mentah Pertamina yang Rugikan Negara Rp 193,7 Triliun
                        Nasional

    10 Duduk Perkara Korupsi Tata Kelola Minyak Mentah Pertamina yang Rugikan Negara Rp 193,7 Triliun Nasional

    Duduk Perkara Korupsi Tata Kelola Minyak Mentah Pertamina yang Rugikan Negara Rp 193,7 Triliun
    Editor
    KOMPAS.com
    – Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap kasus dugaan
    korupsi tata kelola minyak mentah
    dan produk kilang PT
    Pertamina
    ,
    subholding,
    dan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) tahun 2018 sampai dengan 2023. 
    Dalam perkara ini, Kejagung menetapkan tujuh orang tersangka, salah satunya yakni
    Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga
    Riva Siahaan (RS).
    “Tim penyidik pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus telah mendapatkan alat bukti yang cukup untuk menetapkan tujuh orang tersangka,” dilansir dari keterangan resmi Kejagung, Selasa (25/2/2025). 
    Selain Riva, enam tersangka lain yakni Direktur Feedstock and Product Optimalization PT Kilang Pertamina Internasional berinisial SDS, kemudian YF selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shipping, AP selaku VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional, MKAR selaku Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa, DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan Komisaris PT Jenggala Maritim, dan GRJ selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.
    Menurut Kejagung, pada 2018 sampai 2023, pemenuhan minyak mentah dalam negeri seharusnya wajib mengutamakan pasokan minyak bumi dari dalam negeri, termasuk kontraktornya juga harus dari dalam negeri, sebelum merencanakan impor minyak bumi.
    Hal ini sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 42 Tahun 2018 tentang prioritas pemanfaatan minyak bumi untuk kebutuhan dalam negeri.
    Namun, berdasarkan penyidikan Kejagung, Riva dan tersangka SDS serta AP melakukan pengondisian dalam Rapat Optimasi Hilir (OH) yang dijadikan dasar untuk menurunkan readiness/produksi kilang.
    Sehingga, produksi minyak bumi dalam negeri tidak terserap sepenuhnya dan akhirnya pemenuhan minyak mentah maupun produk kilang diperoleh dari impor.
    Pada saat produksi kilang sengaja diturunkan, menurut Kejagung, produksi minyak mentah dalam negeri oleh KKKS sengaja ditolak dengan fakta sebagai berikut; 
    Saat produksi minyak mentah dalam negeri oleh KKKS ditolak dengan berbagai alasan, hal itu yang menjadi dasar minyak mentah Indonesia dilakukan penjualan keluar negeri (ekspor).
    Untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, PT Kilang Pertamina Internasional melakukan impor minyak mentah dan PT Pertamina Patra Niaga melakukan impor produk kilang. Hanya saja, terdapat perbedaan harga yang tinggi antara minyak impor dan minyak mentah dari dalam negeri. 
     
    Dalam penyidikannya, pihak Kejagung menemukan fakta adanya pemufakatan jahat (
    mens rea
    ) pada kegiatan pengadaan impor minyak mentah oleh PT Kilang Pertamina Internasional dan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga antara tersangka SDS, AP dan RS dengan tersangka YF bersama DMUT/Broker yakni tersangka MK, DW, dan GRJ sebelum tender dilaksanakan.
    Para pihak tersebut menyepakati mengatur harga dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan secara melawan hukum dan merugikan keuangan negara.
    “Pemufakatan tersebut diwujudkan dengan adanya tindakan (
    actus reus
    ) pengaturan proses pengadaan impor minyak mentah dan impor produk kilang sehingga seolah-olah telah dilaksanakan sesuai ketentuan dengan cara pengkondisian pemenangan DMUT/Broker yang telah ditentukan dan menyetujui pembelian dengan harga tinggi (spot) yang tidak memenuhi persyaratan,” ungkap Kejagung. 
    Caranya yakni tersangka RS, SDS, dan AP memenangkan DMUT/Broker minyak mentah dan produk kilang secara melawan hukum.
    Tersangka DM dan GRJ juga berkomunikasi dengan tersangka AP untuk dapat memperoleh harga tinggi (
    spot
    ) pada saat syarat belum terpenuhi dan mendapatkan persetujuan dari SDS untuk impor minyak mentah serta dari RS untuk impor produk kilang.
    Dalam pengadaan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga, Kejagung mengungkapkan bahwa tersangka RS melakukan pembelian (pembayaran) untuk Ron 92.
    Padahal, sebenarnya, RS hanya membeli Ron 90 atau lebih rendah, kemudian dilakukan blending di storage/depo untuk menjadi Ron 92 dan hal tersebut tidak diperbolehkan.
    Pada saat telah dilakukan pengadaan impor minyak mentah dan impor produk kilang, Kejagung juga menemukan fakta adanya mark up kontrak shipping (pengiriman) yang dilakukan oleh tersangka YF selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shipping sehingga negara mengeluarkan fee sebesar 13-15 persen secara melawan hukum sehingga tersangka MKAR mendapatkan keuntungan dari transaksi tersebut.
    “Pada saat kebutuhan minyak dalam negeri mayoritas diperoleh dari produk impor secara melawan hukum, maka komponen harga dasar yang dijadikan acuan untuk penetapan HIP (Harga Index Pasar) Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk dijual kepada masyarakat menjadi mahal/tinggi sehingga dijadikan dasar pemberian kompensasi maupun subsidi BBM setiap tahun dari APBN,” ungkap Kejagung. 
    Beberapa perbuatan melawan hukum tersebut telah mengakibatkan kerugian negara sekitar Rp 193,7 triliun, dengan rincian kerugian ekspor minyak mentah dalam negeri sekitar Rp 35 triliun.
    Kemudian, kerugian impor minyak mentah melalui DMUT/Broker sekitar Rp 2,7 triliun, kerugian impor BBM melalui DMUT/Broker sekitar Rp 9 triliun, kerugian pemberian kompensasi (2023) sekitar Rp 126 triliun dan kerugian pemberian subsidi (2023) sekitar Rp 21 triliun.
    Akibat perbuatannya, para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. 
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 10
                    
                        Duduk Perkara Korupsi Tata Kelola Minyak Mentah Pertamina yang Rugikan Negara Rp 193,7 Triliun
                        Nasional

    2 Korupsi Pertamina, Kejagung: Patra Niaga Beli Pertalite, Dioplos Jadi Pertamax Nasional

    Korupsi Pertamina, Kejagung: Patra Niaga Beli Pertalite, Dioplos Jadi Pertamax
    Editor
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Kejaksaan Agung (
    Kejagung
    ) menetapkan Direktur Utama PT
    Pertamina
    Patra Niaga Riva Siahaan (RS) sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023.
    Melansir keterangan Kejagung, PT
    Pertamina Patra Niaga
    diduga membeli
    Pertalite
    untuk kemudian “diblending” atau dioplos menjadi
    Pertamax
    . Namun, pada saat pembelian, Pertalite tersebut dibeli dengan harga Pertamax.
    “Dalam pengadaan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga, Tersangka RS melakukan pembelian (pembayaran) untuk Ron 92 (Pertamax), padahal sebenarnya hanya membeli Ron 90 (Pertalite) atau lebih rendah kemudian dilakukan blending di Storage/Depo untuk menjadi Ron 92,” demikian bunyi keterangan Kejagung, dilansir Selasa (25/2/2025).
    “Dan hal tersebut tidak diperbolehkan,” imbuh keterangan itu.
    Dalam perkara ini, ada enam tersangka lain yang turut ditetapkan. Mereka adalah Direktur Utama PT Pertamina International Shipping,
    Yoki Firnandi
    (YF); SDS selaku Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional; dan AP selaku VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional.
    Lalu, MKAR selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa; DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim; dan GRJ selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.
    Berikut peran ketujuh tersangka dalam perkara ini:
    Riva Siahaan
    bersama SDS, dan AP memenangkan DMUT/broker minyak mentah dan produk kilang yang diduga dilakukan secara melawan hukum.
    Sementara itu, tersangka DM dan GRJ melakukan komunikasi dengan tersangka AP untuk memperoleh harga tinggi (spot) pada saat syarat belum terpenuhi dan mendapatkan persetujuan dari SDS untuk impor produk kilang.
    Dalam pengadaan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga, Riva kemudian melakukan pembelian untuk produk Pertamax (Ron 92). Padahal sebenarnya, hanya membeli Pertalite (Ron 90) atau lebih rendah.
    Kemudian, Pertalite tersebut di-blending di Storage/Depo untuk menjadi Ron 92. Padahal, hal tersebut tidak diperbolehkan.
    Selanjutnya, pada saat telah dilakukan pengadaan impor minyak mentah dan impor produk kilang, diperoleh fakta adanya mark up kontrak shipping yang dilakukan Yoki selaku Dirut PT Pertamina International Shipping.
    Dalam hal ini negara mengeluarkan fee sebesar 13 hingga 15 persen secara melawan hukum, sehingga tersangka MKAR mendapatkan keuntungan dari transaksi tersebut.
    ”Pada saat kebutuhan minyak dalam negeri mayoritas diperoleh dari produk impor secara melawan hukum, maka komponen harga dasar yang dijadikan acuan untuk penetapan HIP (Harga Index Pasar) Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk dijual kepada masyarakat menjadi mahal/tinggi sehingga dijadikan dasar pemberian kompensasi maupun subsidi BBM setiap tahun dari APBN,” tulis keterangan tersebut.
    Para Tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. 
    ”Akibat adanya beberapa perbuatan melawan hukum tersebut, telah mengakibatkan adanya kerugian negara sekitar Rp 193,7 triliun,” imbuh keterangan Kejagung.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Industri Tekstil RI Pecah Jadi Dua, Saling Sikut Agar Tak Mati

    Industri Tekstil RI Pecah Jadi Dua, Saling Sikut Agar Tak Mati

    Jakarta

    Pengusaha hulu tekstil nasional menghadapi masalah baru. Para pengusaha pecah jadi dua kubu akibat perbedaan kepentingan terkait kebijakan impor bahan baku untuk produksi benang poliester dan serat sintetis.

    Kepala Center of Industry, Trade, and Investment, Institute For Development of Economics and Finance (INDEF) Andry Satrio mengungkapkan ada dua kelompok di tengah hulu tekstil.

    Di satu sisi, ada kelompok yang mendukung kebijakan anti-dumping untuk membatasi impor dan mendorong industri lokal berkembang.

    Namun, di sisi lain, ada yang merasa bahwa proteksi berlebihan akan menyebabkan kelangkaan bahan baku yang berujung pada lesunya sektor hilir.

    Di lapangan, saat ini beberapa produsen besar mulai menghentikan produksi poliester mereka dan beralih ke impor bahan baku. Beberapa perusahaan besar yang sebelumnya beroperasi penuh dalam rantai produksi dari bahan mentah hingga produk jadi, kini memilih menghentikan lini produksi mereka dan membeli chip impor.

    “Industri tidak hanya sulit untuk menjual produknya di pasar domestik, tetapi yang terjadi juga pada akhirnya perang di antara sesama para pelaku domestik. Ini terjadi karena kebijakan importasi kita, kebijakan importasi yang dibiarkan begitu saja,” ujar Andry dalam keterangannya, Minggu (23/2/2025).

    Masalah ini telah menimbulkan dilema bagi industri tekstil. Bila impor dibiarkan tanpa proteksi, maka produsen lokal akan semakin terpinggirkan. Akan tetapi jika impor dibatasi, akan terjadi kekurangan bahan baku di dalam negeri akibat banyaknya pabrik yang berhenti produksi.

    Menurutnya, kebijakan impor yang tidak berpihak pada industri tekstil dalam negeri ini merupakan konsekuensi dari regulasi yang tidak mengalami perubahan signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Oleh karena itu, pemerintah dinilai perlu menghilangkan mindset yang hanya mendukung salah satu sektor dalam industri tekstil, baik itu hulu maupun hilir.

    “Untuk mencapai hilirisasi diperlukan sektor hulu yang kuat. Kalau misalnya sektor hulunya tidak kuat, hilirisasinya malah ditopang oleh produk-produk impor. Dan itu menurut saya bukan mencerminkan ketahanan industri yang diharapkan oleh Presiden Prabowo,” tutur Andry.

    Lebih lanjut, Andry juga menyoroti ketidaksepahaman antara Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dan Kementerian Perdagangan (Kemendag) dalam merumuskan kebijakan yang mendukung industri tekstil nasional.

    Perbedaan fokus di antara kedua kementerian tersebut selama ini justru menciptakan persaingan internal yang menghambat pertumbuhan industri.

    Hal ini tercermin dari ketidakjelasan Revisi Permendag Nomor 8 Tahun 2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor. Padahal regulasi terkait larangan terbatas ini dinantikan oleh pelaku industri agar mendapatkan perlindungan dan kepastian keberlangsungan usaha.

    “Berkali-kali rapat dilakukan antara Kemendag dan Kemenperin, tapi sampai sekarang belum ada aturan baru yang jelas. Padahal para pelaku industri sudah lama menunggu kepastian,” kata Andry.

    Menurutnya para pengusaha meminta kebijakan yang diambil dapat lebih berpihak pada industri domestik secara menyeluruh. Pemerintah diharapkan tidak hanya memberikan wacana terkait hilirisasi, tetapi juga memastikan bahwa kebijakan yang dibuat benar-benar mendukung ketahanan industri nasional.

    “Tentu harapannya adalah industri ini tetap solid. Perusahaan-perusahaan yang ada di dalamnya, para pelaku usaha di dalamnya harus tetap solid,” tegas Andry.

    (hal/kil)

  • Takut Terdampak Trade War Trump, Jepang Mulai Lobi AS soal Rencana Tarif Impor Mobil – Halaman all

    Takut Terdampak Trade War Trump, Jepang Mulai Lobi AS soal Rencana Tarif Impor Mobil – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM –  Pemerintah Jepang tengah melobi Amerika Serikat (AS), terkait rencana usulan tarif dagang yang akan diberlakukan Presiden Donald Trump pada produk kendaraan dan otomotif.

    Langkah tersebut diambil Jepang setelah Trump mengumumkan kenaikan tarif impor mobil dan semikonduktor yang akan diberlakukan pada 2 April 2025. 

    Trump tidak menyebutkan secara spesifik apakah tarif tersebut akan menargetkan negara-negara tertentu atau berlaku untuk semua kendaraan yang diimpor ke AS.

    Namun pungutan tersebut kemungkinan besar berdampak pada industri otomotif Jepang.

    Alasan tersebut yang mendorong Negara Sakura ini untuk mengambil langkah antisipasi, dengan melobi AS demi menghindari pukulan besar terhadap perekonomian Jepang, sebagaimana dikutip dari Reuters.

    Dampak Kebijakan Trump

    Para ekonom memperkirakan apabila kebijakan Trump diberlakukan dampaknya akan sangat besar.

    Ini lantaran produk mobil merupakan komponen terbesar ekspor Jepang, dengan Amerika Serikat sebagai pasar nomor satu.

    Dimana sepertiga ekspor Jepang ke AS adalah mobil. Bahkan di tahun lalu, ekspor mobil menyumbang 17 persen dari seluruh pengiriman keluar Jepang, dan lebih dari sepertiganya dikirim ke AS.

    Oleh karenanya apabila pajak  tarif 25 persen diterapkan di semua negara, termasuk Jepang maka harga mobil akan naik.

    Apabila permintaan pembelian tidak dapat mengimbangi, itu berarti permintaan ekspor perusahaan besar Jepang seperti Toyota, Honda, dan Nissan yang memiliki pabrik di AS akan turun.

    Hal tersebut tentunya akan mengancam perekonomian Jepang.

    Lebih lanjut, kebijakan Trump juga berpotensi mengganggu rantai pasokan global.

    Lantaran banyak komponen kendaraan yang diproduksi di Jepang dan diekspor ke berbagai negara termasuk AS.

    Pengenaan tarif bisa mengganggu aliran komponen ini, menyebabkan peningkatan biaya produksi dan mempengaruhi industri otomotif di seluruh dunia.

    Tak hanya itu, Pengenaan tarif impor terhadap kendaraan Jepang dapat mempengaruhi nilai tukar yen.

    Jika ekspor kendaraan menurun, hal ini bisa mengarah pada penurunan permintaan yen di pasar internasional, yang pada gilirannya bisa menyebabkan depresiasi nilai tukar yen.

    Secara keseluruhan, tarif impor terhadap kendaraan Jepang akan membawa dampak negatif bagi ekonomi Jepang.

    Perusahaan-perusahaan otomotif, serta hubungan dagang antara Jepang dan AS. Jika kebijakan ini dilanjutkan dalam jangka panjang, bisa menambah ketidakpastian ekonomi bagi kedua negara.

    “Pemerintah AS, mengingat pentingnya industri otomotif Jepang. Kami pertama-tama akan hati-hati memeriksa rincian spesifik dari tindakan yang akan diambil dan dampaknya terhadap Jepang, dan kemudian merespons dengan tepat,” kata Kepala Sekretaris Kabinet Jepang Yoshimasa Hayashi dalam konferensi pers.

    Alasan Trump Perketat Kebijakan

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump memberlakukan kebijakan agresif, lewat kenaikan tarif pada impor mobil, semikonduktor, dan farmasi sekitar 25 persen, mulai 2 April 2025.

    “Saya mungkin akan memberitahu Anda pada tanggal 2 April, tetapi jumlahnya akan mendekati 25 persen,” kata Trump kepada wartawan di klubnya Mar-a-Lago ketika ditanya tentang rencananya untuk tarif otomotif, mengutip dari Financial Post.

    Kendati memicu dampak negatif bagi industri otomotif dunia, namun Trump berpendapat bahwa tarif ini akan memberikan keuntungan bagi produsen domestik.

    Membuat produk impor lebih mahal dan mempersulit persaingan. Dengan cara ini, diharapkan produsen lokal dapat lebih kompetitif di pasar AS. 

    Kebijakan ini juga bertujuan untuk meningkatkan kemandirian ekonomi dengan mendorong produksi barang-barang yang lebih strategis, seperti semikonduktor dan produk farmasi, di dalam negeri. 

    Dengan begitu AS dapat mengumpulkan lebih banyak pendapatan.

    (Tribunnews.com / Namira)