Topik: produk impor

  • Tarif Trump Ancam Industri Nasional, RI Berpotensi Dibanjiri Barang Impor – Halaman all

    Tarif Trump Ancam Industri Nasional, RI Berpotensi Dibanjiri Barang Impor – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Keputusan Presiden Amerika Serikat Donald Trump memberlakukan kebijakan tarif impor baru bertajuk Reciprocal Tariffs atau dijuluki Tarif Trump, menjadi pukulan keras bagi sejumlah negara mitra dagang AS, termasuk Indonesia.

    Nantinya, produk utama ekspor Indonesia mencakup sektor-sektor unggulan seperti elektronik, tekstil dan produk tekstil (TPT), alas kaki, minyak sawit, karet, furnitur, udang, dan produk-produk perikanan laut, bakal terdampak dari kebijakan tersebut.

    Wakil Ketua Umum Asosiasi Industri Olefin, Aromatik dan Plastik Indonesia (INAPLAS), Edi Rivai mengatakan, dalam menghadapi situasi ini, INAPLAS menekankan pentingnya perlindungan pasar domestik untuk menjaga daya saing industri Indonesia, terutama di sektor kimia dan petrokimia yang merupakan industri strategis bagi sektor industri lainnya.

    “Dengan posisi Indonesia yang memiliki pasar besar dan daya beli yang relatif kuat, negara ini berpotensi menjadi tujuan ekspor bagi banyak negara yang terkena dampak kebijakan tarif AS. Hal ini dapat menyebabkan banjir barang impor yang dapat merugikan industri dalam negeri, mengancam keberlangsungan dan daya saing sektor-sektor strategis seperti kimia dan petrokimia,” ujar Edi dalam keterangannya, Jumat (4/4/2025).

    Ia menyebut, banjir produk impor bukan sekadar isu perdagangan biasa, melainkan ancaman langsung terhadap kelangsungan manufaktur nasional. Tanpa kebijakan proteksi yang memadai, industri nasional bisa tergulung barang impor murah yang membanjiri pasar.

    INAPLAS juga menegaskan, pemerintah harus segera mengantisipasi dengan kebijakan perlindungan pasar yang tegas. Salah satunya adalah dengan mempercepat proses penyelidikan anti-dumping dan safeguard oleh Kementerian Perdagangan, dalam hal ini Komite Anti-Dumping Indonesia (KADI) dan Komisi Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI). 

    “Dengan langkah cepat dan responsif, Indonesia dapat mencegah kerugian lebih jauh di sektor industri nasional atas pasar alternatif oleh negara lain seperti Thailand, Vietnam, Malaysia, Cina ke Indonesia sebagai dampak kebijakan tariff Presiden Trump,” ujar Edi.

    Selain itu, INAPLAS juga menekankan pentingnya mempertahankan kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN). 

    “Kebijakan TKDN harus dipertahankan sebagai fondasi utama kemandirian industri nasional. Bagi sektor kimia dan petrokimia, penerapan TKDN bukan hanya soal keberpihakan, tapi juga strategi jangka panjang untuk mengurangi ketergantungan impor, memperkuat penggunaan bahan baku lokal, dan membangun ekosistem industri yang berkelanjutan yang sekaligus dapat menyerap tenaga kerja di Indonesia,” ujar Edi.

    Pemerintah juga didorong mengembalikan 12 pos tarif HS Code 39 yang sebelumnya telah dihapus sebelumnya dalam kebijakan pengendalian barang import Peraturan Menteri Perdagangan No. 36 Tahun 2023

    ”Kami mendorong pemerintah untuk segera mengembalikan 12 pos tarif HS Code 39 seperti pada Permendag No. 36 Tahun 2023 yang dihapus melalui Permendag 8 Tahun 2024 . Kode-kode harmonisasi tarif ini berkaitan erat dengan bahan baku plastik dan sangat strategis bagi keberlangsungan industri dalam negeri,” paparnya.

    “Penghapusannya membuka keran impor produk substitusi yang melemahkan industri lokal. Dengan pemulihan HS Code ini, kami yakin daya saing industri plastik nasional dapat tetap terjaga di tengah gempuran produk asing,” tambah Edi.

    INAPLAS pun mengusulkan agar pemerintah mempertahankan tarif impor dari Amerika Serikat.  Sebab, barang-barang dari AS kini tidak dapat bersaing secara harga dengan produk dalam negeri yang cenderung lebih efisien. 

    Dengan tetap menerapkan tarif terhadap produk AS, Indonesia tidak hanya menunjukkan sikap resiprokal terhadap kebijakan Trump, tetapi juga memperkuat perlindungan terhadap pasar domestik yang belum pulih, serta kepastian pasar dalam upaya memperkuat iklim investasi hilirisasi sektor petrokimia pemenuhan kebutuhan domerstik dalam negeri.

    “Surplus kita tidak terlalu besar, komoditi paling banyak elektrik dan tekstil, sehingga kita tidak perlu gegabah turunkan tariff dengan tetap mempertahan tarif MFN bahan baku plastik. Sehingga kita tetap mempertahankan ketahanan industri pasar domestik dan menjaga iklim investasi sektor hilirisasi petrokimia yang tengah dibangun,” ujar Edi.

    Kekhawatiran serupa juga datang dari Wakil Ketua DPR  Sufmi Dasco Ahmad. Ia menegaskan bahwa AS adalah mitra dagang yang penting. 

    “Amerika Serikat adalah mitra dagang penting untuk Indonesia. Kita harus melaksanakan diplomasi perdagangan dengan baik,” ujarnya dalam keterangan tertulis.

    Dasco memperingatkan agar Indonesia tidak menjadi tempat pembuangan barang-barang dari negara-negara lain yang tidak bisa masuk ke pasar Amerika. 

    Menurutnya, jika hal ini tidak diantisipasi, maka proses hilirisasi yang tengah dibangun pemerintah bisa terancam gagal. 

    “Ini sangat berbahaya untuk produk industri Indonesia dan bisa menggagalkan proses hilirisasi kita. Kita musti jaga bersama kepentingan nasional ini bersama antara pemerintah, swasta, eksekutif, legislatif, dan penegak hukum,” tegas Dasco.

    Diketahui, Donald Trump memberlakukan tarif dasar 10 persen untuk semua produk impor ke Amerika Serikat serta bea masuk yang lebih tinggi untuk belasan mitra dagang terbesar negara tersebut. 

    Vietnam terkena tarif timbal balik resiprokal tertinggi 46 persen, sementara Indonesia terkena tarif 32 persen.

  • RI Kena Sengatan Tarif Trump, Pelaku Usaha Wajib Lakukan Hal Ini

    RI Kena Sengatan Tarif Trump, Pelaku Usaha Wajib Lakukan Hal Ini

    Jakarta, CNBC Indonesia – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump secara resmi mengumumkan tarif timbal balik (resiprokal) ke sejumlah negara pada Rabu (2/4/2025) dengan menargetkan negara-negara yang memiliki surplus perdagangan dengan negara itu, termasuk Indonesia yang dikenai tarif impor sebesar 32%.

    Senior Consultant Supply Chain Indonesia (SCI) Bortiandy Tobing menyatakan kebijakan Trump berpotensi mengakibatkan guncangan terhadap beberapa komoditas ekspor nasional.

    Menurutnya, bukan saja karena produk nasional akan terkendala masuk ke AS, tetapi pasar ekspor di luar AS akan menjadi arena peperangan dagang yang baru dari negara-negara yang terkena tarif timbal balik.

    “Selain itu, Indonesia akan terdorong menjadi pasar peralihan dari negara-negara lain, terutama untuk produk-produk dengan grade non premium (original) dengan harga yang murah, sehingga akan mengganggu kondisi perekonomian nasional,” ungkap Bortiandy, dalam pernyataan resminya, Jumat (4/4/2025).

    Dia pun menambahkan kebijakan itu juga akan berdampak pada rantai ekonomi, yakni para pengusaha akan mulai beralih kerja sama dengan perusahaan luar sebagai distributor dan para pedagang juga akan lebih memilih produk impor karena harga lebih murah.

    Di sisi lain, dengan kondisi pelemahan ekonomi nasional saat ini, peranan pemerintah dalam membantu dunia usaha akan terkendala karena ruang fiskal yang sempit. Berdasarkan laporan Februari 2025, APBN mengalami defisit sebesar Rp 31,2 triliun dan pendapatan pajak turun hingga 30% dibandingkan tahun lalu.

    Dengan demikian, para pelaku usaha harus mampu melakukan perbaikan secara internal dan juga melalui kolaborasi pada masing-masing asosiasi usaha. Bortiandy menyarankan perusahaan-perusahaan menjaga cashflow dalam keadaan berimbang dan semua yang berpotensi untuk menyebabkan likuiditas harus cepat diselesaikan, seperti stok yang berlebih dan sejenisnya.

    “Khusus untuk industri logistik, kolaborasi dan sharing menjadi kunci utama untuk menghadapi situasi ini. Jika berjalan sendiri-sendiri, maka penyedia jasa logistik berpotensi hanya dapat menyediakan fasilitas dan teknologi usang serta layanan standar demi mencapai harga yang murah,” ungkapnya.

    Bortiandy menyarankan semua pelaku ekonomi kembali melakukan review atas business plan 2025 yang telah disusun, termasuk inisiatif-inisiatif strategis pengembangan usaha. Dia menekankan berbagai pandangan dan analisis mendalam harus digunakan untuk mengambil langkah strategis ke depan melalui perencanaan matang sesuai perkembangan dinamika global.

    (haa/haa)

  • RI Jangan Salah Respons Trump, PHK Sektor Tekstil Bisa Membludak

    RI Jangan Salah Respons Trump, PHK Sektor Tekstil Bisa Membludak

    Jakarta, CNBC Indonesia – Industri tekstil dan produk dari tekstil (TPT) yang iklim usahanya tengah bermasalah di Indonesia, meminta pemerintah untuk cermat merespons kebijakan pemerintahan Presiden AS Donald Trump yang mengenakan tarif perdagangan 32% terhadap Indonesia.

    “Kita harus pintar-pintar menyikapi pengenaan tarif resiprokal yang dilakukan pemerintah Trump terhadap banyak negara, termasuk Indonesia,” kata Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jemmy Kartiwa Sastraatmadja saat konferensi pers secara daring, Jumat (4/4/2025).

    Jemmy mengatakan, kebijakan Trump yang mengenakan tarif perdagangan baru terhadap seluruh negara untuk mengurangi defisit perdagangannya, akan menyebabkan kelebihan pasokan berbagai produk, khususnya TPT dunia. Karena, kebijakan itu bisa membuat harga jual berbagai produk ke AS semakin tinggi.

    Bila pemerintah mengambil respons kebijakan Trump itu dengan menerapkan relaksasi impor, dia memastikan Indonesia akan kembali kebanjiran berbagai barang produk impor, khususnya produk TPT sebagaimana beberapa tahun lalu. Kondisi itu bisa membuat iklim industri di dalam negeri lesu hingga menyebabkan gulung tikarnya industri dan berujung PHK para pekerjanya.

    “Jangan sampai Indonesia yang populasinya cukup banyak, menjadi tujuan ekspor, yang tadinya ke negeri Paman Sam diborong ke Indonesia, ini akan buat dampaknya PHK makin parah di sektor TPT,” tutur Jemmy.

    Pernyataan serupa disampaikan Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta. Ia menganggap, arah kebijakan relaksasi impor akan sangat merugikan Indonesia dalam menyikapi kebijakan perang tarif saat ini.

    Ia menekankan, kebijakan perang tarif yang diluncurkan AS ini sebatas untuk mengurangi defisit perdagangannya, bukan dalam rangka untuk meningkatkan hambatan perdagangan serta mendesak pemerintah untuk mengurangi kebijakan TKDN.

    “Kalau kita sikapi dengan kurangi atau relaksasi impor akan jadi kesalahan besar, karena kita ekspor enggak dapat, impor banjir, industri terpukul, PHK di mana-mana,” tuturnya.

    “Ini akan terjadi percepatan PHK, jadi tren yang kemarin kita sama-sama ketahui ada PHK ini bisa lebih kenceng lagi, ini jangan sampai ada salah kebijakan,” tegas Redma.

    Redma mengatakan, kebijakan yang bisa dilakukan pemerintah ialah untuk menerapkan negosiasi supaya barang bahan baku industri tekstil, seperti kapas bisa kembali ditingkatkan serapannya dari AS.

    Redma mengatakan, serapan bahan baku kapas dari AS ke Indonesia selama ini merosot karena Indonesia sudah kebanyakan impor pakaian jadi. Padahal, dulu serapannya sangat tinggi dan bisa diolah di dalam negeri untuk menjadi benang pintalan, hingga kain.

    Ia mengatakan, dulu impor kapas dari AS bisa mencapai US$ 300 juta, sekarang hanya tersisa US$ 140 juta karena Indonesia kebanyakan impor pakaian jadi. Padahal, AS tidak memiliki kapasitas untuk memproduksi benang pintalan hingga kain.

    “Karena AS tidak bisa supply benang dan kain, mereka hanya bisa supply kapas. Kalau ini bisa masuk lagi, industri pemintalan utiliasasinya untuk tenun hingga rajut semua akan naik dan tarif bea masuk kita ke AS bisa turun, ini kita bisa sekali kayuh dapat banyak kalau kita mau serius sikapi ini,” tegasnya.

    Sebagai informasi, maraknya PHK di industri TPT sudah terjadi sejak masa Covid-19. Berdasarkan data APSyFI, sejak 2019 hingga 2023, sekitar 214 ribu pekerja tekstil (di luar sektor garmen) telah kehilangan pekerjaannya. Pada 2023, jumlah tenaga kerja di sektor TPT tercatat sebanyak 3.765 juta orang.

    Namun, situasi memburuk drastis pada 2024. Berdasarkan data APSyFI per Januari-Oktober 2024, ada sekitar 319 ribu pekerja TPT yang kehilangan pekerjaan. Artinya, jumlah tenaga kerja di industri TPT per Oktober 2024 hanya tinggal 3.446 juta orang.

    Di sisi lain, APSyFI mencatat, total ada 60 pabrik yang telah melakukan efisiensi dengan pengurangan produksi maupun pemutusan hubungan kerja (PHK) massal selama 3 tahun terakhir. Setidaknya, dari angka itu, ada lebih 30 pabrik yang dikonfirmasi telah tutup atau berhenti produksi secara total.

    (haa/haa)

  • Usulan ALFI ke Pemerintah RI Antisipasi Pemberlakuan Tarif Resiprokal AS – Halaman all

    Usulan ALFI ke Pemerintah RI Antisipasi Pemberlakuan Tarif Resiprokal AS – Halaman all

     

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) menilai kebijakan tarif resiprokal Amerika Serikat (AS) akan berdampak pada kinerja ekspor-impor Indonesia, termasuk sektor logistik yang menjadi tulang punggung perdagangan internasional.  

    Ketua Umum ALFI, Akbar Djohan, menjelaskan, kebijakan tarif resiprokal AS dapat meningkatkan biaya logistik bagi produk Indonesia yang masuk ke pasar AS, serta memengaruhi arus barang impor dari AS. 

    “Kenaikan tarif ini berisiko mengurangi daya saing produk Indonesia di pasar global, terutama bagi komoditas yang selama ini mengandalkan pasar AS,” ujar Akbar di Jakarta, Jumat (4/4/2025).

    Selain itu, Akbar memprediksi adanya penurunan volume pengiriman barang melalui jalur laut dan udara sebagai dampak dari kebijakan ini. 

    Sektor logistik, termasuk perusahaan freight forwarder dan penyedia jasa transportasi, harus bersiap menghadapi potensi perlambatan permintaan.  

    ALFI, lanjut Akbar, mendorong pemerintah untuk segera mengambil langkah antisipasi, termasuk melakukan percepatan perundingan perdagangan bilateral. 

    Menurut Akbar, pemerintah perlu memperkuat negosiasi dengan AS untuk meminimalisir dampak tarif, sekaligus mencari alternatif pasar ekspor baru.

     

    “ALFI merekomendasikan stimulus fiskal atau kemudahan regulasi untuk membantu perusahaan logistik bertahan di tengah gejolak tarif,” ucap Akbar. 

    Selain itu, Akbar menilai perlunya peningkatan efisiensi logistik nasional. Akbar menegaskan infrastruktur logistik dalam negeri harus ditingkatkan agar biaya operasional tidak membebani eksportir.

    Akbar menambahkan perusahaan logistik dan forwarder juga harus memiliki sejumlah langkah antisipatif dalam memitigasi risiko akibat tarif baru AS tersebut. ALFI, ucap Akbar, menyarankan pelaku usaha logistik melakukan berbagai langkah strategis, seperti diversifikasi pasar.

    “Jangan hanya bergantung pada satu negara tujuan. Eksplorasi pasar nonAS seperti Afrika atau Timur Tengah bisa menjadi solusi,” saran Akbar. 

    Akbar juga mendorong pelaku usaha logistik menerapkan pemanfaatan digitalisasi dan automasi untuk efisiensi biaya operasional.

    Pelaku usaha sektor logistik juga harus berkolaborasi dengan eksportir lokal dan membangun kemitraan yang lebih erat untuk menyesuaikan strategi distribusi di tengah perubahan kebijakan.  

    “Meskipun tantangan ini berat, peluang untuk memperbaiki daya saing logistik Indonesia tetap terbuka. Ini saatnya kita berinovasi dan beradaptasi,” kata Akbar.  

    Diketahui, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump  memberlakukan tarif dasar 10 persen untuk semua produk impor ke Amerika Serikat serta bea masuk yang lebih tinggi untuk belasan mitra dagang terbesar negara tersebut. 

    Vietnam terkena tarif timbal balik resiprokal tertinggi 46 persen, sementara Indonesia terkena tarif 32 persen.

     

  • Hadapi Kebijakan Tarif Resiprokal AS, ALFI Minta Pemerintah Lakukan Hal Ini – Halaman all

    Hadapi Kebijakan Tarif Resiprokal AS, ALFI Minta Pemerintah Lakukan Hal Ini – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) menilai kebijakan tarif resiprokal Amerika Serikat (AS) bakal berdampak pada kinerja ekspor-impor Indonesia, termasuk sektor logistik yang menjadi tulang punggung perdagangan internasional.  

    Ketua Umum ALFI, Akbar Djohan, menjelaskan, kebijakan tarif resiprokal AS dapat meningkatkan biaya logistik bagi produk Indonesia yang masuk ke pasar AS, serta memengaruhi arus barang impor dari AS. 

    “Kenaikan tarif ini berisiko mengurangi daya saing produk Indonesia di pasar global, terutama bagi komoditas yang selama ini mengandalkan pasar AS,” ujar Akbar di Jakarta, Jumat (4/4/2025).

    Selain itu, Akbar memprediksi adanya penurunan volume pengiriman barang melalui jalur laut dan udara sebagai dampak dari kebijakan ini. 

    Sektor logistik, termasuk perusahaan freight forwarder dan penyedia jasa transportasi, harus bersiap menghadapi potensi perlambatan permintaan.  

    ALFI, lanjut Akbar, mendorong pemerintah untuk segera mengambil langkah antisipasi, termasuk melakukan percepatan perundingan perdagangan bilateral. 

    Menurut Akbar, pemerintah perlu memperkuat negosiasi dengan AS untuk meminimalisir dampak tarif, sekaligus mencari alternatif pasar ekspor baru.

    “ALFI merekomendasikan stimulus fiskal atau kemudahan regulasi untuk membantu perusahaan logistik bertahan di tengah gejolak tarif,” ucap Akbar. 

    Selain itu, Akbar menilai perlunya peningkatan efisiensi logistik nasional. Akbar menegaskan infrastruktur logistik dalam negeri harus ditingkatkan agar biaya operasional tidak membebani eksportir.

    Akbar menambahkan perusahaan logistik dan forwarder juga harus memiliki sejumlah langkah antisipatif dalam memitigasi risiko akibat tarif baru AS tersebut. ALFI, ucap Akbar, menyarankan pelaku usaha logistik melakukan berbagai langkah strategis, seperti diversifikasi pasar.

    “Jangan hanya bergantung pada satu negara tujuan. Eksplorasi pasar nonAS seperti Afrika atau Timur Tengah bisa menjadi solusi,” saran Akbar. 

    Akbar juga mendorong pelaku usaha logistik menerapkan pemanfaatan digitalisasi dan automasi untuk efisiensi biaya operasional. Selain itu, pelaku usaha sektor logistik harus berkolaborasi dengan eksportir lokal dan membangun kemitraan yang lebih erat untuk menyesuaikan strategi distribusi di tengah perubahan kebijakan.  

    “Meskipun tantangan ini berat, peluang untuk memperbaiki daya saing logistik Indonesia tetap terbuka. Ini saatnya kita berinovasi dan beradaptasi,” kata Akbar.  

    Diketahui, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump  memberlakukan tarif dasar 10 persen untuk semua produk impor ke Amerika Serikat serta bea masuk yang lebih tinggi untuk belasan mitra dagang terbesar negara tersebut. 

    Vietnam terkena tarif timbal balik resiprokal tertinggi 46%, sementara Indonesia terkena tarif 32%.

  • Soal Tarif Impor Trump, Banggar DPR: Indonesia Harus Desak WTO

    Soal Tarif Impor Trump, Banggar DPR: Indonesia Harus Desak WTO

    Jakarta, Beritasatu.com – Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR, Said Abdullah, memberikan sejumlah saran kepada pemerintah dalam merespons kebijakan tarif impor yang diumumkan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump. Salah satu langkah yang perlu diambil adalah mendesak World Trade Organization (WTO) untuk menyehatkan perdagangan global agar lebih adil dan berkelanjutan.

    “Desakan kepada WTO ini penting agar perdagangan global lebih adil dan dapat menopang pertumbuhan ekonomi dunia secara berkelanjutan. Kita tidak ingin kepentingan masyarakat global terabaikan hanya demi kepentingan negara adidaya,” ujar Said kepada wartawan, Jumat (4/4/2025).

    Said menambahkan Indonesia perlu mengingatkan dunia tentang prinsip dasar WTO, yakni perdagangan nondiskriminatif, transparansi, pembangunan kapasitas perdagangan internasional, serta penyelesaian sengketa dagang yang adil.

    Selain itu, Said menekankan pentingnya langkah antisipatif di dalam negeri untuk mengurangi dampak kebijakan tarif impor Trump. Salah satunya adalah menjaga daya saing produk ekspor Indonesia di pasar internasional dan mencari pasar alternatif bagi produk yang terdampak.

    “Jika produk ekspor Indonesia terhambat akibat tarif tinggi, kita harus segera mencari pasar pengganti agar harga tetap kompetitif dan neraca perdagangan tetap surplus,” tegasnya.

    Said juga mengingatkan pemerintah untuk memastikan kebijakan penempatan 100% devisa hasil ekspor di dalam negeri berjalan efektif dan dipatuhi oleh pelaku usaha. Langkah ini dinilai penting untuk memperkuat ketahanan devisa nasional.

    “Pemerintah juga perlu memperkuat kebijakan hedging fund untuk melindungi nilai keuangan dari risiko investasi serta memperluas skema bilateral currency swap dengan mitra dagang strategis agar ketergantungan terhadap dolar AS bisa dikurangi,” imbuhnya.

    Said turut menyoroti perlunya kebijakan fiskal kontra siklus (counter cyclical fiscal policy) guna membantu dunia usaha menghadapi ketidakpastian global dan perlambatan ekonomi domestik.

    “Pemerintah harus memperbaiki infrastruktur dan kebijakan di pasar saham serta pasar keuangan agar lebih inklusif dan tetap menarik bagi investor internasional,” katanya.

    Selain itu, ia menekankan pentingnya komunikasi publik yang akurat dan transparan agar para pelaku usaha mendapatkan informasi yang jelas dan terpercaya.

    Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump mengumumkan penerapan tarif dasar 10% untuk semua produk impor ke AS. Selain itu, tarif lebih tinggi akan diberlakukan bagi sejumlah negara mitra dagang. Beberapa negara yang diterapkan tarif impor lebih tinggi dari 10%, antara lain China (34%), Uni Eropa (20%), Indonesia (32%), dan Vietnam (46%, tarif tertinggi).

  • Tarif Tinggi Donald Trump Picu Kecaman Dunia

    Tarif Tinggi Donald Trump Picu Kecaman Dunia

    Jakarta, Beritasatu.com – Negara-negara di seluruh dunia mengancam akan meningkatkan perang dagang dengan Amerika Serikat (AS) setelah kebijakan tarif besar-besaran yang diumumkan oleh Presiden Donald Trump memicu kekhawatiran mengenai lonjakan harga di pasar konsumen terbesar dunia serta potensi perlambatan ekonomi global.

    Melansir Reuters, Jumat (4/4/2025), Pengumuman tarif Trump memicu gejolak di pasar keuangan internasional dan mendapat kecaman dari berbagai pemimpin dunia. Mereka menganggap langkah tersebut sebagai akhir dari era liberalisasi perdagangan yang telah berlangsung selama beberapa dekade.

    Namun, muncul pesan yang saling bertentangan dari Gedung Putih terkait tujuan diberlakukannya tarif tersebut—apakah bersifat permanen atau hanya sebagai taktik negosiasi. Trump sendiri menyatakan bahwa tarif itu memberi kekuatan besar untuk bernegosiasi.

    Jika diterapkan sepenuhnya, tarif ini akan menjadi hambatan perdagangan terbesar dalam lebih dari satu abad, dimulai dari tarif dasar sebesar 10% atas seluruh impor, ditambah tarif tambahan yang lebih tinggi terhadap beberapa mitra dagang utama AS.

    Perdana Menteri Kanada Mark Carney mengkritik tajam kebijakan tarif Trump ini, dengan menyebut AS telah meninggalkan perannya sebagai pemimpin kerja sama ekonomi global.

    “Ekonomi dunia hari ini berbeda secara fundamental dari sebelumnya,” ujarnya saat mengumumkan langkah-langkah pencegahan terbatas.

    Sementara itu, Tiongkok menyatakan akan membalas kebijakan tarif Trump yang mencapai 54% terhadap produk impor dari negara tersebut. Uni Eropa pun mengambil sikap serupa setelah dikenakan bea masuk sebesar 20%. 
    Presiden Prancis Emmanuel Macron bahkan menyerukan agar negara-negara Eropa menangguhkan investasi mereka di AS.

    Beberapa mitra dagang lain, termasuk Jepang, Korea Selatan, Meksiko, dan India, memilih menunda respons balasan untuk sementara waktu, sambil berusaha mencari jalur diplomatik dan negosiasi.

    Baik sekutu maupun rival AS memperingatkan bahwa langkah ini berisiko menghantam perdagangan global secara luas. Jepang, salah satu mitra dagang terbesar dan investor asing utama di AS, menyatakan bahwa negaranya kini menghadapi krisis nasional, sebagaimana disampaikan oleh Perdana Menteri Shigeru Ishiba di hadapan parlemen.

    Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Kristalina Georgieva menyerukan, agar Washington dan mitra dagangnya segera menyelesaikan ketegangan ini dan menurunkan tingkat ketidakpastian global.

    “Tarif-tarif dari Donald Trump ini jelas merupakan risiko signifikan terhadap prospek ekonomi global, terutama di tengah situasi pertumbuhan yang sedang lesu,” pungkasnya.

  • Perkuat Hilirisasi Hadapi Tarif Impor Trump

    Perkuat Hilirisasi Hadapi Tarif Impor Trump

    Jakarta, Beritasatu.com – Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas), TB Ace Hasan Syadzily, menanggapi kebijakan tarif impor yang diumumkan oleh Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump. Menurut Ace, pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka telah mengambil langkah antisipatif, termasuk mempercepat program hilirisasi dan reindustrialisasi sumber daya alam Indonesia yang melimpah.

    “Indonesia harus segera menggenjot kebijakan hilirisasi dan reindustrialisasi yang telah dicanangkan Presiden Prabowo. Langkah ini merupakan bagian dari upaya memperkuat ketahanan ekonomi nasional berbasis sumber daya alam,” ujar Ace saat dihubungi, Jumat (4/4/2025).

    Ace menekankan pentingnya memperluas kerja sama ekonomi dengan negara-negara lain, terutama mitra strategis seperti BRICS dan OECD (Organization for Economic Cooperation and Development).

    “Misalnya, kerja sama yang telah dirintis dengan BRICS (Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan) harus ditingkatkan dalam bidang ekonomi dan perdagangan sebagai bagian dari perluasan mitra dagang Indonesia. Begitu pula dengan upaya memperkuat kerja sama ekonomi melalui OECD,” jelasnya.

    Ace mengingatkan kebijakan tarif impor Trump akan berdampak pada ketahanan ekonomi nasional. Fenomena ini juga mencerminkan ketidakpastian global yang memengaruhi banyak negara, terutama yang memiliki hubungan dagang dengan AS.

    “Pemerintah dan otoritas keuangan harus terus mewaspadai dampak kebijakan Presiden Trump terhadap kondisi moneter dan fiskal Indonesia,” tegasnya.

    Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump mengumumkan penerapan tarif dasar 10% untuk semua produk impor ke AS. Selain itu, tarif lebih tinggi akan diberlakukan bagi sejumlah negara mitra dagang. Beberapa negara yang diterapkan tarif impor lebih tinggi dari 10%, antara lain China (34%), Uni Eropa (20%), Indonesia (32%), dan Vietnam (46%, tarif tertinggi).

  • Vietnam Desak AS Tunda Tarif Impor, Tempuh Jalur Diplomasi

    Vietnam Desak AS Tunda Tarif Impor, Tempuh Jalur Diplomasi

    Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah Vietnam meminta Amerika Serikat menangguhkan rencana pengenaan tarif sebesar 46% terhadap produk-produk impor asal Vietnam dan membuka ruang untuk negosiasi lebih lanjut.

    Melansir Bloomberg, Jumat (4/4/2025), Kementerian Perdagangan Vietnam menyampaikan nota diplomatik segera setelah Presiden AS Donald Trump mengumumkan tarif impor minimum 10% terhadap seluruh negara pengekspor ke AS, serta tarif tambahan terhadap sekitar 60 negara. Vietnam termasuk yang terkena tarif tertinggi dalam kebijakan baru ini.

    Kementerian Perdagangan juga mendorong agar Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nguyen Hong Dien segera melakukan pembicaraan langsung melalui sambungan telepon dengan Perwakilan Dagang AS Jamieson Greer, sebagaimana tercantum dalam pernyataan resmi di laman pemerintah.

    Dalam dokumen tersebut, Kepala Departemen Pengembangan Pasar Luar Negeri Ta Hoang Linh mengatakan masih ada ruang untuk diskusi dan negosiasi. Ia menegaskan bahwa barang-barang Vietnam yang diekspor ke AS bersaing dengan produk dari negara lain, bukan langsung dengan produk domestik AS.

    Untuk memperkuat upaya diplomasi, Vietnam juga berencana mengirim delegasi tambahan akhir pekan ini ke Washington, dipimpin Wakil Perdana Menteri Ho Duc Phoc.

    “Vietnam menyesalkan keputusan pemerintah AS dalam mengenakan tarif balasan terhadap ekspor Vietnam,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri, Pham Thu Hang.

    Perdana Menteri Pham Minh Chinh sebelumnya menyatakan bahwa kebijakan tarif tersebut tidak sejalan dengan hubungan baik kedua negara, dan telah menginstruksikan pembentukan satuan tugas khusus untuk merespons dengan cepat dinamika terbaru.

    Langkah tarif ini berisiko mengganggu ambisi Vietnam untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi minimal 8% tahun ini, apalagi AS merupakan pasar ekspor terbesar bagi negara tersebut. Namun Chinh menegaskan bahwa target pertumbuhan tetap belum diubah.

    Laporan terbaru Kantor Perwakilan Dagang AS menyebut bahwa rata-rata tarif impor Vietnam mecapai 9,4%. Kementerian Keuangan Vietnam menambahkan bahwa sebagian besar produk AS yang masuk ke Vietnam dikenai tarif lebih rendah dari 15%, jauh di bawah kalkulasi 46% yang diumumkan.

    Direktur Eksekutif Kamar Dagang Amerika Adam Sitkoff meyakini dialog dan negosiasi antara AS dan Vietnam akan terus berlanjut hingga mencapai kesepakatan.

    “Kalau negara-negara bisa menemukan cara untuk mencapai kesepakatan dengan Presiden Trump, maka kebijakan bisa saja berubah,” tutupnya.

  • 4 Saran Pengusaha ke Prabowo buat Hadapi Perang Dagang Trump

    4 Saran Pengusaha ke Prabowo buat Hadapi Perang Dagang Trump

    Jakarta

    Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Shinta Kamdani merespons kebijakan tarif resiprokal yang diterapkan oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Menurutnya sejak wacana kebijakan tarif itu beredar, dunia usaha terus memantau dinamika kebijakan perdagangan AS.

    Shinta menyebut penting untuk dipahami bahwa penerapan tarif tinggi oleh AS merupakan tantangan global yang tidak hanya berdampak pada Indonesia, tetapi juga bagi seluruh negara yang memiliki surplus perdagangan dengan AS. Trump sendiri mengenakan tarif impor 32% terhadap Indonesia.

    “Kebijakan ini tentu menimbulkan kekhawatiran di kalangan dunia usaha maupun masyarakat luas, karena berpotensi membawa dampak signifikan terhadap stabilitas arus perdagangan internasional,” ujar Shinta saat dihubungi detikcom, Kamis (3/4/2025).

    Menyikapi kebijakan tarif timbal balik (reciprocal tariff) dari Pemerintah AS, Shinta memandang isu ini perlu ditangani secara terkoordinasi dan kolektif antara semua pemangku kepentingan, baik itu Pemerintah Indonesia maupun pelaku usaha.

    “Saat ini, kami terus berkoordinasi dengan pemerintah, baik di dalam negeri maupun melalui perwakilan di AS, serta menjalin komunikasi dengan pemangku kepentingan, mitra usaha, hingga perwakilan pemerintah AS untuk merumuskan langkah-langkah strategis bagi eksportir Indonesia yang terdampak,” tutur Shinta.

    Ada 4 kebijakan yang diusulkan APINDO kepada Pemerintah:1. Mendorong Kesepakatan Bilateral dengan AS

    Hal ini untuk memastikan Indonesia mendapatkan akses pasar terbaik atau paling kompetitif dan saling menguntungkan (win-win). Secara khusus, APINDO meyakini bahwa penciptaan integrasi rantai pasok antara industri Indonesia dan industri di AS perlu dilakukan.

    “Sehingga ekspor Indonesia akan dipandang sebagai upaya memperkuat daya saing industri AS, bukan sebagai ancaman. Inisiatif ini tengah kami dorong bersama pemerintah Indonesia, dan kami berharap dapat disambut dengan baik oleh Pemerintah AS,” tuturnya.

    Selain itu Shinta mendorong pendekatan tematik seperti kerja sama di sektor energi, critical minerals, dan farmasi, tanpa harus langsung masuk ke negosiasi FTA yang kompleks.

    2. Mengevaluasi Penerapan Prinsip Resiprokal Menyeluruh

    Upaya itu termasuk dengan memperhatikan tarif dan hambatan non-tarif atas produk impor dari AS ke Indonesia. Shinta menyebut hal itu guna menciptakan keseimbangan dan keadilan dalam hubungan dagang kedua negara.

    3. Menstimulasi Diversifikasi Pasar Tujuan Ekspor Indonesia

    Diversifikasi pasar bertujuan agar kinerja ekspor nasional dapat lebih optimal dan stabil meskipun menghadapi hambatan di pasar tertentu, seperti kebijakan AS yang restriktif ini. Negara-negara di ASEAN, Timur Tengah, Amerika Latin dan Afrika memiliki potensi besar sebagai pasar pengganti AS.

    “Kami juga mendorong pemerintah untuk memanfaatkan secara maksimal perjanjian dagang yang telah ada (FTA/CEPA), serta mempercepat penyelesaian perjanjian yang masih dalam proses negosiasi, seperti Indonesia-EU CEPA (IEU-CEPA),” sebut Shinta.

    4. Dukungan Revitalisasi Industri Padat Karya

    Shinta menyatakan, pemerintah perlu mendukung revitalisasi industri padat karya serta melakukan deregulasi, guna meningkatkan daya saing produk Indonesia di pasar ekspor. Kenaikan tarif AS ini tentu akan berdampak pada struktur biaya produksi dan daya saing industri dalam negeri.

    “Terutama kebijakan ini akan berdampak langsung pada daya saing produk ekspor nasional, terutama sektor-sektor yang selama ini bergantung pada pasar AS, seperti tekstil, alas kaki, furniture, elektronik, batubara, olahan nikel, dan produk agribisnis,” imbuhnya.

    Reformasi kebijakan yang adaptif dan berpihak pada industri perlu terus diperkuat agar produk Indonesia tetap kompetitif secara global. Dunia usaha berharap agar kolaborasi dengan pemerintah terus diperkuat untuk menjaga stabilitas iklim usaha nasional di tengah dinamika global.

    Ketahanan ekonomi hanya dapat terjaga jika respons terhadap tantangan eksternal dibangun secara kolektif, terukur, dan berbasis dialog erat antara pemerintah dan pelaku usaha.

    “Sebagai representasi dunia usaha, dan seperti yang konsisten kami berikan kepada anggota kami, APINDO menyediakan platform untuk diskusi dan sharing best practices, dukungan advokasi, serta pendampingan agar pelaku usaha mampu menyusun strategi respons yang sesuai dengan kondisi yang dibutuhkan terhadap kebijakan ini,” tutupnya.

    (ily/rrd)