Topik: produk impor

  • China Larang Ekspor Daging Unggas dan Sorgum dari Perusahaan AS

    China Larang Ekspor Daging Unggas dan Sorgum dari Perusahaan AS

    Jakarta, Beritasatu.com – Badan Umum Kepabeanan China (GAC) mengumumkan penghentian sementara impor daging unggas dari sejumlah perusahaan Amerika Serikat (AS) serta pencabutan izin ekspor beberapa perusahaan untuk memasok produk tertentu ke China.

    Melansir Xinhua, Sabtu (5/4/2025), sejak Jumat (4/4/2025), perusahaan C&D (USA) Inc tidak lagi diizinkan mengekspor sorgum ke China. Selain itu, tiga perusahaan lainnya, yakni American Proteins, Inc, Mountaire Farms of Delaware, Inc, dan Darling Ingredients Inc, juga kehilangan hak ekspor mereka untuk produk tepung daging dan tulang unggas.

    Keputusan ini diambil setelah pihak bea cukai China menemukan cemaran berbahaya pada produk impor dari AS, seperti kadar zearalenone dan jamur yang tinggi pada sorgum serta salmonella pada daging unggas dan tepung tulang.

    GAC menegaskan bahwa, langkah China larang ekspor dari perusahaan AS ini dilakukan demi menjaga kesehatan masyarakat dan melindungi industri peternakan domestik.

    Dalam pengumuman terpisah, GAC juga menghentikan sementara impor daging unggas dari dua perusahaan AS lainnya, yaitu Mountaire Farms of Delaware, Inc dan Coastal Processing, LLC, karena ditemukan kandungan furacillin, obat terlarang dalam produk pangan.

    Menurut salah satu pejabat GAC, tindakan China larang ekspor komoditas dari perusahaan AS merupakan bagian dari upaya pencegahan risiko keamanan pangan, yang sepenuhnya sesuai dengan hukum domestik dan standar internasional yang berlaku.

  • Dampak Kebijakan Trump, Ekspor Peralatan Listrik RI ke AS akan Tertekan, Pasar Domestik Terancam – Halaman all

    Dampak Kebijakan Trump, Ekspor Peralatan Listrik RI ke AS akan Tertekan, Pasar Domestik Terancam – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ekspor peralatan listrik dari Indonesia ke Amerika Serikat (AS) berpotensi tertekan imbas kebijakan tarif impor timbal balik atau ‘Reciprocal Tarrifs’ dari Amerika Serikat (AS) ke Indonesia.

    Presiden AS Donald Trump memberlakukan tarif timbal balik, yaitu bea masuk tambahan sebesar 10 persen yang akan berlaku mulai 5 April 2025.

    Kemudian, ada tarif tambahan spesifik per negara yang akan berlaku mulai 9 April 2025. Indonesia dikenakan tarif sebesar 32 persen.

    Ketua Umum Asosiasi Produsen Peralatan Listrik Indonesia (APPI) Yohanes P. Widjaja meminta pemerintah untuk segera bernegosiasi dengan AS terkait tarif impor produk kelistrikan.

    Penerapan tarif impor oleh AS beberapa hari lalu dinilai akan berdampak negatif terhadap potensi ekspor bagi produk kelistrikan dari Indonesia.

    Menurut Yohanes, beberapa tahun terakhir Indonesia mendapat kesempatan ekspor ke AS serta beberapa negara lainnya untuk produk peralatan listrik.

    Produk itu antara lain Transformator Tenaga, Transformator Distribusi, Panel Listrik Tegangan Menengah, Panel Listrik Tegangan Rendah, dan Meter Listrik (kWh Meter).

    “Produk peralatan listrik dari Indonesia secara kualitas sudah mampu untuk bersaing di pasar International dan kami membutuhkan kehadiran pemerintah untuk mempertahankan industri lokal,” kata Yohanes dalam keterangan tertulis, Sabtu (5/4/2025).

    Dampak Negatif Lain   

    Dampak negatif lainnya, kata Yohanes, adalah potensi pasar Indonesia dibanjiri produk dari negara yang juga terkena tarif impor dari Amerika Serikat.

    Produk-produk itu ditengarai masuk ke Indonesia dengan cara dumping.

    Yohanes memandang hal itu dapat membawa dampak yang luar biasa besar di dalam negeri seperti yang dialami produk tekstil.

    Industri lokal disebut dapat tumbang dan Indonesia akhirnya kehilangan kesempatan menjadi negera manufaktur.

    Saat ini kondisinya adalah produk-produk dari Asia Tenggara, China, dan India dikenakan bea masuk 0 persen. 

    Sementara itu, negara-negara tersebut sudah mampu untuk menghasilkan produk peralatan listrik mereka sendiri.

    Mereka juga tidak mengandalkan bahan baku impor. Contohnya China, mereka sudah memiliki bahan baku yang melimpah, sehingga kecepatan dan daya saing mereka lebih unggul.

    Dengan mereka terkena tarif impor terbaru AS, Indonesia berpotensi menjadi tujuan mereka karena memiliki pasar yang besar.

    Jika kelak produk impor dari negara-negara tersebut tidak dibendung, lama kelamaan dapat membuat goyah produsen dalam negeri untuk beralih menjadi importir atau bahkan seluruhnya.

    Bila produsen dalam negeri akhirnya pada beralih menjadi importir, itu dapat mengakibatkan meningkatnya pengangguran.

    “APPI berharap pemerintah untuk mulai memikirkan dan merumuskan bagaimana untuk mengendalikan perdagangan di sektor swasta agar industri kelistrikan dalam negeri dapat tetap hidup,” ujar Yohanes.

    Kebijakan TKDN Dipertahankan

    Yohanes meminta agar kebijakan TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri) tetap dipertahankan dan tidak dilonggarkan guna merespon kebijakan kenaikan BMI (Bea Masuk Impor) AS.

    Kebijakan TKDN dinilai terbukti ampuh meningkatkan permintaan produk manufaktur
    dalam negeri terutama dari belanja pemerintah.

    “Kebijakan TKDN juga telah memberi jaminan kepastian investasi dan juga menarik investasi baru ke Indonesia,” ucap Yohanes.

    Ia mengatakan, banyak tenaga kerja Indonesia bekerja pada industri yang produknya dibeli setiap tahun oleh pemerintah karena kebijakan TKDN ini.

    Pelonggaran kebijakan TKDN disebut malah akan berakibat hilangnya lapangan kerja dan berkurangnya jaminan investasi di Indonesia.

    Penerapan TKDN untuk proyek proyek yang bersumber dana APBN yang saat ini diterapkan oleh pemerintah dinilai sudah tepat guna melindungi produsen dalam negeri.

    “Hal tersebut juga diberlakukan di negera-negara lain di dunia,” kata Yohanes.

    Apabila Kebijakan TKDN RI dianggap sebagai salah satu penyebab terbitnya kebijakan BMI AS ini, Yohanes menyebut perlu adanya pembicaraan secara bilateral antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Amerika Serikat.

    Pembicaraan perlu meliputi produk apa
    yang diinginkan oleh Amerika Serikat untuk tidak dikenakan kebijakan TKDN ini.

    Yohanes pun mendorong agar Pemerintah Indonesia merespon perang tarif dengan tarif
    juga.

    “Jangan isu perang tarif digeser pada isu NTM (Non Tariff Measure) atau NTB (Non Tariff Barrier). Kalau perlu, pemerintah Indonesia beri tarif masuk nol persen pada produk manufaktur kelistrikan AS,” ujarnya.

  • Buruh Apresiasi Sufmi Dasco Soal Indonesia Jangan Jadi Tempat Pembuangan Produk Negara Lain – Halaman all

    Buruh Apresiasi Sufmi Dasco Soal Indonesia Jangan Jadi Tempat Pembuangan Produk Negara Lain – Halaman all

    Indonesia jangan sampai menjadi sasaran ‘tempat pembuangan’ produk negara lain yang tidak bisa dipasarkan di Amerika Serikat (AS).

    Tayang: Sabtu, 5 April 2025 00:48 WIB

    HO

    AWAS PRODUK BUANGAN – Ketua Umum KSPSI Jumhur Hidayat meminta Indonesia jangan sampai menjadi sasaran ‘tempat pembuangan’ produk negara lain yang tidak bisa dipasarkan di Amerika Serikat (AS). 

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA-  Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengatakan, Indonesia jangan sampai menjadi sasaran ‘tempat pembuangan’ produk negara lain yang tidak bisa dipasarkan di Amerika Serikat (AS).

    Hal itu imbas dari tarif timbal balik yang berlaku bagi lebih dari 180 negara dan wilayah berdasarkan kebijakan perdagangan baru yang luas.

    Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPSI) Jumhur Hidayat sepakat terkait bahwa ada potensi negara-negara yang produknya tidak laku di Amerika Serikat akan dialihkan ke pasar Indonesia.

    “Saya rasa ini pernyataan yang genuine dan cerdas karena kita memang harus dan wajib melindungi produk dalam negeri kita”, ujar Jumhur dalam keterangannya, Jumat (4/4/2025).

    Karena itu Jumhur mendukung penuh gagasan Sufmi Dasco agar semua aparatur negara baik eksekutif, legislatif, yudikatif dan swasta saling bahu membahu menjaga kepentingan nasional.

    “Kaum buruh pun siap berdiri di garis depan bersama-sama menjaga kepentingan nasional dalam hal ini kepentingan industri nasional karena bila gagal menjaga ini, kaum buruh lah yang paling pertama terdampak,” pungkas Jumhur.

    Diketahui,  Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menetapkan tarif timbal balik yang berlaku bagi lebih dari 180 negara dan wilayah berdasarkan kebijakan perdagangan baru yang luas.

    AS memberlakukan tarif dasar 10 persen untuk semua produk impor ke Amerika Serikat serta bea masuk yang lebih tinggi untuk belasan mitra dagang terbesar negara tersebut. 

    Vietnam terkena tarif timbal balik resiprokal tertinggi 46 persen, sementara Indonesia terkena tarif 32 persen.

     

    “);
    $(“#latestul”).append(“”);
    $(“.loading”).show();
    var newlast = getLast;
    $.getJSON(“https://api.tribunnews.com/ajax/latest_section/?callback=?”, {start: newlast,section:’4′,img:’thumb2′}, function(data) {
    $.each(data.posts, function(key, val) {
    if(val.title){
    newlast = newlast + 1;
    if(val.video) {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = ” “;
    }
    else
    {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = “”;
    }
    if(val.thumb) {
    var img = “”+vthumb+””;
    var milatest = “mr140”;
    }
    else {
    var img = “”;
    var milatest = “”;
    }
    if(val.subtitle) subtitle = “”+val.subtitle+””;
    else subtitle=””;
    if(val.c_url) cat = “”+val.c_title+””;
    else cat=””;

    $(“#latestul”).append(“”+img+””);
    }
    else{
    $(“#latestul”).append(‘Tampilkan lainnya’);
    $(“#test3”).val(“Done”);
    return false;
    }
    });
    $(“.loading”).remove();
    });
    }
    else if (getLast > 150) {
    if ($(“#ltldmr”).length == 0){
    $(“#latestul”).append(‘Tampilkan lainnya’);
    }
    }
    }
    });
    });

    function loadmore(){
    if ($(“#ltldmr”).length > 0) $(“#ltldmr”).remove();
    var getLast = parseInt($(“#latestul > li:last-child”).attr(“data-sort”));
    $(“#latestul”).append(“”);
    $(“.loading”).show();
    var newlast = getLast ;
    if($(“#test3”).val() == ‘Done’){
    newlast=0;
    $.getJSON(“https://api.tribunnews.com/ajax/latest”, function(data) {
    $.each(data.posts, function(key, val) {
    if(val.title){
    newlast = newlast + 1;
    if(val.video) {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = ” “;
    }
    else
    {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = “”;
    }
    if(val.thumb) {
    var img = “”+vthumb+””;
    var milatest = “mr140”;
    }
    else {
    var img = “”;
    var milatest = “”;
    }
    if(val.subtitle) subtitle = “”+val.subtitle+””;
    else subtitle=””;
    if(val.c_url) cat = “”+val.c_title+””;
    else cat=””;
    $(“#latestul”).append(“”+img+””);
    }else{
    return false;
    }
    });
    $(“.loading”).remove();
    });
    }
    else{
    $.getJSON(“https://api.tribunnews.com/ajax/latest_section/?callback=?”, {start: newlast,section:sectionid,img:’thumb2′,total:’40’}, function(data) {
    $.each(data.posts, function(key, val) {
    if(val.title){
    newlast = newlast+1;
    if(val.video) {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = ” “;
    }
    else
    {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = “”;
    }
    if(val.thumb) {
    var img = “”+vthumb+””;
    var milatest = “mr140”;
    }
    else {
    var img = “”;
    var milatest = “”;
    }
    if(val.subtitle) subtitle = “”+val.subtitle+””;
    else subtitle=””;

    $(“#latestul”).append(“”+img+””);
    }else{
    return false;
    }
    });
    $(“.loading”).remove();
    });
    }
    }

    Berita Terkini

  • Respons Kebijakan Tarif Impor Trump, Hipmi Berikan Rekomendasi Ini ke Pemerintah – Halaman all

    Respons Kebijakan Tarif Impor Trump, Hipmi Berikan Rekomendasi Ini ke Pemerintah – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) meminta pemerintah tidak tinggal diam merespons kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. 

    AS memberlakukan tarif dasar 10 persen untuk semua produk impor ke Amerika Serikat serta bea masuk yang lebih tinggi untuk belasan mitra dagang terbesar negara tersebut. 

    Vietnam terkena tarif timbal balik resiprokal tertinggi 46 persen, sementara Indonesia terkena tarif 32 persen.

    Ketua Umum BPP Hipmi Akbar Himawan Buchari mengatakan, dunia tengah mengecam kebijakan Trump. Seharusnya, pemerintah Indonesia melakukan hal serupa, meski caranya berbeda.

    “Pemerintah perlu segera mengambil langkah yang tepat untuk merespons kebijakan baru Trump agar tidak menimbulkan kekhawatiran, baik di kalangan dunia usaha maupun masyarakat luas,” ujarnya Akbar dalam keterangannya, Jumat (4/4/2025).

    Ia memiliki sejumlah rekomendasi untuk pemerintah dalam merespons kebijakan tarif timbal balik Trump. 

    Pertama, mendorong kesepakatan bilateral dengan AS. Tujuannya, untuk memastikan Indonesia bisa memperoleh akses pasar terbaik dan paling kompetitif.

    Kedua, meminta pemerintah untuk mempertimbangkan revisi biaya impor AS ke Indonesia. 

    Menurut Akbar, hal ini penting dilakukan. Mengingat, sempat menjadi sorotan Trump, karena Indonesia membebankan traffic charge untuk komoditas impor dari AS 64 persen.

    Ketiga, pemerintah harus lebih gencar menstimulasi diversifikasi pasar tujuan ekspor. Dengan upaya ini, kegiatan ekspor bisa tetap berjalan, dan menjadi salah satu penopang pertumbuhan ekonomi nasional. 

    “Apabila hal itu berjalan mulus, maka kinerja ekspor nasional lebih maksimal dan lebih stabil. Sekalipun terdapat kebijakan yang lebih restriktif terhadap ekspor Indonesia di AS,” urai Akbar.

    Keempat, pemerintah perlu mendukung revitalisasi industri padat karya. Selain juga melakukan deregulasi agar produk-produk Indonesia lebih kompetitif dan dapat lebih bersaing di pasar ekspor. 

    Akbar menyambut baik rencana Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto yang akan mengirimkan delegasi tingkat tinggi ke Washington DC. Harapannya, pertemuan itu berbuah manis bagi dunia usaha Indonesia.

    “Jika keempat rekomendasi itu dilakukan Pemerintah dan berhasil, saya rasa kinerja ekspor kita akan baik-baik saja. Sekarang tinggal bagaimana lobi-lobi yang dilakukan pemerintah,” pungkasnya.

  • Tarif Impor Trump 32% Ancam Ekonomi Indonesia, Apa yang Harus Dilakukan?

    Tarif Impor Trump 32% Ancam Ekonomi Indonesia, Apa yang Harus Dilakukan?

    Jakarta: Indonesia menghadapi tantangan besar setelah Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, menerapkan kebijakan tarif impor sebesar 32 persen. 
     
    Keputusan ini bukan sekadar kebijakan perdagangan biasa, melainkan pukulan telak yang bisa mengguncang industri dalam negeri. 
     
    Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi Partai NasDem, Rachmat Gobel menegaskan pemerintah harus segera mengambil langkah konkret untuk menyelamatkan ekonomi Indonesia sebelum terlambat.

    “Hanya ada satu kalimat, mari kita jaga dan kita selamatkan Indonesia dari bahaya di depan mata kita,” ujar Gobel dalam keterangan tertulis dikutip Jumat, 4 April 2025.
     

    Gelombang PHK mengancam, rupiah terus melemah
    Kondisi industri dalam negeri sebenarnya sudah mengalami masa sulit jauh sebelum kebijakan ini diberlakukan. Deindustrialisasi perlahan menggerus sektor manufaktur, membuat banyak pabrik tutup dan menyebabkan gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK). 
    Kini, dengan tarif impor yang semakin tinggi, peluang ekspor produk Indonesia ke pasar Amerika Serikat semakin menyempit.
     
    “Dengan demikian, pengangguran bisa semakin meningkat. Pada sisi lain juga ada kecenderung nilai rupiah terus melemah terhadap sejumlah mata uang asing,” ungkap dia. 
     

    Gobel menyebutkan bahwa dampaknya bisa sangat luas. Jika ekspor Indonesia ke AS menurun drastis, maka banyak sektor industri yang akan kehilangan pasar, produksi akan melambat, dan pada akhirnya angka pengangguran pun meningkat. 
     
    Di sisi lain, nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing terus menunjukkan tren melemah. Semua ini berpotensi menjadi kombinasi yang mematikan bagi perekonomian nasional.
    Saran untuk pemerintah hadapi tarif Trump
    Dia pun memberikan sejumlah saran menghadapi kebijakan Trump tersebut. Pertama, berikan kemudahan dan deregulasi perizinan bagi yang akan berinvestasi di Indonesia. Kedua, berikan insentif pajak dan tarif bagi dunia usaha. 
     
    Ketiga, jaga pintu-pintu masuk Indonesia dari barang selundupan. Keempat, melarang secara permanen impor tekstil dan produk tekstil bermotif kain tradisional Indonesia seperti batik, tenun, maupun sulam. 
     
    Kelima, melarang secara permanen impor pakaian bekas. Keenam, pemerintah membantu mencarikan pasar ekspor baru bagi industri Indonesia.
     

    Ketujuh, pemerintah harus melakukan perundingan dengan pemerintah Amerika Serikat untuk menurunkan tarif. Kedelapan, lindungi dan jaga pasar dalam negeri dari serbuan produk impor.
     
    Pada sisi lain, kata dia, kebijakan Trump tersebut akan membuat semua negara berlomba-lomba memberikan insentif bagi eksportir untuk mencari pasar baru, salah satunya Indonesia. Legislator asal Gorontalo itu menegaskan hal itu harus dicegah.
     
    “Barang-barang dari Tiongkok  dan Vietnam bisa banjir ke Indonesia. Ini yang harus dicegah. Kita harus melindungi pasar dalam negeri dari serbuan impor, salah satunya melalui penegakan aturan TKDN,” tutur dia. 
    Penguatan kondisi sosial
    Gobel mengingatkan pemerintah tentang pentingnya menjaga kondisi sosial. Penguatan solidaritas dan kepedulian sosial harus dilakukan. 
     
    “Mari kita sama-sama menjaga Indonesia. Jadikan momen ini sebagai kebangkitan. Tantangan dan ancaman kita ubah menjadi peluang untuk membangun spirit kebersamaan, cinta Tanah Air, dan perilaku bersih dari korupsi dan nepotisme,” ujar Dia.
     
    Sebelumnya, Presiden Trump mengenakan tarif baru ke sejumlah negara yang memiliki surplus ekspor ke Amerika Serikat dengan mengenakan  tarif hingga 32 persen. 
     
    Hal itu pasti berdampak besar bagi ekonomi Indonesia. Neraca perdagangan Indonesia dengan Amerika Serikat disebut Trump memberikan surplus bagi Indonesia, pada 2024 sebesar USD18 miliar.

     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (ANN)

  • Pengusaha Tekstil RI Minta Pemerintah Buka Impor Kapas AS

    Pengusaha Tekstil RI Minta Pemerintah Buka Impor Kapas AS

    Jakarta, CNBC Indonesia – Di tengah ancaman kebijakan tarif balasan (reciprocal tariff) dari Amerika Serikat (AS), pengusaha tekstil dan produk tekstil (TPT) Indonesia justru mendorong pemerintah untuk membuka lebih banyak impor kapas dari Negeri Paman Sam. Hal ini dinilai sebagai strategi untuk mempertahankan pasar ekspor ke AS sekaligus memperkuat industri TPT nasional dari hulu ke hilir.

    Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) bersama Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) menyatakan, meski kebijakan tarif baru AS bisa menjadi hambatan, masih ada celah agar ekspor produk tekstil Indonesia tetap bisa menembus pasar AS dengan tarif rendah.

    “Ekspor ke AS masih tetap bisa dilakukan dengan tarif rendah, asalkan produk kita mengandung minimal 20% bahan baku dari AS,” tulis keterangan tertulis API dan APSyFI yang diterima CNBC Indonesia, dikutip Jumat (4/4/2025).

    Karena AS tidak memproduksi benang dan kain, maka bahan baku yang paling mungkin diambil dari sana adalah kapas. Oleh karena itu, API dan APSyFI mendorong agar pemerintah membuka keran impor kapas AS yang bisa dipadukan dengan serat polyester dan rayon produksi dalam negeri.

    “Jika dipintal dan ditenun atau dirajut di dalam negeri, kombinasi bahan ini bisa memperkuat kinerja industri TPT secara menyeluruh. Ini juga akan menekan laju impor produk jadi seperti benang, kain, dan garmen,” tambahnya.

    Saat ini, katanya, kondisi industri tekstil nasional masih belum ideal. Dalam situasi normal, Indonesia sebenarnya sudah mengimpor kapas dari AS senilai US$ 600 juta per tahun. Namun ironisnya, Indonesia justru membanjiri pasarnya dengan impor produk jadi dari China seperti benang, kain, dan garmen hingga mencapai US$ 6,5 miliar.

    “Produk-produk impor dari China ini masuk dan bersaing tidak sehat, sehingga mematikan industri dalam negeri. Akibatnya, utilisasi mesin produksi kita hanya sekitar 45%,” tulis mereka.

    Situasi paling mencolok terjadi di industri pemintalan, yang saat ini hanya mengoperasikan 4 juta dari total kapasitas terpasang sebesar 12 juta mata pintal.

    Untuk itu, API dan APSyFI mendesak pemerintah agar segera melakukan negosiasi dagang timbal balik (reciprocal) dengan AS. Mereka berharap, sebagai bagian dari kesepakatan dagang, Indonesia bisa mengimpor lebih banyak kapas dari AS sebagai trade-off, dan bukan justru terus mengimpor produk jadi dari negara lain yang merusak pasar dalam negeri.

    “Kami berharap pemerintah bisa mendorong impor bahan baku yang tidak bisa kita produksi, bukan produk jadi. Ini akan menyelamatkan industri tekstil nasional sekaligus menciptakan lapangan kerja,” tegas mereka.

    (hsy/hsy)

  • Indonesia Hadapi Tarif Trump, Begini 4 Tuntutan Pengusaha Tekstil

    Indonesia Hadapi Tarif Trump, Begini 4 Tuntutan Pengusaha Tekstil

    Jakarta, CNBC Indonesia – Kebijakan tarif timbal balik (reciprocal tariff) yang digulirkan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mulai mengundang kekhawatiran industri tekstil dan produk tekstil (TPT) Indonesia. Dua asosiasi besar di sektor ini, yakni Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) dan Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI), menyampaikan empat tuntutan kepada pemerintah demi melindungi industri dalam negeri dari dampak kebijakan tersebut.

    Menurut pernyataan resmi kedua asosiasi, kebijakan tarif dari AS ini akan mengubah peta perdagangan TPT dunia secara signifikan. Negara-negara produsen seperti China, India, Vietnam, Bangladesh, Myanmar, dan Kamboja diperkirakan akan mencari pasar baru, dan Indonesia berisiko besar menjadi target banjir produk impor murah.

    Oleh karenanya, API dan APSyFI meminta pemerintah segera mengeluarkan kebijakan untuk melindungi pasar dalam negeri dari serbuan produk impor. Selain itu, mereka juga meminta agar kebijakan Persetujuan Teknis dalam pengaturan impor tetap diberlakukan, termasuk kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN).

    “Ekspor ke AS tidak ada kaitannya dengan aturan impor dan TKDN yang saat ini berlaku. Jadi jangan sampai ada pengenduran aturan dalam negeri hanya karena tekanan dari luar,” tegas mereka dalam keterangan tertulisnya, dikutip Jumat (4/4/2025).

    Mereka juga menyoroti pentingnya pemerintah merespons perang tarif dengan kebijakan tarif serupa, bukan dengan bergeser ke isu non-tarif seperti Non-Tariff Measures (NTM) atau Non-Tariff Barriers (NTB). Di sisi lain, menjaga keberlangsungan industri padat karya juga menjadi sorotan.

    “Mempertahankan industri tekstil padat karya ini penting untuk penyerapan tenaga kerja dan menjaga daya beli masyarakat,” tulisnya.

    Gunakan Kapas AS, Bukan Produk Jadinya

    Sementara itu, API dan APSyFI menilai peluang tetap terbuka bagi Indonesia untuk mengekspor ke AS dengan tarif rendah, asal memenuhi syarat menggunakan setidaknya 20% bahan baku dari AS. Karena AS tidak memproduksi benang atau kain, API dan APSyFI menyarankan agar industri tekstil dalam negeri menggunakan kapas asal AS, yang bisa dipadukan dengan serat polyester dan rayon produksi lokal.

    “Ini akan memperkuat industri TPT dari hulu ke hilir dan sekaligus mengurangi ketergantungan pada produk jadi impor,” jelas mereka.

    Kendati demikian, data menunjukkan, dalam kondisi normal, industri TPT Indonesia membeli kapas dari AS senilai US$ 600 juta. Namun ironisnya, Indonesia justru mengimpor benang, kain, dan pakaian jadi dari China hingga mencapai US$ 6,5 miliar per tahun.

    “Impor dari China ini telah membunuh industri tekstil dalam negeri. Akibatnya, tingkat pemanfaatan mesin produksi kita hanya 45%,” ungkap mereka.

    Untuk industri pemintalan saja, dari total kapasitas 12 juta mata pintal, hanya 4 juta yang digunakan saat ini. Karena itu, mereka mendorong adanya negosiasi dagang yang lebih adil dengan AS.

    “Kami berharap pemerintah mendorong kerja sama dagang agar kita bisa mengimpor lebih banyak kapas dari AS sebagai trade-off, bukan justru membanjiri pasar dengan produk jadi yang mematikan industri lokal,” tambahnya.

    Tertibkan SKA, Hentikan Transshipment

    Tuntutan terakhir dari API dan APSyFI menyasar pada tata kelola ekspor-impor yang dinilai masih lemah, khususnya terkait penerbitan Surat Keterangan Asal (SKA) atau Certificate of Origin (COO). Selama tiga tahun terakhir, diduga terjadi praktik transshipment, yakni produk asal China diekspor ke AS dengan SKA Indonesia.

    “Contohnya, lonjakan ekspor benang tekstur filament polyester dari Indonesia ke AS yang tidak wajar. Ini dilakukan oleh trader, bukan produsen. Tapi imbasnya, semua produsen Indonesia kena Bea Masuk Anti Dumping dari AS,” tegas mereka.

    Untuk itu, mereka meminta pemerintah menertibkan penerbitan SKA agar hanya berlaku untuk barang-barang yang benar-benar diproduksi di Indonesia.

    “SKA tidak boleh dipakai untuk melegalkan transshipment. Ini merugikan industri kita sendiri,” pungkasnya.

    (hsy/hsy)

  • Hadapi Tarif Impor Trump, Diversifikasi Pasar Ekspor Jadi Keharusan

    Hadapi Tarif Impor Trump, Diversifikasi Pasar Ekspor Jadi Keharusan

    Jakarta, Beritasatu.com – Pemerintah Indonesia perlu segera mengambil langkah strategis menyikapi kebijakan tarif impor sebesar 32% yang diterapkan Amerika Serikat (AS) terhadap produk asal Indonesia.

    Pakar hukum bisnis dan perdagangan internasional sekaligus Wakil Ketua Komite Tetap Kadin Indonesia Ariawan Gunadi menegaskan, diversifikasi pasar menjadi langkah krusial agar Indonesia tidak terlalu bergantung pada AS sebagai mitra dagang utama.

    “Pemerintah harus memperluas ekspor ke kawasan yang tidak terlalu rentan dengan kebijakan proteksionisme dan juga lebih stabil, seperti Eropa, Afrika, Timur Tengah, dan Amerika Latin,” ujar Ariawan dalam keterangan resminya, Jumat (4/4/2025).

    Menurutnya, optimalisasi perjanjian perdagangan bebas atau free trade agreement (FTA) juga harus diperkuat agar produk Indonesia mendapatkan akses pasar yang lebih luas dan lebih kompetitif di kancah global.

    Selain ekspansi pasar, strategi diplomasi ekonomi yang lebih taktis juga sangat penting. Ariawan menyoroti pentingnya menjaga keseimbangan dalam peta perdagangan internasional, terutama di tengah konflik dagang antara AS dan Tiongkok.

    Menurutnya, Indonesia harus cermat dalam menavigasi kepentingan ekonomi global agar tidak terjebak dalam tarik-ulur kepentingan dua kekuatan besar ini. Bermain fleksibel di antara blok Barat dan Timur akan menjadi kunci agar kita tetap eksis dalam rantai perdagangan global.

    Selain itu, instrumen hukum perdagangan internasional juga harus segera diaktifkan dalam upaya melindungi industri dalam negeri dari dampak negatif kebijakan tersebut.

    Ariawan menekankan, pemerintah bisa mengaktifkan sejumlah instrumen hukum perdagangan internasional, seperti safeguard measures untuk meredam dampak lonjakan impor.

    Selain itu, penerapan countervailing duties (CVD) dapat menjadi langkah strategis untuk melawan praktik subsidi yang diberikan negara lain kepada produsennya, sehingga persaingan pasar tetap adil. Instrumen lain yang bisa dioptimalkan adalah anti-subsidy measures, yang berfungsi melindungi pasar domestik dari produk impor yang mendapat subsidi berlebihan dari negara asalnya.

    “Diplomasi perdagangan harus lebih agresif dengan memperkuat negosiasi bilateral dan multilateral guna mencari solusi terbaik atas kebijakan tarif impor AS ini,” tambahnya.

    Dengan kombinasi ekspansi pasar, strategi diplomasi ekonomi, dan langkah hukum perdagangan internasional, Indonesia diharapkan dapat mempertahankan daya saing global serta melindungi industri dalam negeri dari dampak negatif kebijakan tarif impor AS.

  • Tarif Resiprokal AS Berpotensi Bikin Kurs Rupiah Terdepresiasi

    Tarif Resiprokal AS Berpotensi Bikin Kurs Rupiah Terdepresiasi

    JAKARTA – Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Fadhil Hasan menganggap kebijakan tarif resiprokal (Reciprocal Tariff) Amerika Serikat (AS) berpotensi membuat nilai tukar rupiah terhadap dolar AS terdepresiasi.

    “Untungnya kan sekarang ini kita masih libur, sehingga kita belum mengetahui secara persis setelah adanya kebijakan ini, dalam short term itu gimana dampaknya terhadap nilai tukar rupiah itu, walaupun kemarin kita mengetahui bahwa memang ada sedikit pelemahan, walaupun kemudian katanya kemarin itu ada sedikit menguat kembali,” katanya dilansir ANTARA, Jumat, 4 April.

    Dengan adanya kebijakan ini, lanjut Fadhil, maka harga produk impor yang dijual di Amerika semakin mahal dan dapat memicu inflasi. Sebagai respon atas keadaan tersebut, Federal Reserve (The Fed) kemungkinan bakal menaikkan atau menahan diri tidak menurunkan suku bunga untuk mengendalikan inflasi.

    Apabila ada tekanan terhadap inflasi AS yang dibarengi dengan kenaikan suku bunga The Fed, maka bisa menyebabkan capital outflow dari negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, karena obligasi AS menjadi lebih menarik bagi investor.

    “Ini yang kemudian saya kira menyebabkan terjadinya depresiasi lebih lanjut daripada nilai tukar rupiah kita..itu kan spillover-nya kemana-mana, kepada hutang, kepada fiskal kita, dan seluruhnya. Jadi, saya kira selain dampak perdagangan, tapi juga dampak terhadap depresiasi nilai tukar rupiah dan yang lainnya itu juga perlu kita antisipasi,” ungkap dia.

    Dalam sisi perdagangan, dia menganggap dampak tarif resiprokal AS terhadap Indonesia cenderung moderat.

    Beberapa produk ekspor Indonesia akan terdampak akibat dari kebijakan ini adalah tekstil, garmen, alas kaki, kemudian palm oil. Secara total, dia menyatakan ada 10 produk ekspor Indonesia yang akan terdampak tarif resiprokal AS.

    Kendati demikian, mengingat kebijakan tarif berlaku bagi semua negara, terutama negara-negara pesaing Indonesia seperti Vietnam, Malaysia, dan Thailand, Fadhil menganggap dampak yang dialami Tanah Air lebih moderat.

    Saat ini, AS merupakan partner dagang terbesar kedua Indonesia setelah China dengan total share dari ekspor Tanah Air ke Amerika sekitar 10,5 persen. Indonesia juga memperoleh surplus perdagangan dengan Amerika sebesar 16,8 miliar dolar AS.

    Pada Rabu (2/4), Presiden AS Donald Trump mengumumkan kenaikan tarif sedikitnya 10 persen ke banyak negara di seluruh dunia, termasuk Indonesia, terhadap barang-barang yang masuk ke negara tersebut.

    Indonesia berada di urutan ke delapan di daftar negara-negara yang terkena kenaikan tarif AS, dengan besaran 32 persen. Sekitar 60 negara bakal dikenai tarif timbal balik separuh dari tarif yang mereka berlakukan terhadap AS.

    Berdasarkan daftar tersebut, Indonesia bukan negara satu-satunya di kawasan Asia Tenggara yang menjadi korban dagang AS. Ada pula Malaysia, Kamboja, Vietnam serta Thailand dengan masing-masing kenaikan tarif 24 persen, 49 persen, 46 persen, dan 36 persen.

    Trump mengatakan bahwa tarif timbal balik itu bertujuan untuk menciptakan lebih banyak lapangan kerja di dalam negeri.

    Ia dan para pejabat pemerintahannya berpendapat bahwa AS telah “dirugikan” oleh banyak negara akibat praktik perdagangan yang dianggap tidak adil.

    Tarif-tarif yang telah lama diancamkan Trump itu diumumkan dalam acara “Make America Wealthy Again” di Rose Garden, Gedung Putih.

     

  • Banyak Negara Sulit Ekspor ke AS Gegara Trump, RI Harus Waspada Hal Ini

    Banyak Negara Sulit Ekspor ke AS Gegara Trump, RI Harus Waspada Hal Ini

    Jakarta

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump telah mengumumkan pengenaan kebijakan tarif resiprokal kepada sejumlah negara, termasuk Indonesia. Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menyebut sejumlah negara akan mengalami penurunan ekspor ke Amerika Serikat (AS) yang akan berdampak juga pengalihan perdagangan.

    Peneliti Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi INDEF Ahmad Heri Firdaus memprediksi ekspor Indonesia akan mengalami penurunan sebesar 2,8% dan penurunan impor sebesar 2,2%. Menurutnya, kebijakan ini akan berpengaruh pada rantai pasok dunia.

    China menjadi salah satu target kebijakan tersebut dengan tarif sebesar 34%. Apabila volume perdagangan China ke AS terdampak, Ahmad menilai dapat berdampak juga terhadap ekspor negara lain, termasuk negara-negara yang tidak terkena kebijakan tersebut.

    “Karena kesimbangan perdagangan dunia ini akan berpengaruh. Amerika Serikat itu satu, dua dengan China, negara pengekspor dan pengimpor terbesar di dunia. Artinya kalau ada penurunan volume perdagangan di sana, ini akan berpengaruh terhadap rantai pasok dunia. Rantai pasok yang akhirnya negara-negara yang tidak kena tarif resiprokal juga akan mengalami penurunan ekspor, seperti Australia, Rusia, tidak ada di list tarif resiprokalnya. Ini yang justru dampak tidak langsungnya yang harus diwaspadai,” kata Ahmad dalam acara ‘Waspada Genderang Perang Dagang’ yang disiarkan secara daring, Jumat (4/4/2025).

    Menurut Ahmad, hal ini dapat diantisipasi apabila adanya keberhasilan negosiasi yang dilakukan oleh negara-negara yang terkena kebijakan tersebut. Dia menilai apabila negosiasi tersebut tidak berhasil, akan ada dua kemungkinan yang terjadi, yakni pengalihan perdagangan dan penurunan ekspor.

    “Akan ada trade diversion ke negara-negara yang marketnya besar, salah satunya Indonesia. Kemudian yang kedua adalah akan ada penurunan ekspor ke negara mitra kita sehingga nanti neraca perdagangan itu tidak hanya terpengaruh langsung dari kebijakan AS, tetapi neraca perdagangan kita dengan negara-negara mitra,” jelas Ahmad.

    Untuk menekan laju barang impor, Ahmad menyebut Indonesia dapat menerapkan non-tariff measures (NTMs) atau tindakan non-tarif, salah satunya dengan kebijakan pelabelan produk. Menurut dia, banyak produk-produk impor yang tidak berbahasa Indonesia pada label produknya.

    “Nah kalau misalnya ada kewajiban berbahasa lokal, kan itu juga jadi NTM bagi kita buat menghadang laju impor yang kemungkinan akan besar. Jadi, NTM masih berpeluang besar untuk ditingkatkan, untuk menyeleksi atau menyaring produk impor yang tadi kemungkinan terjadinya trade diversion,” terang dia.

    Kemudian juga Indonesia harus melakukan diversifikasi pasar ekspor akibat kemungkinan terjadinya penurunan ekspor ke negara-negara mitra. Untuk itu, pemerintah harus mulai dipetakan perdagangan dunia seperti apa. Lalu dia juga mengusulkan agar ada kebijakan penguatan ketahanan industri.

    “Industri kita juga perlu didukung dan diperkuat untuk membendung produk-produk impor yang memang dirasa kurang perlu. Itu yang bisa dilakukan,” jelas dia.

    (acd/acd)