Topik: produk impor

  • Teror Tarif Trump Makin Kencang, Bisnis Ini Bisa Tumbang

    Teror Tarif Trump Makin Kencang, Bisnis Ini Bisa Tumbang

    Jakarta, CNBC Indonesia – Ancaman tarif impor dari Presiden AS Donald Trump kini mulai terasa nyata bagi pelaku bisnis global, termasuk raksasa IT asal India, Tata Consultancy Services (TCS).

    CEO TCS, K Krithivasan, mengungkap bahwa sejumlah klien mereka di sektor ritel, perjalanan, dan otomotif kini menjadi pihak yang paling rentan terdampak ketidakpastian tarif dari AS.

    Sebagai informasi, Trump menangguhkan pemberlakukan tarif resiprokal ke banyak negara hingga 90 hari. Hanya China yang tetap lanjut dengan tarif resiprokal sebesar 145%. 

    Terbaru, Trump mengecualikan beberapa produk impor China seperti smartphone, komputer, dan chip. Barang pengecualian itu akan tetap diberikan tarif, tetapi skema penghitungannya belum diumumkan secara perinci.

    Jika kondisi ketidakpastian terus berlarut, perusahaan-perusahaan tersebut bisa terpaksa melakukan pemangkasan biaya besar-besaran.

    “Bisnis konsumen, perhotelan, perjalanan, dan otomotif adalah sektor yang perlu diwaspadai. Jika ketidakpastian terus berlanjut, sektor-sektor itu kemungkinan akan fokus pada optimalisasi biaya,” ujarnya dikutip dari Reuters, Senin (14/4/2025).

    Ritel dan manufaktur adalah kontributor pendapatan terbesar kedua dan keempat perusahaan, sementara perbankan tetap menjadi yang terbesar.

    TCS memperoleh sekitar setengah dari pendapatannya dari Amerika Utara, sebuah pasar penting bagi penyedia layanan teknologi dan informasi India yang terpapar dampak tarif melalui klien-klien mereka di AS.

    Perusahaan ini meleset dari estimasi pendapatan kuartal keempat dan memperingatkan tentang klien yang menunda pengambilan keputusan dalam proyek-proyek diskresioner.

    Namun, TCS memperkirakan ketidakpastian ini akan berumur pendek.

    Krithivasan menyatakan bahwa ia memperkirakan tahun fiskal 2026 akan lebih baik daripada 2025, karena masih ada perangkat lunak dan sistem lama yang harus diganti oleh klien dalam jangka menengah dan panjang.

    TCS juga mengatakan bahwa tren klien yang mengkonsolidasikan vendor TI mereka telah membantu perusahaan mendapatkan pangsa pasar.

    “Khususnya ketika pelanggan melihat optimalisasi biaya sebagai area fokus utama, mereka akan mencoba mengurangi jumlah penyedia layanan. TCS telah menjadi penerima manfaat dari konsolidasi ini yang telah terjadi pada FY25,” kata dia.

    (fab/fab)

  • Pasar Terancam Banjir Produk Impor Jika Prabowo Cabut Permendag 8/2024

    Pasar Terancam Banjir Produk Impor Jika Prabowo Cabut Permendag 8/2024

    Bisnis.com. JAKARTA – Presiden Prabowo Subianto meminta Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 8 Tahun 2024 (Permendag 8/2024) yang mengatur tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor dicabut. Hal itu pun dikhawatirkan akan membuat pasar RI dibanjiri produk impor.

    Kepala Negara RI meminta regulasi itu dicabut jika Permendag 8/2024 dinilai tidak menguntungkan Indonesia.

    Kepala Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Andry Satrio Nugroho menilai bahwa semestinya pemerintah tidak mencabut Permendag 8/2024, melainkan perlu dilakukan revisi.

    Sebab, jika Permendag 8/2024 dicabut, maka produk impor akan semakin membanjiri pasar Tanah Air lantaran tidak adanya beleid yang mengatur larangan dan pembatasan (lartas) importasi. Padahal, lanjut dia, buruh mengeluhkan substansi di dalam Permendag 8/2024.

    “Kalau mencabut [Permendag 8/2024], saya rasa salah ya komunikasinya kalau mencabut. Tetapi yang lebih benar itu adalah merevisi. Kalau mencabut, ya, berarti kita tidak memiliki lartas [larangan dan pembatasan impor],” kata Andry kepada Bisnis, Senin (14/4/2025).

    Terlebih, Andry juga menyoroti pernyataan Presiden Prabowo yang meminta agar keran importasi dibuka seluas-luasnya. Untuk itu, menurutnya, langkah yang paling tepat adalah dengan menunggu revisi Permendag 8/2024.

    “Jangan sampai mencabut ini [Permendag 8/2024] disalahtafsirkan oleh pembantunya [menteri Prabowo] untuk menghilangkan lartas. Ini menurut saya salah satu hal yang berbahaya. Jadi memang revisi ini yang kita tunggu,” ujarnya.

    Lebih lanjut, menurut Andry, para menteri Presiden Prabowo harus bergerak cepat merampungkan revisi Permendag 8/2024. Hal ini mengingat konstelasi dari perdagangan global sedang berubah.

    “Jangan sampai Indonesia justru malah menjadi pasar bagi importasi produk-produk baru,” tuturnya.

    Sayangnya, revisi Permendag 8/2025 hingga saat ini tak kunjung terbit, yang sebelumnya ditargetkan bisa meluncur pada Februari 2025.

    “Kita tahu bahwa Kemendag [Kementerian Perdagangan] sudah lama menahan revisi Permendag 8 dan terlalu banyak alasan yang menurut saya seperti ada keraguan dari Kemendag itu sendiri,” tuturnya.

    Andry menilai barang-barang strategis perlu dilepas dari pengaturan utama dalam Permendag 8/2024. Permendag ini, kata dia, secara eksplisit lewat Pasal II huruf (c) memberikan pengecualian pengaturan impor untuk besi atau baja, baja paduan dan produk turunannya, tekstil, dan produk tekstil.

    “Barang-barang ini cukup hanya dengan manifest [BC 1.1] dan verifikasi post-border, bahkan verifikasi bisa dilakukan di luar pelabuhan,” lanjutnya.

    Menurutnya, aturan ini fatal. Sebab, barang yang sudah masuk ke dalam negeri baru dilakukan pemeriksaan alias verifikasi. “Artinya kalau ada pelanggaran spesifikasi, HS code salah, atau dumping, barang sudah terlanjur masuk dan dampaknya ke pasar langsung terasa,” imbuhnya.

    Selain itu, menurut Andry, juga ada membuka potensi deklarasi nilai impor di bawah harga pasar untuk menghindari bea masuk yang seharusnya lebih tinggi.

    “Kita tahu China kemarin oversupply baja dan tekstil, mereka akhirnya memanfaatkan Permendag 8 ini untuk memasukkan barang mereka ke Indonesia,” tandasnya.

  • Gapensi Tolak Wacana Relaksasi TKDN: Berisiko Picu Gelombang PHK

    Gapensi Tolak Wacana Relaksasi TKDN: Berisiko Picu Gelombang PHK

    Bisnis.com, JAKARTA – Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi) menyebut wacana relaksasi penggunaan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) bakal memantik gelombang pemutusan hak kerja (PHK). 

    Sekretaris Jenderal (Sekjen) Gapensi, La Ode Safiul Akbar menyebut apabila kebijakan relaksasi benar-benar direalisasikan, hal itu akan membunuh industri dalam negeri, khususnya industri besi, baja dan pipa yang menunjang pembangunan infrastruktur.

    “Ujungnya nanti, jika industri di dalam negeri tidak bergerak karena dihimpit oleh produk impor, sudah dipastikan PHK besar–besaran akan kembali terjadi. Saat ini saja, angka pengangguran kita sudah cukup tinggi. Karena, hampir semua pabrik bisa terkena dampaknya,” kata La Ode dalam keterangan resmi, Senin (14/4/2025).

    Sekjen Gapensi itu menilai bahwa rencana pelonggaran TKDN ini dilakukan sebagai sebagai respons pemerintah usai Amerika Serikat (AS) menetapkan tarif resiprokal atas produk dari Indonesia sebesar 32%.

    La Ode berharap, TKDN tidak dihapuskan karena kebijakan tersebut juga bisa berpotensi membuat Indonesia kehilangan daya saing di pasar global.

    Dia juga menekankan bahwa pemerintah perlu berhati-hati dalam merealisasikan wacana tersebut. Pasalnya, kebijakan penghapusan TKDN ini bisa menyebabkan industri dalam negeri akan kalah bersaing dengan produk impor yang lebih murah.

    “Akibatnya, kita hanya akan menjadi negara konsumen dan semakin bergantung pada barang–barang impor. Padahal, jika kita menggunakan produk dalam negeri, kita bisa mendorong pertumbuhan ekonomi, karena industri di dalam negeri bergerak. Keberadaan TKDN itu sudah seharusnya ada untuk melindungi industri di dalam negeri,” jelasnya.

    Seharusnya, tambah La Ode, pemerintah dapat mendukung penggunaan TKDN guna mendorong kemandirian industri. 

    Dia menegaskan terdapat beberapa cara yang bisa dilakukan yaitu memberikan insentif kepada pelaku industri lokal agar mampu bersaing secara kualitas dan harga, mempermudah akses pembiayaan dan teknologi bagi produsen dalam negeri, dan Mengawasi pelaksanaan TKDN secara tegas dan transparan agar tidak hanya formalitas.

    “Dengan komitmen kuat dari pemerintah dalam mengawal Produk TKDN  dapat membuka lapangan pekerjaan sebesar-besarnya dan  mendorong pertumbuhan ekonomi 8%,” pungkas La Ode. 

    Adapun, saat ini, batas minimal TKDN yang ditetapkan adalah 25% dengan syarat BMP (Bobot Manfaat Perusahaan) minimal 40%. Penerapan TKDN dalam proses pengadaan barang dan jasa untuk pemberdayaan industri domestik merupakan salah satu langkah pemerintah untuk mendorong P3DN (Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri).

  • Catat! Relaksasi TKDN untuk Produk AS terkait Barang IT dan Telko

    Catat! Relaksasi TKDN untuk Produk AS terkait Barang IT dan Telko

    Jakarta, CNBC Indonesia – Pemerintah memastikan relaksasi kewajiban tingkat komponen dalam negeri (TKDN) untuk produk impor dari Amerika Serikat hanya sebatas barang dari sektor industri teknologi, informasi, dan komunikasi atau ICT.

    Relaksasi TKDN untuk barang industri ICT dari AS ini menjadi bagian dari kebijakan yang akan dibawa pemerintah untuk negosiasi tarif perdagangan yang dikenakan Presiden AS Donald Trump ke Indonesia sebesar 32%. Negosiasi itu dijadwalkan di Washington DC pada 16-23 April 2025.

    “TKDN yang kaitannya dengan ICT,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat, Senin (14/4/2025).

    Pernyataan serupa juga disampaikan Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi/Wakil Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Todotua Pasaribu. Ia menegaskan, relaksasi kewajiban pemenuhan TKDN itu sebatas untuk barang-barang dari AS, tidak berlaku secara general, termasuk tidak untuk semua barang.

    Ia meyakini, relaksasi kebijakan TKDN untuk barang ICT dari AS tidak akan membuat perusahaan dari negara lain di luar AS akan angkat kaki dari Indonesia, yang selama ini sudah konsisten memenuhi ketentuan TKDN yang persentasenya 35% seperti untuk produk handphone, komputer genggam, dan tablet (HKT).

    “Jadi enggak juga sih, karena kalau pun relaksasi TKDN terjadi kan sebenarnya kita bisa ekstensifikasi fiskal dan lain-lain. Tapi sejauh ini masih kita lihat yang US,” tegas Todotua.

    Kebijakan relaksasi TKDN untuk negosiasi tarif dengan AS ini akan dibawa pemerintah bersama dengan upaya deregulasi kebijakan perdagangan internasional Indonesia dengan AS. Selain itu ada upaya untuk menambah porsi pembelian barang-barang dari AS senilai US$ 18 miliar hingga US$ 19 miliar.

    Sekretaris Kemenko Perekonomian Susiwijono Moegiarso mengatakan, nilai pembelian barang-barang dari AS itu setara dengan defisit neraca perdagangan AS dengan Indonesia yang selama ini dikeluhkan Trump.

    “Konteksnya balance deficit, pasti harus dihitung di neraca perdagangan kan. Jadi intinya kita meningkatkan pembelian barang dari US,” tutur Susiwijono.

    (miq/miq)

  • Apa Itu Penghapusan Kuota Impor dan Apa Dampaknya bagi Indonesia?

    Apa Itu Penghapusan Kuota Impor dan Apa Dampaknya bagi Indonesia?

    Jakarta, Beritasatu.com – Pemerintah kerap mengatur lalu lintas barang dari luar negeri demi melindungi pasar dalam negeri, salah satu kebijakan yang sering digunakan adalah kuota impor.

    Namun, wacana penghapusan kuota impor kini mulai mencuat dan menimbulkan pro dan kontra. Apa sebenarnya yang dimaksud dengan penghapusan kuota impor, dan bagaimana kebijakan ini bisa berdampak bagi perekonomian Indonesia?

    Dihimpun dari berbagai sumber, berikut maksud dari penghapusan kuota impor serta dampak yang dapat ditimbulkannya!

    Apa Itu Penghapusan Kuota Impor?

    Kuota impor adalah batasan jumlah barang yang dapat diimpor ke suatu negara dalam periode waktu tertentu. Sehingga, penghapusan kuota impor berarti kebijakan untuk tidak lagi menetapkan batasan jumlah barang impor.

    Dengan kata lain, pelaku usaha bebas mengimpor tanpa ada batasan kuantitas yang sebelumnya diatur melalui kebijakan kuota.

    Dikutip dari Sekretariat Kabinet Republik Indonesia, Prabowo menyatakan kebijakan ini merupakan bagian dari upaya strategis pemerintah untuk merampingkan birokrasi serta memberikan kemudahan bagi para pelaku usaha.

    Dampak bagi Indonesia

    Dampak Positif

    1. Harga barang murah

    Konsumen mungkin dapat menikmati harga barang yang lebih terjangkau akibat masuknya produk impor tanpa batasan.

    2. Peluang usaha

    Dengan dibukanya keran impor, diharapkan akan ada lebih banyak pelaku usaha yang dapat berpartisipasi dalam perdagangan internasional, sehingga meningkatkan daya saing produk lokal.

    Dampak Negatif

    1. Ancaman terhadap industri lokal

    Produk asing yang lebih murah dapat masuk membanjiri pasar dan berpotensi menghancurkan usaha kecil dan menengah lokal. Jika kebijakan ini tidak diimbangi dengan perlindungan terhadap industri dalam negeri, maka kita mungkin akan melihat lebih banyak toko tutup daripada toko buka.

    2. Pemutusan hubungan kerja (PHK)

    Dengan masuknya produk asing secara besar-besaran, pelaku usaha lokal yang tidak mampu bersaing mungkin terpaksa melakukan PHK massal. Sudah ada puluhan ribu pekerja yang kehilangan pekerjaan dalam beberapa bulan terakhir akibat kondisi ekonomi yang sulit.

    3. Ketergantungan terhadap impor

    Penghapusan kuota impor berisiko memicu ketergantungan terhadap produk asing, serta menggagalkan upaya pemerintah untuk mencapai swasembada pangan.

    Kebijakan penghapusan kuota impor merupakan langkah besar yang dapat membawa pengaruh signifikan bagi perekonomian Indonesia.

    Dibutuhkan payung hukum yang mampu melindungi pelaku usaha lokal, agar kebijakan kuota impor ini  tidak malah memperparah kondisi ekonomi Indonesia.

  • Trump Hapus Tarif Barang Elektronik China, Tiongkok: Itu Langkah Kecil AS Perbaiki Kesalahannya – Halaman all

    Trump Hapus Tarif Barang Elektronik China, Tiongkok: Itu Langkah Kecil AS Perbaiki Kesalahannya – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Kementerian Perdagangan China mengatakan Beijing sedang menilai dampak keputusan pemerintah Amerika Serikat (AS) untuk memberikan pengecualian tarif pada perangkat elektronik, yang sebagian besar berasal dari China.

    Kementerian tersebut menggambarkan keputusan tersebut sebagai langkah kecil AS untuk mengoreksi kesalahan mereka di tengah perang dagang.

    Pemerintahan Presiden AS Donald Trump telah memutuskan untuk memberikan pengecualian tarif pada telepon pintar, komputer, dan impor elektronik lainnya, yang sebagian besar berasal dari China.

    Hal ini memberikan peluang besar bagi perusahaan teknologi seperti Apple, yang mengandalkan produk impor.

    “Keputusan pemerintah AS merupakan langkah kecil AS untuk memperbaiki praktik salahnya dalam menerapkan tarif imbalan secara sepihak,” kata Kementerian Perdagangan China dalam sebuah pernyataan pada Minggu (13/4/2025).

    “Hanya orang yang memasang lonceng di leher harimau yang dapat melepaskannya,” lanjutnya, seperti diberitakan Al Jazeera.

    Melalui pernyataannya, China mendesak AS untuk mengambil langkah besar dalam mengoreksi apa yang disebutnya sebagai kesalahannya dan menghapus tarif dagang sepenuhnya.

    Trump Bebaskan Tarif Impor Elektronik China, usai Naikkan Tarif Impor 145 Persen

    Dalam pemberitahuan kepada perusahaan pelayaran, Bea Cukai dan Perlindungan Perbatasan AS (CBP) menerbitkan daftar kode bea cukai yang akan dibebaskan dari bea masuk, dan pengecualian ini akan berlaku surut sejak tanggal 5 April.

    Artinya barang-barang yang masuk sejak 5 April sudah dianggap mendapat pengecualian bea masuk, meskipun pengumuman atau aturannya baru keluar pada Jumat (11/4/2025) malam.

    CBP memasukkan sekitar 20 produk dalam daftar, termasuk semua komputer, laptop, disk drive, dan perangkat pemrosesan data otomatis, termasuk perangkat semikonduktor, peralatan, chip memori, dan layar panel datar.

    Pemberitahuan itu tidak menyertakan penjelasan mengenai langkah pemerintahan Trump.

    Namun, keringanan tersebut disambut baik oleh perusahaan teknologi besar AS, termasuk Apple, Dell, dan banyak importir lainnya.

    Langkah Trump juga membebaskan barang elektronik ini dari tarif dasar 10 persen atas barang-barang dari sebagian besar negara kecuali China, sehingga mengurangi biaya impor semikonduktor dari Taiwan dan iPhone yang diproduksi Apple di India.

    Sebelumnya, sebuah memo dari CBP menyatakan pengecualian ini terutama menargetkan produk elektronik yang diimpor dari China, meskipun pemerintahan Trump sebelumnya telah mengenakan tarif sebesar 145 persen pada impor China.

    Sementara itu, Trump mengatakan akan menjelaskan alasannya mengecualikan barang-barang tersebut pada hari Senin (14/4/2025).

    “Saya akan memberikan jawaban itu pada hari Senin. Kami akan menjelaskannya secara spesifik pada hari Senin … kami menerima banyak uang, sebagai sebuah negara, kami menerima banyak uang,” kata Trump pada Sabtu (12/4/2025) ketika ditanya tentang alasannya untuk mengecualikan barang-barang tersebut yang diimpor dari China.

    Langkah ini menunjukkan upaya yang jelas dari pemerintah AS untuk mengurangi dampak negatif tarif pada pasar elektronik konsumen, terutama mengingat sulitnya merelokasi jalur produksi barang-barang ini ke Amerika Serikat, sebuah proses yang menurut Bloomberg dapat memakan waktu beberapa tahun.

    (Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

  • Trump Belum Puas! Dua Produk Impor Mau Dihajar Tarif Tinggi

    Trump Belum Puas! Dua Produk Impor Mau Dihajar Tarif Tinggi

    Foto Bisnis

    AP Photo & Getty Images – detikFinance

    Senin, 14 Apr 2025 14:28 WIB

    Amerika Serikat – Presiden Donald Trump menegaskan akan memberlakukan tarif tinggi untuk dua produk impor. Kedua produk itu meliputi semikonduktor dan farmasi.

  • Investor Pabrik Smartphone Cs Minta Kebijakan TKDN Pertahankan

    Investor Pabrik Smartphone Cs Minta Kebijakan TKDN Pertahankan

    Bisnis.com, JAKARTA – Asosiasi Industri Perangkat Telematika Indonesia (AIPTI) meminta pemerintah untuk mempertahankan kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) untuk melindungi industri yang telah berinvestasi di Tanah Air. 

    Sekretaris Jenderal AIPTI Joegianto mengatakan pihaknya melihat TKDN sebagai salah satu bentuk non-tariff measures (NTM) atau kebijakan non-tarif dalam perdagangan internasional untuk menjaga daya industri lokal. 

    “Yang diharapkan oleh pengusaha HKT [handphone, komputer, tablet] itu tetap dipertahankan, sedangkan untuk TKDN yang memang tidak diperlukan, bisa deregulasi,” kata Joegianto kepada Bisnis, dikutip Minggu (13/4/2025). 

    Di satu sisi, menurut dia, TKDN menjadi salah satu tantangan bagi investor asing untuk menanamkan modal di dalam negeri. Sebab, TKDN membutuhkan biaya tambahan yang cukup besar. 

    Sementara, bagi Indonesia yang minim hambatan perdagangan, TKDN merupakan penolong bagi industri agar dapat bersaing dengan produk asing di pasar domestik. 

    AIPTI merespons rencana pemerintah yang akan membuat TKDN lebih fleksibel. Dia meyakini bahwa TKDN tidak akan dihilangkan, tapi pemerintah akan mengatur ulang kebijakan tersebut. 

    “Yang mau diungkapkan pemerintah, mungkin itu TKDN yang menjadi hurdle. Hurdle itu kayak halangan-halangan yang menyertai bisnis di Indonesia, supaya kita lebih bersaing,” tuturnya.

    Namun, dia menuturkan, TKDN telah menarik investasi asing untuk membangun fasilitas produksi dalam negeri. Di Indonesia, terdapat 2 komoditas yang memiliki nilai TKDN tinggi yaitu otomotif lebih dari 80% dan industri telematika, termasuk handphone, komputer genggam, dan komputer tablet (HKT) di kisaran 40%. 

    Apabila kebijakan TKDN dari kedua produk tersebut dilonggarkan, secara tidak langsung produk impor akan dengan mudah masuk dan meramaikan pasar domestik. Sementara, struktur biaya produksi dalam negeri dinilai masih tinggi dan belum dapat bersaing dengan produk impor yang murah. 

    Dia menerangkan, misalnya biaya Postel sekitar Rp60 juta, biaya uji Specific Absorption Rate (SAR) Rp250 juta, TKDN Rp30-50 juta. Itu merupakan biaya yang harus ditanggung diluar biaya produksi. 

    “Pertanyaannya ini HKT ini, kalau dibiarkan import utuh, ya sudah selesai, pegawainya yang perakitan handphonenya Samsung, pegawainya Vivo hilang semua, saya rasa enggak mungkin pemerintah membiarkan itu terjadi,” jelasnya. 

    Namun, dia mendukung jika pemerintah mau memberikan kemudahan dalam importasi yang sifatnya bahan baku industr. Sebab, tak dapat dipungkiri masih ada beberapa bahan dasar yang belum ada di Indonesia. 

  • Pengusaha Ritel soal Tarif Trump: Momentum RI Benahi Sistem Perdagangan

    Pengusaha Ritel soal Tarif Trump: Momentum RI Benahi Sistem Perdagangan

    Bisnis.com, JAKARTA — Pengusaha ritel menyebut kebijakan tarif timbal balik alias tarif resiprokal dari Presiden AS Donald Trump bisa menjadi momentum bagi pemerintah untuk membenahi sistem perdagangan guna mendukung dunia usaha.

    Ketua Umum Himpunan Peritel & Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Budihardjo Iduansjah mengatakan bahwa selama ini peraturan perdagangan membuat para pengusaha ritel kesulitan untuk melakukan importasi barang. Apalagi, jika barang tersebut belum diproduksi di Tanah Air.

    Selain itu, Budihardjo juga menyebut adanya pembatasan kuota hingga safeguard juga menyulitkan ruang gerak para peritel. Untuk itu, menurutnya, dengan adanya kebijakan tarif Trump menjadi momentum pemerintah untuk meninjau ulang kebijakan perdagangan.

    “Ini [tarif Trump] adalah satu momentum untuk melakukan koreksi terhadap peraturan-peraturan perdagangan yang menurut kami juga dari asosiasi ritel Hippindo, banyak sekali menyulitkan pengusaha ritel untuk mengimpor barang yang belum diproduksi di Indonesia, banyaknya tarif barrier, banyaknya kuota, banyaknya safeguard,” kata Budihardjo kepada Bisnis, Minggu (13/4/2025).

    Budihardjo menyampaikan sejumlah peraturan tersebut membuat bisnis untuk sektor ritel dan perdagangan menjadi sangat sulit. Dia pun berharap, pemerintah dapat membuat peraturan yang memudahkan berbisnis di Indonesia dan secara global.

    “Kami menyambut baik upaya merapikan daripada tarif-tarif ini dengan adanya Trump ini menjadi momentum untuk membuat suatu keseimbangan baru yang memudahkan berbisnis di Indonesia dan di seluruh dunia,” tuturnya.

    Untuk diketahui, Presiden Trump menunda skema tarif resiprokal selama 90 hari, kecuali untuk China. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta W Kamdani meminta agar pemerintah tidak terdistraksi meski Trump mengumumkan kabar yang lebih positif. Sebab, risiko terhadap ekonomi nasional masih tetap tinggi.

    “Jangan lengah atau terdistraksi, karena risiko-risiko terhadap ekonomi nasional tetap tinggi dan memberikan efek tekanan pertumbuhan yang sama meski dengan perkembangan kebijakan tarif Trump yang lebih positif saat ini [penundaan tarif Trump],” kata Shinta kepada Bisnis, Kamis (10/4/2025).

    Terlebih, kata Shinta, penundaan kebijakan tarif Trump hanya memberikan kepastian berusaha selama 90 hari.

    “Dalam kerangka waktu [90 hari] tersebut, Indonesia idealnya sudah menciptakan kesepakatan tarif dagang baru dengan AS. Tapi secara realistis ya belum tentu bisa tercapai,” ujarnya.

    Namun, Shinta menyebut bukan karena pemerintah yang tidak mendesak melainkan secara realistis, kapasitas AS untuk melakukan perundingan dagang dengan 70 lebih dalam waktu singkat sangat terbatas.

    Belum lagi, sambung dia, efisiensi kinerja AS yang mungkin juga terganggu karena perombakan birokrasi alias pemutusan hubungan kerja (PHK) masal di internal. Alhasil, pihak AS akan kewalahan.

    “Apalagi, kita tidak tahu bagaimana AS akan memprioritaskan negara mana yang akan mereka dahulukan untuk melakukan perundingan,” sambungnya.

    Di samping itu, dari perkembangan yang ada, Shinta mengungkap pelaku usaha di Indonesia melihat kebijakan tarif pemerintah AS yang tidak terstruktur.

    Apindo juga meragukan parameter sentralisme terhadap kepentingan pasar AS lantaran kebijakan tarif tinggi sangat menekan konsumen dan pelaku pasar AS. Di sisi lain, pemerintah AS yang acuh.

    “Jadi sulit bagi kita sebagai pelaku usaha non-AS untuk bergantung pada arah kebijakan pemerintah AS pada saat ini,” tuturnya.

    Dunia usaha melihat apa pun kebijakan tarif Trump saat ini, pada kenyataannya ekspor Indonesia tetap dikenakan beban tarif tambahan. Ditambah, fluktuasi pasar global tetap terjadi dan tetap merugikan stabilitas makro ekonomi nasional, terutama di sisi moneter dan stabilitas nilai tukar.

    Shinta menambahkan bahwa risiko dumping dari negara lain, khususnya China yang masih saling retaliasi tarif dengan AS, masih sangat tinggi. Bahkan, risiko banjir produk impor yang di-dumping kian meningkat dengan semakin hilangnya tanda-tanda rekonsiliasi AS—China.

    Untuk itu, dia meminta agar Indonesia harus tetap mengupayakan negosiasi untuk mencapai kesepakatan perdagangan bilateral untuk penghapusan tarif bagi berbagai produk ekspor nasional.

    “Indonesia harus fokus mempercepat reformasi kemudahan melakukan bisnis dan efisiensi iklim usaha atau investasi di dalam negeri,” tutupnya.

  • Tanpa Proteksi, Industri Nasional Bisa Tumbang

    Tanpa Proteksi, Industri Nasional Bisa Tumbang

    Jakarta

    Di tengah kondisi global yang penuh ketidakpastian, banyak negara memilih memperkuat benteng ekonominya dengan proteksi terhadap industri dalam negeri. Salah satu contohnya adalah kebijakan tarif tinggi yang diterapkan mantan Presiden AS Donald Trump untuk melindungi industri domestik dari gempuran produk impor.

    Di Indonesia, para ekonom menilai pemerintah perlu mengambil langkah konkret untuk memberikan perlindungan serupa. Langkah ini dinilai penting tidak hanya untuk menjaga eksistensi industri nasional, tapi juga sebagai bentuk kesiapan menghadapi potensi perang harga akibat pergeseran pasar dan distribusi barang secara global.

    Ekonom dari Lembaga Riset Sigmaphi, Muhammad Nalar A Khair, menyoroti pentingnya keberpihakan pemerintah terhadap industri pipa nasional, terutama di sektor migas. Ia mengingatkan bahwa semua pihak di sektor ini wajib mematuhi peraturan dan perundang-undangan yang berlaku, termasuk aturan tentang Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN).

    “Di saat seluruh dunia melakukan proteksi terhadap industri dalam negerinya, Indonesia malah memberi karpet merah kepada industri asing. Padahal UU kita jelas menyatakan bahwa produk dengan TKDN di atas 40% harus diprioritaskan,” tegas Nalar, di Jakarta, Minggu (13/4/2025).

    Kekhawatiran serupa juga disampaikan Asosiasi Industri Besi dan Baja Indonesia (IISIA). Ketua Umum IISIA, Ismail Mandry, mengingatkan pemerintah untuk waspada terhadap potensi masuknya banjir impor besi dan baja ke pasar Indonesia. Fenomena ini disebut sebagai efek domino dari kebijakan tarif AS yang mendorong negara pengekspor mengalihkan distribusi produk ke pasar lain, termasuk Indonesia.

    Nalar menegaskan, jika pelanggaran dalam tender proyek, terutama di sektor strategis seperti migas, terus dibiarkan, hal ini akan menjadi preseden buruk bagi keberlangsungan industri nasional.

    “Perang dagang ini bisa jadi momentum untuk menguji keseriusan pemerintah dalam memproteksi ekonomi nasional. Jika pelanggaran tidak ditindak, maka mustahil pengusaha mau berlomba-lomba berinvestasi di sektor industri. Jangan harap Indonesia bisa bangkit sebagai negara industri mandiri dengan nilai tambah,” tutupnya.

    (rrd/rrd)