Topik: produk impor

  • Dituding AS Jual Barang Palsu, Airlangga Pastikan Tidak Bahas Pasar Mangga Dua saat Negosiasi Tarif – Halaman all

    Dituding AS Jual Barang Palsu, Airlangga Pastikan Tidak Bahas Pasar Mangga Dua saat Negosiasi Tarif – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan, tidak ada pembahasan menyoal Pasar Mangga Dua Jakarta yang diduga menjual barang-barang palsu oleh Amerika Serikat, dalam proses negosiasi tarif resiprokal AS.

    “Tidak ada pembahasan mengenai mangga dua. Jadi ini tidak ada. Bahkan kita belum bicara detail inti,” kata Airlangga dalam Konferensi Pers secara virtual dikutip Sabtu (26/4/2025).

    Meski begitu, Airlangga menegaskan bahwa Indonesia perlu membenahi sektor pengembangan industri. Utamanya agar bisa meningkatkan daya saing, perbaikan teknologi, energi ramah lingkungan dan pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM).

    Sebelumnya, Pasar Mangga Dua di Jakarta menjadi sorotan dalam laporan tahunan 2025 National Trade Estimate Report on Foreign Trade Barriers yang dirilis oleh Kantor Perwakilan Dagang Amerika Serikat (USTR).

    Dalam laporan tersebut, AS mengkritik keberadaan pasar ini karena dianggap sebagai sentra penjualan barang palsu.

    Laporan USTR menyebutkan, Pasar Mangga Dua menjual berbagai barang bajakan, mulai dari tas, pakaian, hingga barang-barang berbahan kulit.

    “Mangga Dua menjadi pasar yang terkenal dengan berbagai barang palsu,” bunyi laporan tersebut yang dikutip dari ustr.gov.

    Sementara itu, salah satu poin kritik AS yang utama adalah soal kurangnya tindakan penegakan hukum terhadap barang palsu.

    USTR mencatat, hanya sedikit atau bahkan tidak ada sama sekali tindakan penegakan hukum terhadap barang palsu.

    Meskipun terdapat surat edaran peringatan kepada pedagang, hal ini dinilai tidak efektif.

    Dalam laporan USTR, stakeholder yang terlibat mengungkapkan, surat teguran yang diedarkan kepada para penjual di Pasar Mangga Dua tidak efektif.

    “Mereka juga sudah menyuarakan kekhawatiran terkait kurangnya ancaman tuntutan pidana,” lanjut laporan tersebut.

    USTR mendesak Indonesia untuk mengambil tindakan hukum yang tegas dan luas, tidak hanya di Pasar Mangga Dua tetapi juga pasar lainnya. “Tindakan oleh Satgas Penegakan Hak Atas Kekayaan Intelektual (HaKI) sangat diperlukan,” tegas laporan itu.

    Akui Bajakan

    Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso mengakui Pasar Mangga Dua di Jakarta memang menjadi tempat beredarnya barang-barang bajakan yang melanggar Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI), khususnya dalam bentuk pelanggaran merek.

    Hal ini disampaikan menanggapi laporan pemerintah Amerika Serikat (AS) yang kembali memasukkan pasar tersebut dalam daftar hitam pusat penjualan barang palsu dunia.

    Budi mengungkapkan pihaknya telah melakukan pengecekan langsung ke lokasi. Dari hasil pengecekan tersebut ditemukan bahwa pelanggaran yang terjadi lebih banyak berkaitan dengan kekayaan intelektual, bukan semata barang ilegal.

    “Kami kemarin cek apakah ada juga di situ barang-barang ilegal, tetapi ternyata lebih banyak (ditemukan) masalah HaKI yakni masalah pelanggaran mereknya,” ujarnya di Tangerang, Banten, Jumat (25/4/2025).

    Budi menjelaskan barang-barang bajakan yang ditemukan sebagian besar merupakan produk impor. Meskipun impor dilakukan secara sah, pelanggaran terjadi karena barang-barang tersebut menyalahi ketentuan merek yang dilindungi.

    “Impornya benar, tapi pelanggarannya itu pelanggaran mengenai merek ya, sehingga sifatnya berupa delik aduan,” ujar Budi.

    Ia juga menyampaikan koordinasi telah dilakukan dengan Kementerian Hukum (Kemenkum) untuk menindaklanjuti temuan tersebut.

    “Ada undang-undang terkait merek dan kami juga sudah berkoordinasi dengan Kementerian Hukum. Di Kementerian Hukum ada namanya Satgas Kekayaan Intelektual (Satgas IP Task Force). Jadi kita sudah sampaikan karena barang-barang bajakan yang ada di Pasar Mangga Dua itu lebih banyak pelanggaran HaKI,” tuturnya.

  • Kartu As China Lawan Perang Dagang AS

    Kartu As China Lawan Perang Dagang AS

    Jakarta

    Perang dagang antara China dengan Amerika Serikat (AS) sudah dimulai. China pun telah menyiapkan kartu as untuk melawan AS.

    Seperti dilansir BBC, perang dagang sudah berlangsung saat Ekspor China ke AS dikenakan tarif sampai 245%, dan Beijing sudah membalas dengan tarif masuk 125% untuk produk impor dari Amerika.

    Konsumen, bisnis, dan pasar bersiap-siap menghadapi ketidakpastian lebih panjang di tengah ancaman resesi global yang semakin nyata.

    Presiden China Xi Jinping berkali-kali bilang bahwa pemerintahannya terbuka buat berdialog. Tapi dia juga memberi peringatan bahwa, jika diperlukan, mereka bakal “berjuang sampai titik darah penghabisan.”

    Ibarat permainan kartu, berikut lima ‘kartu sakti’ atau ‘kartu as’ yang dimiliki Beijing untuk melawan tarif yang dikeluarkan Presiden AS Donald Trump.

    Apa saja kartu yang disiapkan China? Baca berita selengkapnya di sini.

    China Siap Hadapi Resiko

    Lima kartu sakti China hadapi perang dagang dengan AS. (BBC World)

    China adalah ekonomi terbesar kedua di dunia. Artinya, China lebih mampu menahan ‘rasa sakit’ yang ditimbulkan tarif ketimbang negara-negara kecil.

    Dengan jumlah penduduk lebih dari satu miliar jiwa, China memiliki pasar domestik yang besar sehingga sebagian barang-barang ekspor yang terdampak tarif bisa dijual ke pasar domestik.

    Kenyataannya memang tidak semudah itu karena China mengalami penurunan konsumsi. Namun dengan berbagai insentif, mulai dari subsidi untuk peralatan rumah tangga hingga subsidi tiket kereta untuk kaum pensiunan, pemerintah China berharap dapat mendorong tingkat konsumsi.

    Tarif Trump telah memberi Partai Komunis China dorongan yang lebih kuat untuk membuka potensi konsumen negara tersebut.

    Elite partai mungkin “lebih dari siap untuk menanggung rasa sakit daripada menyerah pada yang mereka yakini sebagai agresi AS,” menurut Mary Lovely, pakar perdagangan AS-China di Peterson Institute di Washington D.C., kepada BBC Newshour awal bulan ini.

    Sebagai negara otoriter, China juga memiliki toleransi sakit yang lebih tinggi. Negara juga tidak terlalu pusing dengan opini publik yang cuma sesaat.

    Lagi pula, dalam waktu dekat tidak ada juga pemilu untuk menentukan para pemimpinnya. Tapi tetap saja, keresahan massal bisa jadi kekhawatiran, karena di China merebak ketidakpuasan atas krisis perumahan yang masih berlangsung dan pekerjaan yang semakin sulit.

    Ketidakpastian ekonomi yang disebabkan tarif merupakan pukulan bagi kaum muda yang hanya pernah mengalami kemajuan Tiongkok.

    Partai Komunis China berupaya memainkan kartu nasionalisme untuk membenarkan sikap Beijing yang tidak mau tunduk pada AS dan menerapkan tarif balasan terhadap Washington DC. Media pemerintah menyerukan kepada rakyat agar “menghadapi badai ini bersama-sama”.

    Presiden Xi Jinping mungkin khawatir tetapi, sejauh ini, Beijing telah menyampaikan nada menantang dan percaya diri. Seorang pejabat menegaskan bahwa: “Langit tidak akan runtuh.”

    China Sudah Investasi Buat Masa Depan

    Perang dagang AS-China meningkat, pertumbuhan ekonomi global memburuk. (ABC Australia)

    Di bawah pemerintahan Xi Jinping, China telah berlomba dengan AS untuk mendominasi teknologi.

    Karena itu, China berinvestasi besar pada teknologi dalam negeri, mulai dari energi terbarukan hingga chip dan kecerdasan buatan (AI).

    Contohnya termasuk chatbot DeepSeek, yang dipuji sebagai pesaing tangguh ChatGPT.

    Kemudian BYD, yang mengalahkan Tesla tahun lalu sebagai pembuat kendaraan listrik (EV) terbesar di dunia. Apple juga telah kehilangan pangsa pasarnya di China lantaran pesaing lokal seperti Huawei dan Vivo terus berinovasi.

    Baru-baru ini Beijing mengumumkan rencana untuk menghabiskan lebih dari US$1 triliun selama dekade berikutnya untuk mendukung inovasi di bidang AI.

    Perusahaan-perusahaan AS telah mencoba untuk memindahkan rantai pasokan mereka dari China, tetapi mereka kesulitan menemukan infrastruktur dan tenaga kerja terampil yang sama di tempat lain.

    Produsen China di setiap tahap rantai pasokan telah memberi China kemajuan signifikan yang akan membutuhkan waktu berpuluh tahun untuk ditiru negara lain.

    Keahlian rantai pasokan yang tak tertandingi dan dukungan pemerintah telah menjadikan China sebagai pemain tangguh dalam perang dagang ini. Dalam beberapa hal, Beijing telah mempersiapkan hal ini sejak Trump pertama kali menjabat presiden.

    Pelajaran dari Masa Lalu

    Donald Trump (BBC World)

    Sejak panel surya buatan China dikenai tarif Trump pada 2018 lalu, Beijing mempercepat rencananya untuk masa depan.

    China menggelontorkan miliaran dolar ke dalam program perdagangan dan infrastruktur yang kontroversial, yang lebih dikenal sebagai inisiatif Sabuk dan Jalan (Belt and Road Initiative) untuk menopang hubungan dengan negara-negara berkembang di belahan selatan.

    Perluasan perdagangan dengan Asia Tenggara, Amerika Latin, dan Afrika terjadi ketika China mencoba untuk melepaskan diri dari kendali AS.

    Sebelumnya, petani Amerika memasok 40% dari impor kedelai Chinaangka itu sekarang berkisar di 20%.

    Setelah mengalami perang dagang saat Trump pertama kali menjabat sebagai presiden, Beijing meningkatkan budidaya kedelai di dalam negeri dan membeli panen dalam jumlah besar dari Brasilyang sekarang menjadi pemasok kedelai terbesar ke China.

    “Taktiknya sekali dayung, dua tiga pulau terlampaui.”

    “Langkah ini tidak cuma menghilangkan pasar tetap para petani Amerika, tapi juga memperkuat ketahanan pangan China,” kata Marina Yue Zhang, profesor di Australia-China Relations Institute, University of Technology Sydney.

    AS Bukan Lagi Pasar Ekspor Terbesar China

    China siap lawan AS. (BBC World)

    Faktanya, China adalah mitra dagang terbesar untuk 60 negara pada tahun 2023hampir dua kali lebih banyak daripada AS.

    China menjadi eksportir terbesar di dunia dan mencatat rekor surplus perdagangan sebesar US$1 triliun pada akhir 2024.

    Itu tidak berarti AS bukan mitra dagang penting bagi China. Namun, kondisi saat ini membuat AS tidak mudah untuk memojokkan China.

    Setelah muncul laporan bahwa Gedung Putih akan menggunakan negosiasi perdagangan bilateral untuk mengisolasi China, Beijing telah memperingatkan negara-negara lain agar tidak “mencapai kesepakatan dengan mengorbankan kepentingan China”.

    Itu akan menjadi pilihan yang mustahil bagi banyak negara.

    “Kita tidak dapat memilih, dan kita tidak akan pernah memilih [antara China dan AS],” kata Menteri Perdagangan Malaysia, Tengku Zafrul Aziz, kepada BBC pekan lalu.

    China Tahu Kelemahan Trump

    Trump kukuh bertahan dengan keputusannya saat harga-harga saham rontok menyusul pengumuman tarifnya pada awal April dan mengibaratkan kenaikan tarif gila-gilaan ini sebagai “pil pahit.”

    Tetapi dia segera banting stir, memberi jeda kenaikan tarif selama 90 hari setelah aksi jual besar-besaran obligasi pemerintah AS.

    Dikenal juga dengan istilah “treasuries”, obligasi ini sejak lama dianggap sebagai investasi yang aman. Tetapi perang dagang telah mengguncang kepercayaan pada aset tersebut.

    Sejak itu, Trump memberi isyarat untuk menurunkan tensi ketegangan perdagangan dengan China, dengan mengatakan bahwa tarif barang-barang China akan “turun secara signifikan, tetapi tidak akan menjadi nol.”

    Dengan begitu, para pengamat menyebut Beijing sekarang tahu bahwa pasar obligasi dapat menggoyahkan Trump.

    China juga memegang obligasi pemerintah AS sebesar US$ 700 miliar.

    Jepang, sekutu setia Amerika, adalah satu-satunya pemegang non-AS yang memiliki jumlah lebih dari itu.

    Beberapa pengamat berpendapat bahwa ini memberi Beijing keuntungan: media China secara teratur mewacanakan gagasan untuk menjual atau menahan pembelian obligasi AS sebagai “senjata”.

    Tetapi para ahli memperingatkan bahwa China bukannya tidak menghadapi konsekuensi dari situasi ini.

    Langkah itu, sebaliknya, akan menyebabkan kerugian besar bagi investasi Beijing di pasar obligasi dan mengacaukan mata uang Yuan China.

    China hanya akan dapat memberikan tekanan dengan obligasi pemerintah AS “hanya sampai titik tertentu”, kata Dr Zhang.

    “China memegang alat tawar-menawar, bukan senjata keuangan.”

    Kendali Atas Unsur Tanah Jarang

    Yang dapat dijadikan senjata oleh China adalah monopoli dalam mengekstraksi dan memurnikan unsur tanah jarang (rare earth elements), yaitu serangkaian elemen yang penting untuk manufaktur teknologi canggih.

    China memiliki cadangan unsur tanah jarang yang besar, seperti disprosium, yang digunakan dalam magnet kendaraan listrik dan turbin angin. Kemudian Yttrium, yang menyediakan lapisan tahan panas untuk mesin jet.

    Beijing telah menanggapi tarif terbaru Trump dengan membatasi ekspor tujuh unsur tanah jarang, termasuk beberapa unsur penting untuk membuat chip AI.

    China menyumbang sekitar 61% produksi unsur tanah jarang dan 92% pemurniannya, menurut perkiraan Badan Energi Internasional (IEA).

    Australia, Jepang, dan Vietnam memang sudah mulai menambang unsur tanah jarang, tapi perlu waktu bertahun-tahun sebelum Tiongkok dapat diputus dari rantai pasokan.

    Pada 2024, Tiongkok melarang ekspor mineral penting lainnya, antimon, yang penting untuk berbagai proses manufaktur. Harganya naik lebih dari dua kali lipat di tengah gelombang kepanikan sejumlah negara dalam mencari pemasok alternatif.

    Kekhawatirannya adalah hal yang sama dapat terjadi pada pasar unsur tanah jarang, yang akan sangat mengganggu berbagai industri mulai dari kendaraan listrik hingga pertahanan.

    “Segala sesuatu yang dapat Anda nyalakan atau matikan kemungkinan besar menggunakan logam tanah jarang,” kata Thomas Kruemmer, direktur Ginger International Trade and Investment, kepada BBC.

    “Dampaknya pada industri pertahanan AS akan sangat besar.”

    Halaman 2 dari 5

    (rdp/rfs)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Upaya Prabowo Lunakkan Trump Sedang Berjalan, Tim Khusus Mulai Nego Tarif

    Upaya Prabowo Lunakkan Trump Sedang Berjalan, Tim Khusus Mulai Nego Tarif

    Jakarta

    Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto bertemu Menteri Keuangan Amerika Serikat Scott Bessent. Pertemuan tersebut merupakan rangkaian dari negosiasi kebijakan tarif impor tinggi Presiden Donald Trump.

    Airlangga, bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Wakil Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Mari Elka Pangestu, menegosiasi tarif 32% untuk produk impor asal Indonesia. Pertemuan berlangsung di ibu kota Amerika Serikat, Washington DC, Kamis 24 April kemarin.

    “Saya menegaskan kembali posisi Indonesia yang telah disampaikan juga kepada USTR dan Secretary of Commerce pada pertemuan sebelumnya,” kata Airlangga dikutip dari akun Instagram @airlanggahartarto_official, Jumat (25/4/2025).

    Sebagaimana arahan Presiden Prabowo Subianto, Airlangga menyampaikan ke Bessent soal posisi Indonesia dalam mengatasi defisit Neraca Perdagangan AS terhadap Indonesia.

    Khususnya untuk membuat perdagangan yang seimbang atau dia sebut sebagai ‘fair and square.’

    “Kami juga akan meningkatkan nilai investasi dan kerja sama dalam Critical Minerals. Kolaborasi juga akan mencakup kerja sama keuangan dan ekonomi digital,” papar Airlangga melanjutkan.

    Bessent, kata Airlangga, juga menyampaikan apresiasi atas respons cepat yang disampaikan Pemerintah Indonesia segera setelah keluarnya pengumuman penundaan tarif oleh Pemerintah AS.

    Selain itu, pihak AS juga menyatakan ingin bekerja sama lebih erat dalam Forum G20. Seperti diketahui, tahun 2026 AS akan memegang mandat sebagai Presidensi G20.

    (hal/hns)

  • Apindo Minta Pemerintah Tak Cuma Andalkan Negosiasi untuk Hadapi Tarif Trump

    Apindo Minta Pemerintah Tak Cuma Andalkan Negosiasi untuk Hadapi Tarif Trump

    Bisnis.com, JAKARTA — Dunia usaha menyebut gerak cepat dan proaktif pemerintah untuk bernegosiasi dengan Amerika Serikat (AS) terkait tarif timbal balik alias tarif resiprokal merupakan dukungan nyata untuk industri dalam negeri. Namun, pemerintah juga perlu melakukan berbagai upaya alternatif lain untuk mengantisipasi dinamika kebijakan perdagangan AS.  

    Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta W Kamdani melihat langkah ini sebagai dukungan nyata pemerintah terhadap kepentingan menciptakan daya saing yang terbaik bagi pelaku usaha. Begitu pun dengan produk ekspor Indonesia di pasar Negara Paman Sam.

    Namun, Shinta menekankan dunia usaha juga harus melihat perkembangan dari negosiasi tarif yang dikenakan AS untuk Indonesia. Menurutnya, dunia usaha perlu mengetahui sejauh mana Indonesia bisa memperoleh liberalisasi atau penurunan tarif yang diinginkan di pasar AS dengan berbagai trade off yang ditawarkan pemerintah ke pada AS.

    “Secara realistis, kita tidak bisa berharap banyak atau tergantung pada pencapaian kesepakatan dalam negosiasi yang sedang berjalan,” kata Shinta kepada Bisnis, Jumat (25/4/2025).

    Misalnya saja, kata Shinta, volatilitas kebijakan perdagangan AS yang sangat tinggi dan bukan hanya kebijakan tarif yang tak konsisten. Namun, juga ada hal-hal lain yang diformulasikan dan diputuskan menteri Presiden AS Donald Trump, menteri keuangan (menkeu) AS dan United States Trade Representative (USTR) yang dinilai tidak selalu sejalan dengan apa yang akhirnya diputuskan oleh Trump, ataupun sebaliknya.

    “Kita juga lihat bahwa negara-negara yang sebelumnya sudah berhasil menciptakan kesepakatan dengan Trump seperti Meksiko, Kanada, Korea, dan Singapura akhirnya juga tetap dikenakan terkena tarif tambahan oleh AS,” imbuhnya.

    Dia pun mengimbau agar pemerintah Indonesia juga harus siap mengantisipasi berbagai faktor jika kesepakatan yang dicapai tidak sesuai harapan atau tidak diindahkan oleh AS.

    Dalam hal ini, Indonesia harus tetap melakukan berbagai upaya alternatif untuk menstabilkan ekspor, stabilitas makro, dan kinerja pertumbuhan ekonomi dalam negeri.

    “Kami mendorong pemerintah agar jangan hanya fokus pada penciptaan bilateral deal dengan AS, tapi harus terlebih fokus dalam mempercepat realisasi upaya penciptaan stabilitas makro, stimulus kinerja ekspor, dan pertumbuhan ekonomi dalam negeri,” tuturnya.

    Butuh Stimulus

    Lebih lanjut, Shinta menuturkan, saat ini dunia usaha membutuhkan stimulus percepatan simplifikasi regulasi usaha dan peningkatan efisiensi biaya berusaha di Indonesia seperti perintah Presiden Prabowo Subianto.

    Dia berharap stimulus ini bisa dapat segera direalisasikan oleh pemerintah. Sebab, untuk menjamin peningkatan daya saing usaha dan produk nasional di pasar dalam dan luar negeri atau daya saing ekspor.

    Apalagi, lanjut dia, tanpa adanya simplifikasi regulasi dan peningkatan efisiensi biaya berusaha, Indonesia akan sangat sulit melakukan pengalihan pasar ekspor.

    “Jangankan pengalihan pasar ekspor, produk-produk industri kita pun bisa kalah saing dan terhimpit oleh produk-produk impor di pasar dalam negeri bila kita tidak memiliki iklim usaha yang memungkinkan industri-industri di dalam negeri memproduksi berbagai barang/jasa secara cost-efficient,” tuturnya.

    Di sisi lain, jika berbicara terkait peralihan ekspor, Shinta menilai hal ini nyatanya tidak semudah bisa dilakukan. Pasalnya, tidak semua produk ekspor bisa segera dijual ke negara lain.

    Bukan hanya itu, tidak semua negara juga bisa menyerap produk ekspor nasional yang teralihkan/tidak bisa diserap pasar AS imbas kenaikan tarif.

    Di samping kebijakan nontarif atau nontariff measures (NTMs), Shinta mengatakan, hambatan perdagangan yang menyebabkan peralihan ekspor tidak dapat dengan cepat atau dengan mudah dilakukan oleh pelaku usaha (eksportir) nasional seperti karakter permintaan pasar-pasar alternatif yang berbeda.

    Kemudian, daya serap atau daya beli pasar yang juga berbeda hingga perbedaan peran pembeli dalam memfasilitasi ekspor Indonesia ke negara tujuan.

    Maka dari itu, eksportir nasional perlu banyak dukungan dari pemerintah secara finansial dan non-finansial untuk bisa memanfaatkan potensi pasar-pasar alternatif untuk memaksimalkan kinerja ekspor dengan memanfaatkan pasar non-tradisional atau melakukan peralihan ekspor, jika AS mempertahankan kebijakan tarifnya.

    Meski demikian, sambung dia, peralihan ekspor ini pun tidak bisa dengan cepat dilakukan lantaran eksportir nasional juga perlu melihat potensi berbagai pasar alternatif yang mungkin sebelumnya belum pernah dijajaki.

    “Sehingga tentu perlu waktu untuk mempelajari pasar dan menciptakan trust dengan rekan usaha di negara baru. Jadi jangan dianggap peralihan ekspor itu bisa mudah atau cepat,” ujarnya.

    Apalagi di tengah dinamika global membuat peralihan perdagangan juga akan semakin sulit dilakukan. Maksudnya, semua negara memiliki kepentingan yang sama dengan Indonesia sehingga semua negara juga berusaha untuk melakukan diversifikasi ekspor dan mengalihkan ekspor dari AS ke negara lain.

    “Jadi persaingan dagang semakin tinggi di pasar global. Risiko proteksionisme terhadap perdagangan/ekspor dari negara lain juga sangat tinggi karena semua negara khawatir negaranya kebanjiran impor yang di-dumping negara lain,” ungkapnya.

    Imbasnya, mau tak mau pemerintah di semua negara meningkatkan kewaspadaan terhadap potensi dumping, subsidi perdagangan, dan lonjakan impor yang merugikan industri, serta persaingan pasar.

    Dengan kata lain, semua negara akan berupaya menjaga dan mengendalikan volume perdagangan dengan berbagai instrumen.

    “Karena itu, ekspor Indonesia sebaiknya diekspor secara kompetitif karena memiliki tingkat efisiensi produksi yang tinggi,” pungkasnya.

  • Warga AS Ramai-ramai Serbu Produk China, Tarif Trump Sia-sia

    Warga AS Ramai-ramai Serbu Produk China, Tarif Trump Sia-sia

    Daftar Isi

    Jakarta, CNBC Indonesia – Muncul fenomena baru yang menunjukkan solidaritas warga Amerika Serikat (AS) ke pedagang ritel China, menyusul perang dagang yang sengit antara AS dan China.

    Para pedagang China beramai-ramai mempromosikan produk-produk mewah dengan harga miring. Mereka membanjiri TikTok dan media sosial lainnya untuk menyasar pembeli dari AS.

    Para pedagang China mengklaim warga AS bisa membeli legging dan tas mewah yang mirip produk bermerek Lululemon, Hermes, dan Birkenstock, tetapi dengan harga lebih murah.

    Mereka mengklaim merek-merek mewah tersebut diproduksi di pabrik-pabrik China yang sama dengan barang yang mereka jajakan di media sosial.

    Influencer AS turut mempromosikan video-video dari pedagang China. Hal ini mendorong jumlah download aplikasi e-commerce China seperti DHGate dan Taobao di AS.

    Warga AS mewaspadai harga-harga barang yang melonjak tinggi akibat tarif Trump ke barang impor China dengan duluan membeli barang-barang tersebut via e-commerce China.

    Alhasil, DHGate langsung masuk jejeran ‘Top 10’ aplikasi paling banyak di-download di toko aplikasi Apple dan Google sepanjang pekan lalu.

    Video-video dari para pedagang China mendulang popularitas di TikTok dan Instagram. Mereka menghimpun jutaan view dan ribuan like. Unggahan-unggahan itu berhasil mendorong simpati warga AS terhadap China di tengah perang dagang yang dilancarkan Presiden AS Donald Trump.

    Trump memberlakukan tarif resiprokal sebesar 145% untuk barang-barang impor dari China yang masuk ke AS. China balas dendam dengan menetapkan tarif 125% untuk barang-barang impor AS yang dijual ke negaranya.

    “Trump menginjak-injak negara yang salah. China menang dalam perang ini,” kata salah satu netizen AS, dikutip dari The Economic Times, Jumat (25/4/2025).

    Media sosial menjadi jalur komunikasi langsung antara pemilik pabrik dan pedagang China dengan konsumen AS. Warga AS ramai menunjukkan protes terhadap keputusan pemerintahan Trump, sama seperti aksi penolakan saat TikTok hendak diblokir di AS.

    “Fenomena ini mengaktivasi pandangan politik warga AS, sama seperti yang terjadi saat TikTok hendak diblokir. Saat ini konteksnya adalah tarif dan hubungan kedua negara secara umum,” kata Matt Pearl, direktur yang fokus pada isu teknologi di Center for Strategic and International Studies.

    “Hal ini menunjukkan kemampuan komunikasi antara pedagang China dan konsumen AS, sekaligus memperlihatkan ketergantungan AS dengan barang-barang asal China,” kata dia.

    Jumlah video yang mendorong warga AS membeli langsung produk dari pabrik China meningkat 250% sepanjang pekan hingga 13 April 2025, menurut analis Graphika, Margot Hardy.

    Di TikTok, tagar #ChineseFactory (pabrik China) menghimpun 29.500 unggahan per 23 April 2025. Di Instagram, jumlahnya mencapai 27.300.

    Pakar ritel dan vendor di China mengatakan tidak mungkin video viral yang mengklaim sebagai produsen merek seperti Lululemon dan Hermes, menjual produk asli dari merek tersebut.

    Pasalnya, pabrik-pabrik merek mewah tersebut biasanya telah menandatangani perjanjian kerahasiaan yang ketat dan tidak mungkin menghancurkan hubungan jangka panjang mereka dengan merek-merek besar sebagai imbalan atas penjualan langsung beberapa barang, kata Sucharita Kodali, analis ritel di Forrester.

    Kodali berasumsi viralnya video-video dari produsen China di media sosial sepertinya diizinkan oleh pemerintah China.

    “Kepentingan Lululemon atau Chanel saat ini di China mungkin berada di urutan ke-100 dalam daftar hal-hal yang menjadi perhatian menteri perdagangan dan pejabat China di sana,” kata Kodali.

    Para produsen mungkin juga sedang terburu-buru untuk menutup penjualan sebelum tarif baru pada tanggal 2 Mei 2025 mendatang.

    Warga AS Jadi Mitra Afiliasi Ecommerce China

    Elizabeth Henzie, 23, dari Mooresville, North Carolina, mengatakan bahwa ia merasa biaya produksi dan harga eceran yang dijelaskan dalam video tersebut sangat mengejutkan.

    Ia membuat sheet khusus berisi pabrik-pabrik yang mengklaim menjual tiruan sneaker, tas mewah, dan lainnya, dan menautkannya di profil TikTok miliknya. Postingan tersebut telah menarik lebih dari 1 juta penayangan.

    Henzie kini bekerja sebagai mitra afiliasi untuk DHGate. Ia akan menerima produk gratis dari perusahaan tersebut untuk video ulasan dan komisi jika orang melakukan pembelian melalui tautannya. Ia yakin orang-orang di China pada dasarnya berusaha membantu warga AS.

    “Melihat banyak negara yang bersatu untuk mencoba membantu konsumen AS telah menggenjot moral saya,” kata Henzie.

    “Meski kondisi di AS saat ini buruk, menurut saya hal ini mendorong warga untuk lebih solid,” ia menjelaskan.

    TikTok yang dimiliki ByteDance asal China mengatakan telah menghapus beberapa video viral yang mempromosikan barang-barang mewah asal China. Menurut platform, beberapa video tersebut menyalahi kebijakan perusahaan dengan mempromosikan produk palsu.

    Namun, banyak yang mengunggah ulang video-video tersebut. Bahkan banyak video lawas tentang manufaktur China yang tersebar di linimasa media sosial di tengah isu tarif yang kontroversial.

    TikTok menolak berkomentar lebih lanjut. Instagram yang dimiliki Meta juga menolak berkomentar terkait video viral dari China.

    Pedagang China Berdarah-darah

    Para pedagang China mengatakan mereka mengunggah video-video tersebut saat penjualan anjlok. Yu Qiule, 36, pemilik pabrik di Shandong yang memproduksi peralatan fitness, mengatakan ia mulai mengunggah video di TikTok sejak pertengahan Maret 2025.

    Tujuannya adalah mencari konsumen lebih banyak setelah isu tarif menyebabkan gelombang pembatalan pesanan ke pabriknya.

    Louis Lv, general manager untuk ekspor di Hongye Jewelry Factory di Yiwu, Zhejiang, mengatakan perusahaannya mulai mengunggah di TikTok sejak akhir 2024. Kala itu, penjualan domestik mulai menunjukkan penurunan.

    Namun, video-videonya mulai banyak ditonton sejak pemerintahan Trump mengumumkan kebijakan tarif ke produk-produk impor China.

    “Filosofi pebisnis China adalah kami akan pergi ke manapun bisnis berada,” kata dia.

    Hermes Buka Suara

    Salah satu video viral di TikTok menunjukkan seorang pria yang memegang tas mirip Hermes Birkin. Ia mengklaim harga produksi tas mewah tersebut kurang dari US$1.400. Namun, Hermes menjualnya seharga US$38.000.

    Video itu sudah dihapus dari TikTok, tetapi banyak yang mengunggahnya kembali. Pria tersebut mengklaim pabrik di China menggunakan kulit dan hardware serupa Hermes Birkin. Bedanya, tak ada logo Hermes yang terpasang. Tas itu ditawarkan seharga US$1.000.

    Juru bicara Hermes mengatakan tas-tas mereka diproduksi 100% di Prancis dan menolak berkomentar lebih lanjut.

    Juru bicara Birkenstock juga menanggapi video-video yang menunjukkan produk tiruan perusahaannya. Birkenstock mengatakan produknya dirancang dan diproduksi di Uni Eropa. Perusahaan telah menghubungi TikTok dan video tersebut dihapus pada 15 April 2025.

    Lululemon yang juga menjadi target video viral TikTok dari manufaktur China turut angkat bicara. Manufaktur China mengklaim menjual legging serupa Lululemon dengan harga US$5.

    Lululemon telah menghubungi TikTok untuk menghapus konten tersebut. Lululemon juga menegaskan pihaknya tidak bekerja dengan pabrik-pabrik yang mengunggah video viral di TikTok. Perusahaan mewanti-wanti agar konsumen tak terkecoh dengan produk dan informasi palsu.

    (fab/fab)

  • Lima Kartu Sakti China Hadapi Perang Dagang dengan AS

    Lima Kartu Sakti China Hadapi Perang Dagang dengan AS

    Jakarta

    Perang dagang antara dua kekuatan ekonomi terbesar di dunia sedang berlangsung. Ekspor China ke AS dikenakan tarif sampai 245%, dan Beijing sudah membalas dengan tarif masuk 125% untuk produk impor dari Amerika.

    Konsumen, bisnis, dan pasar bersiap-siap menghadapi ketidakpastian lebih panjang di tengah ancaman resesi global yang semakin nyata.

    Presiden China Xi Jinping berkali-kali bilang bahwa pemerintahannya terbuka buat berdialog. Tapi dia juga memberi peringatan bahwa, jika diperlukan, mereka bakal “berjuang sampai titik darah penghabisan.”

    Ibarat permainan kartu, berikut lima ‘kartu sakti’ atau ‘senjata’ yang dimiliki Beijing untuk melawan tarif yang dikeluarkan Presiden AS Donald Trump.

    China mampu hadapi risiko, sampai titik tertentu

    China adalah ekonomi terbesar kedua di dunia. Artinya, China lebih mampu menahan ‘rasa sakit’ yang ditimbulkan tarif ketimbang negara-negara kecil.

    Dengan jumlah penduduk lebih dari satu miliar jiwa, China memiliki pasar domestik yang besar sehingga sebagian barang-barang ekspor yang terdampak tarif bisa dijual ke pasar domestik.

    Kenyataannya memang tidak semudah itu karena China mengalami penurunan konsumsi. Namun dengan berbagai insentif, mulai dari subsidi untuk peralatan rumah tangga hingga subsidi tiket kereta untuk kaum pensiunan, pemerintah China berharap dapat mendorong tingkat konsumsi.

    BBC

    BBC News Indonesia hadir di WhatsApp.

    Jadilah yang pertama mendapatkan berita, investigasi dan liputan mendalam dari BBC News Indonesia, langsung di WhatsApp Anda.

    BBC

    Elite partai mungkin “lebih dari siap untuk menanggung rasa sakit daripada menyerah pada yang mereka yakini sebagai agresi AS,” menurut Mary Lovely, pakar perdagangan AS-China di Peterson Institute di Washington D.C., kepada BBC Newshour awal bulan ini.

    Sebagai negara otoriter, China juga memiliki toleransi sakit yang lebih tinggi. Negara juga tidak terlalu pusing dengan opini publik yang cuma sesaat.

    Lagi pula, dalam waktu dekat tidak ada juga pemilu untuk menentukan para pemimpinnya. Tapi tetap saja, keresahan massal bisa jadi kekhawatiran, karena di China merebak ketidakpuasan atas krisis perumahan yang masih berlangsung dan pekerjaan yang semakin sulit.

    Getty ImagesWashington diprediksi akan sulit membuat China terpojok dalam perang dagang yang sedang bergulir.

    Ketidakpastian ekonomi yang disebabkan tarif merupakan pukulan bagi kaum muda yang hanya pernah mengalami kemajuan Tiongkok.

    Partai Komunis China berupaya memainkan kartu nasionalisme untuk membenarkan sikap Beijing yang tidak mau tunduk pada AS dan menerapkan tarif balasan terhadap Washington DC. Media pemerintah menyerukan kepada rakyat agar “menghadapi badai ini bersama-sama”.

    Presiden Xi Jinping mungkin khawatir tetapi, sejauh ini, Beijing telah menyampaikan nada menantang dan percaya diri. Seorang pejabat menegaskan bahwa: “Langit tidak akan runtuh.”

    China telah berinvestasi untuk masa depan

    Di bawah pemerintahan Xi Jinping, China telah berlomba dengan AS untuk mendominasi teknologi.

    Karena itu, China berinvestasi besar pada teknologi dalam negeri, mulai dari energi terbarukan hingga chip dan kecerdasan buatan (AI).

    Contohnya termasuk chatbot DeepSeek, yang dipuji sebagai pesaing tangguh ChatGPT.

    Kemudian BYD, yang mengalahkan Tesla tahun lalu sebagai pembuat kendaraan listrik (EV) terbesar di dunia. Apple juga telah kehilangan pangsa pasarnya di China lantaran pesaing lokal seperti Huawei dan Vivo terus berinovasi.

    Baru-baru ini Beijing mengumumkan rencana untuk menghabiskan lebih dari US$1 triliun selama dekade berikutnya untuk mendukung inovasi di bidang AI.

    Getty ImagesChina condong pada industri yang sedang berkembang dari kendaraan listrik hingga kecerdasan buatan.

    Perusahaan-perusahaan AS telah mencoba untuk memindahkan rantai pasokan mereka dari China, tetapi mereka kesulitan menemukan infrastruktur dan tenaga kerja terampil yang sama di tempat lain.

    Produsen China di setiap tahap rantai pasokan telah memberi China kemajuan signifikan yang akan membutuhkan waktu berpuluh tahun untuk ditiru negara lain.

    Keahlian rantai pasokan yang tak tertandingi dan dukungan pemerintah telah menjadikan China sebagai pemain tangguh dalam perang dagang ini. Dalam beberapa hal, Beijing telah mempersiapkan hal ini sejak Trump pertama kali menjabat presiden.

    Pelajaran dari masa jabatan pertama Trump

    Sejak panel surya buatan China dikenai tarif Trump pada 2018 lalu, Beijing mempercepat rencananya untuk masa depan.

    China menggelontorkan miliaran dolar ke dalam program perdagangan dan infrastruktur yang kontroversial, yang lebih dikenal sebagai inisiatif Sabuk dan Jalan (Belt and Road Initiative) untuk menopang hubungan dengan negara-negara berkembang di belahan selatan.

    Perluasan perdagangan dengan Asia Tenggara, Amerika Latin, dan Afrika terjadi ketika China mencoba untuk melepaskan diri dari kendali AS.

    Getty ImagesXi baru-baru ini melakukan rangkaian kunjungan diplomatik di Asia Tenggara untuk menopang hubungan dengan mitra dagang utama.

    Sebelumnya, petani Amerika memasok 40% dari impor kedelai Chinaangka itu sekarang berkisar di 20%.

    Setelah mengalami perang dagang saat Trump pertama kali menjabat sebagai presiden, Beijing meningkatkan budidaya kedelai di dalam negeri dan membeli panen dalam jumlah besar dari Brasilyang sekarang menjadi pemasok kedelai terbesar ke China.

    “Taktiknya sekali dayung, dua tiga pulau terlampaui.”

    “Langkah ini tidak cuma menghilangkan pasar tetap para petani Amerika, tapi juga memperkuat ketahanan pangan China,” kata Marina Yue Zhang, profesor di Australia-China Relations Institute, University of Technology Sydney.

    AS bukan lagi pasar ekspor terbesar China: posisi itu sekarang milik Asia Tenggara.

    Faktanya, China adalah mitra dagang terbesar untuk 60 negara pada tahun 2023hampir dua kali lebih banyak daripada AS.

    Baca juga:

    China menjadi eksportir terbesar di dunia dan mencatat rekor surplus perdagangan sebesar US$1 triliun pada akhir 2024.

    Itu tidak berarti AS bukan mitra dagang penting bagi China. Namun, kondisi saat ini membuat AS tidak mudah untuk memojokkan China.

    Setelah muncul laporan bahwa Gedung Putih akan menggunakan negosiasi perdagangan bilateral untuk mengisolasi China, Beijing telah memperingatkan negara-negara lain agar tidak “mencapai kesepakatan dengan mengorbankan kepentingan China”.

    Itu akan menjadi pilihan yang mustahil bagi banyak negara.

    “Kita tidak dapat memilih, dan kita tidak akan pernah memilih [antara China dan AS],” kata Menteri Perdagangan Malaysia, Tengku Zafrul Aziz, kepada BBC pekan lalu.

    China tahu kelemahan Trump

    Trump kukuh bertahan dengan keputusannya saat harga-harga saham rontok menyusul pengumuman tarifnya pada awal April dan mengibaratkan kenaikan tarif gila-gilaan ini sebagai “pil pahit.”

    Tetapi dia segera banting stir, memberi jeda kenaikan tarif selama 90 hari setelah aksi jual besar-besaran obligasi pemerintah AS.

    Dikenal juga dengan istilah “treasuries”, obligasi ini sejak lama dianggap sebagai investasi yang aman. Tetapi perang dagang telah mengguncang kepercayaan pada aset tersebut.

    Sejak itu, Trump memberi isyarat untuk menurunkan tensi ketegangan perdagangan dengan China, dengan mengatakan bahwa tarif barang-barang China akan “turun secara signifikan, tetapi tidak akan menjadi nol.”

    Getty ImagesPasar obligasi pemerintah AS mengalami aksi jual besar-besaran ketika Trump mengumumkan tarif tinggi di sebagian besar negara-negara.

    Dengan begitu, para pengamat menyebut Beijing sekarang tahu bahwa pasar obligasi dapat menggoyahkan Trump.

    China juga memegang obligasi pemerintah AS sebesar US$ 700 miliar.

    Jepang, sekutu setia Amerika, adalah satu-satunya pemegang non-AS yang memiliki jumlah lebih dari itu.

    Beberapa pengamat berpendapat bahwa ini memberi Beijing keuntungan: media China secara teratur mewacanakan gagasan untuk menjual atau menahan pembelian obligasi AS sebagai “senjata”.

    Baca juga:

    Tetapi para ahli memperingatkan bahwa China bukannya tidak menghadapi konsekuensi dari situasi ini.

    Langkah itu, sebaliknya, akan menyebabkan kerugian besar bagi investasi Beijing di pasar obligasi dan mengacaukan mata uang Yuan China.

    China hanya akan dapat memberikan tekanan dengan obligasi pemerintah AS “hanya sampai titik tertentu”, kata Dr Zhang.

    “China memegang alat tawar-menawar, bukan senjata keuangan.”

    Kendali atas unsur tanah jarang

    Yang dapat dijadikan senjata oleh China adalah monopoli dalam mengekstraksi dan memurnikan unsur tanah jarang (rare earth elements), yaitu serangkaian elemen yang penting untuk manufaktur teknologi canggih.

    China memiliki cadangan unsur tanah jarang yang besar, seperti disprosium, yang digunakan dalam magnet kendaraan listrik dan turbin angin. Kemudian Yttrium, yang menyediakan lapisan tahan panas untuk mesin jet.

    Beijing telah menanggapi tarif terbaru Trump dengan membatasi ekspor tujuh unsur tanah jarang, termasuk beberapa unsur penting untuk membuat chip AI.

    Getty ImagesMineral langka seperti tanah jarang sangat penting untuk pembuatan semikonduktor.

    China menyumbang sekitar 61% produksi unsur tanah jarang dan 92% pemurniannya, menurut perkiraan Badan Energi Internasional (IEA).

    Australia, Jepang, dan Vietnam memang sudah mulai menambang unsur tanah jarang, tapi perlu waktu bertahun-tahun sebelum Tiongkok dapat diputus dari rantai pasokan.

    Pada 2024, Tiongkok melarang ekspor mineral penting lainnya, antimon, yang penting untuk berbagai proses manufaktur. Harganya naik lebih dari dua kali lipat di tengah gelombang kepanikan sejumlah negara dalam mencari pemasok alternatif.

    Kekhawatirannya adalah hal yang sama dapat terjadi pada pasar unsur tanah jarang, yang akan sangat mengganggu berbagai industri mulai dari kendaraan listrik hingga pertahanan.

    “Segala sesuatu yang dapat Anda nyalakan atau matikan kemungkinan besar menggunakan logam tanah jarang,” kata Thomas Kruemmer, direktur Ginger International Trade and Investment, kepada BBC.

    “Dampaknya pada industri pertahanan AS akan sangat besar.”

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Di Tengah Perang Dagang dengan AS, China Ingin Buka Lebar Keran Impor Produk dari Indonesia – Halaman all

    Di Tengah Perang Dagang dengan AS, China Ingin Buka Lebar Keran Impor Produk dari Indonesia – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Juru Bicara Kementerian Luar Negeri RI Rolliansyah Soemirat menyampaikan pertemuan bilateral antara Menlu Sugiono dan Menlu Republik Rakyat Tiongkok (RRT) Wang Yi di Beijing pada Senin (21/4) lalu membahas beberapa hal, salah satunya kerja sama perdagangan.

    Dalam pertemuan itu Tiongkok atau China menegaskan keinginan kuatnya untuk membuka lebar keran impor bagi produk-produk dari Indonesia. Produk yang dimaksud antara lain sektor perikanan dan buah durian.

    “Memang dibahas bagaimana kerja sama perdagangan dapat lebih ditingkatkan dan ada keinginan kuat dari pemerintah RRT untuk memberikan akses pasar yang lebih besar kepada produk-produk Indonesia, secara spesifik dibahas mengenai produk-produk perikanan dan juga buah durian,” kata Roy dalam konferensi pers di Kantor Kemlu RI, Jakarta, Kamis (24/4/2025).

    Roy mengatakan keinginan China melebarkan keran impor produk Indonesia ini merupakan tindak lanjut dari eksplorasi yang sebelumnya telah dilakukan kedua negara, tetapi belum diimplementasikan secara komprehensif.

    “Ini sudah menunjukkan adanya keinginan untuk lebih membuka diri kepada hal-hal yang sifatnya baru yang mungkin selama ini sudah di-explore namun belum diimplementasikan secara komprehensif atau dalam skala yang belum besar,” ungkapnya.

    Adapun keinginan China membuka keran impor untuk produk-produk Indonesia diutarakan di tengah perang dagang dengan Amerika Serikat (AS).

    Presiden AS Donald Trump mematok pajak tinggi bagi produk-produk China yang masuk ke negeri Paman Sam.

    Trump mematok tarif dasar sampai 145 persen dan tarif resiprokal hingga 245 persen untuk barang-barang dari China yang masuk ke AS.

    China pun membalas dengan menaikkan tarif hingga 125 persen untuk produk-produk impor dari AS.

    Indonesia juga masuk dalam daftar negara yang dikenakan kenaikan tarif pajak oleh Trump.

    Presiden AS itu mengenakan kenaikan tarif 10 persen bagi produk tekstil dan pakaian dari Indonesia. Sehingga produk sejenis dikenakan tarif total berkisar 15-30 persen yang berasal dari tarif awal 5-20 persen ditambah tarif dasar baru sebesar 10 persen. Kenaikan tarif ini berlaku sejak 5 April 2025.

    Indonesia juga dikenakan tarif resiprokal sebesar 32 persen oleh AS, tetapi kebijakan ini ditunda selama 90 hari sejak 9 April 2025.

  • Bea Cukai: Kebijakan Trump belum berpengaruh di Sulut

    Bea Cukai: Kebijakan Trump belum berpengaruh di Sulut

    Manado (ANTARA) – Kepala Kantor Wilayah Bea Cukai Sulawesi Bagian Utara (Sulbagtara) mengatakan bahwa kebijakan tarif Presiden Amerika Serikat Donald Trump belum berpengaruh di Provinsi Sulawesi Utara (Sulut).

    “Saya rasa kebijakan Trump akan tarif terhadap impor, belum berpengaruh di Sulut,” kata Kepala Kantor Wilayah Bea Cukai Sulawesi Bagian Utara (Sulbagtara) Erwin Situmorang dalam acara Halal bi Halal Bank Indonesia bersama pemerintah dan pelaku usaha di Manado, Kamis.

    Dia mengatakan bahwa belum berpengaruh di Sulut karena sebagian besar produk impor Sulut masuk melalui Pelabuhan di Jakarta dan Surabaya.

    Trump mengumumkan tentang pengenaan tarif resiprokal terhadap impor dari sejumlah negara yang masuk ke Amerika Serikat (AS) pada 2 April 2025 lalu.

    Indonesia dikenakan tarif 32 persen. Awalnya tarif resiprokal ditetapkan berlaku mulai 9 April 2025.

    Apalagi, katanya, Sulut terus mengalami surplus neraca perdagangan setiap bulan, bahkan nilai impor mengalami penurunan.

    Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Sulut Aidil Adha mengatakan bahwa neraca perdagangan Provinsi Sulawesi Utara pada Maret 2025 mengalami surplus sebesar 83,83 juta dolar AS.

    “Nilai ekspor Provinsi Sulawesi Utara pada Maret 2025 tercatat 92,36 juta dolar AS, sementara impor hanya senilai 8,52 juta dolar AS,” kata Aidil.

    Dia mengatakan bahwa komoditas ekspor terbesar pada Maret 2025 masih didominasi lemak dan minyak hewani/nabati senilai 65,49 juta dolar AS atau 70,91 persen dari total ekspor.

    Sedangkan untuk komoditas impor terbesar adalah bahan bakar mineral senilai 6,98 juta dolar AS atau 81,93 persen dari total impor.

    Negara tujuan ekspor terbesar Provinsi Sulawesi Utara pada Maret 2025 adalah
    China, yakni 30,93 juta dolar AS atau 33,49 persen dari total ekspor.

    Malaysia, katanya, menjadi negara asal impor terbesar pada bulan Maret 2025 yang mencapai 6,98 juta dolar AS atau sebesar 81,93 persen dari total impor.

    Pewarta: Nancy Lynda Tigauw
    Editor: Iskandar Zulkarnaen
    Copyright © ANTARA 2025

  • Mendag: Impor Bawang Putih-Mobil Listrik Naik Signifikan Maret 2025

    Mendag: Impor Bawang Putih-Mobil Listrik Naik Signifikan Maret 2025

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengungkap impor barang konsumsi seperti bawang putih, apel, hingga mobil listrik mengalami kenaikan signifkan pada Maret 2025.

    Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso mengatakan impor barang konsumsi naik 18,73% dibandingkan bulan sebelumnya (month-over-month/MoM) pada Maret 2025. Begitu pula dengan impor barang modal yang naik sebesar 7,28% MoM.

    “Barang konsumsi yang impornya naik signifikan antara lain, bawang putih, apel, jeruk, monitor berwarna, dan mobil listrik,” kata Budi dalam keterangan tertulis, Rabu (23/4/2025).

    Sementara itu, Budi menuturkan impor barang modal yang naik signifikan adalah mesin sortir, mesin pemanas, komputer, pesawat terbang, dan kapal tanker.

    Di sisi lain, impor bahan baku dan penolong tercatat mengalami penurunan sebesar 3,27% MoM. Adapun, impor bahan baku dan penolong yang turun di antaranya gandum, kedelai, tebu, batu bara bitumen, dan pipa.

    Alhasil, kinerja impor Maret 2025 masih didominasi bahan baku dan penolong dengan pangsa 71,23%, diikuti barang modal 19,56%, dan barang konsumsi 9,21%.

    Secara keseluruhan, impor Indonesia tercatat sebesar US$18,92 miliar. Nilainya naik 0,38% dibandingkan Februari 2025 dan naik 5,34% dibandingkan Maret 2024.

    Jika dibandingkan dengan Februari 2025, kenaikan impor Maret 2025 hanya terjadi pada sektor migas sebesar 9,07%, sementara impor nonmigas turun sebesar 1,18% MoM.

    Adapun, beberapa produk impor nonmigas dengan kenaikan tertinggi pada Maret 2025 di antaranya buah-buahan (HS 08) naik 56,63% dan pupuk (HS 31) naik 46,06%.

    Kemudian, kertas, karton, dan barang daripadanya (HS 48) yang naik 29,12%. Kain rajutan (HS 60) naik 23,69%, serta ampas dan sisa industri makanan (HS 23) naik 14,60% dibandingkan bulan lalu.

    Berdasarkan negara asal, impor nonmigas Indonesia didominasi dari China, Jepang, dan Thailand dengan total pangsa 52,21% dari total impor nonmigas Maret 2025.

    Selain itu, beberapa negara asal impor nonmigas dengan kenaikan tertinggi, di antaranya adalah Pantai Gading yang naik 357,70%, Afrika Selatan 206,68%, Swedia 76,13%, Prancis 68,29%, dan Inggris 40,35% (MoM).

    Secara kumulatif untuk periode Januari—Maret 2025, total impor mencapai US$55,71 miliar, atau naik 1,47% (CtC). Peningkatan impor ini dipicu impor nonmigas yang naik sebesar 2,91%, namun impor migas turun sebesar 5,85% (CtC).

  • Trump Beri Sinyal Akhiri Perang Dagang, Bakal Pangkas Tarif Impor untuk China – Halaman all

    Trump Beri Sinyal Akhiri Perang Dagang, Bakal Pangkas Tarif Impor untuk China – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, memberikan sinyal pemangkasan tarif secara drastis terhadap seluruh produk impor asal China.

    Sinyal itu diungkap Trump dalam konferensi pers di Gedung Putih pada Rabu (23/4/2025).

    Kendati tarif tinggi atas barang-barang dari China akan turun secara substansial, tetapi Trump menegaskan penurunan tarif tersebut tidak akan menjadi nol persen.

    “Tarifnya akan turun secara signifikan, tapi tidak akan menjadi nol,” kata Trump di Washington, dikutip dari The Guardian.

    “Kami akan bersikap sangat baik, mereka juga akan bersikap sangat baik, dan kita lihat nanti apa yang terjadi,” lanjutnya.

    Trump menyadari penerapan tarif impor sebesar 145 persen terhadap China sangat besar. Oleh karenanya ia mengatakan nantinya tarif impor terhadap China tidak akan sebesar 145 persen.

    Trump juga berniat menarik China untuk menjalin kerja sama.

    Trump menilai kerja sama dengan China akan membuat atmosfer perdagangan menjadi lebih ideal.

    “145 persen itu sangat tinggi dan tidak akan setinggi itu. Tidak akan mendekati angka itu. Itu akan turun secara signifikan. Tapi tidak akan nol,” kata Trump.

    Pernyataan Trump tersebut merupakan respons atas komentar sebelumnya pada hari Selasa oleh Menteri Keuangan Scott Bessent, yang mengatakan bahwa tarif tinggi secara efektif telah menghentikan perdagangan antar kedua negara.

    Bessent mengatakan penurunan tarif terhadap China bukanlah untuk memutuskan hubungan yang keras atau pemisahan total antara Amerika Serikat dan China.

    Namun untuk menyeimbangkan kembali perdagangan yang telah terjalin antara Amerika Serikat dan China.

    Mengingat beberapa pekan terakhir pasar saham dan obligasi AS terus bergejolak buntut perang tarif besar-besaran antara Trump dan Jinping.

    China Tolak Tunduk

    Pasca pernyataan tersebut dirilis, sejauh ini pemerintah Tiongkok belum menanggapi berita tersebut, justru mereka terus-menerus mengkritik tarif Trump.

    Di platform media sosial Tiongkok, Weibo, pernyataan Trump menjadi tren dengan berbagai tagar termasuk “Trump mengakui kekalahan”.

    Portal berita pemerintah, China Daily, bahkan menggambarkannya sebagai “lambang proteksionisme populis agenda MAGA”, dan mengganggu stabilitas perdagangan global.

    Sebagai informasi, aksi saling lempar tarif impor antara China dan AS bermula dari Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang mengumumkan tarif resiprokal atau tarif timbal balik sebesar 34 persen. 

    Sebagai bentuk balasan Komite Tarif Dewan Negara China turut menerapkan tarif 34 persen atas produk-produk asal AS.

    Ketegangan yang semakin berlanjut akhirnya mendorong AS untuk menjatuhkan tarif 245 persen ke China.

    Dengan rincian mencakup tarif timbal balik terbaru sebesar 125 persen, tarif sebesar 20 persen untuk mengatasi krisis fentanyl.

    Serta tarif 7,5 persen dan 100 persen pada barang-barang tertentu untuk mengatasi praktik perdagangan yang tidak adil, sebagaimana dikutip dari Reuters.

    Kendati AS menjatuhkan tarif lebih tinggi ke China, namun dalam forum itu Lin menegaskan bahwa negaranya tak akan tunduk.

    “Tiongkok tidak akan peduli jika Amerika Serikat terus memainkan permainan angka tarif,” kata juru Bicara Kementerian Luar Negeri, Lin Jian.

    “China tidak ingin berperang dagang dengan AS, tetapi sama sekali tidak takut jika AS bersikeras memprovokasi,” imbuhnya.

    China Ancam Negara yang Negosiasi Tarif ke AS

    Lebih lanjut, pemerintah China di bawah pimpinan Xi Jinping mengancam akan menjatuhkan sanksi balasan kepada negara-negara yang melakukan negosiasi terhadap kenaikan tarif impor Amerika Serikat (AS).

    Tak dijelaskan secara rinci sanksi apa yang akan diterapkan Jinping kepada negara-negara yang melakukan negosiasi terhadap kenaikan tarif Trump.

    Namun Kementerian Perdagangan China menegaskan bahwa Tiongkok akan mengambil tindakan balasan dan timbal balik yang tegas.

    Ancaman ini dilontarkan Jinping setelah munculnya laporan bahwa AS berencana menggunakan negosiasi tarif untuk menekan puluhan negara agar memberlakukan hambatan baru pada perdagangan dengan China.

    “China dengan tegas menentang pihak manapun yang mencapai kesepakatan dengan mengorbankan kepentingan China. Jika ini terjadi, China tidak akan pernah menerimanya dan akan dengan tegas mengambil tindakan balasan,” kata juru bicara Kementerian Perdagangan China, dikutip dari BBC International.

    Tak hanya melontarkan ancaman, China juga memperingatkan negara-negara agar tidak lembek menghadapi perang tarif Trump.

    Meski Tiongkok menghormati semua pihak yang menyelesaikan perbedaan ekonomi dan perdagangan dengan AS melalui konsultasi dengan kedudukan yang setara.

    Akan tetapi jika tarif Trump diterima begitu saja oleh negara-negara lain, hal itu bisa mendorong negara kuat seperti AS berlaku seenaknya, melanggar aturan WTO (Organisasi Perdagangan Dunia).

    China melihat bahwa negosiasi bilateral tarif antara AS dan negara-negara lain merupakan strategi untuk memecah solidaritas internasional dalam menghadapi perang dagang.

    Terlebih sejumlah negara yang mencari kesepakatan dengan AS dengan mengorbankan kepentingannya bersama China.

    Alasan tersebut yang membuat China murka, memandang ini sebagai bentuk pengkhianatan terhadap semangat keadilan dagang global.

    “Kedamaian tidak akan mendatangkan perdamaian, dan kompromi tidak akan mendatangkan rasa hormat,” tegas Kementerian Perdagangan China.

    “Mendahulukan kepentingan pribadi yang bersifat sementara dan mengorbankan kepentingan pihak lain, sama saja dengan mencari kulit harimau (cari gara-gara),” lanjut pernyataan tersebut.

    (Tribunnews.com / Namira)