Topik: produk impor

  • Prabowo Revisi Aturan TKDN untuk Belanja Pemerintah/BUMN jadi Minimal 25%

    Prabowo Revisi Aturan TKDN untuk Belanja Pemerintah/BUMN jadi Minimal 25%

    Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Prabowo Subianto telah mengesahkan perubahan aturan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) untuk pengadaan barang/jasa pemerintah yang tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) No. 46 Tahun 2025. 

    Beleid baru tersebut mengatur kewajiban pemerintah maupun badan usaha milik negara (BUMN) dan badan usaha milik daerah (BUMD) untuk memprioritaskan pembelian barang/jasa dengan produk dalam negeri (PDN), ketimbang produk impor. 

    Adapun, aturan lebih detail tercantum dalam pasal 66 dalam beleid tersebut. Pada ayat pertama ditegaskan bahwa kementerian/lembaga/perangkat daerah/institusi lainnya wajib menggunakan produk dalam negeri, termasuk rancang bangun dan perekayasaan nasional.

    Pada ayat kedua, terdapat penjelasan lebih lanjut terkait prioritas penggunaan produk lokal oleh pemerintah sesuai dengan nilai TKDN. Prioritas pertama penggunaan produk dalam negeri dengan TKDN minimal 25%. Aturan tersebut berlaku jika produk lokal yang ada memiliki penjumlahan nilai TKDN ditambah nilai bobot manfaat perusahaan (BMP) minimal 40%.

    Prioritas kedua, apabila produk dalam negeri yang dibutuhkan memiliki penjumlahan nilai TKDN di bawah 40% dan volumenya tidak mencukupi kebutuhan, maka pemerintah dapat membeli produk dengan nilai TKDN paling sedikit 25%. 

    Poin ketiga, jika produk dalam negeri yang dibutuhkan pemerintah tidak tersedia atau secara volume tidak mencukupi, maka menggunakan produk dalam negeri yang memiliki nilai TKDN kurang dari 25%.

    “Dalam hal produk dalam negeri sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c tidak tersedia atau volume tidak mencukupi kebutuhan, maka menggunakan produk dalam negeri yang telah tercantum dalam sistem informasi industri nasional,” bunyi beleid pada pasal 66 ayat (2) poin keempat. 

    Kebijakan ini menyoroti nilai TKDN minimal 25% dalam pembelanjaan pemerintah apabila produk dalam negeri tidak mencukup atau belum diproduksi dalam negeri. 

    Pada regulasi TKDN sebelumnya yang tertuang dalam Perpres No. 16 Tahun 2018, pemerintah dapat langsung membeli produk impor jika produk dalam negeri yang penjumlahan skor TKDN dan BMP belum mampu di atas 40%.

    Untuk aturan tata cara perhitungan nilai TKDN, pemerintah melalui Kementerian Perindustrian tengah melakukan kebijakan reformasi kebijakan sebagai upaya deregulasi yang tengah digencarkan pemerintah. 

    Pemerintah melakukan deregulasi ekonomi guna memberikan kemudahan cara penghitungan, mempercepat proses penghitungan, dan mengurangi beban biaya sertifikasi TKDN sehingga lebih mudah, cepat, murah. 

    Presiden Prabowo Subianto mengarahkan seluruh anggota kabinetnya untuk membuat aturan TKDN yang lebih fleksibel dan realitis.  

    Orang nomor satu di Indonesia itu justru khawatir apabila TKDN dipaksakan dapat berpotensi memicu penurunan daya saing industri. Meskipun dia mengakui kebijakan TKDN diberlakukan dengan niat baik dan demi kepentingan bangsa. 

    “Tapi kita harus realistis, TKDN dipaksakan akhirnya kita kalah kompetitif. TKDN fleksibel saja lah, mungkin diganti dengan insentif,” kata Prabowo dalam agenda Sarasehan Ekonomi, beberapa waktu lalu. 

    Untuk itu, Prabowo memerintahkan kementerian yang mengatur terkait perhitungan TKDN untuk membuat aturan dengan lebih realistis. Dia pun menekankan bahwa TKDN tidak dapat menyelesaikan masalah kemampuan komponen lokal. 

  • Menperin Beberkan Kondisi Industri di RI Terkini

    Menperin Beberkan Kondisi Industri di RI Terkini

    Jakarta

    Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mencatat industri pengolahan non-migas mengalami peningkatan dalam kontribusi terhadap perekonomian nasional, yang tercermin dari catatan pada kuartal-I tahun 2025 sebesar 17,50%.

    Capaian ini naik dibanding periode yang sama pada tahun 2024 sebesar 17,47%, dan lebih tinggi dari sumbangsih sepanjang tahun 2024 yang berada di angka 17,16%.

    Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengapresiasi para pelaku industri non-migas. Kinerja positif ini merupakan wujud nyata dari resiliensi dan daya saing industri nasional di tengah gejolak dampak ekonomi global dan banjir produk impor murah di pasar domestik.

    “Tren peningkatan kontribusi industri pengolahan nonmigas ini adalah sinyal positif bahwa upaya pemerintah dalam memperkuat struktur industri terus berjalan, karena untuk menciptakan industri yang terintegrasi dari hulu sampai hilir dan menghasilkan nilai tambah tinggi bagi perekonomian serta penyerapan tenaga kerja,” ujar Agus dalam keterangan tertulis, Senin (5/5/2025).

    Dibandingkan dengan kuartal II-2022 pasca COVID-19, kontribusi ekonomi industri pengolahan nonmigas memiliki tren meningkat sampai dengan triwulan I-2025 ini.

    Menurut Agus, salah satu strategi utama yang terus dipacu untuk lebih menguatkan rantai pasok dan meningkatkan nilai tambah bahan baku dalam negeri, antara lain melalui kebijakan hilirisasi industri dan optimalisasi program Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN) yang diwujudkan dalam kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN).

    “Kami telah memulai reformasi kebijakan TKDN sejak awal Januari 2025 lalu. Hal ini menjadi krusial untuk menciptakan nilai tambah di dalam negeri, mengurangi ketergantungan pada impor, dan penciptaan lapangan kerja,” tuturnya.

    Selain itu, lanjut Agus, hilirisasi adalah kunci untuk mengubah paradigma ekonomi berbasis komoditas mentah menjadi produk yang bernilai tambah tinggi. Kebijakan ini terbukti memberikan efek yang luas bagi perekonomian nasional di antaranya membuka lapangan kerja, memperluas investasi, dan meningkatkan nilai ekspor.

    “Dengan kombinasi kebijakan hilirisasi, peningkatan TKDN, serta transformasi industri berbasis teknologi dan riset, kami optimistis kinerja dan kontribusi ekonomi sektor industri manufaktur akan terus meningkat dan menjadi fondasi utama bagi pertumbuhan ekonomi nasional berkelanjutan,” tuturnya.

    Bahkan, menurut data World Bank, terjadinya peningkatan Manufacturing Value Added (MVA) juga turut berdampak pada posisi Indonesia masuk ke dalam negara manufaktur global. Pada tahun 2023, Indonesia berhasil masuk di posisi 12 besar dalam Manufacturing Countries by Value Added di dunia.

    Tren MVA selalu naik sejak tahun 2019-2023 kecuali pada masa pandemi Covid-19 melanda Indonesia. Untuk terus memacu value added ini perlu kebijakan yang strategis, pro-bisnis dan pro-investasi sehingga industri manufaktur kita semakin berdaya saing di kancah global, tambahnya.

    Merujuk data World Bank, MVA sektor manufaktur Indonesia pada tahun 2023 mencapai US$ 255,96 miliar atau meningkat 36,4% dibanding tahun 2022 sebesar US$ 241,87 miliar.

    Angka di tahun 2023 tersebut merupakan capaian tertinggi sepanjang sejarah dan mencerminkan peran strategis sektor industri pengolahan dalam perekonomian nasional. Untuk output dan global value, Indonesia setara dengan negara-negara maju lainnya seperti Inggris, Rusia, dan Prancis.

    Sementara itu, BPS mencatat, industri pengolahan nonmigas tumbuh sebesar 4,31 persen pada triwulan I-2025. Adapun sektor-sektor yang menjadi penopang kinerja industri manufaktur pada periode tersebut, antara lain industri makanan dan minuman yang tumbuh sebesar 6,04 persen. Hal ini didukung oleh permintaan yang cukup tinggi selama Ramadan dan Idulfitri.

    Selanjutnya, disokong oleh kinerja industri logam dasar yang tumbuh sebesar 14,47%, sejalan dengan peningkatan permintaan luar negeri untuk logam dasar, khususnya besi dan baja.

    Selain itu, industri kulit, barang dari kulit dan alas kaki yang tumbuh sebesar 6,95% karena didorong oleh peningkatan peningkatan permintaan domestik pada momen Ramadan dan Idulfitri, serta peningkatan ekspor.

    (ada/hns)

  • Situasi RI Genting! KPPU Kirim Warning Pemerintah, Hati-Hati Badai PHK

    Situasi RI Genting! KPPU Kirim Warning Pemerintah, Hati-Hati Badai PHK

    Jakarta, CNBC Indonesia – Wakil Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Aru Armando memperingatkan potensi terjadinya gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran dan aksi merger-akuisisi, sebagai dampak dari kebijakan tarif tinggi Amerika Serikat (AS) di bawah kepemimpinan Donald Trump.

    “Perusahaan yang bergantung pada ekspor ke AS akan mengurangi produksi karena permintaan turun,” kata Aru saat konferensi pers di kantornya, Senin (5/5/2025).

    Ia pun menggambarkan situasi yang tidak mengenakkan, di mana sektor manufaktur seperti tekstil, garmen, alas kaki, hingga furniture menjadi korban pertama. Menurutnya, ketika pesanan dari pasar ekspor anjlok, perusahaan tak punya banyak pilihan selain memangkas produksi, dan jalan tercepat untuk menyesuaikan diri adalah dengan cara melakukan PHK.

    “PHK itu paling mudah dan paling cepat dilakukan untuk efisiensi,” tegasnya.

    Namun, masalah tak berhenti di situ. Aru memprediksi, tekanan global akibat tarif tinggi akan memicu gelombang merger dan akuisisi di tanah air. Banyak perusahaan, demi bertahan hidup, akan memilih bergabung atau diambil alih.

    “Dalam kondisi perang tarif global, merger dan akuisisi untuk meningkatkan efisiensi itu sangat mungkin terjadi,” tukas dia.

    Tapi di balik strategi bisnis itu, ancaman besar mengintai. Akuisisi, terutama oleh perusahaan asing, berpotensi mengubah struktur pasar secara drastis. Ketika satu pemain menguasai pangsa pasar yang besar, kekuatan untuk mengatur harga dan distribusi produk menjadi sangat besar.

    Foto: Cover Fokus 1000 Hari Donald Trump/ Ilham Restu
    Cover Fokus 100 Hari Donald Trump

    “Dengan kekuatan market power yang besar, dia punya potensi untuk meng-adjust pasar. Maka pasar akan terdistorsi oleh perusahaan besar, dan PHK bisa terjadi secara masif,” jelasnya.

    Melihat bahaya tersebut, Aru mengingatkan pemerintah untuk segera mengambil tindakan. Pengawasan ketat terhadap praktik monopoli, merger, dan akuisisi harus diperkuat. Di saat yang sama, strategi perdagangan perlu disusun hati-hati, khususnya dalam mengatur produk-produk impor.

    “Pemerintah harus berhati-hati menentukan produk apa yang ditingkatkan impornya,” ucap Aru.

    Lebih jauh, Aru juga menyoroti bahaya dari kebijakan tarif tinggi Trump dalam menurunkan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) dan menghapus kuota impor.

    “Produk domestik dengan TKDN tinggi akan kalah dengan produk murni impor. Ini jadi disinsentif investasi di sektor manufaktur,” kata dia.

    Dalam situasi ini, UMKM menjadi pihak yang paling rentan terdampak. “UMKM adalah garda depan Indonesia. Jika tidak dijaga hari ini, besok kita hanya akan menjadi penonton di negeri sendiri,” tandas Aru.

    Sebagai langkah konkrit, KPPU membuka ruang konsultasi bagi pelaku usaha yang kesulitan di tengah ketatnya persaingan global.

    “KPPU mendorong pelaku usaha domestik untuk terus melakukan komunikasi dan konsultasi kepada KPPU dalam membahas hambatan usaha serta strategi bisnis,” pungkasnya.

    (wur)

  • Industri Pengolahan Nonmigas Catat Kontribusi 17,50 Persen Terhadap Pertumbuhan Ekonomi – Halaman all

    Industri Pengolahan Nonmigas Catat Kontribusi 17,50 Persen Terhadap Pertumbuhan Ekonomi – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Sektor manufaktur menjadi motor penting pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pada kuartal pertama tahun 2025, industri pengolahan nonmigas  berkontribusi 17,50 persen pada perekonomian nasional.

    Kontribusinya meningkat dibandingkan tahun 2024 pada periode yang sama 17,47 persen dan lebih tinggi dari sumbangsih sepanjang tahun 2024 yang berada di angka 17,16 persen.

    Capaian kinerja positif ini wujud nyata dari resiliensi dan daya saing industri nasional di tengah gejolak ekonomi global dan banjir produk impor murah di pasar domestik.

    Strategi yang terus dipacu untuk memperkuat struktur industri manufaktur dalam negeri ialah menguatkan rantai pasok dan meningkatkan nilai tambah bahan baku.

    Kebijakan hilirisasi industri dan optimalisasi program Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN) yang diwujudkan dalam kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN), menjadi strategi penting meningkatkan daya saing industri lokal.

    “Kami telah memulai reformasi kebijakan TKDN sejak awal Januari 2025 lalu. Hal ini menjadi krusial untuk menciptakan nilai tambah di dalam negeri, mengurangi ketergantungan pada impor dan penciptaan lapangan kerja,” tutur Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita dalam keterangan resmi, Senin (5/5/2025).

    Kebijakan hilirisasi, peningkatan TKDN, serta transformasi industri berbasis teknologi dan riset, diyakini akan membuat  sektor manufaktur akan terus meningkat dan menjadi fondasi utama bagi pertumbuhan ekonomi nasional.

    Menurut data World Bank, posisi Indonesia kian kuat sebagai negara manufaktur global, dengan penilaian Manufacturing Value Added (MVA).

    Pada tahun 2023, Indonesia berhasil masuk di posisi 12 besar dalam Manufacturing Countries by Value Added di dunia. 

    Merujuk data World Bank, MVA sektor manufaktur Indonesia pada tahun 2023 mencapai 255,96 miliar dolar AS atau meningkat 36,4 persen dibanding tahun 2022 sebesar 241,87 miliar dolar AS.

    Angka di tahun 2023 merupakan capaian tertinggi sepanjang sejarah dan mencerminkan peran strategis sektor industri pengolahan dalam perekonomian nasional.

    Untuk output dan global value, Indonesia setara dengan negara-negara maju lainnya seperti Inggris, Rusia dan Prancis.

    “Tren MVA selalu naik sejak tahun 2019-2023 kecuali pada masa pandemi Covid-19. Untuk terus memacu value added ini perlu kebijakan yang strategis, pro-bisnis dan pro-investasi sehingga industri manufaktur kita semakin berdaya saing di kancah global,” ucap Agus.

    Sementara menurut data BPS, industri pengolahan nonmigas tumbuh sebesar 4,31 persen pada triwulan I-2025.

    Adapun sektor-sektor yang menjadi penopang kinerja industri manufaktur pada periode tersebut, antara lain industri makanan dan minuman yang tumbuh sebesar 6,04 persen. Hal ini didukung oleh permintaan yang cukup tinggi selama Ramadan dan Idul Fitri.

    Selanjutnya, disokong oleh kinerja industri logam dasar yang tumbuh sebesar 14,47 persen, sejalan dengan peningkatan permintaan luar negeri untuk logam dasar, khususnya besi dan baja.

    Selain itu, industri kulit, barang dari kulit dan alas kaki yang tumbuh sebesar 6,95 persen karena didorong oleh peningkatan peningkatan permintaan domestik pada momen Ramadan dan Idul Fitri, serta peningkatan ekspor.

    “Tren peningkatan kontribusi industri pengolahan nonmigas ini adalah sinyal positif bahwa upaya pemerintah dalam memperkuat struktur industri terus berjalan, karena untuk menciptakan industri yang terintegrasi dari hulu sampai hilir dan menghasilkan nilai tambah tinggi bagi perekonomian serta penyerapan tenaga kerja,” ujar Menperin.

  • PMI Manufaktur Anjlok Diserbu Produk Impor, Komisi VII DPR: Perlu Perlindungan Pasar Domestik

    PMI Manufaktur Anjlok Diserbu Produk Impor, Komisi VII DPR: Perlu Perlindungan Pasar Domestik

    PMI Manufaktur Anjlok Diserbu Produk Impor, Komisi VII DPR: Perlu Perlindungan Pasar Domestik
    Tim Redaksi
    KOMPAS.com
    – Anggota Komisi VII DPR RI Ilham Permana menyatakan keprihatinannya atas penurunan Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur Indonesia pada April 2025 yang berada di level kontraksi 46,7 atau terendah sejak masa pandemi Covid-19.
    Menurutnya, penurunan itu merupakan cerminan dari dampak kebijakan proteksionis global, terutama tarif resiprokal yang diberlakukan Amerika Serikat (AS), serta banjir produk impor dari negara-negara yang mencari pasar alternatif. 
    “Situasi ini tidak hanya mengganggu daya saing industri nasional, tetapi juga mengancam ketahanan struktur industri dalam negeri,” ujarnya melansir dpr.go.id, Minggu (4/5/2025).
    Sebagai Anggota Komisi VII DPR RI yang bermitra dengan Kementerian Perindustrian (
    Kemenperin
    ), Ilham mendorong kebijakan industri diarahkan pada penguatan struktur manufaktur nasional secara menyeluruh. 
    Data Kemenperin menunjukkan, sekitar 80 persen produk manufaktur Indonesia diserap pasar domestik. 
    “Ini menandakan pentingnya perlindungan terhadap pasar dalam negeri agar tidak dibanjiri produk impor yang tidak terkendali,” jelasnya.
    Ilham menekankan, tantangan yang dihadapi sektor manufaktur saat ini memerlukan respons terintegrasi antar-kementerian dan dukungan lintas sektor. 
    Oleh karenanya, kata dia, kolaborasi lintas sektor untuk memitigasi efek domino dari tekanan global tersebut sangat penting. 
    Politisi Fraksi Partai Golkar itu mengatakan, kondisi
    wait and see
    dari pelaku industri bukanlah situasi yang bisa dibiarkan terlalu lama. 
    “Harus ada kepastian kebijakan, perlindungan yang konkret, dan dorongan optimisme dari pemerintah agar pelaku usaha kembali percaya diri untuk ekspansi, bukan justru melakukan efisiensi berlebihan hingga mengurangi tenaga kerja,” tegasnya.
    Ilham pun mendukung langkah-langkah strategis yang telah dan akan diambil Kemenperin dalam menghadapi tekanan tersebut.
    Menurutnya, langkah Kemenperin yang aktif merespons kekhawatiran pelaku industri, termasuk melalui diplomasi perdagangan dengan mitra internasional dan upaya memperkuat kebijakan substitusi impor, perlu mendapat dukungan penuh. 
    “Kami di DPR RI siap mengawal arah kebijakan yang proindustri dan memastikan kebijakan fiskal, tarif, hingga investasi berpihak pada penguatan industri dalam negeri,” jelasnya.
    Adapun mengacu pada hasil Rapat Kerja antara Komisi VII DPR RI dengan Menteri Perindustrian (Menprin) pada 2 Mei 2025, Ilham mencatat bahwa negara-negara, seperti Filipina dan China, mampu menjaga daya ekspansinya dengan mengedepankan kebijakan protektif terhadap pasar domestik. 
    “Indonesia harus belajar dari negara-negara tersebut dan segera menyelaraskan kebijakan industrinya agar tidak menjadi sasaran pelimpahan barang-barang asing,” tegasnya.
    Ilham juga menyampaikan, pemulihan sektor manufaktur merupakan ujian bagi komitmen bangsa terhadap kemandirian ekonomi. 
    “Saya mengajak semua pihak, baik eksekutif, legislatif, pelaku usaha, dan masyarakat untuk menyadari bahwa kekuatan ekonomi nasional hanya bisa dibangun dengan fondasi industri yang tangguh di negeri sendiri,” katanya. 
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Industri Pengolahan Nonmigas Catat Kontribusi 17,50 Persen Terhadap Pertumbuhan Ekonomi – Halaman all

    RI Masuk Jajaran Kontributor Besar Nilai Manufaktur Global, Menperin: Unggul di Asean – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Peningkatan Manufacturing Value Added (MVA) berdampak pada posisi Indonesia masuk dalam negara manufaktur global.

    Pada tahun 2023, Indonesia berhasil masuk di posisi 12 besar dalam Manufacturing Countries by Value Added di dunia.

    “Indonesia mengungguli jauh dibandingkan negara Asean lainnya, seperti Thailand dan Vietnam yang nilai MVA-nya hanya setengah dari nilai MVA Indonesia. MVA Thailand berada di posisi ke-22 dengan nilai 128 miliar dolar AS, sedangkan Vietnam di posisi ke-24 dengan nilai 102 miliar dolar AS,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita dalam keterangan resminya di Jakarta, Minggu (4/5/2025).

    Industri manufaktur di Indonesia dinilai memiliki struktur yang cukup mendalam dari sektor hulu sampai hilir.

    Hal ini berdampak positif pada peningkatan nilai tambah (value added) sehingga memberikan kontribusi signifikan bagi perekonomian nasional.

    “Merujuk data dari theglobaleconomy.com, tren MVA selalu naik sejak tahun 2019-2023 kecuali pada masa pandemi Covid-19 melanda Indonesia. Untuk terus memacu value added ini perlu kebijakan yang strategis, pro-bisnis dan pro-investasi sehingga industri manufaktur kita semakin berdaya saing di kancah global,” tambahnya.

    Merujuk data theglobaleconomy.com, MVA sektor manufaktur Indonesia pada tahun 2023 mencapai 255,96 miliar dolar AS atau meningkat 36,4 persen dibanding tahun 2022 sebesar 241,87 miliar dolar AS.

    Angka di tahun 2023 tersebut merupakan capaian tertinggi sepanjang sejarah dan mencerminkan peran strategis sektor industri pengolahan dalam perekonomian nasional. Untuk output dan global value, Indonesia setara dengan negara-negara maju lainnya seperti Inggris, Rusia, dan Prancis.

    “MVA menunjukkan nilai tambah yang dihasilkan oleh sektor manufaktur dalam suatu negara. Ini mencerminkan kontribusi industri manufaktur terhadap perekonomian nasional dan perannya di kancah global,” jelas Menperin.

    Sebagai perbandingan, rata-rata MVA dunia adalah 78,73 miliar dolar AS, yang berdasarkan data dari 153 negara. Secara historis, rata-rata untuk Indonesia dari tahun 1983 hingga 2023 adalah 102,85 miliar dolar AS. Nilai minimum yang dicapai, yaitu 10,88 miliar dolar AS pada tahun 1983, sementara nilai maksimum sebesar 255,96 miliar dolar AS pada tahun 2023.

    Menperin memandang capaian ini sebagai hasil nyata dari kebijakan industrialisasi nasional yang berbasis pada hilirisasi sumber daya alam, peningkatan daya saing industri, serta dorongan terhadap pemanfaatan teknologi dan inovasi.

    “Kemenperin selama ini konsisten mendorong perlindungan industri dalam negeri melalui kebijakan perlindungan pasar domestik dari banjir produk impor sehingga mampu meningkatkan MVA Indonesia secara signifikan,” imbuhnya.

    Perlu diketahui, sektor industri manufaktur berkontribusi sebesar 18,67 persen terhadap PDB Indonesia, menjadikannya penyumbang terbesar dibanding sektor-sektor lainnya. Pencapaian ini sekaligus mengonfirmasi bahwa sektor manufaktur terus menjadi penggerak utama pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja, serta daya saing ekspor Indonesia.

    “Indonesia juga memiliki potensi besar untuk terus memperluas pangsa pasar global, terutama melalui peningkatan ekspor produk hilir bernilai tambah tinggi, termasuk sektor makanan-minuman, tekstil, logam, otomotif, dan elektronik,” ujar Menperin.

    Capaian Indonesia dalam tataran global tidak terlepas dari strategi Kementerian Perindustrian dalam mendorong pencapaian Making Indonesia 4.0, penguatan struktur industri dalam negeri, serta insentif terhadap industri berorientasi ekspor dan substitusi impor.

    Selain itu, pemerintah juga terus memperkuat kemitraan internasional, mempercepat adopsi teknologi industri 4.0, serta membangun ekosistem industri hijau dan berkelanjutan guna menyambut transisi menuju ekonomi rendah karbon.

  • Raja Ecommerce China Tutup di RI, Nasibnya Makin Hancur Lebur

    Raja Ecommerce China Tutup di RI, Nasibnya Makin Hancur Lebur

    Jakarta, CNBC Indonesia – Temu, aplikasi e-Commerce asal China, tiba-tiba melakukan perubahan besar. Platform itu dikabarkan menghapus seluruh produknya dari China untuk konsumen Amerika Serikat (AS).

    Produk itu tadinya dijual dan akan dikirim langsung ke konsumen dari China. Wired melaporkan perubahan itu nampaknya terjadi awal minggu ini, dikutip Jumat (2/5/2025).

    Temu yang diblokir pemerintah Indonesia beberapa waktu harus menghadapi perang dagang China-AS. Ini terkait tarif masuk yang ditetapkan presiden AS Donald Trump kepada sejumlah negara, termasuk China. Selain itu, pemerintahan Trump juga menghapus kebijakan ‘de-minimis’ untuk produk impor murah yang selama ini dimanfaatkan Temu. 

    Selama bulan April, usai pengumuman tarif bea masuk terbaru AS, Temu memang beberapa kali melakukan perubahan. Misalnya menaikkan harga produk yang dikirim dari China per 25 April 2025.

    Wired juga mencatat Temu menampilkan biaya impor khusus untuk pesanan dari AS. Terakhir Temu nampaknya memutuskan memblokir semua pengguna AS agar tidak lagi melihat daftar produk dari platformnya, baik dari China maupun negara lain.

    Temu versi AS kini hanya menampilkan produk dengan label ‘Lokal’. Artinya hanya menjual produk yang dikirimkan tanpa tarif baru.

    Ini juga berarti mirip seperti yang diadopsi Amazon, ungkap analis industri e-commerce Juozas Kaziukenas. Karena semua barang yang dikirimkan akan berasal dari gudang di AS.

    “Karena semua yang Anda beli di Temu hari ini akan sampai dari gudang di AS dan mungkin hanya dalam beberapa hari,” jelasnya.

    Kebijakan baru ini berdampak juga pada penjual dan pembeli di platform. Seorang penjual asal China mengatakan bisnisnya terdampak dengan perubahan tersebut.

    Wired juga melaporkan kebanyakan penjual di China sepertinya tidak tahu produknya tak bisa diakses pembeli dari AS.

    Hilangnya banyak produk luar AS juga membuat para pembeli hanya memiliki pilihan barang yang jauh lebih sedikit. Bahkan seorang pembeli menuliskan di akun Reddit, barangnya yang masuk wishlist dituliskan ‘terjual habis’ dalam waktu semalam.

    (fab/fab)

  • Ini Strategi Investasi di Tengah Gejolak Perang Dagang Amerika dan China – Halaman all

    Ini Strategi Investasi di Tengah Gejolak Perang Dagang Amerika dan China – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ketegangan perdagangan antara Amerika Serikat dan Tiongkok kembali memanas, menandai dimulainya Trade War 2.0.

    Presiden AS Donald Trump menaikkan tarif terhadap barang-barang asal Tiongkok menjadi 245 persen, sebagai respons terhadap kebijakan balasan Tiongkok yang juga meningkatkan tarif AS secara signifikan. 

    Situasi ini juga diperburuk dengan keputusan Uni Eropa untuk mengenakan tarif sebesar 25 persen atas produk impor dari AS, yang berlaku mulai pertengahan April 2025. 

    Kondisi ini telah memicu lonjakan volatilitas di pasar global, termasuk di Indonesia, di mana IHSG sempat tertekan hingga -9 persen ke 5.912 pada Selasa (8/4/2025) sebelum akhirnya rebound +5,9 persen ke level 6.262 pada Jumat (11/4) menyusul kabar penundaan tarif tambahan oleh Trump. 

    Chief Investment Officer PT Insight Investments Management (PT IIM) Camar Remoa, menjelaskan, ketegangan perdagangan dunia meningkatkan risiko ketidakpastian, namun di saat yang sama juga membuka peluang bagi Indonesia. 

    “Dengan porsi ekspor ke AS yang relatif kecil terhadap PDB, Indonesia memiliki fleksibilitas lebih besar untuk menyusun kebijakan perdagangan dan mengelola dampaknya secara bijak,” ujar Camar, Jumat (5/5/2025).

    Bagi investor, lanjut Camar, situasi ini juga bisa menjadi peluang untuk memperkuat portofolio dengan mengambil strategi pengelolaan yang tepat. 

    “Penerapan tarif resiprokal seperti ini dapat meningkatkan ketidakpastian pasar karena berisiko memicu aksi balasan dari mitra dagang utama seperti Tiongkok dan Uni Eropa.”

    “Dengan kondisi yang masih sangat dinamis dan penuh ketidakpastian, investor sebaiknya mengambil langkah yang strategis dan tetap tenang dalam menghadapi fluktuasi pasar,” jelas Camar dalam keterangan tertulisnya.

    Camar menegaskan, diversifikasi menjadi kunci utama untuk mengurangi risiko dan menjaga kestabilan portofolio dengan volatilitas yang cukup dinamis saat ini, salah satunya melalui instrumen reksa dana.

    “Volatilitas harga pada pada pasar modal, justru bisa menjadi peluang bagi investor, selama mampu mengelola risiko melalui diversifikasi dan menyesuaikan strategi dengan horizon investasi masing‑masing,” ujar Camar.

    Strategi Investor Jangka Pendek

    Di tengah volatilitas yang tinggi, Camar menyampaikan bahwa langkah penting bagi investor jangka pendek adalah menjaga likuiditas. 

    “Di tengah volatilitas yang tinggi, langkah paling bijak bagi investor jangka pendek adalah menjaga likuiditas. Instrumen pasar uang menawarkan fleksibilitas tinggi dan risiko relatif rendah, sambil menunggu momentum pembalikan arah pasar yang lebih jelas,” tutur Camar.

    Dalam hal ini, PT IIM merekomendasikan I‑Retail Cash Fund (I-Retail Cash), merupakan Reksa Dana Pasar Uang (RDPU) yang menempatkan pada instrumen keuangan bertenor kurang dari satu tahun dengan durasi pendek sehingga lebih defensif terhadap volatilitas pasar.

    “Pendekatan I‑Retail Cash dirancang untuk menangkap imbal hasil optimal sambil meminimalkan risiko durasi ketika pasar masih fluktuatif,” jelas Camar.

    Strategi Investor Jangka Menengah–Panjang

    “Sementara itu, bagi investor dengan horizon menengah hingga panjang, kombinasi instrumen fixed income dan saham menjadi strategi yang lebih moderat namun tetap berpeluang. Valuasi saham saat ini, cukup menarik untuk bottom‑fishing bertahap, dan yield obligasi pemerintah di level 7 persen memberikan entry point yang solid,” tuturnya.

    Jika merujuk pada data historis, pasar saham Indonesia yang menunjukkan pola pemulihan yang kuat pasca krisis .

    Sebagai contoh, setelah IHSG mencapai harga terendah pada 28 Oktober 2008 di tengah krisis keuangan global, indeks mencatatkan kenaikan sebesar 44,22 persen dalam waktu enam bulan.

    IHSG kemudian melonjak hingga 117,44 persen dalam waktu dua belas bulan.

    Hal serupa terjadi setelah pandemi Covid-19 mengguncang pasar pada Maret 2020. Enam bulan setelah mencapai titik terendah pada 24 Maret 2020, IHSG naik 25,16 persen, dan dalam kurun satu tahun, mencatatkan kenaikan sebesar 59,71 persen.

    Data historis ini menunjukkan bahwa strategi jangka menengah hingga panjang, terutama dengan melakukan akumulasi secara bertahap saat valuasi menarik, berpotensi memberikan imbal hasil yang signifikan.

    Kombinasi saham berfundamental kuat dan obligasi dengan yield kompetitif di level 7 persen dapat menjadi dasar strategi yang seimbang di tengah ketidakpastian pasar.

    Di ranah pendapatan tetap, PT IIM menawarkan Insight Renewable Energy Fund (I-Renewable), Reksa Dana Pendapatan Tetap (RDPT) yang memiliki underlying instrumen investasi dengan durasi menengah sehingga relatif lebih stabil saat pasar sedang volatile.

    “Durasi rata‑rata portofolio I‑Renewable kami jaga di kisaran 1,5–3,5 tahun, sehingga nilai investasi tetap stabil dan siap memanfaatkan kenaikan yield saat pasar membaik,” jelas Camar.

     

  • PMI Manufaktur Kontraksi, Alarm Industri Sedang Tidak Baik dan Perlu Regulasi yang Berpihak – Halaman all

    PMI Manufaktur Kontraksi, Alarm Industri Sedang Tidak Baik dan Perlu Regulasi yang Berpihak – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kondisi ekonomi global yang memanas akibat perang dagang Amerika Serikat dan China membuat performa manufaktur dalam negeri ikut terimbas.

    Purchasing Managers Index (PMI) Manufaktur Indonesia pada April 2025 yang berada di level kontraksi dengan 46,7 poin, menurut laporan S&P Global.

    Juru Bicara Kementerian Perindustrian Febri Hendri Antoni Arief mengatakan, survei PMI manufaktur merupakan survei persepsi terhadap pelaku industri yang menunjukkan tingkat keyakinan, seperti optimis atau pesimis, pelaku industri manufaktur menjalankan usahanya saat ini.

    “Artinya dari hasil survei tersebut, ada tekanan psikologis pada persepsi pelaku usaha menghadapi perang tarif global dan banjir produk impor pada pasar domestik,” ucap Febri dalam keterangan resmi, Jumat (2/5/2025).

    Guna meningkatkan optimisme industri, pelaku usaha membutuhkan regulasi yang jelas sehingga bisa mendorong produktivitas manufaktur.

    Selain itu, saat ini pelaku industri manufaktur di Indonesia masih menunggu kepastian dari hasil negosiasi perwakilan Pemerintah Indonesia yang telah menemui pihak pemerintah Amerika Serikat.

    “Dengan adanya kepastian hukum melalui kebijakan dari pemerintah, pelaku industri akan dapat percaya diri untuk menjalankan usahanya sehingga tidak dalam kondisi wait and see seperti saat ini,” terang Febri.

    Ia menilai, pelaku industri dalam negeri bukan hanya saja khawatir karena adanya pemberlakuan tarif resiprokal oleh Presiden Trump, tetapi mereka lebih khawatir terhadap serangan produk-produk dari sejumlah negara yang terdampak tarif Trump tersebut.

    “Karena bisa jadi Indonesia sebagai pasar alternatif, sehingga kita akan mendapat limpahan atau muntahan barang-barang impor itu,” ujar Jubir Kemenperin.

    Febri menyatakan, sudah banyak pelaku industri atau asosiasi telah melaporkan berbagai keluhannya ke Kementerian Perindustrian atas kondisi ketidakpastian saat ini.

    “Mereka menunggu kebijakan-kebijakan strategis dari pemerintah dalam memberikan perlindungan kepada industri dalam negeri untuk bisa berdaya saing di pasar domestik atau menjadi tuan rumah di negara sendiri,” ungkapnya.

    Sebab, dari sisi struktur produksi, sekitar 20 persen produk industri nasional dialokasikan untuk pasar ekspor, sementara 80 persen lainnya diserap oleh pasar domestik yang mencakup belanja pemerintah, swasta, dan rumah tangga. Ini menunjukkan bahwa pentingnya pasar domestik harus dilindungi untuk kepentingan industri dalam negeri, yang sekaligus sebagai wujud nyata bentuk sikap nasionalisme.

    “Kami memiliki komitmen kuat dan kosisten untuk ikut menciptakan suasana optimisme bagi pelaku usaha di Indonesia, namun perlunya dukungan penuh dari stakeholders terkait terutama dari K/L lain penentu kebijakan yang menentukan nasib industri, untuk dapat segera menerbitkan kebijakan- kebijakan yang pro-investasi dan juga pro terhadap perlindungan industri dalam negeri. Jangan sampai permintaan pasar domestik yang sudah turun saat ini malah diisi oleh barang-barang impor,” ujarnya.

    Febri menambahkan, penurunan PMI manufaktur Indonesia paling dalam dibandingkan negara-negara peers. Di ASEAN misalnya, PMI manufaktur Filipina masih berada di fase ekspansif, karena kebijakan tarif Trump tidak terlalu memberatkan bagi mereka dibandingkan negara-negara lain. Selain itu, kebijakan perlindungan pasar dalam negeri di Filipina cukup afirmatif.

    Berdasarkan laporan S&P Global, PMI manufaktur yang mengalami kontraksi pada April 2025, antara lain Thailand (49,5), Malaysia (48,6), Jepang (48,5), Jerman (48,0), Taiwan (47,8), Korea Selatan (47,5), Myanmar (45,4), dan Inggris (44,0). Meskipun PMI manufaktur China berada di fase ekspansi (50,4), tetapi mengalami perlambatan dibanding bulan sebelumnya.

    Usamah Bhatti selaku Ekonom S&P Global Market Intelligence mengatakan, sektor industri manufaktur di Indonesia mencatatkan kondisi kesehatan yang kurang baik memasuki triwulan kedua tahun 2025. “Ini kontraksi pertama dalam lima bulan di tengah penurunan tajam pada penjualan dan output. Selain itu, penurunan tajam sejak Agustus 2021,” ungkapnya.

    Menanggapi keadaan tersebut, S&P Global melaporkan, sejumlah perusahaan mengurangi pembelian dan tenaga kerja serta mengurangi jumlah stok input dan barang jadi. “Perkiraan jangka pendek masih suram karena perusahaan mengalihkan kapasitas untuk menyelesaikan pekerjaan yang belum terselesaikan akibat tidak ada penjualan, tampaknya kondisi ini akan berlanjut beberapa bulan mendatang,” imbuhnya.

  • Badai PHK Mengincar Pekerja, Pengusaha Ketar-ketir Dampaknya

    Badai PHK Mengincar Pekerja, Pengusaha Ketar-ketir Dampaknya

    Bisnis.com, JAKARTA — Badai pemutusan hubungan kerja alias PHK terus menghantui pekerja di Indonesia. Pada perayaan Hari Buruh Internasional kemarin, misalnya, ratusan pekerja di sektor komunikasi dan informasi, mengalami PHK massal. Peristiwa itu menunjukkan, bahwa kondisi ketenagakerjaan di Indonesia sedang tidak baik-baik saja. 

    Sekadar catatan, sampai dengan Februari 2025 lalu, jumlah pekerja yang kehilangan pekerjaannya mencapai 18.610 atau naik 459,6% dibandingkan posisi Januari 2025 yang sebanyak 3.325. Sementara itu, jika dibandingkan dengan Februari 2024 yang tercatat sebanyak 7.694 pekerja, angka kenaikannya hampir menembus 200%. 

    Adapun wilayah Jawa Tengah, menjadi penyumbang jumlah pekerja yang kena PHK paling banyak. Totalnya mencapai 57,37% atau 10.677 pekerja. Tingginya angka PHK di Jateng disebabkan oleh sejumlah faktor, salah satunya PHK massal di raksasa tekstil, PT Sri Rejeki Isman Tbk. (SRIL) alias Sritex. 

    Sementara itu, data Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) menyebut bahwa sekitar 23.000-an pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) sepanjang Januari-awal April 2025.

    Presiden KSPN Ristadi menyampaikan, total korban PHK itu berasal dari sekitar 18 perusahaan dan sebagian besar pekerja yang di PHK merupakan anggota KSPN. “Data dari KSPN sampai awal April, data kami sekitar 23.000-an ya [yang ter-PHK] itu memang mayoritas anggota kami saja yang mengalami PHK dari sekitar 18 perusahaan,” kata Ristadi kepada Bisnis, belum lama ini.

    Ristadi mengungkap, kasus PHK paling banyak terjadi di sektor padat karya, utamanya di wilayah Jawa Tengah. Dia memperkirakan, tren PHK masih akan terus terjadi kedepannya, bahkan berpeluang memakan lebih banyak korban.

    Menurutnya, kondisi ini kian diperparah seiring adanya efek domino dari kebijakan tarif timbal balik yang diterapkan oleh Amerika Serikat (AS). Dia menjelaskan, Indonesia perlu mewaspadai ‘muntahan’ produk impor berharga murah.

     “Ini yang sebetulnya akan lebih membahayakan, mengancam eksistensi industri produsen dalam negeri kita,” ujarnya.

    Satgas PHK Sampai Mana? 

    Sementara itu, pemerintah sedang membahas aturan untuk pembentukan Satuan Tugas alias Satgas PHK. Presiden Prabowo Subianto bahkan telah secara spesifik menyebut Satgas PHK sebagai salah satu kado kepada buruh pada peringatan May Day kemarin.

    Prabowo menyebut Satgas Buruh menjadi satu dari 3 kebijakan pro buruh yang akan dikeluarkan oleh pemerintahan dalam waktu dekat. Selain Satgas, adapula rencana membentuk Dewan Kesejahteraan Buruh Nasional hingga percepatan pengesahan sejumlah undang-undang yang menyentuh langsung kehidupan pekerja.

    “Saya ingin memberi hadiah kepada kaum buruh pada hari ini. Saya akan segera membentuk Dewan Kesejahteraan Buruh Nasional,” ujar Prabowo dalam sambutannya saat menghadiri May Day di kawasa Monas, Jakarta, Kamis (1/5/2025).

    Dewan tersebut, kata Prabowo, akan terdiri dari tokoh-tokoh serikat buruh dari seluruh Indonesia dan akan bertugas memberi nasihat langsung kepada Presiden mengenai peraturan perundangan yang tidak berpihak kepada pekerja.

    Sementara itu, merespons masukan dari tokoh-tokoh buruh nasional seperti Said Iqbal dan Jumhur Hidayat, Prabowo juga mengumumkan pembentukan satuan tugas khusus untuk menangani kasus pemutusan hubungan kerja atau Satgas PHK.

    “Kami tidak akan membiarkan pekerja di-PHK seenaknya. Bila perlu, negara akan turun tangan,” tegasnya.

    Adapun Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli mengatakan pihaknya tengah merampungkan konsep pembentukan Satgas PHK bersama Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko Perekonomian) dan Kementerian Sekretariat Negara (Kemensesneg).

    “Kami bersama Kemenko Ekonomi dan Kemensesneg sedang finalisasi konsep Satgas PHK,” kata Yassierli kepada Bisnis, Rabu (30/4/2025).

    Untuk diketahui, Satgas PHK dibentuk untuk memantau dan mengantisipasi kemungkinan lonjakan pemutusan hubungan kerja, terutama di sektor-sektor strategis yang menyerap banyak tenaga kerja. 

    Di sisi lain, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) sekaligus Presiden Partai Buruh Said Iqbal menyampaikan peringatan Hari Buruh Internasional (May Day) 2025 akan dipusatkan di Lapangan Monas, Jakarta, pada 1 Mei 2025.

    Said memperkirakan acara ini akan dihadiri lebih dari 200.000 buruh beserta keluarga, serta masyarakat luas yang ingin bergabung dalam gelombang solidaritas kelas pekerja.

    Said menjelaskan bahwa May Day tahun ini setidaknya membawa enam isu utama yang menjadi harapan buruh Indonesia. Pertama, hapus outsourcing. Kedua, membentuk Satgas PHK.

    Ketiga, mewujudkan upah yang layak. Keempat, lindungi buruh dengan mengesahkan RUU Ketenagakerjaan baru. Kelima, lindungi pekerja rumah tangga dengan mengesahkan RUU PPRT. Keenam, berantas korupsi dan sahkan RUU Perampasan Aset.

    “May Day bukan sekadar perayaan, melainkan panggung untuk menyuarakan keadilan sosial dan hak-hak pekerja. Keenam isu ini merupakan cermin dari kebutuhan nyata buruh Indonesia,” imbuhnya.

    Ketar-ketir Dampak PHK 

    Sementara itu, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyoroti tiga dampak utama yang bakal mencuat apabila tren Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terus meningkat sepanjang tahun ini.

    Ketua Umum (Ketum) Apindo, Shinta W. Kamdani menjelaskan bahwa tren PHK yang belakangan meningkat didorong oleh sejumlah faktor, mulai dari menurunnya permintaan, tingginya biaya logistik, hingga meningkatnya Upah Minimum Provinsi (UMP).

    “Kenaikan biaya produksi, kenaikan UMP yang cukup signifikan, serta tekanan dari kompetitor di negara lain yang memiliki biaya tenaga kerja lebih rendah, serta pergantian regulasi ketenagakerjaan yang terlalu sering juga menciptakan ketidakpastian,” jelasnya kepada Bisnis, Kamis (1/5/2025).

    Alhasil, PHK menjadi salah satu jalan terakhir yang dipilih oleh para pelaku usaha. Meskipun pada dasarnya para pelaku usaha bakal berupaya keras untuk menghindari langkah tersebut selama masih memungkinkan.

    Apindo memproyeksi setidaknya terdapat 3 dampak utama yang dapat terjadi apabila angka PHK terus meningkat. Pertama, konsumsi rumah tangga bakal mengalami pelemahan. Alasannya, karena berkurangnya daya beli dari keluarga terdampak. 

    “Ini penting [jadi perhatian], karena konsumsi rumah tangga menyumbang lebih dari 50% terhadap PDB Indonesia,” tegas Shinta.

    Kedua, PHK tersebut bakal meningkatkan angka pengangguran terbuka, yang dapat berdampak pada stabilitas sosial-ekonomi jika tidak ditangani dengan tepat.

    Ketiga, akan menekan kepercayaan investor, baik domestik maupun asing, karena muncul persepsi ketidakstabilan pasar tenaga kerja dan lemahnya permintaan domestik.

    “Oleh karena itu, isu PHK tidak bisa dilihat semata-mata sebagai masalah hubungan industrial, tetapi sebagai indikator tekanan struktural dalam ekonomi yang perlu respons lintas sektor,” pungkasnya.