Topik: produk impor

  • DPR usul tingkatkan impor migas Amerika buat nego tarif Trump

    DPR usul tingkatkan impor migas Amerika buat nego tarif Trump

    Anggota DPR RI Muhammad Sarmuji diwawancara soal usulan tingkatkan impor dari Amerika Serikat buat cegah tarif impor 32 persen di Denpasar, Bali, Minggu 13/7/2025. (ANTARA/Ni Putu Putri Muliantari)

    DPR usul tingkatkan impor migas Amerika buat nego tarif Trump
    Dalam Negeri   
    Editor: Widodo   
    Senin, 14 Juli 2025 – 00:11 WIB

    Elshinta.com – Anggota Komisi VI DPR RI Muhammad Sarmuji mengusulkan untuk meningkatkan impor dari Amerika Serikat untuk menegosiasi tarif impor 32 persen.

    Sarmuji di Denpasar, Bali, Minggu, menyebut salah satu produk impor asal Amerika Serikat yang dapat diperbanyak pembeliannya adalah migas, sehingga Amerika yang ingin terjadi keseimbangan neraca perdagangan tak perlu memberi tarif tinggi untuk Indonesia.

    “Kalau problemnya itu kan bisa dicari satu produk dari Amerika yang bisa diimpor ke Indonesia yang berkontribusi terhadap keseimbangan neraca perdagangan, mestinya Amerika tidak jadi memberikan tarif impor 32 persen ke Indonesia,” kata dia.

    “Banyak (komoditas) misalkan migas juga bisa yang selama ini mungkin dari negara lain bisa dari Amerika,” sambungnya.

    Selain migas, komoditas lain yang potensial untuk dinaikkan adalah membeli teknologi dan mesin, bahkan lebih baik lagi menurutnya jika yang dibeli adalah bahan baku.

    Dengan itu maka dapat diolah dan akhirnya kembali menjadi produk ekspor dari Indonesia.

    “Saya tidak tahu data persisnya (seberapa besar menaikkan impor, Red) tapi kalau kita impor seperti migas, itu rasanya sudah cukup menyeimbangkan neraca perdagangan Indonesia dan Amerika, nanti Presiden atau pemerintah mesti melihat barang apa yang sangat diperlukan supaya bisa kita impor dari Amerika,” ujarnya.

    Anggota DPR RI dari Partai Golkar itu menilai semestinya penanganan perihal tarif Trump ini tidak disikapi dengan memberikan tarif sebaliknya, namun menyeimbangkan saja.

    Pertemuan Presiden Prabowo dengan Presiden Amerika Serikat Donald Trump juga dapat dilakukan jika diperlukan.

    Nilai ekspor Indonesia ke Amerika Serikat menurutnya tidak terlalu berpengaruh karena tidak terlalu besar, namun dampaknya akan terasa bagi eksportir dalam negeri.

    “Eksportir dalam negeri harus kita lindungi juga, kalau harganya jadi lebih mahal dari negara lain karena faktor tarif Trump tentu barangnya menjadi tidak kompetitif lagi, kasihan eksportir kita, termasuk tenaga kerja yang menggeluti dunia itu,” ujar Sarmuji.

    Diketahui Presiden AS Donald Trump memutuskan tetap mengenakan tarif impor 32 persen kepada Indonesia, tidak berubah dari nilai “tarif resiprokal” yang diumumkan sebelumnya pada April lalu, meski proses negosiasi dengan pihak Indonesia terus berlangsung intensif.

    “Mulai 1 Agustus 2025, kami akan mengenakan tarif kepada Indonesia hanya sebesar 32 persen untuk semua produk Indonesia yang dikirimkan ke Amerika Serikat, terpisah dari tarif sektoral lain,” kata Trump dalam surat berkop Gedung Putih tertanggal 7 Juli yang ditujukan kepada Presiden RI Prabowo Subianto.

    Sumber : Antara

  • Urgensi IEU-CEPA: Peluang Besar RI di Pasar Eropa dalam Bayang-Bayang Tarif Trump

    Urgensi IEU-CEPA: Peluang Besar RI di Pasar Eropa dalam Bayang-Bayang Tarif Trump

    Bisnis.com, JAKARTA — Di tengah ancaman tarif impor tinggi dari AS, Uni Eropa menjadi wilayah strategis untuk melakukan diversifikasi pasar ekspor produk Indonesia. Tak heran, pemerintah getol mempercepat kesepakatan IEU-CEPA yang sudah mandek selama satu dekade.

    Secara historis, hubungan dagang Indonesia dengan negara-negara Eropa memang tidak terlalu signifikan. Berdasarkan data Harvard Growth Lab, nilai ekspor produk asal Indonesia ke Eropa tak pernah melebihi US$29 miliar atau sekitar Rp469,8 triliun (asumsi kurs Rp16.200 per dolar AS) sejak 1995.

    Data terbaru pada 2023 misalnya, nilai ekspor ke Eropa hanya sebesar US$24,3 miliar atau setara 8,46% dari total nilai ekspor Indonesia secara global (US$287 miliar). Sebagai perbandingan, nilai ekspor ke Asia mencapai US$188 miliar atau 65,5% dari total nilai ekspor Indonesia secara global.

    Padahal, Uni Eropa merupakan wilayah pengimpor produk-produk yang banyak diproduksi di Indonesia. Contoh nyata adalah tekstil dan agrikultur.

    Dua sektor itu kini terancam tarif impor 32% yang diterapkan AS untuk produk asal Indonesia. Masalahnya, sejak 1995, sektor tekstil dan agrikultur selalu berkontribusi lebih dari 50% dari nilai total barang ekspor Indonesia ke AS (pengeculian pada krisis finansial Asia 1997 dan 1998).

    Ancaman tarif tinggi Presiden AS Donald Trump memaksa eksportir produk tekstil dan agrikultur asal Indonesia mencari pasar baru. Tak berlebih rasanya menyebut Eropa sebagai wilayah paling strategis sebagai pasar ekspor baru itu.

    Dari tahun ke tahun, Eropa merupakan wilayah pengimpor produk tekstil dan agrikultur terbesar secara global.

    Pada 2023 misalnya, Eropa mengimpor produk tekstil sekitar US$521 miliar atau setara 40% dari total nilai impor global sebesar US$1,3 triliun. Eropa turut mengimpor produk agrikultur sekitar US$969 miliar atau setara 38,76% dari total nilai impor global sebesar US$2,5 triliun.

    Sementara pada 2023, nilai ekspor produk tekstil Indonesia ke Eropa senilai US$3,49 miliar. Jumlah itu hanya setara 0,66% dari total nilai impor produk tekstil Eropa secara global (US$521 miliar) dan 17,48% dari total nilai ekspor produk tekstil Indonesia secara global (US$20 miliar).

    Artinya, peluang membuka pasar ekspor produk tekstil dan agrikultur asal Indonesia ke Eropa sangat besar, terlebih apabila pemerintah bisa segera menyelesaikan IEU-CEPA.

    Adapun IEU-CEPA merupakan singkatan dari Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement alias Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Indonesia dan Uni Eropa alias.

    Selama perundingan yang sudah memakan waktu bertahun-tahun, poin-poin utama dari perjanjian adalah penghapusan tarif bea masuk hingga akses pasar yang lebih luas.

    Dalam konteks perdagangan, tentunya IEU-CEPA bisa membuat produk-produk ekspor unggulan Indonesia seperti tekstil dan agrikultur bisa lebih kompetitif di pasar Eropa, harganya besar kemungkinan akan lebih murah dibandingkan produk impor dari negara yang kena bea masuk.

    Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto sendiri tengah berada di Brussel, Belgia sejak Sabtu (12/7/2025) waktu setempat. Salah satu agendanya adalah untuk percepatan kesepakatan IEU-CEPA.

    Airlangga menjelaskan bahwa melalui perjanjian dagang ini, produk Indonesia yang masuk ke Eropa tidak akan dikenakan bea masuk.

    “Berarti antara Indonesia dan EU itu produk kita akan bisa masuk ke Eropa dengan tarif 0%,” ungkapnya alam keterangan pers dikutip dari YouTube Sekretariat Presiden, Minggu (13/7/2025).

    Adapun, Airlangga menyatakan bahwa rencananya perjanjian IEU—CEPA ini akan ditandatangani dan diratifikasi pada kuartal III/2025 di Jakarta. Hanya saja, untuk jadwal pasti, akan langsung diumumkan oleh Presiden Prabowo Subianto.

    Airlangga mengklaim semua isu dalam perundingan IEU—CEPA sudah selesai, meski dia juga tak memungkiri perundingan ini sempat berjalan alot selama 10 tahun lamanya. “Situasi global, geopolitik, itu semuanya mengubahnya,” sambungnya.

  • Trump Tabuh Genderang Perang Dagang, Uni Eropa dan Meksiko Kena Tarif 30%

    Trump Tabuh Genderang Perang Dagang, Uni Eropa dan Meksiko Kena Tarif 30%

    Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump melanjutkan ancaman perang dagangnya dengan berbagai negara mitra sampai dengan akhir pekan ini. Pada Sabtu (12/7/2025), dia mengancam penerapan tarif 30% terhadap barang atau produk impor dari Uni Eropa dan Meksiko.

    Dilansir Reuters, ancaman tarif itu disampaikan Trump melalui situs Truth Social miliknya dalam sebuah surat yang ditujukan kepada Presiden Komisi Eropa Ursula on der Leyen dan Presiden Meksiko Claudia Sheinbaum.

    Trump mengancam tarif impor 30% itu berlaku mulai 1 Agustus 2025, apabila kedua negara gagal gagal untuk mencapai kesepakatan perdagangan yang komprehensif dengan AS. 

    Uni Eropa dan Meksiko merupakan dua di antara negara-negara mitra dagang terbesar AS. Kedua negara itu telah menyatakan bahwa tarif yang diterapkan pemerintahan Donald Trump tidak adil dan disruptif. 

    Meski demikian, mereka juga menyatakan bakal terus bernegosiasi untuk mencapai kesepakatan perdagangan yang lebih luas dengan AS sebelum batas waktu 1 Agustus 2025.

    Presiden Meksiko Claudia Sheinbaum misalnya, meyakini bahwa suatu kesepakatan bisa tercapai. Pada suatu acara di negara bagian Sonora, Meksiko, dia menyampaikan bahwa yang harus dilakukan adalah tenang untuk menghadapi masalah apa pun. 

    “Kami juga sudah memahami dengan jelas atas apa yang bisa kami kerjakan dengan pemerintah Amerika Serikat, dan kami juga jelas atas apa saja yang tidak bisa. Dan ada sesuatu yang tidak pernah bisa dinegosiasikan: kedaulatan negara kami,” ujarnya 

    Adapun Trump mengirimkan surat ke beberapa pimpinan negara lain dalam pekan ini mengenai kebijakan tarif impor. Jumlahnya mencapai 23 surat, yang disampaikan kepada negara-negara seperti di antaranya Kanada, Jepang dan Brasil.  

    Presiden dari Partai Republik AS itu menetapkan tarif yang menyasar ke berbagai produk atau barang-barang yang diimpor dari negara tersebut, mulai dari sebesar 20% hingga 50%. Sementara itu, produk khusus tembaga diganjar tarif 50%.

    Mengenai tarif yang baru disampaikan kepada Uni Eropa dan Meksiko, Trump menyebut tarif 30% itu terpisah dengan beberapa tarif sektoral yang tetap akan berlaku sendiri seperti 50% untuk impor baja dan aluminium, serta 25% untuk impor otomotif.  

    Jadwal penerapan tarif impor pada 1 Agustus 2025 itu memberikan waktu kesempatan bagi negara-negara terdampak mitra dagang AS untuk bernegosiasi. Beberapa kalangan investor maupun ekonom melihat pola yang ditunjukkan Trump untuk mundur dari berbagai ancamannya.

    Batas akhir 1 Agustus 2025 itu sejatinya juga telah mundur dari sebelumnya yakni 9 Juli 2025. Pada saat itu, Trump pertama kali mengumumkan pada April 2025 sederet tarif impor ke berbagai negara-negara mitranya atas dalih defisit neraca dagang AS dan tidak adanya timbal balik perdagangan. 

  • Airlangga Bantah Ancaman Tambahan Tarif 10% dari Trump ke Negara-negara BRICS

    Airlangga Bantah Ancaman Tambahan Tarif 10% dari Trump ke Negara-negara BRICS

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Koordintor Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto membantah adanya tambahan tarif impor sebesar 10% yang dikenakan oleh pemerintah Amerika Serikat (AS) kepada Indonesia di atas tarif resiprokal 32%. 

    Hal itu merujuk pada ancaman Presiden AS Donald Trump kepada negara-negara yang menjalankan kebijakan dianggap Anti-Amerika dari BRICS. Pada saat ancaman itu disampaikan, Presiden Prabowo Subianto tengah menghadiri KTT BRICS di Rio de Janeiro, Brasil.

    Meski demikian, saat dimintai konfirmasi, Airlangga membantah adanya tambahan tarif tersebut kepada Indonesia yang saat ini sudah diganjar tarif impor 32%.

    “Jadi pertama, tambahan itu tidak ada,” kata Airlangga di sela-sela kunjungan Presiden Prabowo di Brussel, Belgia, dikutip dari YouTube Sekretariat Presiden, Minggu (13/7/2025).

    Selain itu, Menko Perekonomian sejak 2019 itu menyebut saat ini Indonesia dan AS masih memasuki periode pause, alias penundaan dalam penerapan tarif impor tersebut. Kedua pihak, katanya, tengah menyelesaikan perundingan perdagangan. 

    Tim yang dipimpin Airlangga pun belum lama ini bertolak ke AS untuk kembali bernegosiasi dengan Departemen Perdagangan dan Perwakilan Dagang AS, utamanya setelah Presiden Trump mengumumkan akan tetap mengganjar Indonesia dengan tarif impor sebesar 32%.

    Tarif terhadap barang maupun produk impor dari Indonesia itu rencananya akan diterapkan 1 Agustus 2025 apabila tidak tercapat negosiasi antara kedua negara. Beberapa negara lain pun juga diancam tarif impor dengan besaran berbeda. 

    “Jadi penundaan, penerapan untuk menyelesaikan perundingan yang sudah ada,” kata politisi Partai Golkar itu.

    Sementara itu, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi turut membantah bahwa negosiasi antara Indonesia dan AS berlangsung alot lantaran keanggotaan Indonesia di BRICS. Apalagi, ancaman tarif impor tidak hanya berlaku untuk Indonesia saja. 

    “Pengenaan tarif 32% itu pun kan jauh-jauh hari sebelum kita dinyatakan menjadi anggota penuh BRICS. Saya pikir enggak ada hubungannya gitu,” paparnya di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (11/7/2025). 

    Meski demikian, kalangan pengusaha telah mewanti-wanti pemerintah agar bisa dengan tepat mengantisipasi ancaman Trump itu. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta Kamdani mengatakan kondisi ini disebut sebagai sinyal negosiasi geopolitik yang harus segera dimitigasi dan diperhitungkan risikonya. 

    “Bergabungnya Indonesia ke dalam BRICS sejatinya adalah langkah strategis untuk memperluas jejaring Global South, akses pendanaan alternatif, dan diversifikasi pasar ekspor,” ujar Shinta kepada Bisnis, Selasa (8/7/2025). 

    Shinta mewaspadai ancaman tarif proteksionis AS terhadap negara-negara BRICS yang disebut Trump sebagai anti-Amerika. Hal ini menunjukkan kondisi dinamika perdagangan global semakin sarat dengan bargaining politik. 

    Dia menuturkan, negosiasi dengan pihak AS, khususnya di era Presiden Trump perlu dilakukan dengan kewaspadaan tinggi karena keputusan kebijakan dapat berubah sewaktu-waktu seiring dengan kepentingan politik domestik AS.

    “Sebagai mitra strategis pemerintah, Apindo sejak awal telah aktif mengawal jalannya negosiasi kebijakan tarif resiprokal dengan Amerika Serikat, yang kini memasuki tenggat penting pada 9 Juli 2025,” jelasnya.

    Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump mengancam pemberlakukan tarif tambahan sebesar 10% terhadap negara mana pun yang dianggap sejalan dengan kebijakan anti-Amerika yang diusung BRICS.

    Ancaman tersebut menambah ketidakpastian di tengah negosiasi tarif dagang yang masih berlangsung dengan sejumlah mitra dagang AS.

    “Negara mana pun yang berpihak pada kebijakan anti-Amerika dari BRICS akan dikenakan tarif tambahan sebesar 10%. Tidak akan ada pengecualian terhadap kebijakan ini,” tulis Trump dalam unggahannya di platform Truth Social dikutip dari Bloomberg Senin (7/7/2025).

  • Mobil Listrik Ora 03 Mau Dirakit Lokal di Bogor, Harga Bakal Turun?

    Mobil Listrik Ora 03 Mau Dirakit Lokal di Bogor, Harga Bakal Turun?

    Jakarta

    Mobil listrik kompak asal China, GWM Ora 03 telah mengaspal di Indonesia. Kendaraan yang saat ini masih berstatus CBU (completely built up) atau impor utuh tersebut rencananya akan dirakit lokal di Bogor, Jawa Barat, mulai tahun depan.

    Meski berasal dari China, namun GWM Ora 03 yang dipasarkan di Indonesia saat ini merupakan produk impor dari Thailand. Kendaraan tersebut nantinya dirakit lokal di pabrik Wanaherang milik Inchcape.

    “Ini masih CBU sampai akhir tahun, tapi setelahnya kita mulai produksi CKD di Inchcape manufacture di Wanaherang,” ujar Strategy & Marketing Director GWM Indonesia, Martina Danuningrat saat ditemui di Bogor, Jawa Barat.

    Mobil listrik GWM Ora 03. Foto: Septian Farhan Nurhuda/detik.com

    Sayangnya, perakitan lokal tak membuat harga GWM Ora 03 berubah. Kendaraan tersebut tetap akan dibanderol Rp 379 jutaan dengan status on the road Jakarta. Harga itu merupakan nominal tetap yang berlaku setelah pameran GIIAS 2025.

    “Kalau harga kita udah stabil, sudah perhitungkan. Jadi harga tetap akan sama, termasuk spek. Karena ini udah best value yang kita tawarkan ke konsumen,” kata dia.

    Lebih jauh, Martina juga tak bisa mengurai lebih detail mengenai kapasitas produksi Ora 03 di Indonesia. Nominal tersebut harus disesuaikan dengan kondisi pasar dan permintaan konsumen.

    Sebagai catatan, mobil listrik GWM Ora 03 mengusung desain ‘retro-futuristik’, mobil listrik tersebut mengadopsi aksen membulat yang elegan, lengkap dengan detail ikonik seperti Extreme Magic Retro Cat’s Eye Headlights, Retro Free Curving Waist, hingga Flowing Water Light Curtain Taillights.

    GWM ORA 03 Foto: Luthfi Anshori/detikcom

    Secara dimensi, kendaraan unik tersebut memiliki panjang 4.235 mm, lebar 1.825 mm, tinggi 1.596 mm, jarak sumbu roda 2.650 mm, dan jarak terendah ke tanah 145 mm. Adapun bobot GWM Ora 03 mencapai 1.510 kg.

    GWM Ora 03 mampu menghasilkan performa optimal dengan output tenaga 105 kW dan torsi maksimal 210 Nm. Sementara baterainya pakai Lithium Iron Phosphate 47,8 kWh dengan Energy Density >170 Wh/kg dan sistem manajemen BMS terintegrasi.

    Mobil tersebut bisa menempuh jarak hingga 400 km (NEDC) dalam sekali pengisian. Soal kemampuan pengisian daya, GWM Ora 03 didukung teknologi DC Fast Charging 69 kW yang dapat mengisi daya dari 30% hingga 80% hanya dalam 30 menit.

    (sfn/din)

  • Trump Umumkan Tarif Baru: Brasil Kena 50%, Irak-Libya 30%

    Trump Umumkan Tarif Baru: Brasil Kena 50%, Irak-Libya 30%

    Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kembali melayangkan gelombang baru surat pemberitahuan tarif pada Rabu (9/7/2025) waktu setempat, termasuk bea masuk sebesar 50% untuk Brasil, salah satu tarif tertinggi yang diumumkan sejauh ini dan dijadwalkan mulai berlaku pada Agustus.

    Dalam suratnya kepada Brasil yang dikutip dari Bloomberg pada Kamis (10/9/2025), Trump mengaitkan tarif tersebut dengan penanganan terhadap mantan Presiden Jair Bolsonaro, yang saat ini menghadapi dakwaan terkait dugaan upaya kudeta. 

    “Persidangan ini seharusnya tidak berlangsung. Ini adalah perburuan penyihir yang harus segera dihentikan!” tulis Trump dalam surat tersebut.

    Selain Brasil, Trump juga menetapkan tarif 30% terhadap produk impor dari Aljazair, Libya, Irak, dan Sri Lanka. Sementara itu, Brunei dan Moldova dikenakan tarif 25%, dan Filipina sebesar 20%. Tarif ini sebagian besar sesuai dengan pengumuman awal Trump pada April lalu, meskipun tarif Irak diturunkan dari 39% dan Sri Lanka dari 44%.

    Trump mulai mengirimkan surat pemberitahuan tarif sejak Senin (7/7/2025), menjelang tenggat waktu pekan ini bagi negara-negara mitra untuk menyelesaikan negosiasi dagang dengan pemerintah AS. 

    Dalam unggahan di media sosial, Trump menyatakan akan merilis setidaknya tujuh surat tarif pada Rabu pagi, dan tambahan tarif lainnya akan diumumkan pada sore hari.

    Brasil menjadi negara pertama yang menerima surat pemberitahuan tarif dari Trump meskipun sebelumnya tidak masuk dalam daftar mitra dagang yang diumumkan saat peluncuran tarif balasan pada April lalu.

    Surat kepada Brasil tersebut juga dinilai sebagai sinyal peringatan bagi blok negara berkembang BRICS, yang selama ini dipandang Trump sebagai ancaman terhadap dominasi dolar AS sebagai mata uang cadangan global.

    Brasil termasuk tidak biasa dalam daftar target tarif terbaru Trump, karena justru mencatat defisit perdagangan dengan AS, berbeda dengan mayoritas negara lain yang mencetak surplus besar terhadap Amerika. 

    Berdasarkan data Biro Sensus AS, sepanjang 2024 Brasil mengimpor produk dari AS senilai sekitar US$44 miliar, sementara ekspor Brasil ke AS tercatat sekitar US$42 miliar.

    Brasil saat ini menempati posisi 20 besar mitra dagang utama AS. Dari tujuh negara lain yang disebut dalam pengumuman tarif Trump pada Rabu (9/7/2025), hanya Filipina, dengan nilai ekspor ke AS mencapai US$14,1 miliar tahun lalu, yang masuk ke dalam daftar 50 mitra dagang utama AS.

    Sementara itu, nilai impor gabungan dari enam negara sisanya pada 2024 kurang dari US$15 miliar, dengan Irak, pengekspor utama minyak mentah, menyumbang sekitar separuh dari total tersebut.

    Saat ditanya mengenai dasar penetapan tarif dalam sebuah acara di Gedung Putih, Trump menjelaskan bahwa perhitungannya berdasarkan akal sehat, defisit perdagangan, sejarah hubungan dagang selama bertahun-tahun, dan angka-angka mentah.

    “Mereka didasarkan pada fakta yang sangat, sangat substansial, serta juga sejarah masa lalu,” ujarnya.

    Sejauh ini, peringatan tarif tambahan dari Trump belum terlalu mengguncang pasar keuangan, dengan pelaku pasar lebih fokus pada keputusan Trump untuk memperpanjang tenggat waktu penerapan tarif balasan hingga 1 Agustus 2025. 

    Langkah ini memberikan ruang tambahan bagi mitra dagang untuk menyelesaikan pembicaraan dan awalnya sempat menimbulkan keraguan di Wall Street soal keseriusan Trump dalam mengeksekusi ancaman tarifnya.

    Namun, Trump memperkuat komitmennya pada Selasa (8/7/2025) dengan menyatakan bahwa semua pembayaran akan jatuh tempo dan wajib dibayarkan mulai 1 Agustus 2025 dan tidak ada perpanjangan untuk tarif yang berlaku per negara.

    Saat ditanya oleh wartawan tentang dasar perhitungan tarif terhadap negara mitra, Trump menjawab bahwa itu berdasarkan akal sehat, defisit perdagangan, catatan hubungan dagang selama bertahun-tahun, dan data mentah. 

    Dia menambahkan, tarif tersebut didasarkan pada fakta yang sangat substansial, termasuk juga sejarah masa lalu.

    Adapun, Trump juga meningkatkan tekanan terhadap dua mitra dagang utama. Uni Eropa disebut bisa segera menerima tarif sepihak meski negosiasi masih berlangsung, sementara India akan dikenakan tambahan tarif 10% karena keterlibatannya dalam blok negara berkembang BRICS, yang menurut Trump mengancam dominasi dolar AS sebagai mata uang global.

    Selain itu, Trump juga melontarkan ancaman tarif sektoral. Dia mengusulkan tarif hingga 50% terhadap produk tembaga, yang mendorong harga logam tersebut melonjak hingga 17% di New York pada Selasa, rekor lonjakan harian. Dia juga mengancam akan mengenakan tarif setinggi 200% untuk impor farmasi, kecuali produsen obat global memindahkan produksi mereka ke AS dalam waktu satu tahun.

    Gelombang surat tarif dan ancaman baru ini menandai babak terbaru dari agenda perdagangan Trump yang sarat gejolak, memicu volatilitas pasar dan kekhawatiran di kalangan konsumen, pelaku usaha, serta mitra dagang terkait dampaknya terhadap arus perdagangan dan stabilitas ekonomi global.

    Trump pertama kali mengumumkan rencana tarif balasan ini pada 2 April 2025. Namun, setelah reaksi pasar yang negatif, dia menurunkan tarif menjadi 10% selama periode negosiasi selama 90 hari yang seharusnya berakhir pada Rabu (9/7/2025) sebelum akhirnya diperpanjang tiga pekan.

    Adapun surat tarif yang dikirimkan Trump pada Senin sebelumnya menyasar negara-negara seperti Jepang, Korea Selatan, Afrika Selatan, Indonesia, Thailand, dan Kamboja. Sebagian besar tarif tersebut konsisten dengan pengumuman awal Trump.

    Meski Trump mempromosikan surat pemberitahuan tarif ini sebagai bentuk kesepakatan, perjanjian yang berhasil dia capai sejauh ini dengan Inggris dan Vietnam belum mencakup seluruh aspek perdagangan dan menyisakan banyak ketidakjelasan. 

    Sementara itu, Trump juga telah mencapai kesepakatan gencatan dengan China untuk menurunkan tarif dan memperlancar arus impor mineral penting.

  • Produk Farmasi Kena Tarif Trump 200%, Indef: Sasarannya Bukan RI

    Produk Farmasi Kena Tarif Trump 200%, Indef: Sasarannya Bukan RI

    Bisnis.com, JAKARTA — Ekonom Indef memproyeksi rencana Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk mengenakan tarif 200% terhadap impor produk farmasi tidak akan membuat Indonesia merugi secara signifikan. 

    Kepala Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi Indef adalah Andry Satrio Nugroho mengatakan, kebijakan tarif tinggi tersebut menyasar ke produk farmasi yang berasal dari Irlandia. 

    “Kemungkinan akan menyasar ke negara seperti Irlandia ya, yang mana AS pada tahun 2024 mengimpor setara US$50,3 miliar dan negara-negara lain yang menyuplai produk-produk farmasi seperti Swiss, Jerman, bahkan Singapura dan India,” kata Andry kepada Bisnis, Rabu (9/7/2025). 

    Untuk itu dia meyakini sasaran utama dari pengenaan tarif tersebut tidak menyasar ke Indonesia. Terlebih, ekspor produk farmasi Indonesia ke AS sangat minim. 

    Merujuk pada data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai ekspor produk farmasi (HS 30) ke AS mencapai US$14.897 dengan volume 397 kg pada periode Januari-April 2025. 

    Secara nilai, angka tersebut naik dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya senilai US$8.875, sedangkan secara volume lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 596 kg. 

    “Jadi, tentu kalau berbicara mengenai Indonesia, Indonesia sendiri menurut saya masih sedikit ya ekspor ke Amerika Serikat, bahkan banyak ekspor yang dilakukan oleh Indonesia itu mengarah kepada negara-negara tetangga atau negara Asia Tenggara,” jelasnya. 

    Adapun, ekspor produk farmasi Indonesia tahun lalu tercatat US$111 juta dengan negara tujuan terbesar ke India, Filipina, Jepang, Korea Selatan, dan Taiwan. 

    Kendati demikian, kebijakan Trump ini disebut dapat berdampak pada investasi AS di sektor farmasi global. Andry melihat cukup banyak investasi sektor farmasi AS di Indonesia. 

    “Hari ini produk-produk farmasi kita masih dipenuhi oleh produk-produk impor, harapannya sebetulnya kan investasi masuk dari manufaktur yang tentunya berasal dari Amerika Serikat,” tuturnya. 

    Jika diberlakukan pengenaan tarif 200%, Indonesia maupun negara lain dinilai akan kesulitan mendapatkan investasi dari perusahaan farmasi AS. 

    Diberitakan sebelumnya, Trump menyatakan akan memberi waktu sekitar 1 hingga 1,5 tahun agar produsen farmasi bisa memindahkan produksi mereka ke dalam negeri, sebelum memberlakukan tarif tinggi. 

    “Kami akan beri waktu sekitar setahun atau 1,5 tahun. Setelah itu, jika masih mengimpor obat-obatan dan produk terkait ke AS, mereka akan dikenakan tarif sangat tinggi, sekitar 200%. Kami beri masa transisi agar mereka bisa bersiap,” jelas Trump.

    Trump berulang kali menyebut produksi obat di luar negeri sebagai ancaman keamanan nasional dan mendorong perusahaan untuk merelokasi pabrik ke AS. Beberapa perusahaan farmasi telah menanggapi dengan mengumumkan investasi manufaktur bernilai miliaran dolar di AS. 

    Jika diberlakukan, tarif tersebut diprediksi akan sangat berdampak pada Irlandia—negara yang mencatat surplus perdagangan sebesar US$54 miliar dengan AS, sebagian besar berasal dari ekspor produk farmasi.  

    Irlandia menjadi basis produksi bagi perusahaan AS seperti Eli Lilly dan Pfizer, yang mengoperasikan hampir dua lusin fasilitas manufaktur untuk mengekspor ke AS, menurut analisis TD Cowen.

  • Dampak Tarif Trump, AS Berpotensi Raup Bea Masuk US0 Miliar

    Dampak Tarif Trump, AS Berpotensi Raup Bea Masuk US$300 Miliar

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan Amerika Serikat (AS) Scott Bessent menyebut pemerintah berpotensi mendapat penerimaan bea masuk sebesar US$300 miliar dari kebijakan tarif impor yang dikeluarkan Presiden Donald Trump.

    Melansir Reuters pada Rabu (9/7/2025), Bessent menyebut penerimaan bea masuk dari kebijakan tarif telah mencapai sekitar US$100 miliar sepanjang 2025. Dia memperkirakan penerimaan tersebut akan melonjak menjadi US$300 miliar hingga akhir tahun.

    Bessent menyampaikan,  lonjakan pendapatan tarif sebagian besar mulai terealisasi pada kuartal II/2025, setelah Trump memberlakukan tarif universal sebesar 10% atas seluruh impor AS, serta menaikkan bea masuk untuk baja, aluminium, dan otomotif.

    “Jadi, kami memperkirakan totalnya bisa melewati US$300 miliar pada akhir tahun,” ujarnya dalam rapat kabinet di Gedung Putih.

    Menurut juru bicara Departemen Keuangan AS, proyeksi tersebut mengacu pada akhir tahun kalender 2025, yakni 31 Desember, bukan pada akhir tahun fiskal pemerintah AS yang jatuh pada 30 September.

    Apabila target US$300 miliar tercapai, maka penerimaan tarif akan mengalami lonjakan signifikan dalam beberapa bulan ke depan. Hal tersebut juga mengindikasikan adanya peningkatan tarif secara signifikan dan menyeluruh terhadap berbagai produk impor.

    Bessent menambahkan, Kantor Anggaran Kongres atau Congressional Budget Office (CBO) memperkirakan bahwa pendapatan dari tarif selama 10 tahun ke depan akan mencapai US$2,8 triliun. Namun, menurutnya angka tersebut masih terlalu konservatif.

    Data Departemen Keuangan menunjukkan bea masuk bruto AS mencapai rekor tertinggi sebesar US$22,8 miliar pada Mei 2025, naik hampir empat kali lipat dibandingkan US$6,2 miliar pada periode yang sama tahun lalu.

    Dengan demikian, total penerimaan bea masuk sepanjang delapan bulan pertama tahun fiskal 2025 telah mencapai US$86,1 miliar, sementara untuk lima bulan pertama tahun kalender 2025 tercatat sebesar US$63,4 miliar.

    Hasil anggaran bulan Juni dijadwalkan akan diumumkan pada Jumat (11/7/2025) waktu setempat, dan diperkirakan menunjukkan lonjakan tambahan dalam penerimaan bea masuk. 

    Berdasarkan pernyataan harian keuangan Departemen Keuangan, hingga 30 Juni 2025 total gabungan bea masuk dan pajak cukai telah menembus US$122 miliar untuk tahun fiskal berjalan.

    Trump sebelumnya menetapkan tenggat baru pada 1 Agustus 2025 untuk mulai memberlakukan tarif timbal balik yang lebih tinggi terhadap hampir seluruh mitra dagang AS. 

    Namun, pemerintahannya membuka peluang negosiasi dengan beberapa negara dalam tiga pekan ke depan untuk memperoleh keringanan.

    “Uang besar akan mulai masuk pada 1 Agustus. Hal itu sudah cukup jelas melalui surat-surat yang kami kirim kemarin dan hari ini,” kata Trump.

    Dalam kesempatan yang sama, Trump juga mengumumkan rencana penerapan tarif sebesar 50% atas impor tembaga—logam industri yang digunakan di berbagai sektor, mulai dari konstruksi perumahan, elektronik konsumen, kendaraan, jaringan listrik hingga alat-alat militer. 

    Selain itu, tarif tambahan atas produk semikonduktor dan farmasi juga tengah dipersiapkan.

  • Rupiah Perkasa Buntut AS Kenakan Tarif Impor Tinggi ke 14 Negara Asia dan Afrika – Page 3

    Rupiah Perkasa Buntut AS Kenakan Tarif Impor Tinggi ke 14 Negara Asia dan Afrika – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Nilai tukar Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menguat pada Selasa, 8 Juli 2025. Rupiah ditutup menguat 34 poin terhadap Dolar AS, setelah sebelumnya sempat melemah 40 poin di ilevel Rp 16.205 dari penutupan sebelumnya di level Rp 16.239.

    “Sedangkan untuk perdagangan besok, mata uang rupiah fluktuatif namun ditutup melemah di rentang Rp 16.200 – Rp 16.250,” ungkap pengamat mata uang, Ibrahim Assuaibi dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (8/7/2025).

    Rupiah menguat meski di tengah kekhawatiran pasar tentang meningkatnya kemungkinan perang dagang yang meluas, menyusul pengumuman Presiden AS Donald Trump tentang surat perdagangan yang dikirim ke Korea Selatan dan Jepang, yang menetapkan bea atas barang dan produk.

    Ibrahim menyoroti, potensi perang dagang berlanjut setelah Trump mengumumkan tarif 25% untuk semua produk impor asal Korea Selatan dan Jepang yang dikirim mulai 1 Agustus mendatang.

    “Sentimen risiko memburuk saat pasar bersiap menghadapi batas waktu tanggal 9 Juli, ketika Amerika Serikat (AS) diperkirakan secara resmi memberi tahu mitra dagang tentang tarif baru yang berpotensi setinggi 70%, yang menargetkan lebih dari 100 negara,” papar Ibrahim. Trump juga merilis serangkaian surat yang menguraikan tarif perdagangan yang lebih tinggi pada beberapa negara Asia dan Afrika.

    Tarif tinggi ini termasuk 25% pada Korea Selatan, Jepang, Malaysia, dan Kazakhstan, bea masuk 30% pada Afrika Selatan, bea masuk 32% pada Indonesia, pungutan 35% pada Bangladesh, dan pungutan 36% pada Thailand. Adapun data ekonomi AS yang kuat memicu taruhan bahwa Federal Reserve tidak akan memangkas suku bunga dalam beberapa bulan mendatang.

    “Ancaman tarif Trump juga memacu beberapa permintaan untuk greenback, di tengah kekhawatiran bahwa pungutan tersebut akan bersifat inflasi bagi ekonomi AS,” tambah Ibrahim.

     

  • Menaker Yassierli: Data Jumlah PHK Bikin Pesimisme di Masyarakat

    Menaker Yassierli: Data Jumlah PHK Bikin Pesimisme di Masyarakat

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) menilai data pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) di awal Juli 2025 berisiko menimbulkan pesimisme di masyarakat.

    Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli mengatakan saat ini data PHK kini mengacu pada data BPJS Ketenagakerjaan. Sayangnya, dia enggan memberikan data PHK terbaru.

    “Datanya [terkait PHK mengacu BPJS Ketenagakerjaan] ada di kami. Tapi kan semangat di media bukan semangat PHK,” kata Yassierli saat ditemui di DPR, Jakarta, Senin (7/7/2025).

    Menurut Yassierli, dengan munculnya data PHK justru menimbulkan pesimisme di masyarakat. Padahal, dia menyebut pemerintah ingin membangun optimistime terhadap lapangan pekerjaan di Tanah Air.

    “Jangan [data] PHK terus. Nanti kasihan teman-teman nanti yang kita bangun itu [malah] adalah pesimis nanti terhadap bangsa ini. Makanya kami juga, kami nggak, oke tiap bulan kami keluarkan data PHK-PHK, [akhirnya] nanti yang kita bangun itu bukan optimisme. Bisa dipahami ya,” terangnya.

    Untuk itu, Yassierli menyampaikan pemerintah terus berkoordinasi dengan sejumlah kementerian, seperti Kementerian Koperasi (Kemenkop) dalam hal penyiapan sertifikasi pengelola koperasi sebagai peluang untuk penciptaan lapangan kerja baru. Hal ini mengingat keberadaan 80.000 Koperasi Desa/Kelurahan (KopDes/Kel) Merah Putih diproyeksikan bisa membuka 2 juta lapangan kerja baru di desa.

    Selain itu, Kemnaker juga berkoordinasi dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk membuka lapangan kerja baru. Begitu pula koordinasi yang dilakukan dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Kementerian Pertanian (Kementan), hingga Badan Gizi Nasional (BGN).

    Lebih lanjut, Yassierli menjelaskan validitas data PHK juga harus berdasarkan pada data yang valid, yakni mengacu data BPJS Ketenagakerjaan. Dengan begitu, Kemnaker akan  mengacu pada data PHK di BPJS Ketenagakerjaan, mengingat adanya jaminan kehilangan pekerjaan (JKP).

    Di samping BPJS Ketenagakerjaan, dia menyebut Kemnaker juga melihat pada laporan dinas Ketenagakerjaan perihal PHK.

    Berdasarkan catatan Bisnis.com, Kemnaker pernah melaporkan jumlah pekerja yang menjadi korban PHK mengalami peningkatan.

    Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Kemnaker Indah Anggoro Putri menyampaikan, hingga pekan pertama Juni 2025, sekitar 30.000 pekerja terkena PHK.

    “Sekitar 30.000-an [pekerja ter-PHK] per akhir Mei sampai minggu pertama Juni [2025],” kata Indah ketika ditemui di Kantor Kemnaker, Selasa (24/6/2025).

    Namun, Indah tidak memerinci lebih jauh provinsi dengan kasus PHK tertinggi dalam rentang periode tersebut. Selain itu, dia juga tidak memerinci sektor mana yang paling banyak merumahkan pekerja sepanjang akhir Mei hingga Juni 2025.

    Dihubungi terpisah, Ekonom dari Universitas Paramadina Wijayanto Samirin menduga jumlah korban yang terkena PHK jauh lebih besar dari data yang dilaporkan.

    “Ada kecenderungan data yang dilaporkan understated, angka sesungguhnya bisa jadi jauh lebih tinggi. Misalnya, banyak PHK dinarasikan sebagai pengunduran diri,” kata Wijayanto, Senin (30/6/2025).

    Pasalnya, Wijayanto menyebut pekerja Indonesia didominasi oleh pekerja di sektor informal, yakni mencapai sekitar 70% pekerja. “Kehilangan pekerjaan pada mereka [di sektor informal] tidak masuk kategori PHK,” ujarnya.

    Menurutnya, seluruh sektor perlu mendapat perhatian dari pemerintah. “… tetapi terutama industri manufaktur dan ritel, keduanya terdampak paling besar,” imbuhnya.

    Dia menilai pemerintah perlu memastikan kredit tersedia bagi dunia usaha. Selain itu, dia menyebut crowding out akibat surat berharga negara (SBN) perlu diakhiri.

    “Perbaiki iklim usaha melalui deregulasi yang tuntas, mengatur dan membatasi membanjirnya produk impor, dan menekan underground economy dan menghentikan penyelundupan,” pungkasnya.