Topik: produk impor

  • Kemenperin Sebut Relaksasi Impor Jadi Biang Kerok PHK di Sektor Manufaktur

    Kemenperin Sebut Relaksasi Impor Jadi Biang Kerok PHK di Sektor Manufaktur

    Jakarta

    Kementerian Perindustrian (Kemenperin) memprediksi dampak relaksasi impor terhadap Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) masih akan berlanjut. Sebelumnya, Kemenperin menilai gelombang PHK yang saat ini terjadi merupakan residu dari relaksasi kebijakan impor beberapa waktu lalu.

    “Kementerian Perindustrian tidak menafikan bahwa PHK masih terjadi pada industri manufaktur. Dan seperti yang kami sampaikan beberapa hari yang lalu, bahwa PHK yang terjadi saat ini, itu disebabkan karena residu dari kebijakan relaksasi impor, yang saat ini masih dirasakan dampaknya oleh industri padat karya,” ujar Juru Bicara Kementerian Perindustrian Febri Hendri Antoni Arief di Jakarta, Selasa (31/7/2025).

    Febri menilai residu ini akan berdampak sampai dua bulan ke depan. Seperti diketahui, Peraturan Menteri Perdagangan baru yang merupakan pengganti Permendag Nomor 8 Tahun 2024 Kebijakan dan Pengaturan Impor akan mulai berlaku dalam dua bulan ke depan.

    “Residu ini kami perkirakan masih akan terus dirasakan dampaknya sampai revisi Permendag 8 itu diberlakukan, yakni sekitar 2 bulan dari sekarang,” tambah Febri.

    Ia menjelaskan, pada periode Agustus 2024 sampai Februari 2025 terjadi pengurangan tenaga kerja hingga 2 juta. Hal itu disebabkan karena banjirnya produk impor ke pasar dalam negeri sehingga permintaan kepada industri padat karya semakin berkurang.

    “Relaksasi impor yang membuat pasar domestik banjir produk impor murah, sehingga menekan demand industri hilir, terutama industri padat karya, yang pada akhirnya memicu terjadinya pengurangan kerja. Dan kalau lihat angka tadi hampir sekitar 2 juta. Itu risiko yang kita tanggung dari pemberlakuan kebijakan relaksasi impor itu,” tutup Febri.

    Lihat juga Video: Momen Kapolri Lepas 1.575 Buruh Korban PHK untuk Bekerja Kembali

    (ily/kil)

  • Aturan TKDN Bakal Diubah, Pemerintah Klaim Bukan Karena AS

    Aturan TKDN Bakal Diubah, Pemerintah Klaim Bukan Karena AS

    Jakarta

    Kementerian Perindustrian (Kemenperin) sedang menyusun aturan baru terkait Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN). Reformasi TKDN dilakukan beberapa waktu usai negosiasi dagang antara Indonesia dan Amerika Serikat (AS) tercapai.

    Sebagai informasi, TKDN berfungsi melindungi industri dalam negeri dari serbuan produk impor. Rencananya perubahan TKDN akan diluncurkan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita.

    “TKDN juga kami masih membahas. Nanti full dari Pak Menteri akan me-launching reformasi TKDN, tanggalnya tunggu aja kapannya. Tapi yang pasti kami akan membuat TKDN tetap ada di kami,” kata Kepala Biro Hubungan Masyarakat Kemenperin, Alexandra Arri Cahyani saat ditemui di kantor Kemenperin, Jakarta, Senin (28/7/2025).

    Ia juga memastikan bahwa TKDN tidak akan dihapus, serta hasil reformasinya berlaku menyeluruh atau bukan hanya untuk AS. Sebagai informasi, AS sebelumnya meminta Indonesia menghapus hambatan non-tarif ekspor menyusul kesepakatan dagang yang memangkas tarif impor menjadi 19%.

    Dalam kesepakatan ini, AS meminta ketentuan TKDN dihapus untuk perusahaan dan barang asal AS. Meskipun, pemerintah telah memastikan bahwa tidak semua produk AS dibebaskan dari ketentuan TKDN.

    “Secara keseluruhan (berlakunya), nggak tergantung karena AS, karena produk lain juga banyak. Ini sebenarnya kalau kita hanya terpaku sama AS kan diskriminasi namanya,” sebut Alexandra.

    Terkait pembebasan TKDN di sejumlah sektor, Alexandra menyebut hal itu masih dibahas di internal Kemenperin. Yang pasti, kata dia, modifikasi aturan TKDN berlaku menyeluruh dan bukan hanya terhadap AS.

    Namun Alexandra belum bisa memastikan kapan aturan tersebut terbit. Saat ini Menperin dan jajaran Eselon I Kementerian Perindustrian terus berdiskusi mengenai reformasi TKDN.

    Pada kesempatan itu, Alexandra menekankan pentingnya peran TKDN dalam menjaga daya saing produk lokal dari serbuan barang impor. Dengan adanya TKDN minimal bahan baku dalam negeri akan terserap dan diubah menjadi barang jadi.

    “Kami berharap TKDN masih tetap ada, karena memang TKDN itu untuk agar produk-produk kita lokal, kalau memang ada bahan baku kita bisa dipakai, bisa berdaya saing. Lah kalo TKDN nggak ada kita akan kebanjiran produk impor dong. Itu kan yang tidak kita inginkan. Kita ingin produk dalam negeri kita, atau minimal bahan baku dalam negeri kita berdaya saing dan bisa digunakan jadi barang jadi,” tutup dia.

    Tonton juga video “Sorotan Pengamat ke Pemerintah soal Aturan TKDN Produk AS” di sini:

    (kil/kil)

  • Baja Impor Banjiri Pasar, Anggota DPR: Dapat Menghancurkan Industri Nasional
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        28 Juli 2025

    Baja Impor Banjiri Pasar, Anggota DPR: Dapat Menghancurkan Industri Nasional Nasional 28 Juli 2025

    Baja Impor Banjiri Pasar, Anggota DPR: Dapat Menghancurkan Industri Nasional
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Anggota Komisi VI DPR
    Ahmad Labib
    meminta
    Kementerian Perdagangan
    (Kemendag) untuk segera turun tangan dan mengambil langkah guna melindungi
    industri baja
    nasional yang kini tertekan oleh banjir
    impor baja
    murah.
    Labib telah menerima informasi mengenai keluhan dari pelaku industri baja bahwa mereka terkena tekanan berat akibat impor baja murah.
    “Saya menerima banyak keluhan langsung dari para pelaku industri fabrikator baja, yang kini tertekan berat akibat harga baja impor yang sangat rendah, bahkan jauh di bawah biaya produksi dalam negeri. Ini jelas merugikan, karena dapat menghancurkan industri baja nasional kita,” ujar Labib dalam keterangannya, Senin (28/7/2025).
    Labib khawatir keberlangsungan sektor baja nasional bisa terancam dan bernasib serupa dengan industri tekstil yang sebelumnya jatuh akibat serbuan produk impor.
    Politikus Partai Golkar ini mengatakan, industri baja bukan hanya sektor ekonomi yang krusial, tetapi juga bagian dari fondasi pembangunan infrastruktur dan ketahanan ekonomi Indonesia.
    Lebih jauh, Labib menegaskan betapa pentingnya proteksi terhadap industri baja nasional yang kini berada dalam kondisi darurat.
    Dia mendorong pemerintah untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem tata niaga baja nasional, termasuk memperketat pengawasan terhadap impor baja yang legal maupun ilegal.
    Selain itu, pemerintah juga harus memberikan insentif dan stimulus kepada pelaku industri lokal agar dapat tetap bersaing di pasar global.
    “Meskipun para pelaku industri baja di dalam negeri berusaha melakukan efisiensi, hal itu tidak akan cukup jika arus impor baja tetap mengalir deras tanpa pengendalian yang adil dan tegas,” kata Labib.
    Ia juga mengingatkan, industri baja tidak hanya menyangkut perusahaan besar, tetapi juga ribuan usaha kecil menengah, pekerja, serta seluruh ekosistem industri yang ada di sekitarnya.
    Oleh karena itu, pemerintah harus segera bertindak untuk melindungi dan menyelamatkan industri baja nasional demi keberlanjutan ekonomi Indonesia.
    “Jangan sampai kita menyesal di kemudian hari.
    Industri baja
    kita harus kuat, dan itu hanya bisa tercapai jika kita menjaga dan menguatkannya dengan kebijakan yang mendukung serta pengendalian impor yang tegas. Kalau pabrik baja berhenti, dampaknya akan terasa sangat besar bagi seluruh rantai ekonomi,” kata Labib.
    Sebelumnya, Ketua Umum Indonesian Society of Steel Construction (ISSC) Budi Harta Winata mengungkap kekhawatiran soal melonjaknya impor baja konstruksi.
    Ia menilai lonjakan ini mengancam keberlangsungan industri baja dalam negeri.
    Budi menyoroti masuknya baja dari Vietnam dan China dengan harga sangat rendah.
    Ia mempertanyakan kelayakan produk tersebut karena belum tentu memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI).
    “Peningkatan baja impor, baik yang legal maupun tidak jelas asal-usul dan standarnya, harus menjadi perhatian serius,” kata Budi dalam forum diskusi di Hotel JS Luwansa, Kamis (24/7/2025).
    Ia menjelaskan, banyak baja yang beredar masuk dalam bentuk struktur utuh seperti prefabricated engineered building (PEB) atau komponen terpisah tanpa dokumen legal dan tanpa jaminan mutu.
    Menurut Budi, kondisi ini menekan produsen lokal dan membahayakan keselamatan konstruksi.
     
    “Sekarang kita sedang krisis pekerjaan. Banyak produk baja konstruksi masuk begitu saja. Sebenarnya, PEB dan baja dari Vietnam atau China itu legal atau ilegal? Ini harus dijelaskan secara transparan,” ujar dia.
    ISSC juga menilai lemahnya pengawasan memperburuk situasi.
    Tidak semua baja impor menjalani proses sertifikasi mutu atau memenuhi persyaratan teknis sesuai aturan nasional.
    “Kami tidak anti-impor. Tapi persaingan harus adil dan tunduk pada standar yang sama,” kata Budi.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Pabrik Tekstil POLY di Karawang Tutup, Gempuran Produk Impor Jadi Biang Kerok

    Pabrik Tekstil POLY di Karawang Tutup, Gempuran Produk Impor Jadi Biang Kerok

    Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) mengungkap sejumlah penyebab yang memicu penutupan pabrik kimia dan serat di Karawang, Jawa Barat, milik PT Asia Pacific Fibers Tbk (POLY). 

    Ketua Umum APSyFI Redma Gita Wirawasta mengatakan, terdapat dua faktor utama yang memicu kinerja produksi perusahaan tergerus, yakni dari sisi persaingan pasar domestik dengan produk impor murah serta bea masuk antidumping (BMAD) yang diterapkan Amerika Serikat (AS). 

    “Ekspor ke AS dari APF [Asia Pacific Fibers] sudah terkendala sejak AS mengenakan BMAD benang filamen imbas transshipment yang dilakukan China lewat Indonesia,” kata Redma kepada Bisnis, Senin (28/7/2025). 

    Redma menerangkan bahwa beberapa tahun terakhir banyak produk China yang diekspor ke AS dengan pengiriman lewat Indonesia. Hal ini dilakukan untuk mengakali tarif tinggi yang dipatok AS untuk barang asal China. 

    Alhasil, terjadi lonjakan ekspor tekstil dari Indonesia yang sebetulnya produk China ke AS. Atas dasar lonjakan impor dari Indonesia tersebut, AS mengenakan BMAD terhadap produk-produk tekstil dari Indonesia. 

    “Maka semua produsen di Indonesia terkena BMAD di China, meskipun sebetulnya lonjakan impor itu bukan produk dari Indonesia,” jelasnya. 

    Di sisi lain, penutupan APF juga disebabkan sejumlah produknya yang kalah saing dengan produk impor murah dari China. Sementara itu, usulan pengenaan BMAD atas produk filamen dari China baru-baru ini justru ditolak pemerintah. 

    Menurut Redma, tak hanya APF yang mengalami tekanan kinerja akibat barang dumping filamen dari China. Sejumlah perusahaan yang stok produksinya tinggi kini mulai menghitung ulang dan mempertimbangkan untuk memangkas produksi. 

    “APF Karawang rencananya akan jalan lagi jika BMAD diterapkan, tapi setelah ditolak barang impor makin tinggi jadi kondisinya makin tertekan,” tuturnya. 

    Untuk itu, dalam hal ini, Redma menekankan bahwa penerapan BMAD produk filamen merupakan cara paling sederhana dan efektif. Sebab, tata niaga terkait kuota impor dinilai tidak efektif. 

    “Karena selama ini Kementerian Perindustrian memberikan kuota impor berlebihan tanpa memperhatikan supply industri dalam negeri,” pungkasnya. 

    Sebagaimana diberitakan sebelumnya, penutupan pabrik di Karawang itu telah menyebabkan penurunan penjualan produk polyester staple fiber, polyester chips, dan performance fabrics milik APF. Penjualan tahun ini diperkirakan turun 76%. 

    Adapun, pabrik ini sebelumnya masih memasok ketiga produk tersebut sebagai bahan baku produksi filament yarn di pabrik POLY yang masih beroperasi di Kendal. Namun, kini pemenuhan kebutuhan bahan baku dialihkan ke pihak ketiga dari lokal dan impor. 

    Kapasitas dan utilisasi sebelum dan sesudah penutupan kini serempak 100% turun. Pada 2024, utilisasi produksi polyester staple fiber masih di kisaran 73.727 ton dari kapasitas 198.000 ton.

    Sementara itu, produksi polyester chips masih dapat mencapai 132.130 ton dari kapasitas total 330.400 ton dan performance fabrics yang utilisasinya 819.000 Yds dari total kapasitas 6.000.000 Yds. 

  • Aturan TKDN Bakal Direformasi, Kemenperin Pastikan Bukan Cuman buat AS

    Aturan TKDN Bakal Direformasi, Kemenperin Pastikan Bukan Cuman buat AS

    Jakarta

    Kementerian Perindustrian (Kemenperin) bakal melakukan reformasi terhadap aturan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN). Sebagai informasi, TKDN berfungsi melindungi industri dalam negeri dari serbuan produk impor.

    Kepala Biro Hubungan Masyarakat Kemenperin, Alexandra Arri Cahyani menyebut aturan baru akan diluncurkan langsung Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita. Ia pun memastikan TKDN tidak akan dihapus oleh pemerintah.

    “TKDN juga kami masih membahas. Nanti full dari Pak Menteri akan me-launching reformasi TKDN, tanggalnya tunggu saja kapannya. Tapi yang pasti kami akan membuat TKDN tetap ada di kami,” katanya saat ditemui di kantor Kemenperin, Jakarta, Senin (28/7/2025).

    Ia juga memastikan hasil reformasi TKDN tidak hanya berlaku untuk Amerika Serikat (AS). Sebagai informasi, AS sebelumnya meminta Indonesia menghapus hambatan non-tarif ekspor menyusul kesepakatan dagang yang memangkas tarif impor menjadi 19%.

    Dalam kesepakatan ini, AS meminta ketentuan TKDN dihapus untuk perusahaan dan barang asal AS. Meskipun, pemerintah telah memastikan bahwa tidak semua produk AS dibebaskan dari ketentuan TKDN.

    “Secara keseluruhan (berlakunya), nggak tergantung karena AS, karena produk lain juga banyak. Ini sebenarnya kalau kita hanya terpaku sama AS kan diskriminasi namanya,” sebut Alexandra.

    Terkait pembebasan TKDN di sejumlah sektor, Alexandra menyebut hal itu masih dibahas di internal Kemenperin. Yang pasti, kata dia, modifikasi aturan TKDN berlaku menyeluruh dan bukan hanya terhadap AS.

    Namun Alexandra belum bisa memastikan kapan aturan tersebut terbit. Saat ini Menperin dan jajaran Eselon I Kementerian Perindustrian terus berdiskusi mengenai reformasi TKDN.

    Pada kesempatan itu, Alexandra menekankan pentingnya peran TKDN dalam menjaga daya saing produk lokal dari serbuan barang impor. Dengan adanya TKDN minimal bahan baku dalam negeri akan terserap dan diubah menjadi barang jadi.

    “Kami berharap TKDN masih tetap ada, karena memang TKDN itu untuk agar produk-produk kita lokal, kalau memang ada bahan baku kita bisa dipakai, bisa berdaya saing. Lah kalo TKDN nggak ada kita akan kebanjiran produk impor dong. Itu kan yang tidak kita inginkan. Kita ingin produk dalam negeri kita, atau minimal bahan baku dalam negeri kita berdaya saing dan bisa digunakan jadi barang jadi,” tutup dia.

    Tonton juga video “Sorotan Pengamat ke Pemerintah soal Aturan TKDN Produk AS” di sini:

    (ily/kil)

  • Susi Pudjiastuti Pernah Protes Keras Aturan Impor yang Dibuat Tom Lembong, Masak Ikan Teri Saja Mesti Impor!

    Susi Pudjiastuti Pernah Protes Keras Aturan Impor yang Dibuat Tom Lembong, Masak Ikan Teri Saja Mesti Impor!

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Susi Pudjiastuti, yang kala itu menjabat Menteri Kelautan dan Perikanan pernah mengkritik keras Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 87 Tahun 2015 tentang Ketentuan Impor Produk Tertentu yang dibuat Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong.

    Dalam Permendag tersebut, Tom Lembong menghapus ketentuan penetapan sebagai Importir Terdaftar (IT) Produk Tertentu dengan hanya perlu Angka Pengenal Importir Umum (API-U) saja.

    Produk tersebut yakni dintaranya kosmetik, pakaian jadi, obat tradisional, elektronik, alas kaki, mainan anak.

    Kemudahan impor produk ini yang dikritik Susi yang termasuk di dalamnya adalah produk olahan ikan. Susi mengaku kementeriannya tidak dilibatkan dalam penggodokan regulasi tersebut.

    “Seharusnya duduk bersama. Nanti gimana industri pengolahan ekonomi kreatif masyarakat? Masak ikan teri olahan saja mesti impor?” kata Susi, Oktober 2015 di Jakarta.

    Kata Susi lagi, Indonesia seharusnya tidak memudahkan masuknya produk impor yang langsung dijual di dalam negeri. Melainkan bahan baku untuk diolah dan diekspor kembali sehingga menghasilkan nilai tambah bagi Indonesia.

    Kini, Tom Lembong telah dijatuhkan vonis empat tahun enam bulan penjara dan denda Rp750 juta. Kasus importasi gula yang menjerat mantan Menteri Perdagangan itu diusut sejak Oktober 2023.

    Tom diduga menyalahgunakan wewenang dengan memberikan izin persetujuan impor gula kristal sebanyak 105 ribu ton ke PT AP yang kemudian diolah menjadi gula kristal putih. Padahal, berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri dan Menteri Perindustrian Nomor 257/2004, impor gula kristal hanya diperbolehkan untuk BUMN.

  • Tarif Trump ‘Senjata Makan Tuan’, Tusuk Industri AS Ini dari Belakang

    Tarif Trump ‘Senjata Makan Tuan’, Tusuk Industri AS Ini dari Belakang

    Jakarta, CNBC Indonesia – Di tengah kemeriahan Comic-Con, para pelaku usaha kecil industri mainan di Amerika Serikat (AS) angkat suara soal isu serius. Ini terkait potensi dampak tarif yang diusulkan mantan Presiden AS Donald Trump terhadap produk impor, khususnya dari China.

    Dalam sebuah panel bertajuk “Mainan, Tarif, dan Perang Dagang”, CEO The Loyal Subjects, Jonathan Cathey, menegaskan bahwa tarif tersebut bisa berdampak langsung ke konsumen. “Bukan topik yang paling menarik, tapi ini akan memengaruhi semua orang. Harga akan naik, dan tingkat penjualan kami akan turun,” ujar Cathey di hadapan peserta Comic-Con seperti dikutip AFP, Jumat (25/7/2025).

    Industri mainan AS sangat bergantung pada China. Dari total impor mainan senilai lebih dari US$17 miliar (Rp277 triliun) ke AS tahun lalu, lebih dari US$13 miliar (Rp212 triliun) berasal dari Negeri Tirai Bambu.

    Ketegangan perdagangan antara Washington dan Beijing selama masa jabatan Trump dinilai telah menimbulkan ketidakpastian dan kerugian bagi pelaku bisnis. Daniel Pickett, moderator panel sekaligus pengamat industri mainan, menilai kebijakan tarif yang diusulkan Trump “terlalu berlebihan”.

    “Langkah-langkah ini gila dan menakutkan. Tarif tambahan akan mendatangkan malapetaka bagi seluruh industri,” tegasnya.

    Trump sendiri sebelumnya sempat mengabaikan kekhawatiran dari CEO Hasbro, Chris Cocks, terkait potensi kenaikan harga mainan. Ia bersikukuh bahwa kebijakan perdagangannya akan mendukung produksi dalam negeri.

    Namun, Cathey menolak argumen tersebut. Menurutnya, pasar tenaga kerja manufaktur AS saat ini belum siap menerima pekerjaan tambahan.

    “Ada sekitar 480.000 pekerjaan manufaktur yang belum terisi. Jadi kita akan membawa kembali pekerjaan yang bahkan tak bisa diisi oleh siapa pun?” kritiknya.

    Ia menambahkan bahwa kekuatan utama AS terletak pada inovasi. Tapi, AS unggul dengan produksi.

    “Barbie bukan ancaman terhadap keamanan nasional. Ada sektor-sektor seperti otomotif dan pertambangan di mana tarif bisa masuk akal, tapi bukan mainan,” kata Cathey.

    Senada dengan itu, Brian Flynn, pendiri perusahaan mainan dan action figure Super7 mengungkapkan bahwa tarif yang tidak menentu menciptakan kekacauan bagi pelaku usaha.

    “Tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi. Tarif tiga digit bisa mengusir semua pemain dari pasar,” ucap Flynn.

    Ia juga merasakan dampaknya langsung di Comic-Con tahun ini. Flynn hanya mampu menyewa stan kecil, tidak seperti tahun-tahun sebelumnya yang bisa menggelar ruang pameran besar.

    “Konsumen akan merasakan dampaknya dalam waktu dekat. Dan ketika itu terjadi, dampaknya akan signifikan bagi kami,” pungkasnya.

    (sef/sef)

    [Gambas:Video CNBC]

  • RI Banjir Produk Baja Impor Tak SNI, Industri Lokal Teriak! – Page 3

    RI Banjir Produk Baja Impor Tak SNI, Industri Lokal Teriak! – Page 3

    Sebelumnya, Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso menggelar ekspose produk-produk impor yang tidak sesuai ketentuan seperti perkakas tangan, peralatan listrik, serta produk turunan besi dan baja, di Cikupa, Kabupaten Tangerang, Banten.

    “Pagi ini kita bersama-sama melakukan ekspos terhadap hasil pengawasan dan pengamanan terhadap produk-produk seperti perkakas tangan, peralatan listrik, elektronik, aksesoris pakaian, besi atau baja, baja paduan dan produk turunannya yang diimpor dari Cina oleh PT Asiaalum Trading Indonesia atau PT ATI yang diduga tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” kata Mendag Budi, di Tangerang, Banten, Kamis (22/5/2025).

    Mendag menegaskan, kegiatan pengawasan dilakukan sebagai upaya untuk melindungi industri dalam negeri dan juga untuk melindungi konsumen.

     

  • Produk AS Bebas TKDN, Barang Lokal Bisa Kalah Saing di Proyek Pemerintah

    Produk AS Bebas TKDN, Barang Lokal Bisa Kalah Saing di Proyek Pemerintah

    Bisnis.com, JAKARTA — Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mewanti-wanti langkah pelonggaran kebijakan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) atas produk Amerika Serikat (AS) dapat berisiko memberikan kemudahan bagi produk impor dalam proyek pengadaan barang dan jasa pemerintah. 

    Wakil Ketua Umum Kadin Perindustrian Saleh Husin mengatakan, kesepakatan Indonesia dan AS tersebut perlu dicermati. Sebab, pelonggaran ketentuan TKDN untuk produk dari AS dapat menimbulkan tantangan tersendiri bagi industri dalam negeri.

    “Ini berisiko menurunkan penyerapan produk dalam negeri pada pengadaan pemerintah,” kata Saleh kepada Bisnis, Jumat (25/7/2025). 

    Selama ini, TKDN bertujuan untuk memberi ruang bagi industri dalam negeri untuk tumbuh dan meningkatkan daya saing. 

    Dia menilai tanpa kewajiban TKDN, produk AS bisa masuk dan berpartisipasi dalam pengadaan barang/jasa pemerintah dengan lebih mudah. 

    Produk AS dinilai dapat masuk tanpa harus memenuhi standar kandungan lokal sehingga menciptakan ketimpangan dalam persaingan. 

    Untuk menghadapi kondisi ini, Saleh mendorong pengusaha untuk melakukan peningkatan efisiensi dan inovasi di tingkat perusahaan agar mampu bersaing tidak hanya dari sisi harga, tetapi juga kualitas dan keunikan produk.

    “Memperkuat aliansi industri nasional, termasuk melalui konsolidasi usaha kecil-menengah agar memiliki daya tawar dan skala produksi yang lebih baik,” tuturnya.

    Tak hanya itu, dia juga mendukung advokasi kebijakan kepada pemerintah agar tetap ada insentif atau afirmasi untuk produk lokal. 

    “Termasuk mempertahankan kewajiban TKDN minimum bagi semua negara mitra dagang dalam proyek strategis nasional,” jelasnya. 

    Menurut Saleh, hal ini tentunya perlu dikaji lebih lanjut, meskipun penurunan tarif bea masuk produk Indonesia ke AS menjadi 19% memang patut diapresiasi sebagai langkah positif dalam membuka akses pasar. 

    Namun, tanpa kewajiban kandungan lokal, produk impor dari AS yang masuk ke pasar domestik, terutama dalam skema pengadaan pemerintah, dapat bersaing langsung dengan produk dalam negeri yang selama ini berupaya memenuhi regulasi TKDN. 

    “Hal ini berpotensi menciptakan ketidakseimbangan dalam playing field antara pelaku usaha lokal dan asing,” jelasnya. 

    Di sisi lain, menurut Saleh, manfaat dari penurunan tarif AS belum tentu dapat dirasakan secara merata oleh seluruh sektor industri Indonesia, mengingat perbedaan kapasitas, kesiapan ekspor, dan struktur biaya antarsektor. 

    Oleh karena itu, Saleh menerangkan, meskipun secara diplomatik kesepakatan ini membuka peluang kerja sama yang lebih luas, secara strategis perlu dipastikan bahwa kebijakan semacam ini tidak mengurangi insentif bagi tumbuhnya industri nasional dan penguatan rantai pasok dalam negeri.

    “Dengan demikian, akan sangat penting bagi pemerintah untuk mengkaji kembali keseimbangan antara kepentingan ekspor dan keberlanjutan industri domestik, serta memastikan bahwa setiap pembukaan pasar disertai instrumen pendukung yang adil dan proporsional,” pungkasnya. 

    Pemberlakuan bea masuk 0% bagi produk dari AS ke Indonesia berpotensi menciptakan tekanan serius terhadap industri dalam negeri, terutama sektor yang bersaing langsung dengan produk-produk impor AS. 

    Dengan semakin murahnya harga produk impor di pasar domestik, industri lokal dapat kehilangan daya saing, khususnya jika belum memiliki efisiensi produksi yang tinggi atau skala ekonomi yang memadai. 

    Dalam jangka pendek, hal ini bisa menekan margin keuntungan, memperlambat pertumbuhan kapasitas produksi, bahkan mengancam kelangsungan usaha sektor-sektor padat karya. 

    Meskipun demikian, industri dalam negeri yang selama ini bergantung terhadap bahan baku dan barang modal dari AS akan diuntungkan karena mendapatkan harga yang lebih murah sehingga dapat menekan biaya produksi.

    Diberitakan sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan tidak semua kebijakan TKDN akan dihapus, sebagaimana pernyataan Gedung Putih atau pihak pemerintah AS. 

    Airlangga menyampaikan bahwa penghapusan TKDN akan dilakukan untuk beberapa sektor. Namun, dirinya enggan menjelaskan sektor apa saja yang akan dihapuskan.  

    “Enggak [dihapus seluruhnya TKDN], itu kan sektornya ada,” ujarnya kepada wartawan di kantor Kemenko Perekonomian, Rabu (23/7/2025).  

    Untuk diketahui, kebijakan TKDN memang sedari awal menjadi sorotan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. 

  • Produk Impor AS ke Indonesia Tak Akan Rugikan Industri Dalam Negeri

    Produk Impor AS ke Indonesia Tak Akan Rugikan Industri Dalam Negeri

    Jakarta, Beritasatu.com – Indonesia berkomitmen menghapus sekitar 99% hambatan tarif terhadap berbagai produk asal Amerika Serikat (AS), termasuk produk industri, pangan, dan pertanian.

    Selain itu, Indonesia juga akan mencabut pembatasan impor terhadap barang hasil rekondisi dan komponennya, menghapus kewajiban inspeksi prapengiriman untuk produk asal AS, serta menerapkan prinsip-prinsip regulasi yang baik.

    Kesepakatan tersebut tertuang dalam perjanjian resiprokal antara Indonesia dan AS yang dijadwalkan mulai berlaku pada 1 Agustus 2025.

    Sebagai imbal balik, AS menurunkan tarif timbal balik menjadi 19% untuk produk asal Indonesia, jauh lebih rendah dari ancaman tarif 32% yang sempat dilontarkan Presiden AS, Donald Trump.

    Peneliti Departemen Ekonomi CSIS Riandy Laksono menilai, kebijakan tersebut tidak akan merugikan pelaku usaha dalam negeri.

    “Yang kita impor dari AS itu sebenarnya produk-produk yang kita enggak terlalu bisa memproduksinya di dalam negeri atau memang tidak sesuai dengan kondisi iklim dan lain sebagainya. Misalkan yang kita impor itu adalah kapas,” jelas Riandy kepada Beritasatu.com, Kamis (24/7/2025).

    Ia melanjutkan, bahwa Indonesia bukan produsen kapas. “At least bukan produsen kapas besar di dunia. Juga kedelai,” ucap dia.

    Selain itu, juga komoditas gandum, dan harga gas dari AS itu sangat murah, bahkan salah satu yang paling efisien di dunia.

    “Jadi produk-produk yang kita impor dari Amerika itu tidak head to head bersaing dengan industri dalam negeri kita,” ucap dia.

    Ia menambahkan, sebagian besar komoditas dari AS, seperti gas, gandum, kedelai, dan kapas merupakan bahan baku penting bagi sektor industri unggulan Indonesia, seperti tekstil, pangan, dan industri padat energi.

    Oleh karena itu, impor dari AS justru bisa memperkuat daya saing sektor industri nasional.

    “Plus juga sektor digital, kita lebih banyak sebagai konsumen memang ketimbang sebuah negara yang produsen besar dunia untuk produk-produk digital atau bahkan elektronik. Jadi on that matters, saya merasa kita justru dapat manfaat paling tidak dari sisi konsumen atau industri penggunanya gitu. Karena tidak banyak juga industri yang head to head,” pungkas Riandy.