Topik: Produk Domestik Bruto

  • BPOM Perkuat Kolaborasi Akademik dan Regulasi di Bidang Kesehatan Global

    BPOM Perkuat Kolaborasi Akademik dan Regulasi di Bidang Kesehatan Global

    Jakarta

    Kepala BPOM, Taruna Ikrar mengunjungi Tsinghua University, China, guna memperkuat kerja sama di bidang akademik dan regulasi kesehatan. Kunjungannya menjadi momen penting dalam mempererat kolaborasi antara lembaga pengawas dan institusi pendidikan tinggi untuk menghadapi berbagai tantangan global di sektor obat dan pangan.

    Taruna menegaskan pentingnya sinergi antara regulator dan kalangan akademisi untuk menjamin keamanan, kualitas, dan efektivitas produk kesehatan, terutama yang berkaitan dengan produk terapi lanjut serta produk biologis.

    “Kami percaya bahwa universitas dan regulator memiliki peran yang sama pentingnya dalam memastikan ilmu pengetahuan melayani masyarakat melalui teknologi dan kepercayaan,” ujar Taruna dalam kuliah tamu yang disampaikan di hadapan para pimpinan dan akademisi Tsinghua University, dikutip dari laman BPOM, Senin (10/11/2025).

    Dalam kesempatan ini, Taruna memaparkan sistem pengawasan komprehesif yang mencakup regulasi pra-pasar dan pasca-pasar, pengakan hukum, srta pemberdayaan masyarakat. Kini, pengawasan pasca-pasar dipekuat dengan teknologi digital berbasis barcode dan e-labelling. Hal ini memungkinkan untuk mempermudah deteksi dini produk ilegal dan mempercepat proses pengambilan keputusan.

    Taruna juga menyampaikan data kontribusi sektor promosi dan makanan terhadap perekonomian nasional. Pada tahun 2023, sektor ini menyumbang 8,3 persen produk domestik bruto (PDB) nasional. Proyeksi pertumbuhan pasar farmasi mencapai Rp 174,4 triliun pada tahun 2025.

    BPOM juga menyoroti perkembangan pesat produk biologis dan ATMP secara global. Menurut data IQVIA dan Maximize Market Research, pasar ATMP diperkirakan bakal tumbuh hingga USD 22,45 di tahun 2027, degan potensi besar dalam pengobatan penyakit genetik, kanker, serta gangguan neudegeneratif.

    Demi mendukung akses terhadap terapi inovatif, BPOM merevisi sejumlah regulasi penting, seperti pedoman uji klinis serta penilaian ATMP. Selain itu, lembaga ini menerapkan mekanisme “reliance” yang memungkinkan untuk menggunakan hasil evaluasi dari regulator negara maju, seperti United States Food and Drud Administration (US-FDA), European Medicines Agency (EMA), dan Pharmaceuticals and Medical Devices Agency (PMDA), untuk mempercepat proses perizinan tanpa mengorbankan kualitas.

    Taruna juga menyoroti pentingnya kolaborasi triple helix, antara akademisi, industri, dan pemerintah melalui konsep ABG (academic-business-government) dalam pengembangan produk biologis di Indonesia.

    Kunjungan BPOM juga membahas peluang kemitraan antara BPOM dan Tsinghua Unversity dalam riset regulasi, pengobatan presisi, dan inovasi produk kesehatan. Diharapkan, semakn banyak ilmuwan muda Indonesia yang menempuh pendidikan di Tsinghua dan berkontribusi pada penguatan ekosistem kesehatan nasional.

    “Hari ini menandai bukan hanya kemitraan kelembagaan, tetapi juga semangat persahabatan antara Indonesia dan Tiongkok, berakar pada rasa hormat terhadap ilmu pengetahuan, pendidikan, dan kemanusiaan,” tutup Kepala BPOM.

    Tak ketinggalan, kunjungan ini turut mencatat data kerja sama Tsinghua Univesity dengan berbagai institusi di Indonesia, termasuk Universias Indonesia, UGM, Kementerian Kesehatan, serta program beasiswa pemerintah yang mencakup bidang matematika, inovasi, genomik, dan teknologi vokasi.

    Sementara itu, Chairman Indonesia-China Joint Research and Development Centre on Vaccine and Genomics. Zhang Linqi mendorong percepatan kerja sama antara Tsinghua University dengan BPOM. Dia juga mengapresiasi penerapan konsep ABG yang dikembangkan oleh BPOM di bawah kepemimpinan Taruna dan mendukung implementasi kolaborasi lanjutan berdasarkan konsep tersebut.

    Halaman 2 dari 2

    Simak Video “Video Ini 23 Produk Skincare Berbahaya! Picu Kanker-Ginjal Rusak”
    [Gambas:Video 20detik]
    (elk/up)

  • Sederet Alasan Target Pajak Purbaya 2025 Sulit Dicapai

    Sederet Alasan Target Pajak Purbaya 2025 Sulit Dicapai

    Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah menghadapi risiko pelebaran shortfall alias selisih antara realisasi dengan target penerimaan pajak tahun 2025. Risiko pelebaran itu dipicu oleh rendahnya daya pungut penerimaan pajak, yang sampai kuartal III/2025 hanya di angka 8,58%. 

    Angka itu mengonfirmasi bahwa pengumpulan penerimaan pajak sebesar Rp1.295,3 triliun hanya mencakup 8,58% dari total PDB hingga kuartal III/2025 yang mencapai Rp17.672,9 triliun. 

    Dalam catatan Bisnis, rendahnya daya pungut penerimaan pajak itu terjadi karena 3 aspek. Pertama, karena kinerja perekonomian yang jelas berdampak langsung terhadap penerimaan pajak. Kedua, celah kepatuhan atau compliance gap. Ketiga, policy gap atau celah penerimaan pajak karena kebijakan tertentu, salah satunya pengecualian pajak atau tax exemption.

    Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan bahwa target fiskus senilai Rp2.076,9 triliun yang sulit dicapai disebabkan oleh kondisi ekonomi yang melemah. “Makanya target anda susah dicapai. Saya pernah bilang kan di meeting besar bahwa bukan salah orang pajak itu enggak tercapai, karena ekonominya turun, tetapi orang-orang kan enggak peduli di luar,” jelasnya dikutip dari akun Instagram resmi @menkeuri, Minggu (9/11/2025).

    Oleh sebab itu, dia meminta agar Direktorat Jenderal Pajak Kemenkeu tetap berusaha seoptimal mungkin. Dia meyakini kondisi perekonomian sudah berbalik arah sejak akhir kuartal III/2025, atau tak lama setelah dia menjabat Menkeu.

    Beberapa gebrakan Purbaya yakni memindahkan kas pemerintah Rp200 triliun di Bank Indonesia (BI) ke himbara guna memacu pertumbuhan kredit, maupun menggelontorkan beberapa stimulus. “Mudah-mudahan nanti pajaknya agak membaik sedikit. Saya harapkan target-targetnya bisa tercapai,” paparnya.

    Untuk tahun depan, mantan Ketua Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) itu memperkirakan penerimaan pajak akan membaik. Sebab, dia memperkirakan pertumbuhan ekonomi akan didorong mencapai 6% (yoy). “Kita akan dorong tumbuhnya ke 6%, itu harusnya kalau rasionya kita betul itu, private sektornya bisa jalan, tetapi anda ngerti kan apa yang anda kerjain? Jaga terus integritas,” terangnya.

    Target Ekonomi Sulit Tercapai 

    Adapun pelambatan laju perekonomian pada kuartal III/2025 yang realisasinya hanya 5,04% semakin memperberat posisi pemerintah untuk mengejar target pertumbuhan tahunan di angka 5,2%. Pelambatan pertumbuhan ekonomi ini akan mempengaruhi penerimaan pajak, karena pajak adalah babak terkahir dari siklus ekonomi.

    Orang atau badan yang memperoleh tambahan penghasilan secara otomatis akan membayar pajak. Kalau rugi atau mengalami kondisi tertentu yang dibenarkan oleh undang-undang, orang atau badan tidak wajib membayar pajak. 

    Kalau menurut perhitungan secara akumulatif, untuk mencapai angka pertumbuhan 5,2%, pemerintah perlu mengejar target pertumbuhan ekonomi pada kuartal IV/2025 di angka 5,77% – 5,8%. Sementara proyeksi pemerintah saat ini, kuartal IV/2025 hanya tumbuh di angka 5,5%.

    Hal itu berarti, rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2025 hanya akan berada di kisaran 5,13%. Meski simulasinya jauh lebih baik 2024 yang hanya tumbuh di angka 5,03%, secara tren pertumbuhan ekonomi kuartal IV/2025 di angka 5,5% apalagi 5,77% sangat jarang bisa dicapai.

    Dalam catatan Bisnis, selama 10 tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi kuartal IV/2025 tidak pernah mencapai angka 5,5%. Apalagi dengan kondisi ekonomi 2025, yang selain ditopang dukungan dari stimulus pemerintah, nyaris tidak ada momentum politik atau ekonomi dalam skala besar yang bisa membawa ekonomi Indonesia tumbuh 5,5% pada kuartal IV/2025.

    Rata-rata pertumbuhan ekonomi kuartal IV dari tahun 2015-2024 hanya di kisaran 4,3%. Nilai rata-rata ini memperhitungkan realisasi pertumbuhan ekonomi pada kuartal IV/2020 yang terkontraksi 2,19% akibat pandemi Covid-19.

    Sedangkan pencapaian tertinggi pertumbuhan ekonomi kuartal IV dalam 10 tahun terakhir, terjadi pada tahun 2017. Saat itu realisasi pertumbuhannya di angka 5,19%. Menariknya, kuartal IV tahun 2018 dan 2023 yang didukung booming komoditas, realisasi pertumbuhannya masing-masing hanya di angka 5,18% dan 5,04%.

    Artinya, kalau menilik tren tersebut, pertumbuhan ekonomi di angka 5,5% atau 5,77% pada kuartal IV nyaris tidak pernah terjadi selama 10 tahun terakhir. Apalagi dengan fakta bahwa terjadi tren pelambatan kinerja konsumsi rumah tangga selama kuartal III/2025 lalu di angka 4,89%. Padahal, target pertumbuhan ekonomi kuartal IV/2025 yang harus dipenuhi pemerintah agar bisa tumbuh sebesar 5,2% pada tahun 2025, minimal harus di angka 5,77%.  

    Policy Gap

    Soal celah dari kebijakan, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara pada pertengahan Oktober lalu mengungkapkan bahwa terdapat potensi penerimaan pajak sebesar Rp530 triliun yang tidak terpungut pada 2025.

    Suahasil menjelaskan bahwa ratusan triliun potensi pendapatan negara itu tak terpungut akibat berbagai program belanja perpajakan yang pemerintah luncurkan sepanjang tahun ini.

    Dia mencontohkan bahwa Kementerian Keuangan membebaskan pajak pertambahan nilai (PPN) untuk bahan makanan, barang/jasa pendidikan, kesehatan, maupun listrik di bawah 6.600 volt-ampere. Selain itu, bea masuk ke sejumlah komoditas juga dibebaskan.

    Di sisi lain, kebijakan insentif tax holiday (pembebasan pajak), tax allowance (pengurangan pajak), tax incentive (insentif pajak), hingga PPN dan pajak penghasilan (PPh) yang sifatnya final.

    “Itu semua adalah bentuk fasilitas perpajakan yang kita maksudkan, ya sudah, uangnya biar tetap di perekonomian, berputar di perekonomian. Estimasi kita untuk 2025 adalah sekitar Rp530 triliun yang tidak dikumpulkan oleh pemerintah,” jelas Suahasil dalam acara 1 Tahun Pemerintahan Prabowo-Gibran di Jakarta, Kamis (16/10/2025).

    Tabel Belanja Pajak 2021-2026

    Jenis Pajak
    2021
    2022
    2023
    2024
    2025
    2026

    PPN & PPnbM
    169,9
    190,4
    208,2
    227,8
    343,3
    371,9

    PPh
    106,5
    120,7
    129,2
    140,7
    150,3
    160,1

    Bea Masuk & Cukai
    16,6
    16,4
    21,5
    31,3
    36,2
    31,1

    PBB S5L
    0
    0,6
    0,7
    0,1
    0,1
    0,1

    Bea Meterai 

    0,4
    0,5
    0,3
    0,3
    0,4

    Total
    293
    328,5
    360
    400,1
    530,3
    563,6

    Keterangan: Kemenkeu, dalam triliun, 2025-2026 proyeksi

    Guru Besar Ilmu Ekonomi Universitas Indonesia ini pun mengklaim bahwa besarnya belanja perpajakan itu menjadi salah satu alasan tax ratio atau rasio pajak terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia kerap rendah. Dia mencontohkan, Rp530 triliun potensi penerimaan pajak yang tak terpungut itu setara 2% dari PDB Indonesia.

    Lebih lanjut, dia merincikan sektor-sektor yang paling menikmati belanja perpajakan itu sepanjang tahun ini. Menurutnya, sektor manufaktur menjadi penikmat utama belanja perpajakan itu dengan estimasi sebesar Rp137 triliun sepanjang tahun ini, diikuti sektor pertanian (Rp60,5 triliun) dan perdagangan (Rp55 triliun).

    Sementara berdasarkan agennya, Suahasil mengungkapkan rumah tangga menikmati sekitar 55% belanja perpajakan itu, diikuti dunia bisnis dan investasi (25%) serta UMKM (18%). Dia pun mendorong agar setiap lapisan masyarakat terus menikmati belanja perpajakan tersebut. Suahasil menggarisbawahi bahwa belanja perpajakan bukan stimulus ekonomi yang terbatas untuk periode tertentu melainkan terus berjalan.

    “Kalau udah ada insentifnya dipakai, silakan. Pakainya bagaimana? Pakainya adalah dengan menjalankan terus kegiatan ekonomi. Kalau kegiatan ekonominya jalan, transaksinya jalan, ada sejumlah pajak yang enggak perlu dibayar,” tutup Suahasil.

    Rumitnya Administrasi PPN 

    Selain insentif PPh, rumitnya administrasi PPN di Indonesia juga turut menyumbang rendahnya daya pungut penerimaan pajak. Hal itu terjadi karena semakin banyaknya kebijakan yang membebaskan pengenaan PPN atau tax exemption. 

    Sekadar ilustrasi, pada tahun 2024 lalu penerimaan PPN tercatat hanya sebesar Rp828,5 triliun. Meski tercatat tumbuh, kinerja penerimaan PPN pada 2024 lalu hanya sebesar 6,9% dari total konsumsi rumah tangga atas harga berlaku yang angkanya sebesar Rp11.1964,9 triliun. Padahal, normalnya, kalau mengacu kepada tarif PPN sebesar 11%, penerimaan PPN seharusnya bisa menembus angka Rp1.316,13 triliun. 

    Tidak hanya itu kalau menggunakan rumus VAT gross collection ratio yang rumusnya adanya realisasi penerimaan PPN dibagi dengan tarif PPN dikalikan konsumsi rumah tangga, maka penerimaan PPN yang dipungut oleh pemerintah hanya sekitar 62,9% dari potensinya. Padahal, kalau mengacu kepada benchmark negara lain, angka ideal PPN yang seharusnya dipungut pemerintah ada di kisaran 70% dari potensi PPN.

    Aktivitas perekonomian di pasar tradisional./JIBI

    Belum optimalnya kinerja pemungutan PPN itu merupakan konsekuensi dari kebijakan pemerintah yang royal menggelontorkan insentif dan stimulus yang efeknya tidak terlalu signifikan ke perekonomian. Pertumbuhan ekonomi stagnan di kisaran 5%. Tidak pernah menembus angka 6% kecuali ada booming komoditas. 

    Bukti royalnya insentif dan stimulus pemerintah itu tampak dari realisasi belanja pajak. Saat ini, insentif untuk aktivitas konsumsi masih mendominasi struktur belanja pajak atau tax expenditure yang digelontorkan pemerintah dalam kurun waktu 5 tahun terakhir. Besarannya mencapai Rp371,9 triliun atau 65,9% dari total belanja perpajakan tahun depan sebesar Rp563,6 triliun.

    Sementara itu, belanja perpajakan untuk Pajak Penghasilan (PPh) pada RAPBN 2026 diproyeksikan sebesar Rp160,1 triliun atau lebih besar dari 2025 yakni Rp150,3 triliun. Kemudian, untuk bea masuk dan cukai diproyeksikan Rp31,1 triliun atau lebih kecil dari tahun sebelumnya yakni Rp36,2 triliun. Sedangkan, PBB P5L diproyeksikan pada 2026 sebesar Rp0,1 triliun atau hampir sama dengan tahun sebelumnya. 

    Compliance Gap

    Selain celah kebijakan, kepatuhan wajib pajak alias compliance gap juga menjadi pekerjaan rumah tersendiri. Tren rasio kepatuhan formal wajib pajak yang hanya di angka 71% menunjukkan bahwa tudingan bahwa Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak masih berburu di kebun binatang bukan isapan jempol semata.

    Sekadar catatan, Direktorat Jenderal Pajak melaporkan terjadi penurunan kepatuhan formal penyampaian surat pemberitahuan tahunan (SPT Tahunan) 2024 wajib pajak orang pribadi (WP OP).

    Kantor Direktorat Jenderal Pajak alias DJP./Istimewa

    Setiap tahunnya, SPT Tahunan dilaporkan paling lambat pada 31 Maret untuk WP OP dan 30 April untuk WP Badan.

    Pada tahun lalu, realisasinya penyampaian SPT Tahunan 2023 mencapai 1.048.242 atau 1,04 juta untuk WP Badan (korporasi) dan 13.159.400 atau 13,15 juta untuk WP OP.Sementara pada tahun ini, realisasi penyampaian SPT Tahunan 2024 sebesar 1.053.360 atau 1,05 juta untuk WP Badan dan 12.999.861 atau 12,99 juta untuk WP OP.

    Artinya, ada penurunan penyampaian SPT Tahunan WP OP pada tahun ini sebesar 159.539 (-1,21%) dibandingkan tahun lalu. Padahal, penyampaian SPT Tahunan WP Badan pada tahun ini meningkat sebanyak 5.118 (+0,49%) dibandingkan tahun lalu.

    Cerminan Ekonomi 

    Kepala Riset Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar menilai penurunan tax ratio itu bukan semata karena faktor administrasi, melainkan cerminan perlambatan ekonomi nasional.

    “Kinerja penerimaan pajak di negara berkembang seperti Indonesia bersifat pro-cyclical. Ketika pertumbuhan ekonomi melambat, tax ratio juga ikut menurun,” jelas Fajry kepada Bisnis, Kamis (6/11/2025).

    Adapun, tax ratio 8,58% hingga kuartal III/2025 itu turun dibandingkan periode yang sama tahun-tahun sebelumnya, yaitu 9,48% pada kuartal III/2024, 10,15% pada kuartal III/2023, 10,9 pada kuartal III/2022.

    Adapun, tax ratio 8,58% hingga kuartal III/2025 ini hanya sedikit lebih baik dari realisasi tax ratio 8,28% per kuartal III/2021 atau masa pandemi Covid-19.

    Fajry mencatat, jika melihat tren penurunan tax ratio dalam tiga tahun terakhir maka tampak penurunan tahun ini merupakan yang paling tajam yaitu sebesar 0,9 poin persentase (dari 9,48% per kuartal III/2024 menjadi 8,58% per kuartal III/2025).

    Dia mengaku memang banyak terjadi gejolak sepanjang tahun ini dari besarnya restitusi pajak hingga pergantian kepemimpinan otoritas fiskal dan pajak. Hanya saja, Fajry menilai faktor restitusi pajak hanya berdampak pada kuartal I/2025, sedangkan pengaruh pergantian pimpinan di Kementerian Keuangan dan Direktorat Jenderal Pajak belum terbukti signifikan.

    “Artinya, ini menjadi indikasi jika kondisi ekonomi tahun 2025 lebih lambat dibandingkan tahun 2024, setidaknya sampai kuartal III,” ujarnya.

    Pemerintah sendiri menargetkan tax ratio 2025 sebesar 10,03%, atau 1,44 poin lebih tinggi dari posisi saat ini. Fajry meragukan target tersebut realistis dicapai dalam sisa tahun berjalan.

    Dia berkaca pada realisasi tax ratio tahun lalu. Saat itu, tax ratio mencapai 9,48% sampai dengan kuartal III/2024; pada akhir tahun, tax ratio tercatat di angka 10,08% atau hanya meningkat 0,6 poin persentase meski dengan berbagai usaha ekstra yang telah dilakukan otoritas.

    “Kalaupun sisi penerimaannya mau dipaksa untuk mencapai target, iklim usaha yang akan menjadi korbannya,” wanti-wantinya.

  • Periode Libur Panjang Dorong Kenaikan Inflasi China pada Oktober 2025

    Periode Libur Panjang Dorong Kenaikan Inflasi China pada Oktober 2025

    Bisnis.com, JAKARTA — Indeks harga konsumen atau inflasi China mengalami kenaikan tak terduga pada Oktober 2025. Hal ini didorong oleh meningkatnya permintaan perjalanan, makanan, dan transportasi selama periode libur panjang.

    Melansir Bloomberg pada Senin (10/11/2025), Biro Statistik Nasional China (NBS) melaporkan bahwa inflasi naik 0,2% secara year-on-year (yoy), berbalik arah dari penurunan 0,3% pada September. Kenaikan tersebut melampaui perkiraan ekonom dalam survei Bloomberg yang memperkirakan penurunan 0,1%.

    Sementara itu, inflasi inti, yang tidak memasukkan komponen bergejolak seperti harga pangan dan energi, meningkat 1,2%.

    Biro statistik mencatat, biaya jasa naik 0,2%, setelah turun 0,3% pada bulan sebelumnya, dan menjadi salah satu pendorong utama peningkatan inflasi.

    Di sisi lain, tekanan deflasi di tingkat produsen mulai mereda meski masih berlangsung selama 37 bulan berturut-turut. Indeks harga produsen (PPI) turun 2,1% secara tahunan, dibandingkan penurunan 2,3% pada September.

    China menghadapi tekanan deflasi selama beberapa bulan terakhir, dengan harga konsumen sempat turun pada Agustus dan September sebelum akhirnya kembali ke wilayah inflasi pada Oktober.

    Deflasi yang berkepanjangan berisiko menahan konsumsi karena rumah tangga menunda belanja, memperberat beban utang, serta menekan margin keuntungan perusahaan — menciptakan potensi spiral penurunan belanja dan investasi.

    Mengakhiri siklus tersebut kini menjadi prioritas utama kebijakan ekonomi Beijing. Pemerintah meluncurkan kampanye “anti-involution”, yang bertujuan menghentikan perang harga di berbagai sektor, mulai dari kendaraan listrik hingga layanan pengantaran makanan.

    Namun, kemajuan masih terbatas karena pemerintah berhati-hati terhadap risiko pemutusan hubungan kerja (PHK) dan perlambatan pertumbuhan ekonomi.

    Meski China diperkirakan mampu mencapai target pertumbuhan ekonomi sekitar 5% tahun ini, ekspansi produk domestik bruto (PDB) nominal berjalan lebih lambat akibat tekanan harga yang menurun.

    Deflator PDB — ukuran harga paling luas dalam perekonomian — telah mencatat penurunan selama lebih dari dua tahun, menjadi periode terpanjang sejak data triwulanan mulai diterbitkan pada 1993.

    Pemerintah China juga menurunkan target inflasi resmi menjadi sekitar 2% pada 2025, level terendah dalam lebih dari dua dekade. Kendati demikian, laju kenaikan harga konsumen sebagian besar tahun ini masih mendekati nol bahkan negatif.

  • Kadin dorong ekonomi tumbuh 8 persen lewat produktivitas nasional

    Kadin dorong ekonomi tumbuh 8 persen lewat produktivitas nasional

    Jakarta (ANTARA) – Kadin Indonesia mendorong pertumbuhan ekonomi 8 persen melalui peningkatan produktivitas nasional dengan memperkuat kolaborasi antar pemangku kepentingan, mendorong konsumsi rumah tangga, serta mengoptimalkan stimulus ekonomi 8+4+5.

    Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Perencanaan Pembangunan Nasional (Bippenas-Kadin Indonesia) Bayu Priawan Djokosoetono menekankan pentingnya peran pemangku kepentingan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi berbasis peningkatan produktivitas.

    “Selama ini pertumbuhan ekonomi terutama didorong oleh peningkatan input modal/investasi dan penambahan tenaga kerja,” kata Bayu dalam keterangan di Jakarta, Minggu.

    Disebutkan berdasarkan data Asian Productivity Organization (APO) Databook 2025, kontribusi Total Factor Productivity (TFP) terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia hampir nol, sedangkan kontribusi TFP terhadap pertumbuhan ekonomi Vietnam mencapai 8 persen apalagi China mencapai 26 persen.

    “Mulai sekarang kita harus lebih fokus untuk bersinergi meningkatkan produktivitas agar pertumbuhan 8 persen bisa kita capai secepatnya”, ujar Bayu.

    Pada Kuartal-III, lanjutnya, produktivitas output Produk Domestik Bruto (PDB) nominal per pekerja Indonesia rata-rata Rp13,78 juta per bulan. Empat sektor ekonomi dengan produktivitas PDB per pekerja yang paling tinggi adalah sektor pertambangan, dengan produktivitas pekerja tujuh kali dibanding rata-rata.

    Diikuti sektor real estate dan sektor informasi dan komunikasi dengan produktivitas sekitar enam kali dibanding rata-rata. Urutan keempat adalah sektor penyediaan listrik dan gas dengan produktivitas PDB/pekerja sekitar empat kali dibanding rata-rata.

    “Empat sektor tersebut memiliki produktivitas tinggi karena bersifat padat teknologi dan padat modal, dan membutuhkan SDM terampil yang berpendidikan tinggi untuk menjalankannya,” jelasnya.

    Bayu juga mengapresiasi paket stimulus 8+4+5 yang diluncurkan Pemerintah dan sudah berjalan terutama mulai Oktober.

    Menurutnya stimulus ekonomi tersebut cukup bagus, misalnya program magang fresh graduate yang disambut 156 ribu pendaftar, tetapi Kadin juga berharap pemerintah melengkapi dengan paket stimulus pariwisata yang bisa mendorong peningkatan travelling dan menyambut libur Natal dan Tahun Baru (2025/2026).

    Sementara itu, Ketua Komite Tetap Perencanaan Ekonomi Kadin Indonesia Ikhwan Primanda menekankan Indonesia harus mendorong investasi yang membawa teknologi tepat dan efektif untuk meningkatkan produktivitas berbagai sektor ekonomi.

    “Sembari memastikan alih teknologi kepada pemain lokal,” kata Primanda.

    Dia menyebutkan penyumbang ekonomi terbesar Indonesia adalah sektor industri pengolahan dengan kontribusi 19,15 persen terhadap PDB. Pada kuartal III – 2025, industri pengolahan/manufaktur berhasil tumbuh 5.54 persen (yoy).

    PMI Manufaktur Indonesia juga sudah menunjukkan level ekspansi sejak bulan Agustus dan mencapai 51,2 pada September 2025. Namun, Primanda berharap pemerintah terus mendorong sinergi penguatan industri nasional.

    “Transformasi Industri Nasional harus dilanjutkan dengan mendorong munculnya industri bahan baku, bahan antara, dan industri hilir yang bisa menyerap banyak tenaga kerja,” ujar Primanda.

    Lebih lanjut dikatakan pertanian sebagai sektor kedua terbesar dengan kontribusi 14,35 persen terhadap PDB Indonesia, hanya tumbuh 4,93 persen pada Kuartal-III 2025. Padahal sektor itu menyerap 28,15 persen pekerja Indonesia.

    “Saat ini sektor pertanian produktivitasnya sekitar 0.5 dari rata-rata nasional Produktivitas PDB per pekerja,” katanya.

    Primanda juga mengapresiasi program KUR Perumahan senilai Rp130 triliun yang diyakini mampu memperkuat sektor real estat, mendorong 140 industri terkait, dan membuka peluang kerja bagi sekitar 9 juta tenaga kerja.

    Ketua Komite Tetap Perencanaan Pangan Kadin Indonesia Frans Tambunan menambahkan Indonesia harus terus mendorong modernisasi pertanian melalui inovasi dan investasi teknologi tepat guna, serta meningkatkan produksi melalui optimalisasi lahan dan pembukaan lahan pertanian dan perkebunan baru.

    “Selain itu, perlu didorong juga sektor perikanan untuk mewujudkan Indonesia menjadi lumbung pangan dunia,” kata Frans.

    Dia menekankan hal itu sebab sektor konstruksi dengan kontribusi 9,82 persen terhadap perekonomian hanya tumbuh 4,21 persen, sedangkan sektor real estate hanya tumbuh 3,95 persen.

    Pewarta: Muhammad Harianto
    Editor: Azis Kurmala
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Ojol Bikin Sektor Transportasi & Pergudangan di Kalimantan Tengah Tumbuh 15,74%

    Ojol Bikin Sektor Transportasi & Pergudangan di Kalimantan Tengah Tumbuh 15,74%

    Bisnis.com, JAKARTA — Sektor lapangan usaha transportasi dan pergudangan di Kalimantan Tengah tercatat tumbuh paling tinggi secara nasional, yang mencapai 15,74% secara tahunan pada kuartal III/2025. 

    Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat sektor transportasi dan pergudangan tumbuh cukup tinggi sebesar 8,62% di kuartal III/2025, dengan menyumbang 6,10% terhadap PDB. Kalimantan Tengah menyumbangkan 7,80% terhadap pertumbuhan transportasi dan pergudangan secara umum. 

    Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menuturkan, setidaknya terdapat dua faktor yang menyebabkan terkereknya lapangan usaha tersebut. Pertama, PT Pelayaran Nasional Indonesia (Persero) atau Pelni Cabang Pangkalan Bun, menerapkan diskon tarif kapal penumpang sebesar 50% dari tarif dasar. 

    “Ojek online [ojol] terus berkembang di beberapa kabupaten di Kalimantan Tengah,” ujarnya, dikutip pada Minggu (9/11/2025). 

    Selain Kalimantan Tengah, Kepulauan Riau juga mencatatkan pertumbuhan sektor transportasi dan pergudangan mencapai 12,94% YoY pada kuartal III/2025. 

    Adanya peluncuran layanan pengiriman langsung dari Batam–China di TPK Batu Ampar, menjadi salah satu pendorong pertumbuhan pada kuartal tersebut.  

    Jumlah kedatangan penumpang angkutan laut yang meningkat di wilayah perbatasan dengan luar negeri, serta momen libur sekolah meningkatkan permintaan angkutan darat dan pelabuhan penyeberangan laut utamanya di wilayah wisata seperti Batam dan Bintan.

    Untuk DKI Jakarta, menempati posisi kedelapan dengan pertumbuhan sektor transportasi-pergudangan tertinggi, sebesar 9,06% YoY, diikuti Kepulauan Bangka Belitung sebesar 8% dan Kalimantan Selatan 7,97%. 

    Sementara pertumbuhan terendah sektor ini, berada di Sumatra Barat yang kontraksi -0,95% dan diikuti Banten yang sebesar -0,05% pada kuartal III/2025. 

    Melihat dari sisi kontribusi per provinsi terhadap pertumbuhan sektor ini, Sulawesi Utara menduduki posisi pertama. Pada periode tersebut, transportasi dan pergudangan di Sulawesi Utara tumbuh 6,72%, dan memberikan kontribusi mencapai 11,90%, kemudian diikuti Banten sebesar 11%, dan Sumatra Barat sebesar 10,62%. 

    Adapun, Amalia mengungkapkan bahwa kinerja sektor transportasi dan pergudangan bertahan tinggi, didorong tumbuhnya ekspor, industri pengolahan, pertanian, dan perdagangan.

    Melihat Produk Domestik Bruto (PDB) Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) yang mencapai Rp3.444 triliun pada kuartal III/2025, artinya lapangan usaha ini menyumbang Rp210 triliun terhadap ekonomi Indonesia. 

    “Artinya prospek dari sektor ini sangat luar biasa. Kenapa tinggi? karena industri pengolahan tinggi, ekspor tinggi, dan pertanian dan perdagangan tumbuh dengan sangat baik,” tambahnya. 

    Adapun, pertumbuhan lapangan usaha ini juga didorong oleh pertumbuhan pada hampir sub-sektor, utamanya angkutan laut yang tumbuh 10,19%. 

    Daftar 10 provinsi dengan pertumbuhan Transportasi dan Pergudangan Tertinggi per kuartal III/2025 (YoY): 

    Kalimantan Tengah 15,74%
    Kepulauan Riau 12,94%
    Gorontalo 12,14%
    Jawa Barat 11,62%
    Papua Barat 9,67%
    Maluku Utara 9,61%
    Sumatra Utara 9,35%
    DKI Jakarta 9,06%
    Kepulauan Bangka Belitung 8%
    Kalimantan Selatan 7,97% 

  • Targetkan Pertumbuhan Ekonomi 8%, Purbaya Ingin Rasio Pajak 15% di 2029

    Targetkan Pertumbuhan Ekonomi 8%, Purbaya Ingin Rasio Pajak 15% di 2029

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menargetkan rasio penerimaan perpajakan terhadap produk domestik bruto (PDB) naik seiring pertumbuhan ekonomi pada akhir pemerintahan Presiden Prabowo Subianto di 2029. 

    Berdasarkan Rencana Strategis Kementerian Keuangan (Kemenkeu) 2025-2029 yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.70/2025, Kemenkeu diamanatkan mendukung arah kebijakan pembangunan nasional yakni optimalisasi pendapatan negara, belanja negara serta perluasan sumber dan pengembangan inovasi pembiayaan serta pengendalian inflasi. 

    Target itu sejalan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Target indikator sasaran strategis pendapatan negara yang optimal meliputi di antaranya rasio pendapatan negara terhadap PDB 12,36% pada 2025, dan naik ke kisaran 12,86% sampai dengan 18% pada 2029. 

    Adapun penerimaan perpajakan yang merupakan sumber utama pendapatan negara, ditargetkan juga naik. Pada 2025, rasio penerimaan perpajakan terhadap PDB ditargetkan sebesar 10,24%. Kemudian, target itu naik pada 2029 yakni ke kisaran 11,52% sampai dengan 15%. 

    Berikut target indikator sasaran strategis pendapatan negara yang optimal selengkapnya:

    – Rasio pendapatan negara terhadap PDB = 12,36% (2025); 12,86% — 18% (2029)

    – Rasio penerimaan perpajakan terhadap PDB = 10,24% (2025); 11,52% — 15% (2029)

    – Rasio PNBP = 2,11% (2025); 1,33% — 2,99% (2029)

    – Indeks efektivitas kebijakan belanja negara = 86 (2025); 88 (2029)

    – Rasio defisit APBN terhadap PDB dalam batas aman = -2,53% (2025); -2,24% — -2,50% (2029)

    – Rasio utang pemerintah terhadap PDB yang menjamin keberlanjutan fiskal = 39,43% (2025); 38,55% — 38,64% (2029)

    Optimisme Pertumbuhan

    Pada Jumat (7/11/2025), Purbaya mengunjungi Kantor Wilayah (Kanwil) Direktorat Jenderal Pajak–Wajib Pajak Besar (LTO) dan memberikan arahan kepada para petugas pajak di kanwil tersebut.

    Dia menyampaikan, target fiskus yang sulit dicapai dalam memungut pajak disebabkan oleh kondisi ekonomi yang melemah. 

    Hal ini beberapa kali disampaikan olehnya, merujuk pada saat kondisi memburuk akhir Agustus 2025 lalu ketika terjadi demonstrasi besar-besaran. 

    “Makanya target anda susah dicapai. Saya pernah bilang kan di meeting besar bahwa bukan salah orang pajak itu enggak tercapai, karena ekonominya turun, tetapi orang-orang kan enggak peduli di luar,” jelasnya dikutip dari akun Instagram resmi @menkeuri, Minggu (9/11/2025). 

    Oleh sebab itu, dia meminta agar Direktorat Jenderal Pajak Kemenkeu tetap berusaha seoptimal mungkin. Dia meyakini kondisi perekonomian sudah berbalik arah sejak akhir kuartal III/2025, atau tak lama setelah dia menjabat Menkeu. 

    Beberapa gebrakan Purbaya yakni memindahkan kas pemerintah Rp200 triliun di Bank Indonesia (BI) ke himbara guna memacu pertumbuhan kredit, maupun menggelontorkan beberapa stimulus. 

    “Mudah-mudahan nanti pajaknya agak membaik sedikit. Saya harapkan target-targetnya bisa tercapai,” paparnya. 

    Untuk tahun depan, mantan Ketua Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) itu memperkirakan penerimaan pajak akan membaik. Sebab, dia memperkirakan pertumbuhan ekonomi akan didorong mencapai 6% (yoy). 

    “Kita akan dorong tumbuhnya ke 6%, itu harusnya kalau rasionya kita betul itu, private sektornya bisa jalan, tetapi  anda ngerti kan apa yang anda kerjain? Jaga terus integritas,” terangnya. 

  • Simalakama Jorjoran Smelter Nikel, Strategi Hilirisasi Perlu Diatur Ulang

    Simalakama Jorjoran Smelter Nikel, Strategi Hilirisasi Perlu Diatur Ulang

    Bisnis.com, JAKARTA — Indonesia mulai gencar membangun smelter nikel dan mendorong hilirisasi mineral secara masif sejak 1 dekade lalu. Seiring berjalannya waktu, upaya tersebut kini dihadapkan sejumlah tantangan sehingga strategi hilirisasi perlu diatur ulang.

    Tekad pemerintah menggenjot industri nikel tak lepas dari tingginya kebutuhan global. Utamanya untuk industri baja dan bahan baku baterai kendaraan listrik (electric vehicle).

    Keseriusan pemerintah pun ditunjukan dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu bara. Beleid ini mewajibkan perusahaan melakukan pengolahan dan pemurnian (hilirisasi) di dalam negeri.

    Tak mau main-main, pada 2014, pemerintah menerapkan pelarangan terbatas ekspor bijih mineral mentah, termasuk nikel. Hal ini juga dilakukan demi mendorong investor membangun smelter domestik.

    Pembangunan smelter pun gencar dilakukan. Namun, maraknya proyek pembangunan tersebut malah menjadi buah simalakama, harga nikel kini tertekan.

    Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Ditjen Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Cecep Mochammad Yasin menuturkan, industri nikel nasional memang tumbuh ekspansif dengan pembangunan sejumlah smelter baru dan peningkatan produksi dari berbagai produk turunan seperti nickel pig iron (NPI) dan nickel-based cathode (NFC).  

    Namun, pertumbuhan tersebut juga menimbulkan persoalan baru berupa potensi oversuplai dan tekanan harga di pasar global. Cecep mengatakan, saat ini, rata-rata harga nikel turun ke level US$15.000 per ton. Angka tersebut anjlok sekitar 40% dibandingkan 7 tahun lalu.

    “Beberapa hal yang menjadi tantangan adalah harga nikel itu sendiri yang saat ini tertekan di kisaran US$15.000 per ton. Ini salah satu sinyal adanya kelebihan pasokan,” katanya dalam Bisnis Indonesia Forum di Jakarta, Kamis (6/11/2025).

    Perkembangan Industri Baterai EV Tak Sesuai Ekspektasi

    Di sisi lain, Cecep mengatakan bahwa pemerintah juga dihadapkan pada dinamika pengembangan industri baterai nasional. Dia menjelaskan, saat ini Indonesia mendorong penguatan industri baterai berbasis nikel, yakni NFC.

    Namun, pasar global masih didominasi oleh teknologi baterai lithium iron phosphate (LFP). Pasalnya, LFP dinilai memiliki biaya produksi lebih rendah.

    “Meski LFP lebih murah, kita tetap ingin menonjolkan dan memperkuat industri nikel berbasis NFC,” ujar Cecep.

    Dia menambahkan bahwa sejumlah negara seperti Australia, bahkan telah menghentikan operasi tambang nikel karena harga yang tidak lagi kompetitif. Menurutnya, kondisi ini menjadi sinyal kuat perlunya pembenahan tata kelola dan kebijakan industri tambang di dalam negeri agar lebih adaptif terhadap dinamika global.

    Adapun, sejumlah upaya perbaikan tata kelola pertambangan yang dilakukan Kementerian ESDM salah satunya dengan memperbaiki aturan yang menyangkut ketentuan produksi. Cecep mengatakan, saat ini Kementerian ESDM mengontrol produksi berdasarkan demand.

    Oleh karena itu, kini penerbitan rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) minerba dilakukan dari 3 tahun menjadi 1 tahun sekali. Hal ini sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Cara Penyusunan, Penyampaian, dan Persetujuan RKAB serta Tata Cara Pelaporan Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu bara.

    Menurut Cecep, aturan baru ini bisa menekan isu oversuplai, khususnya untuk komoditas nikel. “Itu yang jadi satu perubahan setidaknya untuk isuoversuplai bisa ditekan dengan pengaturan produksi,” ujarnya.

    Di samping itu, Kementerian ESDM juga melakukan penyederhanaan perizinan lewat digitalisasi. Cecep mengatakan, kini pengusaha dapat mengajukan izin hingga perpanjangan RKAB melalui aplikasi MinerbaOne.

    Pekerja melakukan proses pencetakan feronikel di salah satu pabrik tambang milik Harita Nickel di Pulau Obi, Maluku Utara, Kamis (7/12/2023)./Bisnis-Fanny Kusumawardhani

    Arah Kebijakan Hilirisasi Perlu Ditinjau Ulang

    Kepala Center of Food, Energy, and Sustainable Development Institute for Development of Economics & Finance (Indef) Abra Talattov mengingatkan pemerintah perlu meninjau ulang arah kebijakan hilirisasi mineral nasional agar lebih terarah dan berkelanjutan.

    Menurutnya, euforia terhadap prospek hilirisasi mineral dalam beberapa tahun terakhir berisiko menimbulkan guncangan baru bagi sektor industri. Abra menyebut, lonjakan investasi smelter yang cukup agresif, tidak diimbangi dengan permintaan yang stabil di pasar global.

    Hal ini tercermin dari fenomena shutdown sejumlah smelter pada tahun ini akibat harga nikel global yang anjlok dan permintaan yang melemah. Berdasarkan catatan Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI), setidaknya terdapat empat smelter besar investasi dari China di wilayah Sulawesi yang menyetop sebagian atau total lini produksinya.

    Empat smelter yang dimaksud yaitu PT Gunbuster Nickel Industry (GNI) yang mengurangi 15-20 lini produksi nikel sejak awal 2024. Sepanjang tahun lalu, tercatat 28 smelter ditutup di berbagai wilayah, paling banyak dari PT GNI.

    Kemudian, PT Indonesia Tsingshan Stainless Steel (ITSS) yang menghentikan beberapa lini baja nirkarat dan jalur cold rolling sejak Mei 2025. Lalu, PT Virtue Dragon Nickel Industry (VDNI) di Konawe yang mengurangi kapasitas produksi, meski datanya tidak menyebutkan jumlah lini spesifik.

    Terbaru, PT Huadi Nickel Alloy Indonesia (HNAI) yang disebut telah mengurangi kapasitas agregat dan menghentikan operasional sementara sejak 15 Juli 2025. Alhasil, dikabarkan 1.200 karyawan terdampak dirumahkan.

    Abra menilai, tutupnya sejumlah smelter dipicu oleh kelebihan pasokan nikel di pasar global yang dipicu oleh produksi besar-besaran dari Indonesia.

    “Kita perlu meninjau ulang arah kebijakan hilirisasi sektor mineral. Roadmap hilirisasi seharusnya dibuat dengan konteks yang lebih terarah,” ujarnya.

    Dia menjelaskan, kebijakan hilirisasi tidak harus berorientasi pada pengolahan seluruh sumber daya mineral di dalam negeri. Pemerintah, kata dia, perlu mengidentifikasi komoditas yang memiliki daya saing dan nilai tambah ekonomi tertinggi untuk diolah. Sementara itu, sebagian lainnya dapat tetap diekspor dalam bentuk produk antara.

    “Tidak harus seluruh produk itu kita olah di dalam negeri. Ada produk yang bisa kita ekspor di tier 1 atau tier 2, tergantung daya saing dan dampaknya terhadap PDB [produk domestik bruto],” imbuhnya.

    Abra menambahkan bahwa pemerintah perlu menyeimbangkan antara optimisme terhadap hilirisasi dengan mitigasi risiko dari fluktuasi harga, kelebihan produksi, maupun perubahan teknologi global.

    “Kita jangan terlalu euforia terhadap potensi hilirisasi mineral. Pemerintah harus memastikan tata kelola dan arah kebijakan hilirisasi benar-benar matang agar tidak menimbulkan guncangan baru di sektor industri dan keuangan,” katanya.

    Perlunya Hilirisasi Tahap Lanjut

    Setali tiga uang, Wakil Ketua Komisi XII DPR RI Sugeng Suparwoto mengkritik pola hilirisasi nikel yang justru membuat Indonesia terjebak sebagai eksportir produk setengah jadi atau intermediate seperti NPI. Akibatnya, Indonesia sebagai eksportir terbesar justru menghadapi risiko pelemahan harga yang signifikan.

    “Kita terlalu jorjoran dalam memproduksi nikel yakni NPI dan nickel matte. Kita ekspor produk nikel setahun kurang lebih 2 juta ton, sedangkan negara-negara lain paling 350.000 ton,” papar Sugeng.

    Sepakat dengan Cecep, Sugeng menyebut harga nikel kini anjlok hampir 40% dibandingkan dengan 5 sampai 7 tahun lalu, dari level US$38.000 per ton menjadi US$15.000 per ton.

    Ke depan, Sugeng menegaskan Indonesia harus melampaui fase produk intermediate dan langsung menuju hilirisasi tahap lanjut.

    Selain baterai kendaraan listrik, Indonesia juga harus mengembangkan battery energy storage system (BEST) serta mempersiapkan komoditas masa depan seperti tanah jarang (rare earth) yang menurutnya telah menjadi alat leverage dalam percaturan geopolitik global.

  • Indonesia gandeng Rusia perkuat sektor maritim

    Indonesia gandeng Rusia perkuat sektor maritim

    Indonesia menandatangani kerja sama di sektor maritim dengan Rusia, Kamis (6/11), guna meningkatkan kontribusi sektor ini terhadap produk domestik bruto (PDB) yang ditargetkan mencapai sembilan persen pada 2029.

    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Pemegang Saham Tesla Setujui Paket Gaji Rp16.000 Triliun untuk Elon Musk

    Pemegang Saham Tesla Setujui Paket Gaji Rp16.000 Triliun untuk Elon Musk

    Bisnis.com, JAKARTA – Pemegang saham Tesla Inc. akhirnya menyetujui paket kompensasi monumental senilai US$1 triliun untuk CEO Elon Musk, menjadikannya salah satu kesepakatan pembayaran terbesar dalam sejarah korporasi dunia.

    Nilai tersebut hampir setara dengan produk domestik bruto (PDB) Polandia yang mencapai US$915 miliar pada 2024, menurut data Bank Dunia.

    Sebagai perbandingan, nilai kompensasi Musk dua kali lebih besar dari PDB Bangladesh dan hanya 20 negara di dunia yang memiliki ekonomi lebih besar dari jumlah tersebut.

    Paket gaji itu akan diberikan secara bertahap selama 10 tahun, bergantung pada pencapaian sejumlah target ambisius yang telah ditetapkan Tesla. Rencana ini jauh melampaui remunerasi eksekutif lainnya di perusahaan publik besar AS.

    Dalam pidatonya di depan layar bertuliskan “sustainable abundance”, Musk menegaskan kembali visi Tesla untuk menciptakan “kelimpahan berkelanjutan” melalui teknologi ramah lingkungan, mobil swakemudi, dan robotika.

    “Kami bersemangat dengan misi terbaru Tesla, yaitu sustainable abundance,” kata Musk dalam pertemuan tersebut dikutip melalui Reuters, Jumat (7/11/2025)

    Namun, keputusan ini menuai kritik dari kalangan investor institusional. Thomas P. DiNapoli, Pengawas Keuangan Negara Bagian New York, menilai hasil pemungutan suara mencerminkan melemahnya akuntabilitas dan tata kelola di Tesla.

    “Pemungutan suara ini menunjukkan seberapa jauh tata kelola Tesla telah menyimpang dari akuntabilitas dan penghormatan terhadap hak pemegang saham,” ujar DiNapoli.

    Dia menuduh Musk memperkuat kendali pribadi dengan membeli hampir US$1 miliar saham menjelang tanggal pencatatan suara, sehingga “menentukan hasil pemungutan suara demi kepentingannya sendiri.”

    Menurutnya, paket gaji tersebut bukanlah “pembayaran atas kinerja, melainkan pembayaran atas kekuasaan tanpa batas.”

    Usulan untuk mengubah anggaran dasar perusahaan guna menghapus ambang batas gugatan derivatif 3% juga gagal disetujui oleh para pemegang saham.

    Selain membahas kompensasi, Musk juga menyinggung proyek robot humanoid Optimus, yang menurutnya suatu hari dapat memiliki kesadaran manusia.

    “Saya kira teknologi itu akan mungkin tercapai dalam waktu kurang dari 20 tahun,” ujar Musk.

    Dia bahkan menyebut kemungkinan manusia mentransfer kesadaran ke tubuh robot.

    “Tentu saja, kamu tidak akan menjadi orang yang sama persis, tetapi cukup mirip. Lagi pula, apakah kamu orang yang sama seperti lima tahun lalu? Tidak juga, banyak yang sudah berubah,” tandas Musk.

  • Tax Ratio Sampai Kuartal III/2025 Jeblok, Bukti Ekonomi Melambat!

    Tax Ratio Sampai Kuartal III/2025 Jeblok, Bukti Ekonomi Melambat!

    Bisnis.com, JAKARTA — Tax ratio alias rasio penerimaan pajak terhadap produk domestik bruto (PDB) hanya mencapai 8,58% hingga Kuartal III/2025. Angka tersebut menjadi yang terendah sejak era pandemi Covid-19, serta masih jauh dari target sepanjang tahun. 

    Berdasarkan pembukuan Kementerian Keuangan (Kemenkeu), realisasi penerimaan perpajakan (pajak plus cukai) mencapai Rp1.516,6 triliun hingga kuartal III/2025 atau Januari—September 2025. Khusus penerimaan pajak, realisasijya sebesar Rp1.295,3 triliun.

    Sementara dalam catatan Badan Pusat Statistik (BPS) yang diolah Bisnis, produk domestik bruto (PDB) atas dasar harga berlaku mencapai Rp17.672,9 triliun hingga Kuartal III/2025.

    Adapun dari data-data tersebut, dapat dihitung tax ratio: (Rp1.516,6 triliun / Rp17.672,9 triliun) × 100% = 8,58%. Artinya, tax ratio hingga Kuartal III/2025 sebesar 8,58%.

    Angka itu turun dibandingkan realisasi tax ratio pada periode yang sama tahun-tahun sebelumnya: 9,48% pada kuartal III/2024, 10,15% pada kuartal III/2023, 10,9 pada kuartal III/2022.

    Dengan demikian, terjadi penurunan tax ratio dalam tiga tahun terakhir. Realisasi tax ratio 8,58% pada kuartal III/2025 ini hanya sedikit lebih baik dari realisasi tax ratio 8,28% pada kuartal III/2021 atau masa pandemi Covid-19.

    Tak hanya itu, Kemenkeu menargetkan tax ratio sepanjang 2025 mencapai 10,02%. Singkatnya, realisasi hingga kuartal III (8,58%) masih jauh dari target akhir tahun (10,02%) atau masih kurang 1,44 poin persentase.

    Masalahnya, secara historis, capaian pada Kuartal III setiap tahunnya kerap kali tidak akan jauh berbeda dari realisasi akhir tahun. Pada tahun lalu misalnya: tax ratio pada Kuartal III/2024 (9,48%) tidak jauh beda dari realisasi pada akhir tahun (10,08%) atau cuma naik 0,6 poin persentase.

    Cerminan Ekonomi

    Kepala Riset Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar menilai penurunan tax ratio itu bukan semata karena faktor administrasi, melainkan cerminan perlambatan ekonomi nasional. 

    “Kinerja penerimaan pajak di negara berkembang seperti Indonesia bersifat pro-cyclical. Ketika pertumbuhan ekonomi melambat, tax ratio juga ikut menurun,” jelas Fajry kepada Bisnis, Kamis (6/11/2025). 

    Adapun, tax ratio 8,58% hingga kuartal III/2025 itu turun dibandingkan periode yang sama tahun-tahun sebelumnya: 9,48% pada kuartal III/2024, 10,15% pada kuartal III/2023, 10,9 pada kuartal III/2022.  Adapun, tax ratio 8,58% hingga kuartal III/2025 ini hanya sedikit lebih baik dari realisasi tax ratio 8,28% per kuartal III/2021 atau masa pandemi Covid-19. 

    Fajry mencatat, jika melihat tren penurunan tax ratio dalam tiga tahun terakhir maka tampak penurunan tahun ini merupakan yang paling tajam yaitu sebesar 0,9 poin persentase (dari 9,48% per kuartal III/2024 menjadi 8,58% per kuartal III/2925).  

    Dia mengaku memang banyak terjadi gejolak sepanjang tahun ini dari besarnya restitusi pajak hingga pergantian kepemimpinan otoritas fiskal dan pajak. Hanya saja, Fajry menilai faktor restitusi pajak hanya berdampak pada kuartal I/2025, sedangkan pengaruh pergantian pimpinan di Kementerian Keuangan dan Direktorat Jenderal Pajak belum terbukti signifikan.  “

    Artinya, ini menjadi indikasi jika kondisi ekonomi tahun 2025 lebih lambat dibandingkan tahun 2024, setidaknya sampai Kuartal III,” ujarnya.  

    Target Pemerintah

    Pemerintah sendiri menargetkan tax ratio 2025 sebesar 10,03%, atau 1,44 poin lebih tinggi dari posisi saat ini. Fajry meragukan target tersebut realistis dicapai dalam sisa tahun berjalan.  

    Dia berkaca pada realisasi tax ratio tahun lalu. Saat itu, tax ratio mencapai 9,48% sampai dengan Kuartal III/2024; pada akhir tahun, tax ratio tercatat di angka 10,08% atau hanya meningkat 0,6 poin persentase meski dengan berbagai usaha ekstra yang telah dilakukan otoritas.  

    “Kalaupun sisi penerimaannya mau dipaksa untuk mencapai target, iklim usaha yang akan menjadi korbannya,” wanti-wantinya. 

     Dia pun berharap adanya perbaikan ekonomi pada kuartal IV/2025 agar tax ratio dapat meningkat secara alami. Menurutnya, optimalisasi belanja pemerintah bisa menjadi salah satu pemicu akselerasi ekonomi pada akhir tahun.