Topik: Produk Domestik Bruto

  • Perusahaan Teknologi AS Mau Investasi di RI, Bikin Alat Penangkal Deepfake

    Perusahaan Teknologi AS Mau Investasi di RI, Bikin Alat Penangkal Deepfake

    Jakarta

    Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM bersama Tools for Humanity Corporation (TFH) menandatangani Nota Kesepahaman (MoU) untuk menjajaki peluang investasi di sektor digital Indonesia. Kerja sama ini berfokus pada fasilitasi investasi TFH dalam pengembangan dan produksi Orb.

    Alat tersebut merupakan perangkat kamera khusus yang digunakan dalam sistem identitas digital berbasis kecerdasan buatan, World ID. TFH adalah perusahaan teknologi global berbasis di Amerika Serikat yang mengembangkan World ID, sebuah sistem verifikasi digital yang memastikan identitas seseorang.

    World ID memungkinkan pembuktian identitas di website, aplikasi, dan dunia online, tanpa perlu membagikan data pribadi. Kehadiran teknologi ini dipercaya dapat memperkuat keamanan digital dan verifikasi anti-bot, seiring dengan meningkatnya ancaman seperti deepfakes, pencurian identitas, dan serangan siber berbasis AI.

    Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi/Wakil Kepala BKPM, Todotua Pasaribu, menegaskan investasi di sektor digital sejalan dengan Visi Digital 2045 yang bertujuan menciptakan ekosistem digital yang inklusif dan kolaboratif. Menurutnya, pemerintah terus berkomitmen untuk mempercepat agenda ini.

    “Indonesia telah menetapkan Visi Digital 2045 yang berfokus pada inovasi sebagai penggerak utama ekosistem digital. Dalam Rencana Pembangunan Nasional 2025-2029 dan Asta Cita Presiden Prabowo, transformasi digital menjadi pilar utama dalam meningkatkan produktivitas dan daya saing global Indonesia,” jelas Todotua dalam keterangan tertulis, Jumat (21/3/2025).

    Todotua memaparkan potensi besar dalam ekonomi digital yang mencapai US$ 130 miliar pada tahun ini. Pertumbuhan ini akan didorong oleh investasi infrastruktur, peningkatan akses internet, inovasi di berbagai sektor seperti fintech, healthtech, dan edtech, serta populasi muda yang melek teknologi.

    “Proyeksi pasar digital kita yang mencapai US$ 130 miliar pada 2025 dan potensi tumbuh hingga US$ 360 miliar pada 2030 menunjukkan betapa pentingnya investasi di sektor ini, termasuk di bidang kecerdasan buatan yang akan menyumbang signifikan terhadap PDB (Produk Domestik Bruto) nasional,” ujar Todotua.

    Sementara itu, Damien Kieran, Chief Legal and Privacy Officer TFH, menyoroti potensi besar Indonesia dalam ekosistem digital global dan komitmen TFH dalam mendukung pertumbuhan industri teknologi nasional.

    “Indonesia berada di garis depan transformasi digital Asia, dan di bawah visi Presiden Prabowo serta kepemimpinan Menteri Rosan dan Wakil Menteri Todotua, negara ini berada dalam posisi yang tepat untuk semakin mempercepat perannya sebagai pusat teknologi regional dan global,” ungkap Kieran.

    Kieran juga mengakui percepatan ekonomi digital membawa tantangan seperti peningkatan risiko penipuan berbasis AI, deepfake, dan pencurian identitas. Teknologi World ID yang didukung oleh perangkat Orb, menawarkan solusi verifikasi identitas berbasis privasi melalui pemindaian iris unik, tanpa menyimpan data pribadi.

    “Dengan dukungan dari Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM, kami berkomitmen untuk mengeksplorasi peluang perakitan Orb di Indonesia, tidak hanya untuk pasar domestik tetapi juga untuk kawasan Asia Tenggara,” jelas Damien.

    TFH telah memulai kehadirannya di Indonesia sejak Februari lalu melalui peluncuran Orb di Jakarta. Melalui MoU ini, Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM akan memberikan dukungan dalam hal fasilitasi proses perizinan investasi, serta membantu TFH mengidentifikasi insentif yang tersedia sesuai dengan regulasi yang berlaku.

    Di sisi lain, TFH akan mengidentifikasi mitra industri lokal yang berpotensi mendukung produksi Orb, melakukan investasi dalam pengembangan fasilitas produksi, serta memberikan dukungan teknis dan pelatihan bagi mitra lokal.

    (ily/fdl)

  • Bias Informasi di Tengah Bayang-bayang Kolonialisme AI

    Bias Informasi di Tengah Bayang-bayang Kolonialisme AI

    Bisnis.com, JAKARTA — Pertumbuhan kecerdasan buatan (AI) yang pesat tanpa diiringi langkah untuk menuju kedaulatan dikhawatirkan beragam ancaman bagi Indonesia, termasuk salah satunya bias informasi. 

    Dalam konferensi kecerdasan buatan global Nvidia GTC 2025, Kamis (20/3/2025), Presiden Direktur dan CEO PT Indosat Tbk. (ISAT) Vikram Sinha menegaskan pentingnya Indonesia membangun kapabilitas kecerdasan buatan (AI) yang berdaulat.

    Vikram menyampaikan  tanpa kedaulatan teknologi, Indonesia berisiko mengalami bentuk baru kolonialisme atau penjajahan digital, di mana informasi dihasilkan berisiko meleset dari sosial dan budaya Indonesia. 

    “Kita menghadapi risiko besar di mana semua aktivitas, bahasa, dan budaya kita diproses oleh mesin AI yang tidak memahami Indonesia. Hal ini dapat membawa kita ke arah yang berbeda, sebuah bentuk kolonialisme digital yang harus kita hindari,” ujar Vikram.

    Dia menuturkan kolonialisme digital bukan sekadar teori, melainkan realitas yang makin nyata. Dalam ekosistem teknologi global, negara-negara yang tidak memiliki kendali atas AI akan menjadi konsumen pasif yang bergantung pada teknologi dari luar. 

    AI yang tidak dikembangkan dengan  konteks lokal berpotensi mengabaikan, atau bahkan mendistorsi, realitas sosial, budaya, dan ekonomi Indonesia.

    Menurut Vikram, solusi terbaik untuk menghadapi tantangan ini adalah dengan memastikan bahwa Indonesia bukan hanya pengguna, tetapi juga pencipta teknologi AI. 

    Dengan meningkatkan kapabilitas AI berdaulat, Indonesia juga berpeluang meraup potensi ekonomi besar yang dihasilkan oleh AI. 

    Studi PricewaterCooper (PwC) tahun 2023 menunjukkan bahwa kecerdasan buatan diproyeksikan dapat menyumbang hingga US$ 1 triliun terhadap produk domestik bruto wilayah Asia Tenggara pada 2030.

    CEO Indosat Vikram Sinha

    Sementara itu khusus di Indonesia, AI berpotensi memberi kontribusi hingga US$366 miliar, yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi nasional hingga menjadi 18,8 persen.  

    “Membangun kapabilitas AI yang berdaulat berarti menjadi ‘creator’ dan bukan hanya ‘consumer’,” kata Vikram.

    Vikram mengatakan pertarungan untuk kedaulatan tidak lagi terjadi di medan perang fisik, tetapi di dalam algoritma, data, dan sistem AI yang menggerakkan ekonomi serta kehidupan sosial.

    Indonesia harus keluar dari ancaman tersebut dan membangun sistem AI yang sesuai dengan kebutuhan Indonesia.

    “Kita tidak boleh hanya menjadi pengguna teknologi yang dikendalikan pihak lain. Saatnya bagi kita untuk membangun AI yang memahami Indonesia, bekerja untuk Indonesia, dan memperkuat posisi kita sebagai AI Nation Shaper,” kata Vikram. 

    Bias Informasi

    Ketua Pusat Kajian Kebijakan dan Regulasi Telekomunikasi Institut Teknologi Bandung (ITB) Ian Yosef M. Edward mengatakan Indonesia perlu mengembangkan AI mandiri, yang dapat  diberikan masukan, dilatih dan dikelola oleh Negara Indonesia. 

    Ian berpendapat kekosongan kedaulatan AI dan ketergantungan pada teknologi luar negeri, akan berdampak pada kualitas informasi yang diterima oleh pengguna di Indonesia. 

    “Keluaran AI-nya bisa beda. Contoh karena input big data hukum di Amerika. Kalau ditanya mengenai penyelesaian hukum, maka yang keluar ada hukum di sana,” kata Ian kepada Bisnis.

    Geopolitik …..

  • Bias Informasi di Tengah Bayang-bayang Kolonialisme AI

    Bias Informasi di Tengah Bayang-bayang Kolonialisme AI

    Bisnis.com, JAKARTA — Pertumbuhan kecerdasan buatan (AI) yang pesat tanpa diiringi langkah untuk menuju kedaulatan dikhawatirkan beragam ancaman bagi Indonesia, termasuk salah satunya bias informasi. 

    Dalam konferensi kecerdasan buatan global Nvidia GTC 2025, Kamis (20/3/2025), Presiden Direktur dan CEO PT Indosat Tbk. (ISAT) Vikram Sinha menegaskan pentingnya Indonesia membangun kapabilitas kecerdasan buatan (AI) yang berdaulat.

    Vikram menyampaikan  tanpa kedaulatan teknologi, Indonesia berisiko mengalami bentuk baru kolonialisme atau penjajahan digital, di mana informasi dihasilkan berisiko meleset dari sosial dan budaya Indonesia. 

    “Kita menghadapi risiko besar di mana semua aktivitas, bahasa, dan budaya kita diproses oleh mesin AI yang tidak memahami Indonesia. Hal ini dapat membawa kita ke arah yang berbeda, sebuah bentuk kolonialisme digital yang harus kita hindari,” ujar Vikram.

    Dia menuturkan kolonialisme digital bukan sekadar teori, melainkan realitas yang makin nyata. Dalam ekosistem teknologi global, negara-negara yang tidak memiliki kendali atas AI akan menjadi konsumen pasif yang bergantung pada teknologi dari luar. 

    AI yang tidak dikembangkan dengan  konteks lokal berpotensi mengabaikan, atau bahkan mendistorsi, realitas sosial, budaya, dan ekonomi Indonesia.

    Menurut Vikram, solusi terbaik untuk menghadapi tantangan ini adalah dengan memastikan bahwa Indonesia bukan hanya pengguna, tetapi juga pencipta teknologi AI. 

    Dengan meningkatkan kapabilitas AI berdaulat, Indonesia juga berpeluang meraup potensi ekonomi besar yang dihasilkan oleh AI. 

    Studi PricewaterCooper (PwC) tahun 2023 menunjukkan bahwa kecerdasan buatan diproyeksikan dapat menyumbang hingga US$ 1 triliun terhadap produk domestik bruto wilayah Asia Tenggara pada 2030.

    CEO Indosat Vikram Sinha

    Sementara itu khusus di Indonesia, AI berpotensi memberi kontribusi hingga US$366 miliar, yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi nasional hingga menjadi 18,8 persen.  

    “Membangun kapabilitas AI yang berdaulat berarti menjadi ‘creator’ dan bukan hanya ‘consumer’,” kata Vikram.

    Vikram mengatakan pertarungan untuk kedaulatan tidak lagi terjadi di medan perang fisik, tetapi di dalam algoritma, data, dan sistem AI yang menggerakkan ekonomi serta kehidupan sosial.

    Indonesia harus keluar dari ancaman tersebut dan membangun sistem AI yang sesuai dengan kebutuhan Indonesia.

    “Kita tidak boleh hanya menjadi pengguna teknologi yang dikendalikan pihak lain. Saatnya bagi kita untuk membangun AI yang memahami Indonesia, bekerja untuk Indonesia, dan memperkuat posisi kita sebagai AI Nation Shaper,” kata Vikram. 

    Bias Informasi

    Ketua Pusat Kajian Kebijakan dan Regulasi Telekomunikasi Institut Teknologi Bandung (ITB) Ian Yosef M. Edward mengatakan Indonesia perlu mengembangkan AI mandiri, yang dapat  diberikan masukan, dilatih dan dikelola oleh Negara Indonesia. 

    Ian berpendapat kekosongan kedaulatan AI dan ketergantungan pada teknologi luar negeri, akan berdampak pada kualitas informasi yang diterima oleh pengguna di Indonesia. 

    “Keluaran AI-nya bisa beda. Contoh karena input big data hukum di Amerika. Kalau ditanya mengenai penyelesaian hukum, maka yang keluar ada hukum di sana,” kata Ian kepada Bisnis.

    Geopolitik …..

  • Presiden Prabowo Subianto Minta Memaksimalkan Penerimaan Negara – Halaman all

    Presiden Prabowo Subianto Minta Memaksimalkan Penerimaan Negara – Halaman all

    Presiden Prabowo Subianto menggelar rapat soal penerimaan negara di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (21/3/2025).

    Tayang: Kamis, 20 Maret 2025 22:41 WIB

    Tribunnews.com/ Taufik Ismail

    MENKEU – Menteri Keuangan Sri Mulyani di Istana Kepresidenan, Jakarta, pada Kamis, (21/3/2025). Ia mengungkap hasil rapat soal penerimaan negara dengan Presiden Prabowo. 

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Presiden Prabowo Subianto menggelar rapat soal penerimaan negara di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (21/3/2025).

    Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan satu hal yang dibahas yakni bagaimana meningkatkan rasio pajak atau tax ratio.

    “Mengenai bagaimana kita bisa meningkatkan tax ratio dan bagaimana upaya upaya intensifikasi dan perbaikan administrasi,” kata Sri Mulyani.

    Terkait dengan target rasio pajak hingga 23 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) di APBN 2025, Sri Mulyani tidak menjawabnya.

    Ia hanya mengatakan bahwa pemerintah mengupayakan beberapa langkah untuk meningkatkan rasio pajak.

    “Kita upayakan beberapa langkah,” katanya.

    Sementara itu Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan dalam rapat dengan Presiden sejumlah sektor dibahas mulai dari pajak, PNBP, Royalti, dan lainnya.

    “Ya ini kan kita bahas penerimaan negara keseluruhan,” katanya.

    Presiden Prabowo, kata Airlangga, meminta agar penerimaan negara dimaksimalkan.

    “Memaksimalkan Penerimaan Negara,” pungkasnya.

    “);
    $(“#latestul”).append(“”);
    $(“.loading”).show();
    var newlast = getLast;
    $.getJSON(“https://api.tribunnews.com/ajax/latest_section/?callback=?”, {start: newlast,section:’1′,img:’thumb2′}, function(data) {
    $.each(data.posts, function(key, val) {
    if(val.title){
    newlast = newlast + 1;
    if(val.video) {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = ” “;
    }
    else
    {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = “”;
    }
    if(val.thumb) {
    var img = “”+vthumb+””;
    var milatest = “mr140”;
    }
    else {
    var img = “”;
    var milatest = “”;
    }
    if(val.subtitle) subtitle = “”+val.subtitle+””;
    else subtitle=””;
    if(val.c_url) cat = “”+val.c_title+””;
    else cat=””;

    $(“#latestul”).append(“”+img+””);
    }
    else{
    $(“#latestul”).append(‘Tampilkan lainnya’);
    $(“#test3”).val(“Done”);
    return false;
    }
    });
    $(“.loading”).remove();
    });
    }
    else if (getLast > 150) {
    if ($(“#ltldmr”).length == 0){
    $(“#latestul”).append(‘Tampilkan lainnya’);
    }
    }
    }
    });
    });

    function loadmore(){
    if ($(“#ltldmr”).length > 0) $(“#ltldmr”).remove();
    var getLast = parseInt($(“#latestul > li:last-child”).attr(“data-sort”));
    $(“#latestul”).append(“”);
    $(“.loading”).show();
    var newlast = getLast ;
    if($(“#test3”).val() == ‘Done’){
    newlast=0;
    $.getJSON(“https://api.tribunnews.com/ajax/latest”, function(data) {
    $.each(data.posts, function(key, val) {
    if(val.title){
    newlast = newlast + 1;
    if(val.video) {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = ” “;
    }
    else
    {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = “”;
    }
    if(val.thumb) {
    var img = “”+vthumb+””;
    var milatest = “mr140”;
    }
    else {
    var img = “”;
    var milatest = “”;
    }
    if(val.subtitle) subtitle = “”+val.subtitle+””;
    else subtitle=””;
    if(val.c_url) cat = “”+val.c_title+””;
    else cat=””;
    $(“#latestul”).append(“”+img+””);
    }else{
    return false;
    }
    });
    $(“.loading”).remove();
    });
    }
    else{
    $.getJSON(“https://api.tribunnews.com/ajax/latest_section/?callback=?”, {start: newlast,section:sectionid,img:’thumb2′,total:’40’}, function(data) {
    $.each(data.posts, function(key, val) {
    if(val.title){
    newlast = newlast+1;
    if(val.video) {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = ” “;
    }
    else
    {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = “”;
    }
    if(val.thumb) {
    var img = “”+vthumb+””;
    var milatest = “mr140”;
    }
    else {
    var img = “”;
    var milatest = “”;
    }
    if(val.subtitle) subtitle = “”+val.subtitle+””;
    else subtitle=””;

    $(“#latestul”).append(“”+img+””);
    }else{
    return false;
    }
    });
    $(“.loading”).remove();
    });
    }
    }

    Berita Terkini

  • Kebijakan Fiskal Ini Jadi Upaya untuk Menghadapi Defisit APBN

    Kebijakan Fiskal Ini Jadi Upaya untuk Menghadapi Defisit APBN

    Jakarta, Beritasatu.com – Defisit anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) kembali menjadi perhatian pada tahun 2025. Pemerintah mencatatkan defisit sebesar Rp 31,2 triliun atau 0,13% dari produk domestik bruto (PDB) hingga Februari 2025.

    Meskipun angka ini masih berada dalam batas aman yang ditetapkan undang-undang, defisit APBN tetap menjadi tantangan yang harus segera dikendalikan.

    Lantas, apa kebijakan fiskal yang dapat diterapkan untuk menghadapi defisit APBN? Dihimpun dari berbagai sumber, berikut lengkapnya!

    Apa Itu Kebijakan Fiskal?

    Kebijakan fiskal adalah kebijakan ekonomi yang digunakan oleh pemerintah untuk mengendalikan perekonomian melalui pengelolaan anggaran pendapatan dan belanja negara.

    Tujuan utama kebijakan fiskal adalah untuk memengaruhi pertumbuhan ekonomi, menciptakan stabilitas ekonomi, mengurangi pengangguran, serta menjaga tingkat inflasi yang terkendali.

    Pemerintah menggunakan kebijakan fiskal untuk menyesuaikan kondisi perekonomian. Dengan demikian, kebijakan fiskal memainkan peran penting dalam menjaga keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan stabilitas makroekonomi.

    Instrumen-instrumen Kebijakan Fiskal

    Kebijakan fiskal dijalankan melalui berbagai instrumen yang dirancang untuk mencapai tujuan tertentu. Berikut adalah beberapa instrumen utama kebijakan fiskal.

    2. Pembiayaan fungsional (functional finance)

    Instrumen ini bertujuan untuk mengendalikan dan mempertimbangkan anggaran belanja pemerintah berdasarkan dampaknya terhadap pendapatan nasional. Functional finance dirancang untuk meningkatkan kesempatan kerja dengan mendorong pengeluaran pemerintah pada sektor-sektor produktif yang dapat menciptakan lapangan kerja baru.

    2. Pengelolaan anggaran (the managed budget approach)

    Instrumen ini berfokus pada pengelolaan anggaran secara efisien, termasuk pengaturan utang dan perpajakan, agar tercipta stabilitas ekonomi. Pendekatan ini memastikan bahwa anggaran negara digunakan secara optimal tanpa membebani perekonomian dengan utang yang berlebihan.

  • Akhirnya Tetangga Kaya RI Keluar dari Resesi, Ekonomi Tumbuh 0,7%

    Akhirnya Tetangga Kaya RI Keluar dari Resesi, Ekonomi Tumbuh 0,7%

    Jakarta, CNBC Indonesia – Perekonomian Selandia Baru tumbuh lebih cepat dari perkiraan pada kuartal keempat (Q4) 2024. Sehingga salah satu negara tetangga RI ini dapat keluar dari resesi

    Data pemerintah yang dikutip Reuters pada Kamis (20/3/2025) menunjukkan produk domestik bruto (PDB) naik 0,7% pada kuartal Desember dari kuartal sebelumnya, lebih baik dari ekspektasi analis sebesar 0,4% dan perkiraan bank sentral sebesar 0,3%. Pertumbuhan tersebut mengikuti kontraksi 1,1% yang direvisi pada kuartal ketiga.

    Statistik Selandia Baru mengatakan 11 dari 16 industri meningkat pada kuartal keempat. Kenaikan terbesar berasal dari layanan persewaan, perekrutan dan real estat, perdagangan eceran dan akomodasi, serta layanan kesehatan dan bantuan sosial. Pengeluaran yang lebih tinggi oleh pengunjung internasional juga telah mendorong industri terkait pariwisata.

    Namun PDB tahunan turun 1,1%. Pasar sendiri telah memperkirakan penurunan sebesar 1,4%. 

    Perlu diketahui, bank sentral Selandia Baru telah memangkas suku bunga tunai resmi sebesar 175 basis poin sejak Agustus 2024 menjadi 3,75%. Pada Februari, lembaga moneter itu meramalkan dua pemangkasan 25 basis poin lebih lanjut pada April dan Mei, dengan kemungkinan pemangkasan ketiga di akhir tahun.

    Ekonom senior di Westpac, Michael Gordon, mengatakan dalam sebuah catatan bahwa ia yakin angka-angka PDB ini mendukung pandangan bahwa bank sentral lebih mungkin memangkas suku bunga dua kali lagi. Peningkatan pertumbuhan akan memberikan sedikit kelegaan bagi para pembuat kebijakan yang ingin mengembalikan perekonomian setelah mengalami resesi teknis pada kuartal September, di mana ada penurunan PDB dua kuartal, terburuk di luar pandemi sejak tahun 1991.

    Perlu diketahui, Selandia Baru juga menghadapi hambatan eksternal. Risiko terhadap pertumbuhan tahun ini telah meningkat karena kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.

    Peningkatan tarif terhadap mitra dagang utama AS telah menimbulkan kekhawatiran tentang penurunan ekonomi yang lebih luas secara global.
    Situasi itu dapat berdampak pada Selandia Baru karena negara tersebut mengekspor banyak barang ke China dan AS.

    (sef/sef)

  • Utang Pemerintah Hampir Rp9.000 Triliun, Indef Wanti-Wanti Tarif Pajak Naik

    Utang Pemerintah Hampir Rp9.000 Triliun, Indef Wanti-Wanti Tarif Pajak Naik

    Bisnis.com, JAKARTA — Indef mengkhawatirkan tarif pajak akan naik ketika utang pemerintah terus meningkat. Data Januari 2025, posisi utang pemerintah mencapai Rp8.909,14 triliun.

    Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Riza Annisa Pujarama melihat pemerintah seakan bergantung kepada utang untuk pembiayaan berbagai programnya. Masalahnya, pertumbuhan utang pemerintah tersebut sejalan dengan yield alias imbal hasil yang juga tinggi.

    Riza mencontohkan, pemerintah menargetkan yield surat berharga negara (SBN) tenor 10 tahun mencapai 7% berdasarkan asumsi makro APBN 2025. Target tersebut bertambah 0,2% dari tahun sebelumnya.

    “Jadi bisa dibayangkan yield SBN kita itu terus meningkat setiap tahunnya. Jadi beban dari meminjam utang itu semakin memberatkan APBN. Di 2025 saja, porsinya dari belanja pemerintah pusat itu sudah sekitar 20%,” jelas Riza dalam diskusi Indef secara daring, Rabu (19/3/2025).

    Masalahnya, secara historis pertumbuhan penerimaan pajak tidak sebanding dengan pertumbuhan utang pemerintah. Akibatnya, pemerintah perlu harus mencari sumber dana tambahan.

    “Bisa jadi nanti solusi singkatnya adalah meningkatkan tarif pajak lagi, di mana itu semakin memberatkan generasi mendatang,” ujar Riza.

    Di sisi lain, lembaga pemeringkatan Fitch Ratings menilai rasio utang pemerintah sebesar 39,6% terhadap produk domestik bruto (PDB) per Januari 2025 masih berada dalam posisi yang rendah.

    Besaran utang ini membuat Fitch mempertahankan peringkat kredit Indonesia berada pada level BBB dengan outlook stabil.

    Mengacu laporan terbarunya, Fitch memprediksikan rasio utang pemerintah akan mengalami penurunan dalam 3 tahun mendatang.

    “Fitch memperkirakan penurunan moderat pada utang pemerintah secara umum menjadi 39,1% dari PDB pada 2028 dari 40,4% pada 2025,” tulisnya, dikutip pada Selasa (11/3/2025).

    Rasio utang pemerintah Indonesia tersebut lebih rendah dari rata-rata negara dengan kategori BBB yang sebesar 58%.

    Lembaga asal Amerika Serikat (AS) tersebut memperkirakan meski rasio utang tetap terjaga rendah, akan ada sedikit peningkatan defisit anggaran di tahun-tahun mendatang untuk mengakomodasi tambahan belanja sosial pemerintah dan investasi infrastruktur. 

  • Utang Luar Negeri Indonesia Naik Rp110,87 Triliun dalam Sebulan, tapi BI Klaim Tetap Sehat

    Utang Luar Negeri Indonesia Naik Rp110,87 Triliun dalam Sebulan, tapi BI Klaim Tetap Sehat

    PIKIRAN RAKYAT – Bank Indonesia (BI) melaporkan utang luar negeri (ULN) Indonesia pada Januari 2025 mencapai 427,5 miliar dolar AS (Rp7.002 triliun), mengalami kenaikan signifikan sebesar Rp110,87 triliun dalam sebulan. Meski demikian, BI menegaskan bahwa kondisi ULN tetap terkendali dan sehat.

    Kenaikan Utang Luar Negeri Didominasi Sektor Publik

    Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Ramdan Denny Prakoso menjelaskan bahwa kenaikan ULN dipengaruhi oleh sektor publik, terutama pemerintah dan bank sentral.

    “Perkembangan ULN tersebut dipengaruhi oleh ULN sektor publik, baik pemerintah maupun bank sentral,” ucapnya di Jakarta, Senin 17 Maret 2025.

    Posisi ULN pemerintah tercatat sebesar 204,8 miliar dolar AS (Rp3.382 triliun), tumbuh 5,3 persen secara tahunan (year-on-year/yoy), lebih tinggi dari pertumbuhan 3,3 persen pada Desember 2024.

    Ramdan Denny Prakoso menyebut, kenaikan ini didorong oleh masuknya modal asing pada Surat Berharga Negara (SBN) internasional.

    “Peningkatan aliran masuk modal asing pada SBN internasional seiring dengan tetap terjaganya kepercayaan investor terhadap prospek perekonomian Indonesia,” ujarnya.

    Pemanfaatan ULN untuk Belanja Prioritas

    BI menegaskan bahwa pemanfaatan ULN pemerintah terus diarahkan untuk mendukung belanja prioritas, meliputi:

    Jasa kesehatan dan kegiatan sosial: 22,6 persen Administrasi pemerintah, pertahanan, dan jaminan sosial wajib: 17,8 persen Jasa pendidikan: 16,6 persen Konstruksi: 12,1 persen Jasa keuangan dan asuransi: 8,2 persen

    Lebih lanjut, hampir seluruh ULN pemerintah memiliki tenor jangka panjang dengan pangsa mencapai 99,9 persen dari total ULN pemerintah, menunjukkan pengelolaan yang berhati-hati.

    Penurunan Utang Luar Negeri Swasta

    Di sisi lain, ULN sektor swasta justru mengalami kontraksi sebesar 1,7 persen (yoy) menjadi 194,4 miliar dolar AS (Rp3.210 triliun). Penurunan ini dipicu oleh kontraksi pada lembaga keuangan sebesar 2,3 persen (yoy), lebih dalam dibandingkan kontraksi 1,0 persen (yoy) pada bulan sebelumnya.

    Menurut BI, sektor ekonomi yang paling dominan dalam ULN swasta adalah:

    Industri pengolahan Jasa keuangan dan asuransi Pengadaan listrik dan gas Pertambangan dan penggalian

    Keempat sektor tersebut menyumbang 79,4 persen dari total ULN swasta. Mayoritas ULN swasta juga berbentuk utang jangka panjang dengan pangsa 76,6 persen, menandakan struktur utang yang tetap terkendali.

    Struktur Utang Luar Negeri Tetap Sehat

    BI menekankan bahwa meski mengalami kenaikan, struktur ULN Indonesia tetap sehat. Rasio ULN terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada Januari 2025 tercatat 30,3 persen, turun dari 30,5 persen di Desember 2024. Selain itu, 84,7 persen dari total ULN Indonesia terdiri dari utang jangka panjang.

    “Dalam rangka menjaga agar struktur ULN tetap sehat, BI dan pemerintah terus memperkuat koordinasi dalam pemantauan perkembangan ULN,” tutur Ramdan Denny Prakoso.

    BI juga memastikan bahwa ULN akan terus dioptimalkan untuk mendukung pembiayaan pembangunan dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional yang berkelanjutan, sembari meminimalkan risiko yang berpotensi memengaruhi stabilitas ekonomi.

    Dengan pengelolaan yang bijak dan kehati-hatian yang terus dijaga, Bank Indonesia optimis ULN tetap menjadi instrumen strategis dalam mendukung pemulihan dan pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Dampak Revisi UU TNI Merembet ke Ekonomi: Perebutan Lapangan Kerja hingga Defisit APBN

    Dampak Revisi UU TNI Merembet ke Ekonomi: Perebutan Lapangan Kerja hingga Defisit APBN

    Bisnis.com, JAKARTA — Ekonom mewanti-wanti Revisi UU TNI dapat memunculkan masalah baru dalam tatanan ekonomi, yakni perebutan posisi dengan masyarakat sipil.

    Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira memandang penempatan TNI aktif di jabatan sipil, apabila RUU TNI disahkan jadi UU, dapat menimbulkan masalah inefisiensi sumber daya.

    Hal tersebut didasarkan pada gap keahlian militer yang berbeda dengan pekerjaan sipil, terutama dalam pengambilan keputusan strategis.

    “Jika semua masalah ditarik pada konteks keamanan dan pertahanan, terdapat risiko proses pembangunan akan bias kepentingan militer,” ujar Bhima, dikutip pada Rabu (19/3/2025).

    Pasalnya, muncul beragam polemik atas revisi tersebut, terutama terkait ketentuan yang disinyalir bertujuan untuk membangkitkan Dwifungsi ABRI. Sorotan kian kuat karena RUU disetujui ke rapat paripurna.

    Polemik tersebut, salah satunya, muncul karena pemerintah bersama DPR menambah daftar K/L—dari 10 menjadi 16—yang memperbolehkan TNI tetap aktif.

    Bhima turut melihat potensi terjadinya crowding out effect apabila TNI aktif boleh berbisnis karena militer mengambil porsi pekerjaan yang harusnya dilakukan oleh pelaku swasta, UMKM, bahkan petani.

    Sebagai contoh, sudah terjadi pada program makan bergizi gratis dengan dapur umum tersentralistik, dan food estate yang dikerjakan TNI.

    “Artinya ada potensi lapangan pekerjaan masyarakat diperebutkan militer aktif,” lanjutnya.

    Lain halnya penempatan anggota TNI di BUMN terbukti tidak berkorelasi terhadap berbagai indikator kinerja, baik sebagai PSO maupun penyumbang laba.

    Kemungkinan yang justru akan terjadi adalah demoralisasi pada manajerial dan staff BUMN karena puncak karier ditentukan oleh political appointee bukan karena meritrokrasi. Jika BUMN tidak memiliki konsep meritrokrasi dikhawatirkan brain drain akan merugikan BUMN itu sendiri.

    Dari sisi investasi, keberadaan TNI di posisi yang diperuntukkan untuk sipil tersebut memberikan kesan ekonomi kembali pada sistem komando bukan berdasarkan pada inovasi dan persaingan sehat.

    Khawatirnya, investor akan menimbang ulang berinvestasi di Indonesia dan target penanaman modal asing atau foreign direct investment (FDI) yang ditetapkan pemerintah senilai Rp3.414 triliun pada 2029, bakal sulit tercapai.

    Sementara salah satu poin revisi, yakni perpanjangan usia dinas, perlu pertimbangan ruang APBN di tengah berkoarnya kebijakan efisiensi.

    Melihat total belanja pegawai pemerintah tahun ini saja sudah tembus Rp521,4 triliun atau meningkat tajam 85,5% dalam 10 tahun terakhir.

    “Jika umur pensiun TNI ditambah, defisit APBN diperkirakan menembus 3% dalam waktu singkat yang artinya bisa melanggar konstitusi UU Keuangan Negara 2003,” tutupnya.

    Melihat defisit tahun ini, pemerintah menetapkan sebesar 2,53% terhadap produk domestik bruto (PDB) atau setara dengan Rp616,2 triliun. Baru dua bulan berjalan APBN 2025, sejumlah lembaga pun memandang defisit terus berpotensi melebar ke level 2,9%.

    Komisi I DPR RI pun akan menggelar rapat dengan pemerintah dalam rangka pembicaraan tingkat I untuk pengambilan keputusan terhadap revisi Undang-Undang tentang Perubahan Atas UU Nomor 34/2004 tentang TNI hari ini, Selasa (18/3/2025).

  • Pemerintah Proyeksi Investasi Proyek Hilirisasi Batu Bara Tembus Rp522 Triliun

    Pemerintah Proyeksi Investasi Proyek Hilirisasi Batu Bara Tembus Rp522 Triliun

    Bisnis.com, JAKARTA — Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi Todotua Pasaribu mengungkapkan potensi investasi proyek hilirisasi batu bara mencapai US$31,82 miliar atau setara Rp522,92 triliun (asumsi kurs Rp16.446 per US$).

    Adapun potensi investasi itu untuk jangka waktu 2023 hingga 2040. Todotua mengatakan fokus pemerintah terkait hilirisasi batu bara adalah menjadi produk gas seperti dimethyl ether (DME), methanol, dan kokas.

    “Batu bara ada beberapa potensi hilirisasi yang bisa kita lakukan. Tetapi pada prinsipnya rumusan utamanya adalah kita menciptakan namanya coal regasifikasi,” ucap Todotua dalam acara Mining Forum 2025 di Jakarta, Selasa (18/3/2025).

    Menurutnya, proyek ini akan memberikan nilai tambah bagi Indonesia. DME juga dinilai dapat menjembatani permasalahan optimasi tambang batu bara di dalam negeri.

    Selain itu, batu bara juga merupakan salah satu sumber energi dengan biaya murah.

    “Kita mengetahui bahwa salah satu sumber resources untuk mendapatkan energi yang murah itu berasal dari batu bara,” kata Todotua.

    Dia juga mengklaim hilirisasi batu bara di Indonesia mampu menyerap 23.160 tenaga kerja, meningkatkan ekspor senilai US$11,3 miliar, dan memberikan kontribusi terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional sebesar US$2,26 miliar.

    Todotua menambahkan bahwa penggunaan produk hilir batu bara sebagai sumber energi juga akan mendorong Indonesia masuk ke masifikasi industrialisasi dan manufaktur.

    “Kita butuh kecepatan dalam mengeksekusi atau mengambil kebijakan dalam percepatan investasi hilirisasi itu sendiri,” kata Todotua.

    “Hilirisasi ini tentunya kita juga harus melihat dalam konteks hal yang paling utama adalah konteks kompetitif,” sambungnya.