Topik: Produk Domestik Bruto

  • Ekonomi Vietnam Melambat, Diprediksi Makin Loyo Imbas Tarif Trump

    Ekonomi Vietnam Melambat, Diprediksi Makin Loyo Imbas Tarif Trump

    Jakarta

    Pertumbuhan ekonomi Vietnam melambat pada kuartal I-2025. Diproyeksikan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Vietnam pada kuartal berikutnya kembali melambat hingga 3%, disusul kebijakan tarif baru Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.

    Kantor Statistik Nasional Vietnam melaporkan, PDB kuartal I-2025 tumbuh 6,93% dari periode yang sama tahun lalu. Angka ini melambat dari 7,55% pada kuartal IV-2024.

    Ekspor dan investasi asing dalam manufaktur merupakan pendorong utama ekonomi Vietnam. Namun demikian, sektor tersebut kemungkinan tertekan setelah Presiden AS Donald Trump mengumumkan tarif 46% atas ekspor Vietnam ke AS.

    Perdana Menteri (PM) Vietnam Pham Minh Chinh mengatakan, tarif Trump tidak mengubah target pemerintah untuk pertumbuhan minimal 8% tahun ini. Untuk mencapai target tersebut, pertumbuhan untuk kuartal yang tersisa perlu meningkat antara 8,2-8,4%.

    Jika tarif Trump atas barang-barang Vietnam menyebabkan penurunan ekspor 10% ke AS, kantor statistik memperkirakan kondisi ini dapat memangkas pertumbuhan PDB 0,84 poin persentase.

    Pejabat senior di Kantor Statistik, Nguyen Thi Mai Hanh mengatakan sektor garmen, alas kaki, elektronik, dan telepon pintar akan menjadi yang paling terpukul akibat dari kebijakan tarif baru AS ini.

    “Ekspor ke AS merupakan salah satu pendorong utama Vietnam. Tarif tersebut dapat menurunkan investasi asing ke Vietnam, terutama dari mitra Amerika, Korea Selatan, dan China, yang dapat menyebabkan penurunan lapangan kerja dan pendapatan,” kata Nguyen Thi Mai Hanh dikutip dari Reuters, Senin (7/5/2025).

    Di samping itu, data kuartal I-2025 menunjukkan AS tetap menjadi importir terbesar dan surplus perdagangan Vietnam dengan AS naik 22,1% dari tahun sebelumnya menjadi US$ 27,3 miliar. Lalu, produksi industri meningkat 7,8% pada kuartal I secara tahun ke tahun (year-on-year/YoY), melambat dari 11,5% pada kuartal sebelumnya.

    Kemudian ekspor naik 10,6% per tahun pada kuartal I-2025, meningkat dari 7,9% pada kuartal IV-2024. Kantor Statistik Nasional memperingatkan bahwa produksi industri pada kuartal II mungkin menghadapi tantangan karena tarif dan ketidakpastian global.

    Dalam catatan yang diterbitkan pada hari Kamis, firma riset BMI mengatakan tarif AS terhadap Vietnam lebih tinggi dari yang diharapkan dan dapat menyebabkan pertumbuhan PDB meleset dari perkiraannya tahun ini sebesar 7,4% hingga 3 poin persentase.

    “Ini akan secara signifikan merusak model pertumbuhan berbasis ekspor/investasi asing saat ini di Vietnam, yang sangat bergantung pada ekspor ke AS,” kata BMI.

    Sedangkan aktivitas ekonomi di Vietnam, menurut BMI, biasanya melambat pada kuartal I tahun ini karena gangguan dari perayaan Tahun Baru Imlek selama seminggu. Pertumbuhan juga diproyeksikan terdampak tahun ini karena perusahaan menunda keputusan investasi menjelang pengumuman tarif.

    Survei terhadap produsen AS di Vietnam pada Februari menunjukkan perkiraan terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan gangguan pada operasi lokal mereka jika terjadi kenaikan tarif. Sedangkan berdasarkan data kantor statistik, harga konsumen Vietnam naik 3,13% pada Maret dari tahun sebelumnya.

    (shc/ara)

  • Korupsi Berbungkus Zakat untuk Direksi LPEI, Memang Mentalnya Sekaliber Fakir Miskin

    Korupsi Berbungkus Zakat untuk Direksi LPEI, Memang Mentalnya Sekaliber Fakir Miskin

    GELORA.CO – Luar biasa kurang ajarnya para pelaku korupsi di LPEI (Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia) atau yang disebut Indonesia Eximbank ini. Dengan berjamaah mereka memberi berzakat untuk para direksi atau pejabat di bank itu. 

    “Ya, memang itu istilah yang dilazimkan disana, yaitu berzakat. Mestinya sukarela tapi jadi paksarela, kalau tidak kreditnya bakal ditinjau ulang. Paksarela, jadi oxymoron,” kata Andre Vincent Wenas, Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis PERSPEKTIF (LKSP), Jakarta kepada Monitorindonesia.com, Minggu (6/4/2025).  

    Memang istilahnya macam-macam. Dulu dikalangan DPR ada istilah Apel Malang (maksudnya zakat yang berdenominasi rupiah) atau Apel Washington (artinya zakat yang berdenominasi dollar). 

     

    Tapi di LPEI dengan melabeli perilaku koruptif pakai istilah yang berbau keagamaan tertentu mereka merasa tindakannya adalah suatu amaliyah. Dahsyat sekali hipokrisinya, munafik kelas wahid. 

    Didirikan tahun 2009, LPEI “is committed to promoting Indonesian exporters as respectful business players with world-class export products and services to the global market.” (berkomitmen mempromosikan eksportir Indonesia sebagai pelaku bisnis yang terhormat dengan produk dan layanan ekspor kelas dunia ke pasar global). 

    “Begitu seperti tercantum di web-site resmi lembaga itu (indonesiaeximbank.go.id) atau yang popular sekarang LPEI (Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia). Tapi apa yang barusan terjadi? Direksi dan debitur kelas kakapnya tercokok KPK. Terpaksalah mereka mesti merayakan lebaran di dalam bui,” jelasnya.

    Seperti terindikasi dari alamat web-site-nya (dengan akhiran go.id) yang artinya ini institusi resmi pemerintah. Dalam UU No 2 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia yang membahas permodalan LPEI, pada pasal 19, disebutkan bahwa modal awal LPEI ditetapkan empat triliun rupiah. Dan modal awal itu merupakan kekayaan negara. 

    “Kalau dalam operasionalnya modal LPEI jadi berkurang dari empat triliun rupiah, maka pemerintah yang akan menutup kekurangan tersebut. Duit dari mana? Ya dari dana APBN berdasarkan mekanisme yang berlaku. Maka artinya lembaga ini modalnya berasal dari pajak rakyat,” bebernya.

    LPEI didirikan dengan tujuan utama “to boost national export growth and to assist exporters in expanding their business capacity” (untuk meningkatkan pertumbuhan ekspor nasional dan membantu eksportir dalam memperluas kapasitas bisnisnya). 

    Maka para eksportir Indonesia yang butuh pembiayaan untuk keperluan mengekspor produknya bisa minta bantuan LPEI. Dalam kaca mata pemerintah tentu peran LPEI ini untuk memperpesar surplus perdagangan internasional Indonesia. 

    “Kita tahu rumus dasar PDB (Produk Domestik Bruto) adalah PDB = C + I + G + (X – M). Dimana total konsumsi atau belanja rumah tangga plus total investasi ditambah total belanja atau pengeluaran dari pemerintah, ditambah delta atau selisih dari total ekspor dikurangi total impor. Begitulah PDB dikalkulasi,” ungkapnya.

    Maka peran dari LPEI adalah memperbesar faktor X (ekspor), agar terjadi surplus perdagangan secara nasional. Jadi ada misi negara yang seharusnya diemban oleh direksi LPEI ini. Apakah strategis? Tentu sangat strategis. 

    “Tapi di kuartal pertama tahun ini diberitakan bahwa KPK berhasil membongkar skandal yang terjadi di LPEI. Dilaporkan terjadi “kerugian negara” yang mencapai kisaran Rp 11,7 triliun. Dahsyat! Ini salah satu pencapaian terkemuka dalam liga korupsi di Indonesia. Notorious, terkenal lantaran buruknya,” jelas Andre.

    Seorang pengusaha terkemuka, Jimmy Masrin, terseret kasus bersama empat orang lainnya. Ia dikenal sebagai owner dari grup bisnis Lautan Luas. Kasusnya berkaitan dengan pemberian fasilitas kredit kepada PT Petro Energy. Persoalannya? Klasik, umum dilakukan para kreditor besar, semua juga sudah tahu sama tahu. 

    Pertama, side-streaming. Kredit dipakai tidak sesuai peruntukannya. Dibelokkan untuk keperluan lain. Sama seperti kasus 1MDB yang heboh di Malaysia itu. Kedua, soal window-dressing laporan keuangan. Ketiga pemalsuan data jaminan, dan laporan lain-lainnya manyangkut kelemahan atau bahkan skandal dalam pengawasan. Sampai akhirnya ada soal zakat alias kick-back ke manajemen LPEI. 

    Jimmy Masrin yang juga menjabat sebagai Presiden Direktur PT Caturkarsa Megatunggal sekaligus Komisaris Utama PT Petro Energy bukanlah satu-satunya debitur bermasalah. Masih ada Perusahaan lainnya. 

    Sementara empat tersangka lain yang ikut “diamankan” adalah Dwi Wahyudi (Direktur Pelaksana I LPEI), Arif Setiawan (Direktur Pelaksana IV LPEI), Newin Nugroho (Direktur Utama PT Petro Energy), dan Susy Mira Dewi Sugiarta (Direktur Keuangan PT Petro Energy). 

    Disebutkan bahwa KPK telah berkoordinasi dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) saat mereka menghitung potensi kerugian negara terkait dugaan kecurangan dalam pemberian fasilitas kredit LPEI kepada PT Petro Energy. 

    “Dari hasil perhitungannya, kasus ini berpotensi menyebabkan kerugian negara sebesar 60 juta dolar AS, atau setara dengan sekitar Rp 900 miliar. Sekali lagi, perlu diingatkan bahwa kasus kredit LPEI ke PT Petro Energy bukanlah satu-satunya dugaan kecurangan yang tengah diselidiki,” tuturnya.

    KPK juga sedang mengusut 10 debitur lainnya yang diduga terlibat dalam kasus serupa. Kalau ditotal, potensi kerugian negara akibat dugaan penyelewengan oleh kesebelasan (11 debitur) ini diperkirakan mencapai Rp 11,7 triliun.

    Yang menarik, KPK juga mengungkap adanya kode “uang zakat”  dalam kasus dugaan korupsi terkait pemberian fasilitas kredit oleh LPEI kepada PT Petro Energy. Kode ini muncul ketika direksi LPEI “meminta jatah” dari debitur. Ini semacam kick-back, uang sogokan. 

    Sebetulnya, lanjut dia, dugaan fraud di LPEI sudah sejak tahun lalu tercium. Berawal pada 18 Maret 2024 lalu tatkala Menkeu Sri Mulyani menyambangi Kejaksaan Agung untuk melaporkan adanya dugaan penyimpangan di LPEI. Artinya “fraud” de-facto sudah terjadi lama sebelum 2024, kejadiannya bertahun-tahun sebelumnya. 

    Berdasarkan penjelasan Sri Mulyani, LPEI telah membentuk tim terpadu bersama Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Jamdatun Kejaksaan Agung dan Inspektorat Jenderal Kemenkeu. Merekalah yang meneliti kredit-kredit bermasalah di LPEI. 

    Dari hasil penelitian tersebut terindikasi adanya dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh empat debitur. Untuk tahap pertama berjumlah Rp 2,505 triliun. Debiturnya ada empat perusahaan, PT RII sekitar Rp 1,8 triliun, PT SMR Rp 216 miliar, PT SRI Rp 1,44 miliar, PT BRS Rp 300,5 miliar. 

    Lalu pada 1 Februari 2024, dugaan korupsi di LPEI juga dilaporkan BPK ke Kejaksaan Agung. Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan investigatif ditemukan dugaan penyimpangan berindikasi tindak pidana denga potensi kerugian keuangan negara sebesar Rp 81 miliar. 

    Setelah penelaahan, kasus itu disampaikan ke Direktorat Penyelidikan pada 13 Februari 2024 untuk langsung dilakukan penyelidikan. Sehari setelah Sri Mulyani melapor ke Kejaksaan Agung, KPK langsung menaikkan status kasus ke penyidikan pada 19 Maret 2024.  

    Bahkan KPK pun telah menetapkan tujuh tersangka dalam kasus itu dari pihak swasta dan penyelenggara negara. Keputusan itu dijatuhkan usai KPK menggelar rapat ekspose pada 26 Juli 2024. Namun KPK enggan memerinci nama-nama tersangka sampai saat penahanan dilakukan.

    Oleh karena KPK akhirnya telah menetapkan adanya tersangka dalam kasus itu, maka Kejaksaan Agung akhirnya menyerahkan penanganan kasus itu ke KPK. Kasus LPEI ini awalnya ada di Kejaksaan, akhirnya bergeser ke KPK. 

    Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejagung Kuntadi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis, 15 Agustus 2024 mengatakan, “Kejaksaan Agung pada hari ini telah menyerahkan penanganan perkara tindak pidana korupsi di lingkungan LPEI kepada KPK.”

    Pelimpahan data laporan itu, kata Kuntadi, dilakukan agar tidak terjadi tumpang tindih dalam penanganan kasus korupsi LPEI di KPK. Hal ini juga bertujuan agar pemanggilan saksi tidak bentrok antara kedua instansi. 

    “Beres, kedua instansi penegak hukum itu telah serah terima penanganan perkara. Sekarang semua mata tertuju ke KPK. Mampukah KPK mengungkap semua yang terlibat, tanpa pandang bulu, tanpa ada penyimpangan.”

    “Tidak terjadi dugaan pemerasan kepada tersangka seperti yang dilakukan Firli Bahuri dulu. Mudah-mudahan KPK sekarang berbeda, lebih transparan dan jauh lebih professional. Tidak meminta-minta zakat, tak ubahnya seperti fakir miskin,” harapnya menambahkan.

  • Transformasi Digital Sebagai Pilar Ketahanan Ekonomi Nasional di Era Perang Dagang Global – Halaman all

    Transformasi Digital Sebagai Pilar Ketahanan Ekonomi Nasional di Era Perang Dagang Global – Halaman all

     

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Dunia sedang mengalami pergeseran geopolitik dan ekonomi yang luar biasa.

    Direktur Indonesia Digital & Cyber Institute (IDCI) Yayang Ruzaldy mengatakan di tengah tekanan inflasi, krisis energi, dan ketegangan antara negara-negara besar, kebijakan proteksionisme kembali muncul dalam bentuk perang dagang modern. 

    Amerika Serikat baru-baru ini memberlakukan tarif resiprokal terhadap semua mitra dagangnya, termasuk Indonesia dengan tarif sebesar 32 persen. 

    “Hal ini tidak hanya menjadi pukulan bagi neraca perdagangan, tetapi juga menjadi sinyal yang jelas bahwa kekuatan ekonomi di masa depan tidak lagi bergantung pada ekspor fisik saja, tetapi juga pada nilai tambah dari inovasi dan digitalisasi,” ujar Yayang Ruzaldy di Jakarta, Sabtu (5/4/2025).

    Alih-alih melihat kebijakan tarif sebagai batu sandungan, Indonesia harus menggunakannya sebagai momentum untuk bertransformasi.

     Menurut dia ketika biaya logistik meningkat dan akses pasar menjadi lebih terbatas, saluran digital tetap terbuka lebar. 

    “Oleh karena itu, transformasi digital harus menjadi pilar utama dalam strategi ketahanan dan kedaulatan ekonomi nasional, bukan sekadar pelengkap modernisasi,” ujarnya.

    Berikut penjelasan selengkapnya Yayang Ruzaldy soal dampak tarif global terhadap struktur ekonomi Indonesia :

    Tarif 32% yang dikenakan pada sejumlah komoditas unggulan Indonesia berdampak langsung pada sektor manufaktur, pertanian, dan logistik. 

    UMKM yang selama ini menjadi tulang punggung perekonomian nasional juga tertekan oleh lonjakan biaya produksi dan kesulitan mengakses pasar luar negeri.

     Data statistik dari World Integrated Trade Solution (WITS) memperkirakan bahwa setiap kenaikan tarif sebesar 10?pat mengurangi volume ekspor sebesar 7%.

    Dalam konteks Indonesia, dia mengatakan tarif sebesar 32?rarti potensi kerugian ekspor yang signifikan dan efek domino terhadap pendapatan negara, lapangan kerja, dan stabilitas makroekonomi.

    “Namun, justru di tengah tekanan inilah peluang muncul. 

    Dunia sedang memasuki fase penyeimbangan kembali di mana kekuatan ekonomi global tidak lagi semata-mata ditentukan oleh produksi fisik, tetapi oleh efisiensi, kreativitas, dan kecepatan inovasi melalui teknologi digital,” ujar Ruzaldy.

    Transformasi Digital sebagai Solusi Strategis dan Adaptif

    1. Digitalisasi Industri dan Rantai Nilai

    Teknologi digital seperti AI, IoT, dan big data dapat merevolusi proses produksi industri nasional, terutama manufaktur dan logistik. Dengan otomatisasi, efisiensi meningkat dan biaya operasional menurun. 

    Studi McKinsey Global Institute menunjukkan bahwa digitalisasi dapat meningkatkan produktivitas sektor manufaktur sebesar 25%. 

    Blockchain memberikan transparansi dan kecepatan dalam rantai pasokan, bahkan lintas negara, mengurangi ketergantungan pada sistem konvensional yang rentan terguncang oleh kebijakan tarif.

    2. Pemberdayaan UMKM melalui Ekosistem Digital

    Transformasi digital memungkinkan UMKM untuk keluar dari keterbatasan pasar lokal dan menembus pasar global melalui e-commerce, pemasaran berbasis AI, dan pembayaran digital. Laporan Google-Temasek-Bain 2023 memperkirakan bahwa ekonomi digital Indonesia akan mencapai USD 146 miliar pada tahun 2025. Dalam ekosistem ini, fintech dan pinjaman blockchain memfasilitasi akses keuangan untuk usaha kecil, yang secara struktural memperkuat daya saing mereka.

    3. Pengembangan Infrastruktur dan Regulasi Pendukung

    Digitalisasi nasional tidak akan berhasil tanpa infrastruktur yang solid. Indonesia harus mempercepat pembangunan jaringan serat optik, pusat data nasional, dan sistem cloud yang berdaulat. Laporan Bank Dunia 2023 mencatat bahwa logistik digital dan regulasi yang cerdas dapat meningkatkan efisiensi perdagangan lintas batas sebesar 20%. Di saat yang sama, negara harus memastikan kedaulatan data dan keamanan siber untuk menjaga kepercayaan publik dan pelaku bisnis.

    Analisis Strategis: Data, Daya Saing, dan Daya Tahan

    Analisis Kuantitatif

    Transformasi digital memiliki dampak yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, terutama bagi negara berkembang seperti Indonesia. Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) mencatat bahwa digitalisasi dapat menyumbang tambahan 0,75?ri pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) tahunan. 

    Hal ini menunjukkan bahwa adopsi teknologi digital di berbagai sektor dapat meningkatkan efisiensi, produktivitas, dan daya saing perekonomian nasional. Peningkatan ini berasal dari berbagai faktor, seperti digitalisasi industri, adopsi teknologi canggih dalam rantai pasok, dan penguatan ekosistem bisnis berbasis teknologi.

    Selain itu, Bank Dunia memperkirakan sektor digital dan turunannya memiliki potensi besar dalam menciptakan lapangan kerja baru. Menurut laporan terbaru, transformasi digital dapat menciptakan sekitar 27 juta lapangan kerja baru di Indonesia pada tahun 2030. Peningkatan ini akan terjadi seiring dengan semakin banyaknya perusahaan yang mengandalkan teknologi digital, baik dalam proses produksi, pemasaran, maupun distribusi. Hal ini mencerminkan betapa pentingnya digitalisasi dalam mempercepat pertumbuhan ekonomi dan membuka akses lapangan pekerjaan bagi masyarakat.

    Analisis Kualitatif

    Transformasi digital tidak hanya berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi secara kuantitatif, tetapi juga membentuk ekosistem bisnis dan sosial yang lebih tangguh, kolaboratif, dan adaptif terhadap perubahan global. Dengan digitalisasi, para pelaku bisnis, baik dari sektor besar maupun UMKM, dapat lebih fleksibel dalam menyesuaikan strategi bisnisnya dengan perubahan kondisi pasar dan ekonomi global. Teknologi digital juga mendorong peningkatan kolaborasi antar industri, di mana perusahaan-perusahaan dari berbagai sektor dapat terhubung melalui platform digital untuk berbagi sumber daya, informasi, dan inovasi.

    Selain itu, transformasi digital juga memperkuat kapasitas nasional dalam menghadapi guncangan eksternal, seperti embargo perdagangan, fluktuasi harga komoditas, atau gangguan logistik global.

     Dengan sistem berbasis digital, ketahanan ekonomi Indonesia menjadi lebih kuat karena rantai pasok dapat dioptimalkan secara real-time dan ketergantungan terhadap mekanisme konvensional yang rentan terhadap hambatan geopolitik dapat dikurangi. Digitalisasi juga memungkinkan diversifikasi sumber pendapatan bagi negara, sehingga perekonomian tidak hanya bergantung pada ekspor komoditas, tetapi juga sektor-sektor berbasis inovasi dan teknologi.

    Rekomendasi Strategis untuk Semua Pemangku Kepentingan

    1. Pemerintah

    Pemerintah perlu mendesain ulang kebijakan perdagangan luar negeri dengan mengadopsi pendekatan yang mengutamakan digital. Dalam menghadapi tantangan perang dagang global dan proteksionisme, strategi perdagangan berbasis digital akan membantu Indonesia memperluas akses pasar internasional tanpa harus bergantung pada ekspor fisik.

     Pemerintah juga perlu memberikan insentif fiskal bagi perusahaan yang mengadopsi teknologi digital, seperti keringanan pajak bagi industri yang menerapkan otomatisasi, kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI), atau digitalisasi rantai pasok. Selain itu, pembentukan Digital Sovereign Fund merupakan langkah strategis untuk mendukung investasi di sektor teknologi nasional, sehingga mendorong inovasi dan pengembangan ekosistem digital yang mandiri dan berdaya saing tinggi.

    2. Industri dan Sektor Swasta

    Pelaku industri dan perusahaan swasta harus mulai menerapkan otomatisasi dan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) dalam rantai pasok mereka. Dengan penerapan teknologi ini, efisiensi operasional dapat meningkat, biaya produksi dapat ditekan, dan daya saing produk di pasar global akan semakin kuat. Selain itu, industri juga perlu membangun kemitraan regional melalui platform digital Business-to-Business (B2B). Kolaborasi lintas batas berbasis digital ini memungkinkan perusahaan-perusahaan Indonesia untuk terus berpartisipasi dalam rantai pasokan global, meskipun di tengah pengetatan kebijakan proteksionisme dan tarif perdagangan.

    3. UMKM

    UMKM harus bertransformasi menjadi bisnis digital-native untuk memperluas jangkauan pasar mereka ke tingkat global. Dengan memanfaatkan e-commerce lintas negara, para pelaku UMKM dapat menjangkau konsumen internasional tanpa harus bergantung pada ekspor konvensional. Selain itu, penggunaan teknologi finansial (tekfin) menjadi kunci dalam meningkatkan akses permodalan dan pengelolaan keuangan yang lebih modern. Fintech memungkinkan UMKM memperoleh modal usaha melalui skema kredit digital atau blockchain lending, sehingga dapat lebih mudah berkembang tanpa terkendala keterbatasan akses perbankan tradisional.

    4. Investor

    Investor sebaiknya memprioritaskan investasi pada perusahaan rintisan teknologi lokal, terutama yang berfokus pada sektor logistik digital dan ekosistem kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI). Investasi di bidang-bidang ini akan mempercepat transformasi digital nasional sekaligus meningkatkan daya saing Indonesia dalam ekonomi digital global. Selain itu, kolaborasi antara modal ventura dan inkubator digital nasional juga perlu didorong. Dengan ekosistem yang kuat, perusahaan rintisan teknologi di Indonesia dapat berkembang lebih cepat dan memberikan dampak ekonomi yang signifikan, baik dalam penciptaan lapangan kerja maupun peningkatan produktivitas industri.

    5. Akademisi dan Komunitas Digital

    Dunia akademis perlu melakukan reformasi kurikulum pendidikan vokasi dan universitas agar dapat menghasilkan talenta digital yang siap bersaing di industri. Kurikulum yang relevan dengan perkembangan teknologi, seperti AI, data science, dan blockchain, harus segera diimplementasikan untuk memastikan lulusannya siap menghadapi tantangan dunia kerja yang semakin terdigitalisasi. Selain itu, para akademisi dan komunitas digital juga harus aktif dalam penelitian berbasis data dan inovasi kebijakan untuk mendukung arah pengembangan digital nasional. Hasil riset ini dapat menjadi dasar bagi pemerintah dan sektor industri dalam merancang kebijakan dan strategi bisnis berbasis teknologi yang lebih efektif dan berkelanjutan.

    Dengan langkah-langkah strategis tersebut, seluruh pemangku kepentingan dapat berperan aktif dalam membangun ketahanan ekonomi digital Indonesia. 

    Kolaborasi antara pemerintah, industri, UMKM, investor, dan akademisi menjadi kunci utama dalam memastikan bahwa transformasi digital tidak hanya sekadar adaptasi terhadap perkembangan zaman, tetapi juga menjadi fondasi bagi kemandirian dan pertumbuhan ekonomi nasional yang berkelanjutan.

    Menyatukan Langkah, Mencapai Kedaulatan Ekonomi Digital

    Kebijakan tarif resiprokal dan perang dagang global bukanlah akhir dari kisah pertumbuhan Indonesia, melainkan titik balik menuju kemandirian yang lebih besar.

     Transformasi digital bukan sekadar adopsi teknologi, tetapi merupakan lompatan strategis bagi bangsa ini untuk keluar dari ketergantungan struktural dan membangun ekonomi berbasis pengetahuan, kreativitas, dan inovasi.

    Dengan kepemimpinan yang berani dan kolaborasi lintas sektor-pemerintah, bisnis, akademisi, dan komunitas-Indonesia tidak hanya dapat bertahan, tetapi juga unggul sebagai kekuatan digital baru di Asia dan dunia.

  • Apa itu kebijakan tarif Trump dan bagaimana dampaknya bagi Indonesia?

    Apa itu kebijakan tarif Trump dan bagaimana dampaknya bagi Indonesia?

    Sumber foto: Antara/elshinta.com.

    Apa itu kebijakan tarif Trump dan bagaimana dampaknya bagi Indonesia?
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Jumat, 04 April 2025 – 21:24 WIB

    Elshinta.com – Pada 2 April 2025, Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengumumkan kebijakan tarif impor baru yang mengejutkan dunia.

    Dalam pidatonya, ia menyebut langkah ini sebagai bagian dari Liberation Day, strategi besar untuk membebaskan ekonomi Amerika dari ketergantungan pada impor.

    Semua barang impor kini dikenai tarif dasar sebesar 10 persen, tetapi negara-negara dengan defisit perdagangan besar terhadap AS mendapat tarif tambahan.

    Indonesia termasuk dalam daftar yang terkena dampak terbesar dengan tarif mencapai 32 persen.

    Bagi eksportir Indonesia, ini bukan sekadar angka di atas kertas. Industri tekstil, alas kaki, furnitur, karet, hingga perikanan selama ini mengandalkan pasar AS sebagai salah satu tujuan utama ekspor.

    Tarif baru ini berpotensi membuat produk Indonesia kehilangan daya saing, terutama jika dibandingkan dengan negara-negara yang dikenai tarif lebih rendah.

    Sebagai contoh, Brasil hanya dikenai tarif 10 persen, sementara negara penghasil kakao seperti Pantai Gading dan Ghana mendapat tarif 21 dan 10 persen.

    Dampak kebijakan tarif itu tidak seragam bagi semua sektor. Bagi industri alas kaki, yang sekitar 40 persen produknya diekspor ke AS, kebijakan ini bisa menjadi pukulan berat. Harga jual yang lebih tinggi akibat tarif impor dapat membuat produk Indonesia kalah bersaing dengan negara-negara seperti Vietnam dan Meksiko.

    Namun, bagi sektor perikanan, terutama ekspor udang, ada peluang tersembunyi. Vietnam, yang selama ini menjadi pesaing utama Indonesia di sektor ini, dikenai tarif lebih tinggi, yaitu 46 persen.

    Dengan strategi yang tepat, eksportir Indonesia justru bisa merebut pangsa pasar dari negara pesaing yang lebih terdampak.

    Reaksi pasar terhadap kebijakan ini diperkirakan akan cukup cepat. Pengamat pasar uang Ibrahim Assuaibi mengingatkan potensi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) akan berada pada fase bearish (pelemahan) pascapenerapan tarif impor oleh Presiden Donald Trump.

    Bahkan, ia memproyeksikan IHSG berpotensi melemah signifikan sebesar 2- 3 persen pada Selasa (8/4), atau hari pertama perdagangan Bursa setelah libur panjang memperingati Hari Raya Idul Fitri 1446 Hijriah.

    Namun, jika dibandingkan dengan kejutan ekonomi besar lainnya, penurunan ini relatif terkendali. Hal ini disebabkan oleh kesiapan pelaku pasar yang sudah mengantisipasi langkah Trump sejak awal 2025.

    Ketika presiden AS memberi sinyal proteksionisme, investor mulai melakukan pergeseran portofolio. Mereka mengurangi eksposur terhadap sektor manufaktur berbasis ekspor dan beralih ke sektor berbasis domestik seperti infrastruktur dan konsumsi.

    Akibatnya, tidak ada kepanikan besar di pasar saham. Pelaku pasar yang lebih peka sudah mengurangi risiko jauh sebelum kebijakan ini diumumkan.

    Jalan Tengah

    Pemerintah Indonesia pun mulai mengambil langkah strategis. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan bahwa pemerintah akan melakukan negosiasi ulang dengan AS untuk mencari jalan tengah terkait kebijakan tarif ini.

    Pertanyaannya, apakah ini cukup untuk mengatasi dampak jangka panjangnya? Jika Indonesia hanya bereaksi tanpa strategi jangka panjang, maka kita akan terus berada dalam posisi defensif.

    Salah satu langkah yang perlu segera dilakukan adalah meningkatkan efisiensi logistik dalam negeri. Saat ini, biaya logistik di Indonesia masih berkisar 14 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB), jauh lebih tinggi dibandingkan negara-negara lain di kawasan.

    Jika inefisiensi ini bisa ditekan, maka eksportir masih memiliki peluang untuk menjaga daya saing meskipun menghadapi kenaikan tarif impor di AS.

    Selain itu, kebijakan tarif baru ini juga membuka peluang di sektor investasi. Yang jarang disadari banyak pihak adalah kebijakan proteksionis AS akan menggeser rantai pasok global.

    Perusahaan-perusahaan multinasional yang sebelumnya beroperasi di Vietnam atau Tiongkok kini mungkin mencari lokasi produksi baru yang lebih stabil dan tidak terkena dampak langsung dari kebijakan Trump.

    Indonesia bisa menjadi kandidat utama bagi pergeseran investasi ini, tetapi hanya jika kita mampu bertindak cepat dan menyediakan ekosistem investasi yang menarik.

    Investor global saat ini mencari negara dengan stabilitas ekonomi, kepastian regulasi, dan insentif yang menarik.

    Jika Indonesia dapat memberikan jaminan tersebut, ada peluang besar untuk menarik gelombang investasi manufaktur yang sebelumnya dialokasikan ke negara lain.

    Tentu saja ini tidak akan terjadi secara otomatis. Pemerintah harus segera merancang kebijakan yang mendukung, mulai dari reformasi regulasi hingga pemberian insentif fiskal bagi investor yang ingin membangun fasilitas produksi di Indonesia.

    Selain investasi, strategi diversifikasi pasar juga menjadi kunci dalam menghadapi dinamika perdagangan global.

    Ketergantungan terhadap pasar AS harus dikurangi dengan memperkuat ekspor ke kawasan lain, seperti Eropa, Timur Tengah, dan Afrika. Saat ini, beberapa negara di Timur Tengah dan Afrika menunjukkan peningkatan permintaan terhadap produk manufaktur dan komoditas dari Asia.

    Jika Indonesia dapat membangun hubungan dagang yang lebih kuat dengan negara-negara ini, dampak dari kebijakan tarif AS dapat lebih diminimalisasi.

    Dalam jangka panjang, kebijakan tarif ini mengajarkan satu hal penting: bahwa dunia perdagangan global semakin tidak dapat diprediksi.

    Dulu, banyak negara percaya bahwa liberalisasi perdagangan adalah arah masa depan yang tidak bisa dibendung. Namun, kebijakan Trump membuktikan bahwa proteksionisme masih bisa muncul kapan saja dan mengubah lanskap ekonomi dunia.

    Jangan Panik

    Bagi Indonesia, ini bukan saatnya untuk panik, melainkan waktu untuk bertindak dengan strategi yang tepat.

    CEO Indonesian Business Council (IBC) Sofyan Djalil menyampaikan usulan langkah strategis yang dapat diambil pemerintah, mencakup fokus pada upaya untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan memberikan dukungan kepada industri yang terdampak, termasuk di dalamnya UMKM yang merupakan bagian dari mata rantai industri ekspor.

    Upaya ini perlu didukung dengan kebijakan yang kondusif, kepastian regulasi, dan reformasi struktural dalam kemudahan berbisnis. Langkah ini diperlukan untuk meningkatkan produktivitas nasional dan daya saing ekspor.

    Kemudian, pemerintah harus mengambil langkah renegosiasi dengan pemerintah AS dan mengkaji kembali kerangka perjanjian dagang antara kedua negara, untuk mengupayakan penerapan tarif yang lebih adil dan berimbang.

    Hal ini tidak hanya bertujuan untuk mempertahankan hubungan dagang yang telah berlangsung, tapi juga memperluas potensi penguatan perdagangan melalui penguatan diplomasi dagang yang aktif.

    Pemerintah juga perlu mengambil langkah negosiasi multilateral bersama negara- negara ASEAN untuk mendorong tatanan perdagangan internasional yang lebih adil dan setara.

    ASEAN merupakan mitra dagang yang sangat besar dan penting, sehingga baik AS maupun ASEAN akan sama-sama diuntungkan melalui upaya negosiasi dan diplomasi dagang ketimbang penerapan kebijakan yang sepihak.

    Pada akhirnya, penting untuk memperluas perjanjian kerja sama perdagangan bilateral dan multilateral serta mempercepat penyelesaian perundingan dagang (FTA) yang saat ini sedang berlangsung. Perjanjian kerja sama dengan negara-negara dan kawasan-kawasan akan memperluas akses pasar baru untuk Indonesia.

    Di sisi lain, efisiensi sektor manufaktur harus ditingkatkan, investasi harus ditarik dengan kebijakan yang lebih proaktif, dan pasar ekspor harus diperluas agar tidak terlalu bergantung pada AS. Dalam kondisi seperti ini, negara yang mampu beradaptasi dengan cepat akan menjadi pemenang.

    Dari perspektif investor, momen seperti ini justru bisa menjadi peluang terbaik untuk mencari saham berkualitas dengan potensi pertumbuhan tinggi.

    Pasar sedang mengalami fase konsolidasi setelah tekanan eksternal, dan dalam kondisi seperti ini, saham-saham dengan fundamental kuat memiliki peluang besar untuk tumbuh dalam jangka panjang.

    Pada akhirnya, kebijakan tarif Trump adalah bagian dari dinamika global yang tidak bisa dihindari. Namun, bukan berarti Indonesia harus menerimanya sebagai ancaman tanpa perlawanan.

    Dengan pemahaman yang tepat, langkah strategis yang terarah, serta sikap yang optimistis, Indonesia bisa menjadikan kebijakan ini sebagai batu loncatan menuju ekonomi yang lebih kuat dan lebih tangguh dalam menghadapi tantangan global.

     

     

     

     

     

    Sumber : Antara

  • Ekonom: Efek Tarif Trump Berpotensi Tekan Nilai Tukar Rupiah

    Ekonom: Efek Tarif Trump Berpotensi Tekan Nilai Tukar Rupiah

    Bisnis.com, JAKARTA – Institute for Development of Economics and Finance (Indef) memandang bahwa kebijakan tarif baru Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump berpotensi menekan nilai tukar rupiah ke depan.

    Ekonom Senior Indef M. Fadhil Hasan menjelaskan bahwa penerapan tarif baru itu memiliki implikasi terhadap sisi perdagangan Indonesia hingga depresiasi nilai tukar rupiah.

    Menurutnya, produk ekspor negara lain yang dijual di AS akan mengalami kenaikan harga, sehingga mendorong peningkatan inflasi di negeri Paman Sam. Hal tersebut akan memicu bank sentral AS Federal Reserve untuk menyesuaikan kebijakan moneter.

    “Kalau misalnya inflasi itu meningkat di Amerika, maka kebijakan The Fed itu biasanya menghentikan atau mengontrol inflasi itu adalah dengan menaikkan tingkat suku bunga,” kata Fadhil dalam diskusi publik secara virtual, Jumat (4/4/2025).

    Dia memaparkan bahwa peningkatan suku bunga itu akan memicu terjadinya capital outflow (aliran modal keluar) dari pasar negara berkembang alias emerging market ke AS.

    Hal ini dimungkinkan oleh peningkatan suku bunga dari obligasi yang dijual di AS. Semakin tinggi tingkat suku bunga obligasi, maka tingkat keuntungan atau yield terkait juga akan meningkat.

    “Sehingga mungkin akan terjadi outflow dari negara-negara emerging market ke Amerika itu. Nah ini yang kemudian saya kira menyebabkan terjadinya depresiasi lebih lanjut daripada nilai tukar rupiah kita,” lanjutnya.

    Menurutnya, depresiasi nilai tukar rupiah memiliki dampak yang luas terhadap beberapa hal, antara lain utang luar negeri hingga kondisi fiskal dalam negeri.

    Itu sebabnya, dia menyebut bahwa pemerintah mesti menyiapkan antisipasi terkait rupiah, di samping mengukur dampak terhadap aktivitas ekspor.

    Sebagai informasi, Trump resmi menetapkan bahwa semua mitra dagang AS akan dikenakan tarif setidaknya 10% ke depannya, sedangkan negara-negara yang dianggap memiliki hambatan tinggi terhadap barang-barang AS akan menghadapi tarif lebih besar.

    Alasannya, seperti yang disampaikan dalam banyak pidatonya, Trump ingin mewujudkan anggaran berimbang (balance budget) alias defisit APBN nol persen terhadap produk domestik bruto dalam masa pemerintahannya.

    “Ini adalah deklarasi kemerdekaan kita,” kata Trump di Rose Garden, Gedung Putih dilansir dari Reuters.

    Produk-produk Indonesia sendiri dikenai tarif bea masuk sebesar 32%. Padahal, sebelumnya hanya 10%—bahkan beberapa barang konsumsi sepenuhnya bebas bea masuk karena Indonesia menikmati fasilitas Generalized System of Preferences (GSP) yang diberikan oleh pemerintah AS kepada negara-negara berkembang.

  • Ekonomi Dunia Bergejolak, Said Abdullah Dorong Pemerintah Bergerak di WTO dan Dalam Negeri

    Ekonomi Dunia Bergejolak, Said Abdullah Dorong Pemerintah Bergerak di WTO dan Dalam Negeri

    Ekonomi Dunia Bergejolak, Said Abdullah Dorong Pemerintah Bergerak di WTO dan Dalam Negeri
    Tim Redaksi
    KOMPAS.com
    – Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI
    Said Abdullah
    menyampaikan bahwa pemerintah Indonesia perlu segera mengambil langkah-langkah strategis baik di tingkat internasional maupun domestik untuk menjaga
    stabilitas ekonomi
    nasional di tengah ketidakpastian global yang makin kompleks.
    “Di dalam negeri, Indonesia tengah menghadapi tantangan serius, mulai dari penurunan daya beli masyarakat hingga volatilitas tinggi di pasar saham dan sektor keuangan,” ujarnya dalam keterangan pers, Rabu (3/4/2025).
    Sebagai respons terhadap ketidakpastian tersebut, Said merinci beberapa poin kebijakan yang perlu segera disiapkan oleh pemerintah.
    Pertama
    , mendorong inisiatif di forum World Trade Organization (
    WTO
    ). Pemerintah perlu melakukan penyehatan sistem perdagangan global yang lebih adil dan mendukung pertumbuhan ekonomi dunia secara berkelanjutan.
    “Kami tidak ingin kepentingan negara adidaya justru mengorbankan kesejahteraan masyarakat global,” tegasnya.
    Indonesia, lanjut Said, perlu kembali mengingatkan dunia atas tujuan utama WTO, yaitu menegakkan prinsip perdagangan nondiskriminatif dan meningkatkan kapasitas perdagangan internasional.
    Tujuan WTO lainnya adalah menjaga transparansi, mendorong perdagangan bebas, serta menjadi forum penyelesaian sengketa perdagangan antarnegara.
    “Kedua
    , menyiapkan langkah strategis dalam negeri,” ucap Said.
    Untuk merespons ketidakpastian global yang berkepanjangan, pemerintah juga perlu segera melakukan langkah-langkah strategis di dalam negeri, antara lain:
    Melindungi produk-produk ekspor Indonesia di pasar internasional dan mencari pasar alternatif jika pasar utama terhambat akibat kebijakan tarif yang membuat harga menjadi tidak kompetitif.
    “Langkah ini penting untuk mempertahankan surplus neraca perdagangan,” ujar Said.
    Memastikan kebijakan penempatan 100 persen devisa hasil ekspor di dalam negeri berjalan efektif dan dipatuhi oleh para eksportir.
    “Ini adalah cara untuk memperkuat cadangan devisa dan stabilitas rupiah,” kata Said.
    Menurut Said, penting untuk menyiapkan instrumen
    hedging fund
    sebagai pembayaran impor oleh para importir.
    Mengembangkan kerja sama bilateral
    currency swap
    dengan negara mitra dagang strategis, guna mengurangi ketergantungan terhadap dolar AS dalam transaksi internasional.
    Menyusun kebijakan fiskal kontra-siklus (
    counter-cyclical
    ) yang mendukung dunia usaha menghadapi perlambatan global, tanpa mengorbankan kesehatan fiskal nasional.
    Meningkatkan infrastruktur dan regulasi di sektor pasar saham dan keuangan untuk menjadikannya lebih inklusif dan menarik bagi investor global.
    Membangun sistem komunikasi publik yang terpercaya, dialogis, dan komunikatif, sebagai sumber informasi yang akurat yang dapat di rujuk oleh para pelaku usaha.
    Said menyampaikan keprihatinannya terhadap dinamika ekonomi global yang kembali diselimuti ketidakpastian akibat gelombang proteksionisme perdagangan, yang dimulai dari Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Presiden
    Donald Trump
    .
    “Dunia kembali dihadapkan awan kelabu. Distorsi mulai terjadi akibat kebijakan pengenaan tarif dari berbagai negara, yang dipicu oleh memanasnya kembali tensi dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok,” jelasnya. 
    Hal tersebut, lanjut dia, menandai babak kedua
    perang dagang
    , setelah babak pertama terjadi pada 2018 silam.
    Padahal, dalam dua tahun terakhir, ekonomi dunia mulai menunjukkan tanda-tanda pemulihan pascapandemi Covid-19 dan perang berkepanjangan antara Rusia dan Ukraina. 
    “Namun, kondisi tersebut kembali terancam setelah Donald Trump kembali terpilih sebagai Presiden Amerika Serikat pada November 2024 lalu,” imbuh Said.
    Di bawah kepemimpinan Trump, AS kembali masuk ke dalam arena konflik dagang dengan produk domestik bruto (PDB) terbesar di dunia mencapai 27,7 triliun dollar AS.
    Tiongkok kini juga menyandang status sebagai kekuatan ekonomi baru dengan PDB sebesar 17,7 triliun dollar AS.
    Presiden Trump juga melancarkan kebijakan dagang agresif terhadap negara-negara tetangga seperti Kanada dan Meksiko, memperluas jangkauan gelombang proteksionisme yang kini mulai menyebar ke berbagai belahan dunia.
    Dalam berbagai pernyataannya, Trump menegaskan keberpihakan terhadap kebijakan tarif sebagai instrumen untuk meningkatkan penerimaan negara, mengurangi defisit perdagangan, serta memperkecil kesenjangan antara nilai ekspor dan impor. 
    “Pandangan tersebut sekaligus menandai pergeseran tajam posisi AS dari negara penganjur perdagangan bebas menjadi pengusung kebijakan proteksionis,” ucap Said.
    Pada era Presiden William McKinley, AS juga pernah menerapkan tarif tinggi lewat kebijakan McKinley Tariff pada 1890. 
    Kebijakan tersebut dianggap sebagai salah satu penyebab terjadinya depresi panjang global (
    long depression
    ) antara tahun 1873 hingga 1896.
    Kondisi saat ini menimbulkan kekhawatiran akan terulangnya petaka ekonomi global, terutama karena negara-negara besar, seperti Uni Eropa, Tiongkok, Kanada, dan Meksiko telah mulai merespons dengan kebijakan serupa.
    Hal yang paling memprihatinkan, Indonesia pun tak luput dari imbasnya. Pemerintahan Trump baru-baru ini menerapkan tarif sebesar 32 persen terhadap berbagai produk ekspor asal Indonesia ke pasar AS.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Usai Tarif Trump, AS Minta Negara NATO Tambah Anggaran Pertahanan Masing-masing

    Usai Tarif Trump, AS Minta Negara NATO Tambah Anggaran Pertahanan Masing-masing

    Brussels

    Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Marco Rubio mengatakan kepada sekutunya di Organisasi Pertahanan Atlantik Utara (NATO) bahwa Washington tetap berkomitmen pada aliansi tersebut. Tetapi, pemerintahan Presiden Donald Trump meminta anggota NATO menaikkan anggaran pertahanan masing-masing.

    Dilansir Reuters, Jumat (4/4/2025), Rubio menyampaikan hal itu saat bertemu dengan sesama menteri luar negeri NATO yang berkumpul di Brussels, Belgia, dengan beberapa pejabat Eropa. Mereka merasa yakin dengan komitmen AS terhadap aliansi tersebut di tengah meningkatnya ketegangan atas tarif perdagangan baru dari Donald Trump.

    Kata-kata dan tindakan pemerintahan Trump selama beberapa bulan terakhir telah menimbulkan pertanyaan tentang masa depan NATO yang telah menjadi landasan keamanan Eropa selama 75 tahun terakhir. Rubio pun menepis keraguan tentang komitmen AS terhadap aliansi tersebut sebagai ‘histeria’.

    “Amerika Serikat ada di NATO, Amerika Serikat aktif di NATO seperti sebelumnya,” katanya kepada wartawan.

    “Dia tidak menentang NATO. Dia menentang NATO yang tidak memiliki kemampuan yang dibutuhkannya untuk memenuhi kewajiban yang dibebankan perjanjian tersebut kepada setiap negara anggota,” kata Rubio tentang Trump.

    Trump pernah mengatakan anggota aliansi militer itu harus membelanjakan 5% dari produk domestik bruto untuk pertahanan masing-masing. Angka itu merupakan peningkatan besar dari target 2% dan merupakan persentase yang saat ini tidak dicapai oleh negara NATO mana pun, termasuk AS.

    Washington juga secara blak-blakan memberi tahu negara-negara Eropa bahwa mereka tidak dapat lagi berfokus pada keamanan benua itu. Sekutu AS di Eropa pun mulai cemas mencari perincian tentang kerangka waktu dan sejauh mana AS bermaksud mengurangi keterlibatannya dalam NATO selama berminggu-minggu untuk mengoordinasikan proses peningkatan pertahanan Eropa guna menghindari kesenjangan keamanan di Eropa.

    “Kami ingin meninggalkan sini dengan pemahaman bahwa kami berada di jalur yang realistis, di mana setiap anggota berkomitmen dan memenuhi janji untuk mencapai hingga 5% dari pengeluaran,” katanya seraya menambahkan bahwa kebijakan itu juga akan dilakukan AS.

    “Tidak seorang pun berharap bahwa Anda akan mampu melakukan ini dalam satu atau dua tahun. Namun, jalannya harus nyata,” sambungnya.

    Seorang pejabat Eropa, yang berbicara dengan syarat anonim, mengatakan pertemuan dengan Rubio sangat meyakinkan. Dia mengatakan Rubio tidak berkonfrontasi dengan negara manapun.

    Namun, mencapai 5% dari pengeluaran PDB untuk pertahanan akan sulit bagi banyak negara NATO. Menurut perkiraan NATO, beberapa ekonomi besar di benua itu, seperti Italia dan Spanyol, termasuk di antara yang berada di bawah target 2% saat ini, masing-masing sekitar 1,5% dan 1,3%. Dua puluh tiga dari 32 anggota aliansi memenuhi atau melampaui target 2% tahun lalu.

    “Untuk saat ini, saya rasa 5% mungkin terlalu tinggi,” kata Menteri Luar Negeri Portugal Paulo Rangel seraya mencatat bahwa Portugal, yang menghabiskan 1,55% PDB untuk pertahanan tahun lalu, perlu mencapai 2% dan kemudian memiliki rencana sebelum dapat memenuhi target baru.

    Lihat juga Video: Grafik Tarif Terbaru untuk 185 Negara, Indonesia Kena 32%

    (haf/imk)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Hancurkan Kota, Tenggelamkan Ribuan Rumah, dan Tewaskan 298.000 Orang

    Hancurkan Kota, Tenggelamkan Ribuan Rumah, dan Tewaskan 298.000 Orang

    PIKIRAN RAKYAT – Pemerintah Jepang baru-baru ini merilis laporan terbaru mengenai potensi gempa bumi berkekuatan 9 magnitudo yang berisiko menewaskan hingga 298.000 orang. Prediksi ini didasarkan pada pemodelan terbaru dari Kantor Kabinet Jepang, yang memperbarui data seismik dan geologi di wilayah rawan gempa.

    Zona Risiko dan Penyebab Gempa

    Gempa dahsyat ini diperkirakan akan terjadi di sepanjang Palung Nankai, yang membentang sekitar 900 km dari Shizuoka di barat Tokyo hingga ujung selatan Pulau Kyushu. Palung ini merupakan tempat pertemuan Lempeng Laut Filipina yang menyusup ke bawah Lempeng Eurasia.

    “Lempeng ini tersangkut saat bergerak dan menyimpan energi super besar. Jika terlepas, pastinya mengakibatkan gempa bumi berskala masif,” ujar laporan tersebut.

    Jepang sendiri merupakan salah satu negara paling rawan gempa di dunia, dengan probabilitas sekitar 80% bahwa gempa berkekuatan 8 hingga 9 dapat terjadi dalam beberapa dekade mendatang.

    Dampak Kemanusiaan dan Infrastruktur

    Jika gempa bumi 9 magnitudo benar-benar terjadi, dampaknya diprediksi sangat besar:

    Korban Jiwa: Sekitar 298.000 orang berpotensi meninggal, dengan 215.000 di antaranya akibat tsunami. Kerusakan Bangunan: Sekitar 73.000 bangunan diperkirakan akan hancur akibat guncangan, sementara 9.000 bangunan lainnya akan terbakar. Pengungsi: Diperkirakan sebanyak 1,23 juta orang harus dievakuasi ke tempat aman. Kerugian Ekonomi: Total kerugian ekonomi diprediksi mencapai 270,3 triliun yen (sekitar Rp30.699 triliun), atau hampir setengah dari produk domestik bruto (PDB) Jepang. Pelajaran dari Gempa 2011

    Jepang masih memiliki trauma mendalam dari gempa dan tsunami dahsyat yang terjadi pada tahun 2011. Gempa berkekuatan 9,1 yang terjadi saat itu menewaskan lebih dari 15.000 orang dan menyebabkan kehancuran tiga reaktor di pembangkit listrik tenaga nuklir Fukushima.

    Peristiwa ini mendorong pemerintah untuk meningkatkan sistem peringatan dini dan kesiapsiagaan terhadap bencana serupa di masa depan.

    Pemerintah Jepang pun menegaskan pentingnya langkah-langkah mitigasi untuk menghadapi potensi bencana ini:

    Pembangunan Infrastruktur Tahan Gempa: Jepang terus memperkuat struktur bangunan dengan teknologi tahan gempa terbaru. Sistem Peringatan Dini: Sistem ini memungkinkan warga mendapatkan peringatan beberapa detik sebelum gempa terjadi, memberi mereka waktu untuk berlindung. Simulasi dan Latihan Darurat: Penduduk Jepang secara rutin melakukan latihan evakuasi guna mempersiapkan diri menghadapi bencana besar. Strategi Evakuasi dan Bantuan Darurat: Pemerintah telah menyiapkan skenario darurat untuk memastikan evakuasi berjalan lancar dan kebutuhan dasar pengungsi terpenuhi. Kolaborasi Internasional: Jepang juga bekerja sama dengan negara lain dalam penelitian seismik untuk meningkatkan prediksi dan penanganan gempa bumi.

    Meskipun prediksi ini hanya berupa simulasi dan bukan ramalan pasti, Jepang menanggapinya dengan serius.

    “Harap diingat, ini adalah prediksi dan permodelan, bukan ramalan kejadian di masa depan. Namun, Jepang merasa penting untuk membuat proyeksi ini sebagai strategi tanggap bencana di masa depan,” tutur laporan Kantor Kabinet Jepang, dikutip Pikiran-Rakyat.com dari Reuters.

    Dengan kesiapan dan mitigasi yang matang, Jepang berharap dapat meminimalkan dampak dari gempa bumi besar yang berpotensi terjadi di masa mendatang. Perencanaan yang baik dan kesiapsiagaan masyarakat menjadi kunci dalam menghadapi risiko bencana ini.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Imbas Tarif Trump, Pengusaha Minta Pemerintah Cari Market Baru

    Imbas Tarif Trump, Pengusaha Minta Pemerintah Cari Market Baru

    Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah diminta mencari pasar ekspor baru pasca kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang menetapkan tarif timbal balik (reciprocal tariff) ke Indonesia sebesar 32%.

    Wakil Ketua Umum (WKU) Bidang Kebijakan Publik Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Chandra Wahjudi menjelaskan bahwa keputusan itu perlu diambil guna menjaga neraca dagang Indonesia tetap positif. Mengingat selama ini surplus perdagangan masih ditopang oleh ekspor ke AS.

    “Kita juga harus mencari market baru untuk mengurangi ketergantungan pada pasar AS,” jelasnya kepada Bisnis, dikutip Jumat (4/4/2025).

    Chandra juga menyebut pemerintah perlu segera melakukan percepatan perjanjian perdagangan baik secara bilateral dan multilateral dengan sejumlah negara lain untuk memperluas pasar Indonesia.

    Kemudian, untuk menjaga hubungan dagang Indonesia – Amerika, Chandra menyebut pemerintah perlu melakukan pendekatan diplomatik untuk mencari jalan terbaik dari keputusan Tarif Trump tersebut.

    “Negosiasi melalui pendekatan diplomatik harus segera dilakukan untuk mencari win-win solution,” tegasnya.

    Kebijakan Tarif Trump

    Sebagai informasi, Trump resmi menetapkan bahwa semua mitra dagang AS akan dikenakan tarif setidaknya 10% ke depannya, sedangkan negara-negara yang dianggap memiliki hambatan tinggi terhadap barang-barang AS akan menghadapi tarif lebih besar. 

    Alasannya, seperti yang disampaikan dalam banyak pidatonya, Trump ingin mewujudkan anggaran berimbang (balance budget) alias defisit APBN nol persen terhadap produk domestik bruto dalam masa pemerintahannya. 

    “Ini adalah deklarasi kemerdekaan kita,” kata Trump di Rose Garden, Gedung Putih dilansir dari Reuters. 

    Produk-produk Indonesia sendiri dikenai tarif bea masuk sebesar 32%. Padahal, sebelumnya hanya 10%—bahkan beberapa barang konsumsi sepenuhnya bebas bea masuk karena Indonesia menikmati fasilitas Generalized System of Preferences (GSP) yang diberikan oleh pemerintah AS kepada negara-negara berkembang.

  • Trump Tetapkan Tarif 32% ke RI, Ini Dampak ke Penerimaan Negara

    Trump Tetapkan Tarif 32% ke RI, Ini Dampak ke Penerimaan Negara

    Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump resmi menetapkan tarif bea masuk sebesar 32% untuk produk asal Indonesia. Penerimaan negara pun bisa berdampak atas kebijakan tersebut.

    Manajer Riset Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar melihat perekonomian dalam negeri akan terdampak secara langsung maupun tidak langsung atas kebijakan tarif Trump tersebut.

    Dampak langsungnya, sektor tekstil, alas kaki, dan elektronik yang pangsa pasarnya besar di AS akan mengalami penurunan pendapatan. Sementara itu, dampak tidak langsung yakni pelemahan perekonomian negara mitra dagang utama Indonesia lain seperti China dan Jepang.

    Barang asal China sendiri dikenai tarif tambahan 34%, sedangkan Jepang sebesar 24%. Akibatnya, ekspor Indonesia ke dua negara tersebut juga berpotensi berkurang.

    “Dampak tidak langsung lainnya seperti pelemahan harga komoditas terutama energi. Padahal, penerimaan pajak kita dipengaruhi oleh harga komoditas,” ujar Fajry kepada Bisnis, Kamis (3/4/2025).

    Lebih lanjut, pelemahan ekspor berpotensi menyebabkan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS akan semakin lemah. Akibatnya, terjadi penurunan keuntungan korporasi dalam bentuk rupiah. 

    Sejalan dengan itu, setoran pajak penghasilan korporasi (PPh Badan) berpotensi berkurang terutama dari sektor pengolahan. Oleh sebab itu, kebijakan tarif Trump akan turut berdampak negatif kepada penerimaan negara.

    Pertanyaannya kini, seberapa besar? Fajry melihat tidak terlalu signifikan.

    Dia beralasan, selama ini kontribusi perdagangan internasional ke produksi domestik bruto (PDB) cenderung sedikit. Pada 2024, Badan Pusat Statistik mencatat kontribusi net ekspor terhadap pertumbuhan ekonomi berada di level kontraksi yaitu -0,01%.

    “Jadi saya kira dampaknya ke penerimaan pajak cukup terbatas. Namun semua akan tergantung pada seberapa besar dampak tidak langsung yang ditimbulkan terutama pada harga komoditas,” ujarnya.

    Sebagai informasi, Trump resmi menetapkan bahwa semua mitra dagang AS akan dikenakan tarif setidaknya 10% ke depannya, sedangkan negara-negara yang dianggap memiliki hambatan tinggi terhadap barang-barang AS akan menghadapi tarif lebih besar.

    Alasannya, seperti yang disampaikan dalam banyak pidatonya, Trump ingin mewujudkan anggaran berimbang (balance budget) alias defisit APBN nol persen terhadap produk domestik bruto dalam masa pemerintahannya.

    “Ini adalah deklarasi kemerdekaan kita,” kata Trump di Rose Garden, Gedung Putih dilansir dari Reuters.

    Produk-produk Indonesia sendiri dikenai tarif bea masuk sebesar 32%. Padahal, sebelumnya hanya 10%—bahkan beberapa barang konsumsi sepenuhnya bebas bea masuk karena Indonesia menikmati fasilitas Generalized System of Preferences (GSP) yang diberikan oleh pemerintah AS kepada negara-negara berkembang.