Topik: Produk Domestik Bruto

  • Setoran Pajak Capai Rp 322 T di Akhir Maret, 14,7% dari Target APBN

    Setoran Pajak Capai Rp 322 T di Akhir Maret, 14,7% dari Target APBN

    Jakarta

    Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melalui Direktorat Jenderal Pajak mencatat total penerimaan pajak pada Maret 2025 Rp 322,6 triliun. Angka setara dengan 14,7% dari target APBN Tahun 2025.

    “Capaian ini merupakan hasil gotong royong #KawanPajak yang telah melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan baik. Kami mengucapkan terima kasih atas peran aktif seluruh #KawanPajak dalam mendukung pembangunan nasional melalui kepatuhan pajak,” tulis keterangan @ditjenpajakri, Senin (5/5/2025).

    Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah mengungkapkan selama sebulan penuh pada Maret 2025 pendapatan negara berhasil dikumpulkan sebesar Rp 200 triliun. Hal itu membuat pendapatan negara di tiga bulan pertama 2025 mencapai Rp 516,1 triliun atau 17,2% dari target.

    Pendapatan negara itu berasal dari penerimaan pajak sebesar Rp 322,6 triliun atau 14,7% dari target, dari kepabeanan dan cukai Rp 77,5 triliun atau 25,7% dari target, serta dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Rp 115,9 triliun atau 22,6% dari target.

    Dari sisi belanja, sampai 31 Maret 2025 mencapai Rp 620,3 triliun atau 17,1% dari pagu Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025. Rinciannya belanja pemerintah pusat Rp 413,2 triliun dan transfer ke daerah Rp 207,1 triliun.

    Dengan demikian posisi APBN sampai 31 Maret 2025 mengalami defisit Rp 104,2 triliun atau 0,43% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Defisit APBN ini berarti pendapatan lebih kecil dibanding jumlah pengeluaran pemerintah.

    Tonton juga “Kata Dedi Mulyadi soal Mobil Lexus Miliknya Nunggak Pajak” di sini:

    (ada/rrd)

  • Target Pertumbuhan Ekonomi 8% Presiden Prabowo Terpangkas Perintah Efisiensi Anggaran

    Target Pertumbuhan Ekonomi 8% Presiden Prabowo Terpangkas Perintah Efisiensi Anggaran

    Bisnis.com, JAKARTA – Kebijakan efisiensi anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) yang dijalankan oleh Presiden Prabowo membuat ekonomi Indonesia tumbuh lebih lemah pada kuartal I/2025. Capaian pertumbuhan perekonomian Indonesia ini menjadi yang paling lambat dalam lebih dari tiga tahun terakhir.

    Seperti diketahui, Badan Pusat Statistik hari ini, Senin (5/5/2025), mengumumkan produk domestik bruto Indonesia hanya tumbuh 4,87% dalam tiga bulan hingga Maret tahun ini. Capaian ini membuat keyakinan bahwa ekonomi bisa tumbuh hingga 8% terlihat semakin jauh.

    Perlambatan ekonomi Indonesia sendiri disebut karena menurunnya konsumsi rumah tangga dan penurunan tajam dalam belanja serta investasi pemerintah.

    Capaian itu bahkan berada di bawah estimasi median ekonom yang disurvei Bloomberg. Rata-rata dari para pengamat memperkirakan ekonomi Indonesia seharusnya tumbuh 4,92%. Secara triwulanan, PDB turun -0,98%, lebih dalam dari estimasi kontraksi sebesar -0,90%.

    Dikutip dari Bloomberg, capaian ini membuat posisi Indonesia semakin tertekan di tengah penundaan negosiasi perang dagang dengan Amerika Serikat selama 90 hari. Indonesia membutuhkan permintaan dalam negeri yang lebih tinggi untuk membantu melindungi produsen Tanah Air dari melambatnya ekspor ke Amerika dan negara-negara lain di dunia. Presiden AS Donald Trump telah mengancam Indonesia dengan tarif tambahan timbal balik sebesar 32%, salah satu yang tertinggi di Asia Tenggara.

    Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mempertahankan kenaikan 0,5% setelah pengumuman tersebut, sementara rupiah memangkas kenaikan menjadi 0,2% terhadap dolar di tengah reli mata uang Asia yang meluas. Imbal hasil obligasi pemerintah 10 tahun sedikit berubah pada 6,87%.

    “Reaksi [melemahnya] PDB diredam kenaikan mata uang Asia, kecuali Jepang, di tengah harapan pembicaraan perdagangan AS-China dan tren dolar yang lemah, yang merupakan beberapa faktor yang mendukung apresiasi rupiah baru-baru ini,” kata Christopher Wong, ahli strategi valas di Oversea-Chinese Banking Corp.

    Menurut Bloomberg Economics, data yang lemah tersebut akan membuka ruang bagi kebijakan lebih lanjut oleh Bank Indonesia.

    “Prospek pertumbuhan yang jauh lebih lemah, bersama dengan inflasi yang sudah jinak, kemungkinan akan mendorong Bank Indonesia untuk memangkas suku bunga kebijakannya sebesar 25 basis poin lagi akhir bulan ini — terutama jika rupiah dapat mempertahankan kenaikan baru-baru ini,” tulis ekonom BE, Tamara Henderson, dalam sebuah laporan.

    Konsumsi rumah tangga, yang menyumbang sebagian besar output nasional Indonesia, tumbuh hanya 4,89% pada kuartal pertama, laju paling lambat sejak akhir 2023. Itu bahkan terjadi ketika perayaan Ramadan — yang biasanya merupakan musim perjalanan dan belanja tersibuk — jatuh pada bulan Maret tahun ini, setelah sebelumnya jatuh pada April 2024.

    Aktivitas ekonomi yang lebih luas tertahan oleh kontraksi 1,38% dalam belanja negara. Presiden Prabowo Subianto telah memerintahkan pemerintahnya untuk memangkas belanja di berbagai sektor, termasuk infrastruktur dan perjalanan, untuk mengalokasikan lebih banyak dana ke program-program prioritasnya seperti distribusi makanan sekolah gratis.

    Pembentukan modal tetap bruto naik 2,12%, angka terlemah dalam dua tahun. Menurut ekonom DBS Bank Ltd., Radhika Rao, ketidakpastian tentang tarif Trump kemungkinan berdampak pada rencana belanja modal perusahaan.

    Di sisi produksi, semua sektor bisnis tumbuh kecuali pertambangan, yang terseret turun oleh menurunnya permintaan internasional untuk batu bara dan pemeliharaan besar-besaran di tambang tembaga dan emas di Papua Tengah.

    Sektor dengan pertumbuhan tercepat adalah pertanian, jasa lainnya, dan jasa perusahaan, didorong oleh musim panen, pariwisata domestik dan asing, serta kegiatan persewaan.

    Bank Indonesia sendiri telah menurunkan prospek pertumbuhan ekonomi tahun ini, tetapi memilih untuk mempertahankan suku bunga tetap selama tiga bulan berturut-turut untuk melindungi mata uang. Mengingat latar belakang global yang suram, banyak ekonom juga telah memangkas perkiraan pertumbuhan mereka untuk Indonesia menjadi di bawah 5% tahun ini.

  • Trump Ungkap Sinyal Positif Negosiasi Tarif, Kesepakatan di Depan Mata?

    Trump Ungkap Sinyal Positif Negosiasi Tarif, Kesepakatan di Depan Mata?

    Bisnis.com, JAKARTA – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengisyaratkan bahwa pemerintahannya dapat mencapai kesepakatan dagang dengan beberapa negara pekan ini.

    “Itu mungkin saja terjadi,” kata Trump kepada wartawan ketika ditanya apakah ada perjanjian dagang yang akan terjadi minggu ini, seperti dikutip Bloomberg, Senin (5/5/2025).

    Meski demikian, Trump tidak menyebutkan negara mana saja yang berpotensi mencapai kata sepakat dengan AS dalam waktu dekat. Trump menyebut, AS bernegosiasi dengan banyak negara, tetapi pada akhirnya, dia yang akan menetapkan kesepakatan sendiri.

    “Karena saya yang menetapkan kesepakatan, bukan mereka yang menetapkan kesepakatan. Anda terus menanyakan pertanyaan yang sama: ‘Kapan Anda akan setuju?’ Terserah saya, bukan mereka,” kata Trump di atas Air Force One.

    Trump juga memberi isyarat bahwa para para pejabat melakukan pembicaraan dengan rekan-rekan dari China. Pasar keuangan telah stabil dalam dua minggu terakhir di tengah tanda-tanda bahwa pembicaraan dengan negara-negara Asia sedang berlangsung dan ketegangan perdagangan antara China dan AS dapat menurun dari level saat ini. 

    China telah menjadi fokus kampanye tarif Trump, yang menyebabkan Beijing membalas pungutan AS, yang sekarang mencapai 145% untuk barang-barang asal Negeri Tirai Bambu. 

    China telah mengisyaratkan kemungkinan pencairan dalam beberapa hari terakhir, sementara Trump mengatakan kepada NBC News dalam komentar yang disiarkan hari Minggu bahwa dia bersedia menurunkan tarif AS di beberapa titik. 

    Menanggapi pertanyaan di Air Force One, Trump mengatakan ia tidak memiliki rencana saat ini untuk berbicara dengan Presiden China Xi Jinping.

    Beijing mengonfirmasi minggu lalu untuk pertama kalinya bahwa otoritasnya berkomunikasi dengan pejabat Amerika mengenai kesepakatan perdagangan. Diskusi telah berlangsung dengan para pembantu Trump dan beberapa negara lain, tetapi para pejabat tinggi terus memberi sinyal bahwa mereka pada akhirnya mungkin masih berniat untuk mengenakan bea pada mitra dagang.

    “Pada titik tertentu, saya akan menetapkan angka tarif tertentu. Pada titik tertentu dalam dua minggu atau tiga minggu ke depan, saya akan menetapkan kesepakatan,” kata Trump.

    “Saya akan mengatakan bahwa negara ini dan itu telah memiliki surplus perdagangan yang luar biasa — surplus dengan cara mereka — dengan kami dan mereka telah mengambil keuntungan dari kami dengan berbagai cara, dan kami sepenuhnya memahami apa yang mereka lakukan,” katanya. 

    Kebijakan tarif Trump yang luas telah mengguncang pasar global, memicu kekhawatiran akan kemerosotan ekonomi dan membebani dolar AS. Minggu lalu, data dari Biro Analisis Ekonomi menunjukkan produk domestik bruto AS berkontraksi untuk pertama kalinya dalam tiga tahun.

    Dalam wawancara dengan Fox News pekan lalu, Wakil Presiden JD Vance mengatakan kesepakatan dagang dengan India akan menjadi salah satu yang pertama.

    “Negosiasi juga sedang berlangsung dengan Jepang, Korea Selatan, dan Eropa,” kata Vance.

    Ekonomi Asia yang menghadapi beberapa tarif “timbal balik” AS tertinggi telah memimpin jalan di atas rekan-rekan barat dalam negosiasi perdagangan dengan pemerintahan Trump. 

    Kepala negosiator perdagangan Jepang Ryosei Akazawa telah menyatakan harapan untuk mencapai kesepakatan perdagangan dengan AS pada bulan Juni, setelah putaran terakhir negosiasi di Washington minggu lalu.

    Namun, masih ada pertanyaan tentang seberapa substansial pengumuman kesepakatan jangka pendek tersebut, mengingat pengalaman masa lalu menunjukkan bahwa perjanjian perdagangan yang komprehensif membutuhkan waktu berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun untuk diselesaikan.

  • Ekspor RI Melejit di Tengah Ancaman Tarif Trump, Kontribusi ke Pertumbuhan Ekonomi Naik

    Ekspor RI Melejit di Tengah Ancaman Tarif Trump, Kontribusi ke Pertumbuhan Ekonomi Naik

    Bisnis.com, JAKARTA — Badan Pusat Statistik atau BPS mengumumkan kontribusi ekspor ke pertumbuhan ekonomi meningkat pada kuartal I/2025, meski muncul ancaman penerapan tarif Trump.

    Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menjelaskan memaparkan bahwa produk domestik bruto (PDB) Indonesia sebesar Rp15.665,9 triliun atas harga berlaku atau Rp3.634,5 triliun atas harga konstan pada kuartal I/2025. Jika angka tersebut dibandingkan dengan kuartal I/2024, maka pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 4,87% (year on year/YoY).

    Salah satu pembentuk PDB adalah ekspor. Amalia memaparkan ekspor berkontribusi sebesar 22,3% terhadap pertumbuhan ekonomi kuartal I/2025, tumbuh 6,78% (YoY).

    Sementara itu, impor berkontribusi sebesar -19,74% terhadap pertumbuhan ekonomi pada kuartal I/2025. Angka tersebut tumbuh 3,96% (YoY).

    Jika dikalkulasikan maka 0,83% dari 4,87% pertumbuhan ekonomi pada kuartal I/2025 bersumber dari net ekspor (ekspor dikurangi impor). Adapun, jika dibandingkan dengan kinerja kuartal I/2024, tampak kontribusi net ekspor meningkatkan terhadap pertumbuhan ekonomi.

    Pada kuartal I/2024, net ekspor berkontribusi 0,06% terhadap pertumbuhan ekonomi sebesar 5,11%. Artinya ada kenaikan 0,77 poin persentase kontribusi net ekspor terhadap pertumbuhan ekonomi secara tahunan (YoY).

    Distribusi pertumbuhan ekonomi kuartal I/2025 berdasarkan pengeluaran. / dok BPS

    Sebagai catatan, tarif resiprokal yang diterapkan AS kepada mitra-mitra dagangnya termasuk Indonesia sebesar 32% belum resmi berlaku. Meski sempat diumumkan pada awal April 2025, namun akhirnya Trump memutuskan menunda penerapannya hingga 90 hari.

    Dengan demikian, tarif resiprokal tersebut belum berpengaruh secara langsung terhadap kinerja ekspor-impor Indonesia pada kuartal I/2025 (Januari—Maret 2025). Hanya saja, sejumlah analisis tetap mengingatkan ancaman tarif Trump terhadap kinerja ekspor-impor Indonesia ke depannya.

    Berdasarkan laporan dari Center of Reform on Economics (Core) Indonesia bertajuk Economics Quarterly Economic Review 2025: Pukulan Ganda untuk Ekonomi RI, tarif resiprokal Trump berpotensi menekan kinerja ekspor dan mendorong lonjakan impor Indonesia pada tahun ini meskipun efeknya belum terlihat pada kuartal I/2025.

    Masalahnya, Core menilai perdagangan Indonesia sangat rentan dengan tekanan eksternal. Kerentanan ekspor Indonesia tersebut tercermin dari peringkat economic complexity index yang mengukur tingkat diversifikasi dan kecanggihan produk yang dihasilkan oleh suatu negara.

    Dalam pemeringkatan itu, Indonesia berada di peringkat 70 atau kalah jauh dari Vietnam yang dalam 20 tahun terakhir telah merangsek dari peringkat 94 pada 2000 menjadi peringkat 53 pada 2023. Core menjelaskan, kini struktur ekspor Vietnam didominasi oleh produk bernilai tambah tinggi seperti elektronik.

    Senada, Kepala Ekonom PT Bank Permata Tbk. (BNLI) Josua Pardede menjelaskan PMI manufaktur masih berada pada zona ekspansif untuk sektor-sektor utama seperti makanan dan minuman (53,81) dan logam dasar (53,65). Hanya saja, sektor tekstil, kulit, dan pakaian menunjukkan kontraksi.

    “[Kontraksi tersebut] konsisten dengan tekanan dari tarif AS pada komoditas tersebut,” ungkap Josua, Minggu (4/5/2025).

  • BPS: Kontribusi Manufaktur Melambat ke 19,25% pada Kuartal I/2025

    BPS: Kontribusi Manufaktur Melambat ke 19,25% pada Kuartal I/2025

    Bisnis.com, JAKARTA – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat perlambatan kontribusi industri pengolahan atau manufaktur terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) ke angka 19,25% (year on year/YoY) pada kuartal I/2025. 

    Angka tersebut mengalami penurunan tipis dari periode yang sama tahun sebelumnya di angka 19,28% yoy. 

    Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan secara pertumbuhan industri pengolahan tumbuh positif sebesar 4,55% yoy pada kuartal I/2025 atau naik dari kuartal I/2024 sebesar 4,13% yoy. 

    “Pertumbuhan ekonomi ini juga ditopang oleh lapangan usaha yang memberikan andil terhadap pertumbuhan ekonomi yaitu industri pengolahan,” ujarnya dalam konferensi pers, Senin (5/4/2025). 

    Industri pengolahan menjadi sumber pertumbuhan ekonomi terbesar kedua setelah pertanian pada periode ini. Adapun, industri pengolahan memberikan sumber pertumbuhan ekonomi sebesar 0,93%. 

    Di samping itu, Amalia menerangkan industri pengolahan masih tumbuh positif ditopang oleh permintaan domestik dan luar negeri. 

    “Industri pengaban yg tumbuh relatif tinggi antara lain adalah industri makanan dan minuman tumbuh 6,04% ditopang oleh permintaan selama Ramadan dan idulfitri, serta peningkatan akrivitas industri penggilingan padi dan beras,” terangnya. 

    Selain itu, industri logam dasar tukbug 14,47% sejalan dengan peningkatan permintaan luar negeri untuk logam dasar, khususnya besi dan baja. 

    Lebih lanjut, industri kulit, barang dari kulit dan alas kaki tumbuh 6,95% didorong oleh peningkatan permintaan domestik pada momentum Ramadan dan Idulfitri serta peningkatan ekspor. 

  • Belanja Pemerintah Kontraksi 1,38% pada Kuartal I/2025, Efek Efisiensi?

    Belanja Pemerintah Kontraksi 1,38% pada Kuartal I/2025, Efek Efisiensi?

    Bisnis.com, JAKARTA — Belanja pemerintah mengalami kontraksi pada kuartal I/2025, yakni sebesar 1,38% secara tahunan (year on year/YoY). Hal itu turut memengaruhi struktur produk domestik bruto alias PDB, sehingga pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal I/2025 melambat menjadi hanya 4,87%.

    Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti menyampaikan pada kuartal I/2025, seluruh komponen pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) tumbuh positif, kecuali konsumsi pemerintah.

    Amalia menuturkan kontraksi yang terjadi akibat adanya efek belanja pemilu yang dilakukan pada kuartal I/2024.

    “Tahun lalu ada Pemilu, tahun ini tidak ada pemilu, itu salah satunya [penyebab kontraksi],” ujarnya dalam konferensi pers, Senin (5/5/2025).

    Amalia juga buka suara soal dampak efisiensi anggaran ke pertumbuhan ekonomi, karena adanya belanja yang tertahan. Menurutnya, efisiensi atau realokasi anggaran itu membuat belanja tidak terjadi pada kuartal I/2025 tetapi akan tetap terealisasi.

    “Tentunya nanti ada realokasi anggaran yang dampaknya kelihatannya nanti akan direalisasikan pada kuartal II/2025 dan seterusnya, karena kuartal I/2025 masih ada proses administrasi untuk direalokasi menjadi kegiatan pemerintah atau kegiatan ekonomi lainnya,” ujar Amalia.

    Distribusi pertumbuhan ekonomi kuartal I/2025 berdasarkan pengeluaran. / dok BPS

    Alhasil, pertumbuhan ekonomi secara tahunan mecapai 4,87% atau lebih rendah dari kuartal IV/2024 yang sebesar 5,02% maupun pada kuartal I/2024 yang sebesar 5,11%.

    Meski demikian, perlambatan ini sudah diprediksi oleh para ekonom. Baik akibat efek belanja Pemilu maupun efisiensi yang pemerintah Prabowo lakukan sejak awal tahun.

    Kepala Ekonom PT Bank Permata Tbk. (BNLI) Josua Pardede menyampaikan bahwa belanja pemerintah pada kuartal I/2025 diperkirakan mengalami kontraksi 2,88% (YoY).

    Angka tersebut berbanding terbalik dengan lonjakan belanja pemerintah hingga 19,9% (YoY) dan memberikan kontribusi sebsar 6,25% pada kuartal I/2024.

    Sementara melihat pada kuartal sebelumnya atau kuartal IV/2024, Konsumsi Pemerintah tumbuh 4,17% (YoY) dengan kontribusi sebesar 9,96% terhadap pertumbuhan ekonomi.

    Senada, Kepala Ekonom PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) David Sumual menilai pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah pada kuartal I/2025 akibat efek efisiensi belanja pemerintah.

    “Apalagi tahun lalu juga ada belanja Pemilu di kuartal yang sama, ada faktor high base effect,” ujarnya kepada Bisnis, Jumat (2/5/2025).

    David menyampaikan bahwa selain belanja pemerintah, harga komoditas juga rata-rata lebih rendah dibanding kuartal I/2024.

    Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto telah menyadari akan adanya perlambatan ekonomi akibat efisiensi anggaran yang dilakukan pada awal tahun.

    Prabowo melalui Instruksi Presiden (Inpres) No.1/2025 tentang Efisiensi APBN dan APBD 2025 mengamanatkan hemat belanja operasional perkantoran, kegiatan seremonial, rapat/seminar, honor kegiatan, jasa profesi, souvenir, sewa gedung/peralatan, hingga perjalanan dinas yang totalnya mencapai Rp306,7 triliun.

    Terdiri dari efisiensi belanja K/L senilai Rp256,1 triliun pada 99 K/L dan efisiensi Transfer ke Daerah (TKD) seniali Rp50,6 triliun.

    “Dengan pengalihan, akan ada pelambatan. Tapi, nanti akan dikejar karena yang kita hemat, tetap kita kucurkan kepada sasaran yang kita inginkan,” ujar Prabowo beberapa waktu lalu, seperti yang ditayangkan sejumlah media, seperti Kompas dan Detik.

    Kini, Prabowo telah mengizinkan Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk membuka blokir anggaran dari efisiensi tersebut. Harapannya, belanja yang sebelumnya tertahan dapat terakselerasi pada bulan-bulan berikutnya.

  • Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tak Capai 5% di kuartal I 2025 – Page 3

    Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tak Capai 5% di kuartal I 2025 – Page 3

    Lima sektor utama yang menjadi pilar utama perekonomian Indonesia adalah industri pengolahan, perdagangan, pertanian, konstruksi, dan transportasi. Secara keseluruhan, kelima sektor ini berkontribusi sebesar 63,96% terhadap total Produk Domestik Bruto (PDB) nasional. Dari semua sektor, pertanian menunjukkan pertumbuhan paling signifikan dengan kenaikan yang mencapai 10,52%. Pertumbuhan ini didorong oleh panen raya yang melimpah dan peningkatan produksi komoditas utama seperti padi dan jagung di berbagai daerah pertanian di tanah air. “Sektor pertanian tumbuh double digit sebesar 10,52%. Ini karena didukung oleh panen raya dan meningkatnya produksi tanaman padi dan jagung,” ujarnya.

    Sementara itu, sektor industri pengolahan, yang berfungsi sebagai tulang punggung ekonomi, juga mencatatkan pertumbuhan sebesar 4,55% dan berkontribusi 19,25% terhadap total PDB. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas industri tetap stabil meskipun ada tantangan dari dinamika global. Di sisi lain, sektor transportasi dan pergudangan mengalami pertumbuhan 9,01%, yang dipicu oleh peningkatan mobilitas masyarakat dan penguatan sistem logistik nasional. Kontribusi sektor ini terhadap PDB mencapai 6,08%. Selain itu, sektor jasa lainnya juga menunjukkan pertumbuhan yang cukup menggembirakan, didorong oleh meningkatnya jumlah perjalanan wisatawan domestik serta kunjungan wisatawan mancanegara selama triwulan I-2025.

    “Kemudian ada juga jasa lainnya yang relatif tumbuh tinggi karena ditopang oleh meningkatnya jumlah perjalanan wisatawan Nusantara dan kunjungan wisatawan mancanegara selama triwulan I-2025,” ujarnya. Pertumbuhan yang terjadi di sektor jasa ini berkontribusi pada kebangkitan sektor perhotelan, restoran, serta jasa hiburan yang semakin berkembang. Dengan demikian, semua sektor ini saling mendukung dan memberikan dampak positif bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia secara keseluruhan.

  • Rupiah Diprediksi Menguat, Didukung Harapan Kesepakatan Dagang China-AS

    Rupiah Diprediksi Menguat, Didukung Harapan Kesepakatan Dagang China-AS

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat diperkirakan menguat dalam waktu dekat. Analis Doo Financial Futures, Lukman Leong, menilai optimisme pasar terhadap potensi kesepakatan dagang antara China dan AS menjadi salah satu faktor utama penguatan rupiah.

    Harapan Kesepakatan Tarif Dorong Sentimen Positif

    Menurut Lukman, pernyataan terbaru dari mantan Presiden AS Donald Trump yang kembali menyinggung soal tarif impor membuat pasar berekspektasi akan adanya pembicaraan dagang baru antara kedua negara ekonomi terbesar dunia tersebut.

    “Rupiah diperkirakan akan kembali menguat terhadap dolar AS oleh harapan kesepakatan tarif antara China dan AS setelah Trump kembali menyinggung mengenai hal itu pada hari Minggu (4/5),” ujarnya kepada ANTARA, Senin (5/5).

    Ia menambahkan, sikap terbuka dari China untuk kembali melakukan negosiasi memperkuat optimisme pasar global.

    Dampak Kebijakan AS terhadap Perdagangan Dinilai Terbatas

    Pada Jumat (2/5), pemerintah AS resmi mencabut kebijakan pembebasan bea masuk (duty-free) terhadap barang impor kecil (de minimis) dari China dan Hong Kong. Namun, Lukman melihat dampaknya terhadap pasar cukup minimal.

    “Secara nilai, hanya sekitar 5 miliar dolar AS tahun lalu,” ujarnya.

    Sebagai informasi, sebelumnya barang impor dengan nilai di bawah 800 dolar AS (sekitar Rp13,1 juta) dibebaskan dari bea masuk. Kebijakan ini dihapus lewat perintah eksekutif Presiden Trump demi menekan peredaran ilegal obat-obatan terlarang seperti fentanyl, serta menutup celah aturan yang dianggap merugikan pelaku usaha kecil di AS.

    Faktor Domestik Tetap Jadi Penahan Penguatan Rupiah

    Meski ada sentimen positif dari luar negeri, rupiah tetap menghadapi tekanan dari dalam negeri. Data ekonomi terbaru memperkirakan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia mengalami kontraksi sebesar -0,89% pada kuartal pertama 2025.

    “Hal ini akan membatasi penguatan,” kata Lukman.

    Dengan mempertimbangkan faktor eksternal dan internal, ia memprediksi nilai tukar rupiah akan bergerak di kisaran Rp16.400 hingga Rp16.500 per dolar AS.

  • Sektor Pertanian Jadi Penopang Utama Pertumbuhan Ekonomi hingga Maret 2025 – Page 3

    Sektor Pertanian Jadi Penopang Utama Pertumbuhan Ekonomi hingga Maret 2025 – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Amalia Adininggar Widyasanti, menyampaikan sektor pertanian menjadi sumber pertumbuhan ekonomi terbesar pada kuartal I-2025, dengan kontribusi sebesar 1,11%.

    “Jika dilihat dari sumber pertumbuhan pada triwulan I-2025, lapangan usaha pertanian menjadi sumber pertumbuhan terbesar yaitu sebesar 1,11%,” kata Amalia dalam konferensi pers pengumuman pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan I-2025, di Jakarta, Senin (5/5/2025).

    Selain sektor pertanian, beberapa lapangan usaha lainnya juga turut menopang pertumbuhan ekonomi. Industri pengolahan memberikan kontribusi sebesar 0,93%, disusul oleh sektor perdagangan dengan andil 0,66%, serta sektor informasi dan komunikasi yang menyumbang 0,53 % terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.

    Amalia menuturkan, industri pengolahan tetap menunjukkan performa positif dengan pertumbuhan sebesar 4,55% dan berkontribusi sebesar 19,25% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

    “Industri pengolahan masih tumbuh sebesar 4,55% sehingga kontribusinya terhadap total PDB adalah sebesar 19,25%,” ujarnya.

    Sementara itu, sektor transportasi dan pergudangan mencatatkan pertumbuhan tertinggi, yaitu 9,01%, dengan kontribusi terhadap PDB mencapai 6,08%.

    Tak hanya itu, sektor jasa lainnya juga mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi. Hal ini didorong oleh meningkatnya jumlah perjalanan wisatawan Nusantara dan kunjungan wisatawan mancanegara selama kuartal I-2025, yang memberikan dampak positif terhadap aktivitas ekonomi di berbagai wilayah.

    “Kemudian ada juga jasa lainnya yang relatif tumbuh tinggi karena ditopang oleh meningkatnya jumlah perjalanan wisatawan Nusantara dan kunjungan wisatawan mancanegara selama triwulan I-2025,” ujarnya.

  • Breaking: Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Kuartal I/2025 hanya 4,87%

    Breaking: Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Kuartal I/2025 hanya 4,87%

    Bisnis.com, JAKARTA — Pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal I/2025 tercatat sebesar 4,87% (year on year/YoY).

    Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti menjelaskan bahwa produk domestik bruto atau PDB Indonesia atas dasar harga berlaku pada kuartal I/2025 mencapai Rp5.665,9 triliun. Lalu, PDB atas harga konstan mencapai Rp3.264,5 triliun.

    “Sehingga pertumbuhan ekonomi indonesia pada triwulan I/2025 adalah 4,87% bila dibandingkan dengan triwulan I/2024 atau year on year,” ujar Amalia dalam konferensi pers, Senin (5/5/2025).

    Amalia juga menjabarkan bahwa ekonomi Indonesia terkoreksi 0,98% secara kuartalan, yakni apabila membandingkan kinerja kuartal I/2025 dengan kuartal IV/2024.

    Berdasarkan konsensus yang dihimpun Bloomberg dari 19 lembaga, nilai tengah (median) proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal I/2025 adalah 4,9%. Proyeksi itu menunjukkan sinyal bahwa ekonomi triwulan I/2025 akan tumbuh di bawah 5% dan melambat dari kuartal I/2024 sebesar 5,11%.

    Adapun estimasi tertinggi sebesar 5,1% diberikan sejumlah lembaga yaitu ING Group, Indo Premier Securities, Mirae Asset Sekuritas Indonesia, dan United Overseas Bank. Sementara estimasi terendah di angka 4% yang diberikan oleh S&P Global.

    Kepala Ekonom PT Bank Permata Tbk. (BNLI) Josua Pardede sendiri memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 4,91% (YoY) pada kuartal I/2025. Dia pun menjelaskan perkembangan empat komponen pembentuk pertumbuhan ekonomi yang sebabkan perlambatan pertumbuhan ekonomi pada kuartal I/2025.

    Pertama, konsumsi rumah tangga—penopang utama perekonomian Indonesia— yang diproyeksikan tumbuh 4,5% YoY pada kuartal I/2025. Nilai tersebut melambat dari pertumbuhan konsumsi rumah tangga sebesar 4,91% (YoY) pada kuartal I/2024.

    Kedua, belanja pemerintah yang diperkirakan mengalami kontraksi 2,88% (YoY) pada kuartal I/2025. Angka tersebut berbanding terbalik dengan lonjakan pertumbuhan belanja pemerintah sebesar 20,44% pada kuartal I/2024.

    Menurut Josua, kontraksi belanja pemerintah tersebut tercermin dalam realisasi APBN hingga Maret 2025 yang mencapai 17,1% dari pagu belanja tahunan.

    “Masih relatif rendahnya penyerapan belanja negara ini turut menjadi faktor pelemahan agregat permintaan dan aktivitas sektor publik, meskipun pemerintah mencatat surplus keseimbangan primer sebesar Rp 17,5 triliun,” ujar Josua, Minggu (4/5/2025).

    Ketiga, investasi (PMTB) yang diperkirakan tumbuh 3,11% (YoY). Pertumbuhan tersebut relatif stabil secara tahunan tetapi secara kuartalan diperkirakan terkontraksi 6,50%.

    Keempat, ekspor barang dan jasa tumbuh yang tumbuh 9,52% (YoY). Josua melihat pertumbuhan kuat ekspor berkat hilirisasi dan ekspor manufaktur bernilai tambah. Hanya saja, impor juga naik 5,07% (YoY) yang mencerminkan permintaan domestik yang belum pulih sepenuhnya.

    Sementara itu, ketika ditanya apakah pemerintah tetap optimistis ekonomi triwulan I/2025 akan tumbuh 5%, Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto hanya memberikan sinyal pertumbuhan ekonomi akan tetap berada di kisaran itu.

    “Ya tentu kalau matematika ada pembulatan [jadi 5%],” tuturnya kepada awak media di kantor Kemenko Perekonomian, Jumat (2/5/2025).