Topik: Produk Domestik Bruto

  • Deindustrialisasi dan Kejatuhan Kelas Pekerja

    Deindustrialisasi dan Kejatuhan Kelas Pekerja

    Bisnis.com, JAKARTA – Jutaan orang dalam usia produktif mendambakan kesempatan bekerja untuk memperbaiki kualitas hidup mereka. Sayangnya, harapan sering kali berbenturan dengan kenyataan.

    Kericuhan pada job fair yang digelar Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Bekasi di Cikarang, Jawa Barat, pada Selasa (27/5), menjadi bukti betapa sempitnya peluang yang tersedia bagi para pencari kerja, bahkan untuk sekadar memberikan lamaran.

    Job fair yang seharusnya membuka harapan justru menegaskan betapa dalamnya jurang yang kini memisahkan kelas pekerja dari pekerjaan yang layak. Lantas, apakah kelas pekerja Indonesia sedang mengalami kejatuhannya?

    Kejatuhan kelas pekerja Indonesia telah dimulai sejak era deindustrialisasi prematur tepatnya sejak dua dekade ke belakang. Pada awal milenium, sektor industri mulai mengalami penyusutan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional.

    Berdasarkan data Nasional Accounts Data yang dirilis United Nations, dalam dua dekade terakhir (2001—2022) tepatnya pada 2001 kontribusi sektor industri Indonesia terhadap PDB masih cukup dominan yaitu di kisaran 48%.

    Sementara pada 2022 kontribusinya mengalami penurunan menjadi 38%. Bandingkan dengan kontibusi sektor jasa. Dalam kurun waktu yang sama, justru mengalami peningkatan yang cukup signifikan dari 38,4% (2001), menjadi 41,8% (2022).

    Jika kita menilik pada distribusi tenaga kerja, muncul satu anomali yang menarik. Meskipun kinerja sektor manufaktur melemah, jumlah tenaga kerja yang terserap justru meningkat. Pada 2001 hanya sekitar 18,7% tenaga kerja yang terserap ke sektor industri, dan menjadi 22,8% pada 2022. Secara logika, makin banyak orang bekerja di sektor industri akan makin meningkatkan nilai tambah yang dihasilkan terutama terhadap PDB. Namun, mengapa sebaliknya?

    Jika ditelusuri lebih jauh, lonjakan tenaga kerja tidak selalu beriringan dengan kenaikan kontribusinya terhadap PDB. Dalam konteks Indonesia, penyerapan tenaga kerja besar-besaran bisa jadi malah menutupi gejala struktural yang lebih dalam yaitu menurunnya kualitas pekerjaan dan terjebaknya kelas pekerja dalam sektor bernilai tambah rendah, mengapa?

    Sayangnya, di Indonesia, industri yang bertumbuh bukanlah industri yang berorientasi pada nilai tambah tinggi, melainkan industri padat karya yang menyandarkan efisiensi pada upah rendah para pekerjanya. Sebagian besar industri di Indonesia juga berada dalam kategori low value chain yang alih-alih memproduksi barang jadi bernilai tambah tinggi, justru mayoritas industri di Indonesia fokus pada aktivitas perakitan, pengemasan, atau outsourcing sederhana lainnya.

    Akibatnya, meskipun banyak tenaga kerja yang terserap ke sektor industri, output yang dihasilkan cenderung rendah dan secara otomatis kontribusinya terhadap PDB juga rendah.

    Selanjutnya, kebijakan insentif yang salah arah makin memperteruk keadaan. Alih-alih mendorong pertumbuhan industri berbasis inovasi dan teknologi, pemerintah justru lebih aktif menggelontorkan insentif kepada sektor padat karya yang bertumpu pada buruh berupah murah sebagai keunggulan kompetitifnya. Efek dominonya, kelas pekerja hanya dianggap sebagai alat produksi murah. Akibatnya, kesejahteraan pekerja menjadi stagnan akibat ’upah yang ditekan’ untuk menarik investor.

    Alhasil, buruh sulit naik kelas karena minimnya pelatihan dan peningkatan keterampilan, selain akibat rendahnya upah yang mereka dapatkan. Sebagai perbandingan rata-rata upah minimum di Indonesia sekitar Rp2,9 juta/bulan, bandingkan dengan Malaysia yang rata-rata upah minimumnya sekitar Rp8 juta/bulan.

    Sayangnya, insentif yang diberikan juga tidak berorientasi pada peningkatan daya saing industri atau pada upaya mendorong peningkatan permintaan. Sebagai contoh, insentif PPh 21 untuk buruh padat karya penerima gaji Rp4,8 juta—Rp10 juta/bulan. Buruh di Jakarta tentu akan sangat menikmati fasilitas ini, tetapi sayangnya mayoritas buruh di berbagai daerah bahkan belum mencapai ambang batas gaji tersebut, yang artinya kebijakan tersebut tidak berdampak signifikan pada kesejahteraan buruh.

    MENUJU KEBANGKITAN

    Meski situasi tampak suram, bukan berarti jalan tertutup sepenuhnya. Jika kejatuhan ini terjadi karena persoalan struktural, maka kebangkitan kelas pekerja hanya mungkin dicapai melalui pembenahan struktural.

    Solusi atas situasi ini harus menyasar akar-akar strukturalnya. Pertama, arah industrialisasi harus bergeser dari sektor padat karya berupah rendah ke sektor bernilai tambah tinggi berbasis riset dan teknologi. Negara harus memberi insentif kepada industri yang berkomitmen pada transfer teknologi dan peningkatan keterampilan tenaga kerja lokal. Kedua, perlindungan ketenagakerjaan harus diperkuat. Sistem kontrak jangka pendek dan outsourcing harus dihapus, serta perlindungan sosial diperluas hingga ke sektor informal.

    Ketiga, pendidikan dan pelatihan kerja harus direformasi agar mampu menjawab kebutuhan era digital dan otomatisasi, dengan menekankan pada reskilling dan upskilling. Keempat, sistem perpajakan perlu difungsikan sebagai alat untuk redistribusi nilai tambah. Ini berarti pajak tak hanya mengisi kas negara, tetapi juga harus mampu mengurangi ketimpangan. Melalui pajak progresif pada korporasi besar, negara dapat menarik sebagian keuntungan untuk dialokasikan kembali kepada kelas pekerja dalam bentuk perlindungan sosial atau pelatihan keterampilan. Terakhir, perlu dibangun aliansi sosial politik bagi kelas pekerja lintas sektor agar suara mereka terwakili dalam kebijakan publik.

    Kita menjadi saksi dari ironi yang paling getir. Banyak para pekerja yang bekerja mati-matian tetapi tetap terjebak dalam kemiskinan. Maka, kejatuhan kelas pekerja bukan lagi soal kehilangan atau kesulitan menemukan pekerjaan, melainkan tentang hilangnya keyakinan bahwa kerja keras akan memberi kehidupan yang lebih layak, dan yang tersisa hanyalah rasa lelah tanpa ujung, akibat sistem yang tak pernah benar-benar memihak para pekerja.

  • Sebab Pajak RI Lesu, Bank Dunia: Ada Pengaruh Coretax & Daya Beli

    Sebab Pajak RI Lesu, Bank Dunia: Ada Pengaruh Coretax & Daya Beli

    Jakarta, CNBC Indonesia – Bank Dunia atau World Bank memperkirakan penerimaan pajak pemerintah Indonesia berpotensi merosot pada tahun ini, dan baru mengalami perbaikan pada 2026-2027.

    Rasio penerimaan pajak terhadap produk domestik bruto (PDB) diprediksi hanya akan dikisaran 9,9% pada 2025, dari level 2024 sebesar 10,1%.

    Rasio penerimaan pajak terhadap PDB itu pun konsisten turun. Pada 2022 masih di kisaran 10,4%, dan pada 2023 di level 10,3%. Barulah pada 2026 kembali di level 10,3%, dan naik sedikit menjadi 10,5% dari PDB pada 2027.

    “Pendapatan pajak pun menurun sebesar 0,6% dari PDB pada Mei 2025 dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu,” tulis Bank Dunia dalam laporannya rutinnya, Indonesia Economic Prospects edisi Juni 2025, Senin (23/6/2025).

    Penyebab turunnya penerimaan pajak itu menurut Bank Dunia disebabkan sejumlah faktor. Faktor pertama dikategorikan sebagai faktor sementara yang menekan penerimaan pajak. Lalu ada faktor lainnya yang disebabkan masalah struktural.

    Untuk faktor sementara di antaranya dampak dari bermasalahnya penerapan Sistem Inti Administrasi Pajak (CTAS) atau Coretax pada periode awal-awal implementasi per Januari 2025. “Mengakibatkan perpanjangan batas waktu pembayaran.”

    Lalu, sistem tarif baru untuk pemotongan pajak penghasilan pribadi (PPh OP), atau yang dikenal dengan istilah tarif TER juga menjadi dampak sementara, “mengakibatkan kelebihan pembayaran pada 2024 dan pengembalian yang lebih besar pada awal tahun 2025.”

    Adapun untuk faktor lainnya yang berpotensi menekan penerimaan pajak pada tahun ini ialah harga komoditas yang lebih rendah, menandakan aktivitas perekonomian Indonesia masih sangat tergantung oleh ekspor komoditas, bukan barang bernilai tambah tinggi.

    Lalu, ambruknya daya beli masyarakat menurut Bank Dunia menjadi salah satu kontributor melemahnya penerimaan pajak pada tahun ini, yang juga berpotensi shortfall. “Permintaan domestik yang lebih rendah yang berdampak pada penerimaan pajak dan bukan pajak,” kata Bank Dunia.

    Berikutnya ialah efek hilangnya potensi penerimaan negara yang sudah dibukukan dalam APBN 2025 akibat penyesuain kebijakan tarif PPN yang rencananya naik menjadi 12% pada 2025.

    Selain itu, juga hilangnya potensi penerimaan negara akibat dividen BUMN yang langsung masuk Danantara. Dividen BUMN sebagaimana diketahui tercatat dalam penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dalam APBN.

    “Hilangnya penerimaan dari dividen BUMN yang sekarang akan dikumpulkan oleh Danantara diperkirakan sekitar 0,4% dari PDB per tahun. Untuk mengurangi sebagian dampak ini, Pemerintah Indonesia menaikkan tarif royalti pertambangan pada bulan April 2025,” tulis Bank Dunia.

    (arj/haa)

    [Gambas:Video CNBC]

  • kota kolaborasi untuk pertumbuhan ekonomi

    kota kolaborasi untuk pertumbuhan ekonomi

    Atraksi kembang api pada malam puncak HUT ke-498 Jakarta di Lapangan Banteng, Jakarta, Minggu (22/6/2025). . ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/bar (ANTARA FOTO/MUHAMMAD ADIMAJA)

    HUT Jakarta: kota kolaborasi untuk pertumbuhan ekonomi
    Dalam Negeri   
    Editor: Widodo   
    Senin, 23 Juni 2025 – 19:23 WIB

    Elshinta.com – Hari Ulang Tahun (HUT) ke-498 Jakarta pada 22 Juni 2025 menjadi momen penting bagi kota megapolitan ini untuk menegaskan kembali peran strategisnya di panggung nasional dan regional.

    Meski tidak lagi menyandang status ibu kota negara, setelah pemindahan pusat pemerintahan ke Ibu Kota Nusantara (IKN), Jakarta tetap berdiri sebagai pusat ekonomi, perdagangan, jasa, dan budaya. Bahkan, dalam dinamika terkini, Jakarta telah menjelma sebagai kota kolaborasi yang mendorong pertumbuhan ekonomi berbasis inovasi, digitalisasi, dan kemitraan lintas sektor.

    Pergeseran status administratif tidak menurunkan daya saing Jakarta. Sebaliknya, kota ini semakin fokus memperkuat identitasnya sebagai pusat ekonomi dan ekosistem inovasi.

    Dengan pendekatan kolaboratif yang melibatkan pemerintah daerah, dunia usaha, komunitas, akademisi, dan masyarakat sipil, Jakarta menghadirkan model pembangunan urban yang partisipatif dan berkelanjutan. Inilah yang menjadi ruh dari semangat “Jakarta Kota Kolaborasi”.

    Kontribusi Jakarta terhadap ekonomi nasional sangat signifikan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), Jakarta menyumbang sekitar 17,2 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional pada 2024. Bahkan untuk sektor-sektor jasa, seperti keuangan, teknologi informasi, perdagangan, logistik, dan pariwisata, Jakarta menjadi pusat utama di Indonesia. Investasi asing langsung (foreign directi investment/FDI) juga masih banyak mengalir ke Jakarta, terutama di sektor startup digital, real estate, dan jasa kreatif.

    Dalam beberapa tahun terakhir, Jakarta mencatatkan pertumbuhan ekonomi yang stabil, dengan angka 5,1 persen pada 2024—lebih tinggi dari rerata nasional. Kawasan Sudirman-Thamrin, SCBD, Kuningan, dan PIK terus berkembang sebagai pusat bisnis, tidak hanya menarik investor dalam negeri, tetapi juga perusahaan multinasional. Meskipun tekanan terhadap infrastruktur dan lingkungan hidup masih tinggi, daya tarik Jakarta tetap kuat sebagai pusat gravitasi ekonomi.

    Kolaborasi sebagai strategi

    Konsep Jakarta sebagai kota kolaborasi bukanlah jargon semata. Itu tercermin dalam berbagai kebijakan pembangunan yang melibatkan beragam aktor dan pendekatan partisipatif. Pendekatan kolaboratif ini diinisiasi sejak era Gubernur Anies Baswedan dan dilanjutkan hingga kini oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

    Kolaborasi ini berjalan dalam berbagai bentuk. Jakpreneur muncul sebagai sebuah program kolaborasi untuk memberdayakan wirausaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Hingga 2024, lebih dari 300.000 pelaku UMKM telah difasilitasi oleh Pemprov DKI melalui pelatihan, pendampingan, hingga akses permodalan dan pemasaran.

    Jakarta Smart City, merupakan hasil kolaborasi antara pemerintah daerah, startup teknologi, dan komunitas digital. Aplikasi, seperti Jakarta Kini (JAKI), sistem tiket transportasi terintegrasi JakLingko, serta platform aduan publik telah membentuk tata kelola kota berbasis teknologi yang efisien dan transparan.

    Revitalisasi Kawasan Kota Tua dan Taman Ismail Marzuki adalah kolaborasi antara Pemprov, BUMD, seniman, arsitek, dan komunitas budaya berhasil menghidupkan kembali ruang publik kota sebagai pusat aktivitas ekonomi kreatif dan budaya urban.

    Ekraf dan digital

    Transformasi Jakarta sebagai kota ekonomi modern tidak lepas dari pesatnya perkembangan sektor ekonomi kreatif dan digital. Jakarta saat ini menjadi rumah bagi lebih dari 80 persen startup unicorn di Indonesia, dengan nilai valuasi kolektif mencapai puluhan miliar dolar.

    Ekosistem ini tumbuh melalui kolaborasi antara pengusaha rintisan, venture capital, inkubator bisnis, dan kampus-kampus teknologi, seperti BINUS, UI, dan Universitas Prasetiya Mulya.

    Ajang, seperti Jakarta Content Week, Jakarta Fashion Week, hingga Java Jazz Festival menjadi panggung global bagi pelaku industri kreatif. Kawasan, seperti M Bloc, Kemang, dan Blok M direvitalisasi menjadi klaster ekonomi kreatif, menghadirkan sinergi antara bisnis, komunitas, dan pengunjung urban. Hal ini memperkuat Jakarta sebagai magnet budaya, sekaligus mesin pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.

    Salah satu tantangan terbesar Jakarta adalah kemacetan dan kualitas lingkungan. Namun, pendekatan kolaboratif dalam pengembangan infrastruktur telah menunjukkan hasil positif. Pengembangan MRT dan LRT, integrasi moda transportasi publik melalui JakLingko, serta pembangunan kawasan Transit Oriented Development (TOD) adalah buah dari kolaborasi antara Pemprov DKI, BUMN, swasta, dan komunitas urban planning.

    Data Dinas Perhubungan DKI Jakarta menunjukkan bahwa sejak pengoperasian MRT fase 1, terjadi penurunan signifikan penggunaan kendaraan pribadi hingga 10 persen di jalur koridor utama. Hal ini berdampak positif pada pengurangan emisi karbon dan waktu tempuh harian masyarakat.

    Selain itu, penanganan banjir melalui pembangunan sumur resapan, polder, dan sistem drainase baru juga merupakan hasil kerja bersama antara pemda dan warga. Transparansi dalam sistem pelaporan, seperti melalui aplikasi Qlue, memungkinkan masyarakat turut aktif mengawasi jalannya pembangunan.

    Pasca-Ibu Kota

    Dengan bergesernya peran administratif Jakarta ke Ibu Kota Nusantara, muncul pertanyaan besar: kemana arah Jakarta ke depan? Justru di sinilah letak peluangnya. Tanpa beban administratif pusat pemerintahan, Jakarta dapat lebih leluasa memperkuat posisinya sebagai pusat ekonomi, budaya, dan inovasi kawasan Asia Tenggara.

    Transformasi Jakarta dari “kota birokrasi” menjadi “kota ekonomi kolaboratif”, menuntut penguatan kelembagaan, pembaruan regulasi investasi, dan peningkatan kapasitas SDM. Kolaborasi internasional juga semakin diperluas, seperti dengan pengembangan Sister City Program bersama Seoul (Korea Selatan), Tokyo (Jepang), dan Rotterdam (Belanda) untuk pertukaran praktik urban planning dan solusi kota cerdas.

    Memasuki usia ke-498 tahun, Jakarta tidak hanya merayakan sejarah panjangnya sebagai pusat kekuasaan dan perdagangan, tetapi juga menegaskan visinya sebagai kota kolaborasi yang menjadi pembangkit pertumbuhan ekonomi Indonesia. Dengan memperkuat ekosistem kolaboratif antarpelaku pembangunan, Jakarta mampu mempertahankan, bahkan, memperkuat posisinya di tengah persaingan global.

    Momentum HUT Jakarta 2025 harus dijadikan pijakan untuk memperluas ruang partisipasi publik, mempercepat inovasi, dan mengokohkan kolaborasi lintas sektor dalam menghadapi tantangan kota modern. Jakarta adalah laboratorium kebijakan urban Indonesia—dan sekaligus cermin bagaimana kota bisa menjadi sumber kekuatan ekonomi nasional ketika dibangun bersama.

    *) Dr. M. Lucky Akbar, S.Sos, M.Si adalah Kepala Kantor Pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan Jambi

    Sumber : Antara

  • Industri Logistik RI Perlu Berbenah, Tenaga Kerja Andal Jadi Kunci

    Industri Logistik RI Perlu Berbenah, Tenaga Kerja Andal Jadi Kunci

    Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah tengah berbenah industri logistik nasional guna mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih efisien, terintegrasi, dan kompetitif. Salah satu yang tengah ditingkatkan yakni kualitas sumber daya manusia di bidang logistik.

    Terlebih, peringkat Indonesia dalam External Logistics Performance Index mengalami penurunan signifikan, dari posisi 46 pada 2018 menjadi 63 pada 2024. Hal ini mencerminkan perlunya pembenahan menyeluruh. 

    Saat ini, pemerintah memperkuat regulasi dan kebijakan di sektor logistik guna menekan masih tingginya biaya logistik nasional yang menurut data Bappenas mencapai 14,29% dari produk domestik bruto (PDB) pada 2023. 

    Kepala Sub Direktorat Uji Type Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Heri Prabowo mengatakan, pembenahan dari sisi keandalan pekerja sektor logistik juga penting untuk mendukung efisiensi dalam usaha. 

    “Jadi saya kira dengan logistik yang efisien, kemudian driver dan awak di lapangan yang terampil, ini saya kira akan besar pengaruhnya terhadap terjadinya pengurangan, terjadinya pelanggaran overdimensi overloading di kita,” kata Heri, dikutip Minggu (22/6/2025). 

    Upaya ini juga sejalan dengan strategi nasional dalam memperkuat konektivitas logistik, mempercepat transformasi digital, dan meningkatkan efisiensi sistem transportasi di seluruh wilayah Indonesia.

    “Kalau mereka sudah sehari-hari sudah melaksanakan SOP yang benar, sebetulnya tidak terjadi yang namanya overdimensi, overloading itu dengan tetap efisien,” tuturnya. 

    Dalam hal ini, pemerintah disebut tak bisa sendiri. Maka diperlukan dukungan dari berbagai stakeholder, salah satunya industri otomotif sebagai pemasok kendaraan atau angkutan logistik yang dapat diandalkan. 

    Sebagai bagian dari industri otomotif nasional, Toyota Indonesia menyadari pentingnya menyiapkan sumber daya manusia (SDM) yang kompetitif dalam menghadapi dinamika industri, termasuk revolusi Industri 4.0 dan tantangan dekarbonisasi menuju net zero emission. 

    Penguasaan teknologi dan keterampilan tinggi menjadi kunci untuk memperkuat daya saing di era transformasi digital saat ini. 

    Presiden Direktur PT Toyota Motor Manufacturing (TMMIN) Nandi Julyanto mengatakan, logistik memegang peranan penting terhadap kelancaran supply chain atau rantai pasok industri nasional.  

    “Di tengah tingkat persaingan produsen otomotif nasional saat ini yang semakin ketat, logistik berperan besar untuk meningkatkan competitiveness [daya saing] dalam segala aspek, yaitu safety, quality, delivery, dan cost,” kata Nandi dalam acara Awarding Logistic Skill Contest di TMMIN Karawang Plant 3, Sabtu (21/6/2025). 

    TMMIN secara konsisten mendorong terciptanya masa depan yang lebih hijau dan efisien. Komitmen tersebut diwujudkan melalui kegiatan Logistics Skill Contest, sebagai bagian dari kontribusi terhadap rantai pasok logistik berkelanjutan, yang menekankan aspek keselamatan, efisiensi operasional, dan dukungan terhadap target netralitas karbon melalui konsep Green Logistics.

    “Aktivitas tersebut tidak hanya menurunkan emisi CO2, tetapi juga mengurangi konsumsi bahan bakar kendaraan, yang secara keseluruhan akan mendukung peningkatan daya saing perusahaan” tuturnya.

    Adapun, total operasional perjalanan logistik di TMMIN mencapai 1.195 trip per hari, yang terdiri atas 1.066 trip oleh 9 logistic partner- milkrun (LP), 83 trip oleh 14 trucking company-container (TC), dan 28 trip oleh 5 car carrier (CC). 

    Wakil Presiden Direktur TMMIN Bob Azam menegaskan pihaknya berupaya memastikan sistem operasional yang efisien dan aman dalam setiap distribusinya, dengan menekankan pentingnya peran SDM dalam aspek keselamatan. 

    Mengingat risiko kecelakaan dalam proses distribusi atau logistik dapat menghambat proses produksi dan merugikan banyak pihak, peningkatan kompetensi SDM menjadi faktor utama untuk mengurangi risiko serta memperkuat rantai pasok industri di Indonesia.

    Selain peningkatan kecakapan pengemudi dalam berkendara secara aman, saat ini operasional logistik TMMIN telah mengimplementasikan sistem aplikasi digital yang diinisiasi oleh TMMIN untuk memantau dan mencegah kecelakaan. 

    Sistem tersebut bekerja untuk memantau kondisi kesehatan baik fisik maupun psikispengemudi secara real-time guna menentukan kelayakan pengemudi untuk menjalankan tugas. 

    TMMIN juga disebut akan melakukan ekspansi sistem dengan menambahkan fitur-fitur berbasis artificial intelegence (AI) yang mampu mendeteksi tanda-tanda kelelahan atau kurangnya fokus saat mengemudi. 

    Selain itu, sistem pemantauan perilaku berkendara berbasis global positioning system (GPS) juga akan diterapkan untuk mendukung praktik eco-driving, sekaligus melacak jejak karbon yang dihasilkan dari setiap perjalanan.

  • Bos The Fed Jerome Powell Bawa Data Inflasi Lapor ke Kongres AS

    Bos The Fed Jerome Powell Bawa Data Inflasi Lapor ke Kongres AS

    Bisnis.com, JAKARTA — Bank Sentral AS (Federal Reserve) akan melaporkan pandangan ke Kongres AS pekan ini, yang akan memberikan sinyal arah kebijakan moneter.

    Melansir dari Bloomberg, Minggu (22/6/2025), setelah rilis data kunci pada Jumat dan pengumuman The Fed pekan ini mempertahankan suku bunga tetap, Jerome Powell akan menghadiri sidang dihadapan kongres di Capitol Hill selama dua har. Dia akan kembali menjelaskan alasan di balik pendekatan kebijakan moneter yang hati-hati dari bank sentral.  

    Ketua Fed kemungkinan akan menekankan tentang meskipun pemotongan suku bunga mungkin terjadi tahun ini, pejabat bank sentral ingin lebih jelas tentang dampak kebijakan perdagangan Gedung Putih terhadap ekonomi. 

    Para ekonom memperkirakan indeks harga pengeluaran konsumsi pribadi (personal consumption expenditure/PCE) tanpa makanan dan energi akan naik 0,1% pada Mei untuk bulan ketiga berturut-turut. Hal ini akan menandai periode tiga bulan terlemah sejak pandemi lima tahun lalu.

    Pejabat bank sentral AS secara umum melihat penggunaan tarif yang diperluas oleh pemerintahan Trump akan memberikan tekanan naik pada harga, pada akhirnya. Namun, proyeksi ekonomi terbaru mereka juga menunjukkan bahwa pejabat melihat pertumbuhan ekonomi yang lebih lemah dan tingkat pengangguran yang lebih tinggi tahun ini.

    Gubernur The Fed Christopher Waller pada Jumat mengatakan kepada CNBC bahwa dampak inflasi dari bea impor kemungkinan akan bersifat sementara, dan dia melihat ruang untuk melanjutkan penurunan biaya pinjaman mulai bulan depan. Keputusan kebijakan Fed berikutnya akan diumumkan pada 30 Juli.  

    Sejumlah Ekonom Bloomberg Estelle Ou, Anna Wong, Stuart Paul, Eliza Winger, dan Chris G. Collins menyampaikan bahwa indikator inflasi inti PCE yang menjadi acuan The Fed kemungkinan naik hanya 2 basis poin pada Mei, kenaikan moderat yang tidak memberikan kejelasan tentang risiko kenaikan inflasi dalam beberapa bulan ke depan.  

    “Hal ini kemungkinan akan membuat beberapa pejabat The Fed tetap menyeimbangkan kedua sisi mandatnya, daripada beralih fokus ke risiko kenaikan inflasi,” tulis ekonom tersebut.

    Bersama dengan data inflasi Mei, laporan pemerintah pada Jumat ini diperkirakan akan menunjukkan pertumbuhan moderat selama dua bulan berturut-turut dalam pengeluaran rumah tangga untuk barang dan jasa. 

    Dua bulan terakhir mencatat penurunan tajam dalam sentimen, sebagian terkait dengan kekhawatiran meningkat tentang dampak tarif yang lebih tinggi terhadap harga.

    Para ekonom juga akan memperhatikan data pendapatan pribadi dalam laporan tersebut untuk menilai kemampuan konsumen untuk terus berbelanja. Dalam tiga bulan hingga April, pertumbuhan pendapatan disposable yang disesuaikan dengan inflasi rata-rata 0,6%, yang terkuat dalam lebih dari dua tahun. 

    Data AS lainnya dalam minggu ini termasuk penjualan rumah existing dan baru pada Mei, serta dua survei kepercayaan konsumen Juni. Pada Kamis, pemerintah akan menerbitkan laporan indikator ekonomi awal yang mencakup perkiraan awal defisit perdagangan barang untuk Mei.

    Selain Powell yang menyampaikan laporan kebijakan semi-tahunan The Fed—dia akan bersaksi di depan panel DPR pada Selasa dan Komite Perbankan Senat pada Rabu—sejumlah bankir sentral lain, termasuk Presiden Federal Reserve New York John Williams, akan tampil di forum publik.

    Di utara, Statistik Kanada akan merilis data inflasi pertama dari dua data inflasi sebelum keputusan suku bunga Bank Kanada pada Juli. Pembuat kebijakan memantau inflasi inti yang lebih tinggi dari perkiraan dan telah memberi sinyal bahwa mereka akan tetap menahan diri kecuali tekanan harga mendasar mereda.  

    Data produk domestik bruto (PDB) berdasarkan sektor industri untuk April dan perkiraan awal untuk Mei kemungkinan akan menunjukkan penurunan ekspor dan investasi bisnis seiring penerapan tarif Trump. 

    Di tempat lain, rilis data inflasi di Asia, penampilan para kepala bank sentral zona euro dan Inggris, serta kemungkinan pemotongan suku bunga di Meksiko mungkin menjadi sorotan utama. 

  • Mengenal Iran, Negara yang Mempermalukan Israel

    Mengenal Iran, Negara yang Mempermalukan Israel

    JAKARTA – Iran yang memiliki wilayah yang membentang dari Laut Kaspia di utara ke Teluk Oman di selatan, kini tengah menjadi sorotan dan perhatian internasional. Apalagi setelah Israel melakukan serangan di negara terbesar kedua di Timur Tengah pada 13 Juni.

    Lanskap Iran beragam seperti sejarahnya, dengan akses utama ke saluran air yang kritis, termasuk Selat Hormuz, di mana 20 persen minyak dunia mengalir. Dengan populasi 92 juta, Iran adalah negara terbesar ke-17 di dunia berdasarkan populasi dan luas daratan. Produk domestik bruto (PDB) nominal Iran adalah $ 418bn, peringkatnya di urutan ke-36 dalam hal ukuran ekonomi. Ini memiliki tingkat pengangguran sekitar 7,2 persen.

    Tingkat melek huruf orang dewasa di negara ini adalah 89 persen, dengan melek pemuda mendekati 99 persen, meskipun tingkat ini bervariasi antara daerah pedesaan dan perkotaan. Dilansir dari Aljazeera, negara ini kaya akan minyak dan gas, peringkat sebagai produsen minyak terbesar kesembilan di dunia dan produsen gas alam terbesar ketiga.

    Iran merupakan negara terbesar kedua di Timur Tengah setelah Arab Saudi dan yang terbesar ke-17 di dunia, yang mencakup sekitar 1,65 juta kilometer persegi (636.000 mil persegi). Iran mencakup sekitar seperenam wilayah daratan yang setara di Amerika Serikat, hampir sama besarnya dengan negara bagian Alaska.

    Ini adalah sekitar seperenam ukuran Eropa, sekitar seperlima ukuran Australia, kira-kira setengah ukuran India dan sekitar 80 kali lebih besar dari Israel.

    Tiga Kota Besar di Iran

    Dengan 9,6 juta penduduk, Teheran telah menjadi ibu kota sejak 1795 dan merupakan kota terbesar di negara itu. Terletak di bawah Pegunungan Alborz, sejarah Teheran sudah ada sejak lebih dari 6.000 tahun.

    Mashhad, di timur laut, adalah kota terbesar kedua di Iran dengan 3,4 juta orang dan sejarah yang mencakup lebih dari 1.200 tahun. Ini adalah pusat agama dan budaya utama dan merupakan rumah bagi Kuil Imam Reza, yang membawa jutaan peziarah dari seluruh dunia.

    Isfahan, kota terbesar ketiga, adalah rumah bagi sekitar 2,3 juta orang. Lebih dari 2.500 tahun, kota ini pernah menjadi ibu kota Kekaisaran Safawi, yang berlangsung dari 1501 hingga 1722. Isfahan menjadi tuan rumah lembaga pendidikan utama dan merupakan pusat tekstil, baja dan manufaktur, bersama dengan industri nuklir dan kedirgantaraan.

    Iran didominasi Muslim Syiah, membentuk sekitar 90 persen dari populasi, sementara Muslim Sunni dan sekte Muslim lainnya menyumbang sekitar 9 persen. Sisanya 1 persen termasuk sekitar 300.000 Baha’i, 300.000 orang Kristen, 35.000 Zoroaster, 20.000 orang Yahudi, dan 10.000 orang Sabea Mandean menurut Minority Rights Group

  • Trump Jengkel AS Banyak Hari Libur Bikin Ekonomi Boncos, Teriak Begini

    Trump Jengkel AS Banyak Hari Libur Bikin Ekonomi Boncos, Teriak Begini

    Jakarta, CNBC Indonesia – Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump memberikan pernyataan kontroversional terkait hari libur. Menurutnya Amerika melakukan pemborosan karena terlalu banyak hari libur dan merugikan ekonomi negara hingga miliaran dolar.

    “Terlalu banyak hari libur di AS. Hal ini merugikan negara hingga miliaran dolar karena semuanya tutup,” tulis Trump dalam unggahannya di platform media sosial Truth Social seperti dikutip CNN, Sabtu (21/6/2025).

    Adapun pernyataan tersebut diunggah bertepatan dengan Juneteenth, yang diperingati setiap 19 Juni untuk merayakan emansipasi warga kulit hitam dari perbudakan di AS. Juneteenth dijadikan hari libur federal oleh Presiden Joe Biden pada 2021.

    Juneteenth merujuk pada tanggal 19 Juni 1865, ketika pasukan federal tiba di Galveston, Texas, dan mengumumkan berakhirnya perbudakan, lebih dari dua tahun setelah Presiden Abraham Lincoln menandatangani Proklamasi Emansipasi.

    Saat ditanya apakah Trump akan memperingati Juneteenth tahun ini, Sekretaris Pers Gedung Putih, Karoline Leavitt, mengatakan bahwa presiden tidak memiliki agenda resmi.

    “Para pekerja juga tidak menginginkannya. Sebentar lagi setiap hari kerja akan menjadi hari libur. Kita harus berubah jika ingin menjadikan Amerika hebat kembali,” papar Trump.

    Terkait hal ini, sebagian besar penelitian tentang dampak ekonomi dari hari libur federal membahas tentang bagaimana produktivitas pekerja terpengaruh. Produktivitas pekerja mengukur seberapa banyak yang dapat dicapai pekerja dalam jangka waktu tertentu.

    Oleh karena itu, satu hari libur akan membuat produktivitas pekerja menjadi nol. Namun, penelitian menunjukkan bahwa bukan hanya, katakanlah, tanggal 4 Juli itu sendiri yang menyebabkan produktivitas merosot. Melainkan hari-hari sebelum dan sesudahnya, karena pekerja cenderung menjadwalkan waktu libur di sekitar hari-hari tersebut, sehingga karyawan yang memilih untuk tidak mengambil hari libur tersebut memiliki beban kerja yang lebih berat, sehingga mengurangi produktivitas mereka.

    Sebuah studi tahun 2022 oleh dua ekonom menemukan bahwa ketika hari libur federal jatuh pada akhir pekan dan tidak dijadwal ulang menjadi hari kerja, total output nasional, atau produk domestik bruto, meningkat sebesar 0,08% hingga 0,2% dibandingkan saat hari libur tersebut dijadwal ulang. Salah satu sektor yang dapat mengalami dampak terbesar dari hari libur federal adalah manufaktur.

    Namun, hal tersebut hanya berlaku dalam jangka pendek. Dalam jangka panjang, waktu istirahat yang dibayar, termasuk pada hari libur federal, meningkatkan moral pekerja dan dapat membuat mereka lebih produktif dari waktu ke waktu.

    Hal ini karena orang yang bekerja lebih lama belum tentu lebih produktif, karena mereka cenderung lebih mudah kelelahan.

    Contoh kasus

    Penelitian terbaru dari Microsoft menemukan bahwa para pekerja kesulitan untuk mengatasi “hari kerja yang tampaknya tak terbatas,” yang melibatkan semakin banyaknya rapat yang terjadi di luar jam kerja tradisional.

    Salah satu hasilnya adalah sepertiga pekerja merasa “mustahil untuk mengikuti” kecepatan kerja selama lima tahun terakhir, menurut survei yang ditugaskan Microsoft terhadap 31.000 karyawan di seluruh dunia, mengutip laporan hari Selasa.

    Sementara itu, survei internal lama yang dilakukan Ernst & Young menemukan bahwa untuk setiap 10 jam tambahan liburan yang diambil karyawan, penilaian kinerja mereka meningkat sebesar 8%. Lebih jauh lagi, mereka yang lebih sering mengambil cuti cenderung tidak meninggalkan perusahaan.

    Konsumen menghabiskan lebih banyak uang pada hari libur federal

    Bertentangan dengan komentar Trump, bisnis di seluruh perekonomian tidak tutup sepenuhnya pada hari libur federal: Banyak pekerja, termasuk responden darurat, pekerja ritel dan transportasi, terus bekerja pada hari-hari seperti itu.

    Dari sisi pengeluaran, konsumen cenderung melakukan lebih banyak pembelian pada hari libur, terutama karena bisnis menjadwalkan penjualan di sekitar hari libur.

    Secara khusus, sektor pariwisata, perhotelan, dan ritel cenderung paling diuntungkan.

    Namun, bukan hanya bisnis besar tapi bisnis kecil juga dapat diuntungkan. Sebuah studi tahun 2018 menemukan bahwa hari libur bank di Inggris Raya memberikan keuntungan tambahan rata-rata sekitar $340 bagi toko-toko kecil.

    (lih/wur)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Bertemu IMF, Sri Mulyani jamin defisit APBN tetap di bawah 3 persen

    Bertemu IMF, Sri Mulyani jamin defisit APBN tetap di bawah 3 persen

    Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat menghadiri Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Polri Tahun 2025. (ANTARA/HO-Kementerian Keuangan)

    Bertemu IMF, Sri Mulyani jamin defisit APBN tetap di bawah 3 persen
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Jumat, 20 Juni 2025 – 15:25 WIB

    Elshinta.com – Menteri Keuangan Sri Mulyani menjamin defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) akan dijaga tetap berada di bawah 3 persen, sesuai dengan amanat UU APBN, saat bertemu dengan perwakilan Dana Moneter Internasional (IMF).

    Dalam pertemuan dengan First Deputy Managing Director IMF Gita Gopinath, keduanya mendiskusikan soal gejolak perekonomian global yang mendorong tiap negara untuk menjaga pertumbuhan ekonomi masing-masing.

    Indonesia, dalam konteks ini, akan menjaga kesehatan APBN sebagai salah satu upaya mengantisipasi berbagai risiko global.

    “APBN terus dikelola secara hati-hati dan bijaksana, daya beli masyarakat dilindungi melalui berbagai stimulus untuk mendorong konsumsi rumah tangga. Selain itu, Indonesia juga berkomitmen akan menjaga defisit tetap terkendali sesuai batas yang ditentukan dalam UU APBN,” kata Sri Mulyani dalam Instagram @smindrawati di Jakarta, Jumat (20/6).

    Sri Mulyani menambahkan Indonesia tetap optimistis dalam menyikapi gejolak global, namun tetap memasang sikap waspada.

    Hal itu merupakan upaya agar pembangunan Indonesia bisa terus berjalan meski di tengah berbagai risiko yang menantang.

    “Semoga dengan sinergi antara pemerintah dan seluruh elemen masyarakat, kita dapat menjaga pertumbuhan Indonesia tetap berkelanjutan,” ujar Sri Mulyani.

    Pernyataan serupa ia sampaikan saat menghadiri Economic Update 2025 di Jakarta, Rabu (18/6).

    Ia berpendapat ketidakpastian global saat ini berpotensi memicu pergeseran yang permanen, maka ia mempersiapkan APBN untuk bisa meredam tekanan ke depan.

    Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto bergerak dengan ambisi Asta Cita, di mana APBN berperan dalam mendukung program-program di dalamnya.

    Ketika berbagai program pembangunan terus berjalan, APBN disiapkan untuk menjadi alat countercyclical yang bisa meredam tekanan, baik dari dalam maupun luar negeri.

    Sebagai catatan, APBN mengalami defisit sebesar Rp21 triliun atau 0,09 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) pada Mei 2025. Pendapatan negara tercatat sebesar Rp995,3 triliun, sedangkan belanja negara telah tersalurkan senilai Rp1.016,3 triliun.

    Namun, nilai defisit APBN masih jauh dari target yang ditetapkan dalam UU APBN, yakni sebesar Rp616,2 triliun atau 2,53 persen terhadap PDB.

    Sumber : Antara

  • BI optimis target 50 persen literasi ekonomi syariah di 2025 tercapai

    BI optimis target 50 persen literasi ekonomi syariah di 2025 tercapai

    Literasi dan inklusi ekonomi syariah secara nasional di 2025 ditargetkan dapat mencapai 50 persen, karena kita ingin mewujudkan Indonesia sebagai pusat industri halal dunia.

    Bandarlampung (ANTARA) – Bank Indonesia (BI) optimis capaian target literasi dan inklusi ekonomi serta keuangan syariah secara nasional di 2025 sebesar 50 persen dapat tercapai.

    “Untuk literasi dan inklusi ekonomi syariah secara nasional di 2025 ditargetkan dapat mencapai 50 persen, karena kita ingin mewujudkan Indonesia sebagai pusat industri halal dunia,” ujar Deputi Direktur Departemen Ekonomi Keuangan Syariah BI Irfan Farulian, di Bandarlampung, Jumat.

    Ia mengatakan hal tersebut dapat terjadi dengan makin meluasnya pangsa pasar ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia.

    “Selain Bank Indonesia ada Komite Nasional Ekonomi Keuangan Syariah dan 16 kementerian lembaga yang bekerjasama dalam meningkatkan literasi keuangan serta ekonomi syariah sesuai target yang ditentukan dengan berbagai upaya,” katanya pula.

    Dia menjelaskan sejumlah upaya untuk meningkatkan literasi ekonomi dan keuangan syariah meliputi menggelar festival dan ajang seperti Festival Ekonomi Syariah di masing-masing provinsi, serta regional. Hal tersebut dilakukan sebagai bentuk kampanye dalam rangka mengenalkan ekonomi syariah dan gaya hidup halal kepada masyarakat luas.

    Kemudian telah dilakukan pula pelatihan untuk menemukan key opinion leader yang dapat menyebarkan informasi ekonomi dan keuangan syariah.

    “Jadi key opinion leader tidak hanya dari pemuka agama, dan akademisi, tapi ada juga peran media dan para influencer untuk menyebarkan konten tentang gaya hidup, pariwisata halal, atau berbagai produk keuangan syariah,” ujar dia lagi.

    Menurut dia, pihaknya juga ingin mengubah prilaku masyarakat, agar tidak hanya tertarik tapi langsung melakukan aksi untuk meningkatkan literasi digital.

    “Ketika sudah ada aksi nyata, maka akan mendorong permintaan akan bank syariah, jasa syariah semua menjadi satu serta akan meningkatkan sektor syariah seperti pariwisata halal, kosmetik halal dan lain sebagainya. Ini juga akan mendorong produk domestik bruto (PDB) syariah yang sekarang sudah cukup besar dan harus ditingkatkan. Sebab kita punya potensi untuk ini,” katanya.

    Ia mengatakan pula, dengan adanya potensi, sumber daya yang memadai, strategi dan langkah pengungkit dari pemerintah salah satunya melalui program prioritas Presiden, maka target literasi digital sebesar 50 persen dapat tercapai.

    Sebelumnya terinci perkembangan indeks literasi ekonomi syariah nasional meliputi pada 2019 sebesar 16,28 persen, 2021 mencapai 20 persen, 2022 persentasenya sebesar 23,30 persen, 2023 mencapai 2023 persen, dan pada 2024 indeks literasi ekonomi syariah nasional sebesar 42,84 persen.

    Berdasarkan aspek materi tingkat literasi ekonomi syariah tertinggi berasal dari materi literasi lembaga keuangan syariah, yakni sebesar 63,26 persen. Dan berdasarkan usia yang paling banyak memahami literasi ekonomi syariah berasal dari usia 31-45 tahun dengan persentase 45,05 persen.

    Pewarta: Ruth Intan Sozometa Kanafi
    Editor: Budisantoso Budiman
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Komisi VII DPR dorong Kaltara kembangkan pariwisata dan UMKM

    Komisi VII DPR dorong Kaltara kembangkan pariwisata dan UMKM

    Tanjung Selor (ANTARA) – Komisi VII DPR RI mendorong Provinsi Kalimantan Utara mengembangkan sektor pariwisata, usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), serta ekonomi kreatif sebagai sumber ekonomi baru.

    “Menurut kami di berbagai belahan dunia saat ini, di tengah-tengah ekonomi global yang sangat dinamis dan tidak menentu, maka semua negara dan termasuk semua daerah juga dituntut untuk kreatif mendapatkan sumber-sumber ekonomi baru,” kata Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Lamhot Sinaga pada rapat dengar pendapat (RDP) kunjungan kerja reses Komisi VII DPR RI di Provinsi Kaltara, bertempat di Aula Lantai I, Kantor Gubernur Kaltara, Tanjung Selor, Kamis malam.

    Di beberapa negara, kata Lamhot, walaupun minim investasi, tetapi ekonominya tetap berkembang karena sektor pariwisatanya berkembang.

    Pariwisata ke depan menjadi sumber ekonomi yang sangat menjanjikan, baik itu terhadap sebuah negara maupun sebuah daerah, seperti Provinsi Kaltara.

    Menurut ia, berbagai negara, baik di Eropa maupun sekarang Jepang mengandalkan sektor pariwisata untuk menghasilkan devisa negara. Jepang sekarang sumber devisa negara terbesar keduanya adalah industri pariwisata.

    “Pak Gubernur sudah presentasikan bahwa banyak objek atau destinasi wisata Kaltara yang saat ini belum terpromosikan dengan baik atau belum optimal digarap secara serius. Nah, untuk ke depan, ini adalah sebuah potensi sumber ekonomi untuk Kaltara apabila digarap,” kata Lamhot.

    Ia mendengar pertumbuhan ekonomi Kaltara di atas rata-rata nasional, yakni lebih kurang 10,6 persen. Namun, ia yakin semua itu berbasis pertambangan dan pertanian sawit.

    Menurut ia, sektor pertambangan tidak selamanya bisa diandalkan untuk menopang pertumbuhan ekonomi.

    Di Kaltara, lanjutnya, juga memiliki potensi besar di Kawasan Industri Hijau Indonesia (KIHI), termasuk pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Mentarang dan Kayan yang kapasitasnya mencapai ribuan megawatt.

    “Ini mungkin nanti potensi-potensi kita optimalkan melalui mitra kerja kami Komisi VII. Dari sektor industrinya kita naikkan, potensi wisatanya kita garap secara serius, lalu kemudian Kawasan Industri Hijau Indonesia yang ada di Tanah Kuning bagaimana bermanfaat untuk masyarakat banyak, khususnya seluruh masyarakat Kaltara,” kata Lamhot.

    Anggota DPR RI Dapil Sumatera II ini juga menegaskan bahwa walaupun pertumbuhan ekonomi Kaltara di atas rata-rata nasional, tidak boleh melupakan sektor UMKM dan ekonomi kreatif karena sektor ini sangat penting supaya ground ekonominya merata.

    “Karena kekuatan ekonomi kita, backbone ekonomi rakyat adalah UMKM. Nah untuk itulah makanya UMKM juga menjadi prioritas yang menjadi perhatian kita bersama ke depan akan kita dorong menjadi sumber ekonomi,” tuturnya.

    Ia menambahkan sektor UMKM selama ini belum tergarap secara optimal, tetapi UMKM ini menghasilkan produk domestik bruto (PDB) terbesar, yaitu hampir 57 persen bahkan sampai 60 persen menyumbang sektor devisa negara Indonesia.

    “Ini luar biasa apabila digarap dengan betul. Karena itu, di pemerintahan Prabowo-Gibran, ada Kementerian UMKM yang berdiri sendiri. Ini saking seriusnya pemerintah untuk menggarap UMKM ini. Nah untuk itu, harapan kita nanti di Provinsi Kaltara UMKM-nya akan kita kembangkan,” ujarnya.

    Pewarta: Susylo Asmalyah
    Editor: Didik Kusbiantoro
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.