Topik: Produk Domestik Bruto

  • Legislator tekankan pentingnya evaluasi berkala dalam perumusan APBN

    Legislator tekankan pentingnya evaluasi berkala dalam perumusan APBN

    Jakarta (ANTARA) – Ketua Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun menekankan pentingnya transparansi serta evaluasi secara berkala dalam perumusan asumsi makro anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) agar tetap relevan dengan situasi global.

    Menurutnya, asumsi makro dalam APBN harus disusun dengan prinsip kehati-hatian dan berbasis data yang akurat, termasuk dalam perancangan target pertumbuhan ekonomi, inflasi, nilai tukar, dan harga minyak.

    “Kami akan terus mendorong efisiensi belanja negara dan optimalisasi pendapatan, termasuk melalui reformasi perpajakan yang progresif namun adil,” tegas Misbakhun dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.

    Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) per 1 Juli 2025, pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan I 2025 mencapai 5,1 persen, sementara inflasi tahunan berada di kisaran 3,2 persen.

    Meski demikian, ketidakpastian global, berpotensi memengaruhi stabilitas makroekonomi, terutama melalui tekanan inflasi impor dan volatilitas nilai tukar.

    “Tantangan ke depan semakin kompleks, mulai dari gejolak komoditas hingga risiko geopolitik. Karena itu, APBN harus menjadi instrumen yang fleksibel namun tetap accountable. Komisi XI DPR RI akan memastikan bahwa asumsi makro dan postur APBN 2026 disusun dengan mempertimbangkan proyeksi jangka menengah-panjang serta skenario mitigasi risiko,” tutup Misbakhun.

    Adapun dalam laporan semester I APBN 2025, pemerintah mencatat defisit APBN mencapai Rp197 triliun hingga Juni 2025.

    Jumlah tersebut setara 0,81 persen terhadap produk domestik bruto (PDB), melebar dibandingkan defisit periode sama tahun lalu yang tercatat Rp77,3 triliun atau 0,34 persen dari PDB.

    Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Indrawati menyampaikan pelebaran defisit disebabkan oleh penurunan penerimaan negara, khususnya pada periode Januari dan Februari 2025.

    “Namun, kita berharap di semester II 2025 akan recovery,” ujarnya.

    Selain itu, Kementerian Keuangan mencatat realisasi pendapatan negara hingga semester I 2025 mencapai Rp1.210,1 triliun atau 40 persen dari target tahun ini. Realisasi ini turun 9 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp1.320,7 triliun.

    Penurunan ini dipengaruhi oleh tren melemahnya harga minyak mentah Indonesia (ICP), pengalihan dividen badan usaha milik negara (BUMN) ke Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara), serta penerapan pajak pertambahan nilai (PPN) secara terbatas atas barang mewah.

    Di sisi lain, belanja negara tetap mengalami pertumbuhan sebesar 0,6 persen secara tahunan (yoy), dengan total realisasi mencapai Rp1.407,1 triliun atau 38,8 persen terhadap APBN.

    Belanja negara difokuskan untuk mendukung pembangunan di sektor prioritas seperti pendidikan dan kesehatan, memperkuat ekonomi daerah melalui program Makan Bergizi Gratis (MBG) dan pemberdayaan desa, serta mendanai ketahanan pangan, energi, pertahanan semesta, hingga hilirisasi industri.

    Meskipun mencatat defisit, pemerintah masih mampu menjaga surplus keseimbangan primer sebesar Rp52,8 triliun hingga semester I.

    Pewarta: Bayu Saputra
    Editor: Kelik Dewanto
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Analisis arah pasar di tengah saratnya nuansa kebijakan

    Analisis arah pasar di tengah saratnya nuansa kebijakan

    Jakarta (ANTARA) – Pergerakan pasar global sepanjang pekan ini menunjukkan dinamika yang semakin kompleks dan sarat nuansa kebijakan.

    Di tengah kekhawatiran akan potensi pelemahan ekonomi Amerika Serikat, pasar saham tidak bergerak dalam satu arah yang seragam.

    Dow Jones Industrial Average berhasil menguat, namun S&P 500 dan Nasdaq justru mengalami koreksi.

    Perbedaan ini mencerminkan adanya ketegangan antara optimisme terhadap saham berbasis industri dan kekhawatiran mendalam atas kinerja perusahaan teknologi yang selama ini menjadi tulang punggung pertumbuhan indeks Nasdaq.

    Salah satu penekan paling signifikan adalah penurunan tajam saham Tesla sebesar empat persen dalam satu hari, menyusul pernyataan Presiden Donald Trump yang mengancam akan memangkas subsidi federal bagi perusahaan-perusahaan milik Elon Musk.

    Sentimen ini segera merambat luas ke saham-saham teknologi lain, mempertegas betapa sensitifnya pasar terhadap isu kebijakan fiskal dan relasi antara pemerintah dengan sektor swasta strategis.

    Kondisi ini diperburuk dengan data terbaru dari sektor manufaktur AS. ISM Manufacturing Index masih menunjukkan bahwa sektor ini berada di zona kontraksi.

    Artinya, aktivitas manufaktur belum mampu bangkit dan keluar dari fase perlambatan yang sudah berlangsung beberapa bulan terakhir.

    Sebagai salah satu komponen penting dalam Produk Domestik Bruto AS, lemahnya sektor ini memperkuat dugaan bahwa pemulihan ekonomi pascapandemi masih belum merata.

    Meskipun konsumsi domestik relatif stabil, lemahnya kepercayaan sektor produksi membuat investor kembali bersikap hati-hati dalam mengalokasikan dana. Apalagi ketika data pasar tenaga kerja menunjukkan sinyal yang kontradiktif.

    Laporan JOLTS yang dirilis minggu ini mencatat peningkatan jumlah lowongan pekerjaan sebesar 374.000, menandakan adanya permintaan tenaga kerja yang tinggi. Namun secara bersamaan, data menunjukkan bahwa jumlah perekrutan aktual justru menurun.

    Fenomena ini memberikan gambaran bahwa banyak perusahaan membuka lowongan tapi belum berani melakukan ekspansi nyata.

    Hal ini sejalan dengan pernyataan Ketua The Fed, Jerome Powell, yang menyebut kondisi pasar tenaga kerja saat ini sebagai situasi yang “setengah matang.” Tidak cukup kuat untuk memacu inflasi, tetapi juga belum cukup lemah untuk memicu stimulus moneter agresif.

    Dalam pidatonya di forum bank sentral di Portugal, Powell menegaskan bahwa The Fed belum memutuskan apakah akan memangkas suku bunga pada Juli, karena seluruh keputusan akan bergantung pada data yang masuk.

    Namun, pasar menerjemahkan pidato tersebut sebagai sinyal dovish yang tersirat. Hal ini tercermin dari kenaikan probabilitas pemangkasan suku bunga dari 18,6 persen menjadi 21,2 persen dalam satu hari.

    Ketidakpastian arah kebijakan The Fed ini terjadi bersamaan dengan ketegangan baru di ranah politik domestik Amerika Serikat.

    Senat akhirnya meloloskan RUU andalan Presiden Trump, One Big Beautiful Bill Act, dengan hasil voting imbang 50-50, dan suara penentu dari JD Vance menjadi penentu kemenangan.

    Undang-undang ini menjadi simbol kepemimpinan fiskal Trump dan mempertegas arah kebijakan ekonomi AS ke depan. Yang menarik, undang-undang tersebut disahkan hanya beberapa hari sebelum tenggat waktu penerapan tarif impor baru yang ditetapkan Trump pada 9 Juli.

    Ketegasan Trump untuk tidak memperpanjang batas waktu negosiasi menciptakan tekanan tersendiri, baik untuk mitra dagang seperti Jepang dan India, maupun bagi pasar global yang bergantung pada kepastian arus perdagangan.

    Trump secara terbuka menyatakan pesimisme terhadap peluang tercapainya kesepakatan dengan Jepang, dan mengancam tarif tinggi hingga 35 persen terhadap produk Jepang jika negosiasi gagal.

    Sebaliknya, ia menunjukkan optimisme terhadap India, memberi sinyal bahwa hubungan dagang kedua negara mungkin akan semakin menguat dalam waktu dekat.

    Di sisi lain, Menteri Keuangan AS Scott Bessent pada Senin (30/6) mengatakan ada negara-negara yang bernegosiasi dengan itikad baik dengan AS.

    Namun, ia mengatakan tarif Trump masih dapat kembali ke level yang diumumkan pada 2 April 2025. “Jika kita tidak dapat melewati batas karena mereka (negara mitra AS) bersikap keras kepala,” kata Bessent.

    IHSG terdampak

    Pasar saham Indonesia pun tidak kebal terhadap guncangan ini. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dibuka lebih rendah, dan analisis teknikal menunjukkan adanya pelemahan struktur kenaikan.

    Analis Phintraco Sekuritas Ratna Lim berpendapat, secara teknikal, IHSG pada Rabu (2/7) diperkirakan akan cenderung konsolidasi di kisaran level 6.840 – 7.000, menunggu katalis baru untuk menentukan arah. “Selama belum ada breakout dari area tersebut, pergerakan indeks cenderung terbatas dan rawan pullback teknikal,” ujarnya.

    Sejak rebound dari April hingga Mei, pergerakan indeks memiliki karakter yang jelas, didukung volume, rotasi sektor, dan aliran dana yang solid. Namun memasuki akhir Juni, kekuatan rebound mulai melemah.

    Tidak ada tema baru yang mendorong pasar, tidak ada sentimen positif yang dominan, dan tidak terlihat arus dana segar yang signifikan.

    Ini mengindikasikan bahwa kenaikan yang terjadi lebih bersifat pantulan teknikal belaka, tanpa fondasi yang cukup kuat untuk menopang lanjutan tren naik.

    Kondisi ini tercermin dari formasi candle pada grafik harian yang menunjukkan volume menurun dan tekanan beli yang tidak kuat. Banyak investor justru memilih mengambil keuntungan jangka pendek saat harga naik, meninggalkan beban bagi mereka yang masuk belakangan.

    Fenomena ini tidak hanya terjadi di pasar saham, tetapi juga menjalar ke pasar kripto. Ketika Bitcoin mengalami lonjakan besar, banyak altcoin hanya naik sementara lalu terkoreksi karena aliran dana global berfokus pada satu aset.

    Dominasi Bitcoin menarik likuiditas dari aset lain, menciptakan tekanan harga pada kripto kecil dan menengah.

    Namun pola seperti ini juga membuka peluang rotasi dana yang menarik. Setelah Bitcoin memasuki fase konsolidasi, investor cenderung mencari aset dengan valuasi yang lebih rendah untuk mengejar pertumbuhan berikutnya.

    Fenomena ini juga berlaku di pasar saham. Ketika sektor energi mengalami lonjakan, sektor lain seperti perbankan atau konsumer justru menjadi target selanjutnya dari aliran dana.

    Pola rotasi dana seperti ini bukan hal baru. Dalam sejarah pasar, investor institusional selalu memindahkan dana dari sektor yang sudah overvalued ke sektor yang masih undervalued untuk memaksimalkan imbal hasil.

    Yang membedakan kali ini adalah kecepatan perpindahan dan pengaruh sentimen global yang jauh lebih besar. Dengan rilis data Non-Farm Payroll yang dijadwalkan besok malam, banyak investor menahan posisi dan bersikap lebih konservatif.

    Jika data menunjukkan pelemahan signifikan, ekspektasi pemangkasan suku bunga akan meningkat, dan ini bisa menjadi katalis baru untuk pergerakan pasar ke arah yang lebih positif.

    Namun tetap harus diingat bahwa dalam kondisi yang rapuh seperti saat ini, arah pergerakan pasar sangat tergantung pada kejelasan arah kebijakan moneter dan stabilitas hubungan dagang internasional.

    Setiap kebijakan, baik dari bank sentral maupun pemerintahan, memiliki potensi menciptakan gelombang baru, baik dalam bentuk peluang maupun risiko.

    Oleh karena itu, pemahaman mendalam terhadap dinamika pasar, rotasi sektor, dan strategi alokasi dana menjadi lebih penting dari sekadar mengikuti tren sesaat.

    Pasar sedang berada pada titik kritis, di mana keputusan-keputusan mikro dan makro berjalan sangat dekat satu sama lain.

    Ketika likuiditas global berpotensi berubah, investor dituntut untuk lebih presisi dalam membaca arah rotasi dana dan membedakan antara kenaikan semu dan tren yang benar-benar didukung oleh kekuatan fundamental.

    Dalam dunia investasi, memilih arah yang benar jauh lebih penting daripada bergerak terlalu cepat. Momentum hanyalah alat, bukan tujuan akhir.

    Di saat pasar bergerak liar, kemampuan membaca data dan menahan emosi seringkali menjadi kunci keberhasilan jangka panjang.

    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Pemerintah catat defisit Rp197 triliun pada semester I 2025

    Pemerintah catat defisit Rp197 triliun pada semester I 2025

    Sumber foto: Antara/elshinta.com.

    Pemerintah catat defisit Rp197 triliun pada semester I 2025
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Selasa, 01 Juli 2025 – 22:10 WIB

    Elshinta.com – Pemerintah mencatat defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) mencapai Rp197 triliun hingga semester I 2025.

    Jumlah tersebut setara 0,81 persen terhadap produk domestik bruto (PDB), melebar dibandingkan defisit periode sama tahun lalu yang tercatat Rp77,3 triliun atau 0,34 persen dari PDB.

    Dalam rapat kerja (raker) bersama Badan Anggaran (Banggar) DPR RI di Jakarta, Selasa, Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Indrawati menyampaikan bahwa pelebaran defisit disebabkan oleh penurunan penerimaan negara, khususnya pada periode Januari dan Februari 2025.

    “Namun kita berharap di semester II 2025 akan recovery,” ujarnya.

    Selain itu, Kementerian Keuangan mencatat realisasi pendapatan negara hingga semester I 2025 mencapai Rp1.210,1 triliun, atau 40 persen dari target tahun ini. Realisasi ini turun 9 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp1.320,7 triliun.

    Penurunan ini dipengaruhi oleh tren melemahnya harga minyak mentah Indonesia (ICP), pengalihan dividen Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ke Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara), serta penerapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) secara terbatas atas barang mewah.

    Di sisi lain, belanja negara tetap mengalami pertumbuhan sebesar 0,6 persen secara tahunan (yoy), dengan total realisasi mencapai Rp1.407,1 triliun atau 38,8 persen terhadap APBN.

    Bendahara Negara itu menuturkan, belanja negara difokuskan untuk mendukung pembangunan di sektor prioritas seperti pendidikan dan kesehatan, memperkuat ekonomi daerah melalui program Makan Bergizi Gratis (MBG) dan pemberdayaan desa, serta mendanai ketahanan pangan, energi, pertahanan semesta, hingga hilirisasi industri.

    Meskipun mencatat defisit, pemerintah masih mampu menjaga surplus keseimbangan primer sebesar Rp52,8 triliun hingga semester I. Keseimbangan primer merupakan indikator penting dalam pengelolaan fiskal karena mencerminkan kemampuan pemerintah membiayai belanjanya di luar pembayaran bunga utang.

    Adapun Pemerintah memproyeksikan defisit APBN 2025 hingga akhir tahun akan mencapai 2,78 persen terhadap PDB, atau sekitar Rp662 triliun.

    Sumber : Antara

  • Ada Lima Risiko Korupsi Sistematis dalam Program MBG

    Ada Lima Risiko Korupsi Sistematis dalam Program MBG

    PIKIRAN RAKYAT – Transparency International Indonesia (TII) merilis laporan yang menyoroti risiko korupsi sistematis dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG).

    Dalam laporannya itu, TII mengidentifikasi lima risiko korupsi sistematis dalam program MBG. 

    Pertama, ketiadaan regulasi pelaksana. Hingga pertengahan 2025, MBG masih dijalankan hanya dengan petunjuk teknis internal. Tidak adanya Peraturan Presiden membuat pelaksanaan program tidak memiliki pijakan hukum yang cukup, serta mengaburkan mandat koordinasi lintas sektor.

    Kedua, konflik kepentingan kronis. Penunjukan mitra pelaksana Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) dilakukan tanpa mekanisme verifikasi terbuka. 

    Berdasarkan laporan TII, beberapa yayasan pengelola diketahui memiliki afiliasi dengan aktor politik, institusi militer dan kepolisian, serta kelompok kekuasaan tertentu. 

    Sebagai contoh, polisi lalu lintas yang seharusnya bertugas menjaga keamanan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas justru terlibat dalam distribusi MBG.  Hal ini menciptakan akses preferensial yang merusak prinsip meritokrasi dan netralitas layanan publik.

    Ketiga, pengadaan barang dan jasa (PBJ) yang rawan manipulasi. TII mencatat bahwa PBJ dalam MBG tidak mengindahkan prinsip transparansi. 

    Banyak aktivitas pengadaan dilakukan tanpa dokumentasi terbuka, dan tidak dilengkapi dengan sistem pengawasan berbasis data. Berdasarkan Survei Penilaian Integritas (SPI) KPK, sektor PBJ masih mendominasi kasus suap dan gratifikasi, dan MBG menunjukkan indikasi kuat mengarah ke sana.

    Keempat, lemahnya pengawasan. Hal ini bisa membuka celah bagi praktik mark-up harga, dengan penggunaan bahan pangan berkualitas rendah atau tidak layak konsumsi. 

    Salah satu preseden implementasi MBG adalah siswa keracunan makan siang. Belum lagi, terkait pengawasan terhadap pengadaan barang dan jasa.

    Kelima, meningkatnya risiko kerugian keuangan negara. Dari hasil kajian Corruption Risk Assessment (CRA) program MBG yang menjangkau 82,9 juta penerima manfaat tanpa melakukan prioritas penerima manfaat, berisiko membebani anggaran negara. 

    Kebijakan ini berpotensi mendorong pelebaran defisit anggaran hingga mencapai 3,6% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), yang berarti melampaui batas maksimal defisit 3% PDB sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Keuangan Negara. Kerugian keuangan negara ini ditaksir mencapai Rp 1,8 miliar per tahun di setiap SPPG.

    Peneliti TII, Agus Sarwono, mengatakan, MBG tampak menjanjikan di atas kertas, tetapi gagal memenuhi prasyarat tata kelola yang sehat.  

    Tingginya kerentanan korupsi dalam program MBG menunjukkan program ini harus dimoratorium segera supaya tidak memperbesar kerugian negara,” ujarnya, Senin, 30 Juni 2025.

    Menurut dia, tanpa koreksi struktural, pelaksanaan MBG dapat menjadi preseden buruk dalam penggunaan program sosial berskala nasional sebagai alat konsolidasi kekuasaan dan pemanfaatan politik anggaran.

    Diperlukan audit berkala terhadap pelaksanaan program MBG, baik dari sisi kinerja maupun keuangan. Audit ini harus dilaporkan secara terbuka kepada publik, dan hasilnya dijadikan dasar perbaikan kebijakan secara periodik. (*)

  • Defisit APBN melebar, Sri Mulyani ajukan penggunaan SAL ke DPR

    Defisit APBN melebar, Sri Mulyani ajukan penggunaan SAL ke DPR

    Defisit totalnya Rp662 triliun atau 2,78 persen dari PDB. Agak lebih lebar dibandingkan APBN awal. Kami akan meminta persetujuan DPR menggunakan sisa anggaran lebih Rp85,6 triliun…,

    Jakarta (ANTARA) – Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Indrawati mengajukan permohonan penggunaan sisa anggaran lebih (SAL) sebesar Rp85,6 triliun kepada DPR RI guna menambal pelebaran defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 yang diproyeksikan lebih besar dari target awal.

    Dalam rapat kerja bersama Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Selasa, Menkeu menyampaikan bahwa outlook defisit APBN hingga akhir 2025 diproyeksi mencapai Rp662 triliun atau setara 2,78 persen dari produk domestik bruto (PDB).

    Angka itu lebih tinggi dibandingkan target defisit dalam APBN 2025 yang sebesar Rp616,2 triliun atau 2,53 persen dari PDB.

    “Defisit totalnya Rp662 triliun atau 2,78 persen dari PDB. Agak lebih lebar dibandingkan APBN awal. Kami akan meminta persetujuan DPR menggunakan sisa anggaran lebih Rp85,6 triliun sehingga kenaikan defisit tidak harus dibiayai semua dengan penerbitan surat utang,” ujarnya.

    Pelebaran defisit ini, kata Sri Mulyani disebabkan oleh potensi tidak tercapainya target penerimaan negara.

    Total pendapatan negara diperkirakan hanya akan mencapai Rp2.865,5 triliun, atau sekitar 95,4 persen dari target dalam pagu anggaran sebesar Rp3.005,1 triliun.

    Untuk menghindari ketergantungan penuh pada pembiayaan melalui penerbitan utang, Menkeu berencana memanfaatkan sebagian dari SAL tahun anggaran 2024 yang tercatat Rp457,5 triliun.

    Dengan proyeksi defisit yang melebar, penggunaan sebagian dari SAL menjadi alternatif pembiayaan strategis untuk mengurangi beban utang baru. SAL akan digunakan untuk mendukung pembiayaan defisit, menutup kewajiban pemerintah, serta belanja prioritas.

    “Dengan penggunaan SAL, ini akan membantu menjaga keseimbangan fiskal dan mengurangi tekanan terhadap pembiayaan melalui surat berharga negara,” imbuhnya.

    Adapun belanja negara hingga akhir 2025 diproyeksikan terealisasi sebesar Rp3.527,5 triliun, atau 97,4 persen dari pagu yang ditetapkan dalam APBN 2025.

    Pewarta: Bayu Saputra
    Editor: Abdul Hakim Muhiddin
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Sri Mulyani Perkirakan APBN 2025 Defisit Rp 662 T

    Sri Mulyani Perkirakan APBN 2025 Defisit Rp 662 T

    Jakarta

    Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memperkirakan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 hingga akhir tahun melebar ke 2,78% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) atau Rp 662 triliun. Angka tersebut lebih tinggi dari target sebelumnya 2,53%.

    “Defisit total Rp 662 triliun menjadi 2,78% dari PDB. Agak lebih lebar dibandingkan APBN awal, tapi masih cukup manageable,” kata Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Badan Anggaran DPR RI, Selasa (1/7/2025).

    Realisasi sampai semester I, defisit APBN 2025 mencapai 0,84% PDB atau Rp 204,2 triliun. Pelebaran defisit ini dikarenakan penerimaan pajak yang mengalami kontraksi.

    “Kuartal I-2025 kita cukup mengalami tekanan dari sisi pendapatan negara,” beber Sri Mulyani.

    Sampai akhir 2025, Sri Mulyani memperkirakan pendapatan negara hanya terkumpul Rp 2.865,5 triliun, lebih kecil dari target Rp 3.005,1 triliun. Kemudian belanja negara diperkirakan sampai akhir 2025 mencapai Rp 3.527,5 triliun, lebih rendah dari perkiraan sebelumnya Rp 3.621,3 triliun.

    “APBN 2025 luar biasa sangat dinamis dalam pelaksanaannya karena berbagai faktor di dalam negeri sendiri karena adanya K/L baru, perubahan prioritas adanya Inpres 1, itu semuanya rekonstruksi belanja cukup besar mempengaruhi selain dari sisi penerimaan negara. Pelaksanaan APBN 2025 luar biasa menantang, tapi kami akan berusaha untuk menstabilkan dan bekerja keras agar APBN tetap terjaga sehat, kredibel,” beber Sri Mulyani.

    (aid/ara)

  • Butuh Rp7.500 Triliun Investasi Baru dan 5,5 Persen Konsumsi untuk Capai Target Ekonomi 2026

    Butuh Rp7.500 Triliun Investasi Baru dan 5,5 Persen Konsumsi untuk Capai Target Ekonomi 2026

    PIKIRAN RAKYAT – Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tinggi pada tahun 2026 dengan membutuhkan suntikan investasi baru minimal sebesar Rp7.500 triliun. Hal ini disampaikan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam Sidang Paripurna DPR RI ke-21, Selasa 1 Juni 2025.

    Menurut Sri Mulyani, investasi menjadi motor utama dalam mendorong produk domestik bruto (PDB), dengan kontribusi sekitar 30 persen terhadap total PDB nasional. Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi dalam kisaran 5,2–5,8 persen pada 2026, diperlukan peningkatan pertumbuhan investasi hingga 5,9 persen secara tahunan (year on year/yoy).

    “Tanpa pertumbuhan investasi yang signifikan, mustahil kita mencapai target ekonomi yang tinggi,” ujarnya.

    Pemerintah, lanjut Sri Mulyani, mengandalkan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) sebagai salah satu pilar utama dalam menarik investasi, baik dari dalam maupun luar negeri. Danantara difokuskan pada sektor-sektor strategis dan bernilai tambah tinggi.

    Konsumsi Rumah Tangga Jadi Kunci Pendukung

    Di sisi permintaan, konsumsi rumah tangga yang berkontribusi 55 persen terhadap PDB juga menjadi prioritas. Pemerintah menargetkan konsumsi tumbuh hingga 5,5 persen pada 2026, sejalan dengan upaya penciptaan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan masyarakat.

    Program-program penguatan daya beli masyarakat terus digulirkan, di antaranya Makan Bergizi Gratis (MBG) yang diproyeksikan menyerap 1,7 juta tenaga kerja dan membangun rantai pasok nasional.

    Selain itu, pembangunan 80 ribu Koperasi Desa Merah Putih, penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) kepada 2,3 juta debitur, serta berbagai program perlindungan sosial seperti PKH, kartu sembako, dan subsidi upah juga turut menyokong konsumsi.

    “Gabungan dari konsumsi dan investasi menyumbang 85 persen terhadap pertumbuhan ekonomi nasional,” tambah Sri Mulyani.

    Menkeu mengingatkan bahwa target ini dihadapkan pada tantangan eksternal, mengingat proyeksi pertumbuhan ekonomi global pada 2026 hanya 2,4 persen menurut Bank Dunia dan 3 persen versi IMF. Oleh karena itu, keterlibatan sektor swasta dianggap krusial dalam membiayai pembangunan, termasuk di sektor infrastruktur, teknologi hijau, dan digitalisasi.

    Pemerintah pun terus berupaya menciptakan iklim regulasi yang kondusif dan kolaboratif antara pemerintah, BUMN, Danantara, dan pelaku usaha swasta.

    Hilirisasi dan Sektor Prioritas

    Untuk menopang ekspor dan memperkuat neraca perdagangan, pemerintah akan melanjutkan program hilirisasi industri. Target pertumbuhan ekspor ditetapkan sebesar 6,8 persen guna menciptakan efek ganda yang lebih luas.

    Dari sisi produksi, sektor industri pengolahan yang menyumbang 19 persen PDB ditargetkan tumbuh 5,3 persen. Sektor perdagangan besar dan eceran yang menyumbang 13,2 persen PDB diproyeksikan tumbuh 5,7 persen, sementara sektor informasi dan komunikasi dengan kontribusi 4,4 persen ditargetkan tetap tumbuh tinggi di angka 8,3 persen.

    Penguatan infrastruktur digital seperti data center turut menjadi tulang punggung dalam mendorong ekonomi digital nasional.

    Dalam rapat tersebut, sejumlah fraksi DPR RI memberikan masukan. Fraksi Gerindra mendorong target pertumbuhan ekonomi 2026 hingga 6,3 persen, sementara Fraksi PKB mengusulkan 6 persen. Kedua fraksi menilai percepatan diperlukan agar target pertumbuhan ekonomi 8 persen pada 2029 dapat tercapai. Fraksi Golkar juga memberikan catatan agar pemerintah mengupayakan pertumbuhan ekonomi pada batas atas yakni 5,8 persen.

    “Pemerintah memiliki semangat yang sama untuk dapat mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkualitas,” tegas Sri Mulyani.***

  • Menkeu sebut RI butuh investasi Rp7.500 triliun, ekonomi tumbuh tinggi

    Menkeu sebut RI butuh investasi Rp7.500 triliun, ekonomi tumbuh tinggi

    Pertumbuhan ekonomi tinggi tidak mungkin tercapai tanpa pertumbuhan investasi yang signifikan.

    Jakarta (ANTARA) – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan Indonesia membutuhkan investasi baru minimal Rp7.500 triliun untuk mencapai pertumbuhan ekonomi tinggi pada tahun 2026.

    “Pertumbuhan ekonomi tinggi tidak mungkin tercapai tanpa pertumbuhan investasi yang signifikan. Growth dari investasi harus dijaga atau ditingkatkan pada tingkat 5,9 persen year on year (yoy). Ini berarti Indonesia membutuhkan investasi baru pada tahun 2026 untuk mencapai target pertumbuhan yang tinggi dengan investasi senilai minimal Rp7.500 triliun. Komponen investasi berkontribusi 30 persen terhadap PDB (Produk Domestik Bruto) kita,” kata Menkeu dalam Sidang Paripurna DPR ke-21 Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2024-2025, di Jakarta, Selasa.

    Salah satu andalan pemerintah guna meraup investasi domestik maupun luar negeri ialah melalui Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara). Investasi dari Danantara yang difokuskan pada sektor strategis dan bernilai tambah tinggi diharapkan mampu berkontribusi signifikan terhadap target investasi pemerintah.

    Menurut dia, upaya mewujudkan target pertumbuhan ekonomi yang tinggi menghadapi berbagai tantangan.

    Pada sisi permintaan, konsumsi rumah tangga harus didorong lebih tinggi lagi mencapai 5,5 persen, sehingga berarti pemerintah wajib menciptakan lingkungan kesempatan kerja agar pendapatan masyarakat dapat meningkat.

    Mengingat konsumsi rumah tanggap berkontribusi 55 persen terhadap PDB, maka daya beli masyarakat perlu dijaga, tingkat inflasi rendah, kesempatan kerja tinggi, dan adanya berbagai intervensi pemerintah di bidang pangan dan energi.

    Program untuk mendorong konsumsi masyarakat juga terus ditingkatkan, seperti Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dikembangkan secara ekspansif agar dapat menciptakan efek ganda (multiplier effect) tinggi, menciptakan rantai pasok di seluruh penjuru tanah air, serta menyerap secara langsung 1,7 juta tenaga kerja.

    Selain itu, program strategis lainnya ialah pembangunan Koperasi Desa (Kopdes) Merah Putih dengan target 80 ribu koperasi, lalu penyaluran kredit usaha rakyat bagi 2,3 juta debitur. Kemudian juga program perlindungan sosial seperti Program Keluarga Harapan (PKH), kartu sembako, bantuan subsidi upah, hingga program lainnya yang akan dilaksanakan untuk menjaga daya beli masyarakat, terutama kelompok rentan.

    “Apabila digabungkan dengan (investasi), maka konsumsi rumah tangga dan investasi keduanya berkontribusi 85 persen terhadap perekonomian (PDB),” ujar Menkeu pula.

    Dalam rangka mencapai pertumbuhan tinggi seiring lingkungan global masih penuh dengan ketidakpastian, katanya lagi, tentu membutuhkan upaya lebih keras bagi pemerintah untuk mendorong sektor swasta sebagai motor pertumbuhan ekonomi.

    Karena itu, kolaborasi pemerintah, BUMN, Danantara, dan swasta dinyatakan menjadi kewajiban. Pemerintah disebut terus mendukung dengan menciptakan regulasi yang kondusif demi menjaga stabilitas makro.

    Dia mengharapkan kolaborasi pemerintah dan swasta mampu memperkuat rantai pasok domestik, memperluas ekspor, dan mengakselerasi transformasi ekonomi berbasis nilai tambah tinggi.

    Peranan swasta penting di dalam pembiayaan pembangunan infrastruktur, teknologi hijau, hingga digitalisasi menjadi fondasi penting bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang inklusif dan berkelanjutan.

    Pada sisi ekspor, hilirisasi yang dilakukan menopang kinerja surplus neraca perdagangan sejak pertama kali digulirkan. Ke depan, upaya penguatan hilirisasi dilakukan untuk menciptakan efek ganda lebih besar dengan ekspor tumbuh hingga 6,8 persen guna mencapai pertumbuhan lebih tinggi.

    “Ini merupakan target yang tidak mudah pada saat semua negara cenderung melakukan proteksi dan melihat ke dalam. Pertumbuhan ekonomi global sejalan dengan proyeksi IMF (International Monetary Fund) dan World Bank, yaitu yang hanya 2,4 persen untuk tahun 2026 atau 3 persen menurut IMF. Ini mengindikasikan tahun 2026 masih diproyeksikan perekonomian global tumbuh cukup lemah,” ungkap Sri Mulyani.

    Melihat dari sisi produksi, katanya lagi, pilihan sektor sangat penting terutama bagi Danantara untuk menggunakan leverage ekuitas dan aset.

    Output industri pengolahan yang berkontribusi 19 persen terhadap PDB perlu terus didorong melalui investasi inovasi dan produktivitas. Sektor industri pengolahan ditargetkan tumbuh 5,3 persen dan harus dijaga pada tingkat yang cukup tinggi di dalam rangka menciptakan kesempatan kerja.

    Sektor perdagangan besar dan eceran yang memiliki kontribusi 13,2 persen dari PDB juga diasumsikan tumbuh 5,7 persen.

    Program-program nasional seperti MBG, subsidi kompensasi, hingga perlindungan sosial diharapkan semakin menopang kinerja sektor perdagangan dan eceran.

    Sektor informasi dan komunikasi yang berkontribusi 4,4 persen dari PDB ditargetkan tetap terjaga tumbuh tinggi di angka 8,3 persen, termasuk peningkatan kegiatan data center sebagai tulang punggung pengembangan ekonomi digital.

    Dalam kesempatan tersebut, Menkeu menyampaikan bahwa asumsi pertumbuhan ekonomi 2026 yang diusulkan pemerintah pada rentang 5,2-5,8 persen yoy.

    Sementara Fraksi Gerindra dan Partai Kebangkitan Bangsa (PBS) masing-masing memberikan pandangan, agar pertumbuhan ekonomi mencapai 6,3 persen dan 6 persen. Usulan Fraksi Gerindra dan Fraksi PKB tersebut mempertimbangkan agar arah pencapaian target pertumbuhan 8 persen pada tahun 2029 dapat dicapai.

    Fraksi Golkar, memberikan catatan agar pemerintah mendorong pertumbuhan ekonomi maksimal di batas atas 5,8 persen.

    “Pemerintah memiliki semangat yang sama untuk dapat mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkualitas,” ujar dia pula.

    Pewarta: M Baqir Idrus Alatas
    Editor: Budisantoso Budiman
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Menkeu: Kinerja sektor utama sisi produksi bikin optimisme ekonomi RI

    Menkeu: Kinerja sektor utama sisi produksi bikin optimisme ekonomi RI

    Capaian ini memperkuat optimisme bahwa swasembada beras sebagai bagian penting dari program ketahanan pangan telah berjalan sesuai dengan harapan,

    Jakarta (ANTARA) – Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan, kinerja sektor utama dari sisi produksi memberikan alasan optimisme terhadap ekonomi Indonesia.

    “Industri pengolahan yang menjelaskan 19,25 persen dari total PDB (Produk Domestik Bruto) nasional masih mampu tumbuh sehat di 4,55 persen year on year/yoy (pada triwulan I-2025), terutama didukung oleh manufaktur sektor hilirisasi,” ucapnya dalam Sidang Paripurna DPR ke-21 Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2024-2025 di Jakarta, Selasa.

    Selain itu, sektor perdagangan yang berkontribusi 13,22 persen terhadap total PDB tumbuh 5,03 persen.

    Kemudian juga sektor pertanian yang menjadi tulang punggung bagi ketahanan pangan tumbuh sangat tinggi sebesar 10,52 persen.

    Kinerja sektor pertanian didukung peningkatan produktivitas seiring adanya langkah penyederhanaan aturan distribusi pupuk bersubsidi.

    Melalui deregulasi tersebut, lanjutnya, pemerintah menjamin petani untuk mendapatkan pupuk sesuai dengan periode tanam.

    Produksi beras melonjak tinggi ke level 19,09 juta ton pada periode Januari-Juni 2025, lebih tinggi secara yoy dibandingkan tahun lalu yang sebanyak 16,86 juta ton. Hal itu berarti produk beras meningkat 13,2 persen.

    Lebih lanjut, produksi beras nasional tercatat sebagai tertinggi dalam tujuh tahun terakhir, sehingga menempatkan Indonesia sebagai negara produktif di kawasan ASEAN.

    Adapun pada tahun 2024, Indonesia harus melakukan langkah pengamanan melalui impor beras dalam menghadapi El Nino.

    Dengan peningkatan produksi stok beras Perum Bulog per pekan ketiga Juni 2025 telah, kata Menkeu, mencapai 4,17 juta ton beras, atau yang tertinggi sejak Bulog didirikan pada lima dekade yang lalu.

    “Capaian ini memperkuat optimisme bahwa swasembada beras sebagai bagian penting dari program ketahanan pangan telah berjalan sesuai dengan harapan,” ungkap Sri Mulyani.

    Dalam kesempatan tersebut, dia turut mendorong peningkatan perekonomian domestik.

    Momentum tren perbaikan hingga akhir semester tahun 2025 diminta harus terus dijaga, mulai dari inflasi tercatat 1,9 persen pada Juni atau yang terendah di antara G20 dan ASEAN, nilai tukar rupiah membaik signifikan pasar sempat menyentuh angka Rp16.943 per dolar Amerika Serikat (AS) pada 10 April 2025 dan kembali ke kisaran Rp16.200 per dolar AS di akhir semester I.

    Menurut dia, kinerja ekonomi domestik tetap kondusif dan harus terus dijaga melalui kebijakan dan sinergi yang kuat antar otoritas fiskal, moneter, dan sektor keuangan baik di pusat dan daerah.

    Kebijakan harus tetap responsif karena kondisi situasi yang dihadapi akan terus dinamis dan tidak predictable.

    “Pemerintah berupaya agar tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia mampu terus dijaga hingga akhir tahun 2025,” kata Menkeu.

    Di sisi lain, Sri Mulyani menerangkan pula bahwa pemerintah terus mewaspadai perkembangan perekonomian global pada tahun 2025 yang masih terus dihantui ketidakpastian.

    Saat ini, tatanan dunia bergeser dinyatakan memasuki era multi polar. Fragmentasi geopolitik dan peningkatan rivalitas antarnegara mengikis semangat globalisasi dan kerja sama multilateral, digantikan dengan semangat proteksionisme serta orientasi nasionalistik yang mengedepankan My Country First.

    Eskalasi konflik geopolitik juga telah pecah menjadi peperangan militer, sehingga menjadi penghalang utama dari pemulihan aktivitas ekonomi, menghambat arus perdagangan dan investasi, serta meningkatkan volatilitas pasar keuangan.

    Pertumbuhan global telah direvisi dan makin melemah, seperti proyeksi Bank Dunia pada Juni 2025 hanya 2,3 persen, dan perkiraan International Monetary Fund (IMF) pada April 2025 sebesar 2,8 persen

    Ekonomi terbesar seperti Amerika Serikat, China, Jepang, hingga Eropa turut mengalami revisi pertumbuhan ke bawah.

    Tekanan global diperburuk dengan volatilitas harga komoditas, nilai tukar, dan suku bunga yang tetap tertahan tinggi. Situasi perekonomian global yang terus mengalami tekanan berimbas pula terhadap perekonomian dalam negeri.

    Tercatat, ekonomi Indonesia di triwulan I-2025 mengalami pertumbuhan 4,87 persen yoy berkat topangan kontribusi konsumsi rumah tangga yang tumbuh 4,89 persen, dan ekspor 6,78 persen yoy karena dukungan ekspor produk hilirisasi.

    Konsumsi pemerintah di kuartal I terkontraksi 1,38 persen akibat pengaruh belanja pemerintah pada triwulan I-2024 yang sangat tinggi untuk memitigasi El Nino maupun mendukung pelaksanaan Pemilu.

    Pemerintah baru juga mengalami langkah-langkah penyesuaian melalui langkah efisiensi dan keberadaan kementerian/lembaga baru terbentuk.

    “Dari sisi investasi, triwulan I Indonesia hanya tumbuh 2,12 persen year on year. Hal ini merupakan pertumbuhan yang cukup rendah mencerminkan ketidakpastian global dan juga ketidakpastian dari sisi confidence pelaku ekonomi untuk bisa melakukan tindakan investasi,” ujar Sri Mulyani.

    Pewarta: M Baqir Idrus Alatas
    Editor: Abdul Hakim Muhiddin
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Sri Mulyani: Butuh Konsumsi 5,5% dan Investasi Rp7.500 Triliun untuk Capai Target Ekonomi

    Sri Mulyani: Butuh Konsumsi 5,5% dan Investasi Rp7.500 Triliun untuk Capai Target Ekonomi

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkap bahwa perlu adanya kenaikan tingkat konsumsi masyarakat ke level 5,5% dan investasi hingga Rp7.500 triliun untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi yang tinggi.

    Hal tersebut disampaikan Sri Mulyani dalam Rapat Paripurna DPR RI ke-21 di Kompleks Parlemen, Jakarta pada Selasa (1/7/2025). Pemerintah mendapatkan sejumlah masukan dari DPR terkait target pertumbuhan ekonomi 8% pada 2029, juga target pertumbuhan ekonomi 2026 dengan batas atas 5,8%.

    Menurut Sri Mulyani, dalam upaya mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkualitas, pemerintah harus menyelesaikan sejumlah tantangan dan mendorong dua aspek utama dalam produk domestik bruto (PDB), yakni konsumsi rumah tangga dan investasi.

    Dia mengungkap bahwa aspek permintaan harus meningkat, yakni konsumsi rumah tangga harus mampu tumbuh lebih tinggi. Pasalnya, konsumsi rumah tangga berkontribusi sekitar 55% terhadap PDB, sehingga kuat-lemahnya pertumbuhan konsumsi sangat berpengaruh bagi stuktur ekonomi Indonesia.

    “Untuk mencapai pertumbuhan tinggi konsumsi rumah tangga harus didorong lebih tinggi lagi, yaitu pada level 5,5%. Pemerintah harus mampu menciptakan lingkungan kesempatan kerja, sehingga income masyarakat dapat meningkat,” ujar Sri Mulyani pada Selasa (1/7/2025).

    Pada kuartal I/2025, konsumsi rumah tangga tercatat hanya tumbuh 4,89%, lebih rendah dari realisasi kuartal IV/2024 di level 4,98%. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang lebih rendah dari tingkat pertumbuhan ekonomi menjadi salah satu tantangan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi optimal.

    Selain itu, Sri Mulyani juga mengungkap bahwa laju investasi harus tumbuh signifikan agar perekonomian bisa tumbuh optimal. Menurut perkiraannya, investasi harus bisa tumbuh setidaknya 5,9% tahun depan.

    “Investasi baru pada 2026 untuk mencapai target pertumbuhan yang tinggi, dengan investasi senilai minimal Rp7.500 triliun,” ujarnya.

    Investasi yang tinggi menjadi syarat penting agar target pertumbuhan ekonomi 8% dapat tercapai, karena investasi berkontribusi 30% terhadap PDB.

    “Apabila digabungkan dengan konsumsi, maka konsumsi rumah tangga dan investasi keduanya berkontribusi 85% terhadap PDB,” ujar Sri Mulyani.