Topik: Produk Domestik Bruto

  • Progres RDMP Balikpapan capai 96,15 persen pada pekan pertama Agustus

    Progres RDMP Balikpapan capai 96,15 persen pada pekan pertama Agustus

    Balikpapan, Kalimantan Timur (ANTARA) – VP Legal and Relation PT Kilang Pertamina Balikpapan (KPB) Asep Sulaeman mengatakan progres pembangunan proyek Revamping Development Master Plan (RDMP) Balikpapan telah mencapai 96,15 persen per 1 Agustus 2025.

    “Kalau bicara sudah sejauh mana, sampai dengan saat ini, di Agustus minggu pertama, kita sudah mencapai 96,15 persen dari proyek kita,” kata Asep saat ditemui di kompleks RDMP Balikpapan, Kalimantan Timur, Kamis.

    Asep mengakui bahwa Proyek Strategis Nasional (PSN) tersebut memang sempat mengalami kendala progres, terutama pada saat dan pascapandemi COVID-19.

    Namun, ia memastikan perusahaan kini tengah mempercepat progres pembangunan, seperti penyelesaian scope secondary process unit Residual Fluid Catalytic Cracking (RFCC), RFCC-LPG, Propylene Recovery Unit (PRU), dan fasilitas pendukungnya.

    “Untuk bulan November ini, mudah-mudahan unit yang di belakang kita ini, RFCC, bisa selesai di November, bisa mengalir, seperti itu, di November,” ujar Asep.
    ​​​​​​​
    RDMP, yang memiliki nilai proyek sebesar 7,4 miliar dolar AS, diharapkan bisa meningkatkan kapasitas pengolahan crude atau produksi kilang menjadi 360 ribu barel per hari (kbpd) dari yang sebelumnya 260 kbpd.

    “Kemudian juga, kita akan meningkatkan standar ramah lingkungan kita, gasoline kita yang awalnya (kualitas) EURO II, menjadi EURO V,” kata dia.

    Selain itu, Asep mengatakan RDMP diharapkan dapat memperkuat ketahanan energi nasional dan mengurangi ketergantungan impor minyak dan gas dari negara lain.

    “Intinya, kita menambah 100 (kbpd). Saat ini pengolahan energi mungkin bisa sampai kalau kita 360 (kbpd), targetnya ya bisa menambah sekitar 15-20 persen juga (terhadap kontribusi pengolahan energi nasional),” ujar Asep.

    Selain memperkuat ketahanan energi, RDMP Balikpapan diperkirakan menyerap sekitar 24 ribu tenaga kerja selama masa konstruksi, dengan realisasi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) sekitar 35 persen, dan berpotensi meningkatkan Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar Rp514 miliar.

    Pewarta: Arnidhya Nur Zhafira
    Editor: Biqwanto Situmorang
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Progres RDMP Balikpapan capai 96,15 persen pada pekan pertama Agustus

    Progres RDMP Balikpapan capai 96,15 persen pada pekan pertama Agustus

    Balikpapan, Kalimantan Timur (ANTARA) – VP Legal and Relation PT Kilang Pertamina Balikpapan (KPB) Asep Sulaeman mengatakan progres pembangunan proyek Revamping Development Master Plan (RDMP) Balikpapan telah mencapai 96,15 persen per 1 Agustus 2025.

    “Kalau bicara sudah sejauh mana, sampai dengan saat ini, di Agustus minggu pertama, kita sudah mencapai 96,15 persen dari proyek kita,” kata Asep saat ditemui di kompleks RDMP Balikpapan, Kalimantan Timur, Kamis.

    Asep mengakui bahwa Proyek Strategis Nasional (PSN) tersebut memang sempat mengalami kendala progres, terutama pada saat dan pascapandemi COVID-19.

    Namun, ia memastikan perusahaan kini tengah mempercepat progres pembangunan, seperti penyelesaian scope secondary process unit Residual Fluid Catalytic Cracking (RFCC), RFCC-LPG, Propylene Recovery Unit (PRU), dan fasilitas pendukungnya.

    “Untuk bulan November ini, mudah-mudahan unit yang di belakang kita ini, RFCC, bisa selesai di November, bisa mengalir, seperti itu, di November,” ujar Asep.
    ​​​​​​​
    RDMP, yang memiliki nilai proyek sebesar 7,4 miliar dolar AS, diharapkan bisa meningkatkan kapasitas pengolahan crude atau produksi kilang menjadi 360 ribu barel per hari (kbpd) dari yang sebelumnya 260 kbpd.

    “Kemudian juga, kita akan meningkatkan standar ramah lingkungan kita, gasoline kita yang awalnya (kualitas) EURO II, menjadi EURO V,” kata dia.

    Selain itu, Asep mengatakan RDMP diharapkan dapat memperkuat ketahanan energi nasional dan mengurangi ketergantungan impor minyak dan gas dari negara lain.

    “Intinya, kita menambah 100 (kbpd). Saat ini pengolahan energi mungkin bisa sampai kalau kita 360 (kbpd), targetnya ya bisa menambah sekitar 15-20 persen juga (terhadap kontribusi pengolahan energi nasional),” ujar Asep.

    Selain memperkuat ketahanan energi, RDMP Balikpapan diperkirakan menyerap sekitar 24 ribu tenaga kerja selama masa konstruksi, dengan realisasi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) sekitar 35 persen, dan berpotensi meningkatkan Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar Rp514 miliar.

    Pewarta: Arnidhya Nur Zhafira
    Editor: Biqwanto Situmorang
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Pemberantasan underground economy bisa tambah penerimaan Rp500 T

    Pemberantasan underground economy bisa tambah penerimaan Rp500 T

    Memberantas underground economy, seperti mengambil ikan tanpa membuat keruh air kolam. Meningkatkan penerimaan negara, tanpa mengganggu kondusivitas ekonomi kita,

    Jakarta (ANTARA) – Ekonom Universitas Paramadina Wijayanto Samirin menilai, pemberantasan ekonomi informal atau underground economy bisa menjadi salah satu langkah efektif pemerintah untuk meningkatkan penerimaan negara hingga Rp500 triliun.

    Wijayanto di Jakarta, Kamis menjelaskan, mengutip data EY, underground economy Indonesia mewakili sekitar 23,8 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) atau setara 326 miliar dolar AS.

    Maka dari itu, potensi penerimaan negara dari sektor tersebut mencapai sekitar Rp500 triliun.

    “Ini berpotensi meningkatkan penerimaan negara secara signifikan, sekaligus membantu para pengusaha kita untuk tumbuh melalui perbaikan iklim berusaha,” kata Wijayanto.

    Underground economy sendiri dapat dikategorikan menjadi tiga, yakni produk legal yang masuk secara ilegal, produk legal yang tidak membayar pajak, serta produk ilegal.

    Wijayanto mengibaratkan, pemberantasan underground economy seperti “mengambil ikan tanpa membuat keruh air kolam,” yang maksudnya dapat meningkatkan penerimaan negara tanpa mengganggu kondusivitas perekonomian.

    “Memberantas underground economy, seperti mengambil ikan tanpa membuat keruh air kolam. Meningkatkan penerimaan negara, tanpa mengganggu kondusivitas ekonomi kita,” terangnya.

    Selain itu, ia memandang sejumlah saran Center of Economics and Law Studies (Celios) untuk menambah penerimaan negara menarik untuk dianalisa.

    Sebelumnya, Celios memperkirakan total penerimaan negara dari penerapan berbagai pajak progresif dapat mencapai Rp524 triliun per tahun.

    Perhitungan itu mencakup 10 instrumen pajak seperti pajak kekayaan, pajak karbon, hingga pajak windfall profit sektor ekstraktif, serta dua instrumen kebijakan lainnya.

    Celios menghitung, potensi penerimaan pajak kekayaan mencapai Rp81,6 triliun, pajak karbon Rp76,4 triliun, dan pajak produksi batu bara Rp66,5 triliun.

    Sementara itu, pengakhiran insentif pajak yang dinilai pro konglomerat berpotensi menambah penerimaan sebesar Rp137,4 triliun.

    Pewarta: Bayu Saputra
    Editor: Abdul Hakim Muhiddin
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Refleksi HUT RI: delapan dekade membangun ekonomi negeri

    Refleksi HUT RI: delapan dekade membangun ekonomi negeri

    Perjalanan ekonomi Indonesia selama 80 tahun adalah kisah tentang daya tahan, adaptasi, dan tekad untuk terus maju

    Jakarta (ANTARA) – Delapan dekade sudah Indonesia merdeka, dan perjalanan panjang dalam membangun ekonomi negeri pun telah dilalui.

    Indonesia yang yang lahir di tengah keterbatasan infrastruktur, teknologi, dan sumber daya manusia terdidik, kini bertransformasi menuju salah satu kekuatan ekonomi terbesar di Asia. Perjalanan panjang ini bukan hanya kisah pembangunan fisik, tetapi juga transformasi struktur ekonomi, kebijakan strategis, dan daya juang masyarakat yang membentuk fondasi menuju cita-cita besar: Indonesia Emas 2045

    Berdasarkan data dari World Bank, Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia, yang pada tahun 1967 hanya sekitar 7,7 miliar dolar AS, telah melampaui 1,5 triliun dolar AS pada 2024. Tingkat kemiskinan yang pada awal kemerdekaan diperkirakan di atas 70 persen populasi, turun menjadi sekitar 9,36 persen per Maret 2024 (BPS).

    Perjalanan ini menunjukkan transformasi besar dari negara berpendapatan rendah menjadi negara berpendapatan menengah, meski tantangan middle income trap masih membayangi.

    Untuk itu tahun 2025 menjadi momentum refleksi nasional yang penting: delapan dekade perjalanan Indonesia merdeka. Perjalanan panjang ini bukan hanya kisah politik dan sosial, tetapi juga perjalanan ekonomi yang berliku, penuh tantangan, tetapi sarat capaian.

    Selama 80 tahun Indonesia telah melewati fase-fase krusial, dari perekonomian yang porak-poranda akibat perang, menuju tahap pembangunan, krisis, reformasi, hingga era digital dan hilirisasi sumber daya alam.

    Era Pembangunan Ekonomi

    Era fondasi ekonomi (1945–1965) merupakan masa awal kemerdekaan yang diwarnai oleh instabilitas politik dan ekonomi. Perekonomian Indonesia saat itu masih berbasis agraris, dengan infrastruktur terbatas dan inflasi yang sangat tinggi.

    Pada 1965, inflasi bahkan mencapai 650 persen (BPS), akibat dari defisit fiskal besar, pembiayaan melalui pencetakan uang, dan situasi politik yang memanas. Pemerintah pada saat itu fokus pada pembangunan fondasi ekonomi yang terdiri dari nasionalisasi aset-aset Belanda pada awal 1950-an, pembentukan bank sentral (Bank Indonesia pada 1953), dan perencanaan pembangunan lima tahun pertama. Namun, keterbatasan kapasitas fiskal dan lemahnya basis industri membuat pembangunan berjalan lambat. Meski demikian, pada periode ini lahir kesadaran bahwa kemandirian ekonomi adalah bagian integral dari kedaulatan nasional.

    Setelah itu dilanjutkan era Pembangunan Orde Baru (1966–1998) di bawah Pemerintahan Presiden Soeharto, dengan memprioritaskan stabilisasi ekonomi dan pembangunan infrastruktur. Langkah awalnya adalah mengendalikan inflasi, yang berhasil ditekan dari 650 persen pada 1965 menjadi di bawah 20 persen pada awal 1970-an.

    Pemerintah membuka pintu investasi asing melalui UU Penanaman Modal Asing 1967 dan memanfaatkan boom minyak 1970-an untuk membiayai proyek-proyek infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan.

    Pada dekade 1980-an, diversifikasi ekonomi mulai dilakukan seiring jatuhnya harga minyak dunia. Industrialisasi menjadi agenda utama, termasuk pengembangan industri manufaktur dan ekspor non-migas. Pertumbuhan ekonomi pada periode 1989–1996 rata-rata mencapai 7 persen per tahun, menjadikan Indonesia sebagai salah satu “macan Asia” baru. Tingkat kemiskinan turun signifikan dari 40 persen pada 1976 menjadi sekitar 11 persen pada 1996 (BPS).

    Namun, fondasi ekonomi yang rapuh, terutama ketergantungan pada utang luar negeri dan lemahnya regulasi perbankan membuat Indonesia terpukul hebat oleh krisis moneter Asia 1997–1998. Nilai tukar rupiah anjlok dari Rp2.300 per dolar AS menjadi lebih dari Rp 15.000, PDB mengalami kontraksi hingga -13,1 persen pada 1998, dan kemiskinan melonjak menjadi 24 persen.

    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Anugerah Ekonomi Hijau detikcom Digelar Hari Ini

    Anugerah Ekonomi Hijau detikcom Digelar Hari Ini

    Jakarta

    Sebagai bentuk apresiasi terhadap adopsi prinsip environmental, social dan governance (ESG), detikcom kembali menggelar Anugerah Ekonomi Hijau, Kamis (14/8/2025) pukul 18.30 WIB. Gelaran ini merupakan tahun kedua setelah menuai kesuksesan pada penyelenggaraan tahun lalu.

    Penganugerahan ini akan diberikan kepada korporasi, lembaga, dan organisasi atas program dan inisiatifnya terhadap prinsip keberlanjutan. Acara ini dapat disaksikan melalui streaming di detik.com/AEH2025.

    Pemimpin Redaksi detikcom, Alfito Deannova Gintings, mengatakan Anugerah Ekonomi Hijau merupakan ajang apresiasi terhadap perusahaan-perusahaan yang memiliki kepedulian tinggi terhadap pembangunan berkelanjutan.

    “Ajang ini merupakan apresiasi yang diberikan kami, detikcom, untuk program inisiatif yang diberikan korporasi lembaga dan organisasi yang memiliki keperdulian tinggi terhadap visi pembangunan berkelanjutan yang bersandar terhadap kepedulian lingkungan, dampak sosial, ketiga implementasi tata kelola yang bijak,” kata Alfito dalam acara Anugerah Ekonomi Hijau detikcom di Menara Bank Mega, Jakarta Selatan, Kamis (14/8/2025).

    Untuk diketahui, sektor hijau sendiri memiliki kontribusi yang besar terhadap perekonomian Indonesia. Berdasarkan studi Center of Economic and Law Studies (CELIOS) dan & Greenpeace Indonesia transisi ekonomi hijau diperkirakan berdampak hingga Rp 4.376 triliun pada output ekonomi nasional.

    Melalui transisi ekonomi hijau ini, akan ada tambahan terhadap produk domestik bruto (PDB) sebesar Rp 2.943 triliun dalam jangka waktu 10 tahun ke depan. Selain itu, transisi ekonomi hijau juga dapat membuka lapangan dan meningkatkan pendapatan kerja.

    Jadi, jangan sampai ketinggalan. Saksikan Anugerah Ekonomi Hijau hanya di detikcom.

    Tonton juga Video: PAM JAYA Terima Anugerah Atas Penerapan Teknologi Pengolahan Air Minum di IPA Mookervart

    (kil/kil)

  • Pemerintah belanjakan Rp1.333 triliun untuk warga miskin tahun ini

    Pemerintah belanjakan Rp1.333 triliun untuk warga miskin tahun ini

    Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan hasil rapat berkala Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) di Kantor LPS, Jakarta, Senin (28/7/2025). Berdasarkan hasil rapat tersebut, KSSK menyatakan bahwa stabilitas sistem keuangan pada triwulan II tahun 2025 tetap terjaga di tengah ketidakpastian global yang masih tinggi. ANTARA FOTO/Fauzan/nz (ANTARA FOTO/FAUZAN)

    Pemerintah belanjakan Rp1.333 triliun untuk warga miskin tahun ini
    Dalam Negeri   
    Editor: Novelia Tri Ananda   
    Rabu, 13 Agustus 2025 – 18:01 WIB

    Elshinta.com – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan pemerintah pusat membelanjakan sebesar Rp1.333 triliun untuk warga miskin atau masyarakat bawah melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025.

    “Anggaran pemerintah pusat yang langsung dinikmati oleh masyarakat, terutama kelompok bawah, mencapai Rp1.333 triliun untuk tahun ini,” kata Sri Mulyani dalam kegiatan Sarasehan Nasional Ekonomi Syariah Refleksi Kemerdekaan RI 2025 di Jakarta, Rabu.

    Dia merinci anggaran itu disalurkan melalui berbagai program, seperti Program Keluarga Harapan (PKH) dan bantuan sosial (bansos) sembako, akses pembiayaan bagi UMKM, penyediaan layanan kesehatan dan pendidikan, hingga dukungan untuk ketahanan pangan dan energi.

    Sri Mulyani pun mengatakan anggaran belanja pemerintah pusat (BPP) yang diterima langsung oleh masyarakat untuk tahun depan bakal lebih besar dari tahun ini.

    “Dua hari lagi Presiden Prabowo Subianto akan menyampaikan untuk tahun depan, dan angkanya akan lebih besar lagi,” tuturnya.

    Sebagai catatan, realisasi belanja negara hingga semester I 2025 mencapai Rp1.407,1 triliun atau 38,8 persen dari target APBN 2025. Realisasi itu terdiri atas BPP sebesar Rp1.006,5 triliun dan transfer ke daerah (TKD) Rp400,6 triliun. Belanja negara tersebut tumbuh sebesar 0,6 persen (yoy). Menurut Menkeu, pertumbuhan belanja negara mencerminkan upaya pemerintah menjalankan kebijakan countercyclical di tengah dinamika global dan regional.

    Belanja difokuskan guna mendukung pencapaian target pembangunan bidang pendidikan, kesehatan, hingga penguatan ekonomi daerah melalui program makan bergizi gratis (MBG) dan pemberdayaan desa serta UMKM. Selain itu, belanja juga diarahkan pada program prioritas nasional, antara lain penguatan ketahanan pangan dan energi.

    Untuk Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026, pembahasan terakhir pemerintah dan DPR menetapkan belanja negara dipatok pada rentang 14,19-14,83 persen terhadap produk domestik bruto (PDB), terdiri dari BPP 11,41-11,94 persen PDB dan TKD 2,78-2,89 persen PDB.

    Sumber : Antara

  • Rupiah menguat didukung potensi BI tahan suku bunga acuan

    Rupiah menguat didukung potensi BI tahan suku bunga acuan

    Sumber foto: Antara/elshinta.com.

    Rupiah menguat didukung potensi BI tahan suku bunga acuan
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Rabu, 13 Agustus 2025 – 18:10 WIB

    Elshinta.com – Research and Development Indonesia Commodity and Derivatives Exchange (ICDX) Taufan Dimas mengatakan penguatan nilai tukar (kurs) didukung antisipasi pasar terkait potensi Bank Indonesia mempertahankan suku bunga acuan.

    “Pasar mengantisipasi Bank Indonesia akan mempertahankan suku bunga acuan di level 6,25 persen pada RDG (Rapat Dewan Gubernur) 19–20 Agustus 2025 pekan depan,” katanya kepada ANTARA di Jakarta, Rabu.

    Nilai tukar rupiah pada penutupan perdagangan hari Rabu di Jakarta menguat sebesar 88 poin atau 0,54 persen menjadi Rp16.202 per dolar Amerika Serikat (AS) dari sebelumnya Rp16.290 per dolar AS.

    Kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia pada hari ini juga menguat ke level Rp16.237 per dolar AS dari sebelumnya sebesar Rp16.298 per dolar AS.

    Ekspektasi ini dinilai menjaga daya tarik imbal hasil rupiah, dan mendorong aliran dana asing ke pasar obligasi pemerintah.

    Optimisme tersebut turut diperkuat persepsi stabilitas kebijakan moneter BI di tengah ketidakpastian global.

    Melihat dari faktor global, kinerja rupiah diuntungkan pelemahan dolar AS pasca rilis data Consumer Price Index (CPI) dan Producer Price Index (PPI) AS pada Juli 2025 yang melambat, yakni inflasi di angka 2,7 persen year on year (yoy) dari perkiraan 2,8 persen. Hal ini memicu ekspektasi pasar atas kemungkinan pemangkasan suku bunga The Fed pada kuartal IV-2025.

    “Melemahnya CPI menandakan tekanan harga di AS mulai mereda, sehingga mengurangi tekanan terhadap mata uang negara berkembang,” ujar Taufan.

    Sentimen risk-on global juga meningkat setelah data manufaktur Tiongkok menunjukkan perbaikan, lanjutnya, sehingga mendorong arus modal masuk ke emerging markets.

    Kombinasi ekspektasi kebijakan moneter BI, pelemahan dolar, dan optimisme global ini dianggap menjadi katalis utama yang mengangkat kurs rupiah di tengah dinamika fluktuasi pasar.

    Senada, Kepala Ekonom Permata Bank Josua Pardede menilai penguatan rupiah karena faktor CPI AS. Berdasarkan angka tersebut, Menteri Keuangan AS Scott Bessent menyebutkan bahwa pemotongan 50 basis points (bps) oleh The Fed perlu dipertimbangkan, sejalan dengan tekanan Presiden AS Donald Trump agar pelonggaran lebih agresif.

    Efeknya, lanjut Josua, Asia-Pacific Currencies (Asia FX) serempak menguat dengan Rupiah dan Baht memimpin, sementara imbal hasil UST 10Y cenderung turun.

    Melihat dari sisi domestik, minat asing ke Surat Berharga Negara (SBN) meningkat. Lelang SBN terbaru membukukan penawaran Rp162 triliun, tertinggi sejak tahun 2016. Selain itu, yield Indo 10Y stabil turun, sehingga menambah pasokan valas dan menopang rupiah.

    Arus pada SBN pasca lelang dan antisipasi Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) 2026 disebut menjadi penentu tambahan. “Dampaknya ke rupiah akan terbatas selama disiplin fiskal (lebih kecil dari 3 persen terhadap Produk Domestik Bruto/PDB) terjaga,” ungkap Josua. 

    Sumber : Antara

  • Trump Tak Terima Prediksi Tarif, Desak Goldman Sachs Rekrut Ekonom Baru – Page 3

    Trump Tak Terima Prediksi Tarif, Desak Goldman Sachs Rekrut Ekonom Baru – Page 3

    Sebelumnya, Goldman Sachs memangkas prediksi resesi untuk Amerika Serikat (AS) menjadi 35% dari 45%. Hal itu membuat Goldman Sachs menjadi lembaga besar pertama yang melakukannya setelah jeda tarif Amerika Serikat (AS) dan China meningkatkan harapan akan ada pelonggaran dalam perang dagang global.

    Mengutip Yahoo Finance, Selasa (13/5/2025), Amerika Serikat (AS) dan China sepakat untuk mengurangi tarif impor masing-masing selama 90 hari pada Senin, 12 Mei 2025. AS menurunkan tarif atas barang-barang China menjadi 30% dari 145% dan China memangkas bea masuk atas impor AS menjadi 10% dari 125%.

    Perusahaan pialang global telah meningkatkan peluang terhadap resesi AS dan global bulan lalu. Hal ini karena kekhawatiran tarif mengancam akan melemahkan kepercayaan bisnis dan memperlambat pertumbuhan.

    Goldman Sachs juga menaikkan perkiraan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) AS pada 2025 sebesar 0,5 poin persentase menjadi 1%.

    Dengan prospek pertumbuhan yang berpotensi membaik, Goldman sekarang memprediksi total tiga kali pemangkasan suku bunga dari the Federal Reserve (the Fed) atau bank sentral AS pada 2025 dan 2026. Mereka memperkirakan satu pemangkasan pada Desember, dan bukan Juli. Sisanya pada Maret dan Juni tahun depan.

    Goldman sebelumnya telah memprediksi tiga kali pemangkasan suku bunga pada 2025.

    “Alasan pemotongan suku bunga bergeser dari asuransi ke normalisasi karena pertumbuhan tetap agak lebih kuat, tingkat pengangguran meningkat agak lebih rendah, dan urgensi untuk dukungan kebijakan berkurang,” kata Goldman.

    Goldman Sachs juga menaikkan target akhir tahun untuk indeks S&P 500 menjadi 6.100 dari 5.900. Hal ini lantaran tarif yang lebih rendah dan risiko resesi. Pada Senin, 12 Mei 2025, indeks S&P 500 ditutup ke posisi 5.844,19.

    Sementara itu, Citigroup mendorong harapannya untuk pemangkasan suku bunga the Fed menjadi Juli dari Juni 2025.

     

  • Kemenkeu Pede Bisa Tingkatkan Tax Ratio Indonesia ke 15% – Page 3

    Kemenkeu Pede Bisa Tingkatkan Tax Ratio Indonesia ke 15% – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak, Yon Arsal, menegaskan bahwa Indonesia masih memiliki ruang cukup besar untuk meningkatkan tax ratio atau rasio perpajakan hingga mencapai level berkelanjutan yang direkomendasikan lembaga internasional.

    Menurut kajian Dana Moneter Internasional (IMF), tipping point untuk tax ratio berada di kisaran 15% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Berdasarkan perhitungan resmi, tax ratio Indonesia tahun lalu berada di angka 10,2%.

    “Kalau kajiannya IMF bilang, ada tipping point, sekitar 15 persen itu sebagai sebuah sustainable level of text ratio. Jadi kita masih punya gap. Tapi jangan bandingin 10 persen dengan 15 persen,” kata Yon dalam diskusi Celios, di kantor Celios, Jakarta Pusat, Selasa (12/8/2025).

    Namun, Yon menyebut angka ini belum mencerminkan kapasitas penerimaan negara yang sebenarnya. Jika memasukkan komponen seperti Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) SDA, pajak daerah, dan iuran jaminan sosial, maka tax ratio Indonesia sesungguhnya berada di kisaran 12–13,5%.

    “Sebenarnya, tax ratio kita itu kalau mau komparasi, itu ya masih relatifly sekitar 13-13,5 persen. Rata-rata setiap tahun, antaranya 12-13 persen,” ujarnya.

    Dengan demikian, gap menuju target 15% hanya sekitar 2–3 poin persentase, jauh lebih kecil dari yang sering diasumsikan publik. Menurutnya, jangan bandingkan angka 10% dengan target 15%, karena itu membuat Indonesia seakan terlihat tertinggal jauh, yang benar adalah membandingkan angka 12–13% dengan 15%.

    Ia menegaskan, gap yang relatif kecil ini menunjukkan bahwa target peningkatan tax ratio bukanlah hal yang mustahil, asal ada langkah konkret dan konsisten.

     

  • Rasio Pajak Indonesia Tak Kalah Dibanding Negara Lain, Ini Buktinya – Page 3

    Rasio Pajak Indonesia Tak Kalah Dibanding Negara Lain, Ini Buktinya – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak, Yon Arsal, menjelaskan bahwa posisi tax ratio Indonesia sebenarnya tidak terlalu tertinggal dibanding negara tetangga jika dihitung secara komprehensif.

    Menurutnya, perhitungan yang hanya mengandalkan penerimaan pajak pusat membuat angka Indonesia terlihat kecil, yakni sekitar 10,2% dari Produk Domestik Bruto (PDB).

    “Jadi, tax ratio katanya kita itu kadang-kadang menjadi mengecil, bukan karena dia kecil, tapi karena ada beberapa jenis pajak yang kemudian dialokasikan ke daerah, menjadi bagiannya daerah,” kata Yon dalam diskusi bersama Celios, di Kantor Celios, Jakarta Pusat, Selasa (12/8/2025).

    Namun, bila memasukkan komponen lain seperti Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) SDA, pajak daerah, dan iuran jaminan sosial, tax ratio Indonesia bisa mencapai 12–13,5%.

    “Sebenarnya, tax ratio kita itu kalau mau komparasi, itu ya masih relatifly sekitar 13-13,5 persen. Rata-rata setiap tahun, antaranya 12-13 persen,” ujarnya.

    Jangan Bandingkan Tax Ratio RI dengan Negara Lain

    Yon menekankan bahwa publik sering salah persepsi ketika membandingkan tax ratio Indonesia dengan negara lain. Ia menegaskan, jangan membandingkan angka 10% dengan negara lain yang perhitungannya memasukkan semua jenis pungutan.

    Ia menambahkan, definisi dan metode perhitungan yang berbeda di tiap negara membuat angka tax ratio tidak bisa dilihat secara mentah tanpa memahami komponennya.

    “Kalau kita lihat dengan negara-negara tetangga, yang kita nggak terlalu ketinggalan juga sih, dibandingkan dengan negara beberapa yang di sebelah-sebelah kita. Malaysia juga sekitar angka 12-13 persen,” jelasnya.