Topik: Produk Domestik Bruto

  • Produsen Belum Siap Penerapan Cukai Minuman Manis pada 2026

    Produsen Belum Siap Penerapan Cukai Minuman Manis pada 2026

    Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Industri Minuman Ringan alias Asrim menyatakan belum siap dengan penerapan cukai minuman berpemanis dalam kemasan alias MBDK pada 2026, seperti yang ditetapkan dalam RAPBN 2026.

    Ketua Umum Asrim Triyono Prijosoesilo mengaku tidak kaget dengan rencana implementasi cukai MBDK dalam RAPBN 2026. Menurutnya, rencana tersebut sudah masuk ke dalam APBN beberapa tahun terakhir meski tak kunjung terealisasi.

    Hanya saja, Triyono berharap pemerintah mempertimbangkan kondisi ekonomi dan dampak penerapan cukai MBDK ke industri. Dia berpendapat, cukai MBDK hanya akan menambah beban bagi industri yang ujungnya akan menjadi beban bagi konsumen/masyarakat.

    Cukai MBDK, sambungnya, akan mengakibatkan kenaikan harga produk yang akan berdampak pada penurunan penjualan. Apalagi, Asrim mencatat kinerja industri minuman siap saji dalam kemasan masih dalam tekanan besar. 

    “Pertumbuhan sejak 2023 terus menurun. 2023 pertumbuhan di kisaran 3.1%, kemudian menurun ke 1.2% di 2024. Bahkan kuartal I/2025, terus turun menjadi -1.3%. Ini perlu menjadi perhatian kita semua termasuk pemerintah,” kata Triyono kepada Bisnis, Rabu (20/8/2025).

    Dia menilai implementasi cukai MBDK sekedar upaya menambah jenis pajak baru guna menaikkan tax ratio atau rasio pajak terhadap produk domestik bruto. Menurut Triyono, otoritas fiskal seperti berburu di kebun binatang karena subjek pajak/cukai MBDK adalah perusahaan-perusahaan yang selama ini sudah membayar beragam jenis pajak.

    Tak hanya itu, klaimnya, penerapan cukai minuman manis terbukti di berbagai negara tidak efektif untuk menurunkan tingkat prevalensi penyakit tidak menular/obesitas.

    “Bagi Indonesia kami meyakini hal yang sama akan terjadi. MBDK bukan kontributor utama sumber kalori bagi masyarakat Indonesia. Data BPS 2022 menunjukkan bahwa kontributor utama konsumsi kalori dalam pangan (mamin) datang dari pangan yang disiapkan di rumah, sebesar 79%,” ucapnya.

    Oleh sebab itu, Triyono meyakini penerapan cukai MBDK hanya menyasar sebagian kecil sumber pasokan gula/kalori bagi masyarakat sehingga dampaknya ke penambahan beban industri dalam negeri.

    Sebagai informasi, wacana penerapan cukai MBDK notabenenya sudah ada sejak 2020. Kendati demikian, penerapannya terus diundur. Dalam APBN 2025, pemerintah bahkan sudah menetapkan target penerimaan dari cukai MBDK yaitu sebesar Rp3,8 triliun. Hanya saja hingga kini, implementasinya tetap tidak terealisasi.

    Kini dalam RAPBN 2026, pemerintah menyatakan akan kembali menerapkan cukai MBDK, sebagai bagian dari ekstensifikasi barang kena cukai. 

    “Pengaturan pengenaan cukai atas MBDK bertujuan untuk mendukung upaya pengendalian konsumsi atas produk yang memiliki eksternalitas negatif terhadap kesehatan sehingga dapat mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat dan peningkatan kualitas hidup masyarakat,” tertulis dalam dokumen tersebut, dikutip Rabu (20/8/2025).

    Kendati demikian, otoritas fiskal mengakui implementasi kebijakan itu berpotensi menghadapi risiko dari sisi kesiapan pelaku usaha, terutama bersumber dari keberagaman produk dan rantai distribusi yang berpotensi menimbulkan kompleksitas dalam pelaksanaan.

    Selain itu, pemerintah mengidentifikasi risiko dari masyarakat yang menyadari pentingnya kebijakan cukai minuman manis. Oleh sebab itu, pemerintah menyatakan siap menumbuhkan kesadaran dari masyarakat secara terus-menerus atas efek negatif dari konsumsi gula berlebih bagi kesehatan.

  • Pemerintah Bidik Setoran Pajak Selangit, DPR Desak Perbaikan Coretax

    Pemerintah Bidik Setoran Pajak Selangit, DPR Desak Perbaikan Coretax

    Jakarta, CNBC Indonesia – Anggota DPR RI Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (F-PKB) Ratna Juwita Sari mendesak Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk segera memperbaiki sistem Coretax dan Compliance Risk Management (CRM) demi mewujudkan target rasio penerimaan pajak tahun 2026 sebesar 12,8% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), atau senilai Rp 2.692,1 triliun.

    “Jika perbaikan tidak dilakukan segera, maka target penerimaan pajak tersebut akan sulit dicapai. Pemerintah tidak boleh mengulangi berbagai hambatan teknis yang terjadi pada implementasi Coretax pada 2024 ini,” kata Ratna saat menyampaikan pandangan Fraksi PKB terhadap Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026 dalam Rapat Paripurna DPR RI Ke-2 Masa Sidang I Tahun Sidang 2025-2026 di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, Selasa (19/8/2025).

    Ia juga mendorong agar sistem perpajakan nasional diselaraskan dengan perkembangan global, termasuk sistem perpajakan digital terkini. Menurutnya, percepatan transformasi digital dan integrasi CRM ke dalam Coretax akan memperkuat pengawasan risiko kepatuhan wajib pajak melalui penyempurnaan regulasi dan infrastruktur perpajakan. Di sisi lain, Ratna menyoroti kebijakan insentif fiskal yang terdapat dalam RAPBN 2026.

    “Sesuai prinsip, F-PKB menyambut baik RAPBN 2026. Namun pemberian insentif fiskal untuk akselerasi investasi dan hilirisasi industri harus dipastikan tepat sasaran, terukur, dan terarah,” ujarnya.

    Lebih jauh, Politisi Dapil Jawa Timur IX itu mengingatkan bahwa defisit RAPBN 2026 diperkirakan mencapai Rp638,8 triliun atau setara 2,48% terhadap PDB. Sebab itu, ia meminta kebijakan fiskal dilaksanakan secara hati-hati guna menjaga stabilitas makroekonomi.

    “Pemilihan sumber pembiayaan anggaran baik dari komponen pembiayaan utang maupun non-utang wajib memperhatikan keseimbangan antara cost dan risk yang tepat, sehingga tetap berada dalam level risk appetite dan tidak menimbulkan cost of fund tinggi,” ujar Ratna.

    Adapun, pemerintah menegaskan tidak akan mengenakan pajak baru pada 2026 sekaligus fokus pada reformasi internal untuk mengejar target penerimaan pajak. Target penerimaan perpajakan dalam RAPBN 2026 ditetapkan sebesar Rp2.357,7 triliun, sedangkan total penerimaan negara diproyeksikan mencapai Rp3.147,7 triliun.

    Sementara itu, DJP menargetkan untuk memperbaiki Coretax pada akhir tahun ini. DJP memiliki pekerjaan rumah untuk membereskan error di 18 bisnis proses dan migrasi data dari sistem sebelumnya ke dalam Coretax.

    (haa/haa)

    [Gambas:Video CNBC]

  • 8 Fraksi DPR soal RAPBN 2026, Soroti MBG-Alokasi Transfer ke Daerah

    8 Fraksi DPR soal RAPBN 2026, Soroti MBG-Alokasi Transfer ke Daerah

    Jakarta

    Fraksi-fraksi di DPR RI menyampaikan pandangannya terkait Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) tahun 2026. Sebanyak 8 fraksi di DPR RI setuju pembahasan RAPBN ini dibawa ke tingkat selanjutnya.

    Fraksi PDI Perjuangan yang diwakili oleh Rio Dondokambey meminta pemerintah menjelaskan secara detail perubahan struktur ekonomi dan ekosistem birokrasi.

    “Pemerintah hendaknya dapat menjelaskan lebih lanjut rencana transformasi akan dilaksanakan dan tahapannya, sehingga akan terlihat dalam perubahan struktur ekonomi dan sosial ekosistem birokrasi dan kemandirian rakyat,” kata Rio dalam paripurna, Selasa (19/8/2025).

    Ia menyoroti alokasi transfer ke daerah yang menurun. Menurutnya, perlu ada skema yang efektif, terutama dalam pelaksanaan Koperasi Desa Merah Putih.

    “Alokasi transfer ke daerah menurun. Maka dari itu, pemerintah perlu memastikan adanya skema alokasi program dan anggaran lain yang efektif agar pembangunan di seluruh daerah tetap terjaga,” ujar Rio.

    “Penurunan alokasi Dana Desa di tengah pelaksanaan program Koperasi Merah Putih Desa berpotensi melemahkan peran desa dalam pembangunan dan pembinaan masyarakat. Pemerintah perlu menyiapkan program berbasis desa dengan tata kelola yang baik serta penguatan kompetensi usaha,” imbuhnya.

    Fraksi Golkar mendukung RAPBN 2026 dilanjutkan ke tahapan berikutnya. Golkar mengaku setuju dengan program makan bergizi gratis (MBG), Koperasi Desa Merah Putih hingga Sekolah Rakyat.

    “Dari sisi indikator makro ekonomi, pertumbuhan ekonomi ditargetkan pada level 5,4% dari produk domestik bruto. Fraksi partai Golkar menilai target tersebut tergolong optimis untuk dicapai, meskipun pemerintah telah berhasil meningkatkan kinerja pertumbuhan ekonomi mencapai 5,12% pada triwulan ke-2 2025,” ujar fraksi Golkar.

    Gerindra juga menyetujui RAPBN 2026 dibahas ke tingkat selanjutnya. Gerindra mengatakan anggaran besar bagi kementerian dan lembaga semata-mata digunakan untuk kepentingan rakyat.

    “Fraksi Partai Gerindra DPR RI mengapresiasi dan memberikan dukungan penuh atas RAPBN 2026 dengan fokus utama 8 program pemerintah Presiden Prabowo. Pertama, ketahanan pangan dengan mengalokasikan anggaran Rp 164,4 triliun untuk memperkuat ketahanan pangan nasional,” kata politikus Gerindra, Danang Wicaksana Sulistya.

    Danang juga mengungkit anggaran senilai Rp 402,4 triliun untuk ketahanan energi hingga anggaran makan bergizi gratis (MBG) untuk 2026 senilai Rp 335 trilun.

    “Makan bergizi gratis dengan target menjangkau 82,9 juta penerima manfaat mengalokasikan anggaran Rp 335 triliun,” kata Danang.

    “Fraksi Gerindra DPR RI menegaskan bahwa anggaran yang besar di kementerian dan lembaga dalam RAPBN 2026 sepenuhnya adalah untuk rakyat,” tambahnya.

    Fraksi NasDem yang diwakili oleh Ratih Megasari mendukung hilirisasi industri hingga pertanian dari RAPBN 2026. Ratih mengatakan pihaknya juga menyetujui adanya penyederhanaan izin usaha.

    “Besarnya alokasi pada program MBG, yaitu sebesar Rp 335 triliun untuk 82,9 juta siswa dan 30.000 satuan pemenuhan pelayanan gizi menandai pendekatan pro siswa. Kami mendukung program MBG sebagai upaya peningkatan gizi dan kualitas belajar siswa namun menekankan perlunya pengawasan ketat dan transparansi dalam prosesnya pada program tersebut,” ungkapnya.

    Hal senada juga diungkap oleh Fraksi PKB yang diwakili oleh Ratna Juwita Sari. PKB menyayangkan efisiensi anggaran oleh pemerintah tetapi tak bisa menaikkan proporsi belanja modal.

    “Tingkat pengangguran terbuka diproyeksikan diangkat 4,4 sampai dengan 4,96%, fraksi Partai Kebangkitan Bangsa menilai bahwa target penurunan jumlah pengangguran seharusnya dapat ditetapkan di angka yang lebih optimis, bonus demografi bisa kita perjuangkan untuk menjadi model jika pemerintah serius memperluas lapangan kerja formal,” ujar Ratna.

    “Belanja modal yang mengalami penurunan kami dari fraksi PKB menyayangkan efisiensi anggaran yang dilakukan oleh pemerintah tidak dpat menaikan proporsi belanja modal yang dapat digunakan untuk membangun sarana dan fasilitas publik,” tambahnya.

    Fraksi PKS mendukung program Makan Bergizi Gratis. PKS berharap lewat program itu, kualitas sumber daya manusia (SDM) RI ke depannya dapat ditingkatkan.

    “Mendukung program Makan Bergizi Gratis sebagai langkah strategis, dengan program tersebut fraksi PKS mendorong pemerintah untuk memastikan tercapainya target menciptakan generasi unggul dan meningkatkan kualitas SDM masa depan Indonesia juga harus mampu memberdayakan UMKM dan ekonomi lokal,” ujar Fraksi PKS diwakili oleh Amin Ak.

    Sementara itu Fraksi PAN menyoroti soal alokasi transfer ke daerah yang perlu diantisipasi. Ia berharap belanja negara tetap produktif dan merata.

    “Penurunan alokasi transfer ke daerah perlu diantisipasi dengan mekanisme kompensasi yang adil dan sinergi yang kuat antara pusat dan daerah agar belanja negara tetap produktif merata dan berorientasi pada peningkatan kesejahteraan rakyat,” ungkap Rizki Sadiq.

    Partai Demokrat juga menyoroti program Makan Bergizi Gratis yang mengambil hampir setengah porsi anggaran pendidikan. Ia mengatakan kualitas pendidikan di RI jangan sampai menurun setelah kebijakan itu.

    “Program Makan Bergizi Gratis yang mengambil porsi hampir setengah dari alokasi pendidikan memang penting untuk kualitas sumber daya manusia, namun tidak boleh mengurangi mutu pendidikan secara keseluruhan,” ujar perwakilan Demokrat, Andi Muzakkir Aqil.

    Halaman 2 dari 4

    (dwr/maa)

  • Badai PHK Tekstil Masih Terjadi, Pengusaha Tuding Mafia Impor Biang Keladi

    Badai PHK Tekstil Masih Terjadi, Pengusaha Tuding Mafia Impor Biang Keladi

    Bisnis.com, JAKARTA — Kalangan pegiat industri tekstil dan produk tekstil (TPT) menuding mafia kuota impor sebagai biang kerok keterpurukan sektor tekstil nasional. Kehadiran mafia impor juga menjadi salah satu pemicu badai pemutusan hubungan kerja (PHK) yang terus terjadi.

    Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen (APSyFI) mencatat sekitar 250.000 pekerja terkena PHK akibat penutupan 60 pabrik sepanjang 2023-2024.

    Sementara itu, Konfederasi Serikat Pekerja Nasional (KSPN) baru-baru ini juga merilis data pengurangan tenaga kerja sampai dengan Agustus 2025 sekitar 400.000 orang yang didominasi sektor TPT dan alas kaki.

    Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) Rayon Tekstil menilai hal tersebut terjadi tak lepas dari kehadiran mafia kuota impor. Adapun, kuota impor yang dikeluarkan oleh Kementerian Perindustrian setiap tahunnya terus naik.

    “Tapi di sisi lain kita lihat banyak perusahaan tutup dan PHK karena tidak mampu bersaing dengan barang impor. Artinya, kuota impor yang dikeluarkan Kemenperin telah memakan porsi produk lokal di pasar domestik,” kata Agus dalam keterangan resminya, Selasa (19/8/2025).

    Merujuk pada data Badan Pusat Statistik (BPS), impor benang dan kain pada 2016 masing-masing hanya sebesar 230.000 ton dan 724.000 ton. Namun, pada 2024, impor kedua produk tersebut masing-masing telah mencapai 462.000 ton dan 939.000 ton.

    Untuk diketahui, kuota impor tekstil diterbitkan oleh Kementerian Perindustrian (Kemenperin) melalui pertimbangan teknis (Pertek) berdasarkan peraturan tata niaga impor dari Kementerian Perdagangan.

    Dalam hal ini, Agus menerangkan bahwa tak sedikit keluhan dari industri lokal tentang kuota impor yang
    mereka ajukan umumnya hanya diberikan kurang dari sepertiga kapasitas produksinya per tahun.

    “Kalau kebutuhan industri dari impor hanya diberikan 30%, tapi data impornya naik, lantas kuota impor yang besar diberikan pada siapa?” ungkap Agus.

    Di sisi lain, Sekjen APSyFI Farhan Aqil Syauqi menyoroti kontribusi sektor TPT terhadap produk domestik bruto (PDB) setiap tahunnya terus turun dari 1,16% pada 2016 hingga hanya 0,99% pada 2024.

    Tak hanya itu, neraca perdagangan TPT juga turun dari US$3,6 miliar pada 2016 hingga hanya US$2,4 miliar pada 2024.

    “Bahkan dari sisi volume, perdagangan TPT kita sudah minus 57.000 ton sejak tahun 2017 dan defisitnya terus membesar karena pertumbuhan impor yang lebih tinggi dibanding pertumbuhan ekspor,” ungkapnya.

    Terkait dengan data pertumbuhan industri TPT sebesar 4,35% pada kuartal II/2025 secara tahunan yang
    dipublikasikan oleh BPS, dia menjelaskan bahwa data BPS sudah benar sesuai dengan metode statistik yang digunakan.

    “Tapi memang BPS kan tidak menghitung importasi ilegal yang seharusnya menjadi pengurang dalam perhitungan PDB,” ungkapnya.

    Pihaknya juga mengakui bahwa ada investasi baru yang juga mendongkrak angka pertumbuhan. Namun, di sisi lain,  terdapat investasi mangkrak yang tidak diperhitungkan.

    “Ya memang kan dalam perhitungan PDB yang dihitung hanya tambahan investasinya saja, investasi yang berhenti tidak dihitung sebagai pengurang,” jelasnya.

    Terkait dengan mafia kuota impor tekstil yang dituduhkan, Aqil enggan menanggapinya meskipun anggotanya sangat terpengaruh dengan banjirnya barang impor.

    “Perlu diselidiki lebih lanjut, tapi dengan posisi Kemenperin yang menolak usulan pengenaan bea masuk antidumping [BMAD] untuk benang filamen, sepertinya mafia kuota impor itu memang ada,” pungkasnya.

    Bisnis telah mencoba menghubungi pihak Kemenperin, dalam hal ini Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arief, untuk memberikan tanggapan. Namun, tidak ada respons hingga berita ini ditayangkan.

  • Pekerjakan 8,7 Juta Orang, Sektor Konstruksi Serap 5,9% Tenaga Kerja di Indonesia – Page 3

    Pekerjakan 8,7 Juta Orang, Sektor Konstruksi Serap 5,9% Tenaga Kerja di Indonesia – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti melaporkan, sektor konstruksi masih jadi salah satu sektor yang berperan besar terhadap pertumbuhan ekonomi hingga penyerapan tenaga kerja.

    Mengutip survei angkatan kerja nasional (Satkernas) di Februari 2025, ia menyebut sektor konstruksi telah menyerap lebih dari 8,7 juta orang tenaga kerja di Indonesia.

    “Sektor konstruksi ini menyerap lebih dari 8,7 juta orang, atau sekitar 5,97 persen dari total penduduk bekerja di Indonesia,” jelas Amalia di Kantor Kementerian Pekerjaan Umum (PU), Jakarta, Selasa (19/8/2025).

    Menurut dia, angka ini menunjukan bahwa pembangunan infrastruktur bukan hanya menyokong pertumbuhan ekonomi, tapi juga menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

    “Apalagi sektor konstruksi itu dipercayai sektor yang relatif padat karya dibandingkan dengan sektor-sektor lain, setelah sektor pertanian tentunya,” imbuh dia.

    Tak hanya dari sisi tenaga kerja, sektor konstruksi jadi salah satu sektor terbesar penyumbang kontribusi terhadap produk domestik bruto (PDB) di semester I 2025.

    “Pada triwulan II 2025, BPS mencatat sektor konstruksi memberikan kontribusi signifikan terhadap PDB Indonesia. Yaitu share dari sektor konstruksi adalah 9,48 persen, terbesar keempat setempat sektor industri, pertanian, dan perdagangan,” bebernya.

     

  • Sistem Pajak Baru, Langkah Vietnam Jadi Macan Asia?

    Sistem Pajak Baru, Langkah Vietnam Jadi Macan Asia?

    Jakarta

    Selama beberapa dekade, sebagian besar usaha kecil di negara komunis satu partai ini menggunakan sistem pajak tarif tetap (lump-sum), di mana pajak dihitung berdasarkan perkiraan pendapatan, bukan pembukuan formal.

    Dalam praktiknya, penilaian pendapatan sering bergantung pada konsultasi informal dengan pejabat pajak lokal, karena banyak usaha kecil tidak memiliki catatan penjualan yang rinci.

    Menurut Kementerian Keuangan Vietnam, hingga awal 2025 ada sekitar dua juta usaha rumah tangga dan wirausaha yang masih menggunakan metode tarif tetap, sementara hanya sekitar 6.000 yang beralih ke sistem deklarasi yang lebih rumit.

    Namun mulai 2026, sistem tarif tetap akan dihapus total, sehingga semua usaha yang terdaftar wajib menggunakan sistem deklarasi.

    Perubahan ini merupakan bagian dari Resolusi 68, rencana besar yang diumumkan pada Mei lalu untuk menjadikan perusahaan swasta lokal sebagai “motor penggerak utama” ekonomi Vietnam pada 2035. Targetnya adalah agar perusahaan lokal mampu mengungguli korporasi asing dan BUMN yang selama ini lebih diistimewakan pemerintah.

    Mengapa Vietnam mengubah sistem pajaknya?

    Resolusi 68 bertujuan melonggarkan regulasi bagi perusahaan lokal, meningkatkan perlindungan hukum, serta mempermudah akses terhadap modal. Untuk pertama kalinya, resolusi ini secara tegas menetapkan hak milik, persaingan sehat, dan penegakan kontrak sebagai prinsip hukum.

    Selain memberi insentif berupa pembebasan pajak dan biaya administrasi yang lebih rendah, kebijakan ini juga diarahkan untuk meningkatkan penerimaan pajak secara signifikan dalam beberapa dekade mendatang.

    Data Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) menunjukkan rasio pajak terhadap produk domestik bruto (PDB) Vietnam turun menjadi 16,8% pada 2023, di bawah rata-rata Asia-Pasifik (19,5%) dan jauh lebih rendah dari rata-rata OECD (33%).

    Menurut Direktorat Jenderal Pajak, pada 2024 Vietnam mencatat penerimaan pajak tertinggi sepanjang sejarah, yakni 1,6 kuadriliun dong (sekitar Rp988 triliun), sebagian besar dari sumber domestik.

    Dalam lima bulan pertama 2025 saja, otoritas Vietnam mengumpulkan sekitar $560 juta (sekitar Rp8,68 triliun) dari usaha kecil, meningkat 26% dibandingkan tahun sebelumnya.

    Vietnam ingin jadi “Macan Asia” baru

    Pemerintah berharap dapat menghimpun modal untuk proyek infrastruktur raksasa, seperti kereta cepat dan jalan tol, yang dianggap kunci pertumbuhan masa depan. Tahun ini saja, anggaran infrastruktur naik hampir 40% menjadi $36 miliar (sekitar Rp558 triliun).

    Vietnam juga harus bersiap menghadapi biaya jaminan sosial yang meningkat seiring populasi menua cepat. Persentase warga berusia di atas 65 tahun diperkirakan melonjak dari 8,4% pada 2020 menjadi 20% pada 2050. Saat ini, menurut Departemen Ekonomi dan Sosial PBB, hanya sedikit pensiunan yang menerima uang pensiun layak.

    Pajak jadi alat berantas korupsi

    Partai Komunis ingin memodernisasi sistem pajak untuk membatasi korupsi, terutama di kantor pajak yang dikenal rawan praktik suap.

    Sejak 2016, kampanye antikorupsi telah menumbangkan dua presiden, sejumlah menteri, dan ribuan pejabat tingkat bawah.

    Menurut pejabat dan analis bisnis, banyak perusahaan berpendapatan besar masih menggunakan sistem tarif tetap, yang biasanya membuat kontribusi pajak bulanan jauh lebih kecil dibanding sistem deklarasi.

    Mereka berpendapat sektor swasta butuh “persaingan sehat” dan perlakuan yang adil, yang berarti semua pihak harus membayar pajak sesuai aturan.

    Namun, seperti dikatakan Khac Giang Nguyen, peneliti tamu di ISEAS–Yusof Ishak Institute Singapura, “Menambah penerimaan itu sulit, karena memperketat kepatuhan bisa memicu resistensi politik.”

    “Namun, keberhasilan akan lebih bergantung pada penerapan aturan secara adil, transparan, dan tanpa kebiasaan mencari keuntungan yang telah mengikis kepercayaan publik, ketimbang sekadar membuat aturan baru,” tambahnya.

    Usaha kecil jadi korbannya

    Protes jarang terjadi di Vietnam, tetapi dalam beberapa minggu terakhir video pedagang yang mengeluhkan tuntutan pajak baru beredar luas.

    Dengan kewajiban beralih ke sistem deklarasi mulai Januari 2026, banyak usaha kecil harus menghadapi kenaikan pajak besar, membeli mesin kasir baru, belajar pembukuan, serta melatih staf mengikuti aturan baru.

    Semua ini terjadi ketika beberapa sektor masih dalam masa pemulihan pasca pandemi COVID-19, ditambah ketidakpastian soal ancaman tarif 46% dari AS atas barang Vietnam (yang akhirnya berhasil diturunkan menjadi 20%).

    “Di pasar, orang-orang juga masih diperas polisi korup,” kata Zachary Abuza, profesor di National War College, Washington. Ia menambahkan, meski pemerintah ingin sektor swasta jadi motor pertumbuhan, kebijakan pajak baru justru berisiko membuat banyak usaha gulung tikar.

    Pada Juli lalu, undang-undang baru tentang PPN, pajak korporasi, dan pajak penghasilan mulai berlaku, menuntut usaha untuk melakukan pembukuan lebih rinci.

    Selain itu, prosedur baru yang lebih rumit terkait penerbitan faktur, pembayaran PPN, hingga pelaporan informasi juga diperkenalkan bulan lalu. Pada saat yang sama, pemerintah menggandakan ambang batas penghasilan yang dikenai pajak.

    Radio Free Asia melaporkan pada Juni, 80% toko di pasar terbesar di Provinsi Nghe An tutup dalam beberapa bulan terakhir.

    Pemerintah membantah bahwa reformasi pajak menjadi penyebab penutupan. Otoritas Hanoi mengakui hampir 3.000 usaha rumah tangga berhenti beroperasi pada Mei dan Juni, tetapi hanya 263 yang pendapatannya cukup besar sehingga diwajibkan mengikuti sistem baru.

    Artikel ini pertama kali terbit dalam Bahasa Inggris

    Diadaptasi oleh Alfi Anadri

    Editor: Rahka Susanto

    (ita/ita)

  • Sektor IT Tak Masuk Prioritas Prabowo RAPBN 2026, Pengamat: Digitalisasi Melambat

    Sektor IT Tak Masuk Prioritas Prabowo RAPBN 2026, Pengamat: Digitalisasi Melambat

    Bisnis.com, JAKARTA— Pengamat telekomunikasi menilai absennya sektor teknologi dan informasi dalam delapan agenda prioritas Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026 akan berdampak pada kualitas digital dalam negeri.

    Pengamat telekomunikasi dan Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute Heru Sutadi mengatakan minimnya alokasi anggaran khusus untuk sektor tersebut berpotensi memperlambat kemajuan digital Indonesia.

    “Minimnya alokasi anggaran khusus dapat menghambat pengembangan infrastruktur digital, inovasi teknologi dan literasi digital,” kata Heru saat dihubungi Bisnis, Senin (18/8/2025).

    Heru mengingatkan sektor digital sudah menyumbang 8% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada 2016, dan berpotensi meningkat hingga 20% pada 2045 apabila mendapatkan dukungan konsisten dari pemerintah.

    Dia menambahkan, tanpa adanya prioritas dalam RAPBN, investasi pada kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI), big data, dan keamanan siber berisiko stagnan. “Pada akhirnya hal ini akan melemahkan daya saing global,” ujarnya.

    Di sisi lain, kesenjangan akses internet antara Jawa dan luar Jawa masih lebar, sehingga pemerataan digital juga terancam terhambat. 

    “Tanpa anggaran khusus, pembangunan infrastruktur seperti BTS 4G/5G di daerah terpencil berisiko lambat,” kata Heru.

    Heru juga mengingatkan, tanpa prioritas eksplisit dalam RAPBN, Indonesia berisiko tertinggal dari negara-negara ASEAN lain, misalnya Singapura. Namun, transformasi digital tetap dapat diintegrasikan dalam agenda prioritas lain.

    “Tapi kan tetap transformasi digital dapat terintegrasi dalam agenda lain, seperti pendidikan [e-learning] atau ekonomi kerakyatan [digitalisasi UMKM],” tambahnya.

    Dia pun menilai Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) masih bisa mendorong kebijakan progresif untuk menjaga momentum transformasi digital.

    “Semoga meski tidak jadi prioritas, tetap ada anggaran besar digelontorkan untuk membangun infrastruktur digital kita yang masih minim dan belum merata,” katanya.

    Selain itu, Heru berharap alokasi anggaran digitalisasi juga dapat disalurkan melalui kementerian atau lembaga (K/L) lain, khususnya yang berkaitan dengan sektor strategis seperti pertanian, energi, dan pertahanan.

    Transaksi QRIS

    Lebih lanjut, Heru menilai sejumlah program seperti QRIS dan Satu Data Indonesia telah menunjukkan potensi lintas sektoral. Menurutnya, kolaborasi pemerintah dengan swasta serta kebijakan Kementerian bisa menutupi celah ini, meskipun efektivitasnya tetap sangat bergantung pada implementasi.

    Selain itu, dia menilai program Koperasi Desa Merah Putih (KDMP) dapat menjadi sarana integrasi akses digital bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) pedesaan. 

    “Pemerintah perlu memperkuat regulasi dan pelatihan literasi digital untuk memastikan inklusi, terutama di wilayah tertinggal,” pungkasnya. 

    Mengutip laman Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Presiden Prabowo Subianto mengatakan RAPBN 2026 akan mengedepankan delapan agenda prioritas. Hal tersebut diungkapkan dalam Pidato Pengantar RAPBN 2026 dan Nota Keuangannya di Rapat Paripurna DPR pada Jumat (15/8/2025). 

    Delapan agenda prioritas tersebut antara lain, pertama ketahanan pangan sebagai fondasi kemandirian bangsa. 

    Kedua, ketahanan energi untuk kedaulatan bangsa. Hal ini dilakukan dengan cara peningkatan produksi minyak dan gas, menjaga harga energi, dan percepatan transisi energi menuju energi bersih.

    Ketiga, Makan Bergizi Gratis (MBG) untuk generasi unggul. Program MBG yang telah menjangkau seluruh provinsi, ditargetkan menyentuh 82,9 juta penerima manfaat, termasuk siswa, ibu hamil, dan balita. 

    Keempat, pendidikan bermutu untuk SDM berdaya saing global. Dengan alokasi anggaran Rp757,8 triliun, RAPBN 2026 mencatat rekor tertinggi dalam sejarah belanja pendidikan. Fokus utamanya meliputi peningkatan kualitas guru, pendidikan vokasi, dan kesesuaian kurikulum dengan dunia kerja. 

    Kelima, kesehatan berkualitas yang adil dan merata. Anggaran kesehatan untuk memperkuat efektivitas dan memperluas akses layanan asuransi kesehatan dengan Program Jaminan Kesehatan Nasional.

    Keenam, penguatan ekonomi rakyat melalui  KDMP. Ketujuh, pertahanan semesta untuk menjaga kedaulatan bangsa. Pemerintah akan memodernisasi alutsista, memperkuat komponen cadangan, serta mendukung industri strategis nasional dan kesejahteraan prajurit. 

    Kedelapan, percepatan investasi dan perdagangan global. Melalui peran Danantara, pemerintah memperkuat investasi produktif dan mewujudkan Indonesia lebih kuat dalam rantai pasok dunia.

  • Utang Raksasa Rp 800 Triliun jadi Ujian Berat Pemerintahan Prabowo – Page 3

    Utang Raksasa Rp 800 Triliun jadi Ujian Berat Pemerintahan Prabowo – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto menghadapi tantangan serius dalam menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2026.

    Peneliti Senior Departemen Ekonomi CSIS, Deni Friawan, menyoroti bahwa pembayaran pokok dan bunga utang yang jatuh tempo tahun depan diperkirakan mencapai sekitar Rp800 triliun. Jumlah ini menjadi salah satu faktor utama yang membuat ruang fiskal semakin sempit.

    “Dari sisi defisit, kita lihat bahwa besarnya pembayaran pokok dan bunga utang yang akan jatuh tempo tahun depan, yang diperkirakan akan sekitar Rp800 triliun,” kata Deni dalam Media Briefing CSIS RAPBN 2026: Menimbang Janji Politik di Tengah Keterbatasan Fiskal, Senin (18/8/2025).

    Menurut Deni, beban utang yang menumpuk berbarengan dengan belanja mengikat lainnya, seperti subsidi dan belanja pegawai, membuat fleksibilitas anggaran pemerintah sangat terbatas.

    Kondisi tersebut memaksa pemerintah untuk berhitung cermat agar tetap mampu membiayai program prioritas tanpa mengorbankan stabilitas fiskal.

    “Dan beberapa tahun berikutnya, bersamaan dengan berbagai item belanja mengikat lainnya, itu membuat ruang fiskal kita menjadi sempit,” ujarnya.

    Meski demikian, ia menilai disiplin fiskal pemerintah tetap patut diapresiasi. Dengan defisit dijaga di bawah 3% dari Produk Domestik Bruto (PDB), ada sinyal positif bahwa keberlanjutan fiskal masih menjadi perhatian utama.

    “Beruntungnya atau baiknya, ada kedisiplinan fiskal pemerintah dengan menjaga keseimbangan primer dan defisit, anggaran terkendali di bawah 3% dari PDB. Ini adalah hal yang positif dan perlu diapresiasi,” ujarnya.

     

  • Gali Lubang Tutup Lubang Bayar Bunga Utang APBN Pertama Prabowo

    Gali Lubang Tutup Lubang Bayar Bunga Utang APBN Pertama Prabowo

    Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto harus gali lubang tutup lubang guna menjaga stabilitas pengelolaan anggaran di tengah penurunan peforma penerimaan pajak, risiko rasio utang, dan membengkaknya alokasi untuk pembayaran bunga utang.

    Sekadar catatan, dalam nota keuangan Rancangan APBN (RAPBN) 2026, pemerintah telah mengalokasikan anggaran pembayaran bunga utang senilai Rp599,4 triliun, naik 8,56% dari outlook tahun 2025 sebesar Rp552,1 triliun. Jumlah itu setara 17,8% dari pagu belanja pemerintah pusat dalam RAPBN 2026 senilai Rp3.136,5 triliun. 

    Rencana alokasi anggaran pembayaran bunga utang tersebut juga sejatinya jauh lebih rendah baik dari sisi pertumbuhan maupun porsinya terhadap belanja pemerintah pusat selama tiga tahun terakhir. 

    Sebagai perbandingan, dengan total outlook senilai Rp552,1 triliun pada APBN 2025, pertumbuhan alokasi anggaran pembayaran bunga utang mencapai 11,5% dan memakan porsi anggaran belanja pemerintah pusat sebesar 20,4%.

    Meski demikian, pagu anggaran pembayaran bunga utang 2026 tetap menjadi salah satu komponen paling dominan dalam struktur belanja pemerintah pusat. Pagu belanja pembayaran bunga utang bahkan lebih besar dibandingkan dengan belanja subsidi atau belanja sosial yang masing-masing hanya dialokasikan senilai Rp318,9 triliun dan Rp167,36 triliun di RAPBN 2026.

    Besarnya porsi pembayaran bunga utang dan kondisi keseimbangan primer yang masih defisit, memaksa pemerintah menarik utang baru pada tahun depan. Menarik utang baru untuk membayar bunga dan cicilan pokok utang lama. Tidak tanggung-tanggung, pemerintah berencana menarik utang senilai Rp781,9 triliun pada tahun 2026 atau paling banyak sejak pandemi berakhir. 

    Dalam catatan Bisnis, pemerintah pernah menarik utang besar saat terjadinya pandemi Covid-19. Pada tahun 2021, misalnya, pemerintah menarik utang hingga Rp870,5 triliun; kemudian turun menjadi Rp696 triliun pada 2022; turun menjadi Rp404 triliun pada 2023; Rp558,1 triliun pada 2024, dan Rp715,5 triliun pada 2025 (outlook).

    Pemerintah dalam penjelasan di Nota Keuangan RAPBN 2026 berdalih bahwa berbagai kebijakan anggaran yang tercantum di RAPBN 2026, termasuk penarikan utang tersebut, memang dirancang untuk mengemban dua agenda utama yaitu meredam gejolak global sekaligus mendukung agenda pembangunan. “Pemerintah memastikan pengelolaan utang berjalan secara prudent, akuntabel, dan terkendali, sehingga dapat dijaga keberlanjutan fiskal,” jelas dokumen tersebut, dikutip Jumat (15/8/2025).

    Khusus soal pengendalian utang, pemerintah bahkan telah menetapkan tiga prinsip utama. Pertama, akseleratif dengan memanfaatkan utang sebagai katalis percepatan pembangunan dan menjaga momentum pertumbuhan. Kedua, efisien dengan memperhatikan penerbitan utang dengan biaya yang minimal melalui pengembangan dan pendalaman pasar keuangan dan diversifikasi instrumen utang.

    Ketiga, seimbang dengan menjaga portofolio utang pemerintah yang optimal pada keseimbangan antara biaya minimal dengan tingkat risiko yang dapat ditoleransi dalam rangka mendukung keberlanjutan fiskal.

    Mimpi Presiden Prabowo 

    Menariknya, di tengah kondisi anggaran yang diperkirakan sampai tahun depan masih gali lubang tutup lubang, Presiden Prabowo Subianto mengungkap keinginannya untuk menekan defisit sekecil mungkin bahkan kalau perlu tidak ada defisit setidaknya pada tahun 2027-2028.

    “Defisit ini ingin kami tekan sekecil mungkin. Adalah cita-cita saya, suatu saat—apakah dalam 2027 atau 2028—saya ingin berdiri di majelis ini, menyampaikan bahwa kita berhasil punya APBN yang tidak ada defisitnya sama sekali,” ujar Prabowo di Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (15/8/2025).

    Namun demikian dengan besarnya porsi pembayaran bunga utang, peforma penerimaan pajak yang loyo, hingga kebutuhan belanja untuk membiayai program-program ambisius pemerintah, mimpi Presiden Prabowo masih panggang jauh dari api. Apalagi rasio pajak pemerintah sampai sekarang masih terjebak di kisaran 10-11% dari produk domestik bruto (PDB).

    Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah menjelaskan bahwa pemerintah akan melihat terlebih dahulu perkembangan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2026, baru memikirkan defisit tahun-tahun setelahnya, termasuk soal tak ada lagi defisit atau anggaran berimbang (balance budget) APBN.

    “Untuk balance budget 2—3 tahun, kita lihat di 2026 dulu ya, belum mulai 2026 sudah mikir 2—3 tahun. Namun, saya melihat sinyal dari presiden, jadi nanti kita juga akan siapkan sesuai tadi yang diharapkan, tetapi kita lihat setahap demi setahap,” ujar Sri Mulyani pada Jumat (15/8/2025).

    Sri Mulyani menyebut bahwa 2025 pun masih tersisa beberapa bulan dan Kemenkeu selaku pengelola fiskal harus terus mengawalnya dengan ketat. Oleh karena itu, saat ini pihaknya akan fokus menjalankan APBN 2025 dan menyiapkan APBN 2026.

    Meskipun begitu, dia menyebut bahwa selaku anak buah Prabowo, jajaran Kemenkeu akan tetap mengkaji strategi untuk bisa mencapai balance budget, yakni defisit APBN menjadi 0% atau bahkan menjadi surplus.

    “Kemudian direction yang dimintakan tadi oleh bapak presiden untuk suatu saat Indonesia balance budget saya rasa itu adalah sesuatu yang nanti harus kita terus hitung, dan nanti pasti dilaporkan kepada presiden,” ujarnya.

    Bukan Pekerjaan Mudah 

    Sementara itu, ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Yusuf Rendy Manilet menuturkan bahwa untuk menekan defisit, pemerintah salah satunya harus meningkatkan penerimaan pajaknya dengan optimal. Hal tersebut dapat ditempuh dengan mengenakan pajak yang cukup tinggi kepada masyarakat.

    Di sisi lain, pemerintah juga harus berupaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan pendapatan pajak yang diperoleh.

    “Apakah kemudian masyarakat siap dipajakin untuk mengejar target defisit 0%? Saya kira secara politik itu tidak populer. Kalau misalnya pajaknya besar dan tingkat kesejahteraannya tidak naik, saya kira cukup sulit,” kata Yusuf saat ditemui di kantor Bisnis Indonesia, Jakarta pada Jumat (15/8/2025).

    Yusuf melanjutkan, melihat dari komponen penyumbang pajak, sektor-sektor yang pertumbuhan pemungutannya tinggi dalam beberapa tahun terakhir justru memiliki kontribusi yang relatif minim. Dia menuturkan, karakteristik ini kebanyakan terlihat pada sektor-sektor jasa.

    Sebaliknya, sektor yang kontribusi pajaknya besar memiliki pertumbuhan pemungutan yang rendah, seperti manufaktur, perdagangan, dan lainnya.

    “Melihat kondisi tersebut cukup sulit untuk kemudian mencapai target defisit 0%,” lanjutnya.

  • Ekonomi Israel Kuartal II/2025 Terpuruk akibat Perang dengan Iran

    Ekonomi Israel Kuartal II/2025 Terpuruk akibat Perang dengan Iran

    Bisnis.com, JAKARTA — Perekonomian Israel anjlok pada kuartal II/2025 setelah perang 12 hari dengan Iran membuat banyak sektor usaha lumpuh total.

    Melansir Bloomberg pada Senin (18/8/2025), Biro Pusat Statistik Israel melaporkan produk domestik bruto (PDB) terkontraksi 3,5% secara tahunan (annualized) setelah disesuaikan musiman. Angka itu jauh di bawah proyeksi median pertumbuhan 0,2% dalam survei Bloomberg terhadap enam ekonom.

    Dampak terbesar perang tersebut terlihat pada konsumsi rumah tangga yang turun 4,1% dan pembentukan modal tetap bruto yang merosot 12,3%. PDB sektor bisnis bahkan terkontraksi 6,2%. Sementara itu, PDB per kapita turun 4,4% — terendah dalam setahun.

    Bank Sentral Israel sebelumnya memproyeksikan pertumbuhan 3,3% untuk 2025, sementara Kementerian Keuangan pekan lalu memangkas targetnya menjadi 3,1%.

    Untuk mencapainya, perekonomian harus melesat pada paruh kedua tahun ini, di tengah rencana Israel melancarkan operasi merebut Kota Gaza dalam beberapa pekan mendatang guna mengalahkan Hamas.

    “Bank of Israel baru-baru ini memperkirakan ada kesenjangan PDB sekitar 4% dibandingkan tren pertumbuhan pra-perang, setara dengan sekitar 80 miliar shekel. Data hari ini semakin menjauhkan peluang menutup kesenjangan itu,” ujar Ronen Menachem, Chief Markets Economist Mizrahi Tefahot Bank.

    Meski demikian, menurut Menachem, data terbaru kecil kemungkinan memengaruhi keputusan suku bunga bank sentral pada Rabu (20/8/2025) mendatang, mengingat kondisi luar biasa akibat operasi militer terhadap Iran serta kecenderungan bank sentral untuk tidak bergantung pada data kuartalan semata, terutama di masa penuh volatilitas.

    Israel melancarkan serangan mendadak ke Iran pada 13 Juni lalu dengan target program nuklir dan fasilitas militer yang dianggap sebagai “ancaman eksistensial.” Iran membalas dengan rentetan serangan rudal balistik yang memaksa banyak warga Israel berlindung.

    Operasi tersebut berpotensi membuat sekitar 1 juta warga Palestina mengungsi dan memaksa pengerahan puluhan ribu pasukan cadangan, yang semakin membebani ekonomi Israel.