Topik: Produk Domestik Bruto

  • Pemerintah Diminta Perbaiki Kesejahteraan Buruh Bongkar Muat

    Pemerintah Diminta Perbaiki Kesejahteraan Buruh Bongkar Muat

    Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah diminta untuk memperbaiki tata kelola dan kesejahteraan tenaga kerja bongkar muat (TKBM). Pasalnya, kondisi buruh TBKM dinilai masih memprihatinkan dari sisi upah dan perlindungan sosial.

    Presiden Konfederasi Sarbumusi, Irham Ali Saifuddin mengatakan kondisi buruh TKBM yang tersebar di berbagai pelabuhan masih memprihatinkan, baik dari segi upah maupun perlindungan sosial. Menurutnya, negara harus hadir untuk memastikan kesejahteraan mereka terjamin.

    “Ini adalah para buruh TKBM yang berada di piramida ekonomi paling bawah di sektor logistik. Kami berharap hak dan kesejahteraan mereka dipikirkan oleh negara,” ujarnya lewat keterangan pers, Senin (13/10/2025).

    Irham mengatakan, pihaknya telah menginisiasi pertemuan sejumlah lembaga pemerintah, asosiasi pengusaha, dan serikat pekerja untuk mencari solusi bersama. Menurut dia, kontribusi sektor pelabuhan terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional yang mencapai 7–8% per tahun belum sebanding dengan tingkat kesejahteraan buruh di lapangan.

    “Masih banyak anggota kami yang melaporkan upah di bawah standar minimum. Bahkan take home pay mereka kerap kali di bawah UMP. Masih ada juga yang belum mendapatkan jaminan sosial,” tambahnya.

    Irham sebelumnya mengatakan pihaknya telah mengusulkan agar negara menanggung sebagian iuran BPJS Ketenagakerjaan bagi pekerja berupah rendah, minimal 20%, untuk memperluas perlindungan bagi buruh rentan seperti TKBM.

    Pada kesempatan yang sama, Direktur Kelembagaan dan Pencegahan Perselisihan Kementerian Ketenagakerjaan, Heru Widyanto tidak menampik bahwa perlindungan sosial bagi buruh TKBM masih belum merata.

    “Dari data yang kami miliki, sekitar 42.000 buruh TKBM sudah terlindungi BPJS Ketenagakerjaan, termasuk yang mengikuti program jaminan pensiun dan jaminan hari tua. Namun, bila dibandingkan dengan total sekitar 86.000 pekerja, baru separuh yang terlindungi,” ujar Heru.

    Untuk memperluas cakupan tersebut, Kemnaker akan berkolaborasi dengan Kementerian Perhubungan dan Kementerian Koperasi untuk melakukan literasi dan edukasi bagi koperasi maupun pengusaha di pelabuhan agar patuh terhadap kewajiban jaminan sosial.

    Selain itu, pekerja yang telah menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan juga berhak atas manfaat tambahan seperti renovasi rumah atau akses kredit kepemilikan rumah (KPR).

    “Ini bagian dari manfaat layanan tambahan bagi peserta aktif,” kata Heru.

    Deputi Bidang Kepesertaan Korporasi dan Institusi BPJS Ketenagakerjaan, Hendra Nopriansyah mengatakan perluasan perlindungan sosial ini sejalan dengan target RPJMN, yakni 99,5% pekerja terlindungi program jaminan sosial tenaga kerja.

    “Kita ingin memastikan bahwa para buruh bongkar muat memperoleh kesejahteraan sebagaimana diatur negara. Pengelola TKBM wajib mengikutsertakan pekerjanya dalam program BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan,” katanya.

    Hendra menjelaskan hingga saat ini peserta formal baru mencakup sekitar 55% dari total pekerja, sementara sektor informal yang banyak diisi buruh rentan seperti TKBM masih memiliki ruang perluasan yang besar.

    BPJS Ketenagakerjaan mencatat total manfaat yang telah tersalurkan mencapai sekitar Rp57 triliun, mencakup program jaminan hari tua, jaminan kematian, dan beasiswa bagi anak pekerja hingga jenjang kuliah.

    “Tantangan utama saat ini adalah data pekerja bongkar muat di daerah yang belum lengkap. Karena itu, perlu kolaborasi dengan Kemenhub dan Kemnaker untuk mempercepat pendataan dan kepesertaan,” ujar Hendra.

    Dari sisi hukum, menurut Masykur Isnan selaku praktisi hukum sekaligus ketua panitia lokakarya Sarbumusi menegaskan pemerintah juga diminta memastikan bahwa upaya efisiensi logistik nasional termasuk melalui kebijakan National Logistic Ecosystem (NLE) dan Instruksi Presiden Nomor 25 Tahun 2020 tidak hanya menekan biaya logistik, tetapi juga meningkatkan kualitas hidup pekerja di sektor tersebut.

    “Kebijakan strategis di industri ke depan tidak terlepas pada pelabuhan, tentunya ada Peti Kemas dan TKBM,” tutur Isnan.

  • Rupiah Melemah ke Level Rp 16.573, Pengamat Ungkap Biangkeroknya – Page 3

    Rupiah Melemah ke Level Rp 16.573, Pengamat Ungkap Biangkeroknya – Page 3

    Dana Moneter Internasional (IMF) memberikan apresiasi atas keberhasilan Pemerintah Indonesia dalam menjaga pertumbuhan ekonomi yang tetap tinggi di tengah ketidakpastian global.

    IMF menilai Indonesia sebagai salah satu bright spot di tengah perubahan struktural yang melanda perekonomian dunia, termasuk pergeseran geopolitik, kemajuan teknologi, serta dinamika demografi global.

    IMF memandang reformasi kelembagaan, pembentukan lembaga pengelola investasi Danantara, hilirisasi sumber daya alam (SDA), serta kebijakan dukungan likuiditas menjadi faktor penting dalam menjaga daya tahan ekonomi nasional.

    “Selain itu, keberhasilan pemerintah meredam keresahan publik serta kebijakan fiskal yang pro-pertumbuhan dengan tetap menjaga disiplin fiskal turut menjadi nilai tambah dalam kepemimpinan ekonomi Indonesia,” ujarnua.

    Adapun komitmen pemerintah untuk menjaga disiplin fiskal, dengan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tetap di bawah 3 persen dan rasio utang di bawah 60 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

    Langkah ini merupakan bagian dari strategi cash management untuk menjaga likuiditas kas negara agar tetap aman sesuai prinsip disiplin fiskal, namun tetap produktif mendorong perekonomian. Sedangkan, prioritas jangka pendek pemerintah adalah mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi sekaligus mengembalikan sentimen positif publik.

     

  • Purbaya Sebut Zaman SBY Rakyat Hidup Makmur, Dipimpin Jokowi Mesin Ekonomi Pincang

    Purbaya Sebut Zaman SBY Rakyat Hidup Makmur, Dipimpin Jokowi Mesin Ekonomi Pincang

    GELORA.CO – Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa kembali menjadi perhatian publik.

    Dalam sebuah acara, Purbaya membandingkan ekonomi  era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan era Joko Widodo (Jokowi).

    Dia menyebut, kedua presiden memiliki cara sendiri-sendiri dalam mengelola negara 

    Jika dibandingkan, dia blak-blakan ekonomi Indonesia masih lebih baik ketika dipimpin SBY

    Saat SBY memimpin, dia menyebut ekonomi membaik dan rakyat hidup makmur

    Perbandingan tajam dua dekade kepemimpinan ekonomi Indonesia itu disampaikan Menkeu Purbaya dalam acara Investor Daily Summit 2025 pada Kamis (9/10/2025).

    Menurut Menkeu Purbaya, era SBY (2004-2014) ekonomi lebih sehat karena digerakkan sektor swasta dengan pertumbuhan ekonomi mendekati 6 persen, uang beredar 17 persen , dan kredit 22 persen .

    Kondisi tersebut mencerminkan adanya dinamika ekonomi yang hidup, terutama karena peran aktif sektor swasta dan investasi domestik yang kuat.

    Sementara era Jokowi (2014-2024), justru terlalu bergantung pada belanja infrastruktur pemerintah, dengan pertumbuhan ekonomi sekitar 5 persen , uang beredar 7 persen , dan kredit di bawah 

    Diakui Purbaya, di zaman SBY rakyat cukup makmur karena tak banyak membangun infrastruktur.

    “Zaman SBY meski tak banyak bangun infrastruktur, rakyat makmur,” ujar Purbaya dalam Investor Daily Summit 2025.

    Sementara itu, Purbaya mengakui mesin ekonomi era Jokowi pincang karena swasta lamban bergerak dan pertumbuhan uang beredar terlalu rendah untuk menopang aktivitas ekonomi.

    Disampaikan Purbaya, di era Jokowi perbankan harus berhenti karena kebijakan di sisi keuangan cenderung terlalu ketat.

    Sehingga di beberapa sektor tak berhasil tumbuh dengan optimal

    “Mesin ekonomi kita jadi pincang karena sektor swasta lamban bergerak,” kata Purbaya

    Purbaya menilai perlambatan ekonomi era Jokowi bukan semata akibat belanja infrastruktur, melainkan karena kurangnya keberanian perbankan menyalurkan kredit dan lambannya ekspansi usaha baru di sektor produktif

    Seperti diketahui, sejak era Presiden Joko Widodo alias Jokowi, utang negara meroket bak meteor.

    Keinginan Jokowi membangun infrastruktur, mengakibatkan negara butuh pinjaman besar, hingga akhirnya tembus Rp 9.138 triliun.

    Buat rakyat awam tentu sangat terkejut, hingga berpikir apa mampu Indonesia membayar utang sebesar itu?

    Terkait utang negara yang sangat besar itu, ternyata di mata Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa masih dalam level aman.

    Sebab menurut Purbaya, total utang negara tersebut masih 39,86 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

    “Dan kalau acuan utang bahaya besar apa enggak, itu bukan dilihat dari nominalnya saja, tapi diperbandingkan dengan sektor ekonominya,” ucapnya saat Media Gathering di Bogor, dikutip dari Tribunnews.com, Sabtu (11/10/2025).

    “Ini kan masih di bawah 39 persen dari PDB kan, jadi dari skandal ukuran internasional itu masih aman,” imbuhnya.

    Menurut Purbaya, pemerintah memastikan nilai utang pemerintah itu digunakan sebaik mungkin, dengan mengurangi penerbitan utang dan memaksimalkan belanja pemerintah.

    “Tapi ya, jadi utang itu jangan dipakai untuk menciptakan sentimen negatif ke ekonomi kita,” katanya. 

    “Karena dari standar nasional, dari standar internasional yang ada dimana-mana kita cukup pruden,” ucap Purbaya.

    “Ke depan kita akan cepat coba kontrol belanja pemerintah kita, supaya lebih baik, sehingga yang nggak perlu-perlu saya bisa mulai potong,” sambungnya.

    Sebelumnya, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat, utang pemerintah hingga akhir Juni 2025 tembus Rp 9.138 triliun.

    Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Suminto mengatakan, utang negara sebesar Rp 9.138 triliun ini setara dengan 39,86 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

    “Jadi utang kita pada posisi Juni total outstandingnya Rp 9.138 triliun. Pinjamannya Rp 1.157 triliun dan SBNnya Rp 7.980 triliun,” kata Suminto.

    Suminto bilang, rasio utang terhadap PDB itu tergolong aman, karena masih di bawah batas 60 persen PDB dan sesuai Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

    “Kita betul-betul melakukan utang secara hati-hati, secara terukur dan dalam batas kemampuan,” tegas dia.

    Berdasarkan rinciannya, nominal utang per akhir Juni terdiri dari pinjaman Rp 1.157,18 triliun, pinjaman dari luar negeri Rp 1.108.17 triliun, serta pinjaman dalam negeri Rp 49,01 triliun.

    Sementara utang yang diperoleh dari surat berharga negara (SBN) sebesar Rp 7.980,87 triliun.

    Nominal penerbitan SBN yang berdenominasi rupiah masih menominasi dengan nilai Rp 6.484,12 triliun. Sedangkan yang berdominasi valas sebesar Rp 1.496,75 triliun.

  • Alasan RI Termasuk Negara Teratas Paling Bahagia dan Makmur Menurut Studi Harvard

    Alasan RI Termasuk Negara Teratas Paling Bahagia dan Makmur Menurut Studi Harvard

    Jakarta

    Studi global terbaru yang luas, Global Flourishing Study, menemukan seseorang tidak harus tinggal di negara kaya untuk bisa flourish, yaitu mencapai kondisi ketika semua aspek kehidupan berjalan dengan baik, termasuk lingkungan sosial tempat seseorang hidup.

    Untuk menilai masyarakat dari negara mana paling flourishing, para peneliti dari Harvard University dan Baylor University menganalisis data survei dari Gallup, mencakup lebih dari 200.000 responden di 22 negara selama lima tahun.

    Indeks flourishing ini memperhitungkan berbagai faktor seperti kebahagiaan dan kepuasan hidup, kesehatan fisik dan mental, makna dan tujuan hidup, karakter dan nilai moral, serta hubungan sosial yang dekat.

    Hasilnya, Indonesia, negara berpendapatan menengah, menempati peringkat pertama dengan skor flourishing tertinggi, disusul Filipina, dan Meksiko.

    “Meskipun banyak negara maju melaporkan tingkat keamanan finansial dan evaluasi hidup yang relatif lebih tinggi, negara-negara ini tidak berkembang dalam hal lain, seringkali melaporkan makna, pro-sosialitas, dan kualitas hubungan yang lebih rendah,” tulis para peneliti, dikutip dari Fortune.

    Sebagai contoh, sekitar tiga perempat partisipan di Indonesia menghadiri kegiatan keagamaan setidaknya sekali seminggu, yang mungkin menjadi alasan mengapa tingkat keterhubungan sosial masyarakat Indonesia jauh lebih tinggi dibandingkan negara lain.

    “Indonesia sering dibandingkan secara tidak menguntungkan dengan Jepang dalam konteks pembangunan internasional dan kerap disebut terjebak dalam middle-income trap, yaitu kondisi ketika pertumbuhan ekonomi melambat sebelum mencapai tingkat pendapatan tinggi,” tulis para peneliti dalam opini di The New York Times.

    “Hal itu memang benar sejauh ini, tetapi studi kami menunjukkan bahwa fokus pada pertumbuhan ekonomi hanyalah sebagian dari cerita.”

    Jika World Happiness Report menilai apakah seseorang menjalani kehidupan terbaik yang bisa mereka bayangkan, maka Global Flourishing Study melangkah lebih jauh, menilai juga kesejahteraan lingkungan sosial tempat seseorang hidup.

    “Meski istilah flourishing dan well-being sering digunakan secara bergantian, flourishing memiliki makna yang lebih luas karena juga mencakup kondisi lingkungan yang mendukung pertumbuhan dan menjadi bagian dari kesejahteraan seseorang,” jelas penulis studi.

    Peneliti juga menemukan kekayaan suatu negara tidak terlalu menentukan persepsi warganya tentang flourishing.

    “Pernyataan kami bukan berarti bahwa produk domestik bruto (PDB) menurunkan makna hidup,” tulis para peneliti.

    “Namun, hasil yang diinginkan dari sebuah masyarakat idealnya adalah yang memiliki tingkat pembangunan ekonomi tinggi sekaligus makna hidup yang kuat, dan pertanyaannya adalah bagaimana cara mencapainya.”

    Menariknya, studi ini juga menemukan kurva kebahagiaan berbentuk U, yang biasanya menunjukkan bahwa kepuasan hidup tinggi di usia muda, menurun di usia pertengahan, lalu meningkat lagi di usia lanjut, kini semakin tidak kentara. Faktanya, kelompok usia 18-29 tahun menunjukkan tingkat flourishing yang lebih rendah dari perkiraan.

    Penelitian sebelumnya menunjukkan beberapa penyebabnya, seperti isolasi sosial, tekanan finansial, ketidakstabilan sosial dan politik, serta hilangnya makna dan arah hidup.

    Halaman 2 dari 3

    Simak Video “Video Kala Dirut BPJS Singgung RI Jadi Negara Paling Bahagia”
    [Gambas:Video 20detik]
    (suc/naf)

  • Menkeu Purbaya Disurati Pengusaha Tekstil, Ini Isinya – Page 3

    Menkeu Purbaya Disurati Pengusaha Tekstil, Ini Isinya – Page 3

    Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menilai utang pemerintah pusat sebesar sebesar Rp 9.138,05 triliun hingga Juni 2025 masih dalam level aman.

    Menkeu Purbaya mengatakan, acuan utang suatu negara bahaya atau tidak bukan hanya dilihat dari besaran nominalnya saja, tetapi juga diperbandingkan dengan kondisi ekonomi terkini.

    “Utang sekitar Rp 900 triliun itu masih 39 persen dari PDB (produk domestik bruto). Dari standar ukuran internasional masih aman,” ujar dia dalam sesi Media Gathering APBN 2026 di Bogor, Jumat (10/10/2025).

    “Anda bayangkan, kalau saya punya penghasilan Rp 1 juta per bulan dengan Pak Sekjen Rp100 juta per bulan. Maka utang saya Rp 1 juta itu sama dengan penghasilan saya satu bulan. Tetapi untuk pak sekjen hanya 1/100 dari pendapatan. Dia gampang membayar, sedangkan saya sulit,” ungkapnya seraya memberi contoh.

    Menurut dia, nominal utang dengan rasio di bawah 40 persen terhadap PDB masih cenderung aman. Lantaran secara porsi utang Indonesia hingga akhir kuartal II 2025 itu setara dengan 39,86 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).

    Ia lantas membandingkannya dengan beberapa negara yang punya porsi utang jumbo. Semisal Jerman dengan rasio terhadap PDB mendekati 100 persen, Amerika Serikat lebih dari 100 persen, bahkan Jepang hingga 250 persen.

    “Dengan standar itu kita aman. Utang jangan dipakai untuk menciptakan sentimen negatif karena ada standar nasional dan internasional yang (menunjukan) kita cukup prudent,” tegas Purbaya.

     

  • Anggota DPR RI BHS Kolaborasi dengan BSN Sosialisasikan SNI untuk UMKM Surabaya

    Anggota DPR RI BHS Kolaborasi dengan BSN Sosialisasikan SNI untuk UMKM Surabaya

    Surabaya (beritajatim.com) – Anggota Komisi VII DPR RI Bambang Haryo Soekartono (BHS) bersama Badan Standardisasi Nasional (BSN) menggelar sosialisasi Sertifikasi Nasional Indonesia (SNI) dan Penilaian Kesesuaian bagi pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Surabaya, Sabtu (11/10/2025).

    Kegiatan ini bertujuan meningkatkan pemahaman pelaku UMKM terhadap pentingnya penerapan SNI sebagai langkah memperkuat daya saing produk nasional, baik di pasar domestik maupun internasional.

    Bambang Haryo menegaskan, UMKM memiliki peran vital sebagai tulang punggung ekonomi Indonesia, karena berkontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.

    Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan UKM, jumlah UMKM di Indonesia mencapai 64,2 juta unit, menyumbang 61,07 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) atau setara Rp 8.573,89 triliun, serta menyerap 97 persen tenaga kerja nasional atau sekitar 117 juta pekerja.

    “Dengan program SNI Bina UMKM, produk-produk lokal bisa semakin diakui dan dirasakan manfaatnya, tidak hanya di Surabaya dan Jawa Timur, tapi juga di tingkat nasional bahkan internasional,” ujar BHS, yang juga menjabat sebagai Kapoksi Fraksi Partai Gerindra DPR RI.

    BHS menekankan bahwa sertifikasi SNI bukan sekadar label mutu, melainkan instrumen strategis untuk menekan biaya produksi, mempercepat distribusi, dan memperluas akses pasar. Dengan demikian, SNI menjadi pondasi penting agar UMKM mampu bersaing di rantai pasok global.

    Namun, ia menyoroti masih minimnya anggaran nasional untuk program standardisasi, yang hanya sebesar Rp 144 miliar. BHS pun mendorong pemerintah untuk meningkatkan dukungan, baik dari sisi pendanaan maupun sumber daya manusia (SDM), agar penerapan SNI lebih masif.

    Sebagai langkah konkret, BHS mengaku telah berkolaborasi dengan dinas terkait di Surabaya dan Sidoarjo untuk mempercepat proses standardisasi bagi pelaku UMKM di wilayah tersebut.

    Kepala Dinas Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah, serta Perdagangan (Dinkopumdag) Kota Surabaya, Febrina Kusumawati, menyambut baik sinergi ini. Ia menyebutkan, dari 106 ribu UMKM di Surabaya, sudah sekitar 8.000 unit usaha yang terstandardisasi melalui program Bina UMKM.

    “Kami akan segera memperkuat koordinasi dengan BSN agar penerapan SNI bisa berjalan optimal. Dinas juga akan mendampingi UMKM agar memenuhi seluruh prasyarat sertifikasi,” ujar Febrina.

    Sementara itu, Kepala Kantor Layanan Teknis BSN Jawa Timur, Faris, mengungkapkan bahwa sekitar 98.000 UMKM di Jatim telah terdaftar dalam program SNI Bina UMKM.

    BSN, lanjutnya, berkomitmen mendampingi pelaku usaha agar mampu memenuhi dua prinsip utama SNI: mutu produk yang konsisten dan sistem produksi yang efisien dan tertata. “Kami ingin memastikan UMKM di Jawa Timur naik kelas dengan produk yang berkualitas dan memenuhi standar nasional,” pungkas Faris. (tok/kun)

  • Menaker Yassierli Siapkan Sejuta Pekerja Hijau per Tahun Antisipasi Krisis Iklim

    Menaker Yassierli Siapkan Sejuta Pekerja Hijau per Tahun Antisipasi Krisis Iklim

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli Indonesia berupaya untuk terus menyiapkan 1 juta pekerja hijau per tahun dalam mengantisipasi tantangan krisis iklim.

    Dia memperingatkan bahwa dunia berpotensi kehilangan hingga 18 persen Produk Domestik Bruto (PDB) dalam tiga dekade ke depan akibat dampak perubahan iklim.

    Menurutnya, nilai tersebut setara dengan sekitar US$58 triliun per tahun, menggambarkan besarnya ancaman ekonomi global jika transisi menuju ekonomi hijau tidak dilakukan dengan cepat dan terencana.

    “Akan ada pengurangan PDB dunia sekitar 18% dalam 30 tahun ke depan. Ini setara dengan sekitar 58 triliun dolar AS kerusakan global per tahun. Saya pikir angka itu cukup tinggi,” ujar Yassierli saat memberikan pemaparan dalam Indonesia International Sustainability Forum (ISF) 2025 di Jakarta International Convention Center (JICC), Sabtu (11/10/2025).

    Yassierli menegaskan, Indonesia berkomitmen mencapai net zero emission atau emisi nol bersih pada 2060, dengan target mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 32% pada 2030 dibandingkan dengan skenario business as usual. Namun, menurutnya, keberhasilan transisi energi tidak hanya bergantung pada kebijakan, melainkan juga pada kesiapan masyarakat dan tenaga kerja.

    “Transisi ini hanya akan berhasil jika masyarakat kita sudah siap. Oleh karena itu, Kementerian Ketenagakerjaan berkomitmen untuk menjalankan program peningkatan keterampilan dan pelatihan ulang bagi setidaknya satu juta orang per tahun hingga 2029,” jelasnya.

    Dia menambahkan, pemerintah telah mengintegrasikan pekerjaan ramah lingkungan ke dalam rencana pembangunan nasional, menyusun Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) di bidang hijau, serta memperkuat Balai Latihan Kerja (BLK) Komunitas agar masyarakat di tingkat akar rumput memiliki akses terhadap pelatihan keterampilan hijau.

    Yassierli juga menyoroti hasil studi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tahun 2025 yang mengidentifikasi sekitar 2.000 jenis pekerjaan baru ramah lingkungan di berbagai sektor.

    “Kita melihat transisi energi bukan sebagai ancaman, melainkan sebagai peluang. Akan ada hampir 2.000 pekerjaan baru yang telah diidentifikasi sebagai pekerjaan ramah lingkungan ini peluang besar bagi kita,” ujarnya.

    Menurut data tersebut, sekitar 90% pekerjaan hijau akan muncul di subsektor tenaga dan kelistrikan, seiring dengan kebijakan RUPTL 2025–2034 yang menargetkan 75% pembangkit listrik baru berasal dari sumber energi terbarukan.

    “Penting memastikan bahwa perubahan menuju ekonomi hijau tidak hanya menciptakan lapangan kerja baru, tetapi juga mewujudkan pekerjaan yang lebih baik, berkeadilan, dan berkelanjutan bagi seluruh pekerja Indonesia,” tandas Yassierli.

  • Purbaya Sebut Utang RI Rp9,138 Triliun Belum Lampaui PDB, Pengamat Ingatkan Bunga

    Purbaya Sebut Utang RI Rp9,138 Triliun Belum Lampaui PDB, Pengamat Ingatkan Bunga

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menyebut utang RI belum melampaui Produk Domestik Bruto (PDB). Hal itu menuai sorotan.

    Pengamat Kebijakan Publik Gigin Praginanto salah satu yang menyoroti. Dia menanyakan cara pemerintah menanggapi utang tersebut.

    Apalagi, dengan membandingkan negara maju seperti Jepang. Mengingat Jepang utangnya sudah lebih dari PDB.

    “Pemerintah berulang kali membandingkan dengan negara maju seperti Jepang yang utangnya melampaui PDB,” kata Gigin dikutip dari unggahannya di X, Sabtu (11/9/2025).

    Di sisi lain, dia mengingatkan bunga utang. Menurutnya, bunga yang dibayarkan pemerintah RI ratusan kali lipat dari utang Jepang.

    “Tapi tidak pernah membandingkan bunga yang harus dibayar pemerintah Indonesia sampai ratusan kali lipat dari utang Jepang,” terangnya.

    Sebelumnya, Purbaya menyebut utang RI Rp9.128,05 baru setara 39,86 persen. Itu masih di bawah batas maksimal 60% PDB sesuai UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

    “39% PDB dari standar ukuran internasional itu masih aman,” kata Purbaya secara online dalam Media Gathering di Bogor, Jawa Barat, Jumat (10/10/2025

    “Kalau acuan utang bahaya besar apa enggak, itu bukan dilihat dari nominalnya saja, tapi diperbandingkan dengan ekonominya,” sambung Purbaya.

    Purbaya mengaku akan memastikan penerbitan utang akan terus diredam. Di sisi lain akan meningkatkan penerimaan negara.
    (Arya/Fajar)

  • Akhir Oktober, Purbaya Mulai Geser Anggaran K/L yang Tak Terserap Maksimal

    Akhir Oktober, Purbaya Mulai Geser Anggaran K/L yang Tak Terserap Maksimal

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa akan menggeser anggaran kementerian/lembaga (K/L) yang tidak terserap maksimal.

    Keputusan itu diambilnya usai melakukan rapat dengan para pejabat eselon 1 Kementerian Keuangan di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak pada Jumat (10/10/2025). Salah satu pembahasan rapat terkait penyerapan anggaran.

    “Kita lihat yang mana yang kementerian masih lambat, yang mana yang masih kurang dorongan dana misalnya. Nanti kita harapkan akhir Oktober sudah kita lihat semuanya siapa yang bagus, siapa yang jelek. Nah, nanti kalau enggak bisa nyerap, mulai kita ambilin,” ungkap Purbaya ditemui usai rapat.

    Bendahara negara itu ingin memastikan agar anggaran belanja negara tahun ini terserap maksimal. Dia meyakini realisasi belanja negara akhir tahun bisa terserap hampir 100%.

    “Penyerapannya gampang, bisa habis, enggak ada masalah, yang penting maksimal. Jadi kita geser-geser biar habis, mungkin harusnya di atas 95% [realisasi belanja negara akhir 2025],” ungkapnya.

    Selain terkait penyerapan anggaran, Purbaya menjelaskan rapat juga membahas terkait pendapatan negara dan defisit APBN. Dia ingin memastikan ambang batas defisit APBN sebesar 3% dari produk domestik bruto (PDB) tidak terlampaui.

    Perkembangan Terbaru APBN 2025

    Adapun APBN membukukan defisit sebesar Rp321,6 triliun per akhir Agustus 2025. Defisit APBN tersebut setara dengan 1,35% dari PDB.

    Purbaya merinci bahwa pendapatan negara mencapai Rp1.638,7 triliun per Agustus 2025. Realisasi itu setara 57,2% dari outlook pendapatan negara sepanjang tahun ini sebesar Rp2.865,5 triliun.

    Sementara itu, belanja negara sudah mencapai Rp1.960,3 triliun per Agustus 2025. Realisasi itu setara 55,6% dari outlook belanja negara sepanjang tahun ini sebesar Rp 3.527,5 triliun.

    Artinya, belanja negara masih lebih banyak dari pendapatan negara. Oleh sebab itu, defisit APBN mencapai Rp321,6 triliun atau setara 1,35% dari PDB.

    Lebih lanjut, Purbaya melanjutkan bahwa keseimbangan primer masih sebesar Rp22 triliun. Padahal, sambungnya, outlook keseimbangan primer didesain minus Rp109,9 triliun.

    “Masih ada belanja pemerintah yang dipercepat lagi sehingga keseimbangan primer bisa sesuai target,” ungkapnya dalam Konferensi Pers APBN Kita, Senin (22/9/2025).

    Sementara itu, pemerintah mendesain defisit APBN 2025 setahun penuh sebesar Rp616,2 triliun atau 2,53% terhadap PDB. Kendati demikian, dalam laporan semester I/2025, DPR dan pemerintah menyetujui pelebaran defisit menjadi 2,78% dari PDB.

    Artinya, defisit APBN sebesar 1,35% per Agustus 2025 ini masih cukup jauh dari target maupun outlook yang telah ditetapkan.

  • Trump Minta NATO Keluarkan Spanyol, Ada Apa?

    Trump Minta NATO Keluarkan Spanyol, Ada Apa?

    Washington DC

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mencetuskan agar aliansi Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) mempertimbangkan untuk mengeluarkan Spanyol dari keanggotaannya. Ada apa?

    Komentar Trump itu, seperti dilansir Reuters, Jumat (10/10/2025), rupanya berkaitan dengan perselisihan mengenai anggaran militer negara Eropa Barat tersebut, yang dianggap ketinggalan dibandingkan negara-negara NATO lainnya.

    Negara-negara anggota NATO telah menyepakati pada Juni lalu, untuk meningkatkan anggaran militer mereka secara drastis menjadi 5 persen dari produk domestik bruto (PDB), demi memenuhi prioritas utama Trump, yang ingin warga Eropa membelanjakan lebih banyak untuk pertahanan mereka sendiri.

    Namun, Perdana Menteri (PM) Spanyol Pedro Sanchez mengatakan pada saat itu bahwa dirinya tidak akan berkomitmen pada target 5 persen, dengan alasan target itu “tidak sesuai dengan negara sejahtera dan visi dunia kita”.

    Dalam pertemuan di Ruang Oval Gedung Putih dengan pemimpin salah satu negara anggota terbaru NATO, Presiden Finlandia Alexander Stubb, Trump mengatakan para pemimpin Eropa perlu membujuk Spanyol untuk meningkatkan komitmennya terhadap aliansi pertahanan tersebut.

    “Kalian harus mulai berbicara dengan Spanyol,” kata Trump kepada Stubb dalam pertemuan pada Kamis (9/10) waktu setempat.

    “Kalian harus menghubungi mereka dan mencari tahu mengapa mereka ketinggalan,” ujarnya

    Trump kemudian menambahkan: “Mereka (Spanyol-red) tidak memiliki alasan untuk tidak melakukan hal ini, tetapi tidak apa-apa. Mungkin kalian harus menyingkirkan mereka dari NATO, terus terang saja.”

    Menanggapi hal tersebut, seorang sumber pemerintah Spanyol mengatakan negaranya menegaskan kembali komitmennya terhadap aliansi NATO dan meminta semua pihak tetap tenang.

    Ditegaskan oleh sumber pemerintah tersebut bahwa Spanyol merupakan anggota penuh NATO dan telah memenuhi target kemampuannya, sama seperti AS.

    Spanyol bergabung dengan NATO sejak tahun 1982 silam. Aliansi pertahanan kolektif beranggotakan 32 negara itu telah menjadi fokus sejak Rusia menginvasi Ukraina tahun 2022 lalu dan melancarkan perang darat paling mematikan di Eropa sejak Perang Dunia II.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)