Topik: Produk Domestik Bruto

  • Organisasi berkelanjutan menjadi fokus penilaian

    Organisasi berkelanjutan menjadi fokus penilaian

    Sumber foto: Radio Elshinta/ Irza Farel

    69 Organisasi raih SNI Award 2024: Organisasi berkelanjutan menjadi fokus penilaian
    Dalam Negeri   
    Editor: Valiant Izdiharudy Adas   
    Kamis, 21 November 2024 – 23:01 WIB

    Elshinta.com – Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada saat ini tetap stabil pada angka 5,1%, di tengah kondisi global yang bergejolak, termasuk ketidakpastian geopolitik, fluktuasi harga komoditas dan tekanan ekonomi global dengan inflasi juga berhasil dijaga pada kisaran 1,84%. 

    Sektor industri, yang merupakan salah satu pilar utama perekonomian Indonesia, berperan sangat penting untuk mendukung pertumbuhan ini dengan kontribusi sektor manufaktur terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia yang tetap konsisten, menyumbang 17,18 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), naik dari 16,70 persen di triwulan sebelumnya. Badan Pusat Statistik menyebutkan nilai ekspor Indonesia pada periode Oktober 2024 mencapai 24,41 miliar dolar AS atau naik sebesar 10,69 persen dibandingkan bulan sebelumnya. 

    Dalam upaya memperkuat kontribusi tersebut, penerapan SNI diharapkan akan mampu memperkuat daya saing pelaku usaha dan industri nasional dengan menerapkan best practices untuk meningkatkan efisiensi, memperbaiki kualitas dan keamanan produk yang dihasilkan sehingga dapat membuka pasar baru, serta adanya peluang untuk mengadopsi teknologi baru guna meningkatkan volume produksi.

    “Penerapan SNI tidak hanya membantu pelaku usaha meningkatkan efisiensi dan kualitas produk, tetapi juga memperkuat posisi mereka di pasar internasional. Ini menjadi bagian dari dukungan kami untuk merealisasikan target pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 8% sebagaimana tercantum dalam Asta Cita Presiden,” ujar Kepala Badan Standardisasi Nasional (SNI), Kukuh S. Achmad pada Malam Penganugerahan SNI Award 2024 di Jakarta, Kamis (21/11/2024), seperti yang dilaporkan Kontributor Elshinta Irza Farel.

    Kukuh menyampaikan, sebagai The National Quality Award of Indonesia, SNI Award merupakan bentuk apresiasi pemerintah atas konsistensi penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) oleh pelaku usaha dan organisasi, yang mampu mencapai kinerja unggul dan berkelanjutan. Penyelenggaraan SNI Award tahun ini telah memasuki tahun ke 19 dimana SNI Award yang pertama dilaksanakan pada tahun 2005.

    Tahun ini, penghargaan diberikan langsung oleh Wakil Menteri Perindustrian RI, Faisol Riza, yang turut mengapresiasi upaya BSN dalam mendukung revitalisasi industri dan pengembangan sektor prioritas.

    “SNI memainkan peran strategis dalam mendongkrak kinerja industri nasional. SNI mendukung revitalisasi industri padat karya, pengembangan industri hijau, dan sektor-sektor strategis seperti agro, logam, mesin, transportasi, elektronika, serta industri kecil dan menengah (IKM). Para penerima penghargaan ini diharapkan dapat menjadi role model untuk mendorong penerapan SNI secara lebih luas,” ungkap Wakil Menteri Faisol Riza.

    Sebanyak 251 organisasi dari berbagai sektor berpartisipasi dalam SNI Award 2024. Dari jumlah tersebut, 69 organisasi dinyatakan layak menerima penghargaan setelah melalui proses penilaian yang ketat. Ketua Dewan Juri SNI Award 2024, Hariyadi B. Sukamdani, menjelaskan bahwa penilaian menitikberatkan pada kontribusi organisasi dalam standardisasi dan penilaian kesesuaian serta aspek keberlanjutan (sustainability), digitalisasi, ekonomi sirkular, juga tata kelola ESG (Environmental, Social, and Governance).

    “Hasil penilaian ini menunjukkan tingkat kematangan organisasi dalam mengelola perubahan melalui pendekatan ADLI (Approach, Deployment, Learning, and Integration). Proses penilaian kami mulai dari verifikasi persyaratan, desk evaluation, site evaluation, hingga audisi CEO,” ungkap Hariyadi. Tim Dewan Juri terdiri dari 16 pakar dari berbagai latar belakang, termasuk instansi pemerintah, asosiasi industri, media, masyarakat, dan lembaga penilaian kesesuaian.

    Selain sebagai bentuk apresiasi, penyelenggaraan SNI Award diharapkan dapat meningkatkan penerapan SNI oleh organisasi secara lebih luas, meningkatkan keberterimaan SNI dalam penilaian kinerja organisasi, membangun role model organisasi penerap SNI yang berkinerja unggul dan berkelanjutan, serta semakin mendorong kesadaran kepada konsumen untuk memilih produk-produk yang ber-SNI.

    12 kategori SNI Award adalah :

    Kategori Organisasi Skala Besar yang terdiri dari :
    1.Produk Sektor Kimia, Farmasi, Kesehatan, Tekstil, Energi dan Sumber Daya Mineral, 
    2. Produk Sektor Logam, Mesin, Transportasi dan Elektronika, 
    3. Produk Sektor Agro, 
    4. Jasa Pariwisata, Keuangan, Logistik dan  lainnya; kemudian 

    Kategori Organisasi Skala Menengah yang terdiri dari: 
    5. Produk Sektor Kimia, Farmasi, Kesehatan, Tekstil, Energi dan Sumber Daya Mineral, 
    6. Produk Sektor Logam, Mesin, Transportasi dan Elektronika, 
    7. Produk Sektor Agro, 
    8. Jasa Pariwisata, Keuangan, Logistik dan lainnya. 

    Kategori Organisasi Kecil yaitu,
    9. Barang, 
    10. Jasa Pariwisata, Keuangan, Logistik, dan lainnya. 

    Kategori Organisasi Pendidikan, yang mencakup : 
    11. Pendidikan Tinggi, 
    12. Pendidikan Dasar dan Menengah

    Jakarta, 21 November 2024

    Kontak Narahubung:
    Analis Standardisasi Ahli Madya BSN
    Tintin Prihatiningrum
    Email: tintin@bsn.go.id 

    Pranata Humas Ahli Muda
    Arif Widyantoro
    Email: arif.widyantoro@bsn.go.id

    Sumber : Radio Elshinta

  • UMKM mendunia, pertumbuhan ekonomi perkasa

    UMKM mendunia, pertumbuhan ekonomi perkasa

    Perajin membuat shuttlecock untuk memenuhi permintaan di sentra industri shuttlecock di Makam Bergolo, Serengan, Solo, Jawa Tengah, Sabtu (9/11/2024). Guna memenuhi percepatan target pertumbuhan ekonomi Pemerintah Indonesia sebesar delapan persen pada 2029, Kemendag menargetkan ekspor nasional dapat tumbuh 7,1 persen pada 2025 hingga 9,6 persen pada 2029. ANTARAFOTO/Maulana Surya/YU (ANTARA FOTO/Maulana Surya)

    UMKM mendunia, pertumbuhan ekonomi perkasa
    Dalam Negeri   
    Editor: Novelia Tri Ananda   
    Kamis, 21 November 2024 – 15:57 WIB

    Elshinta.com – Berawal dari semangat berwirausaha, membuat produk rumahan ala kadarnya, hingga akhirnya meraup omzet jutaan rupiah. Itulah ikhtiar yang jalani oleh para pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Kini, sudah saatnya para pengusaha lokal ini mendapat tempat di pasar global.

    Upaya mendorong UMKM melakukan ekspor sebenarnya sudah dilakukan sejak lama, baik oleh pemerintah ataupun pihak swasta. Berbagai pendampingan, pelatihan hingga bantuan terhadap akses finansial juga telah dihadirkan guna membantu para pengusaha “kecil” ini naik kelas.

    Mendorong peningkatan UMKM bisa ekspor menjadi isu yang sedangkan digencarkan oleh pemerintah. Betapa tidak, sektor ini telah menjadi salah satu penopang pertumbuhan ekonomi lantaran menyumbang lebih dari 60,5 persen produk domestik bruto (PDB) nasional, serta memiliki potensi yang besar untuk menembus pasar internasional.

    Namun, kontribusi ekspor UMKM periode Januari-Agustus 2024, berdasarkan instrumen Surat Keterangan Asal (SKA), baru mencapai 6,8 persen dengan nilai 11,6 miliar dolar AS (sekitar Rp184,8 triliun). Angka ini terbilang kecil, sehingga banyak sekali pekerjaan rumah yang harus dilakukan untuk membuat UMKM siap dan mampu menjangkau pasar yang lebih luas lagi.

    Jadi isu prioritas

    Pemerintah memandang pengembangan ekosistem UMKM ekspor menjadi hal yang sangat penting. Tak heran, bahwa isu ini menjadi topik utama dalam berbagai diskusi. Bahkan, Kementerian Perdagangan (Kemendag) memasukkannya ke dalam program prioritas yang harus dikejar.

    Tiga program prioritas Kemendag di era pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, adalah pertama, pengamanan pasar dalam negeri sehingga produk lokal dapat berdaya saing menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Kedua, perluasan pasar ekspor dengan meningkatkan pangsa pasar produk ekspor di kancah global, dan ketiga, peningkatan UMKM “Berani Inovasi, Siap Adaptasi (BISA) Ekspor untuk mendorong kontribusi ekspor UMKM terhadap kinerja perdagangan luar negeri Indonesia.

    Isu seputar UMKM go international sudah mulai sering digaungkan. Bahkan Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso juga menyerukan masalah ini dalam pertemuan bilateral dengan Menteri Keberlanjutan dan Lingkungan Hidup serta Menteri Hubungan Perdagangan Singapura Grace Fu.

    Tak hanya itu, Indonesia juga menyampaikan soal pentingnya pemberdayaan usaha kecil dan menengah (UKM) dari negara-negara berkembang untuk berpartisipasi dalam perdagangan global, pada pertemuan Menteri Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik (APEC Ministerial Meeting/AMM) ke-35 di Lima, Peru, Kamis (14/11).

    Bukan hanya Indonesia yang peduli dengan pengembangan produk dalam negeri, memberikan peran dan porsi bagi UMKM maupun kelas kecil dan menengah (UKM) atau small medium enterprise (SME), masih menjadi isu penting di negara-negara maju seperti Korea Selatan.

    Oleh karena itu, poin penguatan UKM, juga masuk dalam kesepakatan-kesepakatan perjanjian dagang dan kerja sama ekonomi tingkat internasional.

    “Kesepakatan-kesepakatan kerja sama ekonomi tingkat internasional itu sudah banyak yang masuk ke isu-isu seperti SME atau UMKM. Kebanyakan di negara-negara lain, masih mengutamakan perkembangan SME-nya,” kata Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal.

    Strategi pendorong

    Masih rendahnya sumbangan UMKM terhadap ekspor nasional tidak terlepas dari masalah rendahnya produktivitas dan daya saing, ketidaklengkapan administrasi dan legalitas usaha serta perencanaan finansial. Pelaku UMKM ini, tentunya tidak bisa berdikari tanpa ada bantuan, pendampingan dan pelatihan dari pemerintah maupun non-pemerintah.

    Mereka juga tidak serta-merta langsung bisa mengenalkan produk kepada calon pembeli di pasar global. Maka, pemerintah juga harus melakukan berbagai langkah untuk mendorong naiknya kontribusi ekspor dari sektor tersebut. Hal pertama yang harus dilakukan adalah mengembangkan ekosistem UKM ekspornya sendiri. Jika ekosistemnya tidak ada atau tidak berjalan, bagaimana mungkin calon-calon eksportir ini mampu menjual produknya keluar negeri.

    Ekosistem tersebut meliputi banyak hal mulai dari permodalan, akses pasar ke luar negeri, pembina untuk pengembangan produk, hingga agregator yang akan membawa dan mempromosikan produk UKM. Selain itu, perlu juga adanya pembentukan dua pusat ekspor baru di luar Pulau Jawa. Saat ini pusat ekspor hanya berada di Surabaya dan Makassar. Penambahan pusat ekspor, diyakini mampu mendorong pertumbuhan ekspor UKM.

    “Pusat ekspor juga akan sangat berperan penting bagi para pelaku ekspor agar dapat menemukan pasar yang lebih luas,” ucap Menteri Perdagangan Budi Santoso.

    Kemendag sendiri memiliki target mampu mencetak 100 UKM ekspor melalui hasil program UKM Bisa Ekspor yang sedang dijalankan. Selain itu, Kemendag juga menargetkan tercapainya 600 UKM yang mendapatkan pelatihan ekspor sepanjang periode 21 Oktober-31 Desember 2024.

    Jika ekosistem sudah terbentuk dan pusat ekspor telah ditambah, maka strategi selanjutnya adalah mengoptimalkan peran perwakilan perdagangan dalam promosi ekspor UKM dengan target transaksi mencapai 55 juta dolar AS (sekitar Rp876,3 miliar). Langkah lainnya berupa menyusun kalender kegiatan ekspor yang berisi jadwal-jadwal promosi maupun penjajakan kesepakatan dagang (business matching).

    Upaya-upaya promosi di luar negeri bisa dimaksimalkan dengan melibatkan perwakilan perdagangan di luar negeri. Namun, produk-produk yang dipamerkan harus lolos kurasi sehingga produk Indonesia memiliki standar yang konsisten. Membuat forum dialog antara pelaku usaha dan pihak-pihak yang terlibat untuk peningkatan ekspor, juga perlu untuk dilaksanakan. Hal ini bertujuan agar tercipta jembatan yang efektif antara UMKM Indonesia dan pasar global.

    Kolaborasi adalah kunci

    UMKM/UKM tidak bisa berjalan sendirian, target pemerintah untuk meningkatkan ekspor juga tidak akan berwujud tanpa ada pelakunya. Keduanya pun tak bisa memperluas pasar bila tidak ada bantuan dari pihak ketiga, keempat dan seterusnya. Kolaborasi dan sinergi sudah menjadi barang wajib yang tidak bisa ditolak lagi. Di sini, UMKM sebagai pelaku usaha, membutuhkan fasilitas dan pembinaan, baik yang dilakukan oleh kementerian, lembaga maupun swasta.

    Diperlukan juga adanya agregator sebagai pembina ekspor. Kehadiran agregator ini bertugas untuk menjadi jembatan bagi UMKM yang ingin memperluas pasarnya keluar negeri. Selain itu, Indonesia memiliki perwakilan perdagangan di luar negeri dan para diaspora. Keduanya dapat berperan untuk mempertemukan UMKM dengan pembeli internasional.

    Terkait dengan agregator, Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) pernah menyebut telah menjalin hubungan atau kerja sama dengan beberapa mitra di luar negeri, seperti dengan Korea, Rusia, Dubai dan China untuk memasarkan produk-produk UMKM dalam negeri.

    Dengan kolaborasi yang saling menguntungkan dan terciptanya ekosistem, diharapkan peningkatan UMKM bisa ekspor, mampu tercapai. Kontribusi perdagangan luar negeri dari sektor tersebut semakin besar. Pasar ekspor Indonesia juga semakin luas dengan beragam produk yang ditawarkan.
     
    Niscaya, dengan diberikan tempat di pasar global, UMKM dapat turut mendorong pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen.

    Sumber : Antara

  • Pemerintah pilah standar global bentuk regulasi AI di Indonesia

    Pemerintah pilah standar global bentuk regulasi AI di Indonesia

    Nusa Dua, Bali (ANTARA) – Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) memilah sejumlah standar global terkait kecerdasan buatan (AI) untuk memperkuat pembentukan regulasi yang mengatur perkembangan teknologi itu di Indonesia.

    “Indonesia mencoba mengadopsi semua regulasi yang berkembang, kira-kira mana yang paling tepat sesuai konteks Indonesia,” kata Wakil Menteri Komdigi Nezar Patria di sela Forum Hubungan Masyarakat Dunia (WPRF) Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali, Kamis.

    Ia menyebutkan regulasi khusus mengatur AI yang diterapkan di Amerika Serikat (AS) pengaturannya bersifat vertikal, sama halnya dengan yang diterapkan di China.

    Ada pun pengaturan bersifat vertikal di AS yaitu negara-negara bagian di negeri Paman Sam itu memiliki undang-undang berbeda tentang AI.

    Sedangkan di Uni Eropa, pengaturan AI dilakukan secara horizontal yang menetapkan standar luas dan berlaku di berbagai aplikasi dan industri AI.

    Tak hanya mencermati regulasi AI yang ditetapkan secara global, Indonesia juga tetap mengacu kepada hasil penilaian kesiapan kecerdasan buatan atau Readiness Assessment Methodology on AI oleh Organisasi PBB Bidang Pendidikan, Sosial dan Kebudayaan (UNESCO).

    Hasil penilaian itu membuka peluang pengembangan lanskap dan ekosistem AI di Indonesia secara komprehensif.

    Bahkan Indonesia, kata dia, merupakan negara pertama di Asia Tenggara yang menerapkan hasil dari UNESCO itu.

    “Kita negara pertama di ASEAN yang mendapatkan dokumen itu dari UNESCO. Dia (dokumen) itu semacam alat diagnosa untuk melihat kesiapan satu negara dalam adopsi AI. Dari 60 negara yang mengadopsi, di ASEAN baru Indonesia negara yang pertama,” ucapnya.

    Sementara itu, dari hasil penilaian UNESCO, lanjut dia, ada tiga hal yang perlu diatasi dalam mendukung pengembangan AI di Indonesia yakni penguatan konektivitas digital, sumber daya manusia bidang digital dan anggaran untuk riset dan inovasi yang masih terbatas.

    Ketiganya, lanjut dia, juga menjadi fokus Komdigi agar potensi AI bisa digali lebih besar mengingat adopsi AI di Indonesia masih belum banyak.

    Dalam pemaparannya, Nezar mengungkapkan AI diproyeksi berkontribusi sebesar 366 miliar dolar AS terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia pada 2030.

    Ada pun pengguna internet di Indonesia mencapai sekitar 221,5 juta dengan tingkat penetrasi mencapai sekitar 79,5 persen.

    Kemudian, sebanyak 26,7 juta pekerja Indonesia terbantu dengan kehadiran AI khususnya bidang pekerjaan sektor komunikasi dan informasi.

    “Komunikasi dan informasi adalah beberapa di antara sedikit sektor yang terbantu karena AI. Data ini mengindikasikan Indonesia pasar yang masih belum tersentuh adopsi AI,” katanya.

    Pewarta: Dewa Ketut Sudiarta Wiguna
    Editor: Tasrief Tarmizi
    Copyright © ANTARA 2024

  • Wamendagri sebut validitas data jadi kunci sukses Indonesia Emas 2045

    Wamendagri sebut validitas data jadi kunci sukses Indonesia Emas 2045

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya Sugiarto mengatakan bahwa validitas data kependudukan dan pencatatan sipil (dukcapil) menjadi kunci sukses mewujudkan Indonesia Emas 2045.

    “Jadi, nonsense (omong kosong, red.) Indonesia Emas achieve, accomplish (tercapai, red.) tanpa berbasiskan data. Enggak mungkin itu. Pasti akan ada meleset-melesetnya,” kata Wamendagri dalam acara Rapat Koordinasi Nasional Kependudukan dan Pencatatan Sipil dengan Lembaga Pusat, di kawasan Kemayoran, Jakarta, Kamis.

    Selain itu, dia mengatakan bahwa validitas data menjadi kunci untuk mewujudkan target ambisius Presiden Prabowo Subianto, yakni pertumbuhan ekonomi yang mencapai 8 persen, peningkatan pendapatan per kapita atau Produk Domestik Bruto (PDB) hingga 10.000 dolar AS, dan menjadi salah satu dari lima negara dengan ekonomi terbesar sedunia.

    “Semuanya should be based on valid data (harus berdasarkan data yang valid, red.). Enggak mungkin kita berperang tanpa data. Enggak mungkin kita menyasar ekonomi Indonesia menjadi satu dari lima besar dunia pada 2045 tanpa data,” ujarnya.

    Validitas data, kata dia, juga berperan dalam perencanaan pembangunan jangka panjang, yakni seperti yang telah disusun dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045.

    “Saya pernah berpengalaman menjadi kepala daerah selama 10 tahun. Jadi, paham betul bagaimana rencana pembangunan itu penting untuk sinkron pusat, provinsi, kota, kabupaten, harus nyambung semua, dan semuanya harus berdasarkan pada data yang sama,” katanya.

    Lebih lanjut, dia mengatakan bahwa data yang valid dapat dimanfaatkan untuk pemetaan situasi ekonomi dan sosial yang meliputi angka kemiskinan, menentukan penyaluran Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) yang spesifik, dan sesuai target, hingga menekan angka kriminalitas.

    Pewarta: Rio Feisal
    Editor: Tasrief Tarmizi
    Copyright © ANTARA 2024

  • Wamendagri Bima Arya: Validitas Data Kependudukan Jadi Kunci Wujudkan Indonesia Emas 2045 – Page 3

    Wamendagri Bima Arya: Validitas Data Kependudukan Jadi Kunci Wujudkan Indonesia Emas 2045 – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Validitas data kependudukan memiliki peran penting menjadi fondasi utama dalam mendukung pencapaian target Indonesia Emas 2045. Pasalnya, Indonesia tidak akan mampu mencapai visi Indonesia Emas 2045 tanpa memiliki data akurat dan terpercaya.

    “Jadi nonsense Indonesia Emas achieve, accomplish tanpa berbasiskan data, tidak mungkin itu pasti akan ada meleset-melesetnya,” ujar Wakil Menteri Dalam Negeri, Bima Arya Sugiarto dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) di Hotel Grand Mercure, Kemayoran, Jakarta, Kamis (21/11/2024).

    Ia pun mengungkapkan, target Indonesia menjadi salah satu dari lima negara ekonomi terbesar dunia pada 2045 adalah cita-cita besar yang bisa diwujudkan.

    “Namun, keberhasilan itu membutuhkan dukungan data yang valid untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi 8% dan peningkatan Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita hingga 10.000 USD,” ungkap Bima.

    “Salah satu catatannya Bapak/Ibu adalah semuanya should be based on valid data, tak mungkin Bapak/Ibu kita berperang tanpa data, tak mungkin kita menyasar ekonomi Indonesia menjadi satu dari lima besar di dunia 2045 tanpa data,” jelasnya.

    Bima menyebut, data kependudukan mempunyai peran strategis dalam berbagai sektor, mulai dari perencanaan pembangunan, demokrasi, hingga pelayanan publik. Ia mencontohkan pentingnya data untuk menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), pemetaan angka kemiskinan, serta penyaluran Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK).

    “Jadi untuk demokrasi kita membutuhkan data, untuk perencanaan pembangunan kita melakukan mapping pemetaan situasi ekonomi sosial hari ini, berapa angka kemiskinan secara demografis, geografis dan yang lain-lain,” sebutnya.

  • Bappenas ungkap prasyarat kunci tingkatkan pendapatan per kapita

    Bappenas ungkap prasyarat kunci tingkatkan pendapatan per kapita

    Jakarta (ANTARA) – Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) menyampaikan prasyarat kunci meningkatkan pendapatan per kapita setara dengan negara maju di Indonesia pada tahun 2045 adalah menciptakan nilai tambah bagi perekonomian.

    “Pada saat kita mengatakan bahwa pendapatan per kapita setara dengan negara maju, ada prasyarat kunci yang kita dorong, bahwa pertumbuhan ekonomi tinggi ke depan itu harus didasarkan pada penciptaan nilai tambah bagi perekonomian kita,” ucap Deputi Bidang Ekonomi Amalia Adininggar Widyasanti Kementerian PPN/Bappenas dalam acara Proyeksi Ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) 2025 di Jakarta, Kamis.

    Dalam hal ini, kontribusi Produk Domestik Bruto (PDB) Manufaktur dan PDB Maritim ditargetkan masing-masing mencapai 28 persen dan 15 persen pada tahun 2045, meningkat dari 2025 yang diperkirakan 20,8 persen dan 8,1 persen. Ini berarti industrialisasi harus berjalan di Indonesia.

    Terkait PDB Maritim, dia menerangkan bahwa Indonesia sebagai negara kepulauan yang memiliki lautan luas dan mempunyai Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) harus dimanfaatkan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat.

    Penciptaan nilai tambah (value added creation) yang harus didorong bukan hanya sekedar menjual bahan mentah dari laut, tetapi mengolah kekayaan laut agar bisa menghasilkan produk dengan nilai tambah lebih besar. Dengan begitu, lapangan pekerjaan akan semakin terbuka, menciptakan efek berganda (multiplier effect), hingga memberikan pertumbuhan ekonomi lebih inklusif.

    Sebagai contoh, salah satu program besar untuk mendorong PDB Maritim adalah ekonomi biru yang telah menjadi bagian dari program prioritas Asta Cita dari Presiden RI Prabowo Subianto.

    Esensi kunci ekonomi biru terdiri dari tiga pilar, yaitu marine protection untuk menjaga kesehatan dan kelestarian laut, lalu menciptakan nilai tambah, dan mendatangkan kesejahteraan bagi masyarakat.

    Misalnya, Indonesia telah menjadi produsen kedua terbesar komoditas rumput laut (seaweed) di dunia sebesar 20 persen, dan peringkat pertama dari China sebesar 60 persen. Kedua negara tersebut memiliki kontribusi 80 persen dalam produksi rumput laut global.

    “Pertanyaannya adalah seaweed dalam bentuk apa yang di ekspor Indonesia? Ternyata, kalau kita bedah dari ekspor seawead Indonesia adalah betul-betul ekspor row seaweed (bahan mentah rumput laut) yang kita ekspor. Padahal, seawead kalau kita tahu nilai pohon industrinya itu, kalau kita bedah lagi bagaimana potensi seaweed untuk menjadi produk turunannya, itu sangat luar biasa,” ungkapnya yang akrab disapa Winny.

    Contoh lainnya adalah ada sebuah perusahaan dari Indonesia mampu memproduksi susu dari ikan dengan nilai protein setara dengan susu pada umumnya, dan dapat diminum oleh seseorang yang alergi terhadap laktosa.

    Perusahaan itu dapat pula menghasilkan kolagen dari teripang yang dilakukan dengan mengkonsolidasikan para nelayan teripang.

    Saat dicari tahu lebih lanjut, ucap Winny, ternyata teripang itu dihasilkan dari kolagen yang diincar oleh perusahaan-perusahaan farmasi dan kosmetik global. Bahkan, sudah ada beberapa perusahaan kosmetik global yang mengakuisisi perusahaan kolagen dari teripang.

    “Artinya, potensi luar biasa kita yang miliki ini menjadi modal besar untuk Indonesia tumbuh cepat dalam waktu yang tidak terlalu lama,” kata dia.

    Pewarta: M Baqir Idrus Alatas
    Editor: Evi Ratnawati
    Copyright © ANTARA 2024

  • BI: Neraca pembayaran Indonesia triwulan III-2024 alami surplus

    BI: Neraca pembayaran Indonesia triwulan III-2024 alami surplus

    Kinerja neraca pembayaran Indonesia pada triwulan III 2024 membaik sehingga mendukung ketahanan eksternal

    Jakarta (ANTARA) – Bank Indonesia (BI) mengatakan, neraca pembayaran Indonesia (NPI) triwulan III-2024 mengalami surplus sehingga menjaga ketahanan sektor eksternal.

    NPI pada triwulan III-2024 mencatat surplus sebesar 5,9 miliar dolar AS, dari sebelumnya defisit sebesar 0,6 miliar dolar AS pada triwulan II-2024.

    “Kinerja neraca pembayaran Indonesia pada triwulan III 2024 membaik sehingga mendukung ketahanan eksternal,” kata Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Ramdan Denny Prakoso di Jakarta, Kamis.

    Ramdan menuturkan, surplus NPI ditopang oleh surplus neraca transaksi modal dan finansial yang meningkat serta defisit neraca transaksi berjalan yang lebih rendah.

    Dengan perkembangan tersebut, posisi cadangan devisa meningkat dari sebesar 140,2 miliar dolar AS pada akhir Juni 2024 menjadi sebesar 149,9 miliar dolar AS pada akhir September 2024, atau setara dengan pembiayaan 6,4 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.

    Ia mengatakan, neraca transaksi berjalan mencatat penurunan defisit. Pada triwulan III-2024, neraca transaksi berjalan mencatat defisit sebesar 2,2 miliar dolar AS atau sebesar 0,6 persen dari produk domestik bruto (PDB), lebih rendah dibandingkan dengan defisit sebesar 3,2 miliar dolar AS atau 0,9 persen dari PDB pada triwulan II-2024.

    Kinerja neraca transaksi berjalan ditopang oleh surplus neraca perdagangan barang nonmigas yang berlanjut, didukung oleh pertumbuhan ekspor nonmigas seiring dengan kenaikan harga komoditas, di tengah impor yang tumbuh lebih tinggi sejalan meningkatnya aktivitas ekonomi domestik.

    Defisit neraca jasa menyempit didorong oleh meningkatnya surplus jasa perjalanan seiring naiknya jumlah kunjungan wisatawan mancanegara. Defisit neraca pendapatan primer juga menurun dipengaruhi oleh lebih rendahnya pembayaran imbal hasil investasi kepada investor nonresiden.

    Selain itu, peningkatan surplus neraca pendapatan sekunder yang didorong oleh penerimaan remitansi turut mendukung kinerja neraca transaksi berjalan.

    Lebih lanjut Ramdan menuturkan, surplus neraca transaksi modal dan finansial berlanjut. Neraca transaksi modal dan finansial mencatat surplus sebesar 6,6 miliar dolar AS pada triwulan III-2024, meningkat dibandingkan dengan surplus sebesar 3,0 miliar dolar AS pada triwulan II-2024.

    Investasi langsung membukukan peningkatan surplus, utamanya berasal dari penyertaan modal di sektor industri pengolahan, jasa kesehatan, serta transportasi, pergudangan, dan komunikasi, sejalan dengan persepsi positif investor terhadap prospek perekonomian nasional yang tetap terjaga.

    Aliran masuk modal asing ke berbagai instrumen investasi portofolio juga meningkat seiring dengan imbal hasil investasi yang tetap menarik. Di sisi lain, investasi lainnya mencatat kenaikan defisit didorong meningkatnya penempatan investasi swasta pada berbagai instrumen finansial luar negeri.

    Ke depan, BI senantiasa mencermati dinamika perekonomian global yang dapat mempengaruhi prospek NPI dan terus memperkuat respons bauran kebijakan yang didukung sinergi kebijakan yang erat dengan Pemerintah dan otoritas terkait guna memperkuat ketahanan sektor eksternal.

    NPI 2024 diprakirakan tetap baik dengan defisit neraca transaksi berjalan terjaga dalam kisaran rendah sebesar 0,1 persen sampai dengan 0,9 persen dari PDB.

    Neraca transaksi modal dan finansial diprakirakan tetap mencatatkan surplus didukung oleh peningkatan investasi langsung maupun investasi portofolio sejalan dengan persepsi positif investor terhadap prospek perekonomian nasional dan imbal hasil investasi yang menarik.

    Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak
    Editor: Ahmad Buchori
    Copyright © ANTARA 2024

  • Kenaikan PPN dan pertumbuhan ekonomi inklusif

    Kenaikan PPN dan pertumbuhan ekonomi inklusif

    Barang kebutuhan pokok yang dipajang di salah satu pasar swalayan. Produk olahan termasuk komoditas yang dikenakan PPN. ANTARA/ Ganet Dirgantoro

    Kenaikan PPN dan pertumbuhan ekonomi inklusif
    Dalam Negeri   
    Editor: Novelia Tri Ananda   
    Rabu, 20 November 2024 – 16:57 WIB

    Elshinta.com – Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan salah satu sumber pendapatan utama negara. Sebagai pajak yang dikenakan pada setiap tahapan produksi dan distribusi barang atau jasa, PPN berfungsi meningkatkan pendapatan negara guna membiayai berbagai program pembangunan.

    Pada tahun 2022, Indonesia mengumumkan kenaikan tarif PPN dari 10 persen menjadi 11 persen dan berencana untuk meningkatkan lagi menjadi 12 persen pada 2025. Kebijakan ini menimbulkan perdebatan mengenai dampaknya terhadap perekonomian, khususnya dalam konteks pertumbuhan ekonomi yang inklusif.

    Pertumbuhan ekonomi inklusif diartikan sebagai pertumbuhan ekonomi yang tidak hanya berfokus pada angka produk domestik bruto (PDB), tetapi juga memperhatikan distribusi kesejahteraan yang merata di seluruh lapisan masyarakat. Oleh karena itu, penting untuk menganalisis pengaruh kenaikan PPN 12 persen terhadap inklusivitas pertumbuhan ekonomi, terutama terhadap kelompok-kelompok masyarakat yang lebih rentan.

    Pajak, sebagai instrumen fiskal yang penting dalam pembangunan ekonomi, digunakan oleh Pemerintah untuk mengatur permintaan agregat dalam perekonomian. Dalam jangka pendek, kenaikan PPN bisa menyebabkan penurunan konsumsi masyarakat karena harga barang dan jasa menjadi lebih tinggi, yang pada gilirannya dapat menurunkan daya beli.

    Namun, dalam jangka panjang, jika pendapatan negara meningkat, Pemerintah dapat mengalokasikan dana untuk program-program sosial yang dapat mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif.

    Dalam teori Pertumbuhan Ekonomi Endogen yang dikemukakan oleh Romer (1990), pajak dan pengeluaran Pemerintah yang efisien dapat merangsang investasi di sektor-sektor yang meningkatkan produktivitas dan menciptakan lapangan kerja. Sebagai contoh, pendapatan yang diperoleh dari PPN dapat digunakan untuk membiayai infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan, yang pada gilirannya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara luas.

    Dampak terhadap konsumsi dan produksi

    Salah satu dampak langsung dari kenaikan PPN adalah peningkatan harga barang dan jasa. Peningkatan harga ini cenderung mengurangi konsumsi, terutama bagi rumah tangga dengan pendapatan rendah.

    Menurut penelitian yang dilakukan oleh Zodrow dan Mieszkowski (2001), pajak konsumsi seperti PPN sering kali lebih membebani rumah tangga dengan pendapatan rendah karena proporsi pengeluaran mereka untuk konsumsi lebih besar dibandingkan dengan rumah tangga berpendapatan tinggi. Hal ini berpotensi menyebabkan ketimpangan yang lebih besar, yang berlawanan dengan tujuan pertumbuhan ekonomi inklusif.

    Namun, ada pula argumen yang mengatakan bahwa kenaikan PPN dapat meningkatkan daya saing sektor produksi dalam negeri. Hal ini disebabkan oleh penurunan tarif PPN pada barang ekspor dan insentif untuk mendorong industri dalam negeri. Jika Pemerintah menggunakan hasil dari PPN untuk membiayai kebijakan yang meningkatkan efisiensi produksi dan produktivitas, maka sektor-sektor tertentu, seperti manufaktur, bisa mendapatkan manfaat dari peningkatan kapasitas dan daya saing.

    Peningkatan PPN 12 persen dapat memberikan dampak yang berbeda terhadap berbagai lapisan masyarakat. Kelompok rumah tangga dengan pendapatan rendah memang lebih sensitif terhadap kenaikan harga barang dan jasa karena sebagian besar pendapatan mereka digunakan untuk konsumsi barang-barang kebutuhan dasar.

    Sebagai contoh, rumah tangga dengan pengeluaran untuk pangan, transportasi, dan energi yang tinggi akan merasakan dampak yang lebih besar dari kenaikan PPN ini. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2019, konsumsi rumah tangga miskin lebih banyak diperuntukkan bagi barang dan jasa yang dikenakan PPN, seperti makanan, energi, dan transportasi, yang berpotensi memperburuk ketimpangan sosial.
     

    Akan tetapi, jika Pemerintah dapat mengimbangi dampak ini dengan kebijakan sosial yang tepat, seperti bantuan langsung tunai atau subsidi, dampak negatif dari kenaikan PPN bisa diminimalkan. Misalnya, negara bisa mengalokasikan sebagian pendapatan dari PPN untuk mendanai program-program yang langsung menguntungkan kelompok masyarakat miskin, seperti pendidikan, kesehatan, dan pelatihan keterampilan.

    Penelitian yang dilakukan oleh Suraya (2022) menunjukkan bahwa kenaikan PPN di Indonesia dapat menurunkan konsumsi domestik dalam jangka pendek. Namun, jika hasil dari pajak ini digunakan untuk pembiayaan sektor infrastruktur dan pendidikan, maka dalam jangka panjang, kebijakan ini dapat mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif. Hal ini karena investasi di sektor-sektor produktif dapat menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan produktivitas, yang pada gilirannya memperbaiki kesejahteraan masyarakat secara merata.

    Selain itu, studi oleh Widodo (2020) menyimpulkan bahwa meskipun ada risiko penurunan daya beli masyarakat miskin akibat kenaikan PPN, kebijakan perpajakan yang pro-poor, seperti pemberian subsidi atau penghapusan PPN untuk barang-barang kebutuhan pokok, dapat mengurangi dampak negatif tersebut. Dengan demikian, pengelolaan hasil pajak yang baik dapat memastikan bahwa kebijakan pajak tidak hanya mendukung pertumbuhan ekonomi tetapi juga menciptakan distribusi kesejahteraan yang lebih adil.

    Mendukung pertumbuhan ekonomi inklusif

    Untuk memastikan bahwa kenaikan PPN 12 persen dapat mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif, beberapa kebijakan pendukung perlu diterapkan, antara lain, melalui penggunaan hasil PPN untuk program sosial, yaitu dalam hal ini pendapatan yang diperoleh dari kenaikan PPN dapat dialokasikan untuk program-program yang mendukung masyarakat miskin, seperti subsidi pangan, pendidikan, dan layanan kesehatan. Hal ini akan membantu kelompok masyarakat yang rentan agar tidak terkena dampak negatif dari kenaikan harga.

    Selanjutnya, peningkatan infrastruktur dan kesejahteraan sosial juga menjadi bagian fokus pembiayaan dari implikasi kenaikan PPN ini. Kebijakan ini dapat dilaksanakan, antara lain, melalui peningkatan investasi dalam infrastruktur, terutama di daerah-daerah yang kurang berkembang sehingga membuka peluang kerja bagi masyarakat dan meningkatkan akses mereka terhadap layanan publik.

    Kebijakan berikutnya yang dapat diambil untuk mengimbangi dampak negatif dari kenaikan PPN melalui pengenaan pajak progresif. Dalam hal ini Pemerintah dapat menerapkan pajak progresif yang lebih tinggi untuk kelompok berpendapatan tinggi. Dengan demikian, beban pajak lebih banyak ditanggung oleh mereka yang mampu, sementara rumah tangga miskin tetap mendapat perlindungan.

    Terakhir, kebijakan untuk mendukung manfaat kenaikan PPN adalah peningkatan efisiensi Pemerintah dalam pengelolaan anggaran. Dalam hal ini, Pemerintah perlu memastikan bahwa dana yang diperoleh dari PPN digunakan secara efisien dan tidak ada kebocoran anggaran yang dapat merugikan masyarakat.

    Kenaikan PPN 12 persen dapat memiliki dampak yang kompleks terhadap pertumbuhan ekonomi yang inklusif. Pada satu sisi, kenaikan PPN dapat menekan daya beli masyarakat, terutama kelompok rumah tangga miskin, yang berisiko memperburuk ketimpangan sosial. Namun, jika hasil dari PPN digunakan dengan bijak untuk membiayai program-program sosial dan infrastruktur, maka kebijakan ini dapat memberikan manfaat jangka panjang bagi pertumbuhan ekonomi yang inklusif.

    Oleh karena itu, penting bagi Pemerintah untuk melakukan pendekatan komprehensif dan memastikan bahwa kebijakan perpajakan dilaksanakan secara adil dan efisien.

    Sumber : Antara

  • Ekonomi Indonesia Tetap Solid di Tengah Dinamika Global, Sektor Ini Bakal Positif – Page 3

    Ekonomi Indonesia Tetap Solid di Tengah Dinamika Global, Sektor Ini Bakal Positif – Page 3

    Sebelumnya, Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Ferry Irawan optimistis Indonesia masih bisa mengejar pertumbuhan ekonomi 5,1 persen pada 2024.

    Ferry mengatakan, pemerintah terus berupaya menggenjot pertumbuhan ekonomi dari sisi belanja APBN, yang secara tren bakal meroket di kuartal IV. Sehingga ekonomi nasional bisa tumbuh 5,2-5,3 persen pada triwulan akhir tahun ini. 

    “Kita masih upaya terus, APBN masih ada dua bulan. (Penyaluran) KUR (Kredit Usaha Rakyat) juga tetap kita dorong. Jadi bisa 5,1 persen (full year 2024). Memang secara siklus juga APBN tinggi di triwulan IV,” kata Ferry di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Rabu (13/11/2024).

    Keyakinan itu juga dipupuk berkat adanya sejumlah keringanan yang diberikan pemerintah. Semisal penerapan pajak pertambahan nilai ditanggung pemerintah (PPN DTP) sebesar 100 persen pada September-Desember 2024, untuk pembelian rumah.

    “Kenapa PPN DTP Perumahan itu kita balikin lagi dari 50 persen di awal semester II ke 100 persen di September-Desember. Untuk mengantisipasi itu sebenarnya, daya beli, kita butuh stimulus. Itu bagian dari upaya kita untuk itu, menjaga antisipasi siklus-siklus tadi,” bebernya. 

    Sebagai catatan, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal III 2024 berada di bawah 5 persen, yakni sekitar 4,95 persen. 

    Angka tersebut mengacu pada besaran produk domestik bruto (PDB) pada kuartal III 2024. PDB atas harga berlaku sebesar Rp 5.638,9 triliun dan PDB atas dasar harga konstan sebesar Rp 3.279,6 triliun.

    Sementara, secara kuartalan (QtQ) pertumbuhan ekonomi Indonesia di triwulan III 2024 tumbuh 1,50 persen. Sehingga secara kumulatif pada Januari-September 2024,  ekonomi tumbuh sebesar 5,03 persen.

     

     

     

  • Bidik Hilirisasi 28 Komoditas, RI Butuh Investasi Rp9.827,7 Triliun

    Bidik Hilirisasi 28 Komoditas, RI Butuh Investasi Rp9.827,7 Triliun

    Bisnis.com, JAKARTA – Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuliot Tanjung mengungkapkan hilirisasi 28 komoditas potensial membutuhkan investasi senilai US$618 miliar atau setara Rp9.827,7 triliun (asumsi kurs Rp15.900 per dolar AS).

    Menurutnya, investasi dengan nilai fantastis itu dibutuhkan untuk menjalankan hilirisasi hingga 2040.

    “Kami sudah mengidentifikasi untuk sektor-sektor tersebut ada 28 komoditas yang perlu dilakukan hilirisasi. Untuk 28 komoditas tersebut itu akan membutuhkan investasi sekitar US$618 miliar,” kata Yuliot dalam acara Electricity Connect 2024 di Jakarta, Rabu (20/11/2024).

    Adapun, 28 komoditas prioritas hilirisasi dalam peta jalan yang tengah disempurnakan saat ini mencakup sektor mineral, batu bara, minyak dan gas bumi, perkebunan, kehutanan, perikanan, dan kelautan.  

    Di sektor mineral, komoditasnya mencakup nikel, timah, tembaga, bauksit, besi baja, emas perak, pasir silika, mangan, kobal, dan logam tanah jarang. Sektor batu bara dan aspal buton, sektor migas bumi, perkebunan mencakup sawit, kelapa, karet, biofuel, kakao, dan pala.  

    Selanjutnya, sektor kehutanan yaitu kayu balok dan getah pinus. Sementara di sektor perikanan mencakup udang, ikan TCT, rajungan, dan tilapia, serta sektor kelautan yaitu rumput laut dan potensi lahan garam. 

    Lebih terperinci, kebutuhan investasi untuk hilirisasi di sektor mineral dan batu bara mencapai US$498,4 miliar atau Rp7.921,5 triliun. Lalu, untuk sektor minyak bumi dan gas bumi dibutuhkan investasi sebesar US$68,3 miliar atau Rp1.086,1 triliun.

    Sementara itu, kebutuhan investasi untuk hilirisasi sektor perkebunan, kelautan, perikanan, dan kehutanan mencapai US$51,3 miliar atau setara Rp816,2 triliun.

    “Kita akan mencoba untuk beberapa komoditas kita lakukan hilirisasi untuk peningkatan nilai tambahnya itu ada di dalam negeri dalam rangka ketahanan dan juga pengolahan sumber daya alam berkelanjutan,” tutur Yuliot.

    Dari investasi ini, Yuliot memperkirakan Indonesia bisa mendapat dampak positif, salah satunya berupa melonjaknya nilai ekspor hingga kisaran US$857,9 miliar hingga tahun 2040.

    Kemudian, produk domestik bruto (PDB) Indonesia juga diprediksi bisa menyentuh nilai US$235,9 miliar serta serta pembukaan lapangan kerja bagi 3,01 juta orang.

    Dia juga mencontohkan, program hilirisasi nikel berhasil memberi nilai tambah berlipat-lipat ganda. Berdasarkan catatan Yuliot, nilai ekspor nikel hanya sekitar US$3,3 miliar pada 2017. 

    Kemudian, setelah ada program hilirisasi, nilai ekspor nikel melesat menjadi US$33,5 miliar pada 2023.