Topik: Produk Domestik Bruto

  • Kalau Kita Lemah, Bagaimana Bisa Dukung Palestina?

    Kalau Kita Lemah, Bagaimana Bisa Dukung Palestina?

    Jakarta, CNN Indonesia

    Presiden Prabowo Subianto mengajak negara-negara yang tergabung dalam Organisasi Kerja Sama Ekonomi D-8 untuk bersatu dan memperkuat perekonomian bersama agar bisa membela Palestina.

    Prabowo mengatakan sejarah telah mengajarkan tanpa persatuan, kita akan lemah. Bila negara-negara lemah, maka akan dieksploitasi negara lain.

    “Tanpa melampaui perbedaan-perbedaan kita, kita tidak bisa menjadi kuat. Kita mengatakan kita mendukung Palestina, tetapi jika kita lemah, bagaimana bisa kita mendukung Palestina?” kata Prabowo dalam KTT D-8 di Kairo, Kamis (19/12).

    Prabowo menyarankan negara-negara D-8 berfokus pada ekonomi biru. Dia mengingatkan negara-negara D-8 diberkati lautan, mulai dari Samudera Atlantis, Laut Mediterrania, Laut India, hingga Samudera Pasifik.

    Dia mengatakan potensi perikanan dunia mencapai US$600 miliar. Bila negara-negara D-8 bekerja sama untuk memanfaatkan lautan yang ada, ia yakin blok ekonomi ini bisa menjadi yang terkuat di dunia.

    Prabowo juga mendorong permudahan kerja sama perdagangan antarnegara anggota D-8. Ia mengingatkan potensi ekonomi D-8 tercermin dari produk domestik bruto (PDB) negara-negara ini yang mencapai US$4,81 triliun pada 2023.

    “Kita harus bekerja untuk mencapai kekuatan industrial dan teknologi. Dan kita harus membuat dunia Muslim menjadi dunia yang sejahtera, mengentaskan kelaparan,” ujarnya.

    Organisasi Kerja Sama Ekonomi D-8 terdiri dari delapan negara Islam berkembang. Selain Indonesia, ada Banglades, Mesir, Iran, Malaysia, Nigeria, Pakistan, dan Turki.

    Organisasi ini didirikan 15 Juni 1997. Organisasi ini digagas oleh Necmettin Erbakan, Perdana Menteri Turki, dalam sebuah seminar bertajuk “Kerja Sama dalam Pembangunan” tahun 1996 di Istanbul.

    (dhf/bac)

    [Gambas:Video CNN]

  • Celios: Kenaikan tarif PPN bakal berdampak kepada kinerja e-commerce

    Celios: Kenaikan tarif PPN bakal berdampak kepada kinerja e-commerce

    Jakarta (ANTARA) – Center of Economics and Law Studies (Celios) memproyeksikan kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada tahun depan bakal berdampak kepada kinerja niaga-el (e-commerce).

    Berdasarkan perhitungan Direktur Ekonomi Celios Nailul Huda, kinerja niaga-el pada 2024 mengalami kenaikan sebesar 3 persen atau setara dengan Rp468,6 triliun dibandingkan tahun 2023 yang sebesar Rp453,7 triliun.

    Namun, pada 2025, diperkirakan kinerja sektor niaga-el hanya akan meningkat sebesar 0,5 persen menjadi Rp471 triliun.

    “Keadaan ini disebabkan oleh menurunnya daya beli masyarakat dan potensi kenaikan tarif PPN yang membuat masyarakat menahan daya beli,” kata Huda di Jakarta, Kamis.

    Penghitungan proyeksi tersebut menggunakan model ARIMA. Model itu disebut efektif dalam menangkap struktur temporal data seperti untuk memprediksi produk domestik bruto (PBD) dan indikator ekonomi lainnya.

    Temuan lain Celios adalah sektor pembayaran digital akan mencapai angka Rp2.908,6 triliun pada tahun 2025 atau meningkat sekitar 16,73 persen.

    Sektor pinjaman daring juga berpeluang mencapai angka Rp365,7 triliun pada tahun 2025 mendatang.

    Untuk sektor transportasi daring (ride-hailing), prediksi kinerjanya mencapai Rp12,6 triliun pada tahun 2025.

    “Sektor transportasi daring menunjukkan pemulihan yang konsisten, dengan peningkatan bertahap hingga mencapai Rp12,66 triliun pada 2025. Peningkatan nilai transaksi ini juga terus berpotensi membuka lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat serta menunjukkan optimisme terhadap potensi pasar sektor digital,” jelas Huda.

    Sedangkan sektor perjalanan daring (online travel), kinerjanya diproyeksikan akan bernilai Rp12,37 triliun atau meningkat sebesar 5,10 persen dari tahun 2024 yang hanya mencapai Rp11,77 triliun.

    Namun, Celios juga mencatat sektor perekonomian digital Indonesia menghadapi tiga tantangan yang cukup signifikan, di antaranya penurunan investasi, kesiapan sumber daya manusia (SDM), serta kejahatan siber.

    Pewarta: Imamatul Silfia
    Editor: Biqwanto Situmorang
    Copyright © ANTARA 2024

  • Biaya Berusaha di RI Masih Tinggi, Bikin Ekonomi Susah Naik

    Biaya Berusaha di RI Masih Tinggi, Bikin Ekonomi Susah Naik

    Jakarta

    Tingginya biaya dalam sektor ekonomi masih menjadi tantangan struktural yang menghambat daya saing Tanah Air. Pihak pengusaha menilai, biaya yang tinggi seperti dari sektor logistik, energi, tenaga kerja, dan pinjaman menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara dengan biaya berusaha tertinggi di ASEAN-5 (yang terdiri dari negara Indonesia, Singapura, Malaysia, Thailand, dan Filipina).

    Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta Kamdani, mengatakan bahwa biaya logistik mencapai 23,5% dari produk domestik bruto (PDB). Angka ini menunjukkan Indonesia jauh lebih tidak efisien dibandingkan dengan Malaysia dengan persentase 12,5% dan Singapura dengan persentase 8%.

    “Kalau kita lihat itu yang namanya labor cost, logistic cost, energy cost ini Indonesia termasuk salah satu yang paling tinggi di ASEAN, dan di sini biaya logistik ini walaupun kita melihat upaya pemerintah untuk mau menurunkan, tetapi dalam kenyataannya di lapangan ini masih tidak kompetitif dan sangat tinggi,” terang Shinta dalam acara Outlook Ekonomi & Bisnis Apindo 2025 di Kantor Apindo, Jakarta, Kamis (19/12/2024).

    Di sisi lain, survei Apindo mencatat ada sebanyak 61,26% pelaku usaha yang kesulitan mengakses pinjaman, dan data menunjukkan ada sebanyak 43,05% perusahaan menilai bahwa suku bunga pinjaman terlalu tinggi. Selain itu, sekitar 64,28% perusahaan menyatakan reformasi regulasi belum menjamin kemudahan dan kepastian usaha.

    “Kemudian ditambah biaya-biaya seperti perizinan, regulasi, dan lain-lain yang juga menambah cost of doing business. Jadi, kita selalu mengatakan kunci utama adalah bagaimana Indonesia bisa memperbaiki high cost economy yang ada. Supaya kita bisa lebih kompetitif,” tambah Shinta.

    Shinta mengelaborasi lebih lanjut terkait dengan agenda strategis yang dirasa perlu untuk dilakukan pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, yakni mulai dari hilirisasi komoditas di sektor strategis; penguatan UMKM secara konsisten dan terarah dengan pendekatan pentahelix; penguatan ekosistem ekonomi digital; optimalisasi sektor hijau; pencapaian swasembada pangan; penyederhanaan perizinan, peningkatan transparansi, dan konsistensi kebijakan dalam mendukung iklim investasi; dan optimalisasi online single submission risk based approach (OSS-RBA).

    Tonton Video: Apakah PPN 12% Akan Berpengaruh Besar Pada Ekonomi Indonesia?

    (eds/eds)

  • Pengusaha Wanti-wanti Inflasi Melonjak Gegara PPN 12%

    Pengusaha Wanti-wanti Inflasi Melonjak Gegara PPN 12%

    Jakarta

    Pengusaha memprediksi tingkat inflasi akan meningkat pada awal 2025 akibat implementasi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12%. Untuk diketahui implementasi PPN menjadi 12% akan berlaku mulai 1 Januari 2025.

    Penetapan itu merupakan amanah dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Selain PPN menjadi 12%, kenaikan UMP juga disebut akan berpengaruh kepada tingkat inflasi.

    “Tekanan inflasi diperkirakan akan juga meningkat di awal tahun didorong sejumlah faktor, kenaikan UMP, implementasi PPN 12%, serta permintaan musiman di kuartal I (2025) pada momentum Ramadan dan Lebaran” kata Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta W. Kamdani, dalam konferensi pers di Kantor Apindo, Kamis (19/12/2024).

    Penetapan PPN 12% juga diperkirakan akan menurunkan daya beli masyarakat. Menurut data Badan Pusat Statistik, jumlah penduduk kelas menengah dan menuju kelas menengah di Indonesia pada tahun 2024 sebanyak 66,35% dari total penduduk Indonesia.

    Nilai konsumsi pengeluaran dari kedua kelompok tersebut mencakup 81,49% dari total konsumsi masyarakat. Shinta menyebut, PPN 12% akan menurunkan jumlah konsumsi masyarakat pada 2025.

    “Tantangan ini menuntut perhatian serius dari pemerintah untuk merumuskan strategi efektif dalam memulihkan dan meningkatkan daya beli masyarakat di tahun 2025,” terangnya.

    Di sisi lain, sebelumnya Bank Indonesia menilai efek kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% terhadap barang mewah tidak akan memberikan dampak besar pada laju inflasi maupun Produk Domestik Bruto (PDB). Adapun PPN 12% akan mulai berlaku per 1 Januari 2025.

    Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Aida Suwandi Budiman mengatakan, hal ini perlu diidentifikasi lebih lanjut dari barang-barang apa saja yang akan kena PPN 12%. Barang-barang tersebut antara lain barang premium.

    Tahapan selanjutnya, perlu dilihat bobot dari kategori barang kena PPN di Indeks Harga Konsumen (IHK). Apabila menggunakan Survei Biaya Hidup (SBH) 2022, didapatkan jumlahnya 52,7%.

    “Kemudian baru kita hitung bagaimana dampaknya kepada inflasi. Ini kita harus pakai asumsi yang digunakan oleh Bank Indonesia itu kemarin rata-rata historisnya,” kata Aida, dalam Pengumuman Hasil Rapat Dewan Gubernur BI, di Kompleks BI, Jakarta Pusat, Rabu (18/12/2024).

    (ada/eds)

  • Top 5 News BisnisIndonesia.id: Tawar Insentif Industri Padat Karya hingga Tren Ritel Mal

    Top 5 News BisnisIndonesia.id: Tawar Insentif Industri Padat Karya hingga Tren Ritel Mal

    Bisnis,JAKARTA— Pemerintah mengguyur industri padat karya dengan sederet insentif agar bisa berekspansi. Namun, stimulus tersebut dinilai belum menyentuh aspek peningkatan daya tahan perusahaan.
    Insentif industri padat karya hingga Geliat Tren Ritel Mal menjadi berita pilihan yang dirangkum dalam Top 5 News Bisnisindonesia.ID edisi Kamis (18/12/2024). Berikut laporan selengkapnya:
    1. Rasa Tawar Insentif Industri Padat Karya
    Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengungkap alasan pemerintah memberikan guyuran insentif untuk industri padat karya mulai dari insentif PPh21 ditanggung pemerintah (DTP) dan fasilitas pembiayaan revitalisasi mesin.
    Direktur Industri Tekstil, Kulit dan Alas Kaki Kemenperin Adie Rochmanto Pandiangan mengatakan insentif khusus untuk industri padat karya tersebut diberikan guna mendorong industri untuk tetap berekspansi di tengah berbagai tekanan.
    “Oleh sebab itu, perlu juga relaksasi bagi industri yang kolaps. Kalau enggak, industri lari lagi ke Vietnam, jadi itulah yang diambil pemerintah, apa yang dilakukan untuk balancing itu semua,” kata Adie, dikutip Rabu (18/12/2024).
    Adie tak menampik bahwa industri padat karya merupakan sektor yang paling rentan terhadap pengangguran. Sektor-sektor industri yang banyak menyerap tenaga kerja itu tengah menghadapi pelemahan daya beli sehingga produk minim terserap di pasar.
    Hal ini juga yang melatarbelakangi pemerintah memutuskan untuk menaikkan upah minimum provinsi (UMP) sebesar 6,5% tahun depan. Sementara itu, pemerintah juga berniat untuk menaikkan PPN 12% yang menjadi beban baru industri.
    “Kalau itu naik berarti akan menghantam industri nya dengann biaya produksi naik, output pun pasti naik, sementara rata-rata itu kontraknya sekian tahun, enggak bisa nilainya [harga] ditambahkan,” ujarnya.
    Alhasil, pemerintah memberikan fasilitas revitalisasi mesin untuk mendorong produktivitas, meringankan kredit investasi dengan range plafon kredit yang bunganya disubsidi 5% serta PPh21 DTP.
    2.Suara Emiten Bersiap soal Tangkal Dampak Tarif PPN 12%
    Tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12% yang berlaku 1 Januari 2025 membuat sejumlah emiten bersiap menangkal dampaknya terhadap kinerja keuangan perusahaan.
    Emiten farmasi PT Kalbe Farma Tbk. (KLBF), misalnya mengantisipasi dampak kenaikan tarif PPN terhadap harga obat-obatan yang dikenai PPN. Direktur Kalbe Farma Kartika Setiabudy mengatakan pada dasarnya saat ini perseroan masih menunggu kejelasan dari kebijakan tarif PPN pada 2025. Sebab, sebelumnya Presiden RI Prabowo Subianto menjelaskan bahwa kenaikan tarif PPN menjadi 12% hanya untuk barang mewah.
    Meski begitu, perseroan pun bersiap mengantisipasi dampak tarif baru bila menyentuh produk kesehatan. Dia mengatakan seiring dengan dinamika tarif PPN yang sedang belangsung, perseroan berupaya untuk mempertahankan harga obat-obatan.
    “[Harga] obat belum mengarah ke sana [kenaikan]. Obat yang pada umumnya generik saat ini pun harganya sudah terjangkau,” ujar Kartika dalam acara Media Plant Visit Kalbe Farma pada Rabu (18/12/2024).
    Di sisi lain, harga bahan baku obat-obatan saat ini, menurutnya, stabil. Fokus berikutnya, menurutnya, lebih pada sisi daya beli masyarakat. Seperti diketahui daya beli masyarakat yang lemah berimbas pada deflasi bulanan yang terjadi pada Mei hingga September 2024.
    Daya beli masyarakat yang lemah juga membuat laju pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) kuartalan melandai. Berdasarkan catatan Bisnis, PDB RI mencapai 5,11% secara tahunan (year-on-year/YoY) pada kuartal I/2024. Kemudian, melandai menjadi 5,05% YoY pada kuartal II/2024 dan mencapai 4,95% YoY pada kuartal III/2024.
    “Daya beli yang lemah juga jadi fokus,” tutur Kartika.
    Dia mengatakan dalam menjaga kinerja bisnis, saat ini perseroan berupaya untuk mempertahankan margin agar tetap bisa stabil. KLBF pun mengandalkan sejumlah produk dengan margin yang tinggi, di antaranya jenis produk konsumen.
    3.Jalur Lambat Pelonggaran Moneter
    Strategi pelonggaran moneter Bank Indonesia sepanjang 2024 ternyata tidak seagresif Federal Reserve (The Fed) lantaran dibayang-bayangi depresiasi rupiah.
    Bank Indonesia kembali menahan suku bunga acuan alias BI Rate di level 6% berdasarkan Rapat Dewan Gubernur (RDG) periode 17—18 Desember 2024. Artinya, Bank Indonesia telah menahan suku bunga selama 4 bulan berturut-turut.
    Hal ini dilakukan di tengah pelemahan rupiah yang membayangi. Mata uang rupiah ditutup menguat minor 0,02% atau 3 poin ke level Rp16.097,5 per dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan hari ini. Adapun indeks dolar AS bergerak ke level 106,96.
    Sepanjang 2024, Bank Indonesia hanya memangkas BI rate sekali pada September 2024. Sementara itu, The Fed yang biasa menjadi cerminan BI, setidaknya sudah memangkas suku bunga dua kali pada pertemuan September dan November. Adapun pertemuan terakhir di tahun ini masih ada peluang pemangkasan meski kecil.
    Menjaga stabilitas nilai tukar rupiah sudah menjadi fokus utama Bank Indonesia setelah inflasi berhasil terjaga di bawah target bank sentral 2,5±1% pada 2024 dan 2025.
    Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan BI akan terus memperhatikan pergerakan nilai tukar rupiah dan prospek inflasi, serta dinamika kondisi yang berkembang, dalam mencermati ruang penurunan suku bunga moneter lebih lanjut.
    4.Meneropong Prospek Properti Hunian Kala BI Rate Bertahan 6%
    Bank Indonesia menahan suku bunga acuan alias berada di level 6% berdasarkan Rapat Dewan Gubernur (RDG) periode 17—18 Desember 2024.
    Dalam pengumuman suku bunga BI hari ini, bank sentral juga menetapkan suku bunga deposit facility tetap sebesar 5,25% dan suku bunga lending facility tetap sebesar 6,75%.
    Keputusan ini konsisten dengan arah kebijakan moneter untuk memastikan tetap terkendalinya inflasi dalam sasaran 2,5±1% pada 2024 dan 2025, serta untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
    Fokus kebijakan moneter diarahkan untuk memperkuat stabilitas nilai tukar rupiah dari dampak makin tingginya ketidakpastian perekonomian global akibat arah kebijakan Amerika Serikat dan eskalasi ketegangan geopolitik di berbagai wilayah.
    Berdasarkan Survei Harga Properti Residensial (SHPR) kuartal III/2024, penjualan properti residensial primer pada kuartal III/2024 mengalami penurunan sebesar 7,14% (Year–on–Year/YoY). Pada kuartal sebelumnya, penjualan properti residensial primer mengalami pertumbuhan sebesar 7,3% YoY.
    Penurunan penjualan terjadi pada tipe kecil sebesar 10,05% YoY dan tipe menengah sebesar 8,8% YoY. Namun demikian, untuk tipe besar masih mengalami pertumbuhan yang melambat yakni hanya 6,83% YoY dari kuartal sebelumnya yang bisa tumbuh 27,41% YoY.
    Secara kuartalan, penjualan properti residensial primer di kuartal III/2024 terkontraksi 7,62% (Quarter–to–Quarter/QtQ) dari kuartal sebelumnya yang juga terkontraksi 12,8%.
    5.Membaca Geliat Tren Ritel Mal Sekitar Jakarta
    Prospek properti ritel di Bodetabek dinilai sangat prospektif. Hingga kuartal IV/2024, dengan masuknya Living World Kota Wisata di Bogor, AEON Mall Deltamas di Bekasi, Pakuwon Mall Bekasi, Eastvara BSD, dan Hampton Square di Gading Serpong, total pasokan mengalami kenaikan sebesar 16,2% menjadi 3.256.356 meter persegi.
    Director of Strategic Consulting of Cushman & Wakefield Arief Rahardjo mengatakan total pasokan kumulatif mencapai 3.265.000 meter persegi pada 2024. Adapun terdapat lima proyek besar yang akan menambah pasokan ruang ritel sampai akhir tahun 2025 dan akan menambah total pasokan sebesar 5,0% menjadi 3.427.000 meter persegi.
    Beberapa proyek yang akan masuk ke pasar properti ritel diantaranya adalah Mall at Little Tokyo Jababeka, Summarecon Mall Bekasi 2, Living World Grand Wisata, Market Lane Sentul, dan Jakarta Premium Outlets Alam Sutera.
    Arief menuturkan penyerapan bersih pada tahun 2024 menurun dibandingkan tahun 2023 dengan tingkat hunian rerata berada di 70,9%. Melihat potensi pertumbuhan keluarga pada area Bodetabek, berbagai sektor ritel terus memperluas keberadaannya yang menyebabkan permintaan kumulatif diprediksi mencapai 2.410.000 meter persegi pada 2025.
    “Tingkat kekosongan diperkirakan meningkat sebesar 2,1% menjadi 29,7% pada 2025 akibat selesainya proyek-proyek ritel besar,” ujarnya, Rabu (18/12/2024).
    Adapun rerata harga sewa mengalami kenaikan dibandingkan kuartal sebelumnya menjadi Rp462.600 meter persegi per bulan atau tumbuh 2,4% YoY. Diproyeksikan akan mengalami kenaikan sebesar 0,5% di tahun 2025.

  • Perlu Banyak Kebijakan untuk Mendukung

    Perlu Banyak Kebijakan untuk Mendukung

    JAKARTA – Sebanyak 60 perusahaan tekstil tutup dalam kurun waktu dua tahun terakhir (2022-2024).

    Akibatnya, sekitar 250.000 karyawan mengalami pemutusan hubungan kerja alias PHK.

    Terkait hal tersebut, Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Eko S.A. Cahyanto pun buka suara.

    Eko bilang, diperlukan banyak kebijakan untuk menangani permasalahan tumbangnya industri tekstil tersebut.

    “Itu, kan, melibatkan banyak sekali kebijakan yang harus mendukung semua,” ujar Eko saat ditemui usai acara “Kaleidoskop Industrial Wrapped 2024 & Branding Jakarta Digital Industrial Parkway di Cibis Park, Simatupang, Jakarta Selatan, Rabu, 18 Desember.

    Eko menilai, iklim industri perlu dijaga dengan baik agar bisa menjaga pertumbuhan industri itu sendiri.

    “Iklim usaha industri memang harus dijaga dengan baik, ya, agar bisa menjaga pertumbuhan industri,” pungkasnya.

    Sebelumnya, Asosiasi Produsen Serat & Benang Filamen Indonesia (APSyFI) menyebut, sebanyak 60 perusahaan tekstil tutup dalam kurun waktu dua tahun terakhir (2022-2024).

    Data ini pun menunjukkan bahwa industri tekstil di RI tengah menurun tajam.

    “Akhirnya, sekitar 250.000 karyawan mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK),” ujar Ketua Umum APSyFI Redma Gita Wirawasta dalam keterangan tertulisnya, dikutip Rabu, 18 Desember.

    Redma menilai, penutupan perusahaan-perusahaan tekstil ini dipicu oleh meningkatnya impor ilegal yang mengalir ke pasar domestik tanpa kontrol ketat dari pemerintah.

    Hal ini memperburuk kondisi industri tekstil di Indonesia, yang sebenarnya sudah mengalami deindustrialisasi selama 10 tahun terakhir.

    Saat pandemi COVID-19 pada 2021, impor tekstil dari China terhenti, sehingga industri nasional sempat mengalami pemulihan.

    Namun demikian, ketika lockdown berakhir dan impor dibuka kembali, barang-barang ilegal pun membanjiri pasar domestik, yang membuat banyak perusahaan terpaksa menghentikan operasional.

    Kondisi ini, kata Redma, juga berdampak pada sektor-sektor terkait, seperti industri petrokimia dan produksi Purified Terephtalic Acid (PTA), yakni bahan baku utama tekstil.

    Menurut dia, jika produksi PTA terganggu, permintaan listrik untuk sektor tekstil pun menurun.

    “Masalahnya adalah impor yang tidak terkendali. Hal ini menurunkan utilisasi industri kami dan berdampak pada sektor lain, seperti listrik dan logistik,” katanya.

    Eko berujar, industri tekstil sebenarnya sangat penting bagi perekonomian Indonesia, dengan kontribusi 11,73 persen terhadap konsumsi listrik sektor industri dan 5,56 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional.

    Namun, sebagian besar pasar domestik kini dipenuhi oleh barang-barang impor ilegal yang menyebabkan kerugian bagi negara, baik dari sisi pajak maupun bea masuk.

    “Impor ilegal menjadi pembunuh utama bagi industri tekstil Indonesia, dengan sekitar 40 persen barang masuk ke Indonesia dan tidak tercatat secara resmi,” tutur Redma.

  • Bappenas: Total kebutuhan investasi 2025-2029 capai Rp47 triliun

    Bappenas: Total kebutuhan investasi 2025-2029 capai Rp47 triliun

    peran penting sektor swasta dan masyarakat dalam mendukung perekonomian nasional ke depan

    Jakarta (ANTARA) – Staf Ahli Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Bidang Sinergi Ekonomi dan Pembiayaan Siliwanti menyatakan total kebutuhan investasi selama lima tahun ke depan (2025-2029) sebesar Rp47.587,3 triliun.

    “Rata-rata sekitar Rp9.517,5 triliun per tahun,” ujarnya di Jakarta, Rabu.

    Investasi ini akan bersumber dari tiga kelompok utama, yakni pemerintah, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan swasta/masyarakat.

    Dalam paparannya, dinyatakan bahwa investasi efisien dan transformatif menjadi salah satu kunci mendorong perekonomian tahun 2025-2029.

    Berdasarkan komposisi pembelian, investasi dari swasta/masyarakat menjadi kontributor terbesar.

    “Ini yang kita harapkan adalah sekitar 86,7 persen atau sekitar Rp41.277 triliun,” ungkap Siliwanti.

    Adapun investasi pemerintah sekitar 6,9 persen atau sekitar Rp3.282,7 triliun. Sementara besaran persentase untuk investasi BUMN 6,4 persen atau Rp3.027,7 triliun.

    “Hal ini menggarisbawahi bahwa peran penting sektor swasta dan masyarakat dalam mendukung perekonomian nasional ke depan,” kata dia.

    Seperti diketahui, Indonesia menargetkan pertumbuhan ekonomi mencapai 8 persen selama lima tahun ke depan.

    Beberapa prasyarat untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 8 persen yaitu meningkatkan Penanaman Modal Asing (PMA) per Produk Domestik Bruto (PDB) 2 persen, share industri per PDB tahun 2029 meningkat hingga 21,9 persen, ekspor barang 400 miliar dolar Amerika Serikat (AS), lalu pangsa pasar rantai pasok global/global value chain 1,4 persen.

    Kemudian juga meningkatkan pendapatan negara per PDB tahun 2029 mencapai 18 persen, belanja negara per PDB 20 persen, produksi pangan meningkat 20 juta ton Gabah Kering Giling (GKG), proporsi kontribusi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 45,6 persen, dan rasio PDB Pariwisata 5 persen dengan devisa 39,44 miliar dolar AS.

    Pewarta: M Baqir Idrus Alatas
    Editor: Budhi Santoso
    Copyright © ANTARA 2024

  • BI sebut dampak PPN 12 persen terhadap inflasi tidak terlalu besar

    BI sebut dampak PPN 12 persen terhadap inflasi tidak terlalu besar

    Penetapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen pada tahun depan membawa dampak yang tidak terlalu besar atau tidak signifikan terhadap inflasi.

    Jakarta (ANTARA) – Bank Indonesia (BI) menyampaikan bahwa penetapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen pada tahun depan membawa dampak yang tidak terlalu besar atau tidak signifikan terhadap inflasi.

    Hal itu disampaikan oleh Deputi Gubernur BI Aida S Budiman dalam konferensi pers Hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI Bulan Desember 2024, di Jakarta, Rabu.

    “Hitungannya, ini mengakibatkan sekitar penambahan inflasi 0,2 persen. Tetapi apakah ini besar? Jawabannya, tidak. Karena hasil perhitungan kami dari proyeksinya, sekitar sedikit di atas dari 2,5 plus minus 1 persen dari target inflasi kita di 2025,” kata Aida.

    Untuk mengetahui bagaimana dampak PPN 12 persen kepada inflasi, ia menjelaskan bahwa langkah pertama yaitu mengidentifikasi terlebih dahulu terhadap barang-barang apa saja yang dikenakan terhadap PPN tersebut.

    “Jadi ada semuanya barang-barang premium. Bahan makanan premium, jasa pendidikan premium, pelayanan kesehatan medis premium, serta listrik pelanggan rumah tangga 3.500-6.600 VA,” ujar dia.

    Selanjutnya, dilihat bagaimana bobotnya di dalam indeks harga konsumen (IHK) dengan menggunakan Survei Biaya Hidup (SBH) 2022. Ternyata, ujar Aida, jumlahnya 52,7 persen dari bobotnya di basket IHK tersebut.

    Kemudian, langkah berikutnya, baru dihitung bagaimana dampaknya terhadap inflasi dengan menggunakan asumsi BI berdasarkan rata-rata historisnya.

    “Berapa sih, yang akan di-pass through atau dijadikan langsung kenaikan harga. Kan kalau pajak naik, langsung harganya naik. Nah itu kan kadang-kadang pengusaha juga bisa meng-absorb karena dia punya keuntungan dan lain-lain. Berdasarkan historisnya sekitar 50 persenan yang di-pass through. Nah, hitungannya, ini mengakibatkan sekitar penambahan inflasi 0,2 persen,” kata Aida pula.

    Ia juga mengingatkan bahwa ada juga faktor-faktor lain yang mempengaruhi, seperti apakah ada penurunan harga komoditas di global.

    “Kemudian juga tentunya dari Bank Indonesia terus akan melakukan konsistensi antara kebijakan moneter dalam mengarahkan ekspektasi inflasi supaya tetap 2,5 plus minus 1 persen. Dan yang paling penting juga sinergi antara pemerintah dan Bank Indonesia, di pusat dan di daerah, sehingga kita bisa menjaga harga pangan bergejolak,” kata dia lagi.

    Aida menambahkan bahwa pemberlakuan PPN 12 persen juga tidak berdampak terlalu besar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yakni sekitar 0,02 persen sampai 0,03 persen.

    Pewarta: Rizka Khaerunnisa
    Editor: Budisantoso Budiman
    Copyright © ANTARA 2024

  • Pengangguran Bertambah, Mantan Bos OJK Sebut Indonesia Tak Bisa Dongkrak Rasio Pajak – Page 3

    Pengangguran Bertambah, Mantan Bos OJK Sebut Indonesia Tak Bisa Dongkrak Rasio Pajak – Page 3

    Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto optimistis, dengan adanya sistem pajak canggih yakni Core Tax Administration System (CTAS) bisa mendorong rasio pajak Indonesia naik di kisaran 12 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).

    “Tax ratio ditargetkan dinaikkan kembali ke 12 persen dari PDB. Ya tentu kita harus kejar juga pendapatan lebih tinggi dan salah satu yang juga dipersiapkan di Kemenkeu adalah digitalisasi dengan Core tax,” kata Airlangga saat ditemui di kantor Kemenko bidang Perekonomian, Kamis (25/7/2024).

    Airlangga pun berharap sistem pajak canggih yakni Core Tax Administration System (CTAS) segera bisa diimplementasikan dengan cepat pada akhir tahun 2024.

    “Nah, sistem coretax perpajakan itu diharapkan akhir tahun ini bisa on,” ujar Airlangga Hartarto.

    Dikutip dari laman resmi Direktorat Jenderal Pajak (DJP), core tax administration system adalah suatu sistem teknologi informasi dalam administrasi perpajakan. Sistem ini bertujuan memfasilitasi proses bisnis administrasi pajak dengan meningkatkan basis data perpajakan, sehingga wajib pajak dapat mengelola kewajiban perpajakannya secara daring tanpa harus mengunjungi kantor pajak.

    Coretax diciptakan untuk mengikuti perkembangan teknologi digital dan mendukung kinerja serta konektivitas layanan bagi wajib pajak.

    Implementasi Coretax System Mulai Tengah 2024

    Direktorat Jenderal Pajak (DJP) saat ini masih melakukan pengujian terkait sistem inti administrasi perpajakan (Coretax Administration System).

    “Coretax saat ini terus melakukan habituasi, melakukan pengujian sebagaimana disampaikan oleh Pak Dirjen bahwa penyesuaian implementasi Coretax System ini memang kita memerlukan waktu,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Dwi Astuti, dalam media briefing Update Kebijakan Perpajakan Terkini, di Kantor DJP, Senin, 8 Januari 2024.

  • BI: PPN 12% Bakal Kerek Inflasi 0,2%

    BI: PPN 12% Bakal Kerek Inflasi 0,2%

    Bisnis.com, JAKARTA — Bank Indonesia memproyeksikan kenaikan tarif PPN menjadi 12% mulai 1 Januari 2025 akan mendorong inflasi lebih besar 0,2% dari target bank sentral.

    Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Aida S. Budiman menyampaikan proyeksi tersebut berdasarkan hitungannya terhadap barang-barang yang kena Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan bobotnya terhadap porsi inflasi.

    Sejauh ini, selain objek PPN secara umum yang naik tarifnya, pemerintah juga akan mengenakan PPN 12% terhadap barang/jasa yang tergolong premium.

    “Hitungannya, ini mengakibatkan sekitar penambahan inflasi 0,2%. Apakah ini besar? Jawabanya tidak,” tuturnya dalam konferensi pers Rapat Dewan Gubernur (RDG), Rabu (18/12/2024).

    Peningkatan yang terbatas tersebut artinya inflasi hanya akan naik sedikit dari target Bank Indonesia pada rentang 1,5% hingga 3,5% pada 2025.

    Alasannya, lanjut Aida, karena terdapat faktor lain yang berpengaruh dari sisi domestik maupun global. Seperti halnya penurunan harga komoditas global.

    Untuk itu, pihaknya bersama pemerintah akan terus melakukan sinergi antara pusat dan daerah untuk menjaga inflasi sesuak target, utamanya terhadap harga bergejolak atau volatile food. 

    Dorongan inflasi yang terbatas sama halnya dengan studi dampak PPN 12% terhadap produk domestik bruto (PDB). Aida menyebutkan efek kenaikan tarif pajak tersebut akan berdampak pada penurunan PDB sekitar 0,02% hingga 0,03%. 

    Proyeksi Aida tersebut nyatanya tidak jauh berbeda dengan pemerintah. 

    Sekretaris Menteri Koordinator bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso pun melihat implementasi tarif PPN 12% pada tahun depan akan otomatis berdampak mendorong inflasi secara tahunan, tetapi secara terbatas. 

    Susi menyampaikan secara umum, melalui kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% terhadap barang maupun jasa, hanya akan mendorong inflasi sebesar 0,3% (year on year/YoY).

    “[Inflasi] tambahan 0,3% untuk year on year. Sekarang berapa? Kemarin 1,55% [November 2024], maka tambah 0,3%,” tuturnya di Kantor Kemenko Perekonomian, Selasa (17/12/2024). 

    Berbeda dengan Direktur Kebijakan Publik Center of Economic and Law Studies (Celios) Media Askar Wahyudi yang melihat kenaikan tarif yang mendorong harga barang maupun jasa tersebut dapat mendorong tingkat inflasi hingga tembus 4,1% atau di atas target pemerintah dan BI. 

    “[Dengan PPN 12%] estimasi inflasi meningkat menjadi 4,1%,” ujarnya, Senin (16/12/2024).

    Mengacu perhitungannya, kenaikan PPN yang hanya dikecualikan terhadap tiga bapokting tersebut, akan menambah pengeluaran masyarakat.

    Seperti pengeluaran kelompok miskin berpotensi meningkat senilai Rp101.880 per bulan, sehingga memperburuk kondisi ekonomi mereka. Sementara itu, kelompok kelas menengah mengalami kenaikan pengeluaran sejumlah Rp354.293 per bulan.