Topik: Produk Domestik Bruto

  • Presiden Prabowo Diminta Batalkan PPN 12 Persen Imbas Ekonomi Lesu, Langkah Malaysia Bisa Ditiru

    Presiden Prabowo Diminta Batalkan PPN 12 Persen Imbas Ekonomi Lesu, Langkah Malaysia Bisa Ditiru

    TRIBUNJATIM.COM – Penerapan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 12 persen kini menjadi polemik dan sorotan masyarakat.

    Sebab, PPN 12 persen ini dinilai memberatkan masyarakat.

    Dalam hal ini, Presiden Prabowo Subianto dinilai punya kuasa untuk menunda penerapan PPN 12 persen yang dijadwalkan akan diterapkan per 1 Januari 2025.

    Terlebih, kenaikan PPN dari 11 persen tersebut sudah mendapatkan banyak penolakan di tengah melambatnya konsumsi rumah tangga.

    Salah satu aksi yang bisa dilakukan Prabowo yaitu menggunakan kewenangannya untuk mengusulkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) soal membatalkan kenaikan tarif tersebut.

    Tersedia ruang untuk pemerintah mengajukan RAPBN Penyesuaian apabila ada perubahan kebijakan-kebijakan fiskal.

    Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti mengatakan, Presiden bisa langsung menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (Perppu) untuk mengakomodasi pembatalan tersebut.

    “Betul, intinya political will dan itu (menggunakan Perppu) bisa karena saat ini kita akui kondisi ekonomi sedang lesu dan kurang bergairah,” kata Esther, Rabu (25/12/2024).

    Menurutnya, kenaikan tarif PPN bisa dilakukan oleh pemerintah selama kondisi ekonomi dan daya beli masyarakat telah stabil, sehingga kebijakan itu tak mendistorsi soliditas produk domestik bruto (PDB).

    “Peran Presiden untuk memutuskan dan menunda kebijakan tarif PPN ini sangat memungkinkan. Pertanyaannya, apakah hal itu mau dilakukan? Menurut saya kenaikan PPN ini bisa ditunda sampai ekonomi kita benar-benar kembali berkeliaran,” tuturnya.

    Ia pun mengingatkan pemerintah untuk melihat Pemerintah Malaysia yang sempat menaikkan tarif PPN dan berdampak buruk pada perekonomian negara tersebut.

    Alhasil, Malaysia pun menurunkan tarif PPN tersebut.

    “Pemerintah Malaysia saja menaikkan tarif PPN kemudian setelah tahu dampak kenaikan tarif itu mengakibatkan volume ekspor turun, maka kemudian dievaluasi kebijakan itu dan diturunkn kembali tarif PPN seperti semula,” ujarnya.

    Seperti diketahui, tarif PPN akan naik menjadi 12 persen mulai tahun depan.

    Sementara itu, pemerintahan dapat menyesuaikan tarif PPN 12 persen melalui mekanisme APBN Penyesuianan/Perubahan dengan persetujuan DPR RI.

    Setelah RAPBN disetujui menjadi UU APBN, Pemerintah menerbitkan PP tentang tarif PPN.

    Sebab, tarif PPN 12 % telah menjadi bagian dari UU APBN 2025, yg telah disepakati bersama antara pemerintah dan DPR.

    Hal ini pun sejalan dengan UU Harmonisasi Peraturan Perpajalan (HPP) yang memberikan kewenangan bagi pemerintah untun mengubah tarif PPN menjadi paling rendah 5 % atau paling tinggi 15 % .

    Dongkrak Inflasi

    Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) memprediksi kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 1 Januari 2025 akan meningkatkan tingkat inflasi Indonesia.

    Ketua Umum APINDO Shinta Kamdani mengatakan bahwa pihaknya memproyeksikan inflasi pada 2025 terjaga di kisaran 2,5 plus minus 1 persen sesuai dengan target Bank Indonesia.

    “Kami memproyeksikan bahwa di 2025 ini kita juga lihat juga Bank Indonesia melakukan substitusi komoditas energi dan mengendalikan produksi pangan melalui program ketahanan pangan,” katanya dalam konferensi pers di kantor APINDO, Jakarta Selatan, Kamis (19/12/2024).

    Ia mengatakan tekanan inflasi diperkirakan akan meningkat di awal 2025 karena dorongan sejumlah faktor.

    Faktor-faktor itu seperti kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) sebesar 6,5 persen dan PPN menjadi 12 persen.

    “Jadi ini tekanan inflasi diperkirakan akan juga meningkat di awal tahun didorong oleh sejumlah faktor seperti kita tahu kenaikan UMP, implementasi PPN 12 persen, serta permintaan musiman yang di kuartal 1 yang terkait dengan momentum Ramadan dan Lebaran,” ujar Shinta.

    Berikut ini fakta tentang PPN 12 persen

    Banyak orang yang mengeluhkan terkait PPN 12 persen.

    Apakah benar PPN 12 persen hanya berlaku untuk gaji di atas Rp 10 juta?

    Baru-baru ini, warganet ramai membahas isu mengenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen yang disebut-sebut hanya berlaku untuk orang dengan gaji di atas Rp 10 juta.

    Diskusi ini dipicu oleh unggahan di media sosial X (Twitter) oleh akun @an**malza dan @nono*en, yang mengklaim bahwa hanya orang bergaji tinggi yang terdampak kenaikan PPN tersebut.

    Bahkan, beberapa sumber menyebutkan bahwa barang kebutuhan pokok tidak terimbas tarif PPN baru ini.

    Namun, benarkah informasi tersebut? Berikut penjelasan resmi dari pemerintah dan para ahli.

    Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kemenkeu, Dwi Astuti, menegaskan bahwa klaim PPN 12 persen hanya berlaku untuk orang dengan gaji di atas Rp 10 juta adalah tidak benar.

    Menurut Dwi, insentif yang diberikan pemerintah berupa Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 Ditanggung Pemerintah (DTP) memang berlaku untuk pekerja dengan gaji hingga Rp 10 juta, khususnya di sektor industri padat karya. Namun, hal ini berbeda dengan kebijakan PPN.

    “Kenaikan tarif PPN dari 11 persen menjadi 12 persen berlaku untuk seluruh barang dan jasa yang sebelumnya dikenai tarif 11 persen,” kata Dwi.

    Dengan demikian, PPN 12 persen berlaku secara umum, termasuk untuk barang dan jasa yang bukan kategori barang mewah.

    Walau pun tarif PPN naik menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025, pemerintah tetap memberikan pengecualian untuk barang tertentu.

    Beberapa barang kebutuhan pokok seperti minyak goreng curah Minyakita, tepung terigu, dan gula industri dikenakan PPN 1 persen yang ditanggung pemerintah.

    Artinya, harga barang-barang tersebut tidak akan terpengaruh oleh kenaikan tarif PPN.

    Dampak PPN 12 Persen bagi Masyarakat

    Bhima Yudhistira, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), menyebutkan bahwa kenaikan PPN 12 persen akan berdampak pada seluruh kelompok penghasilan, termasuk masyarakat dengan gaji di bawah Rp 10 juta.

    “Kelompok masyarakat miskin bahkan akan menanggung beban lebih besar, dengan pengeluaran tambahan hingga Rp 110.000 per bulan,” jelas Bhima.

    Ia juga menekankan bahwa meskipun kebutuhan pokok tidak dikenakan PPN secara langsung, kenaikan tarif ini tetap memengaruhi harga barang lain seperti BBM dan kendaraan angkutan yang pada akhirnya berdampak pada harga sembako.

    Perbedaan antara PPN dan PPh

    Penting untuk memahami perbedaan antara PPN (Pajak Pertambahan Nilai) dan PPh (Pajak Penghasilan):

    PPN adalah pajak atas konsumsi barang dan jasa dalam negeri. Pajak ini dibayarkan oleh konsumen saat membeli barang atau jasa dan disetorkan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP).

    PPh dikenakan atas penghasilan individu atau badan usaha, seperti gaji, laba usaha, bunga, dan hadiah. Tarif PPh untuk individu bersifat progresif, sedangkan untuk badan usaha umumnya tetap di 22 persen.

    Klaim bahwa PPN 12 persen hanya berlaku untuk orang dengan gaji di atas Rp 10 juta adalah tidak benar.

    Kenaikan tarif PPN berlaku secara luas untuk barang dan jasa yang sebelumnya dikenakan tarif 11 persen, dengan pengecualian tertentu. 

    Untuk masyarakat berpenghasilan hingga Rp 10 juta, pemerintah memberikan insentif PPh Pasal 21 DTP di sektor tertentu sebagai langkah menjaga daya beli.

    Dengan memahami kebijakan ini, masyarakat dapat lebih bijak menyikapi isu pajak yang berkembang.

    Jangan lupa untuk selalu mencari informasi dari sumber terpercaya untuk menghindari kesalahpahaman.

    Berita Viral dan Berita Jatim lainnya

    Informasi lengkap dan menarik lainnya di GoogleNews TribunJatim.com

  • Ekonomi Lagi Lesu, Presiden Prabowo Dinilai Bisa Batalkan Kenaikan PPN 12 Persen di 2025 – Halaman all

    Ekonomi Lagi Lesu, Presiden Prabowo Dinilai Bisa Batalkan Kenaikan PPN 12 Persen di 2025 – Halaman all

    Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Presiden Prabowo Subianto dinilai memiliki kuasa untuk menunda penerapan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 12 persen per 1 Januari 2025.

    Apalagi, kenaikan PPN dari 11 persen tersebut pada saat ini banyak menuai penolakan, karena memberatkan masyarakat di tengah melambatnya konsumsi rumah tangga.

    Salah satu aksi yang bisa dilakukan Prabowo yaitu menggunakan kewenangannya untuk mengusulkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) soal membatalkan kenaikan tarif tersebut.

    Tersedia ruang untuk pemerintah mengajukan RAPBN Penyesuaian apabila ada perubahan kebijakan-kebijakan fiskal.

    Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti mengatakan, Presiden bisa langsung menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (Perppu) untuk mengakomodasi pembatalan tersebut.

    “Betul, intinya political will dan itu (menggunakan Perppu) bisa karena saat ini kita akui kondisi ekonomi sedang lesu dan kurang bergairah,” kata Esther, Rabu (25/12/2024).

    Menurutnya, kenaikan tarif PPN bisa dilakukan oleh pemerintah selama kondisi ekonomi dan daya beli masyarakat telah stabil, sehingga kebijakan itu tak mendistorsi soliditas produk domestik bruto (PDB).

    “Peran Presiden untuk memutuskan dan menunda kebijakan tarif PPN ini sangat memungkinkan. Pertanyaannya, apakah hal itu mau dilakukan? Menurut saya kenaikan PPN ini bisa ditunda sampai ekonomi kita benar-benar kembali berkeliaran,” tuturnya.

    Ia pun mengingatkan pemerintah untuk melihat Pemerintah Malaysia yang sempat menaikkan tarif PPN dan berdampak buruk pada perekonomian negara tersebut. Alhasil, Malaysia pun menurunkan tarif PPN tersebut.

    “Pemerintah Malaysia saja menaikkan tarif PPN kemudian setelah tahu dampak kenaikan tarif itu mengakibatkan volume ekspor turun, maka kemudian dievaluasi kebijakan itu dan diturunkn kembali tarif PPN seperti semula,” ujarnya.

    Seperti diketahui, tarif PPN akan naik menjadi 12 persen mulai tahun depan.

    Sementara itu, pemerintahan dapat menyesuaikan tarif PPN 12% melalui mekanisme APBN Penyesuianan/Perubahan dengan persetujuan DPR RI.

    Setelah RAPBN disetujui menjadi UU APBN, Pemerintah menerbitkan PP tentang tarif PPN. Sebab, tarif PPN 12% telah menjadi bagian dari UU APBN 2025, yg telah disepakati bersama antara pemerintah dan DPR.

    Hal ini pun sejalan dengan UU Harmonisasi Peraturan Perpajalan (HPP) yang memberikan kewenangan bagi pemerintah untun mengubah tarif PPN menjadi paling rendah 5% atau paling tinggi 15%.

    Dongkrak Inflasi

    Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) memprediksi kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 1 Januari 2025 akan meningkatkan tingkat inflasi Indonesia.

    Ketua Umum APINDO Shinta Kamdani mengatakan bahwa pihaknya memproyeksikan inflasi pada 2025 terjaga di kisaran 2,5 plus minus 1 persen sesuai dengan target Bank Indonesia.

    “Kami memproyeksikan bahwa di 2025 ini kita juga lihat juga Bank Indonesia melakukan substitusi komoditas energi dan mengendalikan produksi pangan melalui program ketahanan pangan,” katanya dalam konferensi pers di kantor APINDO, Jakarta Selatan, Kamis (19/12/2024).

    Ia mengatakan tekanan inflasi diperkirakan akan meningkat di awal 2025 karena dorongan sejumlah faktor.

    Faktor-faktor itu seperti kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) sebesar 6,5 persen dan PPN menjadi 12 persen.

    “Jadi ini tekanan inflasi diperkirakan akan juga meningkat di awal tahun didorong oleh sejumlah faktor seperti kita tahu kenaikan UMP, implementasi PPN 12 persen, serta permintaan musiman yang di kuartal 1 yang terkait dengan momentum Ramadan dan Lebaran,” ujar Shinta.

  • BRICS Tambah Kekuatan, Indonesia dan 8 Negara Resmi Jadi Mitra Mulai 2025 – Halaman all

    BRICS Tambah Kekuatan, Indonesia dan 8 Negara Resmi Jadi Mitra Mulai 2025 – Halaman all

     Laporan Wartawan Tribunnews.com Namira Yunia

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Indonesia resmi bergabung menjadi mitra organisasi BRICS mulai 1 Januari 2025, pengumuman itu dirilis langsung oleh kata ajudan Kremlin Yury Ushakov.

    Tak hanya hanya Indonesia,  delapan negara lain juga sekapat menjalin mitra dengan BRICS diantaranya ada Belarus, Bolivia, Kazakhstan, Thailand, Kuba, Uganda, Malaysia, dan Uzbekistan.

    “Menjelang pertemuan puncak di Kazan, kami menerima 35 aplikasi untuk bergabung dengan BRICS dengan satu atau lain syarat,” kata Yury Ushakov dikutip dari The Star.

    Sebelum resmi bergabung, ke sembilan negara di atas telah lebih dulu menyandang status ‘negara mitra’ pada KTT BRICS pada bulan Oktober, yang diselenggarakan oleh Rusia di Kazan.

    Dicetuskan oleh ekonom Goldman Sachs, Jim O’Neill pada tahun 2001, BRIC awalnya dibentuk untuk menjadi kekuatan ekonomi dunia pada abad ke-21. Namun pada 2009 Brasil, Rusia, India, dan China mengadakan pertemuan di Ekaterinburg, Rusia, dan menyetujui untuk membentuk kelompok ekonomi baru yang diberi nama BRICS

    Selama bertahun – tahun kelompok ini berusaha  mempromosikan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan, serta kerja sama politik yang saling menguntungkan antara negara-negara anggota.

    Berkat optimisme ini BRICS berhasil menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi global dalam beberapa tahun terakhir.

    Tak hanya itu hadirnya organisasi multilateral ini juga memberikan dampak yang signifikan pada pembentukan analisis fundamental dan analisis sentimen pasar terhadap mata uang di masing-masing negara.

    Alasan tersebut yang kemudian membuat puluhan negara berminat untuk bergabung dalam kelompok ekonomi BRICS dengan tujuan untuk meningkatkan perdagangan dan investasi dalam negeri.

    Sejauh ini ada lebih dari 20 negara yang telah menunjukkan minat untuk bergabung mengangkat kepentingan bersama negara-negara berkembang atau umum disebut Global South melalui BRICS.

    Meski tidak semua negara bisa mendaftar menjadi bagian dari BRICS, namun Putin mengatakan BRICS tak bisa mengabaikan keinginan puluhan negara itu untuk bergabung.

    Dengan bergabung bersama BRICS, negara-negara itu berharap dapat mengatasi hambatan perdagangan internasional. Lantaran organisasi ini akan mempermudah negara berkembang untuk menjual produksi barang ke banyak negara meski tak ada kerja sama.

    Putin Sesumbar BRICS Kalahkan G7

    Baru-baru ini Presiden Rusia Vladimir Putin mengumumkan pencapaian produk domestik bruto (PDB) global dari negara-negara koalisi BRICS telah berhasil mengalahkan dominasi kelompok G7.  

    Putin mengungkap bahwa PDB BRICS, organisasi antarpemerintah yang beranggotakan Brazil, Rusia, India, China dan Afrika Selatan berkontribusi menyumbang ekonomi global sebesar 37,4 persen hingga nilainya mencapai 60 triliun dolar AS.

    Lebih unggul ketimbang PDB dari kelompok G7 yang terdiri dari Kanada, Prancis, Jerman, Italia, Jepang, Inggris, dan Amerika Serikat yang hanya menyumbang 29,3 persen.

    “Pada tahun 1992, G7 menguasai 45,5 persen PDB global, sementara BRICS hanya 16,7 persen. Namun pada 2023, perbedaan ini semakin besar, dengan BRICS yang terus tumbuh lebih besar, dan G7 terus menyusut,” kata Putin, mengutip dari CNBC International.

    “Kini lebih dari 40 persen pertumbuhan PDB global datang dari BRICS. Berdasarkan proyeksi tahun ini, pertumbuhan ekonomi BRICS akan mencapai rata-rata 4 persen, lebih tinggi dibandingkan G7 yang hanya tumbuh 1,7 persen,” imbuh Putin.

  • LPEM UI: Banyak Alternatif Tambah Penerimaan Negara, Bukan PPN 12%

    LPEM UI: Banyak Alternatif Tambah Penerimaan Negara, Bukan PPN 12%

    Bisnis.com, JAKARTA — Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat/LPEM UI menilai pemerintah memiliki alternatif untuk menambah penerimaan negara, bukan dengan memberlakukan PPN 12%.

    Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB UI Teuku Riefky melihat meski PPN dianggap sebagai instrumen yang relatif lebih mudah untuk meningkatkan penerimaan, tetapi efisiensi PPN sering terhambat dengan jumlah pekerja informal.

    “Ketika proporsi tenaga kerja informal dalam perekonomian meningkat, rasio PPN terhadap PDB cenderung menurun,” ujarnya, dikutip pada Rabu (25/12/2024).

    Di mana prevalensi pekerjaan informal semakin menghambat kinerja PPN, yang menyoroti korelasi negatif antara proporsi pekerja informal dan rasio penerimaan dari PPN terhadap PDB.

    Untuk itu, LPEM UI melihat pemerintah perlu menurunkan tingkat infromalitas. Pasalnya, banyaknya aktivitas informal mempersempit basis pajak dan menambah beban pajak bagi kelompok usaha formal.

    Riefky memandang salah satu caranya yakni dengan memberi insentif atau kemudahan agar pelaku usaha informal mau beralih ke sektor formal. Mulai dari menyederhanakan aturan pajak dan mempermudah proses pendaftaran usaha. Selain itu, juga mensosialisasikan manfaat mendaftarkan usaha secara resmi.

    Alternatif kedua, pemerintah dapat mengeksplorasi potensi penerimaan pajak dari ekonomi digital. Seperti pajak kripto pada perdagangan mata uang kripto, pajak fintech pada bunga pinjaman, dan pajak pada transaksi pengadaan barang dan jasa melalui Sistem Informasi Pengadan Pemerintah (SIPP).

    Ketiga, mendorong keterbukaan perdagangan internasional dengan menyederhanakan prosedur kepabeanan, mengurangi hambatan perdagangan, serta mempermudah transaksi perdagangan internasional.

    Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Qibthiyyah & Arrachman (2018), menunjukkan bahwa semakin tinggi volume perdagangan internasional, baik impor maupun ekspor, semakin besar dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi domestik dan penerimaan PPN.

    Melalui kebijakan tersebut juga dapat mendukung e-commerce untuk mempermudah perdagangan lintas batas serta membantu UMKM dalam ekspor.

    Terakhir, perbaikan administrasi perpajakan menjadi salah satu cara dalam meningkatkan penerimaan pajak.

    Hal tersebut nyatanya sejalan dengan kajian Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) yang menyebutkan bahwa melalui perbaikan administrasi pajak atau tax administration, dapat mengerek pendapatan hingga 1% dari produk domestik bruto (PDB).

    Melihat data Badan Pusat Statistik (BPS), dengan PDB atas dasar harga berlaku (ADHB) 2023 senilai Rp20.892,4 triliun, artinya tambahan pendapatan negara dapat mencapai Rp208,924 triliun.

    Meski demikian, pemerintah terpantau keukeuh terhadap implementasi PPN 12% yang menjadi amanat Undang-Undang (UU) Nomor 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP)—yang sejatinya dapat direvisi atau dibatalkan dengan penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perppu).

  • Habis Terjun Bebas, Dolar AS Langsung Meroket Lagi

    Habis Terjun Bebas, Dolar AS Langsung Meroket Lagi

    New York: Dolar Amerika Serikat (AS) naik tipis pada perdagangan Senin waktu setempat (Selasa WIB), rebound setelah penurunan tajam pada akhir pekan lalu di tengah tanda-tanda meredanya tekanan inflasi, sementara euro tergelincir setelah komentar dovish dari kepala ECB Christine Lagarde.
     
    Mengutip Investing.com, Selasa, 24 Desember 2024, indeks dolar, yang melacak greenback terhadap sekeranjang enam mata uang lainnya, diperdagangkan 0,4 persen lebih tinggi ke 107,750, setelah turun tajam dari level tertinggi dua tahun pada Jumat.
     
    Dolar memantul pada Senin setelah turun tajam pada Jumat karena pengukur inflasi pilihan Federal Reserve menunjukkan kenaikan harga bulanan yang moderat, dengan ukuran inflasi yang mendasari membukukan kenaikan terkecil dalam enam bulan.
     
    Hal itu meredakan beberapa kekhawatiran tentang seberapa besar Fed dapat dipotong pada 2025, yang telah meningkat setelah prospek suku bunga AS yang hawkish setelah pertemuan kebijakan Fed terakhir tahun ini.
     
    Meskipun demikian, para pedagang memperkirakan penurunan suku bunga sebesar 38 basis poin tahun depan, lebih rendah dari dua penurunan suku bunga sebesar 25 bp yang diproyeksikan The Fed minggu lalu, dengan pasar mendorong pelonggaran pertama pada 2025 ke Juni, dengan penurunan pada Maret diperkirakan sekitar 53 persen.
     
    Volume perdagangan kemungkinan akan menipis seiring dengan semakin dekatnya akhir tahun, dengan minggu perdagangan ini yang dipersingkat oleh periode liburan.
     

     

    Euro melemah 0,1%
     
    Di Eropa, EUR/USD turun 0,1 persen menjadi 1,0414, mendekati level terendah dua tahun yang disentuhnya di periode November, turun 5,5 persen tahun ini, setelah Presiden Bank Sentral Eropa Christine Lagarde mengatakan zona euro semakin ‘sangat dekat’ untuk mencapai target inflasi jangka menengah bank sentral.
     
    “Kami semakin dekat dengan tahap ketika kami dapat menyatakan kami telah secara berkelanjutan membawa inflasi ke dua persen jangka menengah,” kata Lagarde dalam sebuah wawancara yang diterbitkan oleh Financial Times pada Senin.
     
    Sebelumnya di Desember, Lagarde mengatakan bank sentral akan menurunkan suku bunga lebih lanjut jika inflasi terus menurun menuju target dua persen, karena membatasi pertumbuhan tidak lagi diperlukan.
     
    ECB menurunkan suku bunga acuan minggu lalu untuk keempat kalinya tahun ini, dan kemungkinan akan menurunkan suku bunga lebih lanjut pada 2025 jika kekhawatiran inflasi memudar.
     
    Sementara GBP/USD diperdagangkan sebagian besar datar di 1,2571, setelah data menunjukkan ekonomi Inggris gagal tumbuh pada kuartal ketiga, menambah tanda-tanda perlambatan ekonomi.
     
    Kantor Statistik Nasional menurunkan estimasi untuk perubahan output produk domestik bruto menjadi 0,0 persen pada periode Juli-September dari estimasi sebelumnya sebesar 0,1 persen. ONS juga memangkas estimasi pertumbuhan pada kuartal kedua menjadi 0,4 persen dari sebelumnya 0,5 persen.
     
    Bank of England Para pembuat kebijakan memilih dengan suara 6-3 untuk mempertahankan suku bunga minggu lalu, sebuah perbedaan suara yang lebih besar dari yang diperkirakan, di tengah kekhawatiran akan perlambatan ekonomi.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (HUS)

  • Masa depan manufaktur Indonesia di era tren `Reshoring` global

    Masa depan manufaktur Indonesia di era tren `Reshoring` global

    Pengunjung melihat produk sepatu lokal yang ditampilkan dalam Incubator Development And Entrepreneurship Advancement Expo (IDEA Expo) 2024 di Gedung Kementerian Perindustrian, Jakarta, Jumat (20/12/2024). Kemenperin menggelar IDEA Expo 2024 bertujuan untuk membangun ekosistem bisnis yang kuat dan berkelanjutan agar dapat meningkatkan kapasitas wirausaha industri. ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/Spt.

    Masa depan manufaktur Indonesia di era tren `Reshoring` global
    Dalam Negeri   
    Editor: Calista Aziza   
    Selasa, 24 Desember 2024 – 12:35 WIB

    Elshinta.com – Manufaktur global telah mengalami transformasi besar dalam beberapa dekade terakhir. Pergeseran dari dominasi offshoring menuju era reshoring dan proteksionisme mencerminkan realitas ekonomi yang berkembang dan interaksi kompleks antara kemajuan teknologi serta tekanan sosial-politik.

    Bagi Indonesia, dinamika ini membawa peluang dan tantangan signifikan terhadap pasar tenaga kerja, daya saing, dan kesejahteraan masyarakat. Dengan tren ini, Indonesia harus bersiap untuk mengoptimalkan keunggulannya sembari menghadapi tantangan baru.

    Sebelum Resesi Global 2008, offshoring –pemindahan operasi bisnis ke negara lain– menjadi strategi utama bagi perusahaan global untuk menekan biaya produksi. Banyak perusahaan memindahkan produksi ke negara-negara berkembang, seperti China, Vietnam, dan Indonesia. Dalam konteks ini, Indonesia menjadi salah satu tujuan offshoring penting di kawasan ASEAN, terutama di sektor tekstil, elektronik, dan alas kaki.

    Pada era 2000-an, sektor manufaktur Indonesia tumbuh pesat dengan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai 26 persen pada 2001 sebelum menurun ke 19 persen pada 2022 seiring perubahan struktur ekonomi.

    Strategi offshoring menciptakan jutaan lapangan kerja, mendorong pertumbuhan ekspor, dan mempercepat urbanisasi. Sebagai contoh, ekspor tekstil dan produk tekstil Indonesia meningkat dari USD7.8 miliar pada 2005 menjadi USD13.8 miliar pada 2010, menunjukkan peran penting negara ini sebagai salah satu eksportir terbesar di dunia.

    Namun, seiring berjalannya waktu, biaya tenaga kerja di negara-negara manufaktur utama, termasuk Indonesia, mulai meningkat. Antara 2015 hingga 2020, biaya tenaga kerja di sektor manufaktur Indonesia tumbuh rata-rata 6 persen per tahun, membuat persaingan menjadi lebih ketat dengan negara-negara seperti Bangladesh dan Vietnam.

    Peralihan ke reshoring

    Negara-negara maju mulai menghadapi tantangan berupa hilangnya pekerjaan domestik dan meningkatnya ketimpangan pendapatan akibat offshoring. Tren ini mendorong kembalinya manufaktur ke negara asal atau reshoring, terutama di negara-negara seperti Amerika Serikat dan Uni Eropa.

    Reshoring dipicu oleh beberapa faktor utama diantaranya, pertama, kemajuan teknologi. Adopsi robotika dan otomatisasi semakin meningkat, mengurangi kebutuhan akan tenaga kerja murah. Menurut laporan International Federation of Robotics (IFR), penggunaan robot di sektor manufaktur global tumbuh rata-rata 10% per tahun sejak 2017.

    Amerika Serikat mencatat adopsi robot industri hingga 40.00unit pada 2022, sementara Indonesia hanya mengadopsi sekitar 1.200 unit, menunjukkan kesenjangan signifikan dalam kesiapan teknologi.

    Kedua, kerentanan rantai pasok. Pandemi COVID-19 menyoroti ketergantungan berlebihan pada rantai pasok global. Impor AS dari China menurun sebesar 20 persen pada 2020, sementara Vietnam dan Meksiko berhasil meningkatkan pangsa pasar masing-masing sebesar 12 persen dan 9 persen.

    Indonesia sendiri menghadapi gangguan serupa, terutama dalam ekspor produk elektronik, yang turun hingga 15 persen pada 2020, meskipun pulih perlahan pada 2021 dan 2022.

    Ketiga, sentimen proteksionisme. Pemerintahan Donald Trump memperkenalkan kebijakan tarif yang agresif, termasuk tarif 25 persen pada barang-barang impor dari China. Kebijakan ini memicu efek domino yang berdampak pada negara-negara berkembang seperti Indonesia, yang harus menyesuaikan strategi ekspornya untuk menghindari pengenaan tarif tambahan.

    Keempat, restrukturisasi perdagangan global. Restrukturisasi perdagangan terlihat jelas di pasar Amerika Serikat dan Uni Eropa. Data menunjukkan bahwa antara 2017 hingga 2023, impor AS dari China menurun sebesar 15 persen, sementara negara-negara seperti Vietnam, Meksiko, dan Bangladesh mencatat pertumbuhan masing-masing sebesar 12 persen, 9 persen, dan 10 persen.

    Di Uni Eropa, perubahan lebih dipengaruhi oleh faktor geopolitik, seperti perang Rusia-Ukraina, yang menyebabkan penurunan impor dari Rusia hingga 30 persen. Sebagai gantinya, Eropa meningkatkan perdagangan dengan negara-negara seperti India (pertumbuhan impor 8 persen) dan Brasil (7 persen).

    Berdasarkan estimasi model gravitasi, kenaikan tarif sebesar 1 persen dapat mengurangi total perdagangan sebesar 7.25 persen untuk AS dan 4.67 persen untuk Uni Eropa. Dampak ini menunjukkan sensitivitas aliran perdagangan global terhadap perubahan kebijakan proteksionisme.

    Antara Peluang dan Tantangan

    Restrukturisasi perdagangan ini menciptakan peluang bagi beberapa negara dan tantangan bagi yang lain. Dalam konteks ini, Indonesia perlu memanfaatkan tiga faktor utama yang dapat menentukan keberhasilannya dalam menarik investasi.

    Pertama, produktivitas tenaga kerja. Produktivitas tenaga kerja Indonesia masih tertinggal dibandingkan negara pesaing. Nilai tambah manufaktur per pekerja di Indonesia hanya mencapai USD5.000 pada 2023, jauh di bawah Vietnam (USD8.000) dan Thailand (USD12.000). Peningkatan keterampilan tenaga kerja menjadi prioritas utama untuk meningkatkan daya saing.

    Kedua, kemampuan logistik. Berdasarkan Logistics Performance Index (LPI) 2023, Indonesia berada di peringkat ke-46 dunia, tertinggal dari Malaysia (25) dan Singapura (3). Peningkatan infrastruktur pelabuhan dan transportasi diperlukan untuk mengurangi biaya logistik yang saat ini mencapai 24 persen dari PDB, jauh di atas rata-rata global sebesar 8–10 persen.

    Ketiga, kesiapan teknologi. Investasi dalam penelitian dan pengembangan (R&D) di Indonesia hanya 0.3 persen dari PDB, jauh tertinggal dari Korea Selatan (4.5 persen) dan Singapura (2.2 persen). Tanpa adopsi teknologi canggih, Indonesia sulit bersaing dalam era otomatisasi dan manufaktur digital.

    Restrukturisasi perdagangan global, terutama reshoring berbasis teknologi, memiliki dampak yang beragam terhadap kesejahteraan masyarakat. Diantaranya adanya disparitas pendapatan.

    Otomatisasi telah menggantikan permintaan ekspor untuk produk-produk padat karya. Di Indonesia, subsektor tekstil dan alas kaki menghadapi penurunan ekspor sebesar 8 persen pada 2023, berdampak pada pekerja berpendidikan rendah yang mengalami penurunan upah hingga 5 persen.

    Dampak lain adalah penurunan kesejahteraan konsumen. Proteksionisme meningkatkan harga barang impor. Sebagai contoh, harga produk elektronik impor meningkat rata-rata 8 persen setelah diberlakukannya tarif impor di beberapa negara. Dampaknya, daya beli masyarakat menurun, terutama pada kelompok berpendapatan menengah ke bawah.

    Kemudian, peluang diversifikasi. Negara-negara seperti India dan Brasil yang mencatat peningkatan impor dari Uni Eropa menjadi pasar potensial bagi produk Indonesia. Pada 2023, ekspor produk makanan olahan Indonesia ke India meningkat 6 persen, menunjukkan peluang diversifikasi yang dapat dioptimalkan.

    Rekomendasi kebijakan

    Untuk menghadapi dinamika global ini, Indonesia perlu mengimplementasikan strategi berikut.

    Pertama, diversifikasi ekspor. Indonesia harus berfokus pada produk bernilai tambah tinggi, seperti elektronik, otomotif, dan produk berbasis teknologi. Pemerintah juga perlu menjajaki pasar nontradisional seperti Afrika dan Timur Tengah.

    Kedua, peningkatan infrastruktur. Investasi dalam infrastruktur logistik, seperti pelabuhan dan jaringan transportasi, harus diprioritaskan. Target pemerintah untuk meningkatkan peringkat LPI ke 30 besar pada 2030 dapat membantu menarik investasi.

    Ketiga, investasi dalam SDM dan teknologi. Pemerintah perlu meningkatkan alokasi anggaran R&D menjadi 1 persen dari PDB pada 2030 dan memperluas program pelatihan tenaga kerja berbasis teknologi untuk menghadapi era otomatis.

    Transformasi global dalam manufaktur membawa tantangan besar bagi Indonesia, termasuk penurunan daya saing pada sektor tradisional. Namun, dengan kebijakan yang tepat, Indonesia dapat memanfaatkan peluang diversifikasi, memperkuat daya saing logistik, dan meningkatkan produktivitas tenaga kerja.

    Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memahami dampak jangka panjang restrukturisasi ini terhadap ekonomi domestik. Dengan strategi yang adaptif, Indonesia dapat memainkan peran yang lebih besar dalam lanskap manufaktur global yang terus berubah.

    Sumber : Antara

  • Kementerian Investasi Susun 3 Kajian Hilirisasi, Ini Detailnya

    Kementerian Investasi Susun 3 Kajian Hilirisasi, Ini Detailnya

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Investasi dan Hilirisasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal telah menyusun tiga kajian terkait hilirisasi, yaitu Kajian Akselerasi Hilirisasi Investasi Strategis, Kajian Optimalisasi Hilirisasi Investasi Strategis, dan Kajian Dampak Hilirisasi.

    Sekretaris Kementerian Investasi dan Hilirisasi/Sekretaris Utama BKPM Heldy Satrya Putera menjelaskan, Kajian Akselerasi memotret perkembangan investasi hilirisasi dari 28 komoditas, salah satunya nikel yang memiliki dua sasaran utama hilirisasi yaitu produk stainless steel dan baterai kendaraan listrik.

    ”Dari kajian ini, kita dapat melihat perkembangan hilirisasi misalnya hilirisasi nikel, sudah sampai produk yang mana karena kami sudah membuat hilirisasi nikel dengan konsep ekosistem, mulai dari tambangnya sampai kepada produk akhirnya,” ujar Heldy dalam keterangannya, Selasa (24/12/2024).

    Sementara itu, sambung Heldy, Kajian Optimalisasi terdiri dari tujuh komoditas yakni bauksit, aspal buton, minyak bumi, gas bumi, biofuel, ikan tuna-cakalang-tongkol, serta rumput laut. Dalam kajian tersebut, terekam apa saja permasalahan komoditas yang ada sehingga bisa optimalkan.

    Terakhir, Kajian Dampak Hilirisasi mengkaji dari sisi ekonomi, sosial, dan lingkungan pada dua komoditas utama yaitu nikel dan kelapa sawit. Heldy menjelaskan, kajian ini menerangkan komoditas hilirisasi seperti kepala sawit yang sering kali dianggap sebagai penyebab utama deforestasi.

    Dia mengeklaim kelapa sawit sebenarnya memiliki dampak positif yang signifikan jika dilihat dari berbagai aspek seperti menjadi bahan bakar.

    ”Jadi [kelapa sawit] mulai dari utamanya, produknya sampai cangkangnya semua sudah dimanfaatkan di dalam negeri,” kata Heldy.

    Untuk aspek ekonomi, dampak hilirisasi dari komoditas nikel terhadap produk domestik bruto (PDB) sebesar 0,45%. Sementara dari komoditas kelapa sawit, menyumbang PDB sebesar 0,23%.

    Heldy menjelaskan jika angka tersebut dikumulatifkan maka menjadi 0,6%—0,7%. Oleh sebab itu, dia meyakini hilirisasi memberi sumbangan cukup signifikan dari total pertumbuhan ekonomi di kisaran 5%.

    Sebelumnya, Peta Jalan Hilirisasi Investasi Strategis yang dirilis Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM menunjukkan bahwa kebutuhan investasi di sektor hilirisasi sampai dengan 2040 diproyeksikan sebesar US$618,1 miliar.

    Perinciannya, US$498,4 miliar dari sektor mineral dan batu bara, US$68,3 miliar dari sektor minyak dan gas bumi, serta US$51,4 miliar dari sektor perkebunan, kelautan, perikanan dan kehutanan.

    Selain itu, diproyeksikan adanya peningkatan ekspor sebesar US$857,9 miliar, peningkatan PDB sebesar US$235,9 miliar, serta penyerapan tenaga kerja mencapai kurang lebih tiga juta pekerja.

    Berdasarkan data Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM, kontribusi hilirisasi terhadap realisasi investasi periode Januari—September 2024 mencapai Rp272,91 triliun atau setara dengan 21,6% dari total realisasi investasi.

  • Menteri PANRB dan Menperin bahas RB hingga organisasi dan tata kerja

    Menteri PANRB dan Menperin bahas RB hingga organisasi dan tata kerja

    Jakarta (ANTARA) – Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Rini Widyantini bertemu dengan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita di Kantor Kementerian PANRB, Jakarta, Senin.

    Pertemuan tersebut membahas implementasi reformasi birokrasi (RB) hingga organisasi dan tata kerja (OTK) di lingkup Kementerian Perindustrian (Kemenperin).

    Rini dalam keterangannya di Jakarta, Senin menyampaikan Indeks RB Kemenperin terus meningkat dalam lima tahun terakhir. Puncaknya pada tahun 2023 indeks RB Kemenperin meraih predikat “A”.

    “Secara umum nilai Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) Kemenperin juga terus meningkat dalam lima tahun terakhir dan meraih predikat “BB” pada tahun 2023,” kata Rini.

    Indeks RB dan SAKIP Kemenperin saat ini juga berada di atas rata-rata Kementerian/Lembaga.

    “Kemenperin perlu meningkatkan komitmen dalam melakukan perbaikan berkelanjutan implementasi SAKIP dan RB untuk mendorong dampaknya kepada masyarakat dan stakeholders,” ujarnya.

    Terkait penataan OTK, Menteri Perindustrian telah menyampaikan usulan penataan organisasi Kemenperin. Usulan tersebut diantaranya yaitu penataan struktural dan perubahan nomenklatur di beberapa unit kerja.

    Rini menambahkan penataan dan pembentukan unit organisasi di lingkungan Kemenperin sebagaimana diusulkan pada prinsipnya masih sejalan pada pengaturan batas besaran organisasi yang ditentukan dalam Peraturan Presiden Nomor 140 Tahun 2024 tentang Organisasi Kementerian Negara.

    Usulan tersebut juga dalam rangka mendukung program Astacita Presiden Prabowo Subianto.

    “Seperti usulan penataan organisasi pada Ditjen Industri Agro dapat kami pahami sebagai upaya melanjutkan hilirisasi dan meningkatkan nilai tambah pada Produk Domestik Bruto (PDB) dan nilai ekspor di dalam negeri sesuai dengan Program Astacita,” tambah Rini.

    Sementara itu, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita dalam pertemuan tersebut memberikan apresiasi yang diberikan oleh Kementerian PANRB dalam dukungannya pada evaluasi dan dukungan dalam peningkatan nilai RB serta penataan OTK di lingkup Kemenperin.

    “Penataan OTK diperlukan dalam rangka percepatan pelayanan birokrasi untuk mendukung program kerja Presiden,” pungkas Agus.

    Pewarta: Narda Margaretha Sinambela
    Editor: Tasrief Tarmizi
    Copyright © ANTARA 2024

  • Wamenaker Noel: Ada 60 Perusahaan akan Melakukan PHK, Mengerikan Sekali – Halaman all

    Wamenaker Noel: Ada 60 Perusahaan akan Melakukan PHK, Mengerikan Sekali – Halaman all

    Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer menyebut ada 60 perusahaan di Indonesia yang akan melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

    Pria yang akrab disapa Noel itu memandang hal tersebut merupakan sesuatu yang sangat mengerikan.

    “Kemarin saya diskusi dengan beberapa kawan-kawan, ada sekitar 60 perusahaan yang akan melakukan PHK. Ini kan mengerikan sekali,” katanya ketika ditemui di kantor Kemnaker, Jakarta Selatan, Senin (23/12/2024).

    Setelah berdiskusi dengan pengusaha dan serikat pekerja, ia menyimpulkan bahwa Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 Tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Perdagangan 36/2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor menjadi biang keroknya.

    Menurut dia, dari beberapa masukan yang ditampung, Permendag 8/2024 membuat barang impor jadi dapat masuk ke Indonesia secara mudah.

    “Permendag nomor 8 terlalu meringankan yang namanya impor bahan jadi (masuk Indonesia). Itu dari kawan-kawan keluhannya ke saya,” ujar Noel.

    Atas hal itu, Noel meminta Permendag 8/2024 direvisi.

    Ditemui di lokasi sama, Direktur Kelembagaan dan Pencegahan Perselisihan Hubungan Industrial Direktorat Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kemnaker, Heru Widianto, menjelaskan bahwa Kemnaker memiliki Lembaga Kerja Sama Tripartit Nasional (LKS Tripnas).

    LKS Tripnas diisi oleh pengusaha, pekerja, dan pemerintah. Dari hasil pembicaraan di situ, disetujui bahwa Permendag 8/2024 perlu direvisi atau disempurnakan.

    “Hasil kesepakatan bersamanya sebagaimana tadi Pak Waman menyebutkan, Permendag 8 disempurnakan,” kata Heru.

    Sementara itu, terkait dengan 60 perusahaan yang akan melakukan PHK, Heru mengatakan Kemenaker masih menunggu data pasti berapa total pekerja yang akan terkena PHK dari mediator mereka yang ada di provinsi dan kabupaten/kota.

    Jadi, belum ada angka pasti yang bisa Kemnaker sebutkan berapa total karyawan yang akan kena PHK dari 60 perusahaan tersebut.

    “Itu kan baru catatan 60 perusahaan. Kami belum mendapatkan angka pasti dari 60 perusahaan tersebut, terutama sektor mana yang paling banyak, kita juga belum kelihatan. Nanti kami akan mencoba koordinasi dengan teman-teman provinsi,” ujar Heru.

    Berdasarkan data yang Noel berikan, jumlah 60 perusahaan yang akan melakukan PHK itu mengacu catatan Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Asosiasi Produsen Serat & Benang Filamen Indonesia (APSyFI), dan Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN).

    Mayoritas dari perusahaan itu banyak yang tutup dan berhenti melakukan produksi.

    Ada juga yang melakukan PHK. Contohnya seperti PT Pismatex kepada 1.700 tenaga kerjanya, PT Asia Pasific Fiber (Karawang) PHK 2.500 tenaga kerja, PT Chingluh PHK 2.000 tenaga kerja, PT Tuntex PHK 1.163 tenaga kerjanya, PT Kabana PHK 1.200 tenaga kerjanya, dan lain-lain.

    Sisanya ada yang merumahkan pekerjanya, salah satunya Sritex Group.

    60 Perusahaan Tekstil Tutup Dua Tahun Terakhir

    Sebelumnya, APSyFI menyatakan bahwa selama 2022-2024 atau dalam dua tahun terakhir, sebanyak 60 perusahaan tekstil terpaksa tutup.

    Ketua Umum APSyFI Redma Gita Wirawasta mengatakan sekitar 60 perusahaan di sektor hilir dan tengah industri tekstil telah berhenti beroperasi. Akhirnya, sekitar 250 ribu karyawan mengalami PHK.

    Menurut Redma, penutupan perusahaan-perusahaan tekstil ini dipicu oleh meningkatnya impor ilegal yang mengalir ke pasar domestik tanpa kontrol yang ketat dari pemerintah.

    Hal itu telah memperburuk kondisi industri tekstil di Indonesia, yang menurut dia telah mengalami deindustrialisasi selama 10 tahun terakhir.

    Redma menjelaskan, pada 2021 saat pandemi COVID-19, ketika impor dari China terhenti, industri tekstil Indonesia sempat mengalami pemulihan.

    Namun, begitu lockdown berakhir dan impor dibuka kembali, barang-barang ilegal pun membanjiri pasar, membuat banyak perusahaan terpaksa menghentikan operasional mereka.

    Kondisi ini juga berdampak pada sektor-sektor terkait seperti industri petrokimia dan produksi Purified Terephtalic Acid (PTA) yang merupakan bahan baku utama tekstil.

    Menurutnya, jika produksi PTA terganggu, permintaan listrik untuk sektor tekstil pun menurun.

    “Masalahnya adalah impor yang tidak terkendali. Hal ini menurunkan utilisasi industri kita dan berdampak pada sektor lain, seperti listrik dan logistik,” kata Redma dalam keterangan tertulis.

    Menurut dia, industri tekstil sebenarnya sangat penting bagi perekonomian Indonesia.

    Industri tekstil berkontribusi 11,73 persen terhadap konsumsi listrik sektor industri dan 5,56 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional.

    Namun, sebagian besar pasar domestik kini dipenuhi oleh barang-barang impor ilegal yang menyebabkan kerugian bagi negara, baik dari sisi pajak maupun bea masuk.

    “Impor ilegal menjadi pembunuh utama bagi industri tekstil Indonesia, dengan sekitar 40 persen barang yang masuk ke Indonesia tidak tercatat secara resmi,” tambahnya.

    Ia pun menyarankan agar pemerintah segera mengatasi masalah impor ilegal ini untuk menyelamatkan pasar domestik dan memungkinkan industri tekstil lokal pulih.

    Jika masalah ini diatasi, Redma yakin sektor tekstil bisa kembali menyumbang hingga 8 persen terhadap PDB.

    Untuk itu, berbagai langkah harus diambil, termasuk pembatasan impor yang lebih ketat dan perbaikan sistem di pelabuhan.

    Menurutnya, ada kelemahan sistem di pelabuhan, terutama terkait penggunaan scanner dan data manifest import (dokumen resmi barang impor) yang tidak sinkron.

    Kelemahan sistem di pelabuhan disebut menjadi celah bagi masuknya barang ilegal.

    Ia turut menekankan pentingnya meningkatkan daya saing produk lokal.

    Dengan memanfaatkan potensi pasar domestik yang besar, Indonesia bisa menghidupkan kembali industri tekstil dan mengurangi ketergantungan pada impor.

    “Namun, semua ini harus dimulai dengan memperbaiki regulasi dan menangani masalah impor ilegal,” pungkas Redma.

     

  • Program 3 Juta Rumah Diklaim Sumbang Kontribusi Rp300 Triliun Terhadap PDB Nasional

    Program 3 Juta Rumah Diklaim Sumbang Kontribusi Rp300 Triliun Terhadap PDB Nasional

    Bisnis.com, JAKARTA – Satuan Tugas (Satgas) Perumahan Presiden Prabowo Subianto mengungkapkan program 3 juta rumah diprediksi bakal menyumbang kontribusi hingga Rp300 triliun terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional.

    Anggota Satgas Perumahan, Bonny Z. Minang menjelaskan bahwa program itu juga dapat mendorong perekonomian daerah lantaran sebanyak 2 juta rumah bakal dibangun di wilayah pedesaan dan pesisir.

    “Program ini akan berkontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sekitar Rp300 triliun,” jelasnya saat Diskusi bertema Gotong Royong Mewujudkan Mimpi Bangun 3 Juta Rumah, di Jakarta, Jumat, (20/12/2024).

    Lebih lanjut, dia juga menjelaskan bahwa program 3 juta rumah diharapkan mampu menekan angka kemiskinan hingga 1,8% pada 2025. Pasalnya, dengan asumsi profit margin 20% Satgas memperhitungkan bahwa terdapat uang bergulir sebesar Rp60 triliun.

    Adapun nantinya, program 3 juta rumah bakal diwujudkan lewat skema gotong royong. Di mana, sebanyak 2 juta rumah yang dibangun di wilayah pedesaan dan pesisir bakal dibangun oleh kontraktor UMKM yang ada di desa.

    “Untuk 2 juta rumah yang dibangun di pedesaan dan pesisir harus digarap oleh UMKM yang ada di desa. Developer yang tergabung di Asosiasi Perumahan tidak diperbolehkan untuk ikut membangun 2 juta rumah di pedesaan,” tegas Bonny. 

    Dengan demikian, efek program 3 juta rumah nantinya diharapkan tak hanya mampu menghadirkan hunian layak bagi masyarakat saja, melainkan juga mampu menstimulus perbaikan ekonomi bagi rakyat sekitar.

    Sebelumnya, itu menyukseskan implementasi program 3 juta rumah itu Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Maruarar Sirait (Ara) akan segera menjalankan Program Strategis Nasional (PSN) di sektor perumahan untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).

    Ara mengatakan bahwa rencana itu telah disampaikan bersama Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid kepada Presiden Prabowo Subianto.  

    “Salah satu yang Pak Nusron dan saya sepakati [saat melakukan pertemuan dengan Presiden Prabowo] adalah kita akan memperjuangkan PSN untuk masyarakat berpenghasilan rendah atau MBR,” ujarnya dalam agenda HUT Apersi ke-26 di Jakarta, Rabu (11/12/2024).