Topik: Produk Domestik Bruto

  • Volatilitas Pasar Modal Tahun 2024 Luar Biasa

    Volatilitas Pasar Modal Tahun 2024 Luar Biasa

    Jakarta, FORTUNE – Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mahendra Siregar, menilai Pasar Modal Indonesia pada tahun 2024 mengalami volatilitas luar biasa. Hal ini tercermin dari pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), yang sepanjang tahun menunjukkan fluktuasi signifikan di tengah tantangan perekonomian global.

    “IHSG tahun 2024 pada 30 Desember ditutup di level 7.079,91, turun 2,6 persen dibanding tahun lalu. Namun, posisi ini masih jauh di atas level terendah 6.726,92 yang terjadi pada 19 Juni 2024. Rentang sebesar 1.200 poin antara level tertinggi dan terendah mencerminkan volatilitas luar biasa di pasar modal,” kata Mahendra dalam pembukaan perdagangan Bursa Efek Indonesia 2025 di Gedung BEI, Kamis (2/1).

    Meski IHSG menunjukkan penurunan, nilai kapitalisasi pasar tetap tumbuh sebesar 6 persen, mencapai Rp12,3 ribu triliun. Angka ini setara dengan 56 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) nasional.

    Sepanjang 2024, pasar modal mencatatkan 199 penawaran umum dengan total nilai penghimpunan dana sebesar Rp259,24 triliun. Dari jumlah tersebut, terdapat 43 emiten baru dengan nilai Initial Public Offering (IPO) sebesar Rp16,68 triliun, sementara Penawaran Umum Terbatas (PUPS) mencatat nilai Rp41,77 triliun.

    Pada Bursa Karbon, hingga 27 Desember 2024, volume transaksi mencapai 908 ribu ton CO₂ ekuivalen, dengan total nilai transaksi akumulasi sebesar Rp50,64 miliar.

    Peningkatan investor ritel

    OJK juga mencatat, jumlah investor ritel juga menunjukkan peningkatan yang signifikan. Single Investor Identification (SID) mencapai 14,8 juta, meningkat 22,21 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Meski begitu, Mahendra menyoroti beberapa tantangan yang masih perlu diatasi.

    “Indeks LQ45, yang berisi saham-saham perusahaan terbesar dan paling likuid, justru melemah 15,6 persen. Hal ini menunjukkan masih ada ruang perbaikan dalam ekosistem pasar modal kita,” katanya.

    Tantangan dan potensi pasar modal indonesia

    Mahendra membandingkan kontribusi kapitalisasi pasar modal terhadap PDB Indonesia dengan negara-negara tetangga. Saat ini, kontribusi tersebut baru mencapai 56 persen, jauh di bawah India (140 persen), Thailand (101 persen), dan Malaysia (97 persen).

    “Untuk merealisasikan potensi pertumbuhan pasar modal yang masih sangat besar, diperlukan penguatan ekosistem yang mendukung integritas pasar. Hal ini penting agar tercipta pasar modal yang well-functioning dan efisien,” kata Mahendra.

    Dengan berbagai potensi yang ada, OJK bersama seluruh pemangku kepentingan berkomitmen untuk memperkuat pasar modal pada 2025. Berbagai program strategis pemerintah akan diimplementasikan, dengan fokus pada peningkatan pendalaman pasar.

    “Kami akan meningkatkan kuantitas dan kualitas perusahaan tercatat, termasuk mendorong perusahaan dengan kapasitas lebih besar untuk melantai di bursa, serta meningkatkan porsi saham free float,” tutur Mahendra.

  • Kementerian Pariwisata Sambut Wisman Pertama 2025

    Kementerian Pariwisata Sambut Wisman Pertama 2025

    Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Pariwisata (Kemenpar) menyambut wisatawan mancanegara atau wisman pertama yang tiba di Indonesia pada 1 Januari 2025 melalui pintu masuk utama yakni Jakarta, Bali, dan Kepulauan Riau.

    Menteri Pariwisata (Menpar) Widiyanti Putri Wardhana melalui siaran pers menyampaikan penyambutan tersebut merupakan penanda bahwa Indonesia siap menyambut lebih banyak kunjungan wisman pada 2025.

    “Di 2025 mari kita wujudkan pariwisata Indonesia sebagai destinasi wisata yang berkelanjutan, memberikan dampak positif bagi masyarakat, serta inklusifitas dan mampu bersaing di tingkat global,” kata Widiyanti dalam keterangannya, Selasa (31/12/2024).

    Adapun seremoni penyambutan dilakukan bersama dengan PT Angkasa Pura Indonesia (InJourney Airports), Pemerintah Daerah (Pemda) Bali, dan Pemda Kepulauan Riau.

    Di Bali, Kemenpar menuturkan bahwa wisman pertama yang disambut datang menggunakan pesawat Garuda Indonesia dari Melbourne, Australia. Maskapai Garuda Indonesia dengan nomor penerbangan GA719 tiba di Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai pada pukul 10.10 WITA, dengan membawa 251 penumpang yang mayoritas adalah warga negara asing (WNA) asal Australia.

    Acara serupa juga akan dilaksanakan di Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Pemerintah menyambut wisatawan yang datang menggunakan maskapai All Nippon Airways (ANA) dari Haneda, Jepang, tepat pada 1 Januari 2025 dini hari.

    Dalam catatan Bisnis, Kemenpar menargetkan tingkat kunjungan wisman di kisaran 14,6 juta-16 juta kunjungan pada 2025. Target tersebut meningkat dibandingkan tahun lalu yang dipatok sebesar 14,3 juta kunjungan.

    Selain itu, pemerintah juga mematok kontribusi sektor pariwisata terhadap produk domestik bruto (PDB) sebesar 4,6% pada 2025 dengan nilai devisa ditargetkan di kisaran US$19 miliar sampai US$22,1 miliar dan jumlah tenaga kerja di sektor ini sebanyak 25,8 juta orang.

  • Pentingnya digitalisasi dan membangun database perpajakan berbasis AI

    Pentingnya digitalisasi dan membangun database perpajakan berbasis AI

    Jakarta (ANTARA) – Reformasi perpajakan di Indonesia menghadapi tantangan besar seiring dengan dinamika ekonomi global dan transformasi teknologi yang cepat.

    Salah satu upaya untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas sistem perpajakan adalah melalui digitalisasi dan pembangunan database perpajakan berbasis kecerdasan buatan (Artificial Intellegence/AI).

    Di tengah perkembangan ekonomi digital yang pesat, kebutuhan untuk mengintegrasikan teknologi dalam sistem perpajakan menjadi sangat mendesak. Digitalisasi dapat meningkatkan transparansi, akuntabilitas, dan kepatuhan pajak, sementara penerapan AI memungkinkan pengelolaan data yang lebih baik dan pengambilan keputusan yang lebih akurat.

    Indonesia memiliki potensi besar dalam sektor perpajakan, namun masih menghadapi sejumlah tantangan yang menghambat optimalisasi penerimaan pajak.

    Rasio pajak Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) masih rendah dibandingkan dengan negara-negara berkembang lainnya. Menurut data Bank Dunia, rasio pajak Indonesia pada 2022 hanya sekitar 10,8 persen, sementara negara-negara OECD memiliki rasio pajak sekitar 34 persen.

    Rendahnya rasio pajak ini mencerminkan bahwa banyak potensi pajak yang belum dimanfaatkan secara maksimal, terutama dalam sektor informal.

    Tantangan lain adalah sektor informal Indonesia yang mencakup sekitar 60 persen dari tenaga kerja, sebagian besar tidak terdaftar dalam sistem perpajakan formal. Hal ini membuat banyak potensi penerimaan pajak tidak tercatat, sehingga menghambat perluasan basis pajak negara.

    Di sisi lain, transparansi dan kepatuhan pajak juga dinilai masih rendah. Meskipun pemerintah telah mengadopsi berbagai kebijakan perpajakan, tingkat kepatuhan pajak di Indonesia masih relatif rendah.

    Menurut hasil survei dari Lembaga Survei Indonesia (LSI), sekitar 40 persen masyarakat Indonesia menganggap pajak sebagai beban yang tidak memberikan manfaat langsung. Selain itu, masalah penghindaran pajak dan kebocoran juga masih menjadi tantangan besar.

    Efisiensi pengelolaan data perpajakan

    Pengelolaan data perpajakan di Indonesia masih bergantung pada sistem manual yang memerlukan banyak waktu dan sumber daya. Proses verifikasi dan analisis data yang dilakukan secara konvensional sering kali menimbulkan ketidaktepatan dan ketidakakuratan informasi.

    Oleh karena itulah digitalisasi sangat penting sebagai langkah menuju efisiensi. Digitalisasi sistem perpajakan menawarkan banyak manfaat, antara lain peningkatan kepatuhan pajak.

    Penggunaan teknologi dalam sistem perpajakan memungkinkan adanya e-filing (pelaporan pajak secara elektronik) dan e-payment (pembayaran pajak secara online). Hal ini mempermudah wajib pajak untuk melaporkan dan membayar kewajiban pajaknya secara tepat waktu.

    Menurut data Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Indonesia, penggunaan e-filing di Indonesia terus meningkat. Pada 2021, sekitar 75 persen wajib pajak telah menggunakan e-filing, sebuah kemajuan signifikan dibandingkan dengan beberapa tahun sebelumnya.

    Digitalisasi juga mengurangi biaya administrasi yang terkait dengan pemrosesan data pajak. Penggunaan sistem otomatis memungkinkan pemrosesan lebih cepat dan meminimalisir kesalahan manusia.

    Sebagai contoh, penggunaan e-faktur untuk faktur pajak membantu mengurangi potensi pemalsuan faktur dan memudahkan verifikasi transaksi.

    Dari segi transparansi dan akuntabilitas, teknologi dapat meningkatkan transparansi dalam pengelolaan penerimaan dan pengeluaran pajak. Setiap transaksi pajak yang tercatat dalam sistem digital dapat dengan mudah dipantau dan diawasi oleh pihak berwenang.

    Hal ini juga memungkinkan publik untuk memantau bagaimana pajak digunakan, sehingga dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem perpajakan.

    Sistem digital memungkinkan pemerintah untuk memberikan layanan yang lebih baik dan lebih cepat kepada wajib pajak, seperti memberikan informasi terkait kewajiban pajak, status pembayaran, dan bantuan terkait prosedur pajak secara online. Hal ini dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak dan memperbaiki hubungan antara pemerintah dan masyarakat.

    Database berbasis AI

    Penerapan kecerdasan buatan (AI) dalam pengelolaan data perpajakan memberikan potensi yang sangat besar untuk meningkatkan kualitas analisis dan pengambilan keputusan. Beberapa manfaat utama AI dalam pengelolaan pajak antara lain analisis data yang lebih cepat dan akurat.

    AI dapat memproses sejumlah besar data perpajakan dalam waktu singkat. Dengan kemampuan untuk menganalisis pola-pola transaksi, AI dapat membantu otoritas pajak mengidentifikasi potensi penghindaran pajak dan mencocokkan data antara wajib pajak dengan data pihak ketiga (seperti data perbankan, transaksi bisnis, dll). Misalnya, sistem AI dapat digunakan untuk mendeteksi ketidaksesuaian antara laporan pajak yang diajukan oleh wajib pajak dan data transaksi yang tercatat di lembaga keuangan.

    AI dapat digunakan untuk memantau kepatuhan pajak secara otomatis, mengidentifikasi pelanggaran, dan mengirimkan peringatan kepada wajib pajak atau petugas pajak. Dengan kemampuan untuk memproses data secara real-time, AI dapat membantu mendeteksi aktivitas yang mencurigakan atau adanya upaya penghindaran pajak yang dilakukan oleh individu atau perusahaan besar.

    Pemanfaatan kecerdasan buatan juga memungkinkan kita untuk membuat personalisasi layanan untuk wajib pajak.

    Dengan analisis berbasis AI, sistem perpajakan dapat memberikan rekomendasi atau layanan yang lebih personal kepada wajib pajak. Misalnya, AI dapat membantu wajib pajak memahami kewajiban perpajakan mereka dengan memberikan panduan dan pengingat berbasis data historis mereka.

    Disamping itu, AI juga meningkatkan prediksi dan perencanaan fiskal. Dengan menganalisis data yang ada, AI dapat membantu pemerintah meramalkan penerimaan pajak di masa depan dengan lebih akurat. Hal ini dapat membantu perencanaan fiskal yang lebih efektif, memungkinkan pemerintah untuk mengalokasikan anggaran negara dengan lebih efisien dan tepat sasaran.

    Data statistik

    Menurut data OECD (Organisation for Economic Cooperation and Development), digitalisasi administrasi perpajakan telah terbukti efektif dalam meningkatkan kepatuhan pajak dan efisiensi pengumpulan pajak di berbagai negara. Negara-negara seperti Estonia dan Korea Selatan telah berhasil mengimplementasikan sistem perpajakan berbasis digital yang sangat efisien, dengan tingkat kepatuhan yang tinggi dan pengurangan biaya administrasi yang signifikan.

    Di Indonesia, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah meluncurkan berbagai inisiatif digitalisasi, seperti e-Filing, e-Bupot, dan e-Faktur. Berdasarkan data DJP, pada tahun 2022, e-Filing telah digunakan oleh lebih dari 75 persen wajib pajak, dengan sekitar 13 juta laporan pajak dilaporkan secara elektronik. Ini menunjukkan kemajuan yang signifikan dalam adopsi teknologi oleh wajib pajak Indonesia.

    Selain itu, OECD juga melaporkan bahwa penerapan Artificial Intelligence (AI) dalam administrasi pajak di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, dapat meningkatkan efisiensi pengumpulan pajak hingga 20 persen. Sistem AI dapat mengidentifikasi pola-pola penghindaran pajak dan membantu dalam penegakan hukum dengan lebih cepat dan akurat.

    Beberapa pakar internasional memberikan pandangan tentang pentingnya digitalisasi dan AI dalam sistem perpajakan.

    Jeffrey Sachs, Ekonom Universitas Columbia, berpendapat bahwa digitalisasi adalah langkah penting dalam reformasi perpajakan. “Digitalisasi dapat membantu meningkatkan transparansi dan memperbaiki efisiensi pengelolaan penerimaan pajak. Sistem digital yang baik tidak hanya mempermudah wajib pajak tetapi juga mengurangi peluang terjadinya kebocoran pajak.”

    Paul Collier, Profesor Ekonomi Universitas Oxford, menyarankan agar Indonesia fokus pada penggunaan teknologi untuk memperluas basis pajak. “Dengan adopsi teknologi canggih, Indonesia dapat meminimalkan ketergantungan pada sektor formal dan memperluas pengumpulan pajak dari sektor informal yang besar.”

    Ngozi Okonjo-Iweala, Direktur Jenderal WTO, menyatakan bahwa penggunaan AI dalam perpajakan akan mengurangi penghindaran pajak. “AI memungkinkan pengawasan perpajakan yang lebih efektif dan deteksi dini terhadap potensi penghindaran pajak. Ini sangat penting bagi negara berkembang yang sering kali menghadapi masalah kepatuhan pajak.”

    Digitalisasi dan penerapan database perpajakan berbasis kecerdasan buatan atau AI adalah langkah penting dalam memperbaiki sistem perpajakan di Indonesia. Dengan digitalisasi, sistem administrasi pajak menjadi lebih efisien, transparan, dan mudah diakses oleh wajib pajak.

    Penerapan AI lebih lanjut dapat meningkatkan analisis data, mempermudah pengawasan, dan membantu pemerintah merencanakan kebijakan fiskal yang lebih efektif.

    Untuk mewujudkan ini, pemerintah Indonesia perlu terus mendorong inovasi dalam sistem perpajakan dan memanfaatkan teknologi untuk menciptakan sistem yang lebih modern dan inklusif. Dengan mengintegrasikan digitalisasi dan AI, Indonesia dapat mengatasi tantangan perpajakan yang ada dan memperkuat sistem perpajakan yang berkelanjutan dan adil.

    *) Dr. M. Lucky Akbar, S.Sos, M.Si, Kepala Kantor Pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan Jambi

    Copyright © ANTARA 2025

  • Refleksi kebijakan fiskal di tahun transisi

    Refleksi kebijakan fiskal di tahun transisi

    Jakarta (ANTARA) – Tahun 2024 menjadi tahun yang cukup menantang untuk kebijakan fiskal. Tak hanya ‘ketidakpastian global’–yang kerap menjadi jargon pembuka di banyak pemaparan isu ekonomi – tetapi juga transisi pemerintahan.

    Peralihan struktur dalam tubuh pemerintahan tak dimungkiri menimbulkan banyak penyesuaian dalam manajemen fiskal.

    Triwulan tahun pertama, pengelolaan anggaran disibukkan dengan pesta demokrasi yang digelar serentak. Tentu dengan dana yang besar, namun juga dengan dampak yang besar.

    Dua triwulan berikutnya, pengelolaan fiskal setidaknya bisa lebih berfokus pada program-program tahun berjalan, sembari menunggu hasil pemilu.

    Triwulan akhir, banyak ‘gebrakan’ dalam domain pengelolaan fiskal, mulai dari beralihnya posisi Kementerian Keuangan menjadi di bawah komando langsung presiden, utak-atik anggaran untuk mengakomodasi kementerian/lembaga baru, hingga polemik kebijakan pajak yang masih belum surut per hari terakhir tahun ini.

    Kaleidoskop APBN 2024

    Sebagai catatan, kinerja Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun anggaran 2024 secara umum menunjukkan tren penerimaan yang melambat namun dengan defisit yang terkendali.

    Pada Januari, APBN mencatatkan surplus Rp31,3 triliun, ditopang oleh pendapatan negara Rp215,5 triliun dan belanja Rp184,2 triliun. Surplus mulai tergerus sejak Februari karena lonjakan belanja yang tumbuh 18 persen (year-on-year/yoy) akibat persiapan Pemilu, sementara penerimaan negara mengalami kontraksi.

    Pada Maret, surplus menyusut menjadi Rp8,07 triliun dengan pendapatan Rp620,01 triliun (-4,1 persen yoy) dan belanja Rp611,9 triliun (+18 persen yoy). Tren surplus kembali naik pada April mencapai Rp75,7 triliun, tetapi tidak bertahan lama karena pada Mei terjadi defisit pertama senilai Rp21,76 triliun, seiring pendapatan yang turun 7,1 persen (yoy).

    Defisit APBN terus melebar pada semester kedua 2024 akibat tekanan dari belanja negara yang terus melonjak. Hingga Agustus, defisit mencapai Rp153,7 triliun, dengan realisasi belanja Rp1.930,7 triliun (+12,2 persen yoy) dan pendapatan Rp1.777 triliun (-4,3 persen yoy).

    Sementara catatan terakhir, yakni per akhir November, defisit menyentuh Rp401,8 triliun atau setara 1,81 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). Pendapatan mulai rebound mencapai Rp2.492,7 triliun (+1,3 persen), sementara belanja Rp2.894,5 triliun (+15,3 persen).

    Defisit November masih jauh di bawah target yang ditetapkan Pemerintah pada APBN 2024, yakni sebesar Rp522,8 triliun atau 2,29 persen.

    Retrospeksi kampanye penerimaan negara

    Per Agustus 2024, APBN telah menyalurkan Rp30,5 triliun untuk belanja pemilu. Investasi negara pada pemilihan presiden dan legislatif penting mengingat dampak jangka pendek terhadap perputaran ekonomi maupun dampak menengah-panjang terhadap arah kebijakan perekonomian negara ke depan.

    Dalam konteks fiskal, salah satu aspek penting yang perlu menjadi perhatian adalah penerimaan negara. Rasio pajak di Indonesia terbilang rendah di kisaran 10 persen, dibandingkan dengan rata-rata negara lain sebesar 15 persen.

    Sedikit kilas balik, ketiga pasangan calon presiden dan wakil presiden menawarkan target peningkatan rasio pajak dan rencana kebijakan fiskal yang beragam.

    Paslon Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar, misalnya, menargetkan rasio pajak 13-16 persen yang diperoleh dari penyerapan dari pajak karbon, pajak 100 orang terkaya, hingga evaluasi insentif pajak.

    Paslon Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, yang kini menduduki tahta istana, membidik angka yang cukup ambisius, yakni rasio pajak sebesar 23 persen. Strategi yang diusung termasuk di antaranya pajak usaha kecil menengah (UKM), cukai minuman, hingga menghapus pajak pertambahan nilai (PPN) pada industri buku.

    Sementara Ganjar Pranowo dan Mahfud Md membidik angka 14-16 persen melalui pungutan pajak karbon, platform digital, warisan, hingga perluasan dan peningkatan pajak barang mewah.

    Fiskal di awal pemerintahan baru

    Pergantian pemerintahan mendorong fiskal negara untuk beradaptasi dengan sistem baru. Salah satu perubahan yang paling signifikan adalah bertambahnya jumlah kementerian/lembaga.

    Total, ada 109 pejabat dalam kabinet Presiden Prabowo (48 menteri, 55 wakil menteri, dan lima pejabat setingkat menteri), jauh lebih tinggi dari rata-rata kabinet sebelumnya yang berkisar 33-39 orang. Artinya, akan ada lonjakan belanja pemerintah.

    Untuk anggaran 2024, Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Isa Rachmatarwata menyatakan tidak ada beban tambahan baru akibat penambahan K/L. Sementara untuk anggaran 2025 masih dalam tahap kajian.

    Selain itu, pemerintahan baru juga memiliki sejumlah program prioritas yang membutuhkan anggaran besar, Makan Bergizi Gratis (MBG) contohnya.

    Pemerintah juga perlu membayar utang jatuh tempo senilai Rp1.353,2 triliun pada tahun depan, yang terdiri dari Rp800,3 triliun pokok utang dan Rp552,9 triliun bunga utang.

    Mengingat berbagai kebutuhan itu, maka meningkatkan pendapatan negara dan mengelola fiskal dengan lebih efisien menjadi krusial.

    Soal strategi mendongkrak penerimaan, pajak menjadi isu yang cukup sensitif. Problem yang paling utama adalah kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen.

    Hingga hari ini, penolakan terhadap kebijakan itu masih terus disuarakan, karena dianggap menambah beban masyarakat di tengah daya beli yang melemah dan risiko pemutusan hubungan kerja (PHK) tinggi.

    Pemerintah merespons dengan paket stimulus, contohnya bantuan beras, diskon listrik, PPN DTP untuk merespons daya beli dan penguatan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) untuk memitigasi PHK.

    Pengusaha dan industri yang juga bakal terdampak turut diberikan insentif, termasuk perpanjangan insentif PPh final 0,5 persen untuk UMKM dan dukungan subsidi PPh hingga bunga untuk industri padat karya.

    Akan tetapi, manfaat stimulus itu dinilai bersifat temporer. Sedangkan pemerintah sebetulnya memiliki alternatif lain untuk meningkatkan penerimaan. Misalnya, sebagaimana yang diusulkan oleh Direktur Celios Bhima Yudhistira, ada opsi perluasan basis pajak, penerapan pajak kekayaan, dan memberantas celah penghindaran pajak yang dinilai lebih efektif untuk meningkatkan penerimaan negara tanpa perlu membebani masyarakat.

    Di sisi lain, Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) merekomendasikan Pemerintah Indonesia untuk meningkatkan efisiensi belanja melalui pengurangan subsidi dengan terfokus pada masyarakat rentan, fokus belanja untuk prioritas nasional, hingga evaluasi berkala terhadap efektivitas belanja publik. Rekomendasi ini bertujuan menjaga keberlanjutan fiskal sekaligus mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif.

    Menyambut 2025, seiring dengan lebih stabilnya perpolitikan dalam negeri, diharapkan kebijakan fiskal dapat dikelola dengan lebih optimal.

    Harapannya, APBN bisa mendukung program pemerintah, sembari menjaga kesejahteraan rakyat, dan tetap sehat untuk menopang perekonomian nasional.

    Editor: Slamet Hadi Purnomo
    Copyright © ANTARA 2024

  • Strategi Maskapai Baru Hadapi Tantangan Industri Penerbangan

    Strategi Maskapai Baru Hadapi Tantangan Industri Penerbangan

    Jakarta, FORTUNE – Dalam beberapa tahun terakhir, sejumlah Maskapai baru bermunculan di Industri Penerbangan Indonesia, seperti Pelita Air, Super Air Jet, atau yang terbaru adalah BBN Airlines Indonesia. Di tengah berbagai peluang dan tantangan industri, sejumlah maskapai baru ini menyiapkan berbagai strategi yang mendukung bisnisnya.

    Chairman BBN Airlines Indonesia, Martynas Grigas, memgatakan salah satu tantangan yang dihadapi industri maskapai penerbangan ialah tingginya harga tiket pesawat akibat banyaknya variabel biaya pembentuk harga.

    “Dalam [penentuan] harga ada banyak variabel biaya, salah satunya bahan bakar. Jadi, bahan bakar di Indonesia bukanlah yang termurah, jujur saja. Kemudian, pajak impor untuk suku cadang juga cukup berat. Itulah yang menyebabkan biaya [tiket] jadi sangat tinggi,” ujar Grigas seperti dikutip dari Majalah Fortune Indonesia edisi Desember 2024, Selasa (31/12).

    Dengan level harga yang kurang bersaing tersebut, butuh pengelolaan biaya yang tepat sebagai solusi. Misalnya, dengan menempatkan perusahaan induk berkantor di Singapura, untuk mengelolala tiga perusahaan di tiga negara Asia Tenggara (Indonesia, Thailand, Filipina).

    “Tentu saja, semua hal terkait regulasi harus diikuti. Tetapi, hal-hal seperti rantai pasok atau manajemen komersial harus kami kelola secara terpusat, sehingga kami dapat bersaing dalam harga. Seperti yang kita tahu, bahan bakar adalah bagian terbesar dalam situasi ini,” ujar pimpinan maskapai yang pertama kali mengudara di akhir September 2024 ini.

    Perusahaan menilai, Indonesia adalah pasar potensial dengan populasi terbesar keempat dunia, yang memiliki produk domestik bruto (PDB) terbesar di kawasan Asia Tenggara. Karenanya, negeri ini merupakan bagian penting dalam membuka ekspansi bisnis utama Avia Solutions Group (ASG)—holding BBN Airlines Indonesia—yang berfokus pada wet lease atau ACMI (aircraft, crew, maintenance, insurance).

    “Kami masuk Indonesia bukan untuk bersaing di pasar penerbangan reguler, melainkan untuk melengkapi pasar dengan kapasitas yang menjadi penawaran utama kami,” ujar Grigas. “Saat ini banyak pihak yang membutuhkan pesawat, tetapi sangat sedikit cara untuk mendapatkannya. Dengan membawa model bisnis wet lease, bisa saja sebuah maskapai lokal Indonesia terbang dengan pesawat kami.”

  • Menilik dinamika industri tekstil dalam negeri di penghujung tahun

    Menilik dinamika industri tekstil dalam negeri di penghujung tahun

    Solo (ANTARA) – Tahun ini publik dikejutkan dengan kondisi PT Sri Isman Rejeki (Sritex) yang dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Semarang. Sritex yang pernah menjadi perusahaan raksasa di level Asia tersebut saat ini disebut-sebut memiliki tumpukan utang.

    Hal itulah yang membuat Sritex dinyatakan pailit. Bahkan upaya kasasi yang diajukan ke Mahkamah Agung beberapa waktu lalu tidak membuahkan hasil. Status pailit membuat makin hari makin banyak karyawan yang harus dirumahkan.

    Hal ini menyusul sebagian bahan baku terutama bahan baku yang harus diimpor masih tertahan di Bea Cukai, sehingga operasional perusahaan menjadi terganggu.

    Direktur Jenderal Bea dan Cukai Askolani menjelaskan nasib bahan baku PT Sri Rejeki Isman (Sritex) kini berada di bawah kewenangan kurator.

    Dia mengaku tak mempunyai kewenangan atas tersendatnya impor dan ekspor bahan baku Sritex.

    Manajemen menyebut sudah ada sekitar 3.000 karyawan yang dirumahkan. Saat ini perusahaan masih berupaya mencari bahan baku pengganti yang bisa didatangkan dari lokal.

    Meski upaya perusahaan untuk berproduksi masih terlihat begitu maksimal, tapi karyawan tak menampik mereka tetap ketar-ketir dengan masa depan perusahaan. Apalagi bagi mereka yang menjadi tulang punggung keluarga, maka perusahaan ini menjadi satu-satunya periuk nasi yang mereka andalkan.

    Selain mencoba pengadaan bahan baku pengganti dengan memanfaatkan industri lokal, dari sisi hukum, manajamen perusahaan juga masih melakukan upaya peninjauan kembali.

    Going concern menjadi satu hal yang diharapkan menjadi pertimbangan para kurator.

    Direktur Utama PT Sritex Iwan Kurniawan Lukminto berupaya memastikan operasional perusahaan masih berjalan senormal mungkin. Dengan demikian, diharapkan tidak ada pemutusan hubungan kerja (PHK) yang dilakukan oleh Sritex.

    Hingga saat ini pihaknya juga masih berusaha menjalin dialog dengan pihak kurator, namun lagi-lagi belum ada titik temu.

    “Going concern kami butuhkan untuk memastikan keberlangsungan usaha ini,” katanya.

    Tenaga kerja tekstil

    Kondisi Sritex yang berada di ujung tanduk berbanding terbalik dengan kebutuhan tenaga kerja di bidang tekstil dalam negeri. AK-Tekstil Solo mengklaim 100 persen lulusan mereka terserap oleh industri tekstil.

    Pada tahun lalu, Akademi Komunitas Industri Tekstil dan Produk Tekstil (AK-Tekstil) Solo meluluskan sebanyak 145 orang dan seluruhnya terserap oleh industri. Direktur AK Tekstil Solo Wawan Ardi Subakdo berkomitmen perguruan tinggi tersebut tidak hanya menjamin secara kuantitas tetapi juga kualitas.

    Salah satu upaya yang dilakukan untuk menjamin kualitas para lulusan, pihaknya mengembangkan pendidikan melalui konsep vokasi. Belum lama ini AK-Tekstil Solo menjalin kerja sama dengan puluhan mitra kerja.

    “Kami ingin mendukung terciptanya lapangan kerja dan pekerja yang kompeten di sektor tekstil,” katanya.

    AK-Tekstil Solo yang berada di bawah Kementerian Perindustrian berkomitmen menyediakan sumber daya manusia (SDM) berkualitas untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja di sektor industri tekstil dalam negeri.

    “Kami ingin meningkatkan kualitas pendidikan dan pelatihan vokasi di AK-Tekstil,” katanya.

    Perguruan tinggi tersebut juga berkomitmen terus mengembangkan kurikulum untuk meningkatkan kemampuan para mahasiswa, di antaranya dari Teknik Pembuatan Benang, Teknik Pembuatan Kain Tenun, hingga Teknik Pembuatan Garmen.

    Seluruh program studi di akademi tersebut berkomitmen menghasilkan lulusan yang tidak hanya menguasai teori tetapi juga memiliki keterampilan praktis yang siap pakai.

    Berdasarkan data dari AK-Tekstil Solo, ada upaya memperkuat hubungan antara kampus dan industri. Bahkan, akademi tersebut juga memperkenalkan Program Career Development Center (CDC). Platform ini akan menjadi wadah bagi mahasiswa untuk mengakses informasi lowongan kerja, program magang, serta berbagai peluang pengembangan diri lainnya.

    Perlu pengamanan

    Badan Pengurus Daerah Asosiasi Pertekstilan Indonesia (BPD API) Jawa Tengah tidak menampik saat ini industri tekstil di dalam negeri masih terengah-engah. Padahal, di dalam negeri pula tenaga kerja mumpuni siap ikut terlibat dalam pengembangan industri ini.

    Lemahnya industri tekstil tidak lepas dari kondisi geopolitik global di Eropa yang akhirnya membuat sebagian pasar memilih untuk menggeser anggaran belanjanya pada barang yang lebih penting dibandingkan tekstil.

    “Krisis Eropa yang disebabkan oleh Ukraina dan Rusia ini sangat merugikan kita,” kata salah satu pengurus BPD API Jawa Tengah Liliek Setiawan.

    Oleh karena itu, pelaku usaha dengan didukung oleh pemerintah harus memutar strategi. Alih-alih ekspor, industri tekstil justru perlu memanfaatkan pasar lokal. Apalagi, Indonesia yang merupakan salah satu pasar terbesar di dunia sudah banyak dibidik oleh negara produsen lain.

    Negara-negara yang masuk dalam kawasan Indochina seperti Kamboja, Laos, Myanmar, Thailand, Vietnam juga berkembang pesat tekstilnya. Belum lagi yang perlu diwaspadai yakni India, Pakistan, Bangladesh (IPB).

    Akibat kondisi global yang belum normal, negara-negara ini juga kesulitan mencari pasar untuk menyalurkan produk buatan mereka. Dalam hal ini Indonesia menawarkan pasar yang besar bagi mereka.

    Oleh karena itu, Liliek beranggapan pemerintah perlu menerapkan sistem pengamanan atau safeguard untuk melindungi pasar dalam negeri.

    Upaya ini penting dilakukan mengingat industri tekstil bisa menjadi jejaring pengaman sosial bagi pemerintah menyusul sektor ini bersifat padat karya dengan capaian penyerapan tenaga kerja hingga 43 persen dari seluruh industri manufaktur yang ada.

    “Kalau kita masih mau berjalan, kalau tidak memproteksi industri dalam negeri kita akan kehilangan pasar,” katanya.

    Di sisi lain, pemerintah melalui Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menawarkan tiga strategi untuk memulihkan ekosistem dan menciptakan peluang baru bagi industri tekstil dan produk tekstil (TPT) dalam negeri, yakni penguatan sumber daya manusia, memastikan ketersediaan bahan baku dan keseimbangan hulu-hilir, serta menghidupkan kembali sektor permesinan nasional.

    Dengan demikian, diharapkan kepercayaan pasar terhadap tekstil dan produk tekstil lokal dalam negeri dapat terus terjaga. Sementara itu, Kemenperin mencatat pada triwulan I-2024, industri tekstil mulai menunjukkan perbaikan kinerja yang signifikan. Hal ini terlihat dari produk domestik bruto (PDB) mengalami pertumbuhan sebesar 2,64 persen secara tahunan (year on year/yoy).

    Ekspor sektor TPT juga mengalami peningkatan sebesar 0,19 persen atau senilai 2,95 miliar dolar AS pada triwulan I-2024, padahal di periode itu situasi pasar global masih tak menentu oleh ketidakpastian geopolitik

    Melihat perbaikan kinerja yang signifikan sekaligus ketersediaan SDM yang berkualitas, pemerintah perlu terus mendorong industri ini agar kembali perkasa. Apalagi, melihat banyaknya orang yang mengandalkan hidup dari sektor ini.

    Pembatasan impor pakaian maupun tekstil perlu kembali diperketat. Selain untuk melindungi SDM agar tidak ter-PHK akibat operasional perusahaan macet, upaya pengetatan impor pakaian juga untuk melindungi UMKM yang selama ini menjadi nyawa dari perekonomian nasional.

    Editor: Slamet Hadi Purnomo
    Copyright © ANTARA 2024

  • BEI Yakin Pasar Modal Bisa Sumbang 61 Persen dari Target Investasi Rp 14.000 Triliun

    BEI Yakin Pasar Modal Bisa Sumbang 61 Persen dari Target Investasi Rp 14.000 Triliun

    Jakarta, Beritasatu.com – Bursa Efek Indonesia (BEI) meyakini pasar modal dapat berkontribusi besar dalam mencapai target investasi selama 5 tahun ke depan. Indonesia membutuhkan investasi tambahan hingga Rp 14.000 triliun pada 2029 agar dapat mencapai pertumbuhan ekonomi 8%.

    Hal tersebut diungkapkan oleh Direktur Utama BE  Iman Rachman dalam penutupan perdagangan BEI 2024, yang digelar di main hall BEI, Jakarta, pada Senin (30/12/2024).

    “Kami percaya bahwa pasar modal dapat berperan aktif dalam pencapaian pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga 8% pada 2029. Dari kebutuhan investasi tambahan selama 5 tahun ke depan yang diestimasikan sekitar Rp 14.000 triliun, pasar modal berpotensi berkontribusi hingga 61% melalui aktivitas penggalangan dana,” tutur Iman.

    Iman memerincikan, kontribusi sebesar 61% terdiri dari kontribusi langsung melalui fund raising yang diperkirakan mencapai Rp 1.500 triliun selama 5 tahun mendatang, melalui inisiatif, seperti lighthouse IPO, penawaran umum BUMN, dan efisiensi proses right issue.

    “Kemudian, kontribusi tidak langsung melalui peningkatan valuasi perusahaan tercatat yang memberikan leverage untuk pendanaan melalui hutang hingga Rp 6.800 triliun,” ucap Iman.

    Menurutnya, infrastruktur pasar modal yang efisien juga memainkan peran penting dalam menciptakan multiplier effect terhadap ekonomi nasional hingga bisa membantu target investasi.

    Selain itu, ekspansi bisnis perusahaan tercatat dapat meningkatkan penyerapan tenaga kerja dan meningkatkan daya beli, sehingga akhirnya berdampak pada komponen konsumsi rumah tangga dari produk domestik bruto.

    “Kontribusi perusahaan tercatat baik melalui setoran pajak negara yang mencapai Rp 165 triliun maupun dividen ke investor yang mencapai Rp 367 triliun pada 2023 menjadi bukti nyata dampak positif pasar modal bagi perekonomian Indonesia,” ujarnya.

    Iman menambahkan, potensi ini hanya dapat terwujud jika seluruh pemangku kepentingan, yaitu pemerintah, regulator, korporasi, dan investor bersinergi untuk memajukan pasar modal yang lebih inklusif, transparan, dan berdaya saing global.

    “Bersama-sama kita dapat mewujudkan cita-cita besar untuk ekonomi Indonesia yang lebih kuat dan berkelanjutan,” pungkasnya dalam menanggapi pasar modal bisa bantu target investasi.
     

  • Prospek Manufaktur 2025 Dibayangi Pelemahan Rupiah & Banjir Produk Impor

    Prospek Manufaktur 2025 Dibayangi Pelemahan Rupiah & Banjir Produk Impor

    Bisnis.com, JAKARTA — Pelaku industri masih gamang menghadapi dinamika dunia usaha pada tahun depan. Berbagai tantangan mulai dari pelemahan nilai tukar rupiah hingga banjirnya produk impor dari China masih menjadi kekhawatiran manufaktur nasional.

    Ketua I Asosiasi Produsen Alat Kesehatan Indonesia (Aspaki) Erwin Hermanto mengatakan pihaknya menantikan kebijakan perdagangan untuk menciptakan persaingan yang adil dan sehat antara produk impor dengan produk dalam negeri.

    “Kami optimis tapi sangat waspada terhadap situasi industri alat kesehatan di tahun 2025,” ujar Erwin kepada Bisnis, Senin (30/12/2024).

    Dalam hal ini, dia pun menegaskan pemerintah harus mendorong kebijakan terkait jaminan pasar domestik dengan memprioritaskan Produk Dalam Negeri (PDN) pada sektor swasta, khususnya pada pemerintah daerah dalam pengelolaan dana Badan Layanan Umum Daerah (BLUD).

    “Industri dalam negeri saat ini mengalami tekanan yang cukup berat dengan banjirnya produk impor murah, melemahnya nilai tukar rupiah, penurunan daya beli masyarakat dan lain sebagainya,” tuturnya.

    Sebelumnya Erwin juga telah mendorong optimalisasi serapan produk alat kesehatan lokal di era pemerintahan baru dapat menjadi bukti keberpihakan terhadap industri alkes nasional.

    “Belanja kesehatan negara selama 2016 sampai dengan 2024 terbilang datar di angka 3% dari PDB [produk domestik bruto] jauh di bawah rekomendasi WHO di sekitar 9-10% dari PDB,” ujarnya.

    Sementara itu, dia tak memungkiri bahwa penyerapan produk alat kesehatan buatan dalam negeri dengan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) terus ditingkatkan dari 12% tahun 2019 menjadi 48% pada tahun 2024.

    Di sisi lain, pengusaha alat kesehatan Indonesia juga meminta pemerintah untuk memberikan kebijakan fiskal yang tepat sasaran sehingga tidak memberatkan industri alat Kesehatan dalam negeri.

    “Serta kebijakan investasi yang tidak membuka sepenuhnya kepada PMA [penanaman odal asing] terutama di sektor-sektor produk yang sudah matang,” jelasnya.

    Terdapat peluang pertumbuhan industri alat kesehatan, khususnya pada sektor produk barang medis habis pakai (BMHP) mempunyai potensi yang cukup baik.

    Sementara itu, produk-produk investasi untuk screening dan diagnosa mungkin tidak terlalu menjanjikan untuk industri lokal karena banyak kebutuhan yang akan diisi melalui program pinjaman luar negeri.

    Alat KesehatanPerbesar

    Di sisi lain, Ketua Umum Gabungan Industri Pengerjaan Logam dan Mesin Indonesia (Gamma) Dadang Asikin menyoroti instrumen hambatan trade measures yang diterapkan Indonesia masih minim sehingga produk impor mudah masuk ke pasar domestik.

    “Pemerintah sebagai bentuk perlindungan sebaiknya sudah mulai meninjau kembali hambatan perdagangan (trade measures) yang dimiliki Indonesia dengan negara lain,” ujarnya, dihubungi terpisah.

    Dalam catatan Kemenperin, Indonesia hanya memiliki 207 jenis instrumen hambatan untuk menahan laju impor masuk ke pasar domestik, sementara anggota WTO lain misalnya China, dan Amerika Serikat masing-masing memiliki 1.569 dan 4.597 jenis instrumen trade measures yang diterapkan.

    Bahkan di negara ASEAN, hambatan perdagangan Indonesia jauh lebih kecil dibandingkan dengan Thailand, Filipina, dan Singapura yang memiliki instrumen trade measure masing-masing sebesar 661, 562, dan 216 jenis.

    “Ini saja mengindikasikan barikade yang di buat masih cukup longgar untuk di tembus. Lagi-lagi diperlukannya konsolidasi berapa kementerian/lembaga terkait untuk memperkuat posisi tawar industri dalam negeri,” pungkasnya.

    Sebelumnya, Peneliti Next Policy, Muhammad Ibnu Faisal, mengatakan impor produk manufaktur dari China belakangan ini mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Hal ini terjadi sebagai dampak penerapan Asean-China Free Trade Agreement (ACFTA). 

    “Misalnya, periode 2019-2023, impor TPT (tekstil, pakaian, dan tekstil lainnya) dan kosmetik dari Cina mengalami peningkatan rata-rata tahunan sebesar 2,75% dan 35,46% masing-masingnya. Hingga 2024, nilai impor dari Cina mencapai US$52,26 miliar atau meningkat 13,03% dari tahun sebelumnya,” kata Ibnu di Jakarta (24/12/2024). 

    Posisi China saat ini masih menjadi negara dengan output manufaktur terbesar di dunia, mendominasi sekitar 31,6% dari output manufaktur global dan memiliki pengaruh besar dalam skala internasional.

    Banjir impor produk dari China dinilai semakin menantang dengan keberadaan Permendag 8/2024 yang merelaksasi impor berkontribusi pada volume impor yang tidak dikontrol. Tidak sedikit pelaku usaha lokal yang menyatakan keberatan atas kebijakan tersebut. 

    Menanggapi paparan tersebut, Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Telisa Aulia Faliyanti menyebut bahwa lahirnya Permendag 8 Tahun 2024 menjadi salah satu penyebab turunnya Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur belakangan ini. 

    “Cost industri lokal kita masih belum efisien, mulai dari ketidakpastian regulasi hingga rendahnya produktivitas tenaga kerja. Sementara di China, ada dukungan penuh untuk mendorong inovasi melalui tekonologi terhadap industri, seperti pada industri kertas di sana,” terangnya.

    Telisa juga menyebut penyesuaian PPN menjadi 12% semakin membebani industri lokal dan menurunkan daya saing produk lokal dalam pasar yang sangat kompetitif. 

    “Kebijakan PPN semakin membuat industri semakin sulit kompetitif secara harga,” ujarnya.

  • Nilai tambah industri budaya-wisata China sumbang lebih besar ke PDB

    Nilai tambah industri budaya-wisata China sumbang lebih besar ke PDB

    Pada 2023, nilai tambah budaya dan industri terkait di negara tersebut adalah sekitar 5,95 triliun yuan (1 yuan = Rp2.226) atau sekitar 827,66 miliar dolar AS (1 dolar AS = Rp16.251) yang merupakan 4,59 persen dari PDB, meningkat 0,17 poin persentase

    Beijing (ANTARA) – Nilai tambah dari industri budaya dan pariwisata China menyumbang porsi yang lebih besar terhadap produk domestik bruto (PDB) di 2023, menurut Biro Statistik Nasional China pada Senin (30/12), berdasarkan hasil sensus ekonomi nasional kelima.

    Pada 2023, nilai tambah budaya dan industri terkait di negara tersebut adalah sekitar 5,95 triliun yuan (1 yuan = Rp2.226) atau sekitar 827,66 miliar dolar AS (1 dolar AS = Rp16.251) yang merupakan 4,59 persen dari PDB, meningkat 0,17 poin persentase dibandingkan tahun sebelumnya.

    Nilai tambah pariwisata dan industri terkait mencapai 5,48 triliun yuan, mewakili 4,24 persen dari PDB, naik 0,57 poin persentase dibandingkan tahun sebelumnya.

    Sensus tersebut juga menunjukkan bahwa nilai tambah pertanian dan industri terkait adalah 19,85 triliun yuan, menyumbang 15,34 persen dari PDB.

    Sensus ekonomi, salah satu survei nasional utama di China, memberikan gambaran menyeluruh mengenai industri sekunder dan tersier negara ini, yang memberikan wawasan berharga mengenai perkembangan sosial dan ekonominya.

    China melaksanakan empat sensus ekonomi nasional pada 2004, 2008, 2013, dan 2018, dan secara resmi memulai sensus ekonomi nasional kelima pada 2023.

    Pewarta: Xinhua
    Editor: Indra Arief Pribadi
    Copyright © ANTARA 2024

  • OJK Ungkap Tantangan Ekonomi 2025 dan Capaian Pasar Modal di Akhir 2024

    OJK Ungkap Tantangan Ekonomi 2025 dan Capaian Pasar Modal di Akhir 2024

    Jakarta, Beritasatu.com – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan sejumlah tantangan yang diperkirakan akan memengaruhi kinerja perekonomian nasional pada tahun 2025. Deputi Komisioner Pengawas Pengelolaan Investasi Pasar Modal dan Lembaga Efek OJK, IB Aditya Jayaantara, menekankan pentingnya antisipasi terhadap tren inflasi global, pertumbuhan produk domestik bruto (PDB), suku bunga The Fed, serta tensi geopolitik yang masih berlangsung.

    “Alhamdulillah, perekonomian nasional saat ini masih cukup positif dan stabil. Pada kuartal III 2024, pertumbuhan ekonomi mencapai 4,95 persen year-on-year,” ujar Aditya di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Senin (30/12/2024).

    Menurutnya, beberapa tantangan yang perlu diantisipasi pada 2025 meliputi tren inflasi global, pertumbuhan PDB dunia, kebijakan suku bunga bank sentral, serta arah kebijakan ekonomi Amerika Serikat.

    Meski menghadapi berbagai tantangan sepanjang 2024, kinerja pasar modal Indonesia menunjukkan resiliensi yang cukup kuat. OJK mencatat penghimpunan dana di pasar modal hingga 27 Desember 2024 mencapai Rp 251 triliun, melampaui target tahun ini yang ditetapkan sebesar Rp200 triliun.

    “Dari aktivitas pertumbuhan pasar modal, terdapat 187 penawaran umum, termasuk 35 emiten baru, dengan total penghimpunan dana sebesar Rp 251 triliun. Angka ini membuktikan kepercayaan tinggi terhadap pasar modal Indonesia,” jelas Aditya.

    Aditya juga mencatat peningkatan signifikan jumlah investor di pasar modal. Hingga 24 Desember 2024, jumlah Single Investor Identification (SID) mencapai 14,81 juta, dengan penambahan 2,6 juta investor baru sepanjang tahun ini.

    “Penambahan ini luar biasa. Dari sisi jumlah investor, kita mencapai angka yang sangat positif,” ungkapnya.

    Aditya menjelaskan, capaian pasar modal di tengah berbagai tantangan global dan nasional, seperti Pemilihan Presiden 2024-2029 dan Pilkada serentak, menunjukkan kekuatan pasar modal domestik.

    “Kinerja pasar modal domestik selama satu tahun terakhir ini luar biasa. Di tengah dinamika global, resiliensi pasar modal kita tetap terjaga,” tutup Aditya.