Topik: PPDB

  • Rekan Indonesia: Pemenuhan hak dasar warga perlu diperhatikan

    Rekan Indonesia: Pemenuhan hak dasar warga perlu diperhatikan

    Jakarta (ANTARA) – Ketua Umum Relawan Kesehatan (Rekan) Indonesia Agung Nugroho, menilai Kementerian Hak Asasi Manusia (Kemenham) perlu memperkuat agenda pemenuhan hak dasar warga, khususnya di sektor kesehatan, pendidikan, dan perlindungan kelompok rentan.

    “Persoalan HAM bukan hanya terkait kasus besar, tetapi juga masalah sehari-hari yang dialami warga saat berhadapan dengan pelayanan publik,” kata Agung dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu.

    Menurut dia, setelah kementerian tersebut berdiri sebagai institusi tersendiri pada 2024, menunjukkan tantangan besar dalam pelaksanaan HAM.

    Komnas HAM mencatat 2.305 laporan dugaan pelanggaran HAM sepanjang 2024, sementara pada Januari–Mei 2025 terdapat 1.100 laporan tambahan.

    Sebagian besar aduan, kata dia, berkaitan dengan hak atas kesejahteraan, hak memperoleh keadilan, serta hak atas rasa aman.

    Agung menilai tingginya angka pengaduan ini menandakan perlunya perbaikan pada pelayanan publik dan pengawasan aparatur negara.

    Ia menyatakan pada sektor kesehatan, Indonesia masih menghadapi beban tuberkulosis (TBC) yang tinggi. Laporan Kementerian Kesehatan dan WHO menyebut Indonesia sebagai salah satu negara dengan kasus TBC terbesar di dunia.

    Agung mengungkapkan bahwa kesenjangan layanan kesehatan dasar masih terasa di banyak daerah, terutama dalam akses diagnosis dan pengobatan bagi warga berpenghasilan rendah.

    “Banyak warga yang terlambat mendapatkan layanan medis karena kendala biaya, jarak, atau keterbatasan tenaga kesehatan. Ini menunjukkan pemenuhan hak kesehatan belum merata,” ujarnya.

    Laporan Badan Pusat Statistik (BPS) juga memperlihatkan disparitas dalam akses layanan kesehatan ibu dan anak di sejumlah provinsi.

    Kondisi serupa terlihat di sektor pendidikan. Data BPS menunjukkan angka putus sekolah masih muncul di setiap jenjang, dengan ketimpangan akses antara keluarga berpendapatan rendah dan tinggi tetap signifikan.

    Selain itu, praktik pungutan liar dan kendala administratif masih menjadi keluhan masyarakat dalam proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB).

    Agung menilai tantangan tersebut harus menjadi fokus utama Kemenham dalam penyusunan Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RANHAM) Generasi VI. Ia menekankan bahwa pemenuhan HAM tidak dapat dipisahkan dari kualitas layanan dasar negara.

    Menurut dia, keberadaan kementerian baru ini diharapkan tidak berhenti pada perubahan struktur birokrasi, melainkan menjadi langkah awal untuk memperkuat peran negara dalam menjamin hak konstitusional warga.

    “Pemenuhan HAM harus terlihat pada bagaimana negara melayani rakyatnya. Itu yang menjadi ukuran paling nyata,” katanya.

    Pewarta: Khaerul Izan
    Editor: Syaiful Hakim
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Disambati PPDB Saat Reses, Cahyo Harjo Dorong Ekosistem Pendidikan Tanpa “Sekolah Favorit”

    Disambati PPDB Saat Reses, Cahyo Harjo Dorong Ekosistem Pendidikan Tanpa “Sekolah Favorit”

     

    Surabaya (beritajatim.com) – Anggota Komisi E DPRD Jawa Timur, Cahyo Harjo Prakoso, menyerap berbagai keluhan warga soal pendidikan saat menggelar reses di Kelurahan Ploso, Kecamatan Tambaksari, Rabu (19/11/2025). Dia mengakui bahwa isu penerimaan peserta didik baru (PPDB) masih menjadi perhatian utama masyarakat setiap tahun ajaran.

    “Tadi waktu reses kami lebih fokus pada pendidikan. Jadi kami mendapatkan masukan dari warga Ploso tentang proses penerimaan murid baru yang selalu ada catatan-catatan miring,” ujar Ketua DPC Gerindra Surabaya ini.

    Cahyo menjelaskan bahwa ketika temuan di lapangan dikonfirmasi ke Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur, seluruh proses PPDB sebenarnya sudah mengikuti ketentuan resmi. Menurut dia, mekanisme yang berjalan saat ini sudah sesuai standar Kementerian Pendidikan maupun dinas pendidikan di setiap daerah.

    “Catatan miring itu ketika kami konfirmasi kepada Dinas Pendidikan, sebetulnya semuanya sudah berjalan sesuai SOP dan berjalan dengan baik,” tutur Cahyo.

    Meski begitu, Cahyo menilai masih ada persoalan persepsi di masyarakat soal sekolah favorit. Hal inilah yang membuat banyak orang tua memaksakan anaknya masuk ke sekolah tertentu, meski peluang dan zonasinya terbatas.

    “Akhirnya masyarakat berlomba masuk ke satu sekolah tertentu. Ini menjadi tugas bersama untuk membangun ekosistem pendidikan yang setara,” ujarnya.

    Dia menegaskan perlunya penyebaran kualitas pendidikan yang merata agar tidak ada lagi istilah sekolah unggulan atau nonunggulan. Pemerataan infrastruktur, mutu layanan, dan kualitas tenaga pendidik harus menjadi fokus pemerintah.

    “Semua sekolah harus memiliki kualitas pelayanan dan infrastruktur sesuai harapan kita bersama,” kata dia.

    Cahyo menyebut masalah PPDB tidak hanya terjadi di Surabaya. Dia memastikan aspirasi serupa muncul dari berbagai daerah di Jawa Timur dan akan menjadi bahan rapat kerja bersama Dinas Pendidikan Jatim.

    “Masukan ini akan kami tampung dan tindaklanjuti dalam rapat kerja berikutnya dengan dinas terkait,” ucapnya.

    Selain soal pendidikan, warga Ploso juga mengeluhkan kondisi paving di beberapa titik permukiman. Cahyo menilai keluhan ini wajar karena pembangunan skala kampung berjalan bertahap.

    “Ini akan kami sampaikan ke Pemkot Surabaya atau ke kawan-kawan DPRD Surabaya agar segera ditindaklanjuti,” tegasnya.

    Dia menambahkan bahwa Pemkot Surabaya sebenarnya memiliki komitmen kuat dalam membenahi infrastruktur kampung. Namun jika masih ada kekurangan, hal itu harus segera direspons agar tidak menjadi masalah berlarut.

    “Kalau ada kekurangan, ini akan menjadi catatan yang segera kita diskusikan dengan pemerintah kota. Aspirasi ini akan menjadi pembendaharaan masalah untuk kita selesaikan bersama,” tutup Cahyo.[asg/aje]

  • Satu Grup Whatsapp ‘Mas Menteri’ dengan Nadiem Makarim, Begini Klarifikasi Najelaa Shihab

    Satu Grup Whatsapp ‘Mas Menteri’ dengan Nadiem Makarim, Begini Klarifikasi Najelaa Shihab

    Bisnis.com, JAKARTA — Pendiri sekolah Cikal dan blended learning Sekolah Murid Merdeka (SMM), Najelaa Shihab menjelaskan soal keberadaannya dalam grup WhatsApp bersama eks Mendikbudristek Nadiem Makarim.

    Group itu yakni ‘Edu Org’ yang kemudian berganti nama menjadi ‘Mas Menteri Core Team’, dan ‘Education Council’. Adapun, grup Mas Menteri Core Team sempat disinggung oleh Kejagung dalam serangkaian peristiwa dugaan korupsi pengadaan Chromebook periode 2019-2022.

    Najelaa Shihab mengakui, dirinya memang sempat tergabung dalam sejumlah group dengan Nadiem Makarim. Tak sendiri, dia mengemukakan bahwa dalam grup itu terdapat mitra pendidikan independen serta pejabat Kemendikbudristek.

    “Saya bersama total puluhan orang lainnya, ada di beberapa wa group bersama Nadiem Makarim maupun mitra-mitra pendidikan independen dan eksternal, serta pejabat-pejabat kementerian selain Nadiem Makarim,” ujar Najeela saat dikonfirmasi, Senin (27/10/2025).

    Dia mengungkapkan, dirinya membahas soal rekomendasi dan kajian terkait kebijakan kebijakan pendidikan sesuai peran Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan (PSPK), dalam mendukung kementerian.

    Salah satu pembahasan dalam WA Grup itu yakni berkaitan dengan pengembangan kurikulum dan penerimaan peserta didik baru.

    “Antara lain: pengembangan kurikulum dan penerimaan peserta didik baru,” tutur Najelaa.

    Di samping itu, Najelaa menekankan bahwa bahwa dirinya tidak pernah membahas secara khusus tentang persiapan pengadaan Chromebook atau peralatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK).

    Pasalnya, hal tersebut bukan bagian dari lingkup pekerjaan Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan (PSP) yakni substansi kebijakan pendidikan.

    “Namun, saya tidak pernah ikut membahas baik secara langsung maupun dalam WA group khusus tentang persiapan atau perencanaan pengadaan Chromebook dan peralatan Teknologi Informasi,” pungkas Najelaa.

    Sebelumnya, Pengacara Nadiem Makarim, Tabrani Abby mengemukakan awal mula terbentuknya WA Grup Mas Menteri Core. Menurut Tabrani, WA Grup itu tidak dibentuk untuk merealisasikan pengadaan Chromebook.

    Dia menjelaskan grup itu berisikan orang ekspert di bidang pendidikan, termasuk staf khusus Nadiem Makarim yakni Jurist Tan (JT) dan Fiona Handayani.

    “Dalam kesempatan ini saya mau tegaskan bahwasannya ya WA itu, grup itu dibuat ya untuk mendiskusikan real gagasan tentang penggunaan teknologi di bidang pendidikan ya,” ujar Tabrani kepada wartawan, Senin (27/10/2025).

    Senada dengan Najelaa, Tabrani menekankan bahwa dalam grup itu tidak ada sama sekali soal pengadaan proyek Chromebook. Pembahasan hanya seputar substansi terkait kebijakan pendidikan di era Mendikbudristek diisi Nadiem Makarim.

    Di samping itu, Tabrani juga mengemukakan bahwa Nadiem mengumpulkan orang-orang yang ahli di bidang pendidikan setelah adanya pertemuan dengan Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi).

    Dalam hal ini, Nadiem dan Jokowi beberapa kali bertemu menggodok gagasan untuk kepentingan di sektor pendidikan.

    “Nah atas dasar itu sebenarnya itulah mengapa Pak Nadim yang mereka mengumpulkan teman-teman kemudian ahli-ahli di bidang pendidikan itu. Sebenarnya itu hanya bertukar gagasan sebenarnya,” pungkasnya.

  • Sekolah negeri wajib sediakan informasi akurat bagi masyarakat

    Sekolah negeri wajib sediakan informasi akurat bagi masyarakat

    Jakarta (ANTARA) – Komisi Informasi (KI) Provinsi DKI Jakarta menegaskan bahwa sekolah negeri sebagai badan publik memiliki kewajiban untuk menyediakan informasi yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat.

    “Informasi mengenai tata cara Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) sangat krusial untuk disampaikan secara terbuka, apalagi mekanismenya hampir selalu berubah setiap tahun,” kata Komisioner Komisi Informasi (KI) Provinsi DKI Jakarta Bidang Edukasi, Sosialisasi dan Advokasi (ESA), Ferid Nugrohodia di Jakarta, Selasa.

    Ia menambahkan, penyampaian informasi yang jelas, lengkap dan mudah diakses akan memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap institusi pendidikan.

    Menurut dia, transparansi tersebut juga menjadi bagian penting dari akuntabilitas sekolah sebagai penyelenggara layanan publik.

    Komisi Informasi Provinsi DKI Jakarta terus memperkuat implementasi keterbukaan informasi publik (KIP) di sektor pendidikan melalui program Elektronik Monitoring dan Evaluasi (E-Monev) Badan Publik.

    Program ini menyasar satuan pendidikan negeri di jenjang SD, SMP dan SMA/SMK. Pihaknya mencatat masih banyak sekolah yang memiliki pemahaman terbatas mengenai prinsip-prinsip keterbukaan informasi publik.

    Ia merinci beberapa permasalahan yang umum ditemui meliputi belum terbentuknya struktur Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID).

    Kemudian belum tersusunnya Daftar Informasi Publik (DIP) serta minimnya pemanfaatan media untuk penyebarluasan informasi.

    “Kami bersinergi dengan Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta melalui kegiatan bimbingan teknis (bimtek) yang diikuti oleh ratusan PPID sekolah,” kata dia.

    Monitoring dan evaluasi sebagai tolok ukur pelaksanaan keterbukaan informasi publik di sektor pendidikan sebagai badan publik dilakukan melalui metode “Self-Assessment Questionnaire” (SAQ), yakni penilaian mandiri oleh masing-masing badan publik.

    Indikator penilaiannya meliputi kualitas informasi, jenis layanan, sarana dan prasarana, pelayanan informasi, komitmen organisasi serta aspek digitalisasi.

    Pada E-Monev 2024 tercatat sebanyak 22 SMA/SMK, 22 SMP dan 11 SD mengikuti penilaian. Hasilnya, hanya 3 SMA, 2 SMP dan 1 SD yang masuk dalam kategori “Informatif”.

    KI DKI Jakarta akan meningkatkan jumlah sekolah peserta E-Monev 2025 hingga 200 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Upaya ini dilakukan untuk memperluas pemahaman sekolah terhadap peran dan kewajibannya sebagai badan publik.

    Pihaknya berharap sekolah yang telah memiliki PPID dapat lebih siap mengikuti rangkaian tahapan E-Monev. “Lakukan langkah proaktif dan jangan ragu untuk berkonsultasi dengan Komisi Informasi, apalagi pelaksanaannya sudah dalam waktu dekat melalui ‘kick-off’ pada 12 Agustus,” katanya.

    Ia juga berharap para pelaksana PPID di sekolah dapat lebih sigap dalam melayani permintaan informasi dari masyarakat.

    “Beberapa kasus sengketa informasi yang masuk ke KI berasal dari sekolah dan umumnya dipicu oleh persoalan administratif, seperti tidak memberikan jawaban atau tidak melayani permohonan informasi,” katanya.

    Selain menambah jumlah peserta, E-Monev 2025 juga akan melibatkan seluruh Suku Dinas (Sudin) Pendidikan di tingkat kota dan kabupaten administratif se-DKI Jakarta.

    Pelibatan ini ditujukan untuk memperkuat pengawasan dan meningkatkan efektivitas pelaksanaan keterbukaan informasi publik di lingkungan pendidikan.

    Penambahan ini merupakan bagian dari strategi perluasan jangkauan E-Monev. “Kami ingin memastikan seluruh sekolah memahami dan menjalankan peran serta tanggung jawabnya sebagai badan publik,” kata dia.

    Pewarta: Mario Sofia Nasution
    Editor: Sri Muryono
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Mendikdasmen Klaim Pelaksanaan SPMB 2025 Berjalan Baik dan Lancar

    Mendikdasmen Klaim Pelaksanaan SPMB 2025 Berjalan Baik dan Lancar

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Abdul Mu’ti mengklaim secara keseluruhan Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) dinilai baik oleh masyarakat. 

    Perlu diketahui, sistem SPMB ini merupakan pergantian dari sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) oleh Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen).

    “Secara keseluruhan SPMB ini dinilai baik oleh masyarakat dan lebih lancar. Bahwa ada masalah itu wajar,” katanya seusai raker dengan Komisi X DPR, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (16/7/2025).

    Bahkan, dia bercerita saat dirinya ke Aceh ada warga yang menganalogikan sistem SPMB seperti ‘pengantin baru’ karena ini perdananya. Sebab itu, menurut Mu’ti wajar saja masih ada adaptasi pergantian ke SPMB. 

    Meski begitu, Mu’ti memastikan kementeriannya terus melakukan evaluasi menyeluruh terhadap SPMB. Saat ini Kemendikdasmen sedang menghimpun data-data yang diperlukan.

    “Kami semuanya akan mem-follow up dan hasil evaluasinya akan menjadi input untuk perbaikan SPMB pada tahun-tahun yang akan datang,” ucap dia.

    Namun, dia membeberkan dalam temuan awal saat ini beberapa sekolah terutama tingkat dasar banyak yang sudah tutup penerimaan siswa dan ternyata kekurangan murid.

    “Ada misalnya di Pandeglang, saya baca di media, ada satu SD yang tidak ada yang mendaftar sama sekali. Di Solo ada satu murid. Di tempat lain ada yang dua murid. Yang murid itu, satu sekolah ditambah dua orang itu, muridnya hanya 19, gurunya 11,” bebernya.

    Nantinya, ujar dia, temuan-temuan tersebut akan disampaikan kepada Kementerian Dalam Negeri guna mengambil langkah-langkah yang tepat untuk mengatasi persoalan itu.

  • SPMB Jabar 2025 Diklaim Adem Ayem, Dedi Mulyadi: Baru Kali Ini Tidak Ada Ribut dan Protes

    SPMB Jabar 2025 Diklaim Adem Ayem, Dedi Mulyadi: Baru Kali Ini Tidak Ada Ribut dan Protes

    Liputan6.com, Bandung – Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi mengeklaim Seleksi Penerimaan Murid Baru (SPMB) tahun ajaran 2025/2026 berjalan dengan mulus tanpa adanya protes dari pihak siswa maupun orangtua.

    Sebelumnya, Dedi Mulyadi menerapkan sejumlah kebijakan dalam bidang pendidikan, termasuk di antaranya menambah rombongan belajar (rombel) maksimal 50 siswa dalam satu kelas.

    “Anda kebayang kalau saya tidak ngambil keputusan itu, apa yang terjadi hari ini? Protes terjadi di mana-mana, di setiap sekolah, orangtua siswa berteriak tidak bisa masuk sekolah nanti ada orang yang memboikot mobil masuk ke sekolah, ragam akan terjadi,” kata Dedi di Bandung, dikutip pada Selasa, 15 Juli 2025.

    Sementara pada tahun ini, Dedi menilai penerimaan siswa baru justru berjalan adem ayem.

    “Tapi hari ini Anda bisa lihat bahwa sepanjang sejarah dulu PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru) sekarang SPMB, baru kali ini penerimaan siswa baru tidak ada keributan, tidak ada hiruk-pikuk, tidak ada protes-protes,” ucap dia.

    Dedi lantas menyoroti sistem zonasi dalam PPDB saat dirinya masih menjabat sebagai anggota DPR RI, kala itu banyak orangtua siswa yang melakukan pengukuran jarak dari titik koordinasi rumah ke titik koordinat sekolah.

    “Dulu sampai ada di Bogor saya inget betul, (sewaktu) masih anggota DPR RI, ngukur jalan dari rumah ke sekolah di-meter loh, bayangin,” imbuhnya.

    Keributan serupa, kata Dedi, tidak terjadi pada SPMB tahun ini. “Hari ini tidak terjadi karena negara sudah hadir untuk melindungi warganya agar bisa bersekolah sampai SMA,” pungkasnya.

     

    Penulis: Arby Salim

     

  • Bahas Evaluasi SPBM 2025, DPR Bakal Gelar Rapat dengan Mendikdasmen Besok (16/7)

    Bahas Evaluasi SPBM 2025, DPR Bakal Gelar Rapat dengan Mendikdasmen Besok (16/7)

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi X DPR akan menggelar rapat dengan Menteri Pendidikan dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti guna membahas evaluasi Sistem Penerimaan murid Baru (SPMB), khususnya sekolah negeri pada Rabu (16/7/2025).

    Mulanya, Wakil Ketua Komisi X DPR RI lalu Hadrian Irfani mengungkapkan pihaknya mendapat laporan dari beberapa daerah bahwa banyak sekolah yang kurang dan belum ada siswanya, akibat sekolah lainnya menambah rombongan belajar (rombel) atau kelas.

    “Nah, ini yang nanti kami akan tanyakan, tepatnya besok hari Rabu, kami akan undang Mendikdasmen sekaligus untuk mengevaluasi pelaksanaan SPMB,” ucapnya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (15/7/2025).

    Selain itu, lanjutnya, Komisi X DPR juga menemukan di daerah-daerah tertentu ada sekolah negeri ataupun swasta yang kekurangan kelas. Dia berujar, padahal SPMB ini hadir untuk mewujudkan pemerataan pendidikan di setiap jenjang dan daerah.

    Nah, ternyata yang terjadi hari ini, banyak daerah-daerah kita yang mengeluh bahwa di sekolah-sekolah mereka masih banyak yang kekurangan siswa,” tuturnya.

    Dia melanjutkan, tak hanya ditemukan sekolah yang kekurangan siswa ternyata ada pula sekolah yang justru kelebihan siswanya. Misalnya yang terjadi di Jawa Barat ada yang satu kelasnya lebih dari 50 siswa.

    “Walaupun aturannya ada, yaitu Permendikbudristek No. 47 tahun 2023, tetapi itu mensyaratkan bagi ketentuan-ketentuan khusus atau pengecualian. Contoh misalnya, ruang kelasnya ya harus mampu memberikan kenyamanan kepada siswa-siswi kita kalau jumlahnya lebih dari 36,” urainya.

    Diberitakan sebelumnya, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) resmi mengganti sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) menjadi Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) pada 2025. 

    “Alasannya diganti kenapa? Karena memang kita ingin memberikan layanan pendidikan yang terbaik bagi semua,” kata Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti dilansir dari Antara, Kamis (30/1/2025). 

    Mendikdasmen mengatakan perubahan sistem ini juga dilakukan dalam rangka memperbaiki kelemahan-kelemahan yang terdapat pada sistem pendidikan sebelumnya. 

    Dia memaparkan perubahan dalam sistem ini terjadi pada penerimaan siswa SMP, di mana pada jenjang ini terdapat perubahan pada persentase penerimaan siswa melalui empat jalur penerimaan, seperti Jalur Domisili, Afirmasi, Prestasi, dan Mutasi.

  • Komisi X Bakal Evaluasi SPMB akibat Sekolah Hanya Diisi 1-2 Murid

    Komisi X Bakal Evaluasi SPMB akibat Sekolah Hanya Diisi 1-2 Murid

    Komisi X Bakal Evaluasi SPMB akibat Sekolah Hanya Diisi 1-2 Murid
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –

    Komisi X DPR RI
    bakal mengevaluasi pelaksanaan Seleksi Penerimaan Murid Baru (
    SPMB
    ) menyusul adanya sejumlah sekolah yang melakukan penambahan ruang kelas atau rombongan belajar (rombel).
    Akibat kejadian tersebut, sekolah-sekolah lain tidak mendapatkan siswa, bahkan ada sekolah yang hanya berisi 1-2 siswa.
    “Hari ini kami sedang melaksanakan evaluasi terkait dengan SPMB. Memang laporan dari beberapa daerah itu banyak dari sekolah-sekolah kita yang masih belum ada siswanya, bahkan kurang siswa akibat dari di sekolah-sekolah tertentu ada penambahan rombel,
    penambahan kelas
    ,” kata Wakil Ketua Komisi X DPR Lalu Hadrian Irfani di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (15/7/2025).
    Lalu menuturkan, penambahan kelas tersebut ditemukan di sejumlah daerah.
    Padahal, SPMB dihadirkan untuk mewujudkan pemerataan pendidikan di semua jenjang dan semua daerah.
    Larangan penambahan kelas pun menjadi salah satu syarat yang mengubah istilah SPMB dari PPDB.
    “Ketentuan SPMB kemarin sehingga berubah nama dari PPDB menjadi SPMB adalah salah satu yang dipersyaratkan tidak boleh ada penambahan rombel, penambahan ruang kelas,” ucap Lalu.
    Selain penambahan kelas, Komisi X DPR juga akan mengevaluasi jumlah siswa yang melampaui batas dalam satu kelas.
    Ia masih menemukan satu kelas diisi oleh 50 siswa sehingga suasana menjadi sumpek dan situasi belajar berpotensi tidak kondusif.
    Seharusnya, satu kelas tidak boleh berisi lebih dari 36 siswa.
    “Walaupun aturannya ada Permendikbudristek Nomor 47 tahun 2023, tetapi Permendikbud itu mensyaratkan bagi ketentuan-ketentuan khusus atau pengecualian. Contoh misalnya ruang kelasnya ya harus mampu memberikan kenyamanan kepada siswa-siswi,” kata Lalu.
    Adapun untuk evaluasi, Komisi X DPR RI akan memanggil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti pada Rabu (16/7/2025).
    “Tepatnya besok hari Rabu kami akan undang Mendikdasmen sekaligus untuk mengevaluasi pelaksanaan SPMB. Insha Allah besok kami akan melaksanakan rapat evaluasi dengan Menteri Pendidikan Dasar Menengah,” kata Lalu.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Tanggapi Sekolah Swasta seperti Dianaktirikan, Dedi Mulyadi: Saya Tak Punya Anak Tiri…
                
                    
                        
                            Bandung
                        
                        13 Juli 2025

    Tanggapi Sekolah Swasta seperti Dianaktirikan, Dedi Mulyadi: Saya Tak Punya Anak Tiri… Bandung 13 Juli 2025

    Tanggapi Sekolah Swasta seperti Dianaktirikan, Dedi Mulyadi: Saya Tak Punya Anak Tiri…
    Editor
    KOMPAS.com
    – Gubernur
    Jawa Barat

    Dedi Mulyadi
    memberi tanggapan terkait penilaian bahwa dirinya menganaktirikan
    sekolah swasta
    dalam sistem penerimaan murid baru jelang tahun ajaran baru.
    “Saya tidak punya anak tiri,” tutur Dedi Mulyadi, menjawab anggapan tersebut kepada Kompas.com seusai menghadiri Rapat Paripurna Hari Jadi Ke-348 Cianjur di kantor DPRD Cianjur, Sabtu (12/7/2025) petang.
    Menanggapi keluhan pengelola sekolah swasta yang merasa tidak dilibatkan dalam penyusunan kebijakan pendidikan, Dedi Mulyadi menegaskan bahwa dalam keadaan tertentu, dirinya harus mengambil langkah taktis.
    “Semua demi menyelamatkan masa depan pendidikan anak-anak,” ujar Dedi.
    Dedi pun membantah adanya praktik bajak-membajak siswa oleh
    sekolah negeri
    terhadap calon peserta didik sekolah swasta pada masa penerimaan siswa baru, sebagaimana dikeluhkan para pengelola sekolah swasta.
    “Tidak ada bajak-membajak siswa. Tugas gubernur itu menjaga stabilitas pendidikan. Terpenting bagi saya, rakyat saya bisa sekolah dengan baik dan bisa dijamin biayanya oleh pemerintah,” ujarnya.
    Menurut Dedi, sekolah-sekolah swasta yang mampu mengelola pendidikannya dengan baik justru banyak diminati dan jumlah siswanya penuh.
    “Malah lebih penuh (dari sekolah negeri). Lebih dulu daftar ke swasta dibanding ke negeri, padahal mahal-mahal. Ada yang iuran bulanannya Rp 500.000,” kata dia.
    “Artinya, tergantung kualifikasi swastanya,” ucapnya.
    Sebagaimana diketahui,
    Gubernur Jawa Barat
    , Dedi Mulyadi, sebelumnya memutuskan untuk menambah kapasitas rombongan belajar di SMA dan SMK negeri hingga maksimal 50 siswa per kelas.
    Keputusan ini diambil untuk menekan angka anak putus sekolah di wilayah Jawa Barat.
    Namun, kebijakan tersebut mendapat protes dari sejumlah sekolah swasta yang merasa dirugikan karena kehilangan calon siswa pada masa penerimaan peserta didik baru.
    (Penulis Kontributor Cianjur Kompas.com: Firman Taufiqurrahman)
     
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 5
                    
                        Kepsek SMA Pencetak Atlet Voli: Kebijakan Dedi Mulyadi Bikin Kami Terancam Bangkrut!
                        Bandung

    5 Kepsek SMA Pencetak Atlet Voli: Kebijakan Dedi Mulyadi Bikin Kami Terancam Bangkrut! Bandung

    Kepsek SMA Pencetak Atlet Voli: Kebijakan Dedi Mulyadi Bikin Kami Terancam Bangkrut!
    Editor
    KOMPAS.com –
    SMA dan SMK Pasundan 2 Tasikmalaya, Jawa Barat, yang dikenal sebagai sekolah pencetak atlet voli nasional hingga internasional, kini terancam gulung tikar.
    Hal ini buntut dari kebijakan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, yang memberlakukan sistem rombongan belajar (rombel) 50 siswa per kelas di sekolah negeri pada penerimaan peserta didik baru (PPDB) 2025.
    Kepala Sekolah SMA dan SMK Pasundan 2 Tasikmalaya, Darus Darusman, menyebut kebijakan ini sangat berdampak terhadap sekolah swasta, termasuk sekolahnya yang saat ini baru menerima enam calon siswa untuk tahun ajaran baru.
    “Tahun ini adalah tahun terpuruk sekali dan berbahaya bagi sekolah swasta. Seperti kami, meski sudah punya nama dan jaringan banyak di Jabar, tetap saja dengan kebijakan Gubernur Dedi Mulyadi (membuat) terancam gulung tikar, bisa bangkrut. Yang daftar baru enam orang saja,” kata Darus kepada Kompas.com di ruang kerjanya, Kamis (10/7/2025).
    Sekolah ini dikenal sebagai salah satu lembaga pendidikan swasta favorit di Tasikmalaya pada era 1970-an hingga 1990-an.
    Sekolah ini juga tercatat sebagai almamater atlet voli seperti Farhan Halim, Cep Indra, M Fikri Mustofa Kamal, Marjose, dan setter nasional Jasen Natanael.
    Darus menyesalkan keputusan gubernur yang dinilainya tidak mempertimbangkan dampak luas terhadap sekolah swasta dan para guru non-ASN.
    “Saya berharap dengan batasan per siswa di sekolah negeri 36 sampai 40 per kelas seperti dulu sangat baik bisa diberlakukan lagi dan tidak mengganggu sekolah swasta. Kalau masalah diterima di sekolah favorit itu kan hukum alam siswanya, apakah pintar, berprestasi, dan cerdas pasti masuk,” ucapnya.
    “Tapi, sekarang siapa saja bisa masuk, maaf ya. Ini sistem seperti apa ya? Kasihan yang berprestasi harus tes, tetapi zonasi serta afirmasi tidak usah tes langsung masuk ke sekolah favorit. Sekolah swasta terancam bangkrut lagi,” tambahnya.
    Darus juga mengkritik sistem afirmasi dan zonasi dalam PPDB yang dinilainya semakin mematikan daya saing sekolah swasta.
    “Iya, mungkin tujuannya bagus ya, tetapi kan yang membuat keputusan tidak sadar juga sudah membuat bangkrut sekolah-sekolah swasta di Jawa Barat. Kami juga warga Jabar dan kami juga punya keluarga untuk dibiayai,” ujarnya.
    Ia berharap penerimaan siswa di sekolah negeri dikembalikan pada sistem seleksi berdasarkan nilai dan prestasi siswa, bukan hanya berdasarkan domisili dan afirmasi.
    Sementara itu, sekolah swasta seperti Pasundan hanya bisa memperpanjang waktu penerimaan siswa hingga September 2025, sembari berharap ada limpahan dari siswa yang tidak lolos seleksi di sekolah negeri.
    “Kami masih menunggu, biasanya tahun kemarin sampai bulan Juli suka ada sampai yang daftar 20 orang untuk satu kelas saja. Kalau tahun ini, hanya bisa berharap saja karena sangat berat kondisinya dengan peraturan provinsi yang ada sekarang,” kata Darus. 
    Sebelumnya diberitakan, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menyatakan kondisi darurat pendidikan menjadi alasan pemerintah provinsi menambah jumlah siswa per rombongan belajar (rombel) dari 36 menjadi 50.
    Kebijakan ini, sambung Dedi, merupakan bentuk komitmen pemerintah untuk memastikan seluruh warga tetap mendapat pendidikan.
    “Kenapa cara ini dilakukan, karena darurat. Kenapa darurat, karena daripada rakyat tidak sekolah lebih baik sekolah, daripada mereka nongkrong di pinggir jalan kemudian berbuat sesuatu yang tidak sesuai usianya, lebih baik dia sekolah walaupun sederhana, itu prinsip saya,” ujar Dedi dikutip dari
    Tribun Jabar
    , Rabu (9/7/2025).
    Menurut Dedi, pemerintah memiliki kewajiban untuk menyediakan fasilitas bagi rakyatnya yang ingin sekolah, sekalipun dalam kondisi serba terbatas.
    Dalam kebijakannya, maksimal jumlah siswa per rombel kini menjadi 50. Namun, lanjut Dedi, tidak semua kelas harus penuh 50 siswa.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.