Topik: polio

  • Ungkap Fakta Kenaikan PPN 12%, Beras Premium dari Dalam Negeri Dipastikan Tidak Akan Kena – Page 3

    Ungkap Fakta Kenaikan PPN 12%, Beras Premium dari Dalam Negeri Dipastikan Tidak Akan Kena – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Keputusan pemerintah untuk menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% per 1 Januari 2025 mendatang memang menimbulkan pro dan kontra di masyarakat. Meskipun pemerintah menyatakan kenaikan PPN ini hanya untuk barang mewah, namun kabar simpang siur tentang jenis barang mewah apa yang akan mengalami kenaikan PPN menjadi 12% menimbulkan kegelisahan masyarakat. 

    Terlebih adanya kabar yang beredar bahwa kenaikan PPN ini juga akan berlaku untuk beras premium yang biasa dikonsumsi masyarakat. Isu tersebut menimbulkan gelombang keresahan yang semakin besar di kalangan masyarakat. 

    Pemerintah Pastikan Hanya Beras Impor yang Mengalami Kenaikan

    Menanggapi berita yang beredar, pemerintah pun memastikan bahwa jenis beras yang mengalami kenaikan PPN menjadi 12% adalah beras khusus yang diimpor atau bukan yang diproduksi di Indonesia. 

    Hal ini disampaikan langsung oleh Menteri Koordinator (Menko) Bidang Pangan Zulkifli Hasan dalam konferensi pers di Jakarta pada Rabu (18/12/2024) lalu yang memastikan bahwa beras premium dari dalam negeri tidak akan kena PPN 12%. 

    “Presiden jelas keberpihakannya kepada masyarakat bawah dan menengah, maka yang hanya akan dikenakan PPN 12 persen itu hanya untuk barang-barang yang mewah saja termasuk soal beras yang ramai. Jadi beras premium dan medium tidak kena PPN 12 persen,” ujar Zulkifli Hasan.

    Adapun yang dimaksud dari beras khusus di sini adalah beras yang tidak diproduksi di dalam negeri, seperti beras shirataki yang diimpor dari Jepang. 

    “Pendek kata yang pangan tidak ada yang kena PPN 12 persen dan untuk yang (diproduksi) di dalam negeri itu tidak ada yang kena kecuali ada beras khusus yang tidak diproduksi di dalam negeri seperti beras Jepang,” kata Zulkifli.

    Barang Kebutuhan Pokok Masyarakat Diberikan Fasilitas Pembebasan PPN

    Sebelumnya, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) juga sudah mengeluarkan pernyataan tertulis terkait barang dan jasa apa saja yang akan mendapatkan kenaikan PPN menjadi 12%. Dalam keterangan tersebut, barang dan jasa yang menjadi kebutuhan pokok masyarakat tetap diberikan fasilitas pembebasan PPN atau dengan tarif PPN 0%. 

    Barang dan jasa yang dimaksud meliputi beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, garam, daging, telur, susu, buah-buahan, dan sayur-sayuran. Kemudian jasa pelayanan medis, pelayanan sosial, jasa keuangan, asuransi, pendidikan, jasa angkutan umum di darat dan air, jasa tenaga kerja serta persewaan rumah susun dan rumah umum juga lepas dari kenaikan PPN 12%. Kategori lainnya adalah buku, kitab suci, vaksin polio, rumah sederhana, rusunami, listrik dan air minum serta berbagai insentif PPN lainnya yang secara keseluruhan diperkirakan sebesar Rp265,6 triliun untuk tahun 2025.

  • Kapan PPN 12 Persen Berlaku dan Apa yang Kena?

    Kapan PPN 12 Persen Berlaku dan Apa yang Kena?

    Jakarta, CNN Indonesia

    Pemerintah memastikan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen pada tahun depan.

    Kebijakan ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2024 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

    Sesuai uu tersebut, kenaikan berlaku mulai 1 Januari 2025.

    Banyak pihak meminta pemerintah tak melaksanakan kebijakan itu meski sudah diperintahkan uu. Tapi, pemerintah tetap saja bersikukuh melaksanakannya.

    Hal ini disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam Konferensi Pers Paket Stimulus Ekonomi di Gedung Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat, Senin (16/12).

    “Sesuai dengan amanah undang-undang tentang harmoni peraturan perpajakan, ini sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan. Tarif PPN tahun depan akan naik sebesar 12 persen per 1 Januari. Namun, barang-barang yang dibutuhkan oleh masyarakat ini PPN-nya diberikan fasilitas atau 0 persen,” ujar Airlangga.

    Lantas, apa saja barang dan jasa yang dikenai PPN 12 persen?

    Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), tarif PPN 12 persen di 2025 berlaku untuk seluruh barang dan jasa.

    “Kenaikan tarif PPN dari 11 persen menjadi 12 persen berlaku untuk seluruh barang dan jasa yang selama ini dikenakan tarif 11 persen,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Kemenkeu Dwi Astuti dalam rilis resmi, Minggu (21/12).

    Dwi menegaskan hanya ada 3 barang pokok yang tak terdampak kenaikan tarif PPN mulai 1 Januari 2025 yakni minyak goreng curah pemerintah dengan merek Minyakita, tepung terigu, serta gula industri. Ketiganya tetap dengan tarif lama 11 persen.

    “Untuk ketiga jenis barang tersebut, tambahan PPN sebesar 1 persen akan ditanggung oleh pemerintah (DTP). Sehingga penyesuaian tarif PPN ini tidak mempengaruhi harga ketiga barang tersebut,” tegasnya.

    Meski begitu, ada sejumlah kebutuhan pokok lain yang mendapatkan fasilitas bebas PPN. DJP Kementerian Keuangan menyebut barang dan jasa tersebut tidak akan dipungut pajak pertambahan nilai alias tarifnya 0 persen.

    Barang dan jasa yang mendapatkan fasilitas bebas PPN di 2025 terbagi ke dalam tiga kelompok, yakni sebagai berikut:

    1. Kebutuhan pokok

    Ada beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, garam, daging, telur, susu, buah-buahan, dan sayur-sayuran.

    2. Sejumlah jasa

    Jasa pelayanan kesehatan medis, jasa pelayanan sosial, jasa keuangan, jasa asuransi, jasa pendidikan. Kemudian, jasa angkutan umum di darat dan di air, jasa tenaga kerja, serta jasa persewaan rumah susun umum dan rumah umum.

    3. Barang lain

    Ini mencakup buku, kitab suci, vaksin polio, rumah sederhana, rumah susun sederhana milik (rusunami), listrik, dan air minum.

    Pemerintah sebelumnya menyatakan PPN 12 persen hanya berlaku untuk barang dan jasa yang tergolong premium atau mewah. Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan hal ini termasuk sektor pelayanan kesehatan hingga pendidikan di segmen premium.

    “Sesuai dengan masukan dari berbagai pihak, termasuk DPR, agar azas gotong royong di mana PPN 12 persen dikenakan bagi barang yang dikategorikan mewah, maka kita juga akan menyisir untuk kelompok harga untuk barang-barang dan jasa yang merupakan barang jasa kategori premium,” ujar Sri Mulyani dalam Konferensi Pers Paket Stimulus Ekonomi di Gedung Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat, Senin (16/12) lalu.

    (lau/agt)

  • Tarif PPN 12 yang Bakal Berlaku di 2025 Tak Mendadak, 8 Fraksi di DPR Menyetujuinya pada 2021  – Halaman all

    Tarif PPN 12 yang Bakal Berlaku di 2025 Tak Mendadak, 8 Fraksi di DPR Menyetujuinya pada 2021  – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Penerapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen di 2025 dari sebelumnya 11 persen, sudah terencana sejak lama.

    PPN 12 persen pada tahun depan merupakan implementasi dari dari Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

    Melalui UU HPP, pemerintah menaikkan tarif PPN dari 10 persen menjadi 11 persen. 

    Tarif pajak 11 persen ini mulai berlaku pada 1 April tahun 2022. 

    Kemudian, pemerintah akan menaikkan kembali tarif PPN sebesar 12 persen pada tahun 2025. 

    Diketahui, UU HPP disahkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) saat Sidang Paripurna pada Kamis (7/10/2024).

    “Kepada seluruh anggota dewan, apakah RUU tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan dapat disetujui dan disahkan menjadi UU?,” tanya Pimpinan Sidang dan Wakil Ketua DPR RI Muhaimin Iskandar dalam Sidang Paripurna, disambut ucapan setuju para anggota DPR, pada saat itu.

    Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Dolfie pada saat itu menuturkan, pembahasan RUU tentang HPP didasarkan pada surat presiden serta surat keputusan pimpinan DPR RI tanggal 22 Juni 2021 yang memutuskan bahwa pembahasan RUU KUP dilakukan oleh komisi XI bersama pemerintah. 

    “Dalam raker komisi XI, terdapat 8 fraksi menerima hasil kerja Panja dan menyetujui agar RUU HPP segera disampaikan kpd pimpinan DPR RI. Sedangkan satu fraksi menolak RUU,” sebut Dolfie. 

    Fraksi yang menyetujui adalah PDIP, Golkar, Gerindra, Nasdem, PKB, Partai Demokrat, PAN, dan PPP. Sedangkan satu fraksi yang menolak adalah PKS. 

    Dalam paparan Dolfie, PKS menolak RUU HPP karena tidak sepakat rencana kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen. 

    Menurutnya, kenaikan tarif akan kontra produktif dengan proses pemulihan ekonomi nasional. 

    “Sementara fraksi PDIP menyetujui karena RUU memperhatikan aspirasi pelaku UMKM dengan tetap berkomitmen bahwa bahan pokok yang dibutuhkan masyarakat, jasa pendidikan, jasa kesehatan, transportasi darat, keuangan, dibebaskan dari pengenaan PPN,” ucap Dolfie. 

    Barang Jasa dan Jasa Kena PPN 12 Persen

    Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyebut kenaikan tarif PPN 12 persen berlaku untuk seluruh barang dan jasa yang selama ini dikenai tarif 11 persen.

    Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Kemenkeu Dwi Astuti menyebut ada tiga barang dikecualikan, yaitu yang merupakan kebutuhan masyarakat banyak.

    Tiga barang yang dikecualikan itu adalah minyak goreng curah merek Minyakita, tepung terigu, dan gula industri.

    Tambahan PPN sebesar 1 persen untuk ketiga jenis barang tersebut akan Ditanggung Oleh Pemerintah (DTP).

    “Sehingga, penyesuaian tarif PPN ini tidak mempengaruhi harga ketiga barang tersebut,” kata Dwi dikutip dari keterangan tertulis pada Minggu (22/12/2024).

    Lalu, ia menyebut barang dan jasa yang merupakan kebutuhan pokok masyarakat tetap diberikan fasilitas pembebasan PPN atau PPN dengan tarif 0 persen.

    Barang kebutuhan pokok itu ialah beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, garam, daging, telur, susu, buah-buahan, dan sayur-sayuran.

    Jasa-jasa di antaranya jasa pelayanan kesehatan medis, jasa pelayanan sosial, jasa keuangan, jasa asuransi, jasa pendidikan, jasa angkutan umum di darat dan di air, jasa tenaga kerja serta jasa persewaan rumah susun umum dan rumah
    umum.

    “Barang lainnya misalnya buku, kitab suci, vaksin polio, rumah sederhana, rusunami, listrik, dan air minum,” ujar Dwi.

    Sebagaimana diketahui, kenaikan PPN ini sejalan dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

    Berdasarkan Pasal 7 ayat (1) UU HPP, tarif PPN yang sebelumnya sebesar 10 persen diubah menjadi 11 persen pada 1 April 2022.

    Lalu, PPN akan kembali dinaikkan menjadi sebesar 12 persen paling lambat pada 1 Januari 2025.

    Meski demikian, pemerintah sebenarnya masih bisa menunda kenaikan tarif PPN 12 persen itu dengan pertimbangan tertentu.

    Merujuk Pasal 7 ayat (3), tarif PPN dapat diubah menjadi paling rendah 5 persen dan paling tinggi sebesar 15 persen. 

  • Beras Impor Bakal Kena PPN 12 Persen, Khusus Restoran dan Hotel – Halaman all

    Beras Impor Bakal Kena PPN 12 Persen, Khusus Restoran dan Hotel – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Pemerintah melalui Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan (Zulhas), mengatakan akan menaikkan pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen bagi bahan pangan, beras.

    Zulhas menggarisbawahi, PPN 12 persen hanya diperuntukkan untuk beras impor.

    Misalnya, beras yang diimpor dari Jepang, Beras Shirataki.

    Itupun, kata Zulhas, hanya untuk kebutuhan hotel ataupun restoran.

    Sementara, beras-beras lokal produksi dalam negeri, baik itu premium ataupun medium, tidak dinaikkan pajaknya.

    Kenaikan PPN ini akan berlaku mulai 1 Januari 2025, mendatang.

    “Nah yang kena itu, yang suka makan di (restoran) Jepang, mana? Misalnya beras apa namanya? Shirataki, ya seperti itu, karena kalau (beras) premium-medium yang di pasar tidak kena.”

    “Kecuali ada beras tadi itu, secara khusus seperti beras Jepang, lain-lain (akan naik),” kata Zulhas setelah rapat koordinasi terbatas di kantor Kemenko Pangan, Graha Mandiri, Jakarta Pusat, Senin (23/12/2024).

    Hal serupa juga disampaikan Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), Arief Prasetyo Adi.

    Ia juga menegaskan kenaikan PPN menjadi 12 persen hanya akan berlaku bagi hotel dan restoran yang menggunakan beras impor.

    “Jadi (yang terdampak PPN 12 persen) beras khusus yang diimpor. Iya, (untuk) hotel, restoran.”

    “Jadi maksudnya begitu,” ujar Arief dalam kesempatan yang sama.

    Hal ini, kata Arief, dilakukan tak lain untuk meningkatkan produksi dan konsumsi dalam negeri.

    “Yang (beras) produksi dalam negeri, jangan (dinaikan PPN-nya), karena kita kan lagi dorong produksi di dalam negeri,” jelas Arief.

    Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, lebih dulu menyatakan pemerintah telah membebaskan PPN atau 0 persen terhadap kebutuhan pokok lain seperti beras, daging, ikan, telur, sayur, hingga susu.

    Lalu juga kebutuhan lainnya seperti gula konsumsi, jasa pendidikan, kesehatan, angkutan umum, tenaga kerja jasa keuangan, jasa asuransi, vaksin polio, dan pemakaian air.

    “(Komoditas) itu seluruhnya bebas PPN. Jadi, nanti ada yang kita berikan fasilitas, yaitu untuk barang-barang tertentu,” jelas Airlangga dalam Konferensi Pers Paket Kebijakan Ekonomi Untuk Kesejahteraan di Kemenko Perekonomian, Senin (16/12/2024).

    Selanjutnya, Airlangga menyebut ada tiga komoditas penting meliputi Minyakita, gula, dan tepung terigu yang tarifnya tetap 11 persen di tahun depan. 

    Tiga komoditas itu, lanjut Airlangga, nantinya akan ditanggung pemerintah melalui kebijakan insentif pajak ditanggung pemerintah (DTP).

    Hal ini dilakukan untuk menjaga daya beli masyarakat.

    “Dengan penerapan PPN 12 persen tersebut, pemerintah memberikan stimulus ataupun paket kebijakan ekonomi bagi rumah tangga berpendapatan rendah, itu PPN ditanggung pemerintah 1 persen,” jelas Airlangga 

    Adapun pengumuman resmi akan secara resmi disampaikan pemerintah dalam waktu dekat.

    (Tribunnews.com/Galuh Widya Wardani/Nitis Hawaroh)(Kompas.com)

  • Ditjen Pajak: PPN 12% Bukan Hanya untuk Barang Mewah

    Ditjen Pajak: PPN 12% Bukan Hanya untuk Barang Mewah

    Bisnis.com, JAKARTA — Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyebut tidak seluruh jenis barang akan terkena kenaikan tarif PPN menjadi 12% mulai 1 Januari 2025. Namun, bukan berarti hanya barang mewah yang terkena PPN 12%.

    Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Dwi Astuti memaparkan bahwa kenaikan tarif PPN dari 11% menjadi 12% berlaku untuk seluruh barang dan jasa yang selama ini dikenai tarif 11%, kecuali beberapa jenis barang yang merupakan kebutuhan masyarakat banyak.

    Artinya, bukan hanya barang mewah yang terkena PPN 12%.

    Dia mengatakan, beberapa jenis barang yang mendapat pengecualian kenaikan PPN yaitu minyak goreng curah Kita, tepung terigu dan gula industri. 

    “Untuk ketiga jenis barang tersebut, tambahan PPN sebesar 1% akan ditanggung oleh pemerintah [DTP], sehingga penyesuaian tarif PPN ini tidak mempengaruhi harga ketiga barang tersebut,” jelasnya dalam keterangan resmi, dikutip pada Minggu (22/12/2024).

    Sementara itu, barang dan jasa yang merupakan kebutuhan pokok masyarakat, tetap diberikan fasilitas pembebasan PPN atau PPN dengan tarif 0%. Barang dan jasa tersebut sepertia brang kebutuhan pokok yaitu beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, garam, daging, telur, susu, buah-buahan, dan sayur-sayuran.

    Selain itu, jasa-jasa di antaranya jasa pelayanan kesehatan medis, jasa pelayanan sosial, jasa keuangan, jasa asuransi, jasa pendidikan, jasa angkutan umum di darat dan di air, jasa tenaga kerja serta jasa persewaan rumah susun umum dan rumah umum juga mendapat pembebasan PPN 0%.

    Kemudian, barang lainnya seperti buku, kitab suci, vaksin polio, rumah sederhana,  rusunami, listrik, dan air minum juga diberikan fasilitas PPN 0%. Pemerintah juga akan memberikan insentif PPN lainnya yang secara keseluruhan diperkirakan sebesar Rp265,6 triliun untuk tahun 2025.

    Dia melanjutkan, bahwa kenaikan tarif PPN tersebut telah dilaksanakan secara bertahap sejak 2022 lalu. Ketentuan tersebut merupakan amanat dari Undang-Undang Nomor 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). kenaikan tarif dilakukan secara bertahap, dari 10% menjadi 11% mulai 1 April 2022 dan kemudian dari 11% menjadi 12% pada 1 Januari 2025. 

    “Kenaikan tarif PPN dari 11% menjadi 12% tidak berdampak signifikan terhadap harga barang dan jasa,” ungkapnya.

  • Menaker Yassierli Soal PPN 12 Persen: Kenaikan Bersifat Selektif, yang Mampu akan Bayar Lebih – Halaman all

    Menaker Yassierli Soal PPN 12 Persen: Kenaikan Bersifat Selektif, yang Mampu akan Bayar Lebih – Halaman all

     

    Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli mengatakan bahwa kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 1 Januari 2025 bersifat selektif.

    “Kenaikan PPN dari 11 persen menjadi 12 persen adalah amanat UU yang mengusung prinsip keadilan. Kenaikan bersifat selektif,” katanya dikutip dari keterangan tertulis pada Minggu (22/12/2024).

    “Mereka yang mampu akan membayar pajak lebih banyak, sementara masyarakat yang tidak mampu akan mendapatkan perlindungan penuh dari negara,” ujar Yassierli.

    Ia turut memastikan bahwa kebijakan kenaikan PPN tidak akan mengabaikan pelindungan pekerja/buruh.

    Terutama mereka yang berada di sektor padat karya maupun yang terdampak pemutusan hubungan kerja (PHK).

    Pemerintah disebut telah menyiapkan berbagai program sebagai bentuk mitigasi untuk mendukung kesejahteraan pekerja/buruh di tengah implementasi kebijakan ini.

    Untuk pekerja di sektor padat karya, ia menyampaikan bahwa pemerintah memberikan insentif berupa Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 Ditanggung Pemerintah (DTP) bagi pekerja dengan penghasilan hingga Rp 10 juta per bulan.

    Selain itu, iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) yang ditanggung BPJS Ketenagakerjaan juga didiskon 50 persen selama enam bulan.

    Selanjutnya, bagi pekerja yang terkena PHK, ia mengatakan pemerintah menawarkan dukungan melalui program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).

    Program ini meliputi manfaat tunai sebesar 60 persen flat dari upah selama lima bulan, pelatihan senilai Rp 2,4 juta, serta kemudahan akses ke Program Prakerja.

    “Kami ingin memastikan bahwa para pekerja yang kehilangan pekerjaan tetap memiliki daya beli dan kesempatan untuk meningkatkan keterampilan mereka,” ucap Yassierli.

    Menurut dia, kebijakan ini merupakan bagian dari strategi pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di tengah tantangan ekonomi global.

    Dengan langkah-langkah ini, Yassierli meyebut pemerintah berupaya menjaga keseimbangan antara pengumpulan penerimaan negara dan pelindungan sosial.

    Sehingga, dampak kebijakan ekonomi dapat dirasakan secara adil oleh seluruh lapisan masyarakat.

    “Jadi kami ingin memastikan bahwa pemerintah tidak hanya fokus pada penerimaan negara melalui pajak, tetapi juga memastikan setiap kebijakan yang diambil tetap berpihak kepada pekerja dan buruh,” pungkasnya.

    Sebagaimana diketahui, kenaikan PPN menjadi 12 persen ini merupakan amanat dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2024 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

    Pemerintah menyatakan bahwa tarif PPN 12 persen tidak berlaku untuk barang-barang yang dibutuhkan oleh masyarakat atau bahan kebutuhan pokok penting.

    Di antaranya seperti beras, daging, ikan, telur, sayur, susu, gula konsumsi, jasa pendidikan, kesehatan, angkutan umum, tenaga kerja, jasa keuangan, jasa asuransi, vaksin polio, hingga pemakaian air.

    “Barang-barang yang dibutuhkan oleh masyarakat ini PPN-nya diberikan fasilitas atau 0 persen. Seluruhnya bebas PPN. Jadi, nanti ada yang kita berikan fasilitas, yaitu untuk barang-barang tertentu,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Senin (16/12/2024).

    Selain itu, ia menyebut ada tiga komoditas penting yang tarifnya tetap 11 persen di tahun depan, yakni Minyakita, gula, dan tepung terigu.

    Airlangga bilang, tiga komoditas itu nantinya akan ditanggung pemerintah melalui kebijakan insentif pajak ditanggung pemerintah (DTP). Hal ini dilakukan untuk menjaga daya beli masyarakat.

    “Dengan penerapan PPN 12 persen tersebut, pemerintah memberikan stimulus ataupun paket kebijakan ekonomi bagi rumah tangga berpendapatan rendah, itu PPN ditanggung pemerintah 1 persen,” ujar Airlangga. 

     

  • Daftar Barang yang Bebas PPN pada 2025

    Daftar Barang yang Bebas PPN pada 2025

    Bisnis.com, JAKARTA — Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan mengungkap terdapat sejumlah barang dan jasa yang diberikan fasilitas pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) alias PPN dengan tarif 0% pada awal Januari 2025.

    Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Dwi Astuti menjelaskan bahwa pembebasan PPN atau PPN dengan tarif 0% itu diperuntukkan untuk barang dan jasa yang merupakan kebutuhan pokok masyarakat.

    Dwi menyampaikan bahwa barang dan jasa yang terkena bebas PPN di antaranya merupakan barang kebutuhan pokok. Rinciannya, seperti beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, garam, daging, telur, susu, buah-buahan, dan sayur-sayuran.

    Sementara itu, untuk jasa dengan tarif PPN 0% adalah jasa pelayanan kesehatan medis, jasa pelayanan sosial, dan jasa keuangan.

    Kemudian, juga termasuk jasa asuransi, jasa pendidikan, jasa angkutan umum di darat dan di air, jasa tenaga kerja, serta jasa persewaan rumah susun umum dan rumah umum.

    “Barang lainnya [yang dibebaskan PPN] misalnya buku, kitab suci, vaksin polio, rumah sederhana, rusunami [rumah susun sederhana milik], listrik, dan air minum dan berbagai insentif PPN lainnya yang secara keseluruhan diperkirakan sebesar Rp265,6 triliun untuk 2025,” jelas Dwi dalam keterangan tertulis, Sabtu (21/12/2024).

    Di sisi lain, Dwi menjelaskan bahwa kenaikan tarif PPN dari 11% menjadi 12% pada awal 2025 berlaku untuk seluruh barang dan jasa yang selama ini dikenai tarif 11%. Kecuali, beberapa jenis barang yang merupakan kebutuhan masyarakat banyak, yaitu minyak goreng curah Minyakita, tepung terigu, dan gula industri.

    Adapun untuk ketiga jenis barang tersebut, tambahan PPN sebesar 1% akan ditanggung oleh pemerintah (DTP). “Sehingga penyesuaian tarif PPN ini tidak mempengaruhi harga ketiga barang tersebut,” tutupnya.

    Terkait minyak goreng Minyakita, Kementerian Perdagangan (Kemendag) sebelumnya memastikan minyak goreng rakyat alias Minyakita tidak terkena kenaikan pajak pertambahan nilai atau PPN 12% pada 2025.

    Kepala Badan Kebijakan Perdagangan Kemendag Fajarini Puntodewi mengatakan bahwa PPN untuk Minyakita tidak mengalami perubahan, atau masih dipatok 11% pada tahun depan. Begitu pula dengan pengenaan PPN untuk tepung terigu.

    Dewi menjelaskan hal ini dilakukan untuk menjaga kestabilan dan ketersediaan bahan pokok, sehingga bahan pokok yang sebelumnya tidak terkena PPN, ke depan juga tidak terkena PPN.

    “Bahan pokok yang sebelumnya terkena PPN seperti minyak goreng Minyakita dan tepung terigu, ke depan tidak akan terkena kenaikan PPN. Kedua komoditi ini dikenakan PPN seperti saat ini sebesar 11%,” kata Dewi kepada Bisnis, Kamis (19/12/2024).

    Dewi menjelaskan bahwa pengaturan lebih lanjut masih dalam proses. “Tentunya memperhatikan asas kehati-hatian dan kepentingan yang lebih luas agar tepat sasaran dan manfaat,” tandasnya.

  • Jelang PPN 12% Berlaku, DJP Belum Rilis Daftar Barang Mewah Kena Pajak

    Jelang PPN 12% Berlaku, DJP Belum Rilis Daftar Barang Mewah Kena Pajak

    Jakarta, CNBC Indonesia – Pemerintah mewacanakan mengeluarkan sejumlah barang kebutuhan pokok hingga jasa kesehatan dan pendidikan yang tergolong premium dari daftar barang dan jasa yang dibebaskan dari pemungutan pajak pertambahan nilai (PPN).

    Barang kebutuhan pokok, jasa pendidikan, dan jasa kesehatan premium itu rencananya akan tetap dikenakan tarif PPN 12% per 1 Januari 2025, sesuai amanat Undang-Undang tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Sebelumnya saat tarif PPN masih 11% seperti sampai saat ini, tak dikenal istilah premium tersebut.

    Meski demikian, pemerintah hingga kini belum mampu mengeluarkan daftar barang mewah yang akan menjadi objek pajak yang dipungut PPN tersebut. Padahal, 1 Januari 2025 tinggal 10 hari lagi jika dihitung dari Sabtu (21/12/2024).

    Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mengungkapkan hingga kini pemerintah masih membahas kriteria atau batasan barang maupun jasa yang patut disebut premium atau barang mewah yang dikonsumsi kelompok masyarakat sangat mampu.

    “Kementerian Keuangan akan membahas kriteria atau batasan barang/jasa tersebut secara hati-hati dengan pihak-pihak terkait agar pengenaan PPN atas barang/jasa tertentu dengan batasan di atas harga tertentu dapat dilakukan secara tepat sasaran, yaitu hanya dikenakan terhadap kelompok masyarakat sangat mampu,” dikutip dari keterangan tertulis Ditjen Pajak Nomor KT-03/2024, dikutip Sabtu (21/12/2024).

    Karena daftar barang mewah kena PPN 12% itu hingga kini pun belum ada Ditjen Pajak menegaskan, seluruh barang kebutuhan pokok dan jasa kesehatan atau pendidikan akan tetap bebas PPN pada 1 Januari 2025 sampai diterbitkannya peraturan terkait.

    Sebagaimana diketahui, saat tarif PPN naik dari 10% menjadi 11% pada April 2022, pemerintah mengecualikan sejumlah barang dan jasa yang tidak akan dipungut PPN atau PPN dengan tarif 0%.

    Dengan demikian daftar barang dan jasa tersebut masih berlaku ketika tarif PPN menjadi 12% 1 Januari 2025, jika pemerintah tidak menerbitkan aturan baru.

    Barang dan jasa tersebut seperti:

    1) Barang kebutuhan pokok yaitu beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, garam, daging, telur, susu, buah-buahan, dan sayur-sayuran

    2) Jasa-jasa di antaranya jasa pelayanan kesehatan medis, jasa pelayanan sosial, jasa keuangan, jasa asuransi, jasa pendidikan, jasa angkutan umum di darat dan di air, jasa tenaga kerja serta jasa persewaan rumah susun umum dan rumah umum

    3) Barang lainnya misalnya buku, kitab suci, vaksin polio, rumah sederhana, rusunami, listrik, dan air minum dan berbagai insentif PPN lainnya yang secara keseluruhan diperkirakan sebesar Rp 265,6 triliun untuk tahun 2025.

    Dengan begitu, pada prinsipnya kenaikan tarif PPN dari 11% menjadi 12% berlaku untuk seluruh barang dan jasa yang selama ini dikenai tarif 11%, kecuali beberapa jenis barang yang merupakan kebutuhan masyarakat banyak, yaitu minyak goreng curah “Kita”, tepung terigu dan gula industri. Untuk ketiga jenis barang tersebut, tambahan PPN sebesar 1% akan ditanggung oleh pemerintah (DTP), sehingga penyesuaian tarif PPN ini tidak mempengaruhi harga ketiga barang tersebut.

    Dengan adanya kenaikan tarif PPN dari 11% menjadi 12%, Ditjen Pajak percaya diri bisa mendapatkan tambahan penerimaan pajak senilai Rp 75,29 triliun pada 2025, dengan asumsi menggunakan baseline penerimaan PPN tahun 2023 dan potensi penerimaan PPN (PPN DN dan PPN Impor) saat tarif disesuaikan.

    (mkh/mkh)

  • Penjelasan DJP Terkait Penyesuaian Tarif PPN 1%, Tiga Jenis Barang ini Terbebas dari PPN

    Penjelasan DJP Terkait Penyesuaian Tarif PPN 1%, Tiga Jenis Barang ini Terbebas dari PPN

    JABAR EKSPRES – Direktorat Jendral Pajak (DJP) merilis keterangan tertulisnya yang terkait dengan Penyesuaian Tarif PPN 1% pada 21 Desember 2024.

    Dalam keterangan tertulis tersebut memuat banyak sekali informasi terkait pajak, khususnya pajak barang dan jasa.

    Berikut penjelasan lengkap dalam tulisan tersebut :

    Sehubungan dengan banyaknya pertanyaan terkait dengan implementasi penyesuaian tarif PPN 1% dari 11% menjadi 12%, dengan ini disampaikan hal sebagai berikut:

    1. Kenaikan tarif PPN dari 11% menjadi 12% merupakan amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.

    Sesuai kesepakatan Pemerintah dengan DPR, kenaikan tarif dilakukan secara bertahap, dari 10% menjadi 11% mulai 1 April 2022 dan kemudian dari 11% menjadi 12% pada 1 Januari 2025. Kenaikan secara bertahap ini dimaksudkan agar tidak memberi dampak yang signifikan terhadap daya beli masyarakat, inflasi, dan pertumbuhan ekonomi.

    Baca juga : Libur Nataru, Ada Mudik Gratis Kapal Laut dari DJPL Kemenhub! Sudah Daftar?

    2. Barang dan jasa yang merupakan kebutuhan pokok masyarakat, tetap diberikan fasilitas pembebasan PPN atau PPN dengan tarif 0%. Barang dan jasa tersebut seperti:

    1) Barang kebutuhan pokok yaitu beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, garam, daging, telur, susu, buah-buahan, dan sayur-sayuran

    2) Jasa-jasa di antaranya jasa pelayanan kesehatan medis, jasa pelayanan sosial, jasa keuangan, jasa asuransi, jasa pendidikan, jasa angkutan umum di darat dan di air, jasa tenaga kerja serta jasa persewaan rumah susun umum dan rumah umum

    3) Barang lainnya misalnya buku, kitab suci, vaksin polio, rumah sederhana, rusunami, listrik, dan air minum
    dan berbagai insentif PPN lainnya yang secara keseluruhan diperkirakan sebesar Rp265,6 triliun untuk tahun 2025.

    3. Kenaikan tarif PPN dari 11% menjadi 12% berlaku untuk seluruh barang dan jasa yang selama ini dikenai tarif 11%, kecuali beberapa jenis barang yang merupakan kebutuhan masyarakat banyak, yaitu minyak goreng curah “Kita”, tepung terigu dan gula industri. Untuk ketiga jenis barang tersebut, tambahan PPN sebesar 1% akan ditanggung oleh pemerintah (DTP), sehingga penyesuaian tarif PPN ini tidak mempengaruhi harga ketiga barang tersebut.

    4. Kenaikan tarif PPN dari 11% menjadi 12% tidak berdampak signifikan terhadap harga barang dan jasa.

    Sebagai contoh dapat dilihat pada ilustrasi di bawah ini:

  • PPN 12 Persen Berlaku, Beli Barang Rp5 Juta Bayar Rp5,6 Juta

    PPN 12 Persen Berlaku, Beli Barang Rp5 Juta Bayar Rp5,6 Juta

    Jakarta, CNN Indonesia

    Kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen mulai diberlakukan 1 Januari 2025 mendatang. Dengan kenaikan ini, masyarakat akan merogoh kocek lebih dalam untuk membeli baik barang dan jasa, selain sembako dan beberapa barang yang diklasifikasikan tidak terkena pajak. 

    Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan pun membuat simulasi perhitungan pengenaan tarif PPN 12 persen.

    Adapun rumus untuk menghitung PPN adalah Dasar Pengenaan Pajak (DPP) dikali tarif PPN, dengan DPP adalah harga barang atau jasa yang diserahkan penjual kepada konsumen.

    Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti mengilustrasikan jika seseorang ingin membeli barang seharga Rp5 juta dan tarif PPN yang berlaku sebesar 11 persen, maka PPN yang harus dibayar adalah Rp550 ribu, sehingga total harga menjadi Rp5,550 juta.

    Bila PPN naik menjadi 12 persen, maka PPN yang perlu dibayar untuk harga barang Rp5 juta adalah sebesar Rp600 ribu, sehingga total harga yang dibayar menjadi Rp5,6 juta.

    “Jadi kenaikan PPN 11 persen menjadi 12 persen hanya menyebabkan tambahan harga sebesar 0,9 persen bagi konsumen,” jelas Dwi dalam keterangan resmi, Sabtu (21/12).

    Dwi pun menegaskan tarif PPN 12 persen di 2025 berlaku untuk seluruh barang dan jasa yang sebelumnya sudah terkena tarif.

    “Kenaikan tarif PPN dari 11 persen menjadi 12 persen berlaku untuk seluruh barang dan jasa yang selama ini dikenakan tarif 11 persen,” katanya.

    Sebelumnya pemerintah pada awal pekan telah resmi menaikkan PPN menjadi 12 persen per 1 Januari 2025. 

    Meski demikian, ada sejumlah kebutuhan pokok lain yang mendapatkan fasilitas bebas PPN. DJP Kementerian Keuangan menyebut barang dan jasa tersebut tidak akan dipungut pajak pertambahan nilai alias tarifnya 0 persen. Barang dan jasa tersebut adalah:

    1. Kebutuhan pokok

    Ada beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, garam, daging, telur, susu, buah-buahan, dan sayur-sayuran.

    2. Sejumlah jasa

    Jasa pelayanan kesehatan medis, jasa pelayanan sosial, jasa keuangan, jasa asuransi, jasa pendidikan. Kemudian, jasa angkutan umum di darat dan di air, jasa tenaga kerja, serta jasa persewaan rumah susun umum dan rumah umum.

    3. Barang lain

    Ini mencakup buku, kitab suci, vaksin polio, rumah sederhana, rumah susun sederhana milik (rusunami), listrik, dan air minum.

    (del/vws)

    [Gambas:Video CNN]