Topik: polio

  • Menyoal Dampak yang Bisa Dihadapi RI saat USAID Resmi Ditutup

    Menyoal Dampak yang Bisa Dihadapi RI saat USAID Resmi Ditutup

    Jakarta

    Badan untuk Pembangunan Internasional Amerika Serikat atau United States Agency for International Development (USAID) bakal ditutup. Pernyataan ini semula diumumkan Kepala Department of Government Efficiency (DOGE) AS Elon Musk di X Spaces, Senin (3/2).

    “Terkait dengan USAID, saya sudah berbicara dengan (Presiden AS Donald Trump) secara mendetail dan dia setuju kita harus menutupnya,” kata Musk.

    ‘Lampu hijau’ dari Trump disebutnya bisa memangkas anggaran pemerintah. Bantuan yang selama ini digelontorkan kepada lebih dari 100 negara, termasuk negara miskin, disebut akan dialihkan kepada bantuan kemanusiaan yang sesuai dengan kebijakan Make America Great Again (MAGA).

    Seperti diberitakan sebelumnya, Musk menyebut USAID sebagai ‘sarang ular berbisa kaum Marxis kiri radikal’ yang membenci AS. Ia bahkan kerap menuding USAID menjadi ‘tangan panjang’ CIA yang juga mendanai penelitian senjata biologis, termasuk awal mula munculnya COVID-19.

    USAID rencananya akan digabung di bawah kepemimpinan Departemen Luar Negeri AS. Belum lama ini, Menlu AS Marco Rubio bahkan menyatakan dirinya sudah menempati posisi Direktur Badan Pembangunan Internasional AS (USAID) setelah Elon Musk mengklaim bahwa Donald Trump telah setuju untuk menutup USAID.

    Langkah ini tentu menuai protes sejumlah pihak, utamanya para pegawai lembaga USAID. Sebab, berdirinya USAID selama ini disebut independen dan pengambilalihan Trump dinilai menyalahi regulasi.

    Bagaimana Pengaruh ke RI Bila USAID Benar Ditutup?

    USAID sudah dibentuk sejak 1961 di bawah kepemimpinan John F. Kennedy. Sejak berdiri, USAID membantu mengelola program bantuan kemanusiaan AS, dalam aspek kesehatan, ekonomi, hingga masalah iklim atau lingkungan.

    Vaksinasi Polio

    Sejak 2023, USAID juga memberikan bantuan dana lebih dari 3,2 juta dolar AS atau sekitar Rp 48,4 miliar untuk mendukung penanganan wabah polio di Indonesia dan dua putaran imunisasi nasional.

    USAID bekerja sama dengan WHO telah membantu pemerintah mendistribusikan 31 juta dosis vaksin polio nOPV2 ke jutaan anak di Aceh hingga Papua. Terlebih, pasca polio kembali ditemukan pada 2022, saat Indonesia melaporkan tiga kasus polio di Pidie, Aceh.

    Stunting di Papua

    Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) bersama PT Freeport Indonesia (PTFI), United States Agency for International Development (USAID) meluncurkan program Partnership to Accelerate Stunting Reduction in Indonesia (PASTI)-Papua, Jumat (13/9).

    Program ini bertujuan untuk mempercepat penurunan stunting dan peningkatan status gizi anak di tiga kabupaten, yakni Kabupaten Mimika dan Kabupaten Nabire (Papua Tengah) serta Kabupaten Asmat (Papua Selatan).

    Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan Maria Endang Sumiwi kala itu menekankan kerja sama ini sejalan dengan tujuan pembangunan nasional yaitu untuk mewujudkan Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia yang berkualitas dan berdaya saing, dengan mengalokasikan dana sebesar USD 4 juta.

    Mengingat, menurut data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023, Papua Tengah memiliki angka prevalensi stunting sebesar 39,4 persen dengan jumlah kasus stunting sebanyak 46.128 kasus. Sementara angka prevalensi stunting di Papua Selatan mencapai 25 persen, dengan jumlah kasus stunting sebanyak 33.304 kasus.

    Penanganan HIV-AIDS dan Sanitasi Air Minum

    Pada 2023, AS, menggelontorkan USD 72 miliar ke berbagai belahan dunia guna mendanai berbagai program, mulai dari kesehatan perempuan, akses terhadap air bersih penanganan HIV-AIDS, keamanan energi, hingga persoalan antikorupsi.

    USAID juga mendukung pemerintah untuk mencapai target akses air minum aman hingga 45 persen pada 2030 mendatang.

    Program USAID untuk air minum dan sanitasi berketahanan iklim (IUWASH Tangguh) bertujuan untuk memperkuat akses air minum yang dikelola dengan aman. Salah satunya melalui dukungan pada Kementerian Pekerjaan Umum dalam uji coba Zona Air Minum Prima (ZAMP) di Pematangsiantar, Sumatera Utara.

    Pada tanggal 10 Desember 2024, sistem ZAMP di Perumahan Meranti Permai, Pematangsiantar secara resmi diluncurkan oleh Walikota Pematangsiantar. Sistem ZAMP menyediakan akses air berkualitas tinggi selama 24 jam setiap hari, untuk 213 rumah tangga di Perumahan Meranti Permai.

    ZAMP dirancang untuk menyediakan air siap minum yang memenuhi standar kualitas yang disyaratkan oleh Kementerian Kesehatan.

    Tiga Jenis Bantuan yang Dibatalkan

    Dalam pengumuman resmi mereka di laman Instagram USAID, sedikitnya tiga permohonan jenis bantuan yang semula sudah disepakati, dibatalkan. Bantuan-bantuan tersebut meliputi:

    Solicitation No. 72049725R00001 Resident Hire USPSC Infectious Disease Advisor, GS-13Solicitation No. 72049725R10002 USAID CCNPSC Project Management Specialist (Tuberculosis) FSN-10,Solicitation No. 72049725R10004 USAID CCNPSC Project Management Specialist (Urban Resilience Lead), FSN-11.

    (naf/naf)

  • Trump tutup USAID, Airlangga sebut tidak ada proyek yang relatif besar

    Trump tutup USAID, Airlangga sebut tidak ada proyek yang relatif besar

    Kalau proyek USAID saya tidak monitor, tapi kalau kita lihat sebetulnya tidak ada proyek USAID yang relatif besar.

    Jakarta (ANTARA) – Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan, sejauh ini tidak ada proyek Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (AS) atau United States Agency for International Development (USAID) di Indonesia yang relatif besar.

    Hal itu sebagai respons atas keputusan Presiden AS Donald Trump yang resmi menutup USAID.

    “Kalau proyek USAID saya tidak monitor, tapi kalau kita lihat sebetulnya tidak ada proyek USAID yang relatif besar,” ujar Airlangga dalam konferensi pers, di Kantor Kemenko Perekonomian, di Jakarta, Rabu.

    Sebagaimana diketahui, Kantor Pusat USAID di Washington, Senin (3/2), resmi ditutup setelah Kepala Departemen Efisiensi Pemerintah (DOGE) Elon Musk mengatakan Presiden Donald Trump telah memberi lampu hijau penutupan badan tersebut.

    Penutupan itu berimbas pada proyek yang didanai USAID di beberapa negara, termasuk Indonesia.

    Di Indonesia, USAID telah menyalurkan sekitar 153 juta dolar AS pada 2023 untuk berbagai proyek. Proyek-proyek tersebut mencakup dukungan untuk antikorupsi, perubahan iklim, pendidikan hingga kesehatan.

    Salah satu proyek bantuan USAID, yakni bantuan dana senilai 882.750 dolar AS (sekitar Rp13,35 miliar) kepada Badan Kesehatan Dunia (WHO) untuk mendanai kegiatan vaksinasi polio di Indonesia.

    Sejak 2023, USAID telah memberikan bantuan dana lebih dari 3,2 juta dolar AS (sekitar Rp48,4 miliar) untuk mendukung penanganan wabah polio di Indonesia dan dua putaran imunisasi nasional.

    Namun, sebagaimana mengutip situs web https://www.usaid.gov/, per 7 Februari 2025 pukul 23.59 seluruh pegawai langsung USAID akan ditempatkan dalam cuti administratif secara global, kecuali mereka yang menjalankan fungsi kritis.

    Pewarta: Bayu Saputra
    Editor: Budisantoso Budiman
    Copyright © ANTARA 2025

  • Bill Gates dan Citra Seorang ‘Miliarder Baik’

    Bill Gates dan Citra Seorang ‘Miliarder Baik’

    Washington DC

    Kisah asal-usul Microsoft dan pendirinya, Bill Gates, telah diceritakan berulang kali sejak dia pertama kali muncul di mata publik pada tahun 1980an. Lahir pada tahun 1955 dari keluarga kaya, Gates memprogram gim video pertamanya pada usia 13 tahun. Dikirim ke sekolah persiapan eksklusif di Seattle, di sanalah dia berteman dengan calon pendiri Microsoft, Paul Allen.

    Gates kemudian menempuh studi di universitas bergengsi Harvard, tetapi kemudian mengundurkan diri untuk memulai “Micro-Soft” dengan Allen pada tahun 1975.

    Dalam memoarnya, “Source Code: My Beginnings,” yang terbit hari ini tanggal 4 Februari, Bill Gates meninjau kembali sejarah tersebut.

    “Saya merasa seperti orang yang tidak cocok sebagai seorang anak” dan “bertengkar dengan orang tua saya sebagai remaja yang memberontak,” serta “tantangan putus sekolah untuk bertaruh pada industri yang belum benar-benar ada.”

    Dua buku lainnya, yang membahas kiprahnya sebagai CEO Microsoft dan sebagai kepala Yayasan Gates, akan menyusul diterbitkan.

    Sekadar pemasaran?

    Penerbit memoar menggambarkan buku Gates sebagai “karya yang hangat dan inspiratif,” tetapi reporter investigasi Amerika Serikat Tim Schwab menepisnya sebagai “latihan pemasaran dan pencitraan merek” oleh orang kaya dan berkuasa.

    Schwab adalah penulis buku kritis tentang pendiri Microsoft, berjudul “The Bill Gates Problem: Reckoning with the Myth of the Good Billionaire” (2023).

    “Ketika miliarder lain terang-terangan mementingkan diri sendiri, Bill Gates selalu berusaha menampilkan dirinya sebagai seorang yang tidak mementingkan diri sendiri dan yang disebut miliarder yang baik,” kata Schwab kepada DW.

    “Sangat sedikit yang belum kita ketahui tentang kisah pribadi Bill Gates, dan hampir tidak ada hal baru atau bersifat mengungkap dalam buku ini,” kata Schwab.

    Namun, satu aspek menjadi berita utama baru-baru ini, seperti yang direnungkan Gates dalam memoarnya, bahwa dia mungkin akan didiagnosis mengidap autisme jika tumbuh dewasa saat ini.

    “Dia mencurahkan sekitar setengah halaman di bagian paling akhir buku” untuk topik tersebut, kata Schwab. Namun, bahkan satu detail baru ini belum disajikan dengan “cara yang sangat bijaksana atau reflektif,” tukasnya.

    Ayo berlangganan newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

    ‘Saya sering berbicara dengan para pemimpin dunia’

    Berkat Microsoft, Gates menjadi orang terkaya di dunia pada tahun 1995 dan bertahan di posisi teratas estimasi majalah Forbes hingga tahun 2008, ketika dia mengundurkan diri dari perusahaan untuk fokus pada filantropi.

    Miliarder teknologi lainnya seperti Elon Musk atau Mark Zuckerberg telah melampaui Gates dalam peringkat Forbes. Kendati demikian, pada usia 69 tahun, kekayaannya mencapai sekitar USD107 miliar dan saat ini menduduki peringkat ke-13 orang terkaya yang masih hidup.

    Pada saat yang sama, Gates menikmati citra publik yang jauh lebih baik daripada taipan teknologi lainnya. Kombinasi kekayaan, koneksi, dan reputasi positif ini telah memberi Gates akses yang hampir belum pernah terjadi sebelumnya ke para pembuat keputusan di seluruh dunia, termasuk pertemuan dengan Xi Jinping pada tahun 2023, atau makan malam tiga jam baru-baru ini dengan Presiden AS Donald Trump yang baru saja terpilih.

    Selama makan malam, menurut Gates, dia berbicara dengan Trump tentang kemungkinan penyembuhan HIV dan polio.

    “Kami berdua, menurut saya, sangat gembira tentang hal ini,” katanya kepada Wall Street Journal. “Karena yayasan ini sangat terlibat dalam isu-isu kesehatan global, saya sering berbicara dengan para pemimpin dunia. Dalam beberapa bulan terakhir, saya berbicara dengan Presiden Prancis Macron, Kepala Komisi Uni Eropa Ursula von der Leyen,” Gates menambahkan.

    Bumerang revolusi pangan di Afrika

    Yayasan Gates menggunakan hubungan tersebut untuk membantu memerangi penyakit dan kelaparan di berbagai belahan dunia. Namun, buku Schwab mengemukakan argumen bahwa hasilnya cenderung tidak mencapai sasaran.

    Salah satu kasus kontroversial adalah ketika Yayasan Gates dilaporkan telah menggelontorkan hampir satu miliar dolar untuk program AGRA yang sebelumnya bernama Aliansi untuk Revolusi Hijau di Afrika. Program yang diluncurkan pada tahun 2006 ini menjanjikan untuk menggandakan hasil pertanian dan mengurangi separuh kelaparan dan kemiskinan di 13 negara Afrika pada tahun 2020.

    Namun, batas waktu telah lewat dan sasaran besar Gates belum terpenuhi. Menurut penelitian yang diterbitkan pada bulan Juni 2020, jumlah orang yang kelaparan di afrika bahkan tumbuh sebesar 30% di sejumlah negara.

    Pada bulan Agustus 2024, beberapa organisasi agama, pertanian, dan lingkungan Afrika secara terbuka menuntut ganti rugi dari Yayasan Gates. Dalam surat terbuka, mereka mendesak pihak yayasan untuk mengakui bahwa upaya mereka “telah gagal.”

    “Intervensi mereka semakin mendorong sistem pangan Afrika ke arah model pertanian industri yang terkorporatisasi, mengurangi hak rakyat atas kedaulatan pangan dan mengancam kesehatan ekologi dan manusia,” kata para penandatangan surat tersebut.

    Para pemimpin Afrika menuduh penyelenggara di balik AGRA mempromosikan “input sintetis yang mahal, pupuk dan benih” yang mencemari dan mengeraskan tanah, mengganggu ekosistem lokal, dan menempatkan “petani kecil pada belas kasihan harga global yang tidak stabil untuk mempertahankan hasil panen mereka.”

    Lapangkan jalan bagi Musk

    Schwab memperingatkan bahwa Gates masih merupakan “investor swasta yang tertarik untuk memperluas kekayaannya.”

    “Ketika dia berbicara dengan seseorang seperti Donald Trump atau pemimpin terpilih lainnya, dia harus memikirkan kekayaan pribadinya sendiri, kepentingan pribadinya sendiri. Dan kemudian dia juga harus memikirkan kepentingan yayasan Gates, yang disubsidi besar-besaran oleh pembayar pajak,” imbuh penulis tersebut.

    “Jika Anda melihat Yayasan Gates, salah satu proyek yang menurut Bill Gates paling ia banggakan adalah mekanisme pengadaan vaksin yang berbasis di Swiss, sebagian besar uang untuk proyek tersebut berasal dari pembayar pajak.”

    Pada saat yang sama,Gates terhubung dengan para pembuat keputusan melalui kontrak pemerintah untuk bisnis yang terkait dengan kerajaannya, dan melalui kontribusi politik, seperti sumbangan sebesar $50 juta yang dilaporkan kepada pesaing Trump, Kamala Harris.

    “Selama bertahun-tahun, Gates telah menormalisasi dan melegitimasi peran kekayaan ekstrem dalam demokrasi, khususnya dalam politik Amerika, dan ya, seseorang seperti Elon Musk mungkin mewakili langkah baru, evolusi baru dalam oligarki jenis itu, tetapi saya pikir mereka adalah bagian dari cerita yang sama,” kata Schwab.

    “Saya pikir orang-orang seperti Elon Musk saat ini berdiri di atas bahu Bill Gates.”

    Diadaptasi dari artikel DW berbahasa Inggris

    (nvc/nvc)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Segini Anggaran WHO yang Hilang Jika AS Mundur dari Keanggotaan

    Segini Anggaran WHO yang Hilang Jika AS Mundur dari Keanggotaan

    Jakarta

    Negara-negara yang masih tergabung dalam anggota Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) bakal membahas nasib anggaran pendanaan mereka, pasca Amerika Serikat menarik sebagian besar anggarannya yang mencapai USD 400 juta. Hal ini sebagai langkah lanjut AS keluar dari keanggotaan WHO.

    Data tersebut terungkap dalam dokumen WHO yang dirilis Senin (3/2/2025). Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus juga membela pekerjaan WHO dan reformasi terkini serta menegaskan kembali seruan bagi AS untuk mempertimbangkan kembali keputusannya keluar dari anggota dan berdialog dengan badan tersebut mengenai perubahan lebih lanjut.

    “Kami akan menyambut baik saran dari AS, dan semua negara anggota, tentang bagaimana kami dapat melayani dan masyarakat dunia dengan lebih baik,” katanya.

    Pemotongan anggaran akan dibahas pada pertemuan Jenewa tanggal 3-11 Februari, saat perwakilan negara anggota akan membahas pendanaan dan pekerjaan badan tersebut untuk periode 2026 hingga 2027.

    Dewan eksekutif mengusulkan pemotongan bagian program dasar anggaran dari usulan USD 5,3 miliar menjadi USD 4,9 miliar, menurut sebuah dokumen yang dirilis pada hari Senin. Itu adalah bagian dari anggaran yang lebih besar sebesar USD 7,5 miliar untuk tahun 2026-2027 yang semula diusulkan, termasuk uang untuk pemberantasan polio dan penanganan keadaan darurat.

    “Dengan keluarnya penyumbang keuangan terbesar, anggaran tidak bisa lagi ‘seperti biasa’,” bunyi dokumen tersebut.

    AS adalah donor pemerintah terbesar WHO, menyumbang sekitar 18 persen dari keseluruhan pendanaannya. WHO telah mengambil beberapa langkah pemangkasan biaya secara terpisah setelah langkah AS tersebut.

    Namun, beberapa perwakilan dewan juga ingin menyampaikan pesan bahwa WHO akan mempertahankan arah strategisnya meskipun ada tantangan, menurut dokumen tersebut.

    Trump bergerak untuk keluar dari WHO pada hari pertamanya menjabat dua minggu lalu. Prosesnya akan memakan waktu satu tahun untuk secara resmi legal menurut hukum AS.

    Pada Senin, Tedros juga secara khusus menanggapi beberapa kritik Trump, termasuk seputar penanganan pandemi COVID-19 dan independensi WHO. Ia mengatakan badan tersebut bertindak cepat dalam menangani wabah COVID, seraya menambahkan bahwa WHO dengan senang hati akan menolak permintaan negara anggota jika permintaan tersebut bertentangan dengan misi atau ilmu pengetahuannya.

    (naf/kna)

  • AS Hengkang dari WHO, Apa Imbasnya Bagi Dunia?

    AS Hengkang dari WHO, Apa Imbasnya Bagi Dunia?

    Jakarta

    Beberapa jam setelah memangku jabatan presiden AS, Donald Trump telah mengisyaratkan bahwa ia ingin menarik Amerika Serikat keluar dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

    Langkah ini menurut banyak ahli dapat menghambat respons dunia terhadap pandemi di masa mendatang, demikian dilaporkan koresponden BBC, Stephanie Hegarty.

    Ini adalah kedua kalinya Presiden Trump mengumumkan penarikan mundur AS dari WHO. Pada 2020, di puncak pandemi Covid, Trump memberi tahu WHO bahwa ia akan menarik AS keluar dari organisasi tersebut. Namun keputusan itu dibatalkan oleh Presiden Joe Biden ketika ia menjabat tahun berikutnya.

    Trump mengkritik penanganan Covid oleh WHO dan “kegagalannya untuk mengadopsi reformasi yang sangat dibutuhkan”. Dia juga secara terbuka mengkritik pengaruh China dalam organisasi tersebut.

    AS adalah penyumbang terbesar WHO dan membayar sekitar seperlima dari anggaran tahunannya sebesar US$6,8 miliar.

    Banyak negara berpendapatan rendah bergantung pada badan tersebut untuk mendukung sistem kesehatan mereka yang rapuh dan mensponsori kampanye vaksinasi yang telah efektif dalam memberantas penyakit. Pemotongan anggaran badan tersebut dapat mempengaruhi program-program ini.

    BBC memantau bagaimana negara-negara di seluruh dunia bereaksi terhadap pengumuman Trump.

    Negara-negara miskin di Afrika bergantung pada WHO

    Dorcas Wangira, Koresponden Kesehatan BBC Afrika

    Sejumlah pakar kesehatan di Afrika memperingatkan keputusan Trump untuk menarik AS keluar dari WHO justru dapat memutarbalikkan kemajuan signifikan yang telah dicapai dalam memerangi penyakit seperti malaria, tuberkulosis, dan HIV di Afrika. Banyak negara-negara miskin di Afrika masih bergantung hampir sepenuhnya pada WHO untuk bantuan teknis dan vaksin.

    Sebagai kontributor keuangan terbesar WHO, keluarnya AS dari lembaga tersebut akan membuat pendanaan untuk program-program penting di seluruh Afrika berkurang drastis, termasuk kesiapsiagaan kesehatan, tanggap darurat, dan vaksinasi anak-anak.

    BBC

    BBC News Indonesia hadir di WhatsApp.

    Jadilah yang pertama mendapatkan berita, investigasi dan liputan mendalam dari BBC News Indonesia, langsung di WhatsApp Anda.

    BBC

    AS juga memainkan peran penting dalam merespons keadaan darurat kesehatan. Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Afrika (Africa CDC) mencatat 214 keadaan darurat kesehatan di benua itu tahun lalunaik dari 166 pada tahun 2023. Di antara kondisi darurat adalah mpox.

    Tahun lalu, AS bermitra dengan Rwanda dan WHO untuk mengatasi wabah MVD di negara itu.

    Kolera, demam berdarah, dan campak juga telah muncul kembali di seluruh Afrika tahun lalu. Pada bulan Desember, WHO mencatat bahwa wabah kolera menjadi semakin kompleks dan sulit dikendalikan.

    Getty ImagesWHO dan badan internasional lainnya telah menyediakan dana dan sumber daya teknis untuk mendukung program vaksinasi polio di Pakistan.

    Hilang pengaruh atau peluang baru?

    Sylvia Chang, BBC News China

    Penarikan diri AS dari WHO dapat menciptakan kekosongan kepemimpinan, yang memungkinkan China memperluas pengaruhnya dalam tata kelola kesehatan global.

    Memperkuat peran Beijing dalam lembaga-lembaga internasional, termasuk WHO, telah menjadi prioritas utama bagi pemimpin China, Xi Jinping. China telah meningkatkan kontribusi keuangannya kepada WHO dan memposisikan dirinya sebagai suara utama dalam kesehatan global, khususnya selama pandemi Covid-19.

    Ketika kasus pertama Covid-19 muncul di Wuhan pada bulan Desember 2019, otoritas China awalnya membungkam para pelapor dan meremehkan tingkat keparahan wabah tersebut.

    Bahkan pada pertengahan Januari 2020, ketika virus tersebut menyebar secara internasional, pejabat China menyatakan tidak ada bukti yang jelas tentang penularan dari manusia ke manusia.

    Pada Selasa (21/01), juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Guo Jiakun, mengatakan peran WHO harus diperkuat, bukan dilemahkan. Dia menegaskan dukungan China yang berkelanjutan bagi organisasi tersebut dalam membina kerja sama kesehatan masyarakat internasional.

    Getty ImagesWHO membantu mengendalikan penyebaran demam berdarah di Sri Lanka.

    Imbas pendanaan berkurang

    Ishara Danasekara, BBC News Sinhala

    Di Sri Lanka, WHO memainkan peran penting dalam sistem perawatan kesehatan, menyediakan keahlian teknis penting, pendanaan, dan dukungan strategis untuk mengatasi tantangan kesehatan masyarakat utama.

    WHO berperan penting dalam meningkatkan hasil Kesehatankhususnya kesehatan ibu dan anak, kampanye vaksinasi, dan pengendalian penyakit menular seperti demam berdarah dan tuberkulosis.

    Jadi, jika pendanaan WHO dikurangi, Sri Lanka akan menghadapi kemunduran yang signifikan. Kampanye vaksinasi dapat tertunda, yang menyebabkan munculnya kembali penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin.

    Upaya untuk memerangi penyakit tidak menular, seperti diabetes dan penyakit jantung, mungkin juga akan tersendat, yang akan semakin membebani sistem perawatan kesehatan. Bantuan WHO juga terbukti sangat penting bagi Sri Lanka selama krisis nasional, seperti tsunami 2004 dan pandemi Covid-19.

    Getty ImagesAnak-anak di bawah usia lima tahun di India divaksinasi untuk mencegah polio sebagai bagian dari kampanye nasional untuk menurunkan kasus polio.

    Imran Qureshi, BBC News Hindi

    “Kita mungkin harus menunggu dan melihat apakah Uni Eropa dan China akan turun tangan secara besar-besaran,” kata Prof. K. Srinath Reddy, mantan kepala Yayasan Kesehatan Masyarakat India.

    Penarikan mundur AS dari WHO dapat menghadirkan “peluang besar bagi China” dan UE untuk meningkatkan peran mereka di panggung global, katanya kepada BBC.

    Prof Reddy mengharapkan dampak yang lebih besar akan dirasakan dalam program kesehatan internasional seperti pengawasan patogen, tuberkulosis, dan resistensi antimikroba ketimbang pada program khusus India. Namun, ia juga yakin dukungan ekstra bilateral akan datang dari CDC, Institut Kesehatan Nasional, dan yayasan lain yang berbasis di AS.

    “Dalam dunia yang saling bergantung dan saling terhubung, [keluarnya AS dari WHO] akan berdampak buruk tidak hanya bagi negara lain, tetapi juga bagi AS,” katanya.

    Dia menambahkan bahwa pada era pasca-Covid-19, kerja sama multilateral akan terus menjadi krusial dalam menangani tantangan kesehatan global utama, mulai dari ancaman pandemi hingga perubahan iklim.

    Kehilangan kontributor keuangan nasional utama WHO berarti negara lain “perlu meningkatkan kontribusi mereka dan meningkatkan tingkat kolaborasi ilmiah di antara mereka sendiri”, tambahnya.

    “Baik kerja sama internasional maupun kemandirian sekarang akan memperoleh tujuan baru dan bentuk fungsi yang baru.”

    Tarhub Asghar, BBC News Urdu

    Bagi negara-negara seperti Pakistan dan Afghanistan, yang masih menghadapi tantangan signifikan dalam perang melawan polio, keputusan Trump menimbulkan ketidakpastian pada upaya pemberantasan polio di masa mendatang. Pakistan dan Afghanistan adalah dua negara terakhir di dunia yang masih bergulat dengan polio endemik.

    Meskipun telah berupaya keras selama bertahun-tahun, Pakistan telah menghadapi kemunduran signifikan. Akibatnya kasus polio terus meningkat. Pada 2023, lebih dari separuh anak-anak yang tertular polio di Pakistan belum menerima imunisasi rutin apa pun, menurut kementerian kesehatan.

    Strategi Pakistan saat ini untuk mengatasi penyakit yang melumpuhkan ini sangat bergantung pada pendanaan donor internasional ketimbang investasi dalam negeri.

    WHO dan lembaga internasional lainnya telah menyediakan sumber daya keuangan dan teknis yang signifikan untuk mendukung upaya vaksinasi dan kampanye kesehatan. Pada 2023, WHO memberikan salah satu kontribusi terbesarnya untuk program polio Pakistan.

    Namun, mantan menteri kesehatan Dr Zafar Mirza telah meremehkan dampak langsung keluarnya AS dari WHO. Alasan dia, WHO didukung oleh sejumlah besar negara dan pendanaan AS bukanlah satu-satunya jalur penyelamat untuk pemberantasan polio.

    Namun, “hal ini menggarisbawahi urgensi untuk mengurangi ketergantungan pada dukungan eksternal dan membangun sistem perawatan kesehatan Pakistan yang tangguh dan mandiri”, imbuhnya.

    Para pakar kesehatan telah memperingatkan bahwa meskipun penarikan AS mungkin tidak serta-merta menghentikan pendanaan, hal itu dapat mengganggu ekosistem kesehatan global secara signifikan memperlambat segala hal mulai dari produksi vaksin hingga peluncuran program. Dan bagi Pakistan, hal ini tentu saja berarti meningkatnya ketidakpastian dalam memerangi polio.

    Getty ImagesKelompok-kelompok kemanusiaan mengatakan virus polio muncul kembali di Gaza.

    Pemain kunci di Timur Tengah

    Hanan Razek, BBC News Arabic

    Perintah eksekutif Trump muncul di saat dunia Arab menghadapi konflik yang belum pernah terjadi sebelumnya, ketakutan akan penyebaran penyakit, dan kebutuhan mendesak akan bantuan kemanusiaan.

    Hampir setengah dari 2,1 juta orang yang tinggal di Jalur Gaza adalah anak-anak. Deteksi polio pada Juli 2024 memicu kekhawatiran akan wabah tersebut.

    Pakar kesehatan mengaitkan penyebaran penyakit baru-baru ini dengan dampak konflik yang menghancurkan sistem dan infrastruktur kesehatan Gaza sejak 2023. Meskipun blokade mencegah masuknya makanan dan pasokan medis, WHO memastikan lebih dari setengah juta anak di bawah 10 tahun mendapat vaksinasi polio, sebagian besar di Gaza tengah dan selatan.

    Kolera adalah masalah kesehatan lain yang berkembang, karena penyakit ini semakin menyebar di Timur Tengah.

    Di kamp pengungsi al-Hol, Suriahyang menampung lebih dari 40.000 orang terlantarkurangnya air bersih menyebabkan insiden kolera melonjak menjadi lebih dari 200 kasus bulan lalu. WHO memberikan dukungan dengan kampanye vaksinasi 10 hari untuk menghentikan penyebaran penyakit.

    BBC News Persian

    Dampak langsung penarikan mundur AS dari WHO bagi sektor kesehatan Iran tidak pasti. Namun, langkah itu dapat membawa perubahan dalam pendanaan, diplomasi kesehatan global, dan inisiatif kesehatan regional.

    Iran mempertahankan hubungan diplomatik formal dengan WHO sehingga organisasi tersebut mengoperasikan kantor di ibu kota, Teheran.

    Organisasi tersebut bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan dan Pendidikan Kedokteran Iran untuk mengatasi tantangan kesehatan masyarakat serta meningkatkan layanan perawatan kesehatan di negara tersebut. Kemitraan ini berfokus pada pencegahan penyakit, penguatan sistem kesehatan, dan kesiapsiagaan darurat.

    WHO juga sering memfasilitasi program kesehatan regional yang memerlukan kolaborasi antara negara-negara tetangga. Tidak adanya dukungan AS dapat memengaruhi cakupan dan efektivitas inisiatif ini, secara tidak langsung memengaruhi partisipasi Iran dan manfaat yang diperolehnya dari inisiatif tersebut.

    Negara-negara lain, seperti China, mungkin akan memainkan peran yang lebih menonjol dalam kesehatan global yang dapat mengubah lanskap geopolitik tempat Iran beroperasi. Hal ini berpotensi membuka jalan baru bagi kolaborasi bagi Iran, atau tantangan, tergantung pada aliansi dan kepentingan yang berkembang dalam WHO.

    Lihat juga Video: Dampak Keluarnya AS dari WHO Terhadap Indonesia

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Netanyahu Usir UNRWA dari Yerusalem, Diberi Waktu Kosongkan Kantor hingga Akhir Januari – Halaman all

    Netanyahu Usir UNRWA dari Yerusalem, Diberi Waktu Kosongkan Kantor hingga Akhir Januari – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Perdana Menteri (PM) Israel Benyamin Netanyahu memerintahkan Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) untuk angkat kaki dari kantor pusatnya yang berada di lingkungan Sheikh Jarrah, Yerusalem.

    Perintah itu disampaikan Netanyahu lewat sebuah surat yang ditujukan kepada Kepala Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres.

    Dalam surat itu netanyahu mengatakan bahwa UNRWA wajib menghentikan operasinya dan mengosongkan kantor operasionalnya di Yerusalem paling lambat tanggal 30 Januari 2025.

    “Badan PBB untuk pengungsi Palestina harus mengakhiri operasinya dan meninggalkan semua kantornya di Yerusalem paling lambat tanggal 30 Januari,” ujar surat perintah Netanyahu untuk PBB sebagaimana dikutip dari The Times of Israel.

    Perintah itu dilontarkan Netanyahu usai anggota parlemen Israel meloloskan undang-undang yang melarang UNRWA beroperasi di Israel dan Yerusalem timur.

    UNRWA juga dilarang untuk menjalankan operasinya di sektor kota yang dianeksasi oleh Israel setelah Perang Enam Hari tahun 1967.

    Namun parlemen Israel tidak melarang badan tersebut beroperasi di Gaza atau Tepi Barat.

    Pengusiran UNRWA sebenarnya sudah lama di usulkan oleh Netanyahu, bahkan Ekstremis Israel turut membakar lahan di sekitar markas besar UNRWA agar badan itu angkat kaki dari Yerusalem.

    Akan tetapi pimpinan Israel baru menemukan celah untuk melakukan hal itu sekarang.

    Netanyahu berdalih pengusiran UNRWA dilakukan karena badan itu menggunakan tanah kantor tersebut tanpa persetujuan Departemen Pertanahan Israel.

    Selain itu Israel menuding pegawai UNRWA berkontribusi terhadap serangan “Banjir Al-Aqsa” pada 7 Oktober lalu, dan bahwa “sistem pendidikan badan tersebut mendukung terorisme dan kebencian.”

    UNRWA Kecam Netanyahu

    Merespons pengusiran ini, kepala UNRWA Philippe Lazzarini buka suara.

    Ia memperingatkan bahwa mencegah lembaga tersebut beroperasi dapat menyabotase gencatan senjata Gaza, serta menggagalkan harapan orang-orang yang telah mengalami penderitaan besar.

    Tindakan Israel juga dinilai sebagai upaya pelanggaran hukum internasional karena mendiskreditkan dan mendelegitimasi peran UNRWA alam menyediakan bantuan bagi pengungsi Palestina.

    “Pekerjaan UNRWA harus terus berlanjut di Gaza dan di seluruh wilayah Palestina yang diduduki,” katanya di platform media sosial X, Jumat (24/1/2025).

    Apa Dampak Larangan UNRWA?

    Didirikan 8 Desember 1949, UNRWA diberi mandat oleh Majelis Umum PBB untuk melayani pengungsi Palestina.

    Mengutip CNN International, UNRWA merupakan kelompok bantuan kemanusiaan utama di Gaza. Hampir 2 juta warga Gaza bergantung pada lembaga ini untuk mendapatkan bantuan.

    Dengan 1 juta orang menggunakan tempat penampungan UNRWA untuk mendapatkan makanan dan perawatan kesehatan di wilayah kantong tersebut.

    Tak hanya menyalurkan bantuan kemanusiaan, UNRWA juga turut mendukung penyaluran bantuan kesehatan, pendidikan, dan sosial.

    Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres mengatakan pada awal Oktober 2024, keberadan UNRWA sangat diperlukan dan tidak tergantikan.

    Pasalnya, UNRWA merupakan kelompok bantuan kemanusiaan utama di Gaza.

    Bersama dengan Bulan Sabit Merah Palestina, UNRWA menangani hampir semua distribusi bantuan PBB yang masuk ke wilayah tersebut.

    Badan ini setidaknya memiliki 11 pusat distribusi makanan untuk satu juta orang di Gaza, yang separuhnya hidup di bawah garis kemiskinan.

    Badan ini juga ikut membantu pelaksanaan vaksinasi polio darurat untuk melindungi warga Gaza dari penyebaran virus menular yang menyebabkan kelumpuhan. 

    Jika undang-undang ini diterapkan, kemungkinan besar akan menyebabkan runtuhnya operasi kemanusiaan internasional di Jalur Gaza, operasi yang menjadi tulang punggung UNRWA

    Hal ini juga akan menyebabkan runtuhnya layanan-layanan penting yang disediakan oleh UNRWA di Tepi Barat dan Yerusalem Timur, termasuk pendidikan, perawatan kesehatan, dan sanitasi.

    (Tribunnews.com/Namira)

  • Donald Trump Ingin AS Keluar dari Keanggotaan, WHO Ingatkan ‘Kenangan Manis’ saat Atasi Cacar – Halaman all

    Donald Trump Ingin AS Keluar dari Keanggotaan, WHO Ingatkan ‘Kenangan Manis’ saat Atasi Cacar – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM,JENEWA — Keputusan mengejutkan diungkapkan Donald Trump, Presiden Amerika Serikat (AS), Senin (20/1/2025). Ia memerintahkan negara yang sekarang dipimpinnya keluar dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). 

    WHO pun buka suara terkait pernyataan yang diungkapkan Trump usai resmi dilantik sebagai Presiden AS.

    Melalui keterangan tertulis, WHO merespon pernyataan Trump. 

    WHO menyesalkan pengumuman penarikan diri Amerika Serikat dari organisasi tersebut. Lembaga ini bahkan ungkap ‘kenangan manis’ bersama negara besar ini dalam upaya pemeberantasan penyakit dan membangun sistem kesehatan global.

    Berikut ulasan Tribunnews.com.

    Amerika dan Perannya Pada Sejarah Berdirinya WHO

    Masih dikutip dari keterangan tertulisnya, WHO mengenang sejarah berdirinya lembaga ini dan peran Amerika Serikat.

    Amerika termasuk jajaran negara anggota WHO yang berperan dalam terbentuknya organisasi ini pada tahun 1948.

    Terhitung sejak tahun itu, Amerika Serikat dan telah berpartisipasi dalam membentuk dan mengatur kerja WHO.

    Amerika bersama dengan 193 Negara Anggota lainnya memiliki peran penting. 

    Termasuk melalui partisipasi aktifnya dalam Majelis Kesehatan Dunia dan Dewan Eksekutif.

    Kenangan Manis WHO dan Amerika Serikat

    WHOt. (CBS News)

    WHO menjelaskan bagaimana kolaborasi Amerika di Lembaga ini begitu banyak meninggalkan ‘kenangan manis’.

    WHO bersama negara-negara anggota termasuk Amerika memainkan peran penting dalam melindungi kesehatan dan keamanan masyarakat dunia.

    Perlindungan ini juga dirasakan manfaatnya untuk warga Amerika.

    WHO menandai kolaborasi ini salah satunya ialah upaya merespons keadaan darurat kesehatan seperti wabah penyakit.

    Selama lebih dari tujuh dekade, WHO dan Amerika Serikat telah menyelamatkan banyak nyawa dan melindungi warga Amerika dan semua orang dari ancaman kesehatan.

    Diantara kenangan manis iyu adalah pemberantasan wabah cacar dan polio.

    Monkeypox atau cacar monyet (freepik)

    “Bersama-sama, WHO dan AS mengakhiri penyakit cacar, dan bersama-sama kita membawa polio ke ambang pemberantasan. Institusi-institusi Amerika telah berkontribusi dan memperoleh manfaat dari keanggotaan WHO,” tulis WHO dilaman resminya, Selasa (22/1/2025).

    Data berbagai sumber, pada 2022 lalu, Amerika tercatat sebagai satu dari kawasan yang paling terdampak wabah cacar monyet.

    Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus kepada wartawan di Jenewa pada Rabu (27/7/2022) menyatakan hal ini.

    Pada tahun sama, di bulan Agustus mengutip Our World in Data, kasus positif cacar monyet di skala global Amerika Serikat menjadi negara dengan kasus terkonfirmasi tertinggi dalam skala global.

    Dengan partisipasi Amerika Serikat dan Negara Anggota lainnya, WHO selama 7 tahun terakhir telah menerapkan rangkaian reformasi terbesar dalam sejarahnya, untuk mengubah akuntabilitas, efektivitas biaya, dan dampaknya di berbagai negara.

    Oleh sebab itu, WHO berharap Amerika Serikat tetap ada di organisasi ini. 

    “Kami berharap Amerika Serikat akan mempertimbangkan kembali dan kami berharap dapat terlibat dalam dialog konstruktif untuk mempertahankan kemitraan antara Amerika Serikat dan WHO, demi kepentingan kesehatan dan kesejahteraan jutaan orang di seluruh dunia,” lanjut keterangan tersebut.

    AS Keluar dari Keanggotaan WHO Adakah Dampaknya untuk Indonesia?

    Menteri Kesehatan RI (Menkes) Budi Gunadi Sadikin saat wawancara eksklusif dengan Direktur Pemberitaan Tribun Network, Febby Mahendra Putra di Kantor Kementerian Kesehatan, Jakarta, Senin(18/11/2024). (Tribunnews/Jeprima)

    Menteri Kesehatan RI (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengatakan, penarikan diri Amerika Serikat dari keanggotaan WHO tidak memiliki dampak langsung terhadap Indonesia.

    Sekalipun soal pendanaan, Budi menyebut hal ini tidak signifikan berdampak kepada Indonesia.

    Indonesia hanya mendapat porsi sedikit pembiayaan tersebut.

    Diketahui, Amerika Serikat banyak menyumbang WHO untuk melakukan pencegahan penyakit menular dinegara-negara berkembang di Asia Tenggara .

    “Itu berdampak pada pendanaan WHO. Di RI nggak terlalu banyak dapat dari WHO,” kata dia saat ditemui di kantornya, Jakarta, Rabu (22/1/2025).

    Trump Kritik WHO, Merasa Ditipu Soal Covid-19 dan Memilih Keluar 

    Ramai sebelumnya, pernyataan mengejutkan dari Donald Trump. Ia Trump mengumumkan AS keluar dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). 

    Pernyataan resmi ini dilontarkan dari Gedung Putih pada Senin (20/1/2025) waktu setempat. 

    Mengutip dari BCC, kebijakan itu diumumkan pada Senin (20/1/2025) melalui penandatangan perintah eksekutif.

    Apa dampaknya pada kelangsungan sistem kesehatan dunia? Berikut ulasannya

    Banyak yang menduga jika efek pertama keluarnya Amerika Serikat (AS) sebagai anggota WHO ialah pada pendanaan dan anggaran WHO.

    Induk kesehatan dunia milik PBB itu berulang kali dikritik Trump atas penanganannya terhadap pandemi Covid-19.

    Beberapa jam setelah pelantikan, Trump berujar bahwa AS membayar jauh lebih banyak ke WHO daripada China.

    “(Badan) Kesehatan Dunia menipu kita,” lanjutnya, dikutip Kompas.com.

    Trump sering mengkritik cara badan internasional tersebut menangani Covid-19 dan memulai proses penarikan diri dari lembaga yang berbasis di Jenewa tersebut selama pandemi.

    Sayangnya saat masa Presiden Joe Biden, Biden membatalkan keputusan itu.

    “WHO sangat menginginkan USA kembali, jadi  dilihat saja apa yang terjadi,” kata Trump.

    Trump beralasan jika AS menarik diri karena kesalahan organisasi tersebut dalam menangani pandemi Covid-19 yang muncul di Wuhan, Tiongkok, dan krisis kesehatan global lainnya, kegagalan organisasi tersebut untuk mengadopsi reformasi yang sangat diperlukan, dan ketidakmampuannya untuk menunjukkan kemandirian.

    Trump menuduh WHO bias terhadap Tiongkok dalam cara mereka mengeluarkan pedoman selama wabah ini terjadi.

    Jadi Penyandang Dana Terbesar, Trump Pernah Berupaya Bawa AS Keluar dari WHO

    Tindakan ini merupakan kali kedua Trump memerintahkan AS keluar dari WHO.

    Awalnya, ia berupaya membawa AS keluar dari WHO saat masa jabatan pertamanya.

    Trump sebagai presiden ke-45 AS menuduh WHO dipengaruhi China selama awal pandemi.

    Sehari setelah dilantik, Presiden AS Donald Trump mempertimbangkan rencana untuk memberlakukan tarif sebesar 10 persen pada impor barang-barang buatan Tiongkok, berlaku  mulai 1 Februari 2025. (CNBC International)

    Namun, upaya Trump dibatalkan oleh Joe Biden setelah politisi Demokrat itu menang pemilihan presiden atau pilpres AS 2020.

    AS Jadi Donatur Terbesar, Trump Perintahkan Stop Transfer Dana ke WHO

    Pada keputusannya kali ini, Trump meneken perintah eksekutif yang memerintahkan badan-badan terkait menghentikan sementara transfer dana, dukungan, atau sumber daya Pemerintah AS ke WHO.

    Amerika Serikat adalah donatur terbesar bagi organisasi yang berkantor pusat di Jenewa, Swiss, tersebut. 

    Dukungan finansial AS sangat penting bagi operasional WHO.

    Di bawah pemerintahan Biden, AS terus menjadi penyandang dana terbesar bagi WHO dan pada tahun 2023 menyumbang hampir seperlima anggaran badan tersebut. 

    Anggaran tahunan organisasi ini adalah $6,8 miliar (£5,5 miliar).

    Efek untuk Amerika Jika Keluar dari WHO

    Pakar kesehatan masyarakat mengkritik keputusan Trump untuk keluar dari WHO, dan memperingatkan bahwa mungkin ada konsekuensi bagi kesehatan masyarakat Amerika.

    Beberapa orang berpendapat bahwa langkah ini memutus kemajuan AS dalam memerangi penyakit menular seperti malaria, tuberkulosis, dan Hiv & Aids.

    “Ini adalah keputusan presiden yang sangat dahsyat. Penarikan diri dari program ini merupakan luka yang sangat menyedihkan bagi kesehatan dunia, namun luka yang lebih dalam bagi Amerika Serikat,” kata pakar kesehatan masyarakat global dan profesor di Universitas Georgetown, Lawrence Gostin.

    Jika Amerika keluar dari WHO, akan memicu restrukturisasi besar-besaran lembaga itu dan dapat mengganggu rencana-rencana kesehatan global.

    Pengamat kesehatan Prof Tjandra Yoga Aditama. (istimewa)

    Kabinet Trump juga mengumumkan rencana meninjau dan membatalkan Strategi Keamanan Kesehatan Global AS 2024, yang dirancang Biden untuk mencegah, mendeteksi, serta menanggapi ancaman penyakit menular.

    AS keluar dari WHO saat kekhawatiran dunia meningkat mengenai pandemi flu burung (H5N1). Puluhan orang terinfeksi dan satu pasien meninggal di Amerika Serikat.

    Negara-negara anggota WHO sejak akhir 2021 merundingkan perjanjian pertama di dunia tentang pencegahan, kesiapsiagaan, dan tanggapan pandemi.

    Dengan keluarnya AS, negosiasi akan dilanjutkan tanpa partisipasi Washington.

    Amerika Keluar dari WHO Bakal Berdampak pada Situasi Kesehatan Dunia?

    Keputusan Presiden Trump yang mengeluarkan Amerika Serikat dari keanggotaaan WHO menimbulkan kekhawatiran pada situasi kesehatan global.

    Hal ini disampaikan Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara Prof Tjandra Yoga Aditama di Jakarta, Selasa (21/1/2025).

    Ia menuturkan, Amerika Serikat mempunyai berbagai pusat kajian kesehatan yang diakui dunia seperti Center of Diseases Control and Prevention (CDC), National Institute of Health (NIH) dan lainnya.

    “Bagaimana peran berbagai organisasi ini sesudah Amerika Serikat menarik diri dari WHO,” ujar Prof Tjandra.

    Banyak pakar Amerika Serikat yang aktif dalam kesehatan global, termasuk bekerja di World Health Organization (WHO).

    Ada berbagai Universitas ternama di Amerika Serikat yang bergerak dalam kesehatan global pula.

    “Tentu patut ditelusuri bagaimana peran para pakar ini di kesehatan global kelak, sehubungan dengan kebijakan Trump di hari pertama kerjanya ini,” kata dia.

    Lebih jauh, aspek pendanaan dan anggaran WHO terkena dampak cukup bermakna jika kontribusi dari Amerika Serikat dihentikan.

    Amerika Serikat sudah lama dikenal sebagai donatur WHO.

    Imbasnya, apakah kondisi setelah ini tetap bisa terjaga kesehatan dunia.

    Situasi kesehatan dunia akan jadi perhatian penting karena besarnya jumlah penduduk Amerika Serikat, yang juga banyak melakukan perjalanan ke berbagai negara di dunia.

    Kondisi ini membawa dampak dalam pengawasan perjalanan kesehatan internasonal.

    “Harus ditunggu bagaimana implementasi atau eksekusi keputusan itu, apakah akan ada waktu tertentu sampai ini benar-benar terlaksana. Pernah ada informasi bahwa prosesnya akan memakan waktu 1 tahun, tetapi mungkin saja situasinya berbeda kini,” kata direktur pascasarjana RS YARSI ini.

     

    (Tribunnews.com/Anita K Wardhani/Rina Ayu/Rizki Sandi Saputra/BBC/Kompas.com)

  • Donald Trump Ingin AS Keluar dari Keanggotaan, WHO Ingatkan ‘Kenangan Manis’ saat Atasi Cacar – Halaman all

    Amerika Serikat Keluar dari WHO, Donald Trump Hentikan Transfer Dana, Apa Efek pada Kesehatan Dunia? – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JENEWA – Pernyataan mengejutkan keluar dari Donald Trump usai resmi dilantik sebagai Presiden Amerika Serikat (AS), Senin (20/1/2025).

    Donald Trump mengumumkan AS keluar dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). 

    Pernyataan resmi ini dilontarkan dari Gedung Putih pada Senin (20/1/2025) waktu setempat. 

    Mengutip dari BCC, kebijakan itu diumumkan pada Senin (20/1/2025) melalui penandatangan perintah eksekutif.

    Apa dampaknya pada kelangsungan sistem kesehatan dunia? Berikut ulasannya

    Banyak yang menduga jika efek pertama keluarnya Amerika Serikat (AS) sebagai anggota WHO ialah pada pendanaan dan anggaran WHO.

    Kritik Trump Pada WHO, Merasa Ditipu Soal Covid-19 dan Memilih Keluar 

    Induk kesehatan dunia milik PBB itu berulang kali dikritik Trump atas penanganannya terhadap pandemi Covid-19.

    Beberapa jam setelah pelantikan, Trump berujar bahwa AS membayar jauh lebih banyak ke WHO daripada China.

    Presiden Donald Trump mengumumkan keputusan untuk menarik Amerika Serikat (AS) keluar dari WHO. (Tangkap layar ABC News)

    “(Badan) Kesehatan Dunia menipu kita,” lanjutnya, dikutip Kompas.com.

    Trump sering mengkritik cara badan internasional tersebut menangani Covid-19 dan memulai proses penarikan diri dari lembaga yang berbasis di Jenewa tersebut selama pandemi.

    Sayangnya saat masa Presiden Joe Biden, Biden membatalkan keputusan itu.

    “WHO sangat menginginkan USA kembali, jadi  dilihat saja apa yang terjadi,” kata Trump.

    Trump beralasan jika AS menarik diri karena kesalahan organisasi tersebut dalam menangani pandemi Covid-19 yang muncul di Wuhan, Tiongkok, dan krisis kesehatan global lainnya, kegagalan organisasi tersebut untuk mengadopsi reformasi yang sangat diperlukan, dan ketidakmampuannya untuk menunjukkan kemandirian.

    Trump menuduh WHO bias terhadap Tiongkok dalam cara mereka mengeluarkan pedoman selama wabah ini terjadi.

    Bukan Kali Pertama, Trump Pernah Berupaya Bawa AS Keluar dari WHO

    Kali kedua Trump memerintahkan AS keluar dari WHO.

    Tindakan ini merupakan kali kedua Trump memerintahkan AS keluar dari WHO.

    Awalnya, ia berupaya membawa AS keluar dari WHO saat masa jabatan pertamanya.

    Trump sebagai presiden ke-45 AS menuduh WHO dipengaruhi China selama awal pandemi.

    Namun, upaya Trump dibatalkan oleh Joe Biden setelah politisi Demokrat itu menang pemilihan presiden atau pilpres AS 2020.

    AS Jadi Donatur Terbesar, Trump Perintahkan Stop Transfer Dana ke WHO

    Kantor pusat Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di Geneva, Swiss. WHO menyerukan tindakan segera dan terpadu untuk menindaklanjuti temuan kasus kematian anak-anak di sejumlah negara usai mengonsumsi obat batuk sirup. (Global Times/VCG)

    Pada keputusannya kali ini, Trump meneken perintah eksekutif yang memerintahkan badan-badan terkait menghentikan sementara transfer dana, dukungan, atau sumber daya Pemerintah AS ke WHO.

    Amerika Serikat adalah donatur terbesar bagi organisasi yang berkantor pusat di Jenewa, Swiss, tersebut. 

    Dukungan finansial AS sangat penting bagi operasional WHO.

    Di bawah pemerintahan Biden, AS terus menjadi penyandang dana terbesar bagi WHO dan pada tahun 2023 menyumbang hampir seperlima anggaran badan tersebut. 

    Anggaran tahunan organisasi ini adalah $6,8 miliar (£5,5 miliar).

    Efek untuk Amerika Jika Keluar dari WHO

    Pakar kesehatan masyarakat mengkritik keputusan Trump untuk keluar dari WHO, dan memperingatkan bahwa mungkin ada konsekuensi bagi kesehatan masyarakat Amerika.

    Beberapa orang berpendapat bahwa langkah ini memutus kemajuan AS dalam memerangi penyakit menular seperti malaria, tuberkulosis, dan Hiv & Aids.

    “Ini adalah keputusan presiden yang sangat dahsyat. Penarikan diri dari program ini merupakan luka yang sangat menyedihkan bagi kesehatan dunia, namun luka yang lebih dalam bagi Amerika Serikat,” kata pakar kesehatan masyarakat global dan profesor di Universitas Georgetown, Lawrence Gostin.

    Jika Amerika keluar dari WHO, akan memicu restrukturisasi besar-besaran lembaga itu dan dapat mengganggu rencana-rencana kesehatan global.

    Kabinet Trump juga mengumumkan rencana meninjau dan membatalkan Strategi Keamanan Kesehatan Global AS 2024, yang dirancang Biden untuk mencegah, mendeteksi, serta menanggapi ancaman penyakit menular.

    AS keluar dari WHO saat kekhawatiran dunia meningkat mengenai pandemi flu burung (H5N1). Puluhan orang terinfeksi dan satu pasien meninggal di Amerika Serikat.

    Negara-negara anggota WHO sejak akhir 2021 merundingkan perjanjian pertama di dunia tentang pencegahan, kesiapsiagaan, dan tanggapan pandemi.

    Dengan keluarnya AS, negosiasi akan dilanjutkan tanpa partisipasi Washington.

    Situasi Kesehatan Dunia Jika AS Keluar dari WHO

    Keputusan Presiden Trump yang mengeluarkan Amerika Serikat dari keanggotaaan WHO menimbulkan kekhawatiran pada situasi kesehatan global.

    Hal ini disampaikan Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara Prof Tjandra Yoga Aditama di Jakarta, Selasa (21/1/2025).

    Prof Tjandra Yoga Aditama (HO/TRIBUNNEWS)

    Ia menuturkan, Amerika Serikat mempunyai berbagai pusat kajian kesehatan yang diakui dunia seperti Center of Diseases Control and Prevention (CDC), National Institute of Health (NIH) dan lainnya.

    “Bagaimana peran berbagai organisasi ini sesudah Amerika Serikat menarik diri dari WHO,” ujar Prof Tjandra.

    Banyak pakar Amerika Serikat yang aktif dalam kesehatan global, termasuk bekerja di World Health Organization (WHO).

    Ada berbagai Universitas ternama di Amerika Serikat yang bergerak dalam kesehatan global pula.

    “Tentu patut ditelusuri bagaimana peran para pakar ini di kesehatan global kelak, sehubungan dengan kebijakan Trump di hari pertama kerjanya ini,” kata dia.

    Lebih jauh, aspek pendanaan dan anggaran WHO terkena dampak cukup bermakna jika kontribusi dari Amerika Serikat dihentikan.

    Amerika Serikat sudah lama dikenal sebagai donatur WHO.

    Imbasnya, apakah kondisi setelah ini tetap bisa terjaga kesehatan dunia.

    Situasi kesehatan dunia akan jadi perhatian penting karena besarnya jumlah penduduk Amerika Serikat, yang juga banyak melakukan perjalanan ke berbagai negara di dunia.

    Kondisi ini membawa dampak dalam pengawasan perjalanan kesehatan internasonal.

    “Harus ditunggu bagaimana implementasi atau eksekusi keputusan itu, apakah akan ada waktu tertentu sampai ini benar-benar terlaksana. Pernah ada informasi bahwa prosesnya akan memakan waktu 1 tahun, tetapi mungkin saja situasinya berbeda kini,” kata direktur pascasarjana RS YARSI ini.

    Respon WHO, Masih Berharap AS  Tak Keluar dari Keanggotaan

     (Times of Israel)

    Organisasi kesehatan dunia atau WHO buka suara terkait keluarnya Amerika Serikat dari keanggotaan WHO.

    Melalui keterangan tertulis, WHO menyesalkan pengumuman penarikan diri Amerika Serikat dari organisasi tersebut.

    WHO memainkan peran penting dalam melindungi kesehatan dan keamanan masyarakat dunia, termasuk warga Amerika dalam merespons keadaan darurat kesehatan seperti wabah penyakit.

    Amerika Serikat merupakan anggota pendiri WHO pada tahun 1948 dan telah berpartisipasi dalam membentuk dan mengatur kerja WHO sejak saat itu, bersama dengan 193 Negara Anggota lainnya, termasuk melalui partisipasi aktifnya dalam Majelis Kesehatan Dunia dan Dewan Eksekutif. 

    Selama lebih dari tujuh dekade, WHO dan Amerika Serikat telah menyelamatkan banyak nyawa dan melindungi warga Amerika dan semua orang dari ancaman kesehatan. 

    “Bersama-sama, WHO dan AS mengakhiri penyakit cacar, dan bersama-sama kita membawa polio ke ambang pemberantasan. Institusi-institusi Amerika telah berkontribusi dan memperoleh manfaat dari keanggotaan WHO,” tulis WHO dilaman resminya, Selasa (22/1/2025).

    Dengan partisipasi Amerika Serikat dan Negara Anggota lainnya, WHO selama 7 tahun terakhir telah menerapkan rangkaian reformasi terbesar dalam sejarahnya, untuk mengubah akuntabilitas, efektivitas biaya, dan dampaknya di berbagai negara. 

    “Kami berharap Amerika Serikat akan mempertimbangkan kembali dan kami berharap dapat terlibat dalam dialog konstruktif untuk mempertahankan kemitraan antara Amerika Serikat dan WHO, demi kepentingan kesehatan dan kesejahteraan jutaan orang di seluruh dunia,” lanjut keterangan tersebut.

    Pengamat: Potensi Amerika Serikat jadi ‘Preman Dunia’ di Bawah Kendali Donald Trump 2.0

    Terpisah, Direktur Eksekutif Center for Strategic and International Studies (CSIS) Yose Rizal Damuri membeberkan soal kemungkinan-kemungkinan yang terjadi di dunia global usai Donald Trump kembali memimpin Amerika Serikat.

    Menurut Yose, pemerintahan administrasi Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Donald Trump jilid dua dimungkinkan akan lebih kontroversial dibandingkan periode pertama Trump memimpin.

    “Dan kemarin-kemarin juga dengan statement-statement yang diberikan itu kelihatan sekali bahwa presiden Trump dan administrasi nya itu akan menjadi kontroversial dibandingkan tahun tahun sebelumnya,” kata Yose saat media briefing dengan tema Pelantikan Trump Dinamika Baru persaingan AS-China dan Tantangan bagi Indonesia, di Auditorium CSIS, Jakarta, Selasa (21/1/2025).

    Bahkan, pada hari ini atau belum tepat 24 jam Donald Trump dilantik, presiden yang berasal dari Republican Party tersebut sudah meneken beberapa kesepakatan.

    Satu di antaranya keputusan Amerika Serikat yang keluar dari Paris Agreement dan keluar sebagai anggota World Health Organization (WHO).

    “Sudah ada beberapa eksekutif order yang sudah ditandatangani yang kemudian memperlihatkan bahwa berbagai tindak kontroversial itu akan dijalankan oleh presiden Trump sendiri,” kata dia.

    “Jadi kelihatan nya ada keinginan dari administrasi baru ini untuk work the talk, apa yang mereka sudah kabarkan sudah beritakan sebelumnya,” sambung Yose.

    Atas hal itu, Yose menilai kondisi tersebut harus diantisipasi ke depan dan jangan sampai setiap bangsa khususnya Indonesia, merasa terkejut dengan berbagai tindakan yang dilakukan oleh pemerintahan Trump yang baru ini.

    “Dan untuk itu kita di Indonesia juga perlu untuk mengantisipasi serta merespons dengan tepat berbagai kemungkinan-kemungkinan tadi,” beber dia.

    Tak cukup di situ, Yose juga melihat kalau kebijakan Trump yang dinilai bakal menuai kontroversial itu akan turut didukung oleh banyak pihak.

    “Catatan saya adalah bahwa ini kelihatan nya kebijakan-kebijakan yang akan diambil oleh adminstrasi baru ini mendapatkan dukungan yang cukup luas dari berbagai pihak di Amerika Serikat sendiri,” kata dia.

    “Baik itu dari, sisi pemerintahannya karena memang kita bisa lihat sendiri Republikan itu sendiri mendapatkan porsi dukungan yang cukup kuat di kongres serta juga di berbagai tempat-tempat yang lainnya,” sambung Yose.

    Bahkan lebih jauh, beberapa pegiat bisnis yang berbasis di Amerika Serikat juga sudah mulai mengarah untuk memberikan dukungan terhadap kebijakan Trump.

    Padahal menurut Yose, pada masa kepemimpinan Trump yang pertama, banyak pebisnis yang tidak sejalan dengan kebijakan Presiden berusia 78 tahun itu.

    “Dan itu mungkin catatan yang pertama, jadi ada kecenderungan dukungan yang cukup kuat juga dari dunia usaha terutama yang datangnya dari Amerika Serikat sendiri tentunya ini diberikan dengan berbagai konsesi-konsesi yang ada,” ucap Yose.

    Lebih lanjut, dia juga berpandangan kalau ke depan di sektor ekonomi, pemerintahan Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Donald Trump akan lebih mementingkan negaranya itu sendiri.

    Terkait dengan itu tentunya menurut Yose, posisi geopolitik Amerika Serikat akan menjadi lebih penting.

    Bahkan bukan tidak mungkin, Amerika Serikat ke depan akan banyak menarik diri dari beragam kesepakatan-kesepakatan internasional.

    “Itu dalam rangka agar Amerika Serikat sendiri bisa menerapkan kebijakan-kebijakan yang sifatnya lebih unilateral dan menekan mitra-mitra atau negara-negara yang lainnya,” ujar dia.

    Dalam momen ini, Yose berkelakar kalau bukan tidak mungkin, Amerika Serikat di bawah Donald Trump akan membuat kebijakan-kebijakan baru yang sifatnya lebih menekan kepada mitra negara.

    Lebih jauh, dirinya menyebut, jika sebelumnya Amerika Serikat kerap disebut Polisi Dunia, maka bukan tidak mungkin ke depan Amerika Serikat akan bersikap sebagai Preman Dunia.

    “Mungkin bisa dibilang secara bercanda ya, kalau dulu kita selalu komplain karena Amerika Serikat menempatkan diri sebagai polisi dunia, mengatur-atur dunia dan mencoba memberikan menetapkan rambu-rambu dunia, tapi ke depannya mungkin kita harus mengantisipasi ketika Amerika Serikat menjadi preman dunia,” kata dia.

    Preman di sini artinya menurut Yose, Amerika Serikat akan membuat kebijakan yang sifatnya unilateral dengan menekan berbagai negara mitra untuk mengikuti keinginan mereka.

    “Preman ini artinya memang maunya hanya menekan kepada berbagai negara-negara lain mitra-mitra lainnya untuk mengikuti keinginan atau interest mereka bahkan tidak mengindahkan rambu-rambu yang tadinya atau berbagai agreement-agreement yang tadinya dibuat oleh Amerika Serikat sendiri, ataupun juga bersama dengan negara-negara lainnya,” tukas dia.

    (Tribunnews.com/Anita K Wardhani/Rina Ayu/Rizki Sandi Saputra/BBC/Kompas.com)

  • Disinggung Trump, Negara Mana yang Paling Banyak Sumbang Dana ke WHO?

    Disinggung Trump, Negara Mana yang Paling Banyak Sumbang Dana ke WHO?

    Jakarta

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump ikut menyinggung sumbangan dana yang selama ini dikeluarkan untuk Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Hal ini menjadi salah satu alasan di balik keputusan kontroversial AS keluar dari keanggotaan WHO.

    Mengingat, AS menjadi penyumbang dana terbesar dalam pendanaan WHO. Diikuti organisasi Bill Gates & Melinda Foundation. Dalam pengumumannya, Trump bahkan menyoroti keterlibatan China dalam pendanaan WHO yang 90 persen lebih rendah dari AS.

    Berbicara di Gedung Putih, ia menuding WHO bias terhadap China. “WHO menipu kita,” ujar Trump dalam konferensi pers di Gedung Putih.

    Dikutip dari laman resmi WHO, berikut sumber pendanaan WHO dari sejumlah negara dan organisasi berdasarkan pemantauan di Selasa (21/1):

    Amerika Serikat: 14,53 persen (terbanyak untuk pengendalian atau eradikasi penyakit polio yakni 24,44 persen dari total pendanaan)Bill & Melinda Gates Foundation: 13,67 persen (untuk peningkatan akses terhadap layanan kesehatan berkualitas tanpa memandang jenis kelamin, usia, atau disabilitas)Gavi Alliance: 10,49 persen (19,35 persen pendanaan untuk kedaruratan kesehatan akut yang perlu ditanggapi dengan cepat, memanfaatkan kapasitas nasional dan internasional yang relevan, 5,18 persen untuk peningkatan akses obat-obatan, vaksin, diagnostik, dan alat untuk perawatan kesehatan primer)European Commission: 7,82 persen (4,74 persen untuk pencegahan epidemi dan pandemi)World Bank: 4,02 persen (4,03 persen pendanaan untuk menanggapi keadaan darurat kesehatan, respons yang cepat)Jerman: 3,29 persen (pendanaan kesiapan negara untuk kondisi darurat)Kanada: 2,32 persen (1,63 persen sebagai strategi pencegahan untuk penyakit prioritas di wilayah rawan pandemi atau wabah)European Investment Bank 2,27 (beberapa pendanaan diberikan untuk penanganan lingkungan yang sehat untuk meningkatkan kesehatan masyarakat yang berkelanjutan)United Kingdom of Great Britain and Northern Ireland: 2,27% (mendukung dan memberdayakan penanganan faktor risiko kesehatan)Miscellaneous: 2,02% (mengupayakan hal yang aman dan adil melalui penanganan faktor penentu kesehatan)Rotary International: 1,78% (program khusus penelitian, pengembangan, dan pelatihan penelitian dalam reproduksi manusia)India: 1,58% (penguatan kepemimpinan, tata kelola, dan advokasi untuk kesehatan, membantu negara-negara siap secara operasional untuk menilai dan mengelola risiko dan kerentanan wabah).

    China Peringkat Berapa?

    Jauh dari AS, China ‘hanya’ menyumbang 0,35 persen dari total pendanaan WHO di peringkat ke-41.

    Dampak dari keluarnya AS kepada aspek pendanaan juga disoroti Mantan Direktur WHO Asia Tenggara Prof Tjandra Yoga Aditama. Prof Tjandra menilai WHO perlu melalukan upaya rekayasa finansial. Semata-mata demi menjaga kesehatan global tetap terlaksana dengan baik.

    “Anggaran WHO akan terkena dampak cukup bermakna kalau kontribusi dari Amerika Serikat dihentikan,” sorotnya.

    (naf/kna)

  • Respons WHO usai Trump Perintahkan AS Tarik Diri dari Keanggotaan

    Respons WHO usai Trump Perintahkan AS Tarik Diri dari Keanggotaan

    Jakarta

    Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyesalkan keputusan Presiden Donald Trump yang berencana menarik diri dari organisasi tersebut. Keputusan itu disampaikan WHO dalam pernyataan resminya.

    “WHO memainkan peran penting dalam melindungi kesehatan dan keamanan masyarakat dunia, termasuk warga Amerika, dengan menangani akar penyebab penyakit, membangun sistem kesehatan yang lebih kuat, dan mendeteksi, mencegah, serta menanggapi keadaan darurat kesehatan, termasuk wabah penyakit, yang sering kali terjadi di tempat-tempat berbahaya yang tidak dapat dijangkau orang lain,” tulis WHO dikutip Selasa (21/1/2025).

    WHO menyebut Amerika Serikat merupakan anggota pendiri organisasi tersebut di tahun 1948 dan telah berpartisipasi dalam membentuk dan mengatur pekerjaan WHO sejak saat itu, bersama dengan 193 Negara Anggota lainnya, termasuk melalui partisipasi aktifnya dalam Majelis Kesehatan Dunia dan Dewan Eksekutif.

    Selama lebih dari tujuh dekade, WHO dan AS telah menyelamatkan banyak nyawa dan melindungi warga Amerika dan semua orang dari ancaman kesehatan.

    “Bersama-sama, kita mengakhiri cacar, dan bersama-sama kita telah membawa polio ke ambang pemberantasan. Lembaga-lembaga Amerika telah berkontribusi dan mendapat manfaat dari keanggotaan WHO,” beber WHO.

    Dengan partisipasi Amerika Serikat dan Negara Anggota lainnya, WHO selama 7 tahun terakhir telah melaksanakan serangkaian reformasi terbesar dalam sejarahnya, untuk mengubah akuntabilitas, efektivitas biaya, dan dampak kami di berbagai negara.

    “Kami berharap Amerika Serikat akan mempertimbangkan kembali dan kami berharap dapat terlibat dalam dialog yang konstruktif untuk mempertahankan kemitraan antara AS dan WHO, demi manfaat kesehatan dan kesejahteraan jutaan orang di seluruh dunia,” tandasnya.

    (kna/kna)