Jakarta –
Sekelompok ilmuwan dari Koç University di Istanbul, Turki, menemukan ada empat tanda yang menunjukkan potensi pasangan suka selingkuh. Dalam studi, ilmuwan melakukan survei terhadap 280 responden mengenai hubungan asmara mereka dan apakah mereka memiliki niat untuk selingkuh.
Dalam studi yang diterbitkan dalam The Family Journal, para peneliti menjelaskan penelitian ini dilakukan untuk mengeksplorasi faktor-faktor yang berkaitan dengan perselingkuhan. Terlebih dampak perselingkuhan yang begitu besar untuk hubungan dan keluarga.
“Temuan ini menyoroti pentingnya menangani masalah perselingkuhan orang tua, kecenderungan menghindari kedekatan pada masa dewasa, serta masalah keintiman dalam terapi pasangan, mengingat risiko terjadinya perselingkuhan,” tulis para peneliti dalam studi, dikutip dari Daily Mail, Selasa (25/11/2025).
Seluruh responden berusia 18-30 tahun, tidak menikah, tidak memiliki anak, dan sedang menjalani hubungan asmara setidaknya setahun. Partisipan ditanya tentang riwayat keluarga, gaya hubungan, dan niat mereka untuk selingkuh.
Hasilnya, seseorang lebih mungkin selingkuh jika mereka memiliki riwayat berselingkuh pada hubungan sebelumnya. Risiko perselingkuhan juga meningkat jika salah satu orang tua mereka pernah berselingkuh.
“Individu dapat meniru perilaku pasif-agresif orang tua mereka sebagai bentuk perlindungan terhadap hubungan romantis mereka di masa depan, dan cenderung menghindari menunjukkan emosi secara tulus, terutama emosi negatif dalam hubungan,” jelas peneliti.
Hubungan yang kurang memiliki keintiman dan kepuasan seksual juga mendorong seseorang lebih rentan selingkuh. Ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan seksual yang tidak terpenuhi atau mencari kedekatan seksual dari orang lain.
Selain itu, tingkat attachment avoidance (menghindari kedekatan emosional) yang tinggi dan rendahnya persepsi kedekatan emosional seksual juga menjadi tanda bahaya seseorang berpotensi selingkuh.
Secara keseluruhan, para peneliti berharap hasil ini dapat membantu pasangan membangun hubungan yang lebih percaya.
“Temuan ini dapat menjadi wawasan bagi terapis pasangan dan keluarga untuk menyesuaikan sesi konseling guna menurunkan risiko perselingkuhan, atau mendukung individu maupun pasangan yang datang karena dampak negatif perselingkuhan serta kebutuhan menemukan makna dari pengalaman tersebut,” tandas mereka.
Halaman 2 dari 2
(avk/naf)


/data/photo/2025/04/22/680749ee9bfd5.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)



/data/photo/2025/05/12/6821589847319.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)


