Topik: Penyelenggaraan Haji

  • Provinsi dengan Pendaftar Terbanyak Dapat Kuota Haji Lebih Besar di 2026

    Provinsi dengan Pendaftar Terbanyak Dapat Kuota Haji Lebih Besar di 2026

    Liputan6.com, Jakarta Wakil Menteri Haji dan Umrah, Dahnil Anzar Simanjuntak mengatakan, sistem pembagian kuota haji tahun 1447 Hijriah atau 2026 Masehi dilakukan secara transparan dan berkeadilan, di mana provinsi dengan jumlah pendaftar lebih banyak akan memperoleh kuota tebesar.

    “Provinsi dengan jumlah pendaftar lebih banyak akan memperoleh kuota lebih besar, sehingga masa tunggu jamaah di seluruh daerah dapat menjadi lebih seragam,” kata dia di Jakarta, Rabu (29/10/2025).

     

    Untuk penyelenggaraan haji 2026, kata Dahnil, Arab Saudi menetapkan kuota Indonesia sebanyak 221.000 jamaah, terdiri atas 203.320 haji reguler (92 persen) dan 17.680 haji khusus (8 persen). Jumlah ini sama seperti tahun sebelumnya dan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2025 tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 8 Tahun 2019 mengenai Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.

    Dahnil menegaskan, seperti dilansir dari Antara, penerapan sistem berbasis daftar tunggu, sesuai Pasal 13 UU Nomor 14 Tahun 2025, di mana mengatur pembagian kuota haji reguler berdasarkan jumlah pendaftar di tiap daerah. Kebijakan ini dinilai lebih adil karena mengurangi kesenjangan masa tunggu antarprovinsi yang bisa mencapai 47 tahun, dan memastikan pemerataan manfaat dana setoran haji.

    “Sebagai contoh, berdasarkan data per 16 September 2025, Provinsi Aceh dengan 144.076 pendaftar dari total nasional 5.398.420 akan memperoleh kuota sebanyak 5.426 orang,” ungkap dia.

    Dahnil menuturkan, melalui skema perhitungan tersebut terdapat 10 provinsi yang akan mengalami penambahan kuota dan perpendekan masa tunggu, sementara 20 provinsi lainnya akan mengalami penyesuaian yang berdampak pada penambahan waktu tunggu.

    “Pola pembagian kuota berbasis daftar tunggu ini akan diterapkan sekurang-kurangnya selama tiga tahun ke depan dan akan diperbarui pada tahun keempat,” jelas dia.

     

  • Kemenhaj Atur Ulang Kuota Haji, Waktu Tunggu Lebih Merata

    Kemenhaj Atur Ulang Kuota Haji, Waktu Tunggu Lebih Merata

    Jakarta, Beritasatu.com — Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Haji dan Umrah (Kemenhaj) menetapkan kuota haji Indonesia tahun 1447 Hijriah/2026 Masehi sebanyak 221.000 jemaah. Berdasarkan data aplikasi Nusuk Masar, kuota tersebut terdiri atas 203.320 jemaah haji reguler (92%) dan 17.680 jemaah haji khusus (8%). 

    Jumlah ini tetap sama seperti tahun sebelumnya dan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2025 tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.

    Penetapan kuota tahun 2026 menjadi tonggak penting karena untuk pertama kalinya pembagian kuota antarprovinsi dilakukan berdasarkan proporsi daftar tunggu jemaah haji di masing-masing wilayah. Mengacu pada Pasal 13 UU Nomor 14 Tahun 2025, kuota reguler dibagi ke tingkat provinsi dan kabupaten/kota dengan mempertimbangkan jumlah daftar tunggu calon jemaah.

    Untuk memastikan transparansi perhitungan, rumusan pembagian kuota yang digunakan adalah:

    Kuota Provinsi = (daftar tunggu provinsi ÷ total daftar tunggu nasional) × total kuota haji reguler nasional.

    Sebagai contoh, untuk Provinsi Aceh dengan daftar tunggu 144.076 orang dari total nasional 5.398.420 orang, maka alokasinya adalah 5.426 jemaah.

    Pemerataan Waktu Tunggu

    Pola baru ini dinilai lebih adil dan transparan, karena provinsi dengan jumlah pendaftar lebih banyak akan memperoleh kuota lebih besar. Dengan mekanisme ini, masa tunggu jemaah di seluruh provinsi diharapkan menjadi lebih seragam, sehingga tidak ada lagi kesenjangan ekstrem antara daerah dengan antrean puluhan tahun dan daerah dengan waktu tunggu singkat.

    Selain menjamin pemerataan waktu tunggu, sistem ini juga menciptakan keadilan keuangan dalam konteks nilai manfaat dana haji. Seluruh jemaah akan memiliki peluang yang setara dalam mengakses dana manfaat setoran hajinya.

    Selama ini, perbedaan waktu tunggu antarprovinsi sering menjadi sumber kritik dari masyarakat dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang menilai terdapat unsur gharar (ketidakpastian) dalam pengelolaan dana manfaat haji.

    Berbeda dengan pembagian kuota tahun 2025 dan sebelumnya yang sempat menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) karena tidak sepenuhnya merujuk pada undang-undang, sistem tahun 2026 ini dirancang lebih proporsional dan sesuai ketentuan hukum. Dengan sistem baru, masa tunggu haji antarprovinsi akan berada dalam rentang waktu yang relatif sama, mencerminkan prinsip keadilan dalam penyelenggaraan ibadah haji.

    Wakil Menteri Haji dan Umrah Dahnil Anzar Simanjuntak, mengatakan skema baru ini akan membawa dampak positif terhadap pemerataan kuota di seluruh wilayah.

    “Melalui skema perhitungan baru ini, sepuluh provinsi akan mengalami penambahan kuota yang berdampak pada pemendekan masa tunggu, sedangkan dua puluh provinsi lainnya akan mengalami penyesuaian kuota yang berimplikasi pada penambahan waktu tunggu,” ujar Dahnil dalam Rapat Kerja bersama Komisi VIII DPR, Selasa (28/10/2025).

    Dahnil menegaskan pola pembagian kuota berbasis daftar tunggu ini akan diterapkan selama tiga tahun ke depan dan diperbarui pada tahun keempat.

    “Selain memberikan kepastian dalam perencanaan dan penganggaran, kebijakan tiga tahunan ini juga sejalan dengan pola kontrak multiyears yang mulai diterapkan dalam layanan penyelenggaraan haji 1447H/2026, seperti layanan umum dan transportasi udara,” jelasnya.

    Kementerian Haji dan Umrah menegaskan komitmennya untuk menjaga keadilan, transparansi, dan akuntabilitas dalam setiap kebijakan penyelenggaraan haji. Sistem pembagian kuota yang baru ini diharapkan mampu memastikan setiap warga negara memperoleh kesempatan yang sama untuk menunaikan ibadah haji dengan waktu tunggu yang lebih proporsional dan berkeadilan di seluruh Indonesia.

  • Dilegalkan Pemerintah, Begini Syarat dan Tata Cara Umrah Mandiri

    Dilegalkan Pemerintah, Begini Syarat dan Tata Cara Umrah Mandiri

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Haji dan Umrah telah melegalkan Umrah mandiri sebagai respons atas dinamika kebijakan pemerintah Arab Saudi.

    Aturan Umrah mandiri ini telah tercantum dalam Undang-undang (UU) No.14/2025 tentang Perubahan Ketiga atas UU No.8/2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah. 

    Wakil Menteri Haji Dahnil Anzar Simanjuntak mengatakan aturan ini diperlukan untuk memberikan payung hukum terkait pelaksanaan Umrah mandiri dari aspek keamanan, perlindungan jamaah, serta ketertiban administrasi.

    “Dinamika kebijakan Arab Saudi tidak dapat dihindari. Untuk itu perlu regulasi yang memberikan perlindungan untuk jamaah umrah kita yang memilih umrah mandiri, serta juga melindungi ekosistem ekonominya,” ujar Sabtu (25/10/2025).

    Syarat dan cara Umrah mandiri

    Berdasarkan mekanisme umrah mandiri tertuang dalam UU No. 14/2025 pasal 86. Ayat (1) pasal tersebut menyatakan bahwa perjalanan ibadah Umrah dilakukan melalui tiga cara, yakni melalui penyelenggara perjalanan ibadah umrah (PPIU), mandiri, serta melalui menteri.

    Dalam beleid yang sama terdapat persyaratan bagi calon jemaah umrah mandiri yang termaktub di antaranya antara lain harus beragama Islam. 

    Kemudian, memiliki paspor yang masih berlaku paling singkat enam bulan, memiliki tiket pulang pergi ke Arab Saudi, surat keterangan sehat, serta visa dan bukti pembelian paket layanan yang terdaftar melalui Sistem Informasi Kementerian.

    Setelah memenuhi persyaratan yang dibutuhkan, jemaah dapat melakukan pendaftaran untuk menjalani ibadah umrah mandiri dengan mengakses laman Nusuk Umrah.

    Nusuk Umrah sendiri merupakan platform resmi di bawah Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi. Platform ini memudahkan jemaah untuk melakukan ibadah Umrah yang efisien.

    Dalam laman https://umrah.nusuk.sa juga telah tersedia tahapan untuk mendaftar ibadah Umrah mandiri. Perinciannya, setelah selesai membuat akun di laman tersebut, jemaah diarahkan untuk membuat paket perjalanan Umrah yang diinginkan.

    Kemudian, jemaah memesan paket perjalanan Umrah dengan tarif yang beragam. Setelah semua terkonfirmasi, jemaah akan masuk ke tahap penerbitan visa

    Sanksi Tegas untuk Umrah Mandiri 

    Adapun, Undang-undang (UU) No.14/2025 tentang Perubahan Ketiga atas UU No.8/2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah juga menetapkan sanksi tegas bagi pihak-pihak yang menyalahgunakan mekanisme umrah mandiri. 

    Hal itu termaktub dalam Pasal 122 yang menyatakan bahwa individu atau korporasi yang bertindak sebagai PPIU tanpa izin, atau memberangkatkan jamaah tanpa hak, dapat dipidana penjara hingga enam tahun dan/atau denda maksimal Rp2 miliar.

  • Waktu Tunggu Haji Diseragamkan 26 Tahun

    Waktu Tunggu Haji Diseragamkan 26 Tahun

    GELORA.CO -Pemerintah melalui Kementerian Haji dan Umrah (Kemenhaj) akan menerapkan sistem pembagian kuota baru dalam penyelenggaraan ibadah haji 2026. 

    Skema ini memastikan waktu tunggu jemaah di seluruh provinsi menjadi seragam sekitar 26 tahun. Ini berbeda dari sebelum-sebelumnya yang mana waktu tunggunya mencapai 47 tahun. 

    Wakil Menteri Haji dan Umrah, Dahnil Anzar Simanjuntak menjelaskan bahwa kebijakan baru ini berbeda signifikan dibandingkan dengan sistem pembagian kuota pada penyelenggaraan haji 2025.

    “Masa tunggu semuanya sama sekitar 26 tahun,” kata Dahnil dalam rapat Panja Komisi VIII DPR di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa 28 Oktober 2025. 

    Menurut Dahnil, pembagian dan perhitungan kuota tahun 2025 tidak memiliki landasan hukum yang jelas. Sementara rencana pembagian kuota 2026 telah disusun sesuai dengan UU Nomor 14 Tahun 2025 tentang perubahan ketiga atas UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.

    “Waktu tunggu jemaah haji dengan kuota tahun 2025 sangat bervariatif hingga 47 tahun, sementara rencana kuota tahun 2026 pada seluruh provinsi memiliki masa tunggu yang sama,” ujar mantan Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah ini.

    Dahnil mengurai, dengan sistem penghitungan baru tersebut akan ada 10 provinsi yang mendapatkan penambahan kuota sehingga waktu tunggunya berkurang. Sementara 20 provinsi lainnya mengalami pengurangan kuota yang berdampak pada penambahan masa tunggu.

  • Kemenhaj Gandeng KPK-Kejagung untuk Awasi Penyelenggaraan Haji 2026

    Kemenhaj Gandeng KPK-Kejagung untuk Awasi Penyelenggaraan Haji 2026

    Kemenhaj Gandeng KPK-Kejagung untuk Awasi Penyelenggaraan Haji 2026
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Kementerian Haji dan Umrah menggandeng Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk mengawal penyelenggaraan haji tahun 2026.
    Wakil Menteri Haji dan Umrah Dahnil Anzar Simanjuntak mengatakan, KPK dan Kejagung akan dilibatkan dalam mengawal proses penyediaan layanan di Arab Saudi serta menyusun naskah perjanjian kerja sama dengan para penyedia.
    “Keterlibatan aparat penegak hukum dalam proses penyediaan layanan di Arab Saudi. Pada penyediaan tahun 2026 kami meminta KPK dan Kejagung untuk turut mengawal proses sejak awal,” kata Dahnil dalam rapat kerja dengan Komisi VIII DPR RI di Kompleks DPR/MPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (28/10/2025).
    Dahnil menyebutkan, Kejagung sudah banyak terlibat di Arab Saudi melalui atase hukum.
    Keterlibatan mereka dilakukan hingga proses pendampingan di dalam negeri.
    Dahnil menjabarkan, pelibatan dilakukan untuk menghindari adanya potensi penyimpangan.
    “Hal ini untuk menghindari adanya potensi penyimpangan dalam proses penyediaan. Dan memberikan kejelasan serta kewajiban dan hak kepada para pihak jika terjadi wanprestasi pelayanan,” ujar Dahnil.
    Diketahui, pemerintah Indonesia mendapat kuota haji sebesar 221.000 untuk tahun 2026.
    Dari total kuota tersebut, haji reguler memperoleh jatah 203.320 jemaah, sedangkan haji khusus sebanyak 17.680 jemaah.
    Sementara, jumlah penerbangan haji reguler tahun depan diperkirakan mencapai 525 kloter.
    Tak hanya itu, pemerintah juga mengusulkan rata-rata Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) tahun 2026 sebesar Rp 88.409.365,45 per jemaah.
    Dari total tersebut, Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) yang dibebankan langsung kepada jemaah mencapai Rp 54.924.000 atau sekitar 62 persen dari total BPIH.
    “Jumlah kuota sebanyak 221.000 terdiri dari haji reguler sebanyak 203.320 kuota. Reguler murni 201.585, petugas haji daerah (PHD) 1.050, dan pembimbing KBIHU 685. Haji khusus 17.680,” kata Dahnil.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Umrah Mandiri Dilegalkan, MUI Harap Biro Travel Adaptasi Pelayanan

    Umrah Mandiri Dilegalkan, MUI Harap Biro Travel Adaptasi Pelayanan

    Bisnis.com, JAKARTA – Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Fatwa, Asrorun Ni’am Sholeh, mengatakan pengesahan aturan umrah mandiri bagi jemaah Indonesia dinilai bukan menjadi hambatan bagi pelaku biro travel perjalanan haji dan umrah. Dia menilai seharusnya biro travel dapat beradaptasi dengan aturan tersebut.

    Menurutnya, aturan baru ini merupakan kesempatan bagi travel untuk meningkatkan layanan agar tetap menjadi pilihan bagi calon jemaah umrah dan bukan meminta pemerintah melarang jalur umrah mandiri.

    “Untuk menyesuaikan dengan regulasi baru ini, perlu disikapi dengan cara; (i) memperbaiki layanan umrah bagi travel, agar jamaah merasa nyaman dengan fasilitas dari travel (ii) meningkatkan perlindungan jamaah oleh Pemerintah. bukan justru meminta Pemerintah untuk melarang umrah mandiri,” katanya dalam keterangan tertulis, dikutip Selasa (28/10/2025).

    Pengesahan umrah mandiri, katanya, adalah bentuk penyesuaian regulasi pemerintah Indonesia terhadap aturan pemerintah Arab Saudi, selama pelaksanaannya memenuhi syarat. Sebab, di Arab Saudi, umrah mandiri sudah diperbolehkan.

    Dia menegaskan, meskipun calon jemaah dapat berangkat tanpa pendamping, pemerintah Indonesia wajib menjamin keamanan dan keselamatan bagi calon jemaah umrah mandiri.

    “Di samping itu, ada jaminan keamanan, dan pemastian kebutuhan akomodasi yang dibutuhkan selama perjalanan dan pelaksanaan ibadah,” jelasnya.

    Asrorun menceritakan bahwa dirinya beberapa kali pernah melakukan perjalanan umrah mandiri dengan visa transit.

    Baginya, hal yang terpenting bagi calon jemaah umrah mandiri adalah memahami tata cara ibadah umrah sehingga pelaksanaannya berjalan sempurna.

    “Yang penting; memahami ketentuan aspek syariah, khususnya terkait dengan syarat dan rukun umrah, sehingga dapat melaksanakan ibadah sesuai dengan ketentuan syariah,” ujarnya.

    Dalam catatan Bisnis, Kementerian Haji dan Umrah telah melegalkan aturan umrah mandiri yang tertuang dalam UU No. 14/2025 tentang Perubahan Ketiga atas UU No. 8/2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah.

    Wakil Menteri Haji Dahnil Anzar Simanjuntak menyampaikan bahwa penetapan regulasi umrah mandiri merupakan respons atas dinamika kebijakan yang diterapkan Pemerintah Arab Saudi, sekaligus sebagai bentuk perlindungan terhadap jamaah dari Tanah Air.

    “Dinamika kebijakan Arab Saudi tidak dapat dihindari. Untuk itu perlu regulasi yang memberikan perlindungan untuk jamaah umrah kita yang memilih umrah mandiri, serta juga melindungi ekosistem ekonominya,” ujar Dahnil, Sabtu (25/10/2025).

    Adapun sejumlah persyaratan bagi calon jemaah umrah mandiri yang termaktub dalam pasal 87A, antara lain harus beragama Islam, memiliki paspor yang masih berlaku paling singkat enam bulan, memiliki tiket pulang pergi ke Arab Saudi, surat keterangan sehat, serta visa dan bukti pembelian paket layanan yang terdaftar melalui Sistem Informasi Kementerian.

  • Pro-Kontra Aturan Umrah Mandiri: Pengusaha Menolak, Pemerintah Bergeming

    Pro-Kontra Aturan Umrah Mandiri: Pengusaha Menolak, Pemerintah Bergeming

    Bisnis.com, JAKARTA – Umrah mandiri kini menelan pro dan kontra di masyarakat, khususnya dari kalangan asosiasi travel. Namun, praktik umrah mandiri sudah dilakukan di Indonesia.

    Asosiasi penyelenggaran umrah kini dibayangi ancaman gulung tikar di kalangan travel umrah dan haji imbas, apalagi kini sudah disahkan aturan umrah mandiri. Belum lagi, tantangan masuknya travel asing melalui aplikasi Nusuk.

    Sekretaris Jenderal Sarikat Penyelenggara Umrah dan Haji Indonesia (Sapuhi) Ihsan Fauzi Rahman menyampaikan, pengelolaan atau pelaksanaan umrah tidak semudah yang dibayangkan. Ihsan menyebut, travel haji dan umrah yang telah melaksanakan usaha puluhan tahun saja tidak luput dari masalah, apalagi calon jemaah yang melaksanakan umrah mandiri.

    Namun, kasus umrah yang dibatalkan oleh penyelenggara sepihak sudah berkali-kali viral di Indonesia, hingga penipuan yang dilakukan travel agen bodong. Penyelenggara travel mengaku nombok, sedangkan jamaah yang ingin umrah mengalami kerugian dana dan waktu.

    Regulasi Umrah Mandiri

    Sebagai informasi, Kementerian Haji dan Umrah kini telah melegalkan praktik Umrah mandiri dalam Undang-undang (UU) No. 14/2025 tentang Perubahan Ketiga atas UU No. 8/2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah.

    Wakil Menteri Haji Dahnil Anzar Simanjuntak menyampaikan bahwa penetapan regulasi umrah mandiri merupakan respons atas dinamika kebijakan yang diterapkan Pemerintah Arab Saudi, sekaligus sebagai bentuk perlindungan terhadap jamaah dari Tanah Air.

    “Dinamika kebijakan Arab Saudi tidak dapat dihindari. Untuk itu perlu regulasi yang memberikan perlindungan untuk jamaah umrah kita yang memilih umrah mandiri, serta juga melindungi ekosistem ekonominya,” ujar Dahnil, Sabtu (25/10/2025).

    Lebih lanjut, dia mengakui bahwa sebelum ketentuan UU ini diterapkan, praktik umrah mandiri sejatinya telah berjalan di lapangan. Namun, demikian, Dahnil memandang perlu memberikan payung hukum yang kuat agar pelaksanaan umrah mandiri tetap terjamin dari aspek keamanan, perlindungan jamaah, serta ketertiban administrasi

    Travel Agen Mengeluh

    Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (Amphuri) mengungkapkan sejumlah hal yang dianggap menjadi ancaman bagi penyelenggara perjalanan ibadah umrah (PPIU) usai pemerintah melegalkan umrah mandiri.

    Sekretaris Jenderal Amphuri Zaky Zakariya menyatakan bahwa ketentuan dalam Undang-undang (UU) No. 14/2025 tentang Perubahan Ketiga atas UU No. 8/2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah dapat membuka ruang bagi agen perjalanan daring (online travel agent/OTA) untuk langsung menjamah pasar Indonesia.

    “Legalisasi Umrah mandiri berarti membuka ruang bagi korporasi global dan lokapasar asing seperti Agoda, Booking.com, Maysan, atau bahkan Nusuk milik Arab Saudi untuk langsung menjual paket ke masyarakat Indonesia tanpa melibatkan PPIU,” kata Zaky dalam keterangannya di Jakarta, dikutip pada Senin (27/10/2025).

    Dia melanjutkan, hal ini akan berdampak luas terhadap pelaku usaha dan calon jemaah umrah. Dampak pertama adalah potensi hilangnya kedaulatan ekonomi umat, yang mana sektor umrah-haji disebut telah membuka lapangan kerja bagi lebih dari 4,2 juta pekerja di Indonesia.

    Menurut Zaky, jumlah tersebut terdiri dari pemandu perjalanan dan ibadah, UMKM penyeia perlengkapan, hingga hotel dan katering lokal. Apabila bergeser ke sistem global, dia menyebut dana umat dapat mengalir ke luar negeri selagi tenaga kerja dalam negeri kehilangan penghasilan.

    Tudingan Bisa Kehilangan Devisa

    Umat beragama muslim melakukan umrah bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, membersihkan diri dari dosa, dan menyucikan jiwa. Ibadah ini juga bertujuan untuk memperkuat iman dan ketakwaan, serta melakukan refleksi diri. Namun, Zaky menilai dari sisi ekonominya.

    Zaky mengatakan umrah mandiri berpotensi menurunkan pengawasan dan perlindungan jemaah, yang dalam hal ini PPIU wajib memiliki izin, akreditasi, sertifikasi, bank garansi, dan tunduk pada pengawasan Kementerian Agama (Kemenag) dalam menyelenggarakan perjalanan umrah.

    “Sementara entitas asing atau marketplace global tidak akan tunduk pada mekanisme yang sama, sehingga pengawasan negara melemah dan potensi penyimpangan meningkat,” ujarnya.

    Zaky lantas memaparkan bahwa legalisasi umrah mandiri justru mengalihkan nilai tambah jasa yaitu tiket, hotel, katering ke luar negeri, sehingga negara kehilangan potensi pajak dan devisa. Hal ini dinilai bertolak belakang dengan gaung peningkatan tingkat komponen dalam negeri (TKDN).

    Aspek terakhir berkaitan dengan ekosistem umat. Menurutnya, banyak PPIU selama ini dimiliki oleh pesantren, ormas Islam, lembaga zakat, dan tokoh dakwah.

    “Jika sistem ini tergantikan oleh platform global yang hanya berorientasi profit, maka nilai spiritual umrah akan bergeser menjadi sekadar transaksi komersial,” papar Zaky.

    Itu sebabnya, Amphuri berharap bahwa penjabaran teknis dari Kementerian Haji dan Umrah maupun Komisi VIII DPR RI akan menempatkan umrah mandiri dalam koridor semestinya. Pihaknya menyatakan hal ini bertujuan agar legalisasi ini tidak merusak ekosistem keumatan yang telah dibangun ratusan tahun.

    Diberitakan sebelumnya, Kementerian Haji dan Umrah telah melegalkan praktik umrah mandiri dalam UU No. 14/2025 tentang Perubahan Ketiga atas UU No. 8/2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah.

    MUI Dukung Umrah Mandiri

    Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Fatwa, Asrorun Ni’am Sholeh, mengatakan pengesahan aturan umrah mandiri bagi jemaah Indonesia dinilai bukan menjadi hambatan bagi pelaku biro travel perjalanan haji dan umrah. Dia menilai seharusnya biro travel dapat beradaptasi dengan aturan tersebut.

    Menurutnya, aturan baru ini merupakan kesempatan bagi travel untuk meningkatkan layanan agar tetap menjadi pilihan bagi calon jemaah umrah dan bukan meminta pemerintah melarang jalur umrah mandiri.

    “Untuk menyesuaikan dengan regulasi baru ini, perlu disikapi dengan cara; (i) memperbaiki layanan umrah bagi travel, agar jamaah merasa nyaman dengan fasilitas dari travel (ii) meningkatkan perlindungan jamaah oleh Pemerintah. bukan justru meminta Pemerintah untuk melarang umrah mandiri,” katanya dalam keterangan tertulis, dikutip Selasa (28/10/2025).

    Pengesahan umrah mandiri, katanya, adalah bentuk penyesuaian regulasi pemerintah Indonesia terhadap aturan pemerintah Arab Saudi, selama pelaksanaannya memenuhi syarat. Sebab, di Arab Saudi, umrah mandiri sudah diperbolehkan.

    Dia menegaskan, meskipun calon jemaah dapat berangkat tanpa pendamping, pemerintah Indonesia wajib menjamin keamanan dan keselamatan bagi calon jemaah umrah mandiri.

    “Di samping itu, ada jaminan keamanan, dan pemastian kebutuhan akomodasi yang dibutuhkan selama perjalanan dan pelaksanaan ibadah,” jelasnya.

    Asrorun menceritakan bahwa dirinya beberapa kali pernah melakukan perjalanan umrah mandiri dengan visa transit.

    Baginya, hal yang terpenting bagi calon jemaah umrah mandiri adalah memahami tata cara ibadah umrah sehingga pelaksanaannya berjalan sempurna.

    “Yang penting; memahami ketentuan aspek syariah, khususnya terkait dengan syarat dan rukun umrah, sehingga dapat melaksanakan ibadah sesuai dengan ketentuan syariah,” ujarnya.

  • Biaya Haji 2026 Hanya Turun Rp1 Juta, DPR Singgung soal Potensi Bancakan

    Biaya Haji 2026 Hanya Turun Rp1 Juta, DPR Singgung soal Potensi Bancakan

    Bisnis.com, JAKARTA — DPR RI memandang Kementerian Haji dan Umrah (Kemenhaj) seharusnya dapat kembali menurunkan biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) 2026 yang diusulkan sebesar Rp88,4 juta dalam rapat kerja Komisi VIII pada hari ini. Adapun, usulan biaya haji tersebut hanya turun Rp1 juta dibandingkan besaran pada 2025. 

    Ketua Komisi VIII DPR RI Marwan Dasopang menyoroti adanya potensi kebocoran anggaran penyelenggaraan haji sebesar Rp5 triliun. Dia pun menilai jika potensi kebocoran anggaran tersebut bisa ditangani, semestinya biaya haji dapat menjadi lebih murah.

    “Ini turunnya baru Rp1 juta, Pak Wakil Menteri [Dahnil Anzar Simanjuntak]. Ini belum masuk angka-angka bancakan. Kalau kita masukkan angka bancakan, harus turun Rp5 triliun dari Rp17 triliun,” kata Marwan di ruang rapat Komisi VIII DPR RI, Jakarta, Senin (27/10/2025).

    Lebih lanjut, dia menilai bahwa Kemenhaj masih memiliki kerangka perhitungan biaya yang sama dengan saat penyelenggaran haji berada di bawah Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama (Ditjen PHU Kemenag).

    Sebagai instansi anyar, Marwan berpendapat bahwa Kemenhaj semestinya memiliki terobosan baru dibandingkan pendahulunya.

    Dia lantas berujar bahwa dewan telah mengidentifikasi permasalahan penyelenggaraan ibadah haji era Ditjen PHU, antara lain mengenai pelayanan yang dinilai amburadul dan komponen pembentuk biaya haji yang disinyalir mengandung kebocoran. 

    “Dua hal ini harus terjawab di Kementerian Haji. Kalau tidak, ya artinya sama saja, berarti berpotensi akan ada bancakan lagi,” ujar politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini.

    Oleh karena itu, dia menyebut bahwa DPR bersama Kemenhaj akan kembali berembuk mengenai komponen pembentuk biaya haji agar dapat kembali diturunkan. Pembahasan ini disebutnya akan berlanjut pada Selasa (28/10/2025) besok.

    Sebelumnya, Kemenhaj mengusulkan biaya perjalanan ibadah haji (bipih) 2026 yang ditanggung calon jemaah haji turun Rp1 juta dibandingkan tahun ini, alias menjadi Rp54,92 juta

    Wakil Menteri Haji dan Umrah (Wamenhaj) Dahnil Anzar Simanjuntak mengatakan bahwa jumlah tersebut setara dengan 62% dari total BPIH yang diusulkan pemerintah sebesar Rp88,41 juta.

    “Singkatnya, nilai yang kami ajukan terkait dengan BPIH turun sebesar Rp1 juta dibandingkan tahun yang lalu,” kata Dahnil dalam kesempatan yang sama. 

    Dia memerinci, komponen yang dibebankan langsung kepada jemaah haji tersebut terdiri atas biaya penerbangan pulang-pergi dari embarkasi ke Arab Saudi senilai Rp33,1 juta, akomodasi di Makkah sebesar Rp14,65 juta, akomodasi di Madinah sebanyak Rp3,87 juta, serta biaya hidup alias living cost yang dialokasikan Rp3,3 juta.

    Sementara itu, sisa sebanyak 38% dari BPIH alias senilai Rp33,48 juta akan berasal dari nilai manfaat atau dana optimalisasi.

  • Umrah Mandiri Kini Dilegalkan, Cek Aturan & Syaratnya!

    Umrah Mandiri Kini Dilegalkan, Cek Aturan & Syaratnya!

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Haji dan Umrah telah melegalkan praktik Umrah mandiri dalam Undang-undang (UU) No. 14/2025 tentang Perubahan Ketiga atas UU No. 8/2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah.

    Wakil Menteri Haji Dahnil Anzar Simanjuntak menyampaikan bahwa penetapan regulasi umrah mandiri merupakan respons atas dinamika kebijakan yang diterapkan Pemerintah Arab Saudi, sekaligus sebagai bentuk perlindungan terhadap jamaah dari Tanah Air.

    “Dinamika kebijakan Arab Saudi tidak dapat dihindari. Untuk itu perlu regulasi yang memberikan perlindungan untuk jamaah umrah kita yang memilih umrah mandiri, serta juga melindungi ekosistem ekonominya,” ujar Dahnil, Sabtu (25/10/2025).

    Lebih lanjut, dia mengakui bahwa sebelum ketentuan UU ini diterapkan, praktik umrah mandiri sejatinya telah berjalan di lapangan.

    Namun, demikian, Dahnil memandang perlu memberikan payung hukum yang kuat agar pelaksanaan umrah mandiri tetap terjamin dari aspek keamanan, perlindungan jamaah, serta ketertiban administrasi.

    Ketentuan & Syarat Umrah Mandiri

    Adapun, pengakuan atas mekanisme umrah mandiri tertuang dalam UU No. 14/2025 pasal 86. Ayat (1) pasal tersebut menyatakan bahwa perjalanan ibadah umrah dilakukan melalui tiga cara, yakni huruf a melalui penyelenggara perjalanan ibadah umrah (PPIU), huruf b secara mandiri, serta huruf c melalui menteri.

    Lebih lanjut, terdapat sejumlah persyaratan bagi calon jemaah umrah mandiri yang termaktub dalam pasal 87A, antara lain harus beragama Islam, memiliki paspor yang masih berlaku paling singkat enam bulan, memiliki tiket pulang pergi ke Arab Saudi, surat keterangan sehat, serta visa dan bukti pembelian paket layanan yang terdaftar melalui Sistem Informasi Kementerian.

    Di samping itu, terdapat pengecualian atas sejumlah perlindungan bagi calon jemaah umrah mandiri sebagaimana tercantum pada Pasal 96 UU Haji dan Umrah.

    Hal ini berkaitan dengan pelindungan layanan akomodasi, konsumsi dan transportasi sebagaimana huruf d pasal tersebut. Berikutnya adalah pelindungan jiwa, kecelakaan, dan kesehatan sebagaimana huruf e.

    Pasal 97 lantas mengecualikan jemaah umrah mandiri dari kompensasi dan ganti rugi atas pemberian pelindungan layanan akomodasi, konsumsi, dan transportasi.

    UU Haji juga menetapkan sanksi tegas bagi pihak-pihak yang menyalahgunakan mekanisme umrah mandiri. Pasal 122 menyatakan bahwa individu atau korporasi yang bertindak sebagai PPIU tanpa izin, atau memberangkatkan jamaah tanpa hak, dapat dipidana penjara hingga enam tahun dan/atau denda maksimal Rp2 miliar.

  • Kemenag Pastikan Persiapan Ibadah Haji 2026 Tak Terganggu Proses Transisi ke Kemenhaj

    Kemenag Pastikan Persiapan Ibadah Haji 2026 Tak Terganggu Proses Transisi ke Kemenhaj

    Kemenag Pastikan Persiapan Ibadah Haji 2026 Tak Terganggu Proses Transisi ke Kemenhaj
    Penulis
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Kementerian Agama (Kemenag) memastikan proses transisi hingga peralihan aset terkait haji ke Kementerian Haji dan dan Umrah (Kemenhaj), tidak akan mengganggu proses persiapan penyelenggaraan haji 2026.
    “Harusnya tidak (mengganggu). Proses haji terus berjalan dan Kemenag lagi-lagi sepenuhnya akan membantu,” kata Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemenag, Kamaruddin Amin di Jakarta, Sabtu (25/10/2025), dikutip dari
    Antaranews
    .
    Kemudian, dia mengatakan, proses transisi dan peralihan aset tersebut sejauh ini berjalan lancar dan tidak menghadapi kendala yang signifikan
    “Insya Allah tidak ada kendala yang signifikan. Secara teknis kami pastikan tidak ada kendala karena kita semua sama-sama punya komitmen. Kemenag sepenuhnya mendukung Kementerian Haji dan transisi ini harus disukseskan,” ujar Kamaruddin.
    “Sedikit kompleksitas itu adalah hal yang biasa, karena aset itu juga tidak sederhana. Tetapi, Insya Allah kami pastikan bahwa berjalan lancar dan di lapangan sesuai dengan yang diharapkan,” katanya lagi.
    Mengenai target waktu penyelesaian peralihan, dia mengatakan, proses akan dilakukan secepat mungkin. Sebagaimana diamanatkan pada Pasal 127 A Undang-undang No 14 tahun 2025 tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.
    “Semuanya memang butuh proses, harus ada surat-surat dan dokumen yang perlu diproses, dan juga melibatkan Kementerian Keuangan. Jadi Insya Allah tidak ada masalah,” ujar Kamaruddin.
    Selain peralihan aset, Kamaruddin mengungkapkan, saat ini juga telah berlangsung proses peralihan sumber daya manusia (SDM).
    Menurut dia, Kemenag tengah menunggu permohonan dari Kementerian Haji terkait pengalihan SDM.
    “Karena yang selama ini menjalankan kan Kementerian Agama, tentu SDM-nya yang paling paham tentu mereka yang sudah sejak lama. Ini juga sedang proses pengalihan,” ujar Kamaruddin.
    Kamaruddin lantas menjelaskan, mekanisme peralihan SDM sedikit berbeda dengan peralihan aset, dan itu juga sudah diatur dalam undang-undang.
    Sebagaimana diketahui, penyelenggaraan ibadah haji dialihkan dari Kementerian Agama ke Badan Penyelenggara (BP) Haji mulai tahun 2026.
    Kemudian, beradasarkan Undang-Undang (UU) Penyelenggaran Haji dan Umrah hasil revisi tahun 2025, BP Haji menjadi Kementerian Haji dan Umrah.
    Selanjutnya, pada 8 September 2025, Presiden Prabowo Subianto melantik Irfan Yusuf sebagai Menteri Haji dan Umrah. Lalu, melantik Dahnil Anzar Simanjuntak sebagai Wakil Menteri Haji dan Umrah.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.