Topik: penyakit jantung

  • Punya Riwayat Darah Tinggi, Pria Meninggal saat Naik Wahana di Disneyland

    Punya Riwayat Darah Tinggi, Pria Meninggal saat Naik Wahana di Disneyland

    Jakarta

    Seorang turis Filipina berusia 53 tahun dengan kondisi medis yang sudah ada sebelumnya meninggal dunia setelah mengalami koma saat menaiki wahana di Hong Kong Disneyland. Investigasi awal tidak menemukan masalah keamanan di wahana tersebut.

    Diberitakan SCMP, kejadian tersebut terjadi pada 30 Agustus lalu dengan pihak Disneyland menyebut pengunjung itu kehilangan kesadaran saat menaiki wahana Frozen Ever After sekitar pukul 10.00 pagi hari sebelumnya dan dinyatakan meninggal dunia pada pukul 11.30 pagi setelah dilarikan ke rumah sakit.

    Juru bicara Disneyland Hong Kong mengatakan bahwa staf telah meminta pertolongan pertama untuk memeriksa pria tersebut dan melakukan CPR saat wahana bersiap untuk berlabuh. Ia kemudian dilarikan ke Rumah Sakit North Lantau.

    “Pihak resor sangat menyesalkan meninggalnya tamu tersebut dan akan melakukan yang terbaik untuk memberikan bantuan yang diperlukan kepada keluarganya,” kata juru bicara tersebut.

    “Investigasi awal kami menunjukkan bahwa insiden tersebut tidak terkait dengan keselamatan wahana.”

    The Strait Times melaporkan bahwa istri pria itu mengatakan kepada polisi bahwa kondisi medis suaminya yang sudah ada sebelumnya meliputi penyakit jantung dan tekanan darah tinggi, yang keduanya memerlukan perawatan medis dan pemeriksaan rutin.

    (kna/kna)

  • Banyak Gen Z Nggak Sadar ‘Diam-diam’ Idap Diabetes, Waspadai Gejala Awalnya

    Banyak Gen Z Nggak Sadar ‘Diam-diam’ Idap Diabetes, Waspadai Gejala Awalnya

    Jakarta

    Riset baru di jurnal The Lancet Diabetes & Endocrinology menunjukkan banyak gen Z tidak menyadari dirinya terkena diabetes. Dialami sekitar 44 persen orang berusia 15 tahun ke atas.

    Studi yang dirilis Senin (7/9/2025) mengkaji data dari 204 negara dan wilayah periode 2000 hingga 2023, dalam sebuah tinjauan sistematis terhadap literatur dan survei yang dipublikasikan.

    “Mayoritas pengidap diabetes yang kami laporkan dalam studi ini mengalami diabetes tipe 2,” kata Lauryn Stafford, penulis utama studi tersebut, dikutip dari CNN.

    Sekitar 1 dari 9 orang dewasa di seluruh dunia hidup dengan diabetes, menurut International Diabetes Foundation. Di Amerika Serikat, 11,6 persen orang Amerika mengidap diabetes, menurut data 2021 dari American Diabetes Association.

    “Kami menemukan bahwa 56 persen pengidap diabetes menyadari mereka mengidap kondisi tersebut, sementara sisanya tidak sama sekali,” kata Stafford, seorang peneliti di Institute for Health Metrics and Evaluation.

    “Secara global, terdapat banyak variasi geografis, dan juga berdasarkan usia. Jadi, secara umum, negara-negara berpenghasilan tinggi lebih baik dalam mendiagnosis pengidap diabetes dibandingkan negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah.”

    Gen Z Paling Banyak

    Lebih banyak orang yang berusia di bawah 35 tahun tidak menyadari kondisi diabetesnya, dibandingkan usia paruh baya atau lansia. Hal ini dikarenakan minimnya skrining pada kelompok usia muda.

    “Hanya 20 persen kelompok dewasa muda yang mengetahui dirinya mengidap diabetes,” kata Stafford.

    Alasan lainnya adalah skrining rutin tidak dipromosikan semaksimal untuk dewasa muda dibandingkan untuk dewasa lebih tua. Banyak organisasi lebih besar, seperti American Diabetes Association, menyarankan skrining rutin tahunan untuk orang dewasa berusia 35 tahun ke atas.

    “Anda dapat bertahan hidup dengan kadar glukosa tinggi selama bertahun-tahun, sampai tiba-tiba mengalami komplikasi,” kata Stafford.

    Dampak kesehatannya dapat bervariasi, tergantung pada berapa lama seseorang mengidap diabetes sebelum terdeteksi.

    “Mendiagnosis diabetes sejak dini penting karena memungkinkan penanganan yang tepat waktu untuk mencegah atau menunda komplikasi jangka panjang seperti penyakit jantung, gagal ginjal, kerusakan saraf, dan kehilangan penglihatan,” kata Dr. Rita Kalyani, kepala ilmiah dan medis di American Diabetes Association.

    Sekitar sepertiga orang dewasa didiagnosis diabetes lebih lambat daripada gejala awal mereka, menurut sebuah studi pada 2018.

    Apa Gejala yang Perlu Diwaspadai?

    “Gejala diabetes meliputi peningkatan rasa haus atau lapar, sering buang air kecil, penglihatan kabur, penurunan berat badan yang tidak terduga, dan kelelahan. Namun, pada tahap awal, kebanyakan pengidap diabetes tidak menunjukkan gejala, yang menyoroti pentingnya skrining dan diagnosis,” kata Kalyani, seorang profesor kedokteran di divisi endokrinologi, diabetes, dan metabolisme di Universitas Johns Hopkins.

    Jika mengalami salah satu gejala ini atau memiliki riwayat diabetes dalam keluarga, para ahli menyarankan untuk menjalani skrining glukosa.

    Secara global, pada 2023, sekitar 40 persen pengidap diabetes yang diobati lebih awal mendapatkan hasil optimal untuk menurunkan gula darah mereka, kata Stafford. Itulah mengapa penting bahwa upaya di masa depan difokuskan untuk memastikan lebih banyak orang menerima dan mengikuti pengobatan yang tepat pascadiagnosis.

    Hanya 4 dari 10 pasien yang mendapatkan hasil optimal merupakan hal yang mengejutkan, mengingat beberapa pengobatan yang sudah mapan, termasuk insulin, Metformin, dan obat-obatan lain seperti GLP-1, sudah tersedia.

    Pengidap diabetes kemungkinan juga memiliki masalah kesehatan lain, seperti hipertensi atau penyakit ginjal kronis, yang dapat membuat pengobatan menjadi rumit, tambah Stafford.

    Halaman 2 dari 2

    Simak Video “Video: Awas! Ini Gejala Anak Kena Diabetes”
    [Gambas:Video 20detik]
    (naf/kna)

  • Kedubes Thailand Buka Lowongan di Jakarta, Gaji Rp 8,8 Juta buat Lulusan SMA!

    Kedubes Thailand Buka Lowongan di Jakarta, Gaji Rp 8,8 Juta buat Lulusan SMA!

    Jakarta

    Kedutaan Besar Kerajaan Thailand di Jakarta membuka lowongan kerja untuk Warga Negara Indonesia (WNI). Lowongan kerja ini terbuka untuk posisi sopir atau Driver purnawaktu alias full time.

    Melansir dari laman resmi Kedutaan Besar Thailand, pendaftaran lowongan kerja ini dibuka sampai 12 September 2025 pukul 17.00 WIB. Untuk surat lamaran bisa dikirimkan secara langsung ke Gedung Kedubes yang terletak di kawasan Mega Kuningan, Jakarta atau melalui email di alamat thaiembassyjkt.job@gmail.com dengan subjek “Job Application Driver”.

    Dalam lamarannya, calon pekerja harus menyertakan dokumen seperti resume, salinan KTP, salinan SIM, pas foto, salinan ijazah, surat pengalaman kerja/referensi, sertifikat pelatihan (jika ada), SKCK dari Kepolisian, dan surat keterangan sehat dari dokter.

    Kedubes Thailand menawarkan gaji pokok sebesar US$ 540 per bulan atau Rp 8.886.780 (kurs Rp 16.457/dolar AS). Jika diterima, pengemudi akan mulai efektif bekerja pada 1 Oktober 2025 nanti.

    Uraian Pekerjaan dan Tanggung Jawab

    1. Mengoperasikan kendaraan Kedutaan Besar sesuai instruksi, termasuk pengangkutan penumpang dan paket.

    2. Melakukan pemeriksaan perawatan kendaraan, termasuk oli mesin dan sistem pendingin, sistem kelistrikan dan rem, ban, aki, AC, dan bensin, untuk memastikan kendaraan dalam kondisi kerja yang baik.

    3. Menjaga kendaraan tetap bersih dan dalam kondisi baik, serta siap digunakan.

    4. Melaksanakan tugas sesuai tugas dan mematuhi peraturan lalu lintas setempat yang berlaku.

    5. Melaksanakan fungsi lain yang ditugaskan oleh Kedutaan Besar.

    Persyaratan Umum

    1. Harus warga negara Indonesia atau Penduduk Tetap di Indonesia.

    2. Memiliki SIM Indonesia yang masih berlaku minimal lima tahun dan memiliki pengalaman mengemudi minimal lima tahun.

    3. Memiliki pengetahuan yang baik tentang peraturan lalu lintas di Indonesia.

    4. Tidak memiliki kondisi kesehatan yang dapat memengaruhi pelaksanaan tugas (tekanan darah tinggi, buta warna, penyakit jantung, atau penyakit lain yang mungkin tidak sesuai untuk mengemudi); Surat keterangan dokter akan diperlukan.

    5. Memiliki pengetahuan yang baik tentang jalan dan petunjuk arah di Jakarta.

    6. Memiliki pengetahuan dasar tentang mekanik, perawatan mobil, dan mampu mengemudikan kendaraan dengan transmisi otomatis dan manual.

    7. Tidak mengonsumsi alkohol melebihi batas yang diizinkan dan tidak terobsesi dengan perjudian atau terlibat dalam narkoba.

    8. Tidak pernah bangkrut atau dipenjara atau didakwa dengan pelanggaran lalu lintas yang serius, kecuali untuk pelanggaran ringan.

    9. Memiliki sikap positif dan profesional, bertanggung jawab dengan keterampilan interpersonal yang baik, mampu memberikan layanan yang andal, efisien, dan sopan kepada atasan dan orang lain.

    10. Pendidikan SMA atau lebih tinggi dengan kemampuan berbahasa Inggris yang baik; dan

    11. Bersedia bekerja lembur dan di akhir pekan serta hari libur, sesuai penugasan.

    “Untuk pertanyaan lebih lanjut, silakan kirim email ke thaiembassyjkt.job@gmail.com dengan mencantumkan subjek ‘Lamaran Kerja Pengemudi’,” tulis Kedubes Thailand dalam pengumuman lamaran kerjanya.

    (igo/fdl)

  • Ini yang Terjadi Pada Tubuh Jika Konsumsi Air Lemon dan Chia Seed Tiap Hari

    Ini yang Terjadi Pada Tubuh Jika Konsumsi Air Lemon dan Chia Seed Tiap Hari

    Jakarta

    Terkadang, perubahan besar pada kesehatan tidak memerlukan usaha yang drastis, melainkan kebiasaan kecil yang konsisten setiap hari. Menambahkan satu sendok makan biji chia atau chia seed ke dalam segelas air lemon adalah salah satu kebiasaan sederhana yang mampu membuat perbedaan nyata.

    Setelah didiamkan selama 10 menit, minuman ini akan menyerap beberapa nutrisi penting yang menawarkan berbagai manfaat kesehatan yang potensial.

    Meskipun air lemon biji chia umumnya aman bagi kebanyakan orang, ada beberapa hal yang perlu diingat. Jika tidak terbiasa mengonsumsi banyak serat, biji chia dapat menyebabkan kembung, gas, atau ketidaknyamanan.

    Mulailah dengan jumlah kecil jika baru mencoba, dan pastikan untuk minum air yang cukup. Meningkatkan asupan serat tanpa hidrasi yang cukup dapat menyebabkan sembelit.

    Berikut beberapa perubahan positif pada tubuh jika rutin mengonsumsi air lemnon dan chia seed tiap hari dikutip dari Everyday Health.

    Melancarkan Pencernaan

    Biji chia kaya akan serat yang mendukung pencernaan. Setelah direndam, biji ini membentuk konsistensi seperti gel yang membantu pergerakan makanan di usus. Mengonsumsi biji chia secara konsisten akan meningkatkan keteraturan buang air besar dan membantu mencegah sembelit, terutama dengan hidrasi yang tepat. Selain itu, serat dapat bertindak sebagai prebiotik, yaitu “makanan” bagi bakteri baik di usus.

    Meningkatkan Kesehatan Jantung

    Biji chia kaya akan asam alfa-linolenat (ALA), omega-3 nabati yang dikaitkan dengan beberapa penanda kesehatan kardiovaskular. Mengonsumsi biji chia secara konsisten dapat meningkatkan profil lipid, yang berarti dapat menurunkan trigliserida dan kolesterol “jahat” (LDL), sambil meningkatkan kolesterol “baik” (HDL).

    Selain itu, omega-3 dan antioksidan dalam biji chia dan lemon dapat memiliki efek anti-inflamasi, membantu menurunkan peradangan yang merupakan faktor kunci dalam penyakit jantung.

    Mendapatkan Lebih Banyak Antioksidan

    Baik biji chia maupun lemon menawarkan manfaat antioksidan yang dapat membantu melindungi sel-sel dari kerusakan yang disebabkan oleh stres oksidatif dan radikal bebas.

    Lemon adalah sumber vitamin C dan flavonoid, yang membantu menetralkan radikal bebas dalam tubuh. Ini pada akhirnya dapat membantu mencegah penyakit kronis tertentu yang terkait dengan stres oksidatif yang tinggi.

    Mengelola Gula Darah

    Biji chia dapat memainkan peran penting dalam pengelolaan gula darah, berkat kandungan seratnya yang tinggi dan kemampuannya yang unik dalam menyerap air. Ketika biji chia membentuk gel, ia dapat membantu memperlambat pencernaan karbohidrat dan pelepasan gula ke dalam aliran darah.

    Ini berarti penyerapan glukosa menjadi lebih lambat dan dapat mempermudah pengelolaan kadar gula darah. Beberapa penelitian bahkan menunjukkan bahwa biji chia dapat meningkatkan fungsi insulin.

    Merasa Kenyang Lebih Lama

    Jika mencoba mengelola atau menurunkan berat badan, serat dan hidrasi dari air lemon biji chia dapat membantu. Karena biji chia tinggi serat, mereka membuat seseorang merasa kenyang lebih lama.

    Meskipun minuman ini tidak boleh menggantikan sarapan seimbang, memulainya di pagi hari dapat mengendalikan nafsu makan dan membantu merasa puas sepanjang pagi, yang juga dapat mendukung upaya penurunan berat badan.

    (kna/kna)

  • Pakar Harvard Bongkar Efek Rutin Minum Teh, Betulan Baik untuk Kesehatan?

    Pakar Harvard Bongkar Efek Rutin Minum Teh, Betulan Baik untuk Kesehatan?

    Jakarta

    Teh merupakan salah satu minuman paling populer di dunia. Minuman ini tetap enak disajikan hangat maupun dingin, dan memiliki makna budaya yang mendalam di banyak negara.

    Ramuan kuno ini juga dihargai karena khasiatnya yang ampuh untuk kesehatan. Lantas, benarkah teh memiliki manfaat yang sangat baik untuk kesehatan?

    Teh merupakan minuman yang berasal dari daun tanaman Camellia sinensis, yang membedakannya adalah cara pengolahannya. Kombinasi metode pengolahan yang spesifik menentukan warna, rasa, dan jenis teh.

    Misalnya teh hitam, mengalami penggilingan dan oksidasi, yang memperdalam warna kuning, merah, atau cokelatnya serta mengintensifkan rasanya. Sementara teh hijau, pengolahannya dikukus untuk mencegah oksidasi, sehingga warna hijaunya tetap segar dan rasanya lebih ringan.

    Teh kaya akan fitokimia, yakni senyawa yang memberikan karakteristik pada tanaman (seperti warna dan bau) dan memiliki efek farmakologis saat seseorang mengonsumsinya. Fitokimia utama dalam teh adalah kafein dan polifenol.

    Jumlah dan jenis fitokimia dalam teh bergantung pada bagaimana daun teh diproses. Misalnya, teh yan teroksidasi mengandung polifenol tingkat tinggi yang disebut katekin. Teh yang teroksidasi penuh kaya akan polifenol yang disebut theaflavin dan thearubigin.

    “Teh hijau memiliki lebih banyak polifenol daripada teh hitam. Tetapi, teh hitam mengandung lebih banyak kafein,” jelas ketua Departemen Nutrisi dan profesor nutrisi dan epidemiologi di Harvard T H Chan School of Public Health, Dr Frank Hu.

    “Matcha adalah teh hijau kering yang digiling menjadi partikel-partikel halus. Teh ini lebih pekat, lebih tinggi kafein dan polifenolnya daripada teh hijau biasa,” lanjutnya yang dikutip dari Health Harvard.

    Apakah Teh Baik untuk Kesehatan Tubuh?

    Dari ratusan penelitian yang dipublikasikan tentang manfaat teh bagi kesehatan belum memberikan bukti konklusif. Banyak penelitian berskala kecil atau dilakukan dalam jangka yang pendek.

    Sebagian besar penelitian tentang teh, bahkan yang berskala besar, bersifat observasional, artinya menilai hubungan antara konsumsi teh dan kesehatan. Belum tentu hubungan sebab-akibat.

    “Namun, arah penelitian secara keseluruhan menunjukkan potensi manfaat,” kata Dr Hu.

    “Misalnya, katekin dalam teh hijau memiliki efek antioksidan dan anti-inflamasi yang tinggi pada model hewan dan penelitian tabung reaksi. Polifenol seperti quercetin dalam teh hitam memiliki efek anti-inflamasi yang serupa.”

    Bagaimana Teh dapat Membantu Kesehatan?

    Penelitian menunjukkan bahwa sifat anti-inflamasi dan antioksidan teh dapat membantu menurunkan risiko penyakit kronis. Dr Hu menjelaskan bahwa beberapa analisis terbaru menemukan bahwa konsumsi teh yang lebih tinggi, terutama teh hitam dan teh hijau, berkaitan dengan penurunan risiko penyakit jantung, tekanan darah tinggi, stroke, diabetes, dan kematian dini.

    “Dan beberapa studi menunjukkan minum teh dapat membantu mengurangi stres dan meningkatkan kesehatan mental,” tambah Dr Hu.

    Sebuah analisis studi tahun 2023 yang melibatkan lebih dari 410.000 orang yang dipublikasikan oleh PeerJ, mengisyaratkan bahwa minum teh dapat mengurangi risiko demensia hingga 29 persen. Konsumsi teh bahkan dapat membantu Anda hidup lebih lama.

    Misalnya, sebuah studi observasional tahun 2020 terhadap 5.000 orang di Jepang yang dipublikasikan oleh BMJ Open Diabetes Research & Care, menemukan bahwa minum empat cangkir teh hijau per hari dikaitkan dengan risiko kematian dini yang 40 persen lebih rendah. Selain itu, teh mengandung kafein, yang memberikan lonjakan energi dan kejernihan mental.

    Lantas, Berapa Banyak Teh yang Sebaiknya Dikonsumsi?

    Dr Hu menjelaskan bahwa manfaat kesehatan teh didapat dengan meminum dua hingga empat cangkir teh hijau, hitam, atau teh oolong setiap hari. Jenis teh lain, seperti teh fermentasi yang dikenal sebagai pu-erh, mungkin juga baik untuk kesehatan meski bukti pendukungnya lebih terbatas.

    Efek teh tidak selalu positif. Jika menambahkan terlalu banyak pemanis dan krim ke dalam teh, dapat meningkatkan asupan kalori, lemak, dan gula. Jika mengalami insomnia atau detak jantung tidak teratur, kafein pada teh dapat memicu gejala yang tidak nyaman.

    Minum teh yang terlalu panas juga dapat merusak kerongkongan dan meningkatkan risiko kanker. Meski begitu, secara umum teh merupakan bagian dari pola makan sehat.

    “Dan teh itu menenangkan. Ada sesuatu tentang kenikmatan teh yang patut dipertimbangkan,” pungkas Dr Hu.

    Halaman 2 dari 3

    (sao/kna)

  • Pakar Harvard Bongkar Efek Rutin Minum Teh, Betulan Baik untuk Kesehatan?

    Pakar Harvard Bongkar Efek Rutin Minum Teh, Betulan Baik untuk Kesehatan?

    Jakarta

    Teh merupakan salah satu minuman paling populer di dunia. Minuman ini tetap enak disajikan hangat maupun dingin, dan memiliki makna budaya yang mendalam di banyak negara.

    Ramuan kuno ini juga dihargai karena khasiatnya yang ampuh untuk kesehatan. Lantas, benarkah teh memiliki manfaat yang sangat baik untuk kesehatan?

    Teh merupakan minuman yang berasal dari daun tanaman Camellia sinensis, yang membedakannya adalah cara pengolahannya. Kombinasi metode pengolahan yang spesifik menentukan warna, rasa, dan jenis teh.

    Misalnya teh hitam, mengalami penggilingan dan oksidasi, yang memperdalam warna kuning, merah, atau cokelatnya serta mengintensifkan rasanya. Sementara teh hijau, pengolahannya dikukus untuk mencegah oksidasi, sehingga warna hijaunya tetap segar dan rasanya lebih ringan.

    Teh kaya akan fitokimia, yakni senyawa yang memberikan karakteristik pada tanaman (seperti warna dan bau) dan memiliki efek farmakologis saat seseorang mengonsumsinya. Fitokimia utama dalam teh adalah kafein dan polifenol.

    Jumlah dan jenis fitokimia dalam teh bergantung pada bagaimana daun teh diproses. Misalnya, teh yan teroksidasi mengandung polifenol tingkat tinggi yang disebut katekin. Teh yang teroksidasi penuh kaya akan polifenol yang disebut theaflavin dan thearubigin.

    “Teh hijau memiliki lebih banyak polifenol daripada teh hitam. Tetapi, teh hitam mengandung lebih banyak kafein,” jelas ketua Departemen Nutrisi dan profesor nutrisi dan epidemiologi di Harvard T H Chan School of Public Health, Dr Frank Hu.

    “Matcha adalah teh hijau kering yang digiling menjadi partikel-partikel halus. Teh ini lebih pekat, lebih tinggi kafein dan polifenolnya daripada teh hijau biasa,” lanjutnya yang dikutip dari Health Harvard.

    Apakah Teh Baik untuk Kesehatan Tubuh?

    Dari ratusan penelitian yang dipublikasikan tentang manfaat teh bagi kesehatan belum memberikan bukti konklusif. Banyak penelitian berskala kecil atau dilakukan dalam jangka yang pendek.

    Sebagian besar penelitian tentang teh, bahkan yang berskala besar, bersifat observasional, artinya menilai hubungan antara konsumsi teh dan kesehatan. Belum tentu hubungan sebab-akibat.

    “Namun, arah penelitian secara keseluruhan menunjukkan potensi manfaat,” kata Dr Hu.

    “Misalnya, katekin dalam teh hijau memiliki efek antioksidan dan anti-inflamasi yang tinggi pada model hewan dan penelitian tabung reaksi. Polifenol seperti quercetin dalam teh hitam memiliki efek anti-inflamasi yang serupa.”

    Bagaimana Teh dapat Membantu Kesehatan?

    Penelitian menunjukkan bahwa sifat anti-inflamasi dan antioksidan teh dapat membantu menurunkan risiko penyakit kronis. Dr Hu menjelaskan bahwa beberapa analisis terbaru menemukan bahwa konsumsi teh yang lebih tinggi, terutama teh hitam dan teh hijau, berkaitan dengan penurunan risiko penyakit jantung, tekanan darah tinggi, stroke, diabetes, dan kematian dini.

    “Dan beberapa studi menunjukkan minum teh dapat membantu mengurangi stres dan meningkatkan kesehatan mental,” tambah Dr Hu.

    Sebuah analisis studi tahun 2023 yang melibatkan lebih dari 410.000 orang yang dipublikasikan oleh PeerJ, mengisyaratkan bahwa minum teh dapat mengurangi risiko demensia hingga 29 persen. Konsumsi teh bahkan dapat membantu Anda hidup lebih lama.

    Misalnya, sebuah studi observasional tahun 2020 terhadap 5.000 orang di Jepang yang dipublikasikan oleh BMJ Open Diabetes Research & Care, menemukan bahwa minum empat cangkir teh hijau per hari dikaitkan dengan risiko kematian dini yang 40 persen lebih rendah. Selain itu, teh mengandung kafein, yang memberikan lonjakan energi dan kejernihan mental.

    Lantas, Berapa Banyak Teh yang Sebaiknya Dikonsumsi?

    Dr Hu menjelaskan bahwa manfaat kesehatan teh didapat dengan meminum dua hingga empat cangkir teh hijau, hitam, atau teh oolong setiap hari. Jenis teh lain, seperti teh fermentasi yang dikenal sebagai pu-erh, mungkin juga baik untuk kesehatan meski bukti pendukungnya lebih terbatas.

    Efek teh tidak selalu positif. Jika menambahkan terlalu banyak pemanis dan krim ke dalam teh, dapat meningkatkan asupan kalori, lemak, dan gula. Jika mengalami insomnia atau detak jantung tidak teratur, kafein pada teh dapat memicu gejala yang tidak nyaman.

    Minum teh yang terlalu panas juga dapat merusak kerongkongan dan meningkatkan risiko kanker. Meski begitu, secara umum teh merupakan bagian dari pola makan sehat.

    “Dan teh itu menenangkan. Ada sesuatu tentang kenikmatan teh yang patut dipertimbangkan,” pungkas Dr Hu.

    Halaman 2 dari 3

    (sao/kna)

  • 5 Alasan Berat Badan Tidak Turun Meski Sudah Diet Ketat

    5 Alasan Berat Badan Tidak Turun Meski Sudah Diet Ketat

    Jakarta

    Memiliki berat badan ideal dan sehat adalah impian banyak orang. Namun, nyatanya proses penurunan berat badan tidaklah mudah untuk semua orang.

    Dalam beberapa kasus, berat badan susah sekali turun atau ‘stuck’ meski sudah melakukan perubahan pola makan sedemikian rupa. Kenapa hal ini bisa terjadi?

    Kok Bisa BB Nggak Turun?

    Rupanya proses penurunan berat badan tidak hanya semata-semata berkaitan dengan pengaturan pola makan saja. Ada faktor-faktor lain yang dapat memengaruhi proses penurunan berat badan.

    Dikutip dari Healthline, berikut ini beberapa hal yang bisa bikin berat badan susah turun, meski sudah diet ketat:

    1. Makan Terlalu Cepat

    Di tengah rutinitas yang serba cepat, makan dengan terburu-buru adalah hal yang umum dilakukan. Namun, mindful eating bisa menjadi salah satu cara paling efektif untuk menurunkan berat badan.

    Mindful eating dilakukan dengan cara makan dengan lebih perlahan, tanpa distraksi, dan menikmati setiap suapan. Makan secara perlahan membuat tubuh lebih baik dalam menangkap sinyal kenyang, sehingga tahu kapan waktu untuk berhenti makan.

    Banyak penelitian menunjukkan bahwa makan lebih perlahan dan dengan penuh kesadaran dapat membuat Anda lebih cepat merasa kenyang dan mendukung penurunan berat badan dalam jangka panjang.

    2. Kurang Asupan Protein

    Protein adalah nutrisi penting untuk menurunkan berat badan. Berbagai penelitian menyebut pola makan tinggi protein hal ini dapat membantu proses penurunan berat badan sekaligus menurunkan risiko penyakit jantung.

    Protein bekerja dengan membuat tubuh merasa kenyang lebih lama dan membantu menjaga pengeluaran energi istirahat yang disebut resting energy expenditure (REE). Ini terjadi sebagian karena efek protein terhadap hormon pengatur nafsu makan seperti ghrelin.

    Asupan protein yang tinggi juga dapat membantu mencegah kenaikan berat badan kembali.

    3. Masih Kurang Gerak

    Berolahraga secara teratur dapat membantu menurunkan berat badan. Olahraga aerobik dan latihan ketahanan, seperti angkat beban, terbukti efektif membantu penurunan berat badan menurut berbagai penelitian.

    Perlu diingat, olahraga perlu dikombinasikan dengan pola makan yang tepat agar penurunan berat badan bisa maksimal.

    4. Masih Konsumsi Gula

    Salah satu biang kerok berat badan susah turun meski sudah diet ketat adalah masih mengonsumsi minuman manis. Selain tinggi kalori, minuman manis juga cenderung rendah nutrisi.

    Minuman manis adalah salah satu sumber terbesar penyebab kenaikan berat badan dalam pola makan modern. Otak tidak mengompensasi kalori dari minuman ini dengan mengurangi asupan makanan lain.

    Ini tidak hanya berlaku untuk minuman manis dalam kemasan, tapi juga jus buah yang dikenal sehat. Jika ingin minum jus buah, jangan konsumsi dalam jumlah besar. Alih-alih jus buah, lebih baik mengonsumsi buah potong dengan kandungan serat yang masih utuh.

    5. Kurang Tidur

    Tidur yang cukup adalah salah satu faktor terpenting bagi kesehatan fisik, mental, serta berat badan. Di tengah aktivitas atau pekerjaan yang padat, seringkali orang-orang terpaksa untuk terjaga sampai malam.

    Kurang tidur merupakan salah satu faktor risiko terbesar terjadinya obesitas. Penelitian menunjukkan bahwa tidur yang terlalu sedikit maupun terlalu banyak sama-sama berkaitan dengan risiko obesitas.

    Jumlah tidur ideal yang direkomendasikan adalah 7-8 jam per malam untuk orang dewasa, 8-10 jam untuk remaja, dan 9-16 jam untuk anak-anak serta bayi, tergantung pada usia.

    (avk/kna)

  • Studi Ungkap Wanita ‘Alumni’ COVID Rentan Kena Penyakit Jantung-Stroke, Ini Alasannya

    Studi Ungkap Wanita ‘Alumni’ COVID Rentan Kena Penyakit Jantung-Stroke, Ini Alasannya

    Jakarta

    Sebuah studi baru yang dipublikasikan di European Heart Journal mengungkap kaitan penyakit jantung dengan wanita yang pernah terkena COVID-19. Penelitian tersebut menemukan, infeksi COVID-19 dapat mempercepat penuaan pembuluh darah hingga sekitar lima tahun, terutama pada wanita.

    Seiring bertambahnya usia, pembuluh darah secara alami menjadi lebih kaku. Namun, studi baru ini menunjukkan bahwa infeksi COVID dapat mempercepat proses tersebut. Hal ini penting karena pembuluh darah yang lebih kaku meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular, termasuk stroke dan serangan jantung.

    “Sejak pandemi, kami telah mempelajari bahwa banyak orang yang terinfeksi Covid mengalami gejala yang dapat berlangsung selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun. Namun, kami masih mempelajari apa yang terjadi di dalam tubuh yang menyebabkan gejala-gejala ini.” tutur Profesor Rosa Maria Bruno dari Université Paris Cité, Prancis, yang memimpin penelitian ini.

    COVID sendiri diketahui dapat langsung memengaruhi pembuluh darah. Hal ini bisa menyebabkan apa yang disebut penuaan pembuluh darah dini, yaitu kondisi ketika pembuluh darah menjadi lebih tua dibanding usia biologis seseorang, sehingga ia lebih rentan terkena penyakit jantung.

    “Jika itu terjadi, kita perlu mengidentifikasi siapa yang berisiko pada tahap awal untuk mencegah serangan jantung dan stroke,” lanjutnya.

    Adapun studi ini studi ini melibatkan 2.390 orang dari 16 negara berbeda, Austria, Australia, Brasil, Kanada, Siprus, Prancis, Yunani, Italia, Meksiko, Norwegia, Turki, Inggris, dan AS, yang direkrut antara September 2020 hingga Februari 2022. Peserta dikategorikan berdasarkan empat kelompok, yakni Tidak pernah terkena COVID, baru terkena COVID namun tidak dirawat di rumah sakit, dirawat di ruang perawatan umum, serta peserta yang dirawat di unit perawatan intensif (ICU).

    Para peneliti menilai usia vaskular peserta dengan perangkat yang mengukur kecepatan gelombang tekanan darah dari arteri karotis (leher) ke arteri femoralis (paha). Pengukuran ini disebut carotid-femoral pulse wave velocity (PWV). Semakin tinggi nilainya, semakin kaku pembuluh darah dan semakin tua usia vaskular seseorang. Pengukuran dilakukan enam bulan setelah infeksi dan diulang 12 bulan kemudian.

    Selain itu, peneliti juga mencatat faktor demografis seperti jenis kelamin, usia, dan kondisi lain yang memengaruhi kesehatan kardiovaskular.

    Hasil Penelitian

    Setelah mempertimbangkan faktor-faktor tersebut, peneliti menemukan bahwa semua kelompok pasien yang pernah terinfeksi COVID, termasuk yang hanya mengalami gejala ringan, memiliki pembuluh darah lebih kaku dibandingkan mereka yang tidak pernah terinfeksi. Efek ini lebih jelas pada wanita dan pada pengidap long COVID dengan gejala seperti sesak napas dan kelelahan.

    Rata-rata peningkatan PWV pada wanita dengan infeksi COVID ringan adalah 0,55 meter per detik, pada wanita yang dirawat di rumah sakit 0,60 m/s, dan pada yang dirawat di ICU mencapai 1,09 m/s. Peneliti menyebut peningkatan sekitar 0,5 m/s sudah bermakna secara klinis, setara dengan penuaan lima tahun, serta meningkatkan risiko penyakit jantung sekitar 3 persen pada wanita usia 60 tahun.

    Orang yang telah divaksinasi umumnya memiliki pembuluh darah yang lebih lentur dibandingkan yang tidak divaksin. Dalam jangka panjang, penuaan pembuluh darah akibat COVID tampak stabil atau sedikit membaik.

    Alasan Wanita ‘Alumni’ COVID Bisa Kena Penyakit Jantung

    “Ada beberapa kemungkinan penjelasan mengenai dampak COVID terhadap pembuluh darah,” kata Prof Bruno.

    Virus SARS-CoV-2 menempel pada reseptor angiotensin-converting enzyme 2 (ACE2) yang terdapat di lapisan pembuluh darah. Virus menggunakan reseptor ini untuk masuk dan menginfeksi sel, yang kemudian dapat menyebabkan disfungsi vaskular dan mempercepat penuaan pembuluh darah. Respon peradangan dan sistem imun tubuh juga berperan.

    Salah satu alasan adanya perbedaan antara pria dan wanita mungkin terkait fungsi sistem imun. Wanita cenderung memiliki respon imun yang lebih cepat dan kuat, sehingga lebih terlindungi dari infeksi. Namun, respon yang sama juga bisa memperparah kerusakan pembuluh darah setelah infeksi awal.

    Prof Bruno mengatakan, penuaan pembuluh darah mudah diukur dan bisa ditangani dengan pengobatan yang tersedia luas, seperti perubahan gaya hidup, obat penurun tekanan darah, dan obat penurun kolesterol. Bagi orang yang mengalami percepatan penuaan pembuluh darah, penting untuk melakukan segala cara guna menurunkan risiko serangan jantung dan stroke.

    Ia dan timnya akan terus memantau peserta penelitian selama beberapa tahun ke depan untuk mengetahui apakah percepatan penuaan pembuluh darah tersebut benar-benar meningkatkan risiko serangan jantung dan stroke.

    Halaman 2 dari 3

    (suc/suc)

  • Duh! Studi Bawa Kabar Nggak Enak Bagi Wanita ‘Alumni’ COVID, Bisa Kena Penyakit Ini

    Duh! Studi Bawa Kabar Nggak Enak Bagi Wanita ‘Alumni’ COVID, Bisa Kena Penyakit Ini

    Jakarta

    Dari Long COVID hingga masalah kesehatan berkepanjangan, para ahli masih terus meneliti dampak jangka panjang infeksi COVID-19. Sebuah studi terbaru menemukan, infeksi COVID dapat mempercepat penuaan pembuluh darah hingga sekitar lima tahun, terutama pada perempuan.

    Penelitian ini dipimpin oleh Profesor Rosa Maria Bruno dari Université Paris Cité, Prancis, dan hasilnya dipublikasikan di European Heart Journal.

    Seiring bertambahnya usia, pembuluh darah secara alami akan menjadi lebih kaku. Namun, studi ini menemukan, COVID-19 dapat mempercepat proses tersebut. Pengerasan pembuluh darah meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular, termasuk stroke dan serangan jantung.

    “Sejak pandemi, kita tahu banyak orang yang setelah terkena COVID mengalami gejala yang bertahan berbulan-bulan hingga bertahun-tahun. Namun, kami masih mencari tahu apa yang terjadi di dalam tubuh hingga menimbulkan gejala tersebut,” jelas Prof Bruno, dikutip dari Times of India.

    “Kami tahu COVID bisa langsung memengaruhi pembuluh darah. Hal ini dapat menyebabkan apa yang kami sebut penuaan pembuluh darah dini-artinya pembuluh darah menjadi lebih tua dari usia kronologis seseorang, sehingga lebih rentan terhadap penyakit jantung. Jika itu benar terjadi, kita harus bisa mengenali siapa saja yang berisiko sejak dini untuk mencegah serangan jantung dan stroke,” tambahnya.

    Untuk memahami dampak COVID terhadap pembuluh darah, peneliti menganalisis 2.390 orang dari 16 negara, yakni Austria, Australia, Brasil, Kanada, Siprus, Prancis, Yunani, Italia, Meksiko, Norwegia, Turki, Inggris, dan AS, pada periode September 2020-Februari 2022.

    Peserta dibagi ke dalam empat kelompok, yaitu mereka yang tidak pernah terkena COVID, mereka yang baru terkena COVID namun tidak dirawat di rumah sakit, mereka yang dirawat di ruang perawatan biasa, serta mereka yang dirawat di ICU.

    Penuaan pembuluh darah diukur enam bulan setelah infeksi, lalu diulang 12 bulan kemudian. Semakin kaku pembuluh darah, semakin tinggi usia vaskular seseorang.

    Peneliti menemukan, orang yang pernah terkena COVID, termasuk yang hanya mengalami gejala ringan, memiliki pembuluh darah lebih kaku dibanding mereka yang tidak pernah terinfeksi. Efek ini lebih kuat pada perempuan dan pada penderita long COVID dengan gejala seperti kelelahan dan sesak napas.

    Pada perempuan yang mengalami infeksi ringan, kekakuan arteri rata-rata meningkat 0,55 m/s. Angka ini naik menjadi 0,60 m/s bila dirawat di rumah sakit, dan 1,09 m/s bila dirawat di ICU.

    Menurut peneliti, peningkatan 0,5 m/s dianggap relevan secara klinis, setara dengan penuaan sekitar lima tahun, serta meningkatkan risiko penyakit jantung sebesar 3 persen pada perempuan berusia 60 tahun. Studi juga menunjukkan, orang yang sudah divaksinasi memiliki pembuluh darah yang lebih lentur dibandingkan yang tidak divaksinasi.

    “Ada beberapa kemungkinan penjelasan mengenai dampak COVID pada pembuluh darah. Virus SARS-CoV-2 menyerang reseptor ACE2 yang terdapat pada lapisan pembuluh darah untuk masuk dan menginfeksi sel. Hal ini bisa menyebabkan disfungsi vaskular dan mempercepat penuaan pembuluh darah. Respon imun dan peradangan tubuh juga turut berperan,” ujar Prof Bruno.

    Perbedaan antara laki-laki dan perempuan mungkin terkait dengan sistem imun. Perempuan umumnya memiliki respon imun yang lebih cepat dan kuat, yang di satu sisi melindungi dari infeksi, tapi di sisi lain bisa memperburuk kerusakan pembuluh darah setelah infeksi. Untungnya, penuaan pembuluh darah mudah diukur dan bisa ditangani dengan perubahan gaya hidup, obat penurun tekanan darah, serta obat penurun kolesterol.

    “Bagi orang dengan penuaan vaskular yang dipercepat, penting untuk melakukan segala upaya guna mengurangi risiko serangan jantung dan stroke,” tambahnya.

    Dalam editorial pendamping, Dr. Behnood Bikdeli dari Harvard Medical School, Boston, AS, menegaskan meski ancaman akut pandemi sudah mereda, kini muncul tantangan baru: sindrom pasca-COVID. WHO mendefinisikannya sebagai gejala yang muncul tiga bulan setelah infeksi dan bertahan setidaknya dua bulan.

    “Studi menunjukkan hingga 40 persen penyintas COVID mengalami sindrom ini.”

    Menurutnya, studi besar berskala internasional ini menunjukkan bahwa kekakuan arteri tetap bertahan pada orang yang pernah terinfeksi. Analisis berdasarkan jenis kelamin menyoroti perbedaan mencolok, perempuan pada semua kelompok COVID-19 menunjukkan peningkatan signifikan kekakuan pembuluh darah, terutama mereka yang dirawat di ICU (+1,09 m/s).

    “Studi CARTESIAN menunjukkan bahwa COVID-19 telah menua arteri kita, terutama pada perempuan dewasa. Pertanyaannya adalah apakah kita dapat menemukan target yang dapat dimodifikasi untuk mencegah hal ini pada lonjakan infeksi di masa mendatang, dan mengurangi dampak buruk pada mereka yang mengidap penuaan vaskular akibat COVID-19,” tambah peneliti.

    Halaman 2 dari 2

    (suc/suc)

  • Mau Hasil Akurat? Ini Waktu yang Tepat Mengukur Tekanan Darah

    Mau Hasil Akurat? Ini Waktu yang Tepat Mengukur Tekanan Darah

    Jakarta

    Tekanan darah berfungsi sebagai indikator dari kesehatan jantung. Saat tekanan darah tinggi, akan meningkatkan risiko penyakit jantung, stroke, dan berbagai kondisi medis berbahaya lainnya.

    Pemantauan tekanan darah di rumah merupakan praktik umum untuk mengelola kesehatan. Tetapi, waktu dan metode pengukuran tekanan darah secara langsung ternyata dapat mempengaruhi keakuratan hasil pengukuran.

    Dikutip dari Times of India, waktu dan metode pengukuran tekanan darah yang tepat akan menghasilkan hasil pembacaan akurat. Lantas, kapan waktu yang tepat untuk mengukur tekanan darah?

    Kadar tekanan darah dalam tubuh mengalami fluktuasi alami, selama periode yang berbeda dalam sehari. Tubuh mengalami fluktuasi alami tekanan darah karena siklus internalnya, aktivitas fisik, dan faktor lingkungan.

    Tubuh mengalami tekanan darah terendah selama periode istirahat dan tidur. Tetapi, tekanan darah dapat menunjukkan peningkatan pada siang hari, dengan titik tertinggi di sore.

    Pengukuran tekanan darah acak menghasilkan hasil yang tidak dapat diandalkan, sebab menghasilkan pembacaan yang berbeda dari tingkat tekanan darah rata-rata yang sebenarnya. Hal ini bisa menyebabkan masalah kesehatan yang salah dan penilaian medis yang keliru.

    Studi menunjukkan bahwa pengukuran tekanan darah sebaiknya dilakukan hanya pagi dan sore, dalam kondisi yang terkendali. Pembacaan tekanan darah saat pagi menunjukkan tingkat tekanan darah alami sebelum memulai hari.

    Sementara pembacaan saat malam, menunjukkan bagaimana tekanan darah berubah di malam hari.

    Waktu Terbaik Memeriksa Tekanan Darah

    1. Pagi hari sebelum sarapan dan minum obat

    Pagi merupakan waktu yang paling tepat untuk mengukur tekanan darah, karena tubuh sudah beristirahat sepanjang malam dan tekanan darah mencapai titik terendah. Langkah-langkah berikut akan membantu mendapatkan pembacaan tekanan darah pagi yang paling akurat:

    Mulailah setelah bangun tidur dan beristirahat selama 30 menit sebelum memeriksa tekanan darah.

    Kosongkan kandung kemih sebelum tes.

    Tetaplah diam selama lima menit sebelum memulai pengukuran

    Ukurlah tekanan darah sebelum minum obat tekanan darah yang diresepkan, karena obat akan mengubah hasil tes.

    2. Malam sebelum tidur

    Pemeriksaan tekanan darah kedua yang dilakukan saat malam sebelum tidur dapat menjadi pembanding dari hasil pengukuran pagi dan malam. Tubuh menunjukkan kemampuannya untuk menangani tekanan darah setelah aktivitas sehari-hari dan stres melalui pengukuran saat malam.

    3. Ukur tekanan darah saat tidak berolahraga

    Saat tidak berolahraga, tidak makan, dan tidak stres adalah waktu yang baik untuk mengukur tekanan darah. Beristirahatlah selama lima menit sebelum memulai proses pengukuran.

    Beberapa Persiapan yang Penting

    Ada beberapa prosedur yang harus dilakukan saat mengukur tekanan darah dan mendapatkan hasil yang akurat:

    Anda perlu menunggu setidaknya 30 menit setelah makan, minum, merokok (bila perokok aktif), dan berolahraga sebelum melakukan pengukuran.Pastikan kandung kemih kosong.Beristirahatlah dengan tenang selama lima menit sebelum memulai proses pengukuran.Pilih kursi dengan sandaran untuk duduk.Kaki harus tetap rata di lantai dan jangan menyilangkan kaki.Letakkan lengan di permukaan datar yang sejajar dengan jantung.Pilih manset yang sesuai dengan ukuran lengan, karena manset harus melingkari setidaknya 80 persen diameter lengan atas.

    Teknik Pengukuran

    Pasang manset pada lengan atas yang terbuka, 2 cm di atas lipatan siku.

    Jaga agar tetap diam selama pengukuran, karena gerakan atau ucapan apapun akan mempengaruhi hasil.

    Ukur dua atau tiga kali pengukuran dengan jarak satu menit. Buang hasil pengukuran pertama jika berbeda secara signifikan dengan yang lain, lalu hitung rata-rata dari dua hasil pengukuran yang lain.

    Catat hasil pengukuran beserta waktu pengukuran dan detail apapun tentang tingkat stress, serta penggunaan obat-obatan.

    Kapan Harus Pergi ke Dokter?

    Orang-orang dengan tekanan darah di rumah secara konsisten berada di atas 130/80 mmHg, atau saat hasil pembacaan pagi dan malam mereka menunjukkan variasi yang signifikan dianjurkan pergi ke dokter.

    Halaman 2 dari 3

    Simak Video “Video Mitos atau Fakta: Batasi Konsumsi Garam Bisa Turunkan Tekanan Darah Tinggi”
    [Gambas:Video 20detik]
    (sao/naf)