Topik: penyakit jantung

  • Leher Kaku Pertanda Kolesterol Tinggi? Ini Kata Dokter

    Leher Kaku Pertanda Kolesterol Tinggi? Ini Kata Dokter

    Jakarta

    Kolesterol adalah zat alami yang diproduksi di hati dan bisa diserap melalui makanan yang dikonsumsi. Lipoprotein ini penting untuk pola makan sehat, tapi jika dikonsumsi berlebihan bisa berbahaya bagi tubuh.

    Pernah merasakan leher yang kaku? Hal ini bisa menjadi sinyal dari kolesterol tinggi. Begini penjelasan dari dokter.

    Leher Kaku Pertanda Kolesterol?

    Pada umumnya, kolesterol tinggi tidak memicu gejala. Akan tetapi, jika kadarnya berlebihan, maka kolesterol tinggi akan menyebabkan plak dan menyempitkan pembuluh darah, seperti di leher.

    Spesialis gizi klinik dr Putri Sakti MGizi, SpGK, AIFO-K, CBCFF mengatakan, hal inilah yang bisa memicu gejala sakit pada leher dan pundak.

    “Jadi kalau misal kolesterol tinggi kan bikin menumpuk di pembuluh darah, bikin kaku,” kata dr Putri pada detikcom beberapa waktu lalu.

    “Nah itu lah yang memicu gejala kok leher-pundak sakit, kaku, itu bisa efek hypercholesterol yang memicu penumpukan lemak di dinding pembuluh darah,” terangnya.

    Senada dengan hal tersebut, spesialis penyakit dalam, dr Ray Rattu, SpPD, kadar kolesterol yang terlalu banyak dalam tubuh bisa membuat nyeri atau rasa tegang pada pundak atau leher. Menurutnya, gejala seperti ini muncul karena penyerapan asam lemak berlebihan yang memengaruhi sistem kardiovaskular dan menyebabkan gangguan pada otot dan saraf di sekitar area tersebut.

    “Ini ada hubungannya dengan setelah dilakukan penyerapan dari asam lemak yang ada, maka akan kemungkinan terjadi suatu perubahan secara kardiovaskular, terutama di pembuluh-pembuluh darah yang bisa menyebabkan terjadinya gangguan otot dan saraf,” katanya kepada detikcom beberapa waktu lalu

    Meski demikian, dr Ray mengatakan, rasa tegang di kuduk yang dirasakan setelah makan makanan berlemak tak selalu dikaitkan dengan kolesterol tinggi. Ada banyak faktor lain yang bisa menyebabkan gejala serupa. Jadi, dibutuhkan pemeriksaan lebih lanjut.

    “Jadi ada begitu banyak, begitu banyak variabel atau komponen lain menjadi juga gejala-gejala seperti itu,” imbuhnya lagi.

    Kolesterol Menyebabkan Penyakit Jantung

    Seiring berjalannya waktu, kolesterol jahat yang dikenal sebagai LDL bisa menumpuk di sekitar arteri yang mengalirkan suplai darah ke seluruh tubuh dan kembali ke jantung. Jika arteri tersumbat, penyakit jantung koroner bisa terjadi. Adapun beberapa gejala penyakit jantung yang paling umum meliputi:

    Angina, nyeri dadaMualKelelahan ekstremSesak napasNyeri pada leher, rahang, perut bagian atas atau punggung

    Lakukan pemeriksaan kolesterol lebih sering jika memiliki riwayat keluarga dengan serangan jantung atau stroke. Sebab kolesterol tinggi tidak menimbulkan gejala di tahap awal, penting untuk menerapkan gaya hidup yang sehat, seperti mengonsumsi makanan bernutrisi dan menjaga rutinitas olahraga.

    (elk/kna)

  • Henti Jantung Bisa Terjadi Saat Olahraga, Masih Bisakah Diselamatkan?

    Henti Jantung Bisa Terjadi Saat Olahraga, Masih Bisakah Diselamatkan?

    Jakarta

    Henti jantung merupakan penyebab kematian yang kerap terjadi tanpa peringatan yang jelas. Kondisi darurat ini bisa terjadi pada siapa saja, baik orang dengan riwayat penyakit jantung maupun yang tampak sehat.

    Kondisi ini kebanyakan terjadi secara mendadak. Lantas, seberapa besar peluang untuk bisa diselamatkan?

    Spesialis olahraga, dr Andhika Raspati, SpKO mengungkapkan seseorang yang mengalami henti jantung, tak terkecuali saat olahraga, masih memiliki peluang selamat, jika segera diberikan Cardiopulmonary Resuscitation (CPR) atau Resusitasi Jantung Paru (RJP).

    “Kalau serangan jantung ya lumayan ada waktu ke IGD,” ucapnya dalam acara detikSore, Selasa (9/12/2025).

    “Tapi, kalau (henti) jantung harus on site, mesti langsung bahkan kita cuma punya waktu 3 menit sebenarnya untuk segera CPR atau AED (Automated External Defibrillator),” sambungnya.

    Automated External Defibrillator (AED) atau defibrilator eksternal otomatis merupakan alat medis portabel yang berfungsi menganalisis irama jantung dan memberikan kejutan listrik secara otomatis. Hal ini dilakukan untuk mengembalikan detak jantung normal pada orang yang mengalami henti jantung.

    Lalu, kondisi seperti apa yang harus langsung mendapat CPR?

    dr Andhika mengatakan penting untuk mengidentifikasi orang seperti apa yang sangat membutuhkan CPR. Salah satunya memberikan rangsangan kepada orang yang mendadak pingsan.

    “Kalau ada orang pingsan terus kita kasih rangsangan, mau dipanggil-panggil, kita tepuk-tepuk, kita kasih rasa nyeri tapi tidak memberikan respons dalam bentuk apapun, kita bisa anggap dia henti jantung,” terang dia.

    “Kalau misalkan ragu nih, kita mungkin bisa ngecek nadi atau ragu sendiri, sudah start (mulai) CPR. Tapi, sebelum itu call for help dulu, karena kalau kita nggak panggil bantuan, seperti ambulans atau segala macam, mau sampai kapan (CPR),” pungkasnya.

    (sao/up)

  • Banyak yang Tak Sadar Punya Risiko Sakit Jantung, Penyebab Kolaps saat Olahraga

    Banyak yang Tak Sadar Punya Risiko Sakit Jantung, Penyebab Kolaps saat Olahraga

    Jakarta

    Olahraga adalah aktivitas krusial untuk menjaga kesehatan dan kebugaran, namun penting untuk memahami kondisi kesehatan jantung sebelum memulai latihan, terutama jika berencana mengikuti olahraga berintensitas tinggi.

    Dokter spesialis jantung dari Siloam Hospitals TB Simatupang, dr Budi Ario Tejo, SpJP-FIHA, mengatakan bahwa banyak orang, khususnya pada usia produktif, tidak sadar memiliki faktor risiko penyakit jantung tersembunyi seperti kolesterol dan hipertensi. Belum lagi gaya hidup tidak sehat yang memicu penyakit kardiovaskular penyebab sakit jantung.

    “Kalau penyebab penyakit jantung itu ada beberapa, bisa karena hipertensi.. kalau hipertensi itu memang biasanya di usia yang lebih tua di atas 40 tahun,” ucap dr Budi saat ditemui detikcom di Jakarta Barat, Sabtu (6/12/2025).

    Faktor Risiko Gangguan Jantung

    Faktor penyebab utama terjadinya gangguan pada sistem jantung dan pembuluh darah adalah dominasi kerak pada pembuluh darah koroner di jantung akibat bertambahnya usia.

    Namun, faktor risiko lain yang dapat mempercepat kerusakan ini dan meningkatkan potensi kolaps mendadak meliputi gaya hidup dan penyakit yang mendasari seperti diabetes, kolesterol tinggi dan stres yang tidak dikelola.

    Di samping itu dr Budi juga menekankan bahwa bahaya terbesar sering datang dari kondisi jantung yang sama sekali tidak disadari.

    Banyak orang tidak mengetahui bahwa mereka memiliki riwayat penyakit struktural seperti aritmia atau gangguan irama jantung, maupun penyakit jantung bawaan. Kondisi ini seringkali tidak menimbulkan gejala pada aktivitas normal, tetapi dapat memicu malfungsi jantung atau kolaps saat olahraga intensitas tinggi.

    Periksa Jantung Sebelum Program Intens

    Oleh karena itu, sebelum memulai program olahraga intensitas tinggi, sangat penting untuk menjalani pemeriksaan kesehatan jantung rutin. Pemeriksaan ini bertujuan untuk memastikan jantung dalam kondisi yang baik dan siap menghadapi beban fisik yang berat, serta mendeteksi penyakit tersembunyi yang berpotensi mematikan.

    Selain pemeriksaan rutin, dr Budi juga memberikan pesan penting bagi generasi muda untuk mencegah penyakit kardiovaskular sejak dini:

    “Penting bagi generasi muda, yaitu jangan mager (malas gerak), rutin olahraga, kelola stress, hindari rokok atau vape, [dan] istirahat cukup,” ujarnya, menekankan pentingnya memperhatikan kondisi tubuh sebelum memulai olahraga.

    Halaman 2 dari 2

    (kna/kna)

    Lagi-lagi Kolaps saat Lari

    12 Konten

    Anjuran ‘listen to your body’ saat lari tak selalu gampang diterapkan. Ego untuk ‘push the limit’ dan mendapatkan progres tertentu sesuai target, dapat mengaburkan batas-batas kemampuan fisik. Risiko jantung kolaps mengintai para pelari.

    Konten Selanjutnya

    Lihat Koleksi Pilihan Selengkapnya

  • Dokter Soroti Risiko Serangan Jantung saat Lari, Jangan Lupa Batas Diri!

    Dokter Soroti Risiko Serangan Jantung saat Lari, Jangan Lupa Batas Diri!

    Jakarta

    Mengenali batas tubuh dengan baik adalah salah satu langkah penting mencegah masalah kesehatan ketika berolahraga. Tak sedikit muncul kasus yang berkaitan dengan masalah jantung ketika olahraga, bahkan hingga meninggal dunia, karena mereka tidak mengenali tubuhnya dengan baik.

    Spesialis kedokteran olahraga Siloam Hospitals TB Simatupang dr Bernadette Laura, SpKO menyebut penyakit jantung memang masih menjadi menjadi kasus masalah kesehatan yang paling sering muncul ketika olahraga. Kondisi ini paling banyak dialami oleh atlet rekreasional yang tidak menjalani latihan terpola dan terstruktur.

    “Jadi gimana cara kita tahu untuk limit kita itu gimana? Dengan latihan. Dengan latihan dulu pertama, kemudian screening, screening kesehatan, dan lain-lain. Itu kita bisa mengetahui kapasitas tubuh kita itu sejauh mana. Itu yang terlupakan kadang-kadang,” ungkap dr Laura ketika ditemui detikcom beberapa waktu lalu.

    “Dan ketika mereka udah nggak tahu limit mereka di mana, kemudian mereka langsung melakukan olahraga tersebut. Kemudian belum lagi ditambah dorongan-dorongan dari teman-teman, dengan lingkungan sekitar. Mereka push terus, ya itu bisa berbahaya,” sambungnya.

    Salah satu alasan mengapa penyakit jantung menjadi kasus yang paling sering ditemukan saat event olahraga adalah karena gejalanya yang cenderung tak terlihat. Karena merasa sehat, orang-orang akhirnya tak melakukan cek kesehatan dulu sebelum melakukan olahraga berat.

    Jika ternyata mereka memiliki penyakit jantung yang tidak terdeteksi, olahraga yang terlalu berat dapat menjadi pencetus serangan jantung, hingga berisiko berdampak pada kematian.

    “Terutama memang untuk orang-orang yang punya penyakit jantung bawaan, atau memang dari histori keluarganya ada penyakit jantung, dan lain-lain. Itu kadang-kadang memang nggak terdeteksi dan tidak terasa ada gejalanya juga oleh atlet-atlet tersebut,” ungkap dr Laura.

    Meski begitu, perlu diingat olahraga tetap menjadi salah faktor penting dalam menjaga kesehatan jantung. Yang perlu diperhatikan adalah menyesuaikan olahraga yang dilakukan dengan kemampuan tubuh.

    Halaman 2 dari 2

    (avk/up)

  • 2 Pelari Siksorogo Lawu Ultra Meninggal, Kenapa Bisa Jantung Kolaps saat Olahraga?

    2 Pelari Siksorogo Lawu Ultra Meninggal, Kenapa Bisa Jantung Kolaps saat Olahraga?

    Jakarta

    Dua pelari Siksorogo Lawu Ultra meninggal dunia saat mengikuti race. Korban diduga mengalami serangan jantung saat mengikuti ajang lari tersebut.

    Terlepas dari kasus yang menimpa keduanya, kolaps dan meninggal saat olahraga akibat penyakit jantung beberapa kali dijumpai, bahkan pada atlet. Penyebab utama kematian mendadak saat berolahraga biasanya berkaitan dengan kondisi jantung yang tidak terdiagnosis.

    “Penting untuk diperhatikan bahwa olahraga dengan intensitas fisik yang berat dan berlangsung lama dapat berdampak negatif terhadap jantung,” terang dr Andrianto, SpJP(K) FIHA, pakar ilmu penyakit jantung dan pembuluh darah Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, dikutip dari Unair News.

    dr Andrianto menjelaskan kolaps karena henti jantung saat olahraga terkadang dapat terjadi akibat kelainan genetik yang meliputi kelainan struktural, aritmia, penyakit jantung koroner prematur atau anomali koroner kongenital.

    “Dalam kasus kelainan genetik ini, olahraga dengan intensitas berat dapat memicu terjadinya serangan aritmia jantung fatal yang mengakibatkan henti jantung mendadak,” jelas dia.

    Dikutip dari laman INAHeart, olahraga yang intens dan berlebihan dapat memiliki dampak negatif terhadap jantung, terutama dalam meningkatkan risiko aritmia berbahaya dan serangan jantung. Ketika berolahraga, tubuh melepaskan hormon adrenalin yang dapat meningkatkan detak jantung dan tekanan darah.

    Pada individu dengan kelainan jantung tersembunyi, peningkatan adrenalin ini dapat memicu aritmia, seperti ventrikular takikardia atau fibrilasi, yang bisa fatal.

    Selain itu, hormon endorfin yang dilepaskan selama aktivitas fisik intens dapat menutupi rasa sakit, membuat seseorang tidak menyadari bahwa mereka telah melewati batas kemampuan fisik mereka, yang juga dapat meningkatkan risiko kerusakan jantung.

    “Oleh karena itu, penting untuk berolahraga dengan bijaksana, memahami batasan tubuh, dan berkonsultasi dengan profesional medis sebelum memulai program latihan yang intens,” tandasnya.

    Halaman 2 dari 2

    Simak Video “Video Nyeri di Ulu Hati? Waspada Gejala Penyakit Jantung Koroner”
    [Gambas:Video 20detik]
    (kna/up)

  • Awal Mula 2 Pelari Siksorogo Lawu Ultra Meninggal Kena Serangan Jantung

    Awal Mula 2 Pelari Siksorogo Lawu Ultra Meninggal Kena Serangan Jantung

    Jakarta

    Dua peserta lari Siksorogo Lawu Ultra, Pujo Buntoro (55) dan Sigit Joko Purnomo (45), meninggal dunia saat mengikuti race kategori 15 kilometer pada Minggu (7/12/2025). Dua pelari tersebut meninggal dunia di Bukit Mitis kilometer 12 dan Bukit Cemoro Wayang kilometer 8.

    Kasi Humas Polres Karanganyar, Iptu Mulyadi mengatakan, pihaknya mendapat laporan adanya peserta lari yang tidak sadarkan diri. Peserta tersebut yakni Sigit Joko Purnomo.

    “Waktu kejadian dilaporkan tadi pagi pukul 10.44 WIB dan dilaporkan pukul 11.30 WIB, di dua tempat berbeda yang satu di Bukit Wilis dan satu di Bukit Cemoro Wayang,” katanya melalui keterangan tertulis yang diterima detikJateng, Minggu (7/12/2025).

    Mulyadi mengatakan korban Sigit ditemukan pingsan di Bukit Mitis atau di kilometer 12 rute Siksorogo 15 kilometer. Saat kejadian, lokasi tersebut sedang hujan lebat. Tak berselang lama, pihak penyelenggara mendapat info ada pelari pingsan di Bukit Cemoro Wayang atau di kilometer 8 rute Siksorogo kategori 15 kilometer. Korban tersebut bernama Pujo Buntoro (55).

    Sementara itu, Dewan Pembina Siksorogo Lawu Ultra 2025, Tony Harmoko, mengatakan dua pelari itu meninggal dunia karena terkena serangan jantung. Ia mengatakan, kedua pelari tersebut terkena serangan jantung di lokasi yang berbeda.

    “Iya leres, dua orang meninggal terkena serangan jantung. Pak Pujo tadi pagi pukul 10.11 WIB di kilometer 8,” kata Tony dihubungi awak media, Minggu (7/12/2025).

    “Kondisi kami evakuasi di RSUD Karanganyar semua. Orang Karanganyar semua,” tuturnya.

    Di luar kasus tersebut, spesialis jantung dan pembuluh darah dari BraveHeart – Brawijaya Hospital Saharjo Dr dr M Yamin, SpJP (K), SpPD, FACC, FSCAI, FAPHRS, FHRS beberapa waktu lalu mengungkapkan risiko kematian mendadak akibat henti jantung saat berolahraga dapat dialami siapa saja, termasuk atlet yang rajin berolahraga.

    Namun, ia menegaskan ini umumnya terjadi ketika seseorang sudah memiliki masalah jantung sebelumnya.

    “Pada atlet sudden death itu bisa. Memang karena serangan jantung, bisa juga kalau dia tidak ada sumbatan atau serangan jantung, tapi karena kelainan listrik jantung,” ucap dr Yamin ketika berbincang dengan detikcom di kawasan Gedung Trans Media Jakarta Selatan, Kamis (23/10/2025).

    dr Yamin mengungkapkan kelainan listrik jantung dapat dipicu oleh berbagai faktor, salah satunya hipertropi kardiomiopati. Kondisi ini membuat otot jantung secara genetik tebal secara berlebihan.

    Ketika orang dengan kondisi ini olahraga secara berlebihan, maka otot jantung dapat bertambah tebal. Menurut dr, Yamin ini yang membuat muncul risiko ‘korslet’ listrik jantung sehingga memicu meninggal mendadak saat olahraga.

    Halaman 2 dari 2

    Simak Video “Video Nyeri di Ulu Hati? Waspada Gejala Penyakit Jantung Koroner”
    [Gambas:Video 20detik]
    (suc/up)

  • Kasus Henti Jantung Bisa Terjadi Pada Saat Olahraga, Inikah Pemicunya?

    Kasus Henti Jantung Bisa Terjadi Pada Saat Olahraga, Inikah Pemicunya?

    Jakarta

    Henti jantung atau sudden cardiac death bisa terjadi pada orang yang tengah berolahraga. Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah Siloam Hospitals TB Simatupang, dr Budi Ario Tejo, SpJP-FIHA, menyebut gangguan irama jantung atau aritmia sebagai pemicu tersering kematian mendadak saat berolahraga.

    “Henti jantung mendadak atau sudden cardiac death sebagian besar terjadi akibat gangguan irama jantung. Ini bisa terjadi orang yang kelihatannya sehat,” kata dr Budi, saat ditemui detikcom, di Jakarta Barat, Sabtu (6/12/2025).

    dr Budi menambahkan, pasien aritmia bisa berasal dari berbagai rentang usia, termasuk remaja. “Ada pasien usia 18 tahun, ada yang usia produktif, gangguan irama jantung ini tidak mengenal dengan usia,” lanjutnya.

    Selain aritmia, penyakit jantung dapat dipicu oleh kelainan bawaan. Begitu juga dengan faktor gaya hidup, seperti kurang gerak, stres, dan lainnya.

    Untuk deteksi dini aritmia, dr Budi menyarankan pemeriksaan berkala. Perangkat seperti smartwatch, smartring, atau smartband dapat membantu memantau irama jantung sehari-hari.

    “Smartwatch boleh banget, itu bisa memantau irama jantung kita normal atau tidak,” katanya.

    Di sisi lain, dr Budi mengatakan aritmia dapat ditangani apabila ‘sumber’ gangguannya berhasil ditemukan dan diatasi. Meski begitu, ia menekankan upaya pencegahan tetap penting, khususnya pada usia muda yang sering merasa sehat dan tidak menyadari gejalanya.

    Menurut dr Budi, kebiasaan sederhana ini dapat membantu menjaga irama jantung tetap stabil dan mengurangi risiko terjadinya aritmia maupun henti jantung mendadak yang kerap muncul tanpa peringatan.

    “Penting bagi generasi muda, yaitu jangan mager, rutin olahraga, kelola stress. hindari rokok atau vape, istirahat cukup,” ujarnya.

    Halaman 2 dari 2

    (dgh/suc)

  • Batas Konsumsi Telur yang Aman dalam Sehari, Jangan Berlebihan

    Batas Konsumsi Telur yang Aman dalam Sehari, Jangan Berlebihan

    Jakarta

    Telur merupakan makanan populer bergizi tinggi yang kaya akan vitamin, mineral, antioksidan, protein, dan lemak. Namun, ada batasan konsumsi telur yang perlu diketahui.

    Beberapa penelitian mengaitkan konsumsi telur dan penyakit kolesterol dan jantung. Jadi, risiko yang terkait dengan mengonsumsi terlalu banyak telur berbeda-beda di antara individu.

    Batas Aman Konsumsi Telur Per Hari

    Batasan konsumsi telur berbeda antara orang yang sehat dan mengidap penyakit tertentu.

    1. Orang Dewasa Sehat

    Dikutip dari laman Healthline, bagi orang dewasa sehat denga kadar kolesterol normal dan tanpa faktor risiko penyakit jantung yang signifikan, beberapa penelitian menunjukkan bahwa 1-2 butir telur per hari aman untuk dikonsumsi. Bahkan telur bisa menyehatkan dan bermanfaat bagi kesehatan jantung.

    Sebuah studi menunjukkan bahwa konsumsi 2-3 telur per hari memberi peningkatan yang lebih besar pada fungsi HDL, sekaligus menaikkan kadar karotenid dalam plasma. Secara keseluruhan, konsumsi 3 butir telur per hari dapat menghasilkan profil partikel LDL yang kurang aterogenik, memperbaiki fungsi HDL, dan meningkatkan kadar antioksidan plasma pada orang dewasa muda yang sehat.

    Kendati demikian, para ahli mungkin enggan menyarankan konsumsi lebih dari 2 butir per hari dan banyak yang masih menyarankan untuk mengonsumsi 1 butir telur per hari.

    Pakar IPB University dari Fakultas Peternakan, Dr Zakiah Wulandari juga merekomendasikan untuk memakan satu butir telur per hari.

    “Untuk orang sehat, rekomendasi konsumsi telur beserta kuning telurnya adalah satu butir per hari. Rekomendasi ini tidak akan meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular,” katanya, mengutip laman IPB University.

    2. Pengidap Kolesterol Tinggi, Diabetes, Penyakit Kardiovaskular, hingga Tekanan Darah Tinggi

    Bagi orang dengan kadar kolesterol tinggi, kelebihan berat badan atau obesitas, dan penyaki kronis seperti diabetes atau riwayat penyakit jantung dalam keluarnya sebaiknya tidak mengonsumsi lebih dari 1 telur per hari atau 4-5 butir telur per minggu.

    Sebuah studi yang melibatkan hampir 200.000 veteran AS mengaitkan konsumsi hanya 1 butir telur per hari dengan sedikit peningkatan risiko serangan jantung. Efeknya paling kuat pada mereka yang mengidap diabetes atau kelebihan berat badan.

    Sementara, Dr Zakiah merekomendasikan untuk mengonsumsi maksimal dua butir telur per minggu orang yang mengidap diabetes, penyakit kardiovaskular, dan tekanan darah tinggi. Asupan telur bisa ditingkatkan dengan tanpa mengonsumsi kuning telur. Putih telur merupajan sumber protein, jadi sangat bermanfaat bagi tubuh.

    Terlepas dari asupan telur, risiko penyakit jantung meningkat seiring brtambahnya usia akibat perubahan seperti penumpukan lemak dan pengersan arteri. Jadi, penting untuk mempertimbangkan kondisi kesehatan secaa keseluruhan saat memutuskan berapa banyak telur yang aman dikonsumsi.

    Manfaat Telur untuk Kesehatan

    Telur merupakan sumber proteon rendah lemak yang baik yang mudah diolah. Ada banyak manfaat yang didapat dari telur, di antaranya:

    Kandungan antioksdannya membantu melindungi sel-sel tubuh dari kerusakan akibat radikal bebas dan penyakit kronis terkait, seperti penyakit jantung dan kanker.Dipercaya bisa meningkatkan beberapa biomarker penyakit jantung, termasuk biomarker inflamasi, seperti kadar inteleukin-6 dan protein C-reaktif dalam darah.Mengenyangkan dan bisa mendukung penurunan berat badan. Hal ini berkat kandungan protein lemaknya yang tinggi.

    (elk/suc)

  • 4 Kebiasaan Warga Jepang yang Bikin Panjang Umur, Mudah Ditiru

    4 Kebiasaan Warga Jepang yang Bikin Panjang Umur, Mudah Ditiru

    Jakarta

    Seorang peneliti umur panjang membagikan empat rahasia penuaan dari orang-orang yang hidup paling lama di Jepang. Yumi Yamamoto, Presiden LongeviQuest Jepang, memimpin tim yang bertugas memvalidasi usia para lansia tertua di dunia dan mengumpulkan kisah hidup mereka.

    Yamamoto juga merupakan cicit dari Shigeyo Nakachi, orang tertua kedua di Jepang yang wafat pada 2021. Latar belakang profesional sekaligus pengalaman keluarganya membuat Yamamoto memahami pola hidup yang kerap ditemui pada orang Jepang berusia panjang.

    4 Kebiasaan Warga Jepang yang Bikin Panjang Umur

    Dikutip dari South China Morning Post, seperti halnya masyarakat di Blue Zones lainnya, warga Jepang yang berumur panjang umumnya jarang mengonsumsi daging dan banyak menghabiskan waktu bersama keluarga. Namun, mereka juga memiliki sejumlah kebiasaan lain yang lebih spesifik yang diyakini berperan dalam membantu mereka hidup lebih lama.

    1. Jangan Makan Sampai Kenyang

    Yamamoto menjelaskan bahwa ada pepatah di Jepang yang menyarankan seseorang makan hanya sampai 80 persen kenyang. Pepatah itu dikenal dengan istilah ‘hara hachi bu’.

    “Artinya, Anda sebaiknya menyisakan sedikit ruang di akhir makan,” ujar Yamamoto.

    Kebiasaan ini membantu masyarakat Jepang menerapkan pola makan dengan lebih sadar dan membatasi kalori secara ringan. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa pembatasan kalori semacam ini dapat menurunkan peradangan dan berpotensi mendukung umur panjang, berdasarkan studi pada hewan, meski riset lebih lanjut pada manusia tetap diperlukan.

    2. Lakukan Segala Sesuatu Secukupnya

    Salah satu pelajaran tersebesar yang Yamamoto dapatkan dari obolan dengan supercenternarian adalah jangan melakukan sesuatu secara berlebihan. Sebaliknya, lakukan segala sesuatu secukupnya.

    Misalnya, orang tertua yang hidup hingga usia 119 tahun, Kane Tanaka menyukai Cola, tapi dia hanya meminum satu botol sehari.

    “Dia tidak kecanduan, dan dia tidak minum berlebihan. Ini sesuatu yang menurut saya umum di Jepang. Orang Jepang makan dengan seimbang dan mereka tidak makan atau minum berlebihan,” katanya.

    “Dan itu tidak hanya berlaku untuk makanan dan minuman, tetapi juga hal-hal seperti tidak begadang,” tambahnya.

    Para ahli menyepakati bahwa menikmati camilan secukupnya bisa membuat pola makan sehat lebih berkelanjutan.

    3. Lebih Banyak Bergerak

    Orang-orang Jepang melakukan apa yang disebut sebagai senam radio. Sejak tahun 1928, sebuah siaran radio telah mengarahkan pendengarnya unutk melakukan latihan beban tubuh selama lima menit sehari. Yamamoto mengatakan, dia mencoba melakukan senam radio di pagi hari, seperti yang dilakukan para lansia di Jepang.

    Penelitian menunjukkan bahwa melakukan aktivitas fisik intens dalam waktu singkat bisa menurunkan risiko kanker dan penyakit jantung, dan hal tersebut meningkatkan peluang umur panjang.

    Kebanyakan para “super-agers” di Blue Zone tidak rutin pergi ke gym. Mereka justru memasukkan gerak dalam rutinitas harian, mulai dari berjalan kaki, naik tangga, hingga mengikuti olahraga kelompok.

    4. Duduk Tegak

    Yamamoto mengatakan bahwa nenek buyutnya selalu sangat teratur dalam postur tubuhnya. Dia selalu menjaga punggungnya tetap tegak.

    “Satu hal yang saya perhatikan tentang para supercentenarian dan centenarian Jepang adalah mereka sangat disiplin dan ketat pada diri mereka sendiri dalam hal postur tubuh yang tegak,” kata Yamamoto.

    “Sebagai manusia, kita cenderung sedikit membungkuk seiring bertambahnya usia, tetapi orang Jepang yang sudah sangat tua, bahkan hingga usia lanjut, akan mempertahankan postur tubuh yang sangat tegak,” tambahnya.

    Penelitian menunjukkan, postur tubuh yang baik bisa meminimalkan ketegangan pada tubuh, mencegah rasa sakit dan membantu menjaga tubuh berfungsi dengan benar.

    (elk/suc)

  • Waspada! Ini Gejala Kolesterol Tinggi yang Muncul di Dada

    Waspada! Ini Gejala Kolesterol Tinggi yang Muncul di Dada

    Jakarta

    Kadar kolesterol LDL (low-density lipoprotein) atau yang dikenal sebagai kolesterol ‘jahat’ dapat dikaitkan dengan berbagai masalah kesehatan. Kolesterol tinggi terjadi ketika terdapat terlalu banyak lipid (lemak) di dalam darah.

    Dikutip dari Cleveland Clinic, tubuh sebenarnya membutuhkan lipid dalam jumlah yang tepat untuk berfungsi dengan baik. Namun, jika kadarnya berlebihan, tubuh tidak dapat memanfaatkannya secara optimal. Pada sebagian orang, kolesterol tinggi dapat menimbulkan gejala, termasuk keluhan yang muncul di area dada.

    Gejala Kolesterol Tinggi yang Muncul di Dada

    Kolesterol tinggi bisa menyebabkan penumpukan lemak di dinding arteri yang menyebabkan penyempitan. Hal tersebut mengurangi aliran darah ke jantung dan bisa menyebabkan gejala seperti nyeri dada.

    Dikutip dari laman Medical News Today, kadar kolesterol tinggi merupakan faktor risiko untuk angina, yang merujuk pada rasa nyeri di dada karena kurangnya darah kaya oksigen yang mencapai jantung.

    Kolesterol dalam darah bisa terakumulasi bersama zat lain dan membentuk plak atau timbunan lemak di arteri. Penumpukan plak menyebabkan penyempitan arteri yang mengurangi aliran darah.

    Arteri yang menyempit akan membatasi jumlah darah yang mencapai otot jantung, sehingga jantung tidak menerima oksigen sebanyak yang dibutuhkan. Hal ini bisa menyebabkan nyeri dada atau rasa yang tidak nyaman.

    Menurut American Heart Association (AHA), nyeri dada mungkin terasa seperti sensasi terjepit atau adanya tekanan. Rasa nyeri ini kemungkinan miip dengan gangguan pencernaan.

    Selain itu, orang yang mengalaminya juga mungkin merasakan tidak nyaman di area sekitar dada, seperti bahu, lengan, perut, punggung, leher, dan rahang.

    Gejala Kolesterol Tinggi Lainnya

    Orang dengan kolesterol tinggi mungkin tidak mengalami gejala atau hanya menyadari kondisi tersebut saat melakukan tes darah. Selain nyeri dada, kadar kolesterol berlebih juga bisa menimbulkan gejala lainnya, seperti:

    -Xantoma: Benjolan atau lesi pada kulit akibat timbunan lemak yang berkumpul di bawah kulit, terutama pada persendian, siku, lutut, bokong, kaki, atau tangan
    -Akus Kornea: Cincin berwana putih keabu-abuan di sekitar iris, bagian mata yang berwarna.

    Pengidap kolesterol tinggi juga mungkin mengalai kelelahan atau sesak napas yang bisa terjadi jika oksigen yang mencapai jantung tidak mencukupi.

    Cara Mencegah Nyeri Dada Akibat Kolesterol Tinggi

    Gaya hidup yang sehat bisa membantu menjaga kadar kolesterol dalam kisaran optimal dan mengurangi risiko komplikasi, seperti penyakit jantung dan stroke. Berikut beberapa cara mencegah kolesterol tinggi:

    Membatasi makanan tinggi lemak jenuh dan lemak trans.Mengonsumsi makanan rendah garam dan gula tambahan, seperti biji-bijian utuh, sayuran, buah-buahan, produk susu rendah lemak, daging tanpa lemak, dan makanan laut.Mengonsumsi makanan kaya serat dengan memasukkan asupan seperti oatmeal, kacang-kacangan, buah dan sayur, serta biji-bijian utuh.Berusaha mencapai berat badan sedang, yang bisa didiskusikan dengan tenaga kesehatan profesional.Melakukan aktivitas fisik secara teratur, dengan tujuan 150 menit latihan intensitas sedang per minggu, seperti jalan cepat.

    (elk/suc)