Topik: penyakit jantung

  • Jangan Abaikan Penyakit Diabetes, Dokter Ungkap Komplikasi Serius yang Bisa Menyertai

    Jangan Abaikan Penyakit Diabetes, Dokter Ungkap Komplikasi Serius yang Bisa Menyertai

    Jakarta

    Banyak orang menganggap diabetes hanya sebatas masalah gula darah tinggi. Padahal, penyakit ini dapat menimbulkan berbagai komplikasi serius yang berpengaruh pada kualitas hidup pengidapnya.

    Dokter spesialis penyakit dalam Brawijaya Hospital, dr Erpryta Nurdia Tetrasiwi, SpPD, menegaskan diabetes termasuk penyakit kronis yang membutuhkan pengelolaan jangka panjang. Tidak seperti flu atau infeksi bakteri yang bisa sembuh setelah pengobatan singkat, diabetes memerlukan pemantauan dan pengendalian seumur hidup.

    “Nah tapi penting sekali selain kita tahu bagaimana menerapi adalah untuk pencegahan. Karena apa? Efek jangka panjang yang dikhawatirkan dari penyakit kronis adalah komplikasinya,” ucapnya dalam acara detikcom Leaders Forum, Jumat (31/10/2025).

    dr Pryta menjelaskan, risiko komplikasi diabetes bukan hanya sekadar kenaikan kadar gula darah, tetapi juga dapat menyerang berbagai organ tubuh. Diabetes dapat memicu komplikasi mikrovaskuler (pada pembuluh darah kecil) maupun makrovaskuler (pada pembuluh darah besar).

    Kondisi ini dapat berujung pada penyakit jantung koroner, stroke, hingga gangguan pembuluh darah perifer.

    “Jadi efek jangka panjang dari diabetes mellitus itu sendiri sangat besar,” ucapnya.

    Karena itu, setelah seseorang terdiagnosis diabetes, penanganan perlu dilakukan secara bertahap mulai dari perubahan gaya hidup, pengaturan pola makan, hingga terapi medis sesuai kondisi pasien. Upaya pencegahan tetap menjadi langkah terpenting agar komplikasi berat dapat dihindari.

    (suc/up)

  • 5 Kebiasaan Sehari-hari yang Diam-diam Bisa Merusak Jantung

    5 Kebiasaan Sehari-hari yang Diam-diam Bisa Merusak Jantung

    Jakarta

    Faktor yang meningkatkan risiko penyakit jantung tidak hanya genetika dan usia. Menurut ahli jantung dr Dmitry Yaranov, ada kebiasaan yang tampak tidak berbahaya tapi berdampak buruk pada kesehatan jantung dalam jangka panjang.

    “Dalam praktik saya, saya sering melihat efek jangka panjang dari kebiasaan yang tampaknya tidak berbahaya. Namun, seiring waktu, kebiasaan tersebut berdampak buruk pada jantung, energi, dan ketahanan Anda,” kata dr Yaranov. Dikutip dari laman Times of India, berikut sejumlah kebiasaan yang perlu dihindari demi kesehatan jantung.

    1. Kehabisan Tenaga

    Tidur sangat penting untuk menjaga tubuh dan pikiran tetap berfungsi. Menurut sebuah studi dari American Heart Association, remaja yang tidak mendapat waktu tidur cukup mungkin berisiko lebih tinggi mengalami tekanan darah tinggi. Tekanan darah yang tinggi bisa meningkatkan risiko serangan jantung, stroke, penyakit ginjal, bahkan kematian dini.

    “Tidak istirahat berarti tekanan darah tinggi, berat badan naik, dan kelelahan yang tidak tertahankan,” kata Yaranov.

    2. Duduk Sepanjang Hari

    Menurut dr Yaranov, terlalu lama duduk, entah di sofa atau mobil bisa merusak punggung, usus, dan jantung. Sebuah studi pada tahun 2024 menemukan, lebih banyak waktu yang dihabiskan untuk duduk, bersandar, atau berbaring di siang hari bisa menngkatkan risiko penyakit kardiovaskular dan kematian, bahkan bagi orang yang aktif.

    3. Mengabaikan Stres

    Mungkin ada orang-orang yang mengatakan dirinya baik-baik saja, bahkan saat berada di bawah tekanan. dr Yaranov mengingatkan, mengabaikan stres merupakan tanda bahaya bagi jantung dan kesehatan secara keseluruhan.

    Stres kronis tidak hanya memengaruhi pikiran, tapi juga tubuh. Kalimat “Saya baik-baik saja” bisa saja menipu orang lain, tapi tubuh selalu mengatakan yang sebenarnya. Stres kronis bisa bermanifestasi pada sesak dada, masalah pencernaan, insomnia, dan kepanikan yang tiba-tiba. Sebuah studi di tahun 2022 menemukan, stres yang berkepanjangan dan paah meningkatkan penyakit kardiovaskular.

    baca juga

    4. Makan Apa Saja yang Cepat

    Saat mengonsumsi kafein dan makanan siap saji, jantung akan bekerja ekstra keras untuk mengimbanginya. Hal ini bisa menyebabkan kesehatan jantung yang buruk dan timbulnya penyakit.

    “Melewatkan sarapan, makan siang lewat drive-thru, gula untuk makan malam. Gula darah Anda naik seperti roller coaster dan tubuh Anda menanggung akibatnya,” kata dr Yaronov.

    5. Selalu Mengatakan “Ya”

    Terus menerus melakukan segalanya untuk orang lain membuat jantung tertekan. dr Yaronov mengatakan “ya” padahal seharusnya “tidak” adalah tanda bahaya yang besar.

    “Dengar, mencegah lebih baik dari pada mengobati. Karena tidak ada yang lucu tentang obat-obatan, prosedur, atau kelelahan di usia 30-an. Jaga dirimu sekarang… selagi masih pilihan,” pungkasnya.

    Halaman 2 dari 2

    (elk/suc)

  • Tren Diabetes RI Meningkat, Ahli Ingatkan Bahaya Penyakit Gula yang Tak Terkendali

    Tren Diabetes RI Meningkat, Ahli Ingatkan Bahaya Penyakit Gula yang Tak Terkendali

    Jakarta

    Konsumsi gula yang berlebihan berpotensi menyebabkan penyakit tidak menular. Salah satunya adalah diabetes melitus atau penyakit gula, yang pada akhirnya bisa memicu penyakit lainnya.

    Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (PTM), Kemenkes RI, dr Siti Nadia Tarmizi, M.Epid, tren dari diabetes atau penyakit gula tersebut terus meningkat di Indonesia. Saat ini, kurang lebih prevalensi dari penyakit gula di masyarakat Indonesia sekitar 11,7 persen.

    “Kalau kita bandingkan 10 tahun yang lalu, itu hanya 6 persen. Nah, bayangkan ya, kalau 11,7 persen kali penduduk kita 280 juta, jumlahnya luar biasa. Itu mencapai kurang lebih 30 juta penduduk,” kata dr Nadia dalam acara detikcom Leaders Forum, Jumat (31/10/2025).

    Jika tidak dikendalikan, maka diabetes bisa menyebabkan penyakit-penyakit lainnya. Sehingga hal ini penting untuk diperhatikan.

    “Kalau penyakit gula ini terus kita tidak kendalikan, ujung-ujungnya kita akan bisa terkena penyakit jantung, strok, ginjal, bahkan juga kanker. Nah, kita tahu itu adalah penyakit-penyakit yang biayanya besar, pengobatannya sendiri,” kata dr Nadia.

    dr Nadia mengingatkan, penyakit tidak menular adalah penyakit yang disebabkan karena perilaku. Salah satunya adalah sedentary lifestyle atau perilaku duduk atau berbaring sepanjang hari, di luar waktu tidur.

    “Apa-apa sekarang, kita cukup duduk manis, semua datang. Makanan datang, makanya itu perlu kita kendalikan pola konsumsi kita,” tutur dr Nadia.

    Pengendalian konsumsi gula sendiri bisa menurunkan penyakit jantung, stroke, dan penyakit tidak penular lainnya turun 50 persen. Angka harapan hidup di Indonesia juga terus meningkat, yaitu mencapai sekitar usia 72 tahun, tapi masih jauh dari negara-negara lain.

    “Kita pengen Indonesia seperti itu dengan angka harapan hidupnya semakin naik,” katanya.

    (elk/up)

  • Gen Z Catat! Kepala BPOM RI Ungkap Pentingnya Jaga Asupan Gula Agar Tak Berlebihan

    Gen Z Catat! Kepala BPOM RI Ungkap Pentingnya Jaga Asupan Gula Agar Tak Berlebihan

    Jakarta

    Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI Taruna Ikrar menyampaikan pentingnya menjaga asupan makanan dan minuman manis. Menurutnya, ini harus menjadi perhatian serius mengingat kini tren mengonsumsi makanan dan minuman manis begitu besar di Indonesia, khususnya pada anak muda.

    Ia menjelaskan konsumsi gula tambahan, dibarengi konsumsi garam dan lemak secara berlebih dapat memicu berbagai masalah kesehatan, khususnya penyakit tidak menular.

    “Ya, tentu kita ada hal yang sangat penting kita lakukan bahwa mengatur kadar gula, mengatur kadar garam dan lemak itu sangat penting karena ini merupakan awal dari berbagai penyakit tidak menular,” ucap Taruna ketika ditemui detikcom, Jumat (31/10/2025).

    “Penyakit tidak menular itu melibatkan penyakit diabetes, penyakit degeneratif dan angka kematiannya di negeri kita sangat tinggi dibanding negara lain,” sambungnya.

    Taruna menjelaskan 80 persen penyakit non-infeksi disebabkan oleh konsumsi gula berlebihan. Konsumsi gula berlebihan dapat memicu masalah diabetes, yang dikenal sebagai ‘mother of disease’.

    Komplikasi dari diabetes jika tidak ditangani dengan baik dapat memicu berbagai masalah kesehatan lain, misalnya penyakit kardiovaskular.

    “Negeri kita sudah ada 30 juta pengidap diabetes, berarti sudah 11,8 persen penduduk kita kena diabetes. Nah, mengatur kadar gula makanan ini merupakan awal dari pencegahan penyakit ini,” ungkap Taruna.

    “Penyakit diabetes itu punya dampak yang sangat signifikan. Dia merupakan penyebab nanti penyakit kardiovaskuler, penyebab penyakit stroke, penyakit jantung, penyakit hipertensi, kidney disease, dan sebagainya,” sambungnya.

    Salah satu upaya yang dilakukan BPOM RI bersama Kemenkes adalah penerapan label nutri-level untuk minuman manis kemasan. Label ini nantinya akan membantu dalam memilih produk yang lebih sehat dan rendah gula.

    Meski rencananya penerapan label ini juga meliputi gula, garam, dan lemak, pemerintah rencananya akan berfokus pada kadar gula minuman manis dalam kemasan manis terlebih dulu.

    “Sehingga dengan harapan itu, indikatornya nanti insya Allah penyakit-penyakit non-infeksi kita menurun, dan yang kedua, penyakit diabetes di negara kita juga bisa dimitigasi supaya juga menurun jumlahnya,” tandasnya.

    Halaman 2 dari 2

    (avk/up)

  • BPOM Siapkan Label ‘Nutri Level’ untuk Produk Pangan Olahan, Ada Label A-B-C-D

    BPOM Siapkan Label ‘Nutri Level’ untuk Produk Pangan Olahan, Ada Label A-B-C-D

    Jakarta

    Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI tengah menyiapkan penerapan label “Nutri Level” untuk produk pangan olahan. Label ini akan menandai kadar gula, garam, dan lemak dalam produk dengan sistem huruf A-D dan warna hijau hingga merah.

    Kepala BPOM Prof Taruna Ikrar mengatakan, langkah ini diambil untuk menekan tingginya angka penyakit tidak menular (PTM) di Indonesia. Menurut Taruna, kebijakan ini merupakan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 28 dan UU Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023.

    “Kondisi masyarakat kita lumayan besar ya, 30 jutaan penduduk punya peluang menderita diabetes. Itu angka yang sangat besar, enam kalinya penduduk Singapura,” ujarnya.

    Ia menyebut, 73 persen penyebab kematian di Indonesia disebabkan oleh penyakit tidak menular yang erat kaitannya dengan pola konsumsi masyarakat. Karena itu, Nutri Level diharapkan dapat membantu publik memilih makanan yang lebih sehat.

    Tahap awal Nutri Level akan difokuskan pada produk tinggi gula, sebelum diterapkan pula pada garam dan lemak. Aturannya kini tengah difinalisasi.

    “Draft-nya sudah rampung, kami tinggal menunggu harmonisasi dengan kementerian terkait,” tambahnya.

    Label Warna Hijau hingga Merah

    Sistem Nutri Level nantinya akan menampilkan kode warna dan huruf untuk menandai kategori produk:

    A (hijau): kandungan gula di bawah standar, tergolong sehat.B (hijau muda): masih dalam batas sehat, tetapi mendekati ambang batas.C (oranye): sudah perlu diwaspadai.D (merah): menunjukkan kandungan gula berlebihan.

    “Kalau sudah mulai dari C ke D, masyarakat diharapkan mulai waspada. Kita ingin masyarakat menjadi cerdas untuk memilih makanan mana yang tepat untuk mereka,” ujar Taruna.

    Tahap awal penerapan Nutri Level akan difokuskan pada produk dengan kandungan gula, sebelum nantinya diperluas untuk garam dan lemak.

    “Untuk sementara kita gula dulu, tentang garam dan lemak selanjutnya akan berjalan,” ucap Prof Taruna.

    Diabetes Naik Dua Kali Lipat dalam 10 Tahun

    Dari sisi kesehatan masyarakat, dr Nadia Tarmidzi, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kemenkes RI, menyoroti tren peningkatan kasus diabetes yang cukup tajam.

    “Saat ini prevalensi penyakit gula di masyarakat Indonesia 11,7 persen. Kalau dibandingkan 10 tahun lalu, itu hanya 6 persen,” ujar Nadia.

    Dengan populasi Indonesia sekitar 280 juta jiwa, artinya ada lebih dari 30 juta penduduk yang hidup dengan diabetes atau berisiko tinggi mengalaminya.

    “Kalau penyakit gula ini tidak kita kendalikan, ujung-ujungnya bisa menyebabkan penyakit jantung, stroke, ginjal, bahkan kanker. Dan itu semua penyakit yang biayanya besar,” jelasnya.

    Ia menambahkan, penyakit tidak menular umumnya dipicu oleh perilaku dan pola konsumsi.

    “Kita sekarang hidup serba duduk manis, semua datang, makanan datang. Jadi perlu kita kendalikan pola konsumsi kita,” tegas Nadia.

    Halaman 2 dari 3

    (kna/up)

  • Komitmen Global, Udara Bersih, dan Peran Transportasi Publik Perkotaan

    Komitmen Global, Udara Bersih, dan Peran Transportasi Publik Perkotaan

    Jakarta

    Tema penyakit tidak menular (PTM) dan kesehatan mental menyedot perhatian negara-negara anggota PBB. Di sela rangkaian pekan Majelis Umum PBB ke-80 di New York, Amerika Serikat, perwakilan negara-negara menggelar pertemuan tingkat tinggi tentang kedua tema tersebut pada Kamis, 25 September 2025. Pertemuan tersebut bertujuan mendiskusikan dan menyepakati deklarasi politik baru mengenai PTM dan kesehatan mental menuju tahun 2030 dan seterusnya.

    Pemangku kepentingan semakin memahami kaitan antara PTM dan kesehatan mental dengan faktor lingkungan, termasuk paparan polusi udara. Agenda ini semakin mendapat tempat di tingkat global dan diharapkan mampu mendorong komitmen di tingkat nasional. Sebab, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), menyebut polusi udara diperkirakan menyebabkan 4,2 juta kematian dini di seluruh dunia pada 2019.

    Di Indonesia, masalah polusi udara sudah lama menjadi ancaman serius bagi masyarakat, termasuk penduduk urban seperti di Jakarta dan sekitar. Ancamannya nyata, namun acapkali terabaikan. Jika dihitung, udara adalah “makanan” terbesar manusia. Setiap orang umumnya mengonsumsi 11.000 liter udara setiap harinya. Masalahnya, masyarakat seringkali tidak dapat berbuat banyak manakala kualitas udara yang dihirupnya tercemar.

    Agenda Global dan Realitas Urban di Jabodetabek

    Deklarasi politik di New York bulan lalu bukanlah yang pertama. Dalam deklarasi politik keempat tersebut, negara-negara peserta memperluas fokus pada determinan lingkungan kesehatan dan menawarkan berbagai opsi kebijakan untuk mengatasi polusi udara. Salah satunya dengan mendorong sistem transportasi publik perkotaan yang bersih, efisien, aman, mudah diakses, dan terintegrasi.

    Deklarasi ini belum resmi diadopsi karena masih menunggu pemungutan suara di Majelis Umum PBB selanjutnya, meskipun Indonesia termasuk negara yang sudah menyatakan dukungan. Dukungan ini menunjukkan bahwa Indonesia bersedia berjalan searah dengan upaya global penanganan PTM dan promosi kesehatan mental, sekaligus menegaskan komitmen terhadap isu polusi udara yang termuat di dalamnya.

    Ketika deklarasi tersebut kelak diadopsi, upaya mengatasi polusi udara tidak boleh berhenti di meja perundingan internasional. Agenda penting berikutnya adalah memastikan masyarakat di tingkat nasional dan lokal lebih memahami hubungan antara kualitas udara dan kesehatan sehari-hari, serta mendorong tindakan nyata untuk peningkatan kualitas udara.

    Saat ini, polusi udara telah menjadi realitas urban di Indonesia dengan dampak serius bagi kesehatan masyarakat. Jakarta dan kota-kota satelitnya secara rutin mencatatkan indeks kualitas udara (AQI) tidak sehat. AQI harian Jakarta 140–160, bahkan bisa mencapai 180, dan sering berada di peringkat ketujuh kota paling berpolusi di dunia dengan partikel polusi PM2.5 delapan kali lipat standar WHO. Kota-kota satelit pun tidak luput dari polusi udara: Tangerang Selatan pernah mencatatkan AQI 172, Depok 158, Bekasi 154, dan Bogor 90. Angka AQI mendekati 100 atau lebih, artinya kualitas udara tidak sehat terutama untuk kelompok sensitif.

    Paparan polusi udara meningkatkan risiko kematian dini dan penyakit serius seperti penyakit jantung, stroke, penyakit paru obstruktif kronis, kanker paru-paru, dan infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). Penelitian tahun 2023 memperkirakan setidaknya 10.000 kematian dini terjadi di Jakarta akibat polusi udara setiap tahun.

    Anak-anak menjadi kelompok yang sangat rentan terdampak polusi udara. Terdapat hubungan signifikan antara peningkatan konsentrasi PM2.5 harian dengan peningkatan kasus kunjungan ISPA pada balita di puskesmas. Polusi udara juga berdampak pada kesehatan kognitif dan mental melalui neuroinflamasi dan peningkatan beta-amyloid di otak, meningkatkan risiko depresi, gangguan kecemasan, bipolar, dan Alzheimer.

    Di Jabodetabek, mayoritas polusi PM2.5 berasal dari kendaraan bermotor (67%) dan industri pengolahan (26,8%), sejalan dengan fakta bahwa hampir 80% pelaju masih menggunakan kendaraan pribadi. Temuan ini menegaskan pentingnya pengembangan transportasi publik sebagai bagian dari strategi mengurangi polusi udara di perkotaan.

    Menangkal Polusi Lewat Kebijakan yang Kuat dan Sinergis

    Momentum Hari Kota Sedunia pada 31 Oktober 2025 menjadi pengingat penting bahwa pembangunan kota harus turut diukur dari seberapa sehat warganya. Sebagai warga kota, selain perlu meningkatkan kesadaran individu dengan pilihan sehari-hari, termasuk soal memilih moda transportasi, kita perlu mendorong lebih banyak perbincangan tentang dampak polusi udara terhadap kesehatan dan kualitas hidup. Hal ini juga mendorong peningkatan kesadaran kolektif serta perubahan kebijakan yang mampu menjamin hak setiap orang untuk menghirup udara bersih.

    Sebagai aglomerasi urban terbesar di Indonesia, polusi udara di Jabodetabek tidak mudah diatasi. Meskipun terhubung secara ekonomi, wilayah ini dikelola oleh otoritas administratif yang berbeda-beda dan mobilisasi masyarakat yang masif. Oleh karena itu, koordinasi lintas sektor dan komitmen pemerintah lintas daerah yang sinergis menjadi kunci utama dalam penanganan polusi udara di Jabodetabek.

    Sebagai salah satu sektor penyumbang polutan udara tertinggi, perbaikan dan integrasi transportasi publik berdampak besar terhadap kualitas udara Jabodetabek. Sayangnya, upaya perbaikan dan integrasi transportasi publik di wilayah ini masih terfragmentasi. Konektivitas layanan transportasi publik di Jakarta dilansir telah mencapai 91%, tapi kota-kota penyangga seperti Bekasi, Depok, dan Bogor belum memiliki sistem transportasi publik yang memadai dan terintegrasi dengan baik. Akibatnya, warganya harus mengeluarkan biaya tinggi untuk mobilisasi.

    Salah satu contoh fragmentasi adalah pembukaan rute TransJakarta D21, yang pada 2019 direncanakan menghubungkan Lebak Bulus–Terminal Jatijajar, namun akhirnya dibatasi menjadi Lebak Bulus–Universitas Indonesia bahkan hingga sekarang. Penyebabnya, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Pemerintah Kota Depok gagal mencapai kesepakatan. Kasus ini mencerminkan kompleksitas integrasi transportasi publik di wilayah Jabodetabek.

    Konektivitas hanyalah salah satu dari berbagai persoalan transportasi publik di Jabodetabek. Isu lain, seperti aksesibilitas dan kenyamanan, juga masih menjadi tantangan signifikan. Soal aksesibilitas dan kenyamanan mempengaruhi keinginan dan kemampuan masyarakat untuk menggunakan transportasi publik. Misalnya, penyandang disabilitas yang menghadapi kesulitan mengakses stasiun KRL yang sebagian besar masih bergantung pada tangga untuk berpindah peron.

    Sejatinya, Indonesia sudah memiliki program Kabupaten Kota Sehat (KKS) yang berpotensi meningkatkan kesehatan dan kualitas hidup masyarakat, termasuk di Jakarta. Tanpa regulasi setingkat Peraturan Presiden yang mampu mengorkestrasi koordinasi lintas sektor, pemberdayaan masyarakat, penguatan kapasitas, dan komitmen pemerintah daerah, program KKS belum mencapai potensi terbaiknya. Masalah lingkungan seperti polusi udara dan transportasi publik pun belum tersentuh secara memadai oleh peraturan bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri.

    Kota-kota seperti Kopenhagen dan Singapura menjadi contoh keberhasilan dalam menciptakan warga yang lebih sehat melalui sistem transportasi publik yang mudah diakses, efisien, dan berkelanjutan, serta terhubung dengan ruang-ruang publik. Keberhasilan ini didukung oleh regulasi yang kuat, komitmen pemerintah, dan kesadaran publik.

    Realitas urban di Jabodetabek menunjukkan pentingnya regulasi yang kuat di tingkat nasional dan komitmen yang sinergis di tingkat daerah. Sinergi ini dapat memperkuat koordinasi lintas sektor dan kolaborasi antar pemerintah daerah demi mewujudkan sistem transportasi publik bersih, efisien, aman, mudah diakses, dan terintegrasi sebagai bagian dari strategi memperbaiki kualitas udara. Pada akhirnya, agenda global mengenai penyakit tidak menular dan kesehatan mental hanya akan bermakna jika diupayakan penerjemahannya hingga ke tingkat nasional dan daerah.

    Sayyid Muhammad Jundullah. Senior Officer for Health Policy and Community Partnership, Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI). Wisya Aulia Prayudi. Project Lead for Air Pollution Campaign, Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI).

    (rdp/rdp)

  • Awas! 6 Tanda Tubuh Ini Bisa Jadi Sinyal Masalah Jantung, Jangan Diabaikan

    Awas! 6 Tanda Tubuh Ini Bisa Jadi Sinyal Masalah Jantung, Jangan Diabaikan

    Jakarta

    Tidak semua gangguan jantung muncul dengan gejala yang mudah dikenali. Beberapa tanda gangguan jantung bahkan tidak terasa di area dada, sehingga sering kali sulit dibedakan dengan keluhan biasa.

    “Kalau tidak yakin, periksa saja,” kata dr Charles Chambers, MD, Direktur Cardiac Catheterization Laboratory di Penn State Hershey Heart and Vascular Institute.

    Hal yang sama disampaikan oleh dr Vincent Bufalino, juru bicara American Heart Association. Ia menekankan bahwa kewaspadaan perlu ditingkatkan terutama pada individu yang berusia di atas 60 tahun, memiliki berat badan berlebih, atau menderita diabetes, kolesterol tinggi, dan tekanan darah tinggi.

    “Semakin banyak faktor risiko yang Anda miliki, semakin Anda harus khawatir tentang apa pun yang mungkin berhubungan dengan jantung,” katanya.

    Dikutip dari WebMD, berikut enam tanda tubuh yang bisa jadi sinyal masalah jantung.

    1. Nyeri atau Ketidaknyamanan di Dada

    Ini merupakan tanda paling umum dari masalah jantung. Jika pembuluh arteri tersumbat atau terjadi serangan jantung, seseorang dapat merasakan nyeri, tekanan, atau sensasi tertekan di dada.

    “Setiap orang menggambarkannya dengan cara berbeda,” jelas dr Chambers. “Ada yang merasa seperti ada beban berat menekan dada, ada juga yang menggambarkannya seperti rasa terbakar atau dicubit.”

    Rasa nyeri ini biasanya berlangsung lebih dari beberapa menit dan bisa muncul saat istirahat maupun aktivitas. Jika nyerinya terasa hanya sesaat atau muncul saat area dada ditekan, kemungkinan besar bukan berasal dari jantung, namun tetap perlu diperiksa oleh dokter.

    Bila nyerinya berat dan tidak kunjung hilang, penting untuk segera menghubungi layanan darurat, karena bisa menjadi tanda serangan jantung. Perlu diingat, serangan jantung tidak selalu menimbulkan nyeri dada, terutama pada wanita.

    2. Mual, Gangguan Pencernaan, atau Nyeri Perut

    Sebagian orang mengalami mual, mulas, atau nyeri perut saat mengalami serangan jantung, bahkan bisa sampai muntah. Gejala seperti ini lebih sering dialami oleh wanita dibandingkan pria.

    Tentu saja, gangguan pencernaan bisa disebabkan oleh hal lain, seperti makanan. Namun jika gejala ini muncul pada orang dengan risiko penyakit jantung, sebaiknya tidak diabaikan dan segera diperiksa, terutama jika disertai gejala jantung lainnya.

    3. Nyeri Menjalar ke Lengan

    Rasa nyeri yang menjalar ke lengan kiri juga merupakan tanda klasik serangan jantung.

    “Biasanya nyeri dimulai dari dada lalu menyebar ke luar,” kata dr Chambers.

    Namun, ada juga pasien yang hanya merasakan nyeri di lengan, dan setelah diperiksa, ternyata mengalami serangan jantung.

    4. Pusing atau Kepala Terasa Ringan

    Ada banyak hal yang bisa membuat seseorang merasa pusing atau kehilangan keseimbangan sesaat, seperti kurang makan, dehidrasi, atau berdiri terlalu cepat.

    Namun, bila rasa pusing muncul tiba-tiba disertai nyeri dada atau sesak napas, segera cari pertolongan medis.

    Menurut dr Bufalino, kondisi ini bisa menandakan penurunan tekanan darah akibat jantung yang tidak memompa darah secara optimal.

    5. Nyeri di Tenggorokan atau Rahang

    Secara umum, nyeri di tenggorokan atau rahang tidak selalu berhubungan dengan jantung. Biasanya disebabkan oleh otot tegang, pilek, atau masalah sinus.

    Namun, bila rasa nyeri atau tekanan di dada menjalar ke tenggorokan atau rahang, hal itu bisa menjadi tanda serangan jantung. Segera cari pertolongan medis untuk memastikan penyebabnya.

    6. Mudah Lelah atau Cepat Lemas

    Jika seseorang tiba-tiba merasa mudah lelah atau sesak saat melakukan aktivitas ringan yang sebelumnya tidak menimbulkan masalah, seperti naik tangga atau membawa belanjaan, hal ini bisa menjadi tanda awal gangguan jantung.

    “Perubahan signifikan seperti ini lebih penting diperhatikan dibanding keluhan kecil sehari-hari,” ujar dr Bufalino.

    Kelelahan ekstrem atau rasa lemah tanpa sebab yang jelas selama beberapa hari juga dapat menjadi indikasi penyakit jantung, terutama pada wanita.

    Halaman 2 dari 3

    (suc/suc)

  • Biang Kerok Banyak Penyakit, Berapa Batas Maksimum Konsumsi Gula Garam Lemak Harian?

    Biang Kerok Banyak Penyakit, Berapa Batas Maksimum Konsumsi Gula Garam Lemak Harian?

    Jakarta

    Penyakit degeneratif kini semakin banyak ditemui pada usia yang masih tergolong muda. Mengenali anjuran batas maksimum konsumsi gula, garam, dan lemak harian dapat mengurangi risiko tersebut.

    Kondisi seperti hipertensi, diabetes, stroke, dan penyakit jantung dulu lebih sering dialami orang lanjut usia, tetapi sekarang makin banyak terjadi di usia produktif. Salah satu pemicu utamanya adalah pola makan tinggi Gula, Garam, dan Lemak (GGL).

    Di tengah gaya hidup yang serba cepat, pilihan makanan sering ditentukan oleh faktor praktis dan rasa. Makanan-makanan yang tinggi gula memang terasa lebih memuaskan dan makanan asin lebih menggugah selera. Namun konsumsi berlebihan dalam jangka panjang dapat memberi dampak besar pada kesehatan tubuh.

    Apa itu Penyakit Degeneratif?

    Penyakit degeneratif adalah penyakit yang muncul akibat penurunan fungsi atau kerusakan organ tubuh secara bertahap. Proses ini tidak terjadi dalam semalam, melainkan berlangsung perlahan dan sering tanpa disadari.

    Ada dua faktor risiko yang tidak bisa diubah, yaitu:

    1. Usia

    Semakin bertambah usia, metabolisme mulai melambat, pembuluh darah mengalami penurunan elastisitas, dan respons sel tubuh terhadap hormon seperti insulin ikut menurun.

    2. Keturunan/Genetik

    Seseorang bisa memiliki risiko/kecenderungan alami lebih tinggi mengalami hipertensi, diabetes, stroke, atau penyakit jantung karena faktor riwayat penyakit keluarga.

    Meski demikian, ada satu faktor risiko yang sangat berpengaruh dan sepenuhnya dapat dikendalikan, yaitu pola makan. Jadi penyakit degeneratif dapat kita cegah dengan mengurangi konsumsi GGL.

    Asupan gula yang berlebihan dapat memicu lonjakan glukosa darah yang membuat pankreas bekerja berat untuk memproduksi insulin. Garam berlebih bisa memicu peningkatan tekanan darah, sementara asupan lemak yang tinggi, terutama lemak jenuh dan lemak trans, mempercepat pembentukan plak pada pembuluh darah. Ketiganya saling berhubungan dan penyebab kesehatan menjadi buruk.

    Anjuran Batas Konsumsi GGL

    Kementerian Kesehatan RI menganjurkan batas konsumsi GGL harian berikut:

    Gula: maksimal 50 gram per hari.

    World Health Organization tahun 2015 menjelaskan konsumsi gula tambahan di atas 10% total energi harian meningkatkan risiko inflamasi sistemik, obesitas, dan diabetes.

    Garam: maksimal 5 gram per hari atau setara satu sendok teh.

    Studi dari jurnal Frontiers in Physiology tahun 2015 menunjukkan bahwa penurunan asupan garam

    Lemak: maksimal sekitar 67 gram per hari

    Laporan American Heart Association tahun 2019 menyebutkan bahwa mengurangi lemak jenuh dan trans menurunkan kadar kolesterol LDL serta risiko penyakit jantung koroner.

    Anjuran pembatasan GGL oleh Kementerian Kesehatan RI, bukan hanya angka yang dibuat tanpa dasar, melainkan hasil tinjauan ilmiah jangka panjang terhadap data kesehatan masyarakat dunia. Konsumsi yang melebihi batas yang dianjurkan dalam waktu lama akan meningkatkan beban kerja organ, mempercepat peradangan, dan memicu kerusakan jaringan.

    Penyakit Degeneratif yang Berkaitan dengan Konsumsi GGL Berlebih

    Beberapa penyakit yang berkaitan dengan konsumsi GGL berlebih adalah sebagai berikut.

    1. Stroke

    Stroke terjadi ketika suplai darah ke otak terhenti atau berkurang. Kondisi ini sangat berkaitan dengan hipertensi, diabetes, dan kolesterol tinggi. Penelitian dari Jurnal Lancet Neural tahun 2021 menjelaskan bahwa ketiga faktor tersebut merupakan penyumbang utama risiko stroke secara global.

    Gula berlebih dapat merusak pembuluh darah halus (kapiler) di otak. Garam berlebih meningkatkan tekanan darah sehingga pembuluh darah dapat pecah. Kolesterol berlebih mempersempit aliran darah. Ketiganya saling berinteraksi dan mempercepat kerusakan.

    2. Hipertensi

    Garam menyebabkan retensi cairan di dalam tubuh. Semakin banyak garam yang dikonsumsi, tubuh akan menahan air lebih banyak untuk menyeimbangkannya. Hal ini menyebabkan volume darah meningkat dan tekanan pada dinding pembuluh darah naik.

    Studi ilmiah yang diterbitkan di Jurnal Nutrients tahun 2019 menunjukkan bahwa pengurangan garam secara konsisten menurunkan tekanan darah, termasuk pada individu yang sebelumnya tidak memiliki hipertensi.

    Hipertensi disebut sebagai silent killer karena sering berlangsung tanpa gejala, tetapi menjadi penyebab penyakit yang lebih berat seperti serangan jantung dan stroke.

    3. Diabetes

    Konsumsi gula berlebih dalam jangka panjang memicu resistensi insulin. Tubuh menjadi kurang sensitif terhadap insulin sehingga gula tidak dapat masuk ke sel dan tetap tinggi dalam darah. Diabetes tipe 2 kemudian dapat memicu komplikasi lain seperti kebutaan, gagal ginjal, dan kerusakan saraf.

    4. Penyakit Jantung Koroner

    Asupan lemak jenuh dan lemak trans berlebih meningkatkan kadar Low-Density Lipoprotein (LDL) atau kolesterol jahat. LDL yang tinggi dapat memicu pembentukan plak di dinding pembuluh darah (aterosklerosis).

    Ketika plak menebal, pembuluh darah menyempit sehingga aliran darah ke jantung berkurang. Kondisi ini dapat memicu nyeri dada (angina) hingga serangan jantung.

    Penelitian yang berjudul Reduction in Saturated Fat Intake for Cardiovascular Disease tahun 2020 menyatakan bahwa pengurangan lemak trans dan jenuh secara konsisten menurunkan risiko penyakit jantung koroner dalam jangka panjang.

    5. Penyakit Ginjal Kronis

    Tekanan darah tinggi dan gula darah tinggi merupakan dua penyebab utama kerusakan ginjal. Pembuluh darah pada ginjal menjadi kaku dan rusak, menyebabkan fungsi filtrasi menurun. Data dari National Kidney Foundation tahun 2025 mencatat bahwa 66% kasus penyakit ginjal kronis berhubungan dengan diabetes dan hipertensi yang tidak terkontrol.

    Kesimpulan

    Penyakit degeneratif bukan terjadi tiba-tiba. Ia terbentuk dari kebiasaan sehari-hari yang tampak sederhana tetapi berlangsung bertahun-tahun. Usia dan faktor keturunan memang tidak dapat diubah, namun pola makan dan gaya hidup dapat dikendalikan sepenuhnya.

    Membatasi konsumsi GGL bukan berarti harus menghindari penggunaan GGL dalam makanan, tetapi memahami bahwa tubuh harus membatasi konsumsi GGL. Apabila konsumsi GGL dilewati terus-menerus dari batas anjuran, akan berujung pada peningkatan risiko penyakit degeneratif.

    Terkait asupan GGL, detikcom Leaders Forum akan hadir dengan tema ‘Ancaman Gula Berlebih: Manis Sesaat, Diabetes Sepanjang Hayat’. Hadir sebagai pembicara, Kepala BPOM RI Taruna Ikrar, Direktur Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan dr Siti Nadia Tarmizi, CEO Nutrifood Mardi Wu mewakili pelaku usaha pangan, dan dokter spesialis penyakit dalam dari Brawijaya Hospital dr Erpryta Nurdia Tetrasiwi, SpPD.

    Nantikan penayangannya, Jumat (31/10/2025) di detikcom.

    Halaman 2 dari 5

    Simak Video “BPOM Akan Edukasi Masyarakat soal Labeling Gula, Garam, Lemak”
    [Gambas:Video 20detik]
    (mal/up)

  • Kenali Gejala Gangguan Irama Jantung, Salah Satunya Disertai Kliyengan

    Kenali Gejala Gangguan Irama Jantung, Salah Satunya Disertai Kliyengan

    Jakarta

    Respons irama jantung bisa dipengaruhi oleh sistem eksternal. Situasi yang berdampak pada sistem persarafan, seperti rasa takut, melihat sesuatu yang dibanggakan, bisa membuat jantung berdebar.

    Menurut spesialis jantung dan pembuluh darah Braveheart – Brawijaya Hospital Saharjo, Dr dr M Yamin SpJP(K) SpPD, FACC, FSCAI, FAPHRS, FHRS, kondisi irama jantung yang tidak normal adalah ketika debaran datang tiba-tiba dengan cepat, tanpa ada pencetus yang fisiologis. Artinya, bukan sesuatu yang alamiah atau natural.

    “(Jantung berdebar) tiba-tiba. Apalagi, ini yang penting, disertai kliyengan yang hampir membuat pingsan. Jadi berdebar dengan kliyengan yang kira-kira membuat kita hampir pingsan. Itu salah satu gejalanya yang harus diperhatikan,” kata dr Yamin dalam tayangan detik Sore, Selasa (28/9/2025).

    Jika kunjungan ke dokter dilakukan saat tidak ada momen debaran jantung disertai gejala yang disebutkan, pasien akan ditanya mengenai riwayat keluarga. Terkadang dilakukan juga pemeriksaan fisik, untuk mengetahui ada tidak bunyi-bunyi jantung yang memberi petunjuk untuk suatu kelainan tertentu.

    “Kalau nggak dapat, kalau kita curiga ada kelainan yang struktural, misalnya jantungnya tebal, ototnya bocor, kelepnya bocor, kita bisa lakukan imaging,” tutur dr Yamin.

    Jika irama jantung yang tidak normal datang dalam 2-3 hari sekali, pasien bisa diberikan alat bernama halter monitoring. Patch kecil ini ditempel dan bisa merekam irama tubuh, bisa selama 24 jam atau hingga 2 minggu. Alat tersebut akan merekam detak jantung secara nonstop.

    “Kemudian kita analisis. Apalagi kalau saat direkam gejala itu muncul, kita akan tahu, apakah gejala yang dirasa dengan yang ditangkap oleh alat ini sinkron nggak?,” kata dr Yamin.

    “Kalau ketemu, maka kita langsung bisa menentukan jenis gangguan listriknya apa. Kita lakukan stratifikasi. Risiko ringan, sedang, atau berat,” tambahnya.

    Halaman 2 dari 2

    (elk/up)

    Kematian Jantung Mendadak

    8 Konten

    Masalah jantung dan pembuluh darah kini makin banyak dialami kaum muda. Tren gaya hidup yang serba instan meningkatkan risiko obesitas dan risiko penyakit yang menyertainya, termasuk penyakit jantung. Kenali jenis-jenisnya dan cara mencegahnya.

    Konten Selanjutnya

    Lihat Koleksi Pilihan Selengkapnya

  • Yakin Nggak Butuh BHD? Dokter: 90 Persen Kematian Jantung Mendadak Terjadi di Luar RS

    Yakin Nggak Butuh BHD? Dokter: 90 Persen Kematian Jantung Mendadak Terjadi di Luar RS

    Jakarta

    Kematian jantung mendadak atau sudden cardiac death bisa dialami dengan atau tanpa gejala. Peristiwa ini bisa terjadi di mana saja, baik di dalam maupun di luar rumah sakit.

    Menurut spesialis jantung dan pembuluh darah Braveheart – Brawijaya Hospital Saharjo, Dr dr M Yamin SpJP(K) SpPD, FACC, FSCAI, FAPHRS, FHRS, kematian jantung menddak di luar rumah sakit lebih banyak terjadi, baik di rumah maupun tempat umum seperti mall atau area olahraga, baru kemudian di rumah sakit.

    “Pada saat terjadi ada yang namanya out of hospital cardiac arrest, 90 persen lebih kejadian kematian di luar rumah sakit,” kata dr Yamin dalam tayangan detikSore, Selasa (28/10/2025).

    dr Yamin menuturkan, tingkat keselamatan orang-orang yang mengalami kondisi henti jantung di luar rumah sakit hanya 10 persen. Ini berarti, jika ada 100 orang mengalaminya, maka hanya 10 orang yang selamat.

    “Artinya saat di event cardiac arrest yang berperan itu adalah yang kita sebut bystander. Orang yang ada di sekitarnya,” tutur dr Yamin.

    Untuk itu, edukasi untuk melakukan Basic Life Support (BLS) atau Bantuan Hidup Dasar (BHD) penting dilakukan. Kemudian baru disertai dengan alat, yaitu automated external defibrillator (AED).

    “Ini ada satu sistem alat dengan computerized, ditempel. Dia tahu nih. Ini iramanya ngaco. Harus dikasih listrik,” kata dr Yamin.

    “Nah kita tinggal tekan aja nanti dia kasih listrik. Jadi sequence itu. Kita melakukan BHD. Kemudian kita pakai alat AED ini. Itu akan menolong lebih banyak orang yang terjadi sudden cardiac arrest di luar rumah sakit,” tambahnya.

    Di Amerika Serikat, AED wajib ada di sekolah, terminal, hingga bandara. Mirip alat pemadam kebakaran, AED memdamkan lisrik jantung yang tidak sesuai.

    “Itu yang advance-nya. Tapi sekarang di tahap kita, kita akan memperbanyak dulu alat-alat ini. Ya macam-macam. Apakah nanti kita mengadvokasi pemerintah atau kita cari lembaga-lembaga nirlaba yang bisa membantu untuk memenuhi ini. Tapi tentu harus ada yang memulai,” tambahnya.

    Halaman 2 dari 2

    (elk/up)

    Kematian Jantung Mendadak

    9 Konten

    Masalah jantung dan pembuluh darah kini makin banyak dialami kaum muda. Tren gaya hidup yang serba instan meningkatkan risiko obesitas dan risiko penyakit yang menyertainya, termasuk penyakit jantung. Kenali jenis-jenisnya dan cara mencegahnya.

    Konten Selanjutnya

    Lihat Koleksi Pilihan Selengkapnya