Topik: Penjualan Mobil

  • Penjualan Mobil di RI 2025 Jatuh ke Level Terendah Sejak Pandemi

    Penjualan Mobil di RI 2025 Jatuh ke Level Terendah Sejak Pandemi

    Jakarta

    Meski belum sepenuhnya berakhir, namun 2025 kemungkinan besar menjadi tahun terburuk industri otomotif nasional sejak pandemi Covid-19. Karuan saja, untuk pertama sejak enam tahun lalu, penjualan mobil di Indonesia diprediksi tak mencapai 800 ribu unit.

    Sebagai gambaran, ketika pandemi muncul pertama kali di Indonesia pada 2020, penjualan mobil di dalam negeri hanya 532 ribu unit setahun. Kemudian program PPnBM DTP atau Pajak Penjualan atas Barang Mewah Ditanggung Pemerintah diterbitkan untuk mendongkrak permintaan.

    Hasilnya, pada 2021, penjualan mobil di Indonesia bounce back ke level 887 ribu unit/tahun. Angkanya kemudian naik lagi pada 2022 menjadi 1,04 juta dan 2023 menjadi 1,05 juta. Namun, permintaan lantas turun pada 2024 menjadi 865 ribu unit.

    Penjualan mobil di Indonesia ditargetkan tembus 780 ribu unit/tahun Foto: Septian Farhan Nurhuda/detik.com

    Gabungan Industri Kendaraan Bermotor (Gaikindo) pada awal tahun menargetkan pabrikan mobil mampu menjual 900 ribu unit kendaraan selama 2025. Sayangnya, menuju penutupan tahun, angka itu terasa mustahil digapai.

    Akhirnya, mereka mengumumkan revisi target menjadi hanya 780 ribu unit mobil selama 2025. Jika angka tersebut sesuai, maka penjualan roda empat di Indonesia benar-benar berada di level terendah sejak pandemi lima-enam tahun lalu.

    “Iya, proyeksi (penjualan) menjadi 780 ribu unit,” kata Ketua I Gaikindo Jongkie D Sugiarto saat dikonfirmasi, dikutip dari CNN Indonesia, Selasa (2/12).

    Penjualan Mobil di Indonesia 2025

    Disitat dari laman resmi Gaikindo, penjualan mobil selama Januari-Oktober 2025 baru mencapai 634 ribu unit dan mengalami penurunan sebesar 10,6 persen dari periode sama tahun lalu.

    Lima besar merek terlaris mengalami penurunan penjualan. Honda menjadi yang terparah dengan penurunan 35,5 persen, kemudian Daihatsu 23,5 persen, Toyota 14 persen, Suzuki 8,6 persen dan Mitsubishi 5,3 persen.

    Hasil terbalik datang dari para merek baru yang sebagian besar berasal dari China. BYD dan merek turunannya, Denza, mengalami peningkatan paling signifikan, naik masing-masing 178,2 persen dan 651,1 persen pada Januari-Oktober 2025 dikomparasi dengan periode sama sebelumnya.

    Merek lain yang melonjak adalah Chery 142,7 persen, GWM 94,6 persen, BAIC 167,8 persen, Scania 32,4 persen dan Volkswagen 193,2 persen.

    (sfn/rgr)

  • Target Penjualan Mobil di Indonesia Tahun 2025 Direvisi, Jadi 780 Ribu Unit

    Target Penjualan Mobil di Indonesia Tahun 2025 Direvisi, Jadi 780 Ribu Unit

    Jakarta

    Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) resmi merevisi target penjualan mobil di Tanah Air tahun ini. Sebab, permintaan kendaraan hingga saat ini masih terhitung lemah.

    Sebelumnya, penjualan mobil di Indonesia ditargetkan tembus 900 ribu unit/tahun selama 2025. Namun, Gaikindo akhirnya melakukan perubahan angka menjadi 780 ribu unit/tahun. Penentuan angka tersebut telah melalui banyak hitung-hitungan.

    “Iya, proyeksi (penjualan) menjadi 780 ribu unit,” kata Ketua I Gaikindo Jongkie D Sugiarto saat dikonfirmasi, dikutip dari CNN Indonesia, Selasa (2/12).

    Gaikindo revisi target penjualan mobil di Indonesia jadi 780 ribu unit setahun. Foto: Septian Farhan Nurhuda/detik.com

    Dengan demikian, target tersebut jauh lebih rendah dibandingkan penjualan tahun lalu yang mencapai 865 ribu unit/tahun. Harapannya, permintaan kendaraan mengalami peningkatan kembali pada 2026.

    Disitat dari laman resmi Gaikindo, penjualan mobil selama Januari-Oktober 2025 mengalami penurunan sebesar 10,6 persen dari periode sama tahun lalu.

    Lima besar merek terlaris mengalami penurunan penjualan. Honda menjadi yang terparah dengan penurunan 35,5 persen, kemudian Daihatsu 23,5 persen, Toyota 14 persen, Suzuki 8,6 persen dan Mitsubishi 5,3 persen.

    Gaikindo revisi target penjualan mobil di Indonesia jadi 780 ribu unit setahun. Foto: Septian Farhan Nurhuda/detik.com

    Hasil terbalik datang dari para merek baru yang sebagian besar berasal dari China. BYD dan merek turunannya, Denza, mengalami peningkatan paling signifikan, naik masing-masing 178,2 persen dan 651,1 persen pada Januari-Oktober 2025 dikomparasi dengan periode sama sebelumnya.

    Merek lain yang melonjak adalah Chery 142,7 persen, GWM 94,6 persen, BAIC 167,8 persen, Scania 32,4 persen dan Volkswagen 193,2 persen.

    (sfn/dry)

  • Beda Versi 2 Kementerian soal Insentif buat Otomotif

    Beda Versi 2 Kementerian soal Insentif buat Otomotif

    Jakarta

    Pemerintah melalui Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan tidak ada insentif untuk industri otomotif tahun depan. Di sisi lain, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) bilang industri otomotif perlu diselamatkan karena kondisinya sedang terpuruk.

    Airlangga menilai, industri otomotif di Indonesia sudah cukup kuat. Apalagi banyak didukung oleh pameran otomotif, baik skala nasional maupun internasional.

    “Karena industrinya sudah cukup kuat. Apalagi udah pameran di sini. Kuat banget,” sambung politisi Partai Golkar tersebut baru-baru ini.

    “Lagi dikaji (rencana pemberian insentif pemberian otomotif). Dikaji, tapi belum (ada keputusan),” sambung Airlangga.

    Dikutip Antara, Juru Bicara Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Haryo Limanseto mengatakan, belum ada usulan resmi terkait insentif otomotif untuk tahun 2026. Namun, Kemenko Perekonomian membuka ruang untuk pembahasan jika ada usulan baru.

    “Saat ini kami belum ada pembahasan kembali dan belum menerima usulan insentif dari Kementerian/Lembaga pembina sektor,” kata Haryo.

    Haryo juga menilai, dalam beberapa tahun terakhir, industri otomotif menunjukkan penguatan yang cukup signifikan, khususnya pada segmen kendaraan listrik. Pertumbuhan kendaraan listrik dan realisasi investasi yang signifikan menunjukkan fondasi industri yang semakin kuat.

    “Kami berpendapat bahwa industri otomotif saat ini sudah cukup kuat. Hal ini dibuktikan dengan penjualan kendaraan listrik roda empat meningkat signifikan hingga 18,27 persen dari pangsa pasar tahun 2025 dan investasi untuk KBLBB (Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai) sebesar Rp5,66 triliun di tahun 2025,” ujar Haryo.

    Di sisi lain, segmen kendaraan konvensional masih mendominasi pasar sekitar 80,6 persen, sementara pasar roda dua juga terus menunjukkan pertumbuhan baik dari sisi permintaan domestik maupun ekspor.

    “Pertanyaannya, apakah masih diperlukan insentif jika suatu industri sudah cukup kuat? Kami melihat ruang kebijakan yang ada dapat mulai dipertimbangkan untuk memperkuat sektor-sektor prioritas lain yang membutuhkan dukungan lebih besar, sembari tetap menjaga momentum positif industri otomotif,” sebutnya.

    Insentif buat Selamatkan Industri Otomotif

    Di sisi lain, Kementerian Perindustrian menilai industri otomotif saat ini sangat membutuhkan insentif untuk memperkuat ekosistem industrinya dari hulu ke hilir. Insentif tersebut diperlukan untuk mempertahankan utilisasi produksi, melindungi investasi dan pekerja industrinya dari PHK, serta meningkatkan daya saing produk otomotif dalam negeri.

    Juru Bicara Kemenperin, Febri Hendri Antoni Arief mengatakan, memang penjualan mobil listrik meningkat signifikan. Namun kenaikan penjualan ini sebagian besar berasal dari mobil listrik impor. Dari total penjualan kendaraan EV tahun 2025 sebesar 69,146 unit, 73 persennya merupakan kendaraan EV impor yang nilai tambah serta penyerapan tenaga kerja industrinya berada di negara lain. Sementara segmen kendaraan lain yang diproduksi di dalam negeri dan memiliki share terbesar dalam pasar otomotif nasional terus mengalami penurunan penjualan signifikan, bahkan jauh di bawah jumlah produksi tahunan kendaraan pada segmen tersebut.

    “Jadi, keliru jika kita menyatakan industri otomotif sedang dalam kondisi kuat dengan hanya mengandalkan indikator pertumbuhan kendaraan pada segmen tertentu. Penurunan tajam penjualan kendaraan bermotor roda empat jauh di bawah angka produksinya di kala penjualan kendaraan EV impor naik tajam adalah fakta yang tidak bisa dihindari. Dan, harus menjadi indikator pertumbuhan industri otomotif nasional saat ini. Kami memandang bahwa dibutuhkan insentif untuk membalikkan keadaan tersebut,” ujar Febri dikutip dari keterangan tertulisnya.

    Selain itu, banyaknya pameran bukan berarti menunjukkan bahwa industri otomotif sedang kuat. Kuat-tidaknya industri otomotif nasional hanya bisa disimpulkan berdasarkan data penjualan dan produksi otomotif.

    “Banyaknya pameran otomotif diberbagai tempat Indonesia juga bukan ukuran industri otomotif sedang kuat. Sebaliknya, banyak pameran otomotif adalah upaya dan perjuangan industri untuk tetap mempertahankan demand di tengah anjlok penjualan domestiknya dan sekaligus melindungi pekerjanya dari PHK. Sekali lagi, kita harus menggunakan data statistik yang ada untuk menggambarkan kondisi obyektif industri otomotif saat ini dan tidak menggunakan jumlah event pameran otomotif,” ujar Febri.

    Kondisi Industri Otomotif

    Saat ini, industri otomotif mengalami penurunan penjualan. Data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) mencatat, penjualan mobil selama Januari-Oktober 2025 secara wholesales (distribusi dari pabrik ke dealer) hanya sebanyak 634.844 unit. Angka itu turun 10,6 persen dibanding tahun lalu yang mencapai 711.064 unit. Sedangkan secara retail sales (penjualan dari dealer ke konsumen) tercatat sebanyak 660.659 unit pada Januari-Oktober 2025. Angka itu turun 9,6 persen dari tahun lalu yang mencapai 731.113 unit.

    Data yang dihimpun Ditjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) menunjukkan produksi kendaraan juga mengalami penurunan menjadi 957.293 unit dari 996.741 unit pada 2024.

    Penurunan paling dalam terjadi pada segmen kendaraan yang justru menjadi tulang punggung industri otomotif nasional, yaitu segmen entry dengan harga di bawah Rp 200 juta. Segmen itu anjlok hingga 40 persen. Selain itu, segmen low dengan harga Rp 200-400 juta juga merosot 36 persen, serta segmen kendaraan komersial turun 23%. Ketiga segmen tersebut selama ini menyasar konsumen domestik, terutama kelompok masyarakat kelas menengah, serta menjadi basis produksi terbesar di dalam negeri.

    Oleh karena itu, Kemenperin menegaskan bahwa insentif otomotif menjadi instrumen krusial dalam upaya memulihkan pasar kendaraan bermotor sekaligus menjaga keberlangsungan industri otomotif nasional.

    Febri menyatakan, kebijakan insentif tidak hanya penting bagi pelaku industri, tetapi juga memberikan manfaat nyata bagi masyarakat sebagai konsumen. Menurutnya, insentif akan menciptakan ruang bagi penurunan harga kendaraan, memperbaiki sentimen pasar, serta mempertahankan daya beli masyarakat, khususnya kelompok kelas menengah dan pembeli mobil pertama yang sangat sensitif terhadap perubahan harga.

    “Walaupun Kemenperin belum merumuskan jenis, bentuk dan target insentif/stimulus, tapi usulannya akan mengarah ke segmen kelas menengah-bawah dan didasarkan pada nilai TKDN.,” ungkapnya.

    Menurut Febri, pelemahan pasar yang terjadi secara simultan dapat berdampak pada penurunan utilisasi pabrik, penurunan investasi, serta berpotensi mengancam keberlanjutan lapangan kerja di industri otomotif dan sektor komponen. “Tidak adanya intervensi kebijakan akan membuat tekanan ini semakin dalam, dan efeknya dapat memengaruhi struktur industri secara keseluruhan,” katanya.

    (rgr/dry)

  • Industri Otomotif Berdarah-darah, Dampaknya Ngeri kalau Tak Diselamatkan

    Industri Otomotif Berdarah-darah, Dampaknya Ngeri kalau Tak Diselamatkan

    Jakarta

    Industri otomotif sedang tidak baik-baik saja. Diharapkan pemerintah dapat membantu keberlangsungan industri yang jadi penyumbang perekonomian negara ini.

    Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menilai industri otomotif saat ini sangat membutuhkan insentif guna memperkuat ekosistem industrinya dari hulu sampai hilir. Insentif tersebut diperlukan untuk mempertahankan utilisasi produksi, melindungi investasi dan pekerja industrinya dari PHK, serta meningkatkan daya saing produk otomotif dalam negeri.

    Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) mencatat, penjualan mobil selama Januari-Oktober 2025 secara wholesales (distribusi dari pabrik ke dealer) hanya sebanyak 634.844 unit. Angka itu turun 10,6 persen dibanding tahun lalu yang mencapai 711.064 unit. Sedangkan secara retail sales (penjualan dari dealer ke konsumen) tercatat sebanyak 660.659 unit pada Januari-Oktober 2025. Angka itu turun 9,6 persen dari tahun lalu yang mencapai 731.113 unit.

    Data yang dihimpun Ditjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) juga menunjukkan produksi kendaraan mengalami penurunan menjadi 957.293 unit dari 996.741 unit pada 2024.

    Penurunan paling dalam terjadi pada segmen kendaraan yang justru menjadi tulang punggung industri otomotif nasional, yaitu segmen entry dengan harga di bawah Rp 200 juta. Segmen itu anjlok hingga 40 persen. Selain itu, segmen low dengan harga Rp 200-400 juta juga merosot 36 persen, serta segmen kendaraan komersial turun 23 persen. Ketiga segmen tersebut selama ini menyasar konsumen domestik, terutama kelompok masyarakat kelas menengah, serta menjadi basis produksi terbesar di dalam negeri.

    Kemenperin menegaskan, insentif otomotif menjadi instrumen krusial dalam upaya memulihkan pasar kendaraan bermotor sekaligus menjaga keberlangsungan industri otomotif nasional.

    “Kami memandang bahwa dibutuhkan insentif untuk membalikkan keadaan tersebut,” kata Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arief dalam keterangan tertulis, dikutip Senin (1/12/2025).

    Industri otomotif yang kondisinya sedang berdarah-darah perlu diselamatkan. Jika tidak, pelemahan pasar otomotif ini dampaknya tidak main-main. Menurut Febri, pelemahan pasar yang terjadi secara simultan dapat berdampak pada penurunan utilisasi pabrik, penurunan investasi, serta berpotensi mengancam keberlanjutan lapangan kerja di industri otomotif dan sektor komponen.

    “Tidak adanya intervensi kebijakan akan membuat tekanan ini semakin dalam, dan efeknya dapat memengaruhi struktur industri secara keseluruhan,” katanya.

    Febri mengatakan, kebijakan insentif tidak hanya penting bagi pelaku industri, tetapi juga memberikan manfaat nyata bagi masyarakat sebagai konsumen. Menurutnya, insentif akan menciptakan ruang bagi penurunan harga kendaraan, memperbaiki sentimen pasar, serta mempertahankan daya beli masyarakat, khususnya kelompok kelas menengah dan pembeli mobil pertama yang sangat sensitif terhadap perubahan harga.

    “Walaupun Kemenperin belum merumuskan jenis, bentuk dan target insentif/stimulus, tapi usulannya akan mengarah ke segmen kelas menengah-bawah dan didasarkan pada nilai TKDN,” ungkapnya.

    Sementara itu, banyaknya pameran bukan berarti menunjukkan bahwa industri otomotif sedang kuat. Kuat atau tidaknya industri otomotif nasional hanya bisa disimpulkan berdasarkan data penjualan dan produksi otomotif.

    “Sebaliknya, banyak pameran otomotif adalah upaya dan perjuangan industri untuk tetap mempertahankan demand di tengah anjlok penjualan domestiknya dan sekaligus melindungi pekerjanya dari PHK. Sekali lagi, kita harus menggunakan data statistik yang ada untuk menggambarkan kondisi obyektif industri otomotif saat ini dan tidak menggunakan jumlah event pameran otomotif,” ujar Febri.

    (rgr/dry)

  • RI Kebanjiran Mobil Listrik Impor saat Industri Otomotif Berdarah-darah

    RI Kebanjiran Mobil Listrik Impor saat Industri Otomotif Berdarah-darah

    Jakarta

    Industri otomotif Indonesia saat ini sedang tidak baik-baik saja. Penjualan mobil turun, di sisi lain mobil listrik impor dari luar negeri justru membanjiri pasar otomotif Tanah Air.

    Kementerian Perindustrian (Kemenperin) melalui keterangan tertulisnya menyampaikan, penjualan mobil listrik di Indonesia saat ini meningkat signifikan saat total pasar otomotif turun. Namun, kenaikan penjualan ini sebagian besar berasal dari mobil listrik yang diimpor utuh atau CBU dari negara lain.

    Dari total penjualan mobil listrik tahun 2025 sebesar 69,146 unit, 73 persennya merupakan mobil listrik impor. Kemnperin menegaskan, produksi dan nilai tambah serta penyerapan tenaga kerja industri mobil listrik impor itu berada di negara lain, bukan di Indonesia.

    Di sisi lain, segmen kendaraan lain yang diproduksi di dalam negeri dan memiliki share terbesar dalam pasar otomotif nasional terus mengalami penurunan penjualan signifikan, bahkan jauh di bawah jumlah produksi tahunan kendaraan pada segmen tersebut.

    “Jadi, keliru jika kita menyatakan industri otomotif sedang dalam kondisi kuat dengan hanya mengandalkan indikator pertumbuhan kendaraan pada segmen tertentu. Penurunan tajam penjualan kendaraan bermotor roda empat jauh di bawah angka produksinya di kala penjualan kendaraan EV impor naik tajam adalah fakta yang tidak bisa dihindari. Dan, harus menjadi indikator pertumbuhan industri otomotif nasional saat ini. Kami memandang bahwa dibutuhkan insentif untuk membalikkan keadaan tersebut,” ujar Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arief dikutip dari keterangan tertulisnya, Senin (1/12/2025).

    Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) mencatat, penjualan mobil selama Januari-Oktober 2025 secara wholesales (distribusi dari pabrik ke dealer) hanya sebanyak 634.844 unit. Angka itu turun 10,6 persen dibanding tahun lalu yang mencapai 711.064 unit. Sedangkan secara retail sales (penjualan dari dealer ke konsumen) tercatat sebanyak 660.659 unit pada Januari-Oktober 2025. Angka itu turun 9,6 persen dari tahun lalu yang mencapai 731.113 unit.

    Data yang dihimpun Ditjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) menunjukkan produksi kendaraan juga mengalami penurunan menjadi 957.293 unit. Padahal tahun lalu produksi kendaraan mencapai 996.741 unit.

    Menurut Febri, pelemahan pasar yang terjadi secara simultan dapat berdampak pada penurunan utilisasi pabrik, penurunan investasi, serta berpotensi mengancam keberlanjutan lapangan kerja di industri otomotif dan sektor komponen.

    “Tidak adanya intervensi kebijakan akan membuat tekanan ini semakin dalam, dan efeknya dapat memengaruhi struktur industri secara keseluruhan,” katanya.

    (rgr/dry)

  • Industri Otomotif Indonesia Berdarah-darah, Butuh ‘Vitamin’ Ini

    Industri Otomotif Indonesia Berdarah-darah, Butuh ‘Vitamin’ Ini

    Jakarta

    Penjualan mobil tahun ini berdarah-darah. Padahal, industri otomotif memiliki peran penting terhadap perekonomian negara.

    Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) mencatat, penjualan mobil selama Januari-Oktober 2025 secara wholesales (distribusi dari pabrik ke dealer) hanya sebanyak 634.844 unit. Angka itu turun 10,6 persen dibanding tahun lalu yang mencapai 711.064 unit. Sedangkan secara retail sales (penjualan dari dealer ke konsumen) tercatat sebanyak 660.659 unit pada Januari-Oktober 2025. Angka itu turun 9,6 persen dari tahun lalu yang mencapai 731.113 unit.

    Dengan penurunan penjualan itu, Indonesia hampir disalip Malaysia dalam perebutan gelar raja otomotif ASEAN. Asosiasi Otomotif Malaysia (MAA) melaporkan, Total Industry Volume (TIV) atau registrasi mobil baru sepanjang Januari sampai Oktober 2025 tercatat sebanyak 655.328 unit. Penjualan mobil di Malaysia tersebut turun 2 persen dibanding periode yang sama tahun lalu.

    Pengamat otomotif yang juga akademisi ITB Yannes Pasaribu mengatakan ada beberapa alasan mengapa merek baru yang berdatangan itu tidak mampu mendongkrak penjualan mobil di Indonesia. Alasan utamanya adalah karena daya beli masyarakat yang melemah.

    “Daya beli middle class dan middle-low melemah sejak beberapa tahun terakhir. Akibatnya, banyak kelas menengah yang dulu relatif nyaman sekarang masuk status rentan: cicilan rumah, pendidikan anak, kesehatan, dan kebutuhan sehari-hari menggerus ruang untuk cicilan mobil baru. Jadi, meskipun pilihan model makin banyak, jumlah orang yang benar-benar siap mencicil justru menyempit,” kata Yannes kepada detikOto.

    Melansir laman resmi Kemenperin, industri otomotif merupakan salah satu sektor andalan dengan kontribusi besar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) manufaktur, ekspor, dan penyerapan tenaga kerja. Investasi di sektor ini diperkirakan telah mencapai sekitar Rp 174 triliun dengan penyerapan hampir 100 ribu tenaga kerja langsung di industri kendaraan roda empat, roda dua, dan roda tiga.

    Selain itu, jutaan pekerja lainnya terlibat di sepanjang rantai nilai otomotif, mulai dari pemasok komponen, logistik, hingga jaringan penjualan dan bengkel resmi maupun tidak resmi.

    Untuk menyelamatkan industri otomotif yang punya dampak besar itu, dibutuhkan peran pemerintah. Namun, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut tahun depan tidak ada insentif buat industri otomotif.

    “Kalau pemerintah belum bisa kasih insentif, kuncinya ada di memperkuat dompet masyarakat dan cara bayar, dan di sini kita semua sangat bergantung pada keberhasilan upaya pak Purbaya (Menteri Keuangan) dalam memperbaiki ekonomi makro kita dan menumbuhkan kepercayaan serta harapan masyarakat dan dunia usaha terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun depan Negara jelas harus mendorong lapangan kerja yang lebih stabil, upah riil yang naik, dan biaya hidup pokok yang terkendali supaya ruang cicilan mobil di anggaran keluarga kembali terbuka,” beber Yannes.

    Di saat yang sama, lanjut Yannes, lembaga pembiayaan juga perlu bikin skema kredit yang lebih fleksibel dan inklusif untuk pembeli pertama dan pelaku UMKM. Selain itu, pemerintah daerah sebaiknya menahan kenaikan pajak daerah.

    “Sebaiknya pemerintah daerah menahan dulu kenaikan PKB, BBNKB2 dan opsen pada angka yang masuk akal, lalu industri sebaiknya mengembangkan berbagai desain mobil yang jauh lebih terjangkau untuk harga Rp 100-250 jutaan yang masih tersisa dananya di masyarakat,” sarannya.

    (rgr/dry)

  • Merek China Ada Banyak, tapi Belum Bisa Dongkrak Penjualan Mobil di Indonesia

    Merek China Ada Banyak, tapi Belum Bisa Dongkrak Penjualan Mobil di Indonesia

    Jakarta

    Industri otomotif Indonesia kedatangan banyak pemain baru. Merek asal China hingga Vietnam kini mulai meramaikan industri otomotif Tanah Air. Namun, di tengah banyaknya pemain baru itu, penjualan mobil bukannya bertambah, justru malah turun.

    Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) mencatat, penjualan mobil selama Januari-Oktober 2025 secara wholesales (distribusi dari pabrik ke dealer) hanya sebanyak 634.844 unit. Angka itu turun 10,6 persen dibanding tahun lalu yang mencapai 711.064 unit. Sedangkan secara retail sales (penjualan dari dealer ke konsumen) tercatat sebanyak 660.659 unit pada Januari-Oktober 2025. Angka itu turun 9,6 persen dari tahun lalu yang mencapai 731.113 unit.

    Dengan penurunan penjualan itu, Indonesia hampir disalip Malaysia dalam perebutan gelar raja otomotif ASEAN. Asosiasi Otomotif Malaysia (MAA) melaporkan, Total Industry Volume (TIV) atau registrasi mobil baru sepanjang Januari sampai Oktober 2025 tercatat sebanyak 655.328 unit. Penjualan mobil di Malaysia tersebut turun 2 persen dibanding periode yang sama tahun lalu.

    Pengamat otomotif yang juga akademisi ITB Yannes Pasaribu mengatakan ada beberapa alasan mengapa merek baru yang berdatangan itu tidak mampu mendongkrak penjualan mobil di Indonesia. Alasan utamanya adalah karena daya beli masyarakat yang melemah.

    “Daya beli middle class dan middle-low melemah sejak beberapa tahun terakhir. Akibatnya, banyak kelas menengah yang dulu relatif nyaman sekarang masuk status rentan: cicilan rumah, pendidikan anak, kesehatan, dan kebutuhan sehari-hari menggerus ruang untuk cicilan mobil baru. Jadi, meskipun pilihan model makin banyak, jumlah orang yang benar-benar siap mencicil justru menyempit,” kata Yannes kepada detikOto, Kamis (27/11/2025).

    Menurut Yannes, pendatang baru dari China menawarkan mobil dengan harga yang sangat kompetitif. Bahkan mereka mengisi segmen harga mobil Rp 150-250 jutaan.

    “Merek China yang terkenal dengan production cost-nya yang sangat kompetitif bermain agresif. Mereka masuk lewat MPV kecil, kendaraan niaga ringan, sampai city EV yang harganya sudah beririsan dengan LCGC Jepang. Secara teori, ini mestinya bisa mendongkrak volume karena value for money mereka kuat, sehingga banyak menggeser pangsa dari pemain lama dan dari pasar mobil bekas, bukan menambah kue total secara signifikan ya. Tetapi, secara umum, analisis saya menunjukkan bahwa kehadiran brand-brand China ini terbukti menjadi bantalan di pasar yang lagi lemas daya belinya, dan mampu membuat penurunan sales sedikit tertahan,” sebut Yannes.

    (rgr/dry)

  • Mobil PHEV Melejit di RI Gara-gara Merek China, BYD Kok Nggak Ikutan?

    Mobil PHEV Melejit di RI Gara-gara Merek China, BYD Kok Nggak Ikutan?

    Jakarta

    Penjualan mobil plug in hybrid electric vehicles (PHEV) mulai tembus ribuan unit. Mayoritas yang bikin melejit penjualan mobil PHEV adalah merek asal China, Chery. Raksasa mobil asal Tiongkok, BYD diketahui belum masuk ke segmen PHEV. Apa alasannya?

    Perlu diketahui, data wholesales Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menunjukkan penjualan mobil elektrifikasi dari hybrid, battery electric vehicles (BEV), dan PHEV sepanjang Januari-Oktober 2025 tembus 124.510 unit.

    Khusus segmen mobil PHEV juga perlahan tumbuh. Total sepanjang tahun ini tembus 3.798 unit. Chery mendominasi pasar dengan capaian 2.929 unit. Model terlarisnya Tiggo 8 CSH dengan angka 2.710 unit.

    Selanjutnya masih dari Chery Group, yakni Jaecoo yang mengisi urutan kedua. Jaecoo mencatat penjualan sebanyak 704 unit.

    Urutan ketiga mobil PHEV terlaris ditempati oleh Mazda. Brand asal Jepang itu ditopang oleh Mazda CX-80 dengan capaian 59 unit.

    Tampak jelas bahwa merek asal Tiongkok, Chery Group, menjadi pemain utama yang mendongkrak segmen ini, dengan andalan mereka Chery Tiggo 8 CSH yang menjadi model terlaris.

    BYD tidak menutup rapat peluang untuk menghadirkan PHEV di masa depan. Mereka menyatakan akan mencari waktu yang tepat dan peluang yang ada untuk memperkenalkan teknologi elektrifikasi lain, termasuk PHEV.

    “Secara plug-in PHEV memang kita akui kita adalah salah satu pemain besar di PHEV. Dan sangat mungkin sekali untuk kita bawa ke Indonesia,” ujar Head of PR & Government BYD Indonesia Luther Panjaitan di ICE BSD City, Tangerang.

    “Apalagi line-up line-up PHEV kita dan EV kita itu paling complete saat ini di setiap segmen.”

    “Dan memang kita saat ini menunggu regulasi yang lebih firm terhadap PHEV. Karena ini harus lebih terlihat berbeda antara plug-in hybrid dengan hybrid biasa. Sangat mungkin kita bawa di tahun depan untuk melengkapi line-up line-up. Menjadi solusi juga terhadap area-area tertentu yang mungkin masih mengalami masalah di sisi infrastruktur,” ujar Luther.

    (riar/rgr)

  • Penjualan Mobil di RI Turun, Merek Mewah Ini Anjlok sampai 30 Persen!

    Penjualan Mobil di RI Turun, Merek Mewah Ini Anjlok sampai 30 Persen!

    Jakarta

    Penjualan otomotif secara nasional anjlok jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Brand mewah Lexus turun sampai 39 persen!

    Angka penjualan otomotif Januari-Oktober 2025 minus 10,6 persen jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Tahun ini sebanyak 635.844 unit kendaraan terdistribusi, sedangkan 2024 mencapai 711.064 unit.

    Lexus, sebagai brand premium di Indonesia, turut merasakan anjloknya penjualan seperti total pasar nasional. Lexus sudah mendistribusikan 1.352 unit sepanjang tahun ini, padahal dalam periode yang sama 2024, angkanya tembus 2.229 unit. Artinya Lexus mengalami penurunan 39,3 persen.

    Ima Nurbani Rahmah, General Manager Lexus Indonesia menjelaskan, konsumen Lexus ini didominasi oleh kalangan yang secara finansial sudah matang, yaitu para pengusaha atau eksekutif tingkat tinggi.

    “Awal-awal kita sempat wondering. Kita pikir lebih resistant, ya,” kata Ima.

    “Di past six months ini kan ada situasi ekonomi yang uncertain dan sebagainya.”

    “Business owner itu yang paling pertama nahan. Mungkin dia bukannya tak ada cash-nya ya.Cuman mereka as a business owner jadi lebih wait and see. Menunda beli asset dan sebagainya.”

    “Jadi ternyata luxury market lebih dalam tuh turunnya tahun ini,” tambahnya lagi.

    Angka penurunan Lexus tidak lebih besar dari brand mewah lain. BMW anjlok 62,8 persen dan Mercedes-Benz minus 51,8 persen.

    Lexus hanya menjual mobil elektrifikasi di Indonesia saat ini. Penjualan model hybrid mendominasi.

    Total penjualan mobil hybrid wholesales berdasarkan data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) sepanjang Januari-Oktober 2025 mencapai 51.566 unit. Lexus sebagai brand premium mengambil pangsa pasar sebanyak 1.278 unit. Ini menunjukkan Lexus memimpin pangsa pasar premium mobil mewah teknologi hybrid.

    Sebenarnya Lexus juga menjual teknologi elektrifikasi lain seperti Battery Electric Vehicles (BEV) dan Plug in Hybrid Electric Vehicles (PHEV), tapi penjualannya tidak sebesar hybrid. Sebagai pembanding, Lexus hanya menjual 33 unit mobil PHEV sepanjang Januari-Oktober 2025.

    (riar/rgr)

  • Lexus Kuasai Pasar Mobil Hybrid Mewah di RI, Segini Penjualannya

    Lexus Kuasai Pasar Mobil Hybrid Mewah di RI, Segini Penjualannya

    Jakarta

    Lexus hanya menjual mobil elektrifikasi di Indonesia saat ini. Penjualan model hybrid mendominasi.

    Total penjualan mobil hybrid wholesales yang tercatat Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) sepanjang Januari-Oktober 2025 mencapai 51.566 unit. Lexus sebagai brand premium mencatat penjualan sebanyak 1.278 unit. Ini menunjukkan Lexus memimpin pangsa pasar premium mobil mewah teknologi hybrid.

    Sebenarnya Lexus juga menjual teknologi elektrifikasi lain seperti Battery Electric Vehicles (BEV) dan Plug in Hybrid Electric Vehicles (PHEV), tapi penjualannya tidak sebesar hybrid. Sebagai pembanding, Lexus hanya menjual 33 unit mobil PHEV sepanjang Januari-Oktober 2025.

    Apa alasannya masyarakat Indonesia lebih memilih hybrid ketimbang PHEV?

    “Apa sih yang menjadi reason to purchase atau pemilihan customer terhadap hybrid? Itu yang pertama adalah flexibility,” kata Ima Nurbani Rahmah, General Manager Lexus Indonesia di ICE BSD City, Tangerang, Senin (24/11/2025).

    “Kemudian performance juga lebih kedap, vibration-nya lebih rendah gitu ya. Sama tentunya economical. Functional-nya juga bisa lebih efisien seperti itu,” jelas Ima.

    Bicara model terlaris, Lexus LM masih mendominasi penjualan. LM350h menjadi yang terlaris dengan total penjualan 895 unit. Model terlaris kedua ialah Lexus RX350h dengan capaian 221 unit.

    Anggapan mobil miliaran rupiah selalu dibeli secara tunai (cash) ternyata tidak mutlak benar, bahkan untuk sekelas brand mewah Lexus. Para konsumen Lexus mayoritas lebih memilih memutar uangnya untuk modal.

    “50-60 persen (pembelian Lexus) itu kredit. Tapi memang kreditnya agak beda mungkin kalau dibandingkan yang mass brand gitu ya,” kata Ima.

    Meskipun memilih skema kredit, konsumen Lexus ini didominasi oleh kalangan yang secara finansial sudah matang, yaitu para pengusaha atau eksekutif tingkat tinggi. Menurut Ima, pilihan kredit ini bukanlah karena masalah keterbatasan dana, melainkan bagian dari strategi finansial.

    Berikut ini data penjualan mobil hybrid Lexus sepanjang Januari-Oktober 2025:

    Lexus LM: 905 unitLexus ES300h: 22 unitLexus LS500h: 1 unitLexus LC500h: 1 unitLexus LBX Luxury: 24 unitLexus LBX Sport: 8 unitLexus NX350h: 46 unitLexus UX300h: 1 unitLexus RX350h: 221 unitLexus RX500h: 15 unitLexus LX700h: 34 unit

    (riar/rgr)