Topik: Pemilu 2024

  • 1
                    
                        Gibran Singgung Effendi Simbolon Dipecat dari PDI-P: Pengorbanannya Sungguh Besar
                        Nasional

    1 Gibran Singgung Effendi Simbolon Dipecat dari PDI-P: Pengorbanannya Sungguh Besar Nasional

    Gibran Singgung Effendi Simbolon Dipecat dari PDI-P: Pengorbanannya Sungguh Besar
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Wakil Presiden RI
    Gibran Rakabuming
    Raka menyinggung soal
    Effendi Simbolon
    yang dipecat dari
    PDI-P
    saat menghadiri acara HUT ke-19 PSBI Simbolon (Persatuan Marga Batak) di Jakarta Selatan, Senin (7/7/2025).
    Gibran mengatakan, Effendi berkorban begitu besar karena sampai dipecat dari PDI-P sehingga kini Effendi harus mendukung visi, misi, program Presiden RI Prabowo Subianto.
    “Ya karena pengorbanan Pak Ketua ini sungguh besar ya sampai dipecat. Mau enggak mau harus dukung program dari Pak Presiden,” ujar Gibran, Senin.
    Gibran kemudian berkelakar bahwa dirinya juga bernasib sama dengan Effendi, yakni sama-sama dipecat dari PDI-P.
    “Kok bisa berurutan gitu ya (dipecat),” kelakar Gibran disambut tawa dari para anggota PSBI Simbolon.
    Mantan wali kota Solo ini pun mengaku tidak masalah dipecat dari PDI-P, kini ia fokus untuk melancarkan program Prabowo.
    Gibran pun meminta Effendi Simbolon juga menempuh jalan yang sama seperti dirinya.
    “Tidak apa-apa, kita harus
    move on
    . Pilpres sudah selesai. Jangan sampai ada gesekan-gesekan di internal keluarga besar Simbolon, Pak Ketua,” kata Gibran.
    Menurut Gibran, proses Pemilu 2024 sudah tak perlu lagi diungkit.
    “Kita sudah melewati proses-proses pemilu, pilpres semua, pilkada, misalnya bersatu, bergandengan tangan, sekali lagi, kita sama-sama mendukung program visi-misi dari Pak Presiden. Saya titip itu,” kata dia.
    Diketahui, PDI-P memecat Presiden ke-7 Jokowi dan Gibran dengan alasan menyalahgunakan kekuasaan dan merusak demokrasi, terkait pencalonan Gibran pada Pilpres 2024 lalu.
    Hal tersebut tercantum dalam Surat Keputusan (SK) Nomor 1649/KPTS/DPP/XII/2024 yang ditetapkan pada 14 Desember 2024 dan ditandatangani oleh Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri dan Sekretaris Jenderal Hasto Kristiyanto.
    Sebelumnya, PDI-P juga memutuskan untuk memecat Effendi Simbolon terhitung sejak surat diterbitkan pada 28 November 2024.
    Surat pemecatan itu ditandatangani oleh Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri dan Sekretaris Jenderal Hasto Kristiyanto.
    Dalam surat pemberhentian Effendi yang diterima
    Kompas.com
    , PDI-P memberikan sanksi pemecatan karena kadernya itu melanggar instruksi DPP partai terkait Pilkada Jakarta 2024.
    Diketahui, PDI-P mengusung pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Jakarta Pramono Anung-Rano Karno.
    Namun, Effendi justru mendukung kandidat dari partai lain yang menjadi lawan dari Pramono-Rano.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Target Bangkit pada Pemilu 2029, Mardiono Ajak Kader Solid

    Target Bangkit pada Pemilu 2029, Mardiono Ajak Kader Solid

    FAJAR.Co.ID, TANGERANG — Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dalam waktu dekat akan menggelar Muktamar X. Menjelang momentum penting tersebut, para kader diimbau meningkatkan soliditas.

    Soliditas semua elemen kader PPP itu penting diwujudkan agar partai berlambang Kakbah ini bisa kembali bangkit pada pemilu 2029 mendatang. Diketahui, PPP pada pemilu 2024 lalu gagal mempertahankan kursinya di DPR RI.

    Demi kebangkitan partai pada pemilu 2029 mendatang. Plt Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Muhamad Mardiono mengajak semua elemen partai untuk solid menjelang Muktamar X mendatang.

    Hal ini disampaikan dan disetujui oleh para peserta Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) III Gerakan Pemuda Kabah (GPK), di Hotel Le Semar, Karawaci, Tangerang, Banten.

    “Alhamdulillah saat ini memang GPK solid dan tadi sudah memberikan rekomendasi kepada DPP PPP, di dalamnya termasuk akan bertransformasi untuk mengangkat harkat martabat partai, serta akan menyukseskan Muktamar X PPP mendatang,” kata Mardiono, seusai menghadiri Rapimnas III GPK, Sabtu (5/7).

    Mardiono mengungkapkan jika semua elemen partai solid maka diyakini PPP akan kembali bangkit di Pemilu 2029 mendatang.

    “Insyaallah kalau GPK-nya solid, sayap partai solid, PPP-nya solid, maka kita bisa sukses melaksanakan Muktamar dengan ide dan gagasan untuk menentukan arah politik, program kerja, serta menyusun kepengurusan baru. Maka kita dapat take off lagi di 2029 yang akan datang,” sambungnya.

    Sementara, Ketua Umum GPK M Fauzan mengaku akan menyumbangkan ide, gagasan, dan berkontribusi positif untuk kebesaran partai.

  • Dua Babak Pesta Demokrasi

    Dua Babak Pesta Demokrasi

    Jakarta

    Mahkamah Konstitusi melalui Putusan No. 135/PUU-XXII/2024 yang diucapkan Kamis, 26 Juni 2025 pada akhirnya memisahkan pelaksanaan pemilu serentak menjadi pemilu nasional (untuk memilih anggota DPR, anggota DPD, dan presiden/wakil presiden) dan pemilu daerah atau lokal (untuk memilih anggota DPRD provinsi/kabupaten/kota serta gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil walikota) mulai tahun 2029 mendatang. Hal tersebut menjadi penanda penting dalam lanskap demokrasi elektoral di Indonesia. Dengan putusan ini pula, “pemilu lima kotak” yang menjadi ciri khas pemilu serentak selama ini, akan dihapuskan.

    Alasan Mahkamah yang mengaminkan posita Pemohon Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) pun sangat jelas: kualitas demokrasi mengalami penurunan karena beban sistem yang terlalu besar. Akan tetapi, benarkah pemisahan waktu pemilu yang demikian akan menyelesaikan semua masalah? Atau justru menimbulkan persoalan baru yang tak kalah serius?

    Rasional dan Demokratis?

    Mahkamah pada dasarnya berpedoman pada putusannya terdahulu, yakni Putusan MK No. 55/PUU-XVII/2019 yang memberikan sejumlah model keserentakan pemilu yang dinilai tetap konstitusional, antara lain: (1) Pemilihan umum serentak untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden/Wakil Presiden, dan anggota DPRD; (2) Pemilihan umum serentak untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden/Wakil Presiden, Gubernur, dan Bupati/Walikota; (3) Pemilihan umum serentak untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden/Wakil Presiden, anggota DPRD, Gubernur, dan Bupati/Walikota; (4) Pemilihan umum serentak nasional untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden/Wakil Presiden; dan beberapa waktu setelahnya dilaksanakan Pemilihan umum serentak lokal untuk memilih anggota DPRD Provinsi, anggota DPRD Kabupaten/Kota, pemilihan Gubernur, dan Bupati/Walikota; (5) Pemilihan umum serentak nasional untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden/Wakil Presiden; dan beberapa waktu setelahnya dilaksanakan Pemilihan umum serentak provinsi untuk memilih anggota DPRD Provinsi dan memilih gubernur; dan kemudian beberapa waktu setelahnya dilaksanakan pemilihan umum serentak kabupaten/kota untuk memilih anggota DPRD Kabupaten/Kota dan memilih Bupati dan Walikota; (6) Pilihan-pilihan lainnya sepanjang tetap menjaga sifat keserentakan pemilihan umum untuk memilih anggota DPR, DPD, dan Presiden/Wakil Presiden.

    Dalam Putusan tersebut, MK menegaskan bahwa penentuan model yang dipilih menjadi wilayah pembentuk undang-undang untuk memutuskan. Akan tetapi sejak saat itu pembentuk undang-undang belum pernah melakukan perubahan terhadap UU Pemilu dan UU Pilkada, hingga secara faktual terlaksana model pemilu serentak alternatif angka 1 (lima kotak) pada 2019 dan 14 Februari 2024 dan dilanjutkan dengan pemilukada serentak bertahap dan serentak keseluruhan pada 27 November 2024. Setelah mempelajari desain jadwal dan praktik penyelenggaraan selama ini, Mahkamah berpendapat bahwa penyelenggaraan pemilu serentak yang dilanjutkan dengan pemilukada serentak di tahun yang sama/berdekatan menimbulkan tumpang tindih tahapan, membebani penyelenggara, melemahkan partai politik, mengaburkan isu lokal, menurunkan kualitas pilihan pemilih, hingga memicu kelelahan dan korban jiwa.

    Oleh karena itu, Mahkamah menilai bahwa model penyelenggaraan pemilu yang memisahkan antara pemilu nasional dan pemilu lokal (sebagaimana alternatif angka 4) merupakan pilihan yang lebih rasional dan demokratis. Pemisahan ini memberikan ruang waktu yang cukup untuk memastikan setiap tahapan berjalan optimal, memperkuat pelembagaan partai politik, menjaga fokus isu lokal agar tidak tenggelam oleh wacana nasional, serta menghindarkan penyelenggara dan pemilih dari kelelahan ekstrem. Mahkamah pun menegaskan pentingnya jarak waktu antara dua jenis pemilu tersebut, yakni paling singkat dua tahun dan paling lama dua tahun enam bulan sejak pelantikan pejabat hasil pemilu nasional, sebagai batas waktu yang ideal untuk menyelenggarakan pemilu lokal.

    Lebih lanjut, Mahkamah menyatakan bahwa pengaturan masa transisi bagi jabatan kepala daerah dan anggota DPRD hasil Pemilu 2024 merupakan kewenangan pembentuk undang-undang (DPR dan Pemerintah) melalui rekayasa konstitusional. Demi menjamin konsistensi dengan prinsip kedaulatan rakyat dan penyelenggaraan pemilu yang berkualitas, Mahkamah memberikan tafsir konstitusional bersyarat terhadap beberapa norma dalam UU Pemilu dan UU Pilkada. Artinya, norma-norma tersebut tetap berlaku sepanjang dimaknai sebagai pemisahan antara pemilu nasional dan pemilu lokal. Putusan ini juga mengisyaratkan urgensi agenda penyusunan reformasi terhadap undang-undang yang terkait dengan politik dan pemilihan umum.

    Mahal, Melelahkan, dan Potensi Politisasi Baru?

    Meski Putusan MK yang memilih untuk memisahkan antara pemilu nasional dan pemilu lokal memiliki landasan dan pertimbangan rasional, tidak bisa dipungkiri bahwa putusan itu juga akan menyisakan sejumlah persoalan serius yang patut dikritisi. Pertama, persoalan efisiensi anggaran. Jika pemilu lima kotak sebelumnya dianggap rumit, maka pemilu dua babak justru berpotensi jauh lebih mahal. Pelaksanaan dua kali pemilu dalam satu siklus lima tahunan berarti penggandaan seluruh instrumen logistik, pengamanan, serta biaya kampanye. Untuk negara yang pada Pemilu dan Pemilukada 2024 menganggarkan lebih Rp100 triliun, beban fiskal ini jelas signifikan dan memerlukan pertimbangan ulang dari sisi efisiensi dan keberlanjutan keuangan negara.

    Kedua, dari sisi partisipasi publik, model dua kali pemilu dalam lima tahun berisiko menurunkan tingkat keterlibatan pemilih. Pemilu lokal yang dianggap kurang menarik dibanding pemilu presiden dikhawatirkan memicu kejenuhan, apatisme politik, dan menurunnya legitimasi hasil pemilu di daerah. Ketiga, potensi politisasi masa transisi juga tidak bisa diabaikan. Jika tidak ada pengaturan yang tegas dan transparan, kekosongan jabatan akibat jeda waktu antara pemilu nasional dan lokal berpotensi diisi oleh penjabat kepala daerah yang ditunjuk pemerintah pusat, yang pada akhirnya membuka ruang sentralisasi kekuasaan dan penyalahgunaan wewenang atas nama transisi. Selain itu, untuk anggota DPRD juga dipastikan diperpanjang masa jabatannya atau diganti dengan kebijakan pergantian antar waktu (PAW) dari masing-masing partai yang sarat dipolitisasi.

    Dengan demikian, putusan ini, meskipun progresif dan terkesan lebih rasional, tetaplah memerlukan desain kebijakan lanjutan yang cermat agar tidak menimbulkan efek paradoksal yang justru melemahkan kualitas demokrasi itu sendiri. Sebab pada hakikatnya, tidak ada kata murah untuk sebuah sistem demokrasi—baik dalam arti finansial maupun dalam pengertian sosial dan institusional yang lebih luas. Demokrasi selalu menuntut investasi besar: biaya anggaran, energi politik, serta kapasitas kelembagaan. Karena itu, yang terpenting bukan semata penghematan, melainkan bagaimana seluruh proses itu diarahkan untuk menghasilkan politik yang lebih akuntabel, representatif, dan berintegritas

    Memisahkan Pemilu, Menyusun Ulang Demokrasi

    Putusan MK yang memisahkan antara pemilu nasional dan pemilu lokal memiliki semangat bukan hanya bertujuan mengatur teknis tahapan elektoral, melainkan refleksi/evaluasi atas nilai-nilai dan praktik demokrasi selama ini. Desain pemilu bukanlah ruang kosong tanpa makna ideologis; ia merupakan cermin dari arah dan komitmen politik kita sebagai bangsa dalam menjaga kedaulatan rakyat. Namun, desain yang ideal tidak bisa dilepaskan dari konteks sosial-politik hari ini—mulai dari kapasitas pemilih, kondisi partai politik, hingga birokrasi penyelenggara pemilu. Karena itu, pemisahan pemilu bukan jaminan perbaikan demokrasi, melainkan peluang untuk menuju ke sana, asalkan disertai reformasi menyeluruh yang konsisten dan konkrit. Tanpa penguatan institusi, pendidikan politik yang masif, pembiayaan partai yang akuntabel, dan seleksi calon yang ketat, pemisahan pemilu hanya akan memindahkan beban dari lima kotak suara menjadi dua kalender yang sama padatnya.

    Maka, putusan ini harus dimaknai bukan hanya sebagai rekayasa konstitusional, tetapi juga ajakan bersama untuk berpikir ulang, yakni: bagaimana kita merancang ulang hubungan antara rakyat dan negara dalam sistem elektoral yang lebih sehat? Apakah kita siap menyambut pembaruan ini secara utuh, atau justru akan terjebak dalam transisi yang menambah kerumitan demokrasi kita yang belum matang?

    Jawaban dari keduanya ialah bergantung pada sejauh mana negara ini, partai politik, dan publik bersedia menata ulang bukan hanya jadwal, tetapi substansi dari demokrasi itu sendiri.

    Retno Widiastuti. Dosen Hukum Tata Negara dan Peneliti PSHK Fakultas Hukum UII

    (imk/imk)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Jurnalis, Dosen, Politisi, Kini Komisaris PLN NP

    Jurnalis, Dosen, Politisi, Kini Komisaris PLN NP

    Jakarta, Beritasatu.com – Politisi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Ade Armando ditunjuk sebagai Komisaris anak usaha PT PLN (Persero), PLN Nusantara Power (PLN NP). Hal ini ditentukan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

    Kabar ini dikonfirmasi langsung oleh Ade Armando dalam pernyataan melalui pesan singkat kepada wartawan. Ia menyampaikan, serah terima jabatan komisaris telah dilaksanakan pada Kamis (3/7/2025).

    “Benar. Kamis kemarin serah terima jabatan (Komisaris PLN Nusantara Power),” tulis Ade dalam pesannya, Jumat (4/7/2025).

    Penunjukan tersebut menjadi bagian dari langkah penyegaran struktur dewan komisaris yang dilakukan oleh perusahaan energi tersebut. Ade Armando memiliki jejak karier panjang, mulai dari akademisi, hingga politikus. Dihimpun dari berbagai sumber, berikut perjalanan karier Ade Armando!

    Jejak Karier

    Sosok yang dikenal luas di publik ini lahir di Jakarta pada 24 September 1961. Ia merupakan anak bungsu dari pasangan Mayor Jus Gani, yang pernah menjadi atase KBRI di Maroko dan Filipina, dan Juniar Gani.

    Masa kecilnya dihabiskan di Bogor, dengan menempuh pendidikan di SD Banjarsari I, SMPN 2 Bogor, dan SMAN 2 Bogor. Setelah lulus SMA, Ade awalnya diarahkan sang ayah untuk menjadi diplomat dan mendaftar ke Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) Universitas Indonesia (UI).

    Namun minatnya yang besar pada dunia komunikasi membuatnya akhirnya berpindah jurusan ke Ilmu Komunikasi. Ketertarikannya terhadap media terlihat sejak aktif di pers kampus Warta UI.

    Ade Armando menyelesaikan pendidikan S-1 di UI pada tahun 1988. Ia melanjutkan studi S-2 di Florida State University, Amerika Serikat, dan lulus pada 1991 dengan gelar master of science dalam population studies. Pendidikan doktoralnya kembali ia tempuh di UI dan tuntas pada 2006.

    Karier Akademik, Jurnalistik, dan Politik

    Sebelum dikenal sebagai politisi dan akademisi, Ade Armando telah menapaki dunia jurnalistik. Ia mengawali karier sebagai anggota redaksi Jurnal Prisma (1988-1991), kemudian menjadi redaktur di LP3ES (1991-1993) dan harian Republika (1993-1998).

    Ia juga sempat menjabat sebagai manajer riset di Taylor Nelson Sofres dan direktur Media Watch & Consumer Center.

    Di ranah akademik, Ade pernah menjabat sebagai Ketua Program Studi S1 Ilmu Komunikasi FISIP UI (2001-2003) dan dikenal sebagai dosen tetap di kampus tersebut hingga akhirnya mengajukan pensiun dini pada 2023.

    Ia juga pernah menjadi anggota Komisi Penyiaran Indonesia (2004-2007), serta terlibat dalam penyusunan RUU Penyiaran dan RUU Pornografi bersama kementerian terkait.

    Pada April 2023, Ade Armando secara resmi bergabung dengan Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Tak lama kemudian, ia mencalonkan diri sebagai calon anggota DPR RI dari daerah pemilihan DKI Jakarta II dalam Pemilu 2024.

    Sebagai politisi PSI, Ade tetap aktif menyuarakan pandangannya di media sosial dan dikenal karena komentar-komentarnya yang tajam serta kontroversial.

    Penunjukan sebagai Komisaris PLN NP

    Pada 3 Juli 2025, Ade Armando resmi ditunjuk sebagai komisaris di PLN Nusantara Power. Penunjukan ini merupakan hasil keputusan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) sebagai bagian dari penyegaran struktur dewan komisaris.

    Langkah ini menandai babak baru dalam perjalanan karier Ade Armando, yang kini merambah sektor energi dan korporasi BUMN. Penunjukannya menuai beragam tanggapan, baik dari kalangan akademisi, politisi, maupun masyarakat umum.

    Tuai Kontroversi 

    Nama Ade Armando sempat beberapa kali menjadi sorotan publik akibat berbagai pernyataannya yang kontroversial. Salah satu peristiwa yang mencolok adalah insiden pengeroyokan yang menimpanya saat aksi demonstrasi di depan Gedung DPR pada April 2022. Enam orang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tersebut.

    Terbaru, pada Desember 2023, Ade kembali menuai kritik usai menyampaikan pernyataan terkait politik dinasti. Ia menanggapi aksi protes BEM UI dan BEM UGM terhadap praktik politik dinasti, dengan menyebut Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai contoh praktik tersebut. Pernyataan itu ia sampaikan melalui akun X (sebelumnya Twitter) miliknya, @adearmando61.

    Perjalanan karier Ade Armando menggambarkan sosok yang aktif di berbagai bidang, mulai dari jurnalistik, akademisi, hingga politik. Kini, dengan posisinya sebagai komisaris di PLN Nusantara Power, Ade kembali mengambil peran strategis dalam institusi negara.

  • Gibran Disomasi Advokat dan Didesak Mundur sebagai Wapres, Persoalkan Akun Fufufafa hingga Noda Demokrasi

    Gibran Disomasi Advokat dan Didesak Mundur sebagai Wapres, Persoalkan Akun Fufufafa hingga Noda Demokrasi

    FAJAR.CO.ID — Desakan kepada Gibran Rakabuming Raka untuk mundur dari jabatan Wakil Presiden RI terus menyeruak. Selain desakan mundur dari Forum Purnawirawan Prajurit TNI, Gibran juga mendapat somasi dari Para Advokat Perekat Nusantara.

    Somasi Advokat Perekat Nusantara mendesak Gibran Rakabuming Raka untuk mengundurkan diri sebagai wakil presiden setelah 7 hari menerima surat somasi.

    Langkah Advokat Perekat Nusantara mendesak Gibran untuk mundur tak hanya berhenti sampai memberikan somasi saja. Jika Gibran tidak mengindahkan somasi, Advokat Perekat Nusantara berjanji akan maju ke MPR dan mengusulkan pemakzulan Gibran sebagai Wapres.

    Masalah yang diangkat Advokat Perekat Nusantara dan menjadi desakan bagi Gibran untuk mundur cukup beragam. Mulai dari tidak adanya klarifikasi Gibran terkait kepemilikan akun bernama Fufufafa di platform
    media sosial hingga sepak terjangnya yang dianggap telah menodai demokrasi Pemilu 2024.

    Perwakilan para Advokat Perekat Nusantara Petrus Salestinus mengatakan Gibran Rakabuming Raka telah menodai demokrasi Pemilu 2024 dan sistem ketatanegaraan Indonesia.

    Menurutnya, Tim Gibran telah menjadi noda demokrasi Indonesia melalui atraksi yang memaksakan Gibran Rakabuming Raka menjadi Cawapres mendampingi Prabowo Subianto pada Pemilu 2024.

    “Putusan MK dan Putusan MKMK tidak hanya berimplikasi kepada Hakim Konstitusi Anwar Usman diberhentikan dari jabatan Ketua MK dan 8 Hakim Konstitusi lainnya diberi sanksi administratif berupa teguran tertulis dan teguran lisan, akan tetapi juga berimplikasi hukum pada tidak sahnya putusan MK No: 90/PUU-XXI/2023, tanggal 16 Oktober 2023,” ujarnya, Rabu (2/7/2025).

  • Gibran Disomasi, Diminta Untuk Segera Mundur Sebagai Wapres

    Gibran Disomasi, Diminta Untuk Segera Mundur Sebagai Wapres

    Bisnis.com, Jakarta — Gibran Rakabuming Raka disomasi oleh Para Advokat Perekat Nusantara dan TPDI agar mundur sebagai Wakil Presiden.

    Perwakilan Para Advokat Perekat Nusantara Petrus Salestinus mengatakan Gibran Rakabuming Raka telah menodai demokrasi Pemilu 2024 dan sistem ketatanegaraan Indonesia. Hal tersebut bisa dilihat dari atraksi yang dilakukan oleh tim Gibran saat memaksakan Gibran Rakabuming Raka jadi Cawapres mendampingi Prabowo Subianto pada Pemilu 2024.

    “Putusan MK dan Putusan MKMK tidak hanya berimplikasi kepada Hakim Konstitusi Anwar Usman diberhentikan dari jabatan Ketua MK dan 8 Hakim Konstitusi lainnya diberi sanksi administratif berupa teguran tertulis dan teguran lisan, akan tetapi juga berimplikasi hukum pada tidak sahnya putusan MK No: 90/PUU-XXI/2023, tanggal 16 Oktober 2023,” ujarnya, Rabu (2/7/2025). 

    Selain itu, Petrus juga mempermasalahkan unggahan akun media sosial Fufufafa yang disebut-sebut milik Gibran Rakabuming Raka. Menurutnya, sampai saat ini masih belum ada klarifikasi dari pihak Gibran Rakabuming Raka terkait akun tersebut.

    “Padahal kan terdapat muatan penghinaan berupa penyebaran berita bohong yang menimbulkan rasa kebencian, aspek asusila berorientasi seksual yang tidak sehat pada si pemilik akun Fufufafa, sehingga runtuhlah kepercayaan publik,” katanya.

    Dia mendesak Gibran Rakabuming Raka untuk mengundurkan diri sebagai Wapres, setelah 7 hari menerima surat somasi yang dilayangkan oleh Para Advokat Perekat Nusantara dan TPDI. Jika tidak segera mengundurkan diri, para advokat perekat nusantara dan TPDI akan maju ke MPR dan mengusulkan pemakzulan Gibran sebagai Wapres.

    “Kami akan membawa permasalahan ini sebagai aspirasi masyarakat kepada MPR untuk menyelenggarakan sebuah sidang MPR guna Mendiskualifikasi jabatan wakil presiden atas nama Gibran Rakabuming Raka,” ucapnya.

  • Pemisahan pemilu tingkatkan kualitas demokrasi di daerah

    Pemisahan pemilu tingkatkan kualitas demokrasi di daerah

    Ilustrasi – Pekerja melipat surat suara Pemilu 2024 di gudang logistik pemilu KPU Bantul, D.I Yogyakarta. ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko/agr/aww.

    Pengamat: Pemisahan pemilu tingkatkan kualitas demokrasi di daerah
    Dalam Negeri   
    Editor: Calista Aziza   
    Rabu, 02 Juli 2025 – 19:28 WIB

    Elshinta.com – Pengamat politik dan kebijakan dari Universitas Brawijaya (UB) Andhyka Muttaqin menilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang pemisahan pemilu nasional dan daerah bisa berdampak pada peningkatan kualitas demokrasi di daerah.

    “Dengan pemisahan pemilu, isu lokal tidak akan tertutup oleh isu nasional, sebagaimana sering terjadi dalam pemilu serentak. Ini berdampak pada peningkatan kualitas demokrasi lokal,” kata Andhyka di Kota Malang, Jawa Timur, Rabu.

    Putusan pemisahan pelaksanaan pemilu nasional dan daerah tertuang di dalam Putusan Nomor 135/PUU-XXII/2025.

    Pada putusan itu disebutkan bahwa mulai 2029 keserentakan pemilu yang konstitusional adalah memisahkan penyelenggaraan pemilu di nasional dan lokal.

    Dengan dipisahkannya pelaksanaan pemilu nasional dan daerah, para kandidat atau calon kepala daerah bisa lebih terdorong mengangkat agenda lokal serta tidak lagi menunggangi isu nasional sebagai ajang mencari suara.

    “Ini dapat menguatkan prinsip desentralisasi dan otonomi daerah dalam sistem demokrasi Indonesia,” ujarnya.

    Andhyka memandang ketika isu lokal menjadi pembahasan utama di dalam penyusunan visi misi setiap pasangan calon kepala daerah, maka melahirkan banyak pemilih rasional yang lebih melihat pada rekam jejak dan program dari kandidat.

    “Ini dimungkinkan karena pemilih lebih fokus memahami calon dan program dalam setiap jenis pemilu,” ucap dia.

    Tak hanya itu, putusan MK disebutnya akan memberikan ruang lebih luas kepada partai politik melakukan kaderisasi secara terpisah, yakni antara kader untuk kontestasi nasional dan daerah.

    “Pemisahan dapat mengurangi dominasi coattail effect atau efek ekor jas dari pemilu presiden terhadap pilkada,” katanya.

    Kendati demikian, Andhyka mengingatkan kepada pemerintah, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) agar segera menyiapkan peta jalan untuk merencanakan pemilu pada 2029.

    “Keberhasilan implementasinya bergantung pada keseriusan perencanaan kebijakan dan keterlibatan aktif masyarakat sipil dalam mengawalnya,” tuturnya.

    Sumber : Antara

  • 3
                    
                        Fachrul Razi Tak Ajak Try Sutrisno di Forum Purnawirawan Makzulkan Gibran
                        Nasional

    3 Fachrul Razi Tak Ajak Try Sutrisno di Forum Purnawirawan Makzulkan Gibran Nasional

    Fachrul Razi Tak Ajak Try Sutrisno di Forum Purnawirawan Makzulkan Gibran
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Mantan Wakil Panglima TNI Jenderal (Purn)
    Fachrul Razi
    menegaskan bahwa pihaknya tidak secara formal mengajak eks Wakil Presiden
    Try Sutrisno
    untuk bergabung dalam
    forum purnawirawan TNI
    yang tengah mendesak pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.
    Meski demikian, Fachrul menyebut Try Sutrisno memiliki keprihatinan yang sama terhadap kondisi bangsa.
    “Pak Try kan sifatnya mengetahui tentang apa yang dia lakukan, dia sejalan dengan itu. Dia punya kegelisahan yang sama, tapi saya enggak mau ngajak beliau jadi bagian dari tim kita,” kata Fachrul ditemui di kawasan Kemang, Jakarta Selatan, Rabu (2/7/2025).
    Pernyataan ini disampaikan Fachrul menanggapi pertanyaan awak media usai menghadiri konferensi pers sikap forum purnawirawan TNI terhadap
    pemakzulan Gibran
    .
    Awak media menanyakan kepada Fachrul soal posisi Try Sutrisno yang sebelumnya disebut-sebut bersama forum purnawirawan yang mengusulkan pemakzulan Gibran.
    “Beliau (Try Sutrisno) peduli sama bangsa kita sangat peduli,” ungkap mantan Menteri Agama (Menag) itu.
    Fachrul Razi mengungkapkan bahwa pihaknya telah melayangkan surat kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terkait tuntutan tersebut, namun belum ada respons progresif.
    Meski demikian, forum purnawirawan TNI ini berkomitmen untuk terus menyebarluaskan konten tuntutan mereka.
    “Kita terus gulirkan tentang tuntutan itu ya. Karena ini masalah bangsa, kadang-kadang kita buktikan tapi tidak ada yang peduli,” tegasnya.
    Sebelumnya, hubungan antara Try Sutrisno dan Gibran menjadi perbincangan publik setelah muncul
    Forum Purnawirawan TNI
    -Polri yang mengusulkan agar Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI mencopot Gibran dari posisi wakil presiden.
    Forum Purnawirawan TNI-Polri yang mengusulkan pencopotan Gibran terdiri dari sejumlah tokoh senior, termasuk 103 purnawirawan jenderal, 73 laksamana, 65 marsekal, dan 91 kolonel.
    Forum tersebut mengeluarkan deklarasi berisi delapan poin, yang antara lain mencakup penolakan terhadap kebijakan pemerintah terkait pembangunan Ibu Kota Negara (IKN), tenaga kerja asing, dan usulan reshuffle terhadap menteri-menteri yang diduga terlibat dalam korupsi.
    Salah satu poin paling kontroversial adalah usulan pergantian Wakil Presiden yang disampaikan kepada MPR, berdasarkan dugaan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membolehkan Gibran maju pada Pemilu 2024 lalu melanggar hukum acara MK dan Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman.
    Ada sejumlah nama tenar yang ikut menandatangani deklarasi tersebut, salah satunya adalah Try Sutrisno yang menjabat sebagai Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) tahun 1988-1993.
    Selain Try, ada pula nama Jenderal TNI (Purn) Fachrul Razi, Jenderal TNI (Purn) Tyasno Soedarto, Laksamana TNI (Purn) Slamet Soebijanto, dan Marsekal TNI (Purn) Hanafie Asnan, hingga Jenderal TNI (Purn) Tyasno Soedarto yang ikut menandatangani deklarasi itu.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Dinilai Tak Konsisten, Yusril Ihza Mahendra Disemprot Anthony Budiawan

    Dinilai Tak Konsisten, Yusril Ihza Mahendra Disemprot Anthony Budiawan

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), Anthony Budiawan, mendadak menyemprot Menko Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Polhukam), Yusril Ihza Mahendra.

    Anthony menilai Yusril tidak konsisten dalam menyikapi pemisahan jadwal pelaksanaan pemilu nasional dan lokal.

    “Yusril terkesan tidak konsisten,” ujar Anthony kepada fajar.co.id, Rabu (2/7/2025).

    Dikatakan Anthony, pernyataan Yusril yang menyebut pemisahan waktu pemilu berpotensi melanggar konstitusi karena menunda pemilu lokal selama 2 hingga 2,5 tahun, justru bertentangan dengan sikapnya terhadap Pemilu Serentak 2024 yang lalu.

    “Kalau alasan penundaan dianggap melanggar konstitusi, maka Pemilu Serentak 2024 yang menyebabkan pilkada ditunda juga termasuk pelanggaran konstitusi,” ucapnya.

    Tidak berhenti di situ, ia menyinggung bahwa pada Pemilu 2024, pelaksanaan pilkada ditunda 1 hingga 2 tahun, dan kepala daerah yang masa jabatannya habis diganti oleh penjabat yang ditunjuk Menteri Dalam Negeri.

    “Tentu saja pengangkatan penjabat kepala daerah ini juga melanggar konstitusi, karena kepala daerah seharusnya dipilih secara demokratis melalui pemilihan umum,” tegas Anthony.

    Anthony mempertanyakan logika hukum Yusril yang hanya menyoroti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal pemisahan pemilu.

    Ia mengatakan bahwa Yusril justru tidak bersuara keras terhadap penundaan pilkada dan pengangkatan penjabat kepala daerah di masa pemerintahan sebelumnya.

    “Kalau pemerintah ketika itu bisa menunda pemilihan umum kepala daerah serta mengangkat penjabat, kenapa sekarang tidak bisa?,” cetusnya.

  • Pasang Surut Elon Musk dan Trump

    Pasang Surut Elon Musk dan Trump

    Jakarta

    Perseteruan Elon Musk dan Presiden AS Donald Trump ternyata belum berakhir. Trump dan Elon Musk terlibat cekcok lagi.

    Hubungan keduanya adem ayem ketika Elon Musk masuk pemerintahan Trump. Musk menjabat selama 130 hari sebagai salah satu penasihat senior Gedung Putih dan Kepala Departemen Efisiensi Pemerintah (Department of Government Efficiency/DOGE). Jabatan Musk pun berakhir sekitar 30 Mei lalu.

    Musk mundur di tengah masa sulit pemerintahan Trump dalam merestrukturisasi pemerintah federal. Namun, Pemerintah AS mengatakan upaya DOGE untuk merestrukturisasi dan mengecilkan pemerintah federal akan terus berlanjut.

    Setelah keluar dari pemerintahan Trump, Musk mengecam rancangan undang-undang (RUU) ‘One Big, Beautiful Bill Act’ terkait belanja besar yang diusulkan Donald Trump. Musk mengatakan usulan itu adalah hal keji dan menjijikkan.

    “Maaf, tetapi saya tidak tahan lagi,” Musk memposting di X sebagaimana dilansir AFP, Rabu (4/6/2025).

    “RUU belanja Kongres yang besar, keterlaluan, dan penuh dengan omong kosong ini adalah kekejian yang menjijikkan. Malu pada mereka yang memilihnya: Anda tahu Anda salah. Anda tahu itu,” kata Musk.

    Puncak ketegangan terjadi pada Kamis (5/6) lalu, saat Musk menanggapi unggahan komentator konservatif Ian Miles Cheong di media sosial. Cheong menulis, “Presiden vs Elon. Siapa yang menang? Menurut saya, Elon. Trump seharusnya dimakzulkan lalu digantikan JD Vance,” dikutip dari New York Post.

    Musk membalas singkat unggahan itu dengan “Ya,” sebuah respons yang mengisyaratkan dukungannya terhadap pemakzulan Trump.

    Sikap Musk tersebut sangat bertolak belakang dengan beberapa bulan sebelumnya. Pada Februari 2025, Musk mengatakan, “Saya sangat menyukai Donald Trump.”

    Musk tadinya merupakan salah satu donatur besar Trump. Dia menyerahkan dana hampir US$ 300 juta untuk kampanye Trump pada pemilu 2024, dan mengklaim berperan dalam kemenangan Partai Republik di DPR dan Senat.

    Elon Musk Menyesal Kriti Trump

    Elon Musk dan Trump. (Foto: BBC World)

    Lima hari setelahnya, Elon Musk mengaku menyesal mengkritik Trump. Hal itu disampaikan Musk pada Rabu (11/6), setelah keduanya cekcok minggu lalu.

    “Saya menyesali beberapa unggahan saya tentang Presiden @realDonaldTrump minggu lalu. Itu keterlaluan,” tulis Musk di platform media sosialnya X.

    Ungkapan penyesalan Musk muncul beberapa hari setelah Trump mengancam miliarder teknologi itu dengan “konsekuensi serius”, jika ia berusaha menghukum politisi Partai Republik yang memberikan suara untuk RUU anggaran federal yang kontroversial.

    Menanggapi hal itu, seperti dilansir Reuters dan Al Arabiya, Kamis (12/6/2025), Trump mengatakan langkah yang diambil Musk itu sangat baik.

    “Saya pikir tindakannya itu sangat baik,” kata Trump mengomentari penyesalan Musk.

    Secara terpisah, Gedung Putih juga merilis pernyataan pada Rabu (11/6) untuk menanggapi pernyataan Musk yang menyatakan penyesalan atas sejumlah kritikan yang dilontarkannya baru-baru ini yang memicu pertikaian publik.

    “Presiden mengakui pernyataan yang disampaikan Elon pagi ini, dan dia mengapresiasinya,” ucap Sekretaris Pers Gedung Putih, Karoline Leavitt, saat berbicara kepada wartawan, seperti dilansir AFP.

    Leavitt menambahkan bahwa “tidak ada upaya” yang dilakukan atas ancaman Trump untuk mengakhiri beberapa kontrak pemerintah AS dengan Musk.

    Trump dan Elon Musk Cekcok Lagi

    Elon Musk dan Trump. (Foto: via REUTERS/Brandon Bell)

    Trump dan Elon Musk kembali terlibat cekcok. Trump mengatakan Musk akan “Pulang ke Afrika Selatan (Afsel)” jika subsidi federal AS untuk kendaraan listrik dipotong.

    “Elon mungkin mendapatkan lebih banyak subsidi daripada manusia mana pun dalam sejarah, sejauh ini, dan tanpa subsidi, Elon mungkin harus menutup usahanya dan pulang ke Afrika Selatan,” tulis Trump dalam komentar terbarunya via media sosial, seperti dilansir Anadolu Agency, Selasa (1/7/2025).

    Afrika Selatan merupakan tempat kelahiran Musk. Pernyataan terbaru Trump itu disampaikan setelah Musk melontarkan lebih banyak kritikan terhadap rancangan undang-undang (RUU) anggaran yang sangat besar, bernama “Big Beautiful Bill”, yang diajukan pemerintahan Trump baru-baru ini.

    Dalam kritikannya, Musk menyebut pemotongan kredit kendaraan listrik dan energi bersih akan “sangat merusak”. Dia menyebutnya sebagai “bunuh diri politik bagi Partai Republik” yang menaungi Trump.

    Trump membalasnya dengan pernyataan berbunyi: “Elon Musk mengetahui, jauh sebelum dia sangat mendukung saya untuk menjadi Presiden, bahwa saya sangat menentang mandat kendaraan listrik. Itu konyol, dan selalu menjadi bagian utama dari kampanye saya.”

    “Mobil listrik bagus, tapi tidak semua orang harus dipaksa untuk memilikinya,” ucap Trump dalam pernyataannya.

    Musk, pada Selasa (1/7), kembali mengkritik RUU yang diajukan pemerintahan Trump, dengan mengatakan bahwa mereka yang berkampanye untuk memangkas pengeluaran tetapi mendukung RUU itu seharusnya “menundukkan kepala karena malu”.

    Musk juga memperingatkan bahwa para anggota parlemen AS yang mendukung RUU Trump itu akan kalah dalam pemilihan pendahuluan tahun depan.

    Trump dalam responsnya melontarkan sindiran untuk Musk, juga Tesla dan perusahaan transportasi luar angkasa SpaceX miliknya.

    “Tidak ada lagi peluncuran roket, satelit, atau produksi mobil listrik, dan negara kita akan menghemat BANYAK. Mungkin kita harus meminta DOGE untuk mencermati hal ini dengan saksama? BANYAK UANG YANG HARUS DISELAMATKAN!!!” sindir Trump merujuk pada kontrak SpaceX yang menguntungkan dengan pemerintah AS.

    Halaman 2 dari 3

    (idn/idn)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini