Topik: Pemilu 2024

  • Anggota DPR RI Muhammad Khozin Sebut Iklim Demokrasi Belum Sehat

    Anggota DPR RI Muhammad Khozin Sebut Iklim Demokrasi Belum Sehat

    Jember (beritajatim.com) – Muhammad Khozin, anggota DPR RI dari Daerah Pemilihan Kabupaten Jember dan Lumajang, menyebut iklim demokrasi di Indonesia masih belum sehat.

    “Pemilu 2024 adalah pemilu terbrutal dalam sejarah Republik Indonesia. Selama medan tempur bergelombang, medan tempur itu tidak rata, maka iklim demokrasi kita belum sehat,” kata Khozin, dalam sosialisasi dan pendidikan pemilih berkelanjutan, di kampus Universitas Islam Negeri KH Achmad Siddiq, Kabupaten Jember, Jawa Timur, Selasa (16/12/2025).

    “Medan tempur ini harus rata. Semua profesi, semua anak bangsa punya hak yang sama untuk berkiprah di jalur politik. Tidak boleh hanya mereka yang punya isi tas. Mereka yang punya kualitas meskipun tidak punya isi tas punya aksesibilitas yang sama,” kata Khozin.

    Revisi undang-undang pemilu, menurut Khozin, merupakan bagian dari upaya untuk menciptakan demokrasi yang lebih sehat dan adil bagi siapapun. “Low cost high impact. Ongkosnya ditekan seminimal mungkin tapi dengan impact sebesar mungkin. Itu prinsipnya,” katanya.

    Komisi II DPR RI akan mulai mengundang beberapa pihak termasuk akademisi dan organisasin non pemerintah untuk mulai mempersiapkan kajian-kajian kebutuhan rancangan undang-undang pemilu pada Januari 2026.

    Khozin memperkirakan akan ada titik temu antara sistem pemilu tertutup dengan terbuka. “Mungkin nanti titik temunya kombinasi antara terbuka atau tertutup. Variabelnya seperti apa, konkretnya seperti apa, kita tunggu masukan-masukan dari berbagai pihak,” katanya.

    Revisi UU Pemilu ini, menurut Khozin, akan satu paket dengan revisi UU Partai Politik dan UU Pilkada. “Kalau dalam format kodifikasi kan pasti berkaitan dengan beberapa undang-undang. Tidak mungkin hanya berdiri sendiri Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017, bagaimana putusan Mahkamah Konstitusi tetap diakomodasi tanpa menabrak norma aturan yang lebih tinggi yaitu konstitusi UUD 1945,” katanya.

    Sementara itu, Ketua Badan Pengawas Pemilu RI Rahmat Bagja membantah anggapan bahwa Pemilu 2024 brutal. “Enggak lah. Yang jelas persaingan di internal partai ada, persaingan antarpartai ada. Wajar saja. Kompetisi itu sangat terbuka dan sangat kompetitif. Mungkin itu yang diartikan brutal,” katanya, usai acara di UIN KHAS Jember.

    Bagja memahami pernyataan itu sebagai pengalaman personal Khozin. “Tapi menurut kami alhamdulillah pemilu bisa terselenggara dengan baik, dan kalaupun ada ketidakberesan, ada kanalisasi dalam menyelenggarakan pengaduan dan lain-lain,” katanya. [wir]

  • Ahmad Ali: Tidak Ada Loyalitas Ganda, Kader PSI Tunduk pada Kepemimpinan Kaesang

    Ahmad Ali: Tidak Ada Loyalitas Ganda, Kader PSI Tunduk pada Kepemimpinan Kaesang

    Ahmad Ali: Tidak Ada Loyalitas Ganda, Kader PSI Tunduk pada Kepemimpinan Kaesang
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Ketua Harian Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Ahmad Ali menegaskan pentingnya loyalitas tunggal seluruh kader PSI kepada Ketua Umum Kaesang Pangarep.
    Penegasan tersebut disampaikan
    Ahmad Ali
    dalam Rapat Koordinasi Wilayah (Rakorwil) Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) PSI
    DKI Jakarta
    di Grand Sahid Jakarta, Minggu (14/12/2024).
    “Seluruh kader
    PSI
    DKI Jakarta harus patuh dan tunduk terhadap kepemimpinan Ketua Umum. Tidak ada loyalitas ganda dalam organisasi kita,” tegas Ahmad Ali.
    Hal yang menyatukan kader PSI dalam satu organisasi, menurutnya, adalah cita-cita bersama untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat Indonesia. Untuk mencapai tujuan tersebut, diperlukan satu komando kepemimpinan yang jelas dan tegas.
    Ahmad Ali menggunakan analogi gajah, lambang PSI, untuk menggambarkan pentingnya disiplin organisasi. Gajah dikenal sebagai hewan yang tertib dan kompak ketika berjalan berbaris.
    “Seperti itulah (kader PSI), semua harus tunduk kepada kepemimpinan Ketua Umum,” ujarnya.
    Loyalitas kepada Ketua Umum, lanjut Ahmad Ali, bukan soal kepentingan pribadi atau kelompok. Ini adalah komitmen untuk memperkuat organisasi demi tujuan yang lebih besar.
    Ia menjelaskan bahwa loyalitas tunggal sangatlah penting untuk menghindari perpecahan internal. Di PSI yang dipimpin anak muda tapi juga dihuni banyak senior, potensi terbentuknya kelompok atau faksi harus diantisipasi sejak dini.
    “Ini harus selalu kita ingatkan supaya bekerja tertib pada barisan, supaya tidak terjadi faksi di kemudian haru. Sebab, kalau sudah terjadi faksi, itu akan sulit untuk menyatukan,” katanya.
    Ahmad Ali menegaskan bahwa tugas seluruh jajaran adalah mendukung Ketua Umum untuk mewujudkan cita-cita pendiri partai, yaitu menyejahterakan rakyat Indonesia melalui PSI.
    Ia juga mengingatkan bahwa kader yang terpilih menjadi pemimpin tidak berutang kepada partai, melainkan kepada rakyat yang memilihnya. PSI lahir untuk melahirkan pemimpin yang bekerja untuk kepentingan masyarakat, bukan segelintir orang.
    Ahmad Ali menyampaikan target ambisius PSI untuk merebut kursi
    DPR RI
    dari Daerah Pemilihan (Dapil) DKI Jakarta pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2029.
    “DKI ini menjadi salah satu daerah yang sangat istimewa karena memang daerah istimewa (secara strategis). Di sinilah barometer dari PSI,” ujar Ahmad Ali.
    Karena posisi strategis tersebut, PSI memastikan kesiapan struktur di DKI Jakarta untuk menghadapi verifikasi faktual yang akan dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada 2027, sekaligus kesiapan memasuki fase pertarungan elektoral 2029.
    PSI sebenarnya sudah memiliki modal kuat pada Pemilu 2024. Partai berlambang gajah ini berhasil mencapai tingkat verifikasi 100 persen di DKI Jakarta, yang artinya seluruh struktur telah terverifikasi dengan baik. Namun, PSI belum lolos
    parliamentary threshold
    karena pencapaian di daerah lain belum optimal.
    Untuk meraih kemenangan di 2029, Ahmad Ali menekankan pentingnya membangun fondasi organisasi yang solid hingga tingkat paling bawah. Rakorwil DKI Jakarta bertujuan memastikan struktur partai terbentuk sampai tingkat Dewan Pimpinan Ranting Tingkat (DPRT) bahkan hingga tingkat RT.
    Ahmad Ali mengapresiasi pelantikan pengurus DPW PSI DKI Jakarta yang telah dilakukan. Dengan struktur lengkap, ia optimistis PSI bisa mencapai target elektoral di pemilu mendatang.
    “Kemenangan hanya bisa diraih melalui soliditas bersama. Kita boleh berbeda di dalam, tapi ketika keluar harus satu suara,” katanya.
    Ahmad Ali juga menegaskan bahwa PSI didesain sebagai wadah terbuka bagi kaum pergerakan dan aktivis muda Indonesia. Partai akan membuka rekrutmen terbuka untuk tokoh-tokoh dan anak muda terbaik yang berminat terjun ke politik.
    “Insyaallah kami akan membuka diri untuk melakukan
    open recruitment
    terhadap tokoh-tokoh, anak-anak muda terbaik yang berminat untuk masuk politik,” ujar Ahmad Ali.
    Rekrutmen tersebut, lanjutnya, tidak ada pungutan biaya. PSI ingin memastikan bahwa anak muda yang memiliki pemikiran cerdas dan bermimpi menjadi politisi tidak perlu takut karena latar belakang ekonomi atau keluarga.
    “Difasilitasi oleh PSI tanpa ada pungutan biaya. Kami ingin memastikan bahwa anak-anak muda yang punya pemikiran cerdas dan bermimpi menjadi politisi tidak perlu takut. Mereka tidak perlu khawatir karena berasal dari keluarga petani, dari desa, atau bukan dari latar belakang politisi dan orang kaya,” katanya.
    PSI, menurut Ahmad Ali, disiapkan sebagai wadah untuk menghimpun dan menampung anak muda Indonesia yang punya mimpi berkontribusi membangun Indonesia melalui jalur politik.
    Ahmad Ali juga mengingatkan pentingnya sikap vokal kader PSI, termasuk yang menjadi anggota DPRD DKI Jakarta, terhadap permasalahan masyarakat. Ia merindukan sosok wakil rakyat yang berani menyuarakan aspirasi konstituen.
    “Saya merindukan anggota DPRD DKI yang seperti dulu, yang kritis terhadap permasalahan-permasalahan masyarakat. Selama beberapa bulan terakhir ini, sikap itu hilang,” ujar Ahmad Ali.
    Dukungan kepada pemerintah, menurutnya, bukan berarti menutup mulut untuk tidak menyuarakan kepentingan rakyat. Sikap konstruktif justru penting untuk menjaga kepercayaan masyarakat yang dititipkan kepada PSI.
    Ahmad Ali juga meminta pengurus DPW PSI DKI Jakarta untuk menggunakan kantor partai sebagai ruang publik yang melayani kepentingan warga, bukan hanya untuk urusan internal organisasi. Seluruh pengurus pun diminta untuk kembali berinteraksi dengan masyarakat, mendengarkan keluhan mereka, dan menyuarakan aspirasi yang sebenarnya.
    “Jangan lelah mendengarkan kritik. Dengan mendengarkan masukan, kita bisa memperbaiki diri dan berkembang lebih baik,” katanya.
    Ahmad Ali menutup sambutan dengan mengajak seluruh kader PSI untuk bersatu di bawah kepemimpinan Ketua Umum
    Kaesang Pangarep
    demi mewujudkan cita-cita bersama menyejahterakan rakyat Indonesia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Dari Rakyat untuk Rakyat ala Jokowi, PSI Optimistis Menang di Pemilu 2029

    Dari Rakyat untuk Rakyat ala Jokowi, PSI Optimistis Menang di Pemilu 2029

    Dari Rakyat untuk Rakyat ala Jokowi, PSI Optimistis Menang di Pemilu 2029
    Tim Redaksi
     
    TANGERANG, KOMPAS.com
    – Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menargetkan menjadi partai pemenang dalam Pemilihan Umum 2029 mendatang. Target ambisius itu disampaikan Ketua Harian Dewan Pimpinan Pusat (DPP)
    PSI
    Ahmad Ali
    dalam Rapat Koordinasi Wilayah (Rakorwil) DPW PSI Banten di Mercure Serpong Alam Sutera, Tangerang, Banten, Minggu (14/12/2024).
    Ahmad Ali menegaskan, optimisme PSI untuk meraih kemenangan pada 2029 bukan sekadar lolos
    parliamentary threshold
    . Partai berlambang gajah ini, bahkan menargetkan posisi sebagai salah satu kekuatan politik yang diperhitungkan di Indonesia.
    “Optimisme kami untuk lolos di 2029 itu tidak hanya lolos parlemen, tapi insyaallah bisa menjadi bagian dari pemenang
    Pemilu 2029
    . PSI diciptakan untuk menjadi pemenang Pemilu 2029,” ujar Ahmad Ali disambut tepuk tangan peserta rakorwil.
    Untuk mewujudkan target tersebut, PSI tengah gencar melakukan konsolidasi organisasi di seluruh Indonesia. Rakorwil di Banten merupakan bagian dari rangkaian persiapan menjelang Rapat Kerja Nasional (Rakernas) yang dijadwalkan pada akhir Januari 2025.
    Ahmad Ali menjelaskan, konsolidasi struktural hingga tingkat Dewan Pimpinan Cabang (DPC) menjadi prioritas DPP PSI pascakongres. Langkah ini dilakukan untuk memastikan partai siap menghadapi verifikasi faktual yang akan dilaksanakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada 2027.
    “Sebelum rakernas, tentunya kami ingin memastikan bahwa DPP telah melaksanakan konsolidasi struktural sampai dengan tingkat DPC. Ini merupakan tugas yang harus dilaporkan oleh DPP setelah kongres selesai,” kata Ahmad Ali.
    Pembentukan struktur lengkap dari Dewan Pimpinan Wilayah (DPW), DPD, hingga DPC di seluruh Indonesia dinilai krusial agar kader lebih siap menghadapi verifikasi. Dengan konsolidasi yang disiapkan jauh hari, PSI optimistis tidak akan ada keraguan secara struktural saat verifikasi berlangsung.
    Ahmad Ali juga menyoroti pencapaian PSI di Banten pada Pemilu 2024. Menurutnya, di provinsi ini seharusnya sudah menghasilkan satu kursi DPR RI, tapi belum terwujud karena dukungan dari daerah lain belum optimal.
    Meski begitu, ia yakin bahwa dengan konsolidasi yang lebih matang, PSI akan tampil lebih kuat pada 2029. Kunci kemenangan terletak pada kerja sama dan soliditas di bawah kepemimpinan Ketua Umum PSI
    Kaesang Pangarep
    .
    Dalam upaya meraih kemenangan 2029, PSI mengusung spirit kuat dengan menempatkan mantan Presiden RI ketujuh
    Joko Widodo
    (
    Jokowi
    ) sebagai patron partai.
    “Di PSI, kami memiliki salah satu tokoh utama yang menurut saya menjadi patron bangsa ini. Menurut saya, beliau adalah presiden terbaik yang pernah dilahirkan bangsa ini, yaitu Pak Presiden Joko Widodo,” kata Ahmad Ali.
    Positioning
    Jokowi sebagai patron bukan untuk mendompleng popularitas, melainkan untuk memberikan harapan kepada masyarakat. PSI ingin menunjukkan bahwa partai ini berkomitmen melahirkan pemimpin-pemimpin dari kalangan rakyat biasa, bukan dari
    dinasti politik
    atau keturunan kekuasaan.
    Ia menekankan, Jokowi adalah contoh nyata bahwa seseorang tidak perlu berasal dari keluarga berada atau dinasti politik untuk menjadi pemimpin. Cukup dengan dicintai rakyat dan mendekat kepada rakyat, seseorang bisa terpilih menjadi pemimpin.
    “Pak Jokowi adalah contoh hidup. Dia adalah pemimpin yang lahir dari rakyat. Dia bukan keturunan raja atau keturunan politisi atau keturunan orang berkuasa, tapi dia lahir dari rakyat,” ungkap Ahmad Ali.
    PSI mendesain dirinya untuk melahirkan pemimpin yang benar-benar mengerti kebutuhan rakyat. Ahmad Ali menegaskan bahwa kader PSI yang terpilih menjadi pemimpin tidak berutang kepada partai, tetapi kepada rakyat Indonesia yang telah memberikan kepercayaan.
    “Untuk itu, ketika saudara dipilih, maka mengerti lah. Berikanlah karya terbaik kalian terhadap rakyat Indonesia,” tegas Ahmad Ali.
    Lebih lanjut, ia menekankan bahwa PSI tidak dibangun untuk kepentingan segelintir orang atau kelompok tertentu. Partai ini dibesarkan untuk menampung tokoh-tokoh terbaik dan anak muda terbaik yang ada di berbagai daerah.
    “PSI dibangun, dibesarkan, dan kemudian kami undang tokoh-tokoh terbaik, anak-anak muda terbaik yang ada di provinsi Banten untuk mengisi, menjadikan mereka sebagai anggota legislatif, tokoh-tokoh menjadi kepemimpinan daerah di daerah ini,” ujarnya.
    Bagi Ahmad Ali, yang terpenting bukan siapa yang menjadi anggota DPR dari PSI, melainkan apakah rakyat Indonesia bisa sejahtera melalui partai tersebut.
    Dalam konsolidasi di Banten, Ahmad Ali memberikan arahan khusus terkait pendekatan kultural yang harus dilakukan kader PSI. Ia mengakui bahwa Banten merupakan provinsi yang memiliki karakter religius kuat sehingga pendekatan harus disesuaikan dengan kondisi lokal.
    Mengutip pepatah “di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung”, Ahmad Ali menginstruksikan seluruh kader PSI di Banten untuk mendatangi para kiai dan ulama. Namun, pendekatan ini bukan untuk kepentingan politik praktis atau menjadikan mereka sebagai basis politik.
    “Saya minta, datangilah para kiai atau ulama. Bertanyalah kepada mereka ketika ada permasalahan-permasalahan. Jadikanlah mereka sebagai guru-guru kalian. Namun, jangan memanfaatkan mereka untuk kepentingan politik,” tegas Ahmad Ali.
    Menurutnya, pendekatan kepada tokoh agama dimaksudkan agar kader PSI bisa belajar dan meminta nasihat ketika menghadapi berbagai persoalan di lapangan. Pemisahan antara dunia politik dan tokoh agama justru akan menciptakan kesenjangan informasi yang berbahaya.
    Ia mencontohkan, jika para kiai, pendeta, dan orang-orang bijak berdiam diri serta tidak peduli terhadap politik, hal ini akan memberi kesempatan kepada pihak yang tidak bertanggung jawab untuk berkuasa. Oleh karena itu, PSI mendorong kader untuk menjadikan tokoh agama sebagai tempat berguru, bukan sebagai basis politik.
    “Jangan jadikan PSI sebagai rumah untuk satu kelompok hanya karena punya keinginan untuk memenangkan satu kontestasi. Terus kemudian kita terjebak pada politik identitas,” katanya.
    PSI, menurut Ahmad Ali, tetap akan menjadi partai yang menjadi rumah untuk semua orang Indonesia. Partai sadar bahwa Indonesia dihuni oleh begitu banyak keragaman.
    Di akhir sambutannya, Ahmad Ali mengapresiasi DPW PSI Banten yang telah mengumpulkan donasi sebesar Rp 250 juta untuk membantu korban bencana di Aceh, Sumatera Barat, dan Sumatera Utara. Dana tersebut akan disalurkan untuk kebutuhan pokok masyarakat yang terdampak musibah.
    “Jangan mengira bahwa uang tersebut tidak ada arti apa-apa. Saya yakin, (bantuan tersebut) paling tidak bisa mengurangi, menghibur teman-teman, saudara-saudara kita yang sedang tertimpa musibah bencana,” kata Ahmad Ali.
    Ia juga menyampaikan bahwa Ketua Umum PSI Kaesang Pangarep sedang dalam perjalanan kemanusiaan ke Aceh untuk menyalurkan bantuan secara langsung.
    Ahmad Ali menceritakan, pada malam sebelum rakorwil, ia bertemu dengan Gubernur Aceh selama kurang lebih dua jam. Gubernur Aceh menyampaikan terima kasih atas perhatian PSI yang telah memberikan bantuan sejak awal bencana terjadi.
    Meski bantuan tersebut tidak dipublikasikan secara luas karena instruksi Ketua Umum, Gubernur Aceh sengaja datang untuk mengapresiasi langsung kepada Ahmad Ali dan pimpinan PSI.
    Ahmad Ali menutup sambutannya dengan harapan agar Ketua Umum PSI diberikan kekuatan oleh Allah SWT dan bisa kembali dengan selamat ke Jakarta setelah menjalankan misi kemanusiaan di Aceh.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Ahmad Ali: PSI Targetkan Tiga Besar Pemilu 2029, Kalbar Jadi Lumbung Suara

    Ahmad Ali: PSI Targetkan Tiga Besar Pemilu 2029, Kalbar Jadi Lumbung Suara

    Ahmad Ali: PSI Targetkan Tiga Besar Pemilu 2029, Kalbar Jadi Lumbung Suara
    Tim Redaksi
    PONTIANAK, KOMPAS.com
    – Ketua Harian Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Ahmad Ali menyatakan optimisme tinggi terhadap peluang partainya pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2029.
    Ia menegaskan,
    PSI
    menargetkan masuk tiga besar nasional, dengan Kalimantan Barat (Kalbar) diproyeksikan menjadi salah satu provinsi penyumbang suara terbesar.
    Hal itu disampaikan
    Ahmad Ali
    saat membuka Rapat Koordinasi Wilayah (Rakorwil) Dewan Pimpinan Wilayah (DPW)
    PSI Kalbar
    di Pontianak, Sabtu (13/12/2025). Rakorwil tersebut digelar sebagai bagian dari konsolidasi organisasi dan persiapan menghadapi tahapan verifikasi partai politik peserta Pemilu 2029.
    “Target PSI jelas, yaitu menempatkan PSI setidaknya di posisi tiga besar pada Pemilu 2029. Jika dua target utama kita bisa tercapai, Kalbar akan menjadi salah satu provinsi yang memberi kontribusi terbaik,” ujar Ahmad Ali di hadapan jajaran pengurus DPW dan DPD PSI se-Kalbar.
    Ahmad Ali mengapresiasi capaian kesiapan organisasi PSI Kalimantan Barat yang diklaim telah mencapai 100 persen.
    Menurut dia, hasil tersebut menjadi indikator penting bahwa mesin partai di daerah mulai bekerja secara solid dan terstruktur.
    Ia menyebut, berdasarkan hasil kunjungannya ke sejumlah wilayah, termasuk Sulawesi Tengah (Sulteng) daerah asalnya, kesiapan PSI Kalbar tergolong paling optimal dibandingkan daerah lain.
    Kondisi itu, kata dia, memperkuat keyakinan bahwa Kalbar dapat berperan sebagai “lumbung suara” PSI pada Pemilu 2029.
    “Tadi saya mendengar langsung laporan dari Ketua DPW dan jajaran pengurus. Dari apa yang disiapkan dan dikerjakan, tanda-tanda menuju ke sana semakin nyata,” kata Ahmad Ali.
    Meski demikian, Ahmad Ali mengingatkan seluruh kader agar tidak cepat berpuas diri dengan capaian tersebut.
    Ia menekankan bahwa persaingan politik di Kalbar akan berlangsung ketat, mengingat banyak partai lama juga menaruh perhatian besar terhadap provinsi tersebut.
    “Keinginan untuk menang bukan hanya dimiliki oleh kita. Banyak partai lain juga menargetkan kemenangan di Kalimantan Barat. Sebagai partai yang relatif baru, optimisme memang penting, tetapi harus diiringi kerja keras,” ujarnya.
    Ia bahkan mengakui bahwa ambisi PSI kerap dianggap remeh oleh partai-partai lama. Namun, menurut Ahmad Ali, sikap tersebut justru harus dijadikan pemicu semangat bagi kader PSI untuk membuktikan kemampuan di lapangan.
    “Bagi partai-partai lama, mungkin mereka tersenyum atau menertawakan cita-cita kita. Itu hal yang biasa. Pertanyaannya, apakah kita akan membiarkan diri kita ditertawakan, atau justru membalikkan keadaan?” kata Ahmad Ali.
    Dalam arahannya, Ahmad Ali menekankan pentingnya penguatan struktur partai sebagai kunci utama meraih target elektoral.
    Ia meminta seluruh pengurus wilayah dan daerah segera menindaklanjuti Rakorwil dengan rapat kerja di masing-masing tingkatan.
    Struktur PSI, kata dia, harus hadir hingga tingkat kecamatan, desa, bahkan ke tempat pemungutan suara (TPS). Dengan struktur yang lengkap dan solid, PSI diyakini mampu menjangkau pemilih secara lebih luas dan efektif.
    “Pastikan kepengurusan PSI hadir di setiap wilayah, setiap kampung, setiap komunitas. Ketika struktur kita kuat, insyaallah kelolosan dan kemenangan bukan hal yang mustahil,” ujar Ahmad Ali.
    Selain penguatan organisasi, Ahmad Ali juga menekankan pentingnya pendekatan sosial dan kedekatan dengan masyarakat.
    Ia mengingatkan kader PSI agar tidak berjarak dengan rakyat, serta mampu menjadi “mata dan telinga” partai di lapangan.
    “Kader harus mendengar keluh kesah masyarakat, menerima kritik, dan tidak pernah merasa diri paling benar. PSI harus hadir sebagai bagian dari masyarakat, bukan sekadar peserta pemilu,” kata dia.
    Dalam kesempatan itu, Ahmad Ali turut menyinggung situasi kebencanaan yang melanda sejumlah wilayah di Sumatera.
    Ia menyampaikan empati kepada para korban dan mengajak seluruh kader PSI untuk menunjukkan solidaritas nasional.
    Sebagai bentuk kepedulian, Ahmad Ali menyatakan telah menyalurkan donasi pribadi sebesar Rp 100 juta untuk membantu korban bencana di Sumatera Utara (Sumut), Sumatera Barat (Sumbar), dan Aceh. Ia berharap langkah tersebut diikuti oleh jajaran PSI di daerah.
    “Kita ingin menunjukkan bahwa PSI tidak hanya berbicara soal politik elektoral, tetapi juga hadir ketika rakyat mengalami kesulitan,” ujarnya.
    Lebih jauh, Ahmad Ali menegaskan bahwa tradisi kepedulian sosial dan kerja nyata harus menjadi karakter PSI dalam membangun kepercayaan publik menjelang Pemilu 2029.
    Sebagai konteks, PSI merupakan partai yang pertama kali mengikuti Pemilu pada 2019 dan kembali berlaga pada Pemilu 2024.
    Meski belum berhasil melampaui ambang batas parlemen nasional, PSI konsisten melakukan konsolidasi internal dan
    rebranding
    politik, termasuk dengan memperkuat struktur daerah dan menegaskan arah ideologis partai.
    Dengan konsolidasi awal yang dinilai lebih matang, PSI berharap dapat meningkatkan perolehan suara secara signifikan di provinsi tersebut.
    Rakorwil PSI
    Kalbar menjadi salah satu langkah awal dalam rangkaian persiapan panjang menuju Pemilu 2029, sekaligus penanda bahwa PSI mulai memanaskan mesin politiknya lebih dini.
    Ahmad Ali menutup arahannya dengan pesan agar seluruh kader menjaga semangat, soliditas, dan kedekatan dengan rakyat sebagai modal utama menghadapi kontestasi politik mendatang.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 8
                    
                        Menanti Kemunculan Anggota DPR dari Masyarakat Adat…
                        Nasional

    8 Menanti Kemunculan Anggota DPR dari Masyarakat Adat… Nasional

    Menanti Kemunculan Anggota DPR dari Masyarakat Adat…
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Pada November tahun lalu, anggota parlemen suku Maori asli menghentikan sidang parlemen Selandia Baru dengan tarian perang “haka Ka Mate”.
    Tarian ini dipantik oleh Hana-Rawhiti Maipi-Clarke (22) yang meneriakkan “Ka mate, ka mate, ka ora, ka ora!” di ruang sidang. Suara itu menggelegar.
    Teriakan yang berarti “aku mati, aku mati, aku hidup, aku hidup,” itu dilakukan oleh Hana dalam pembahasan rancangan undang-undang terkait prinsip-prinsip perjanjian.
    Dikutip dari
    Kompas.id
    , RUU rancangan undang-undang yang diajukan partai sayap kanan itu memang telah memicu protes di seluruh negeri sejak dibahas di Parlemen Selandia Baru pekan lalu.
    Rancangan itu menginginkan adanya penafsiran ulang
    Perjanjian Waitangi
    yang ditandatangani 500 kepala suku
    masyarakat adat
    Maori dengan pendatang Inggris pada tahun 1840.
    Sejak disepakati di 1840, Perjanjian Waitangi dianggap sebagai dokumen pendirian negara Selandia Baru.
    Perjanjian tersebut menetapkan hak antara kaum suku pribumi dan pendatang Eropa.
    Terdapat tiga prinsip utama dalam perjanjian itu, yaitu kemitraan, partisipasi, dan perlindungan.
    Hingga sekarang, penafsiran klausul dalam dokumen tersebut masih digunakan dalam undang-undang dan kebijakan Selandia Baru.
    Aspirasi suku Maori dalam parlemen Selandia Baru memperlihatkan entitas masyarakat adat yang bisa memperjuangkan suara politik mereka secara konstitusional, memberikan ruang dialog konstruktif terkait konflik negara dengan masyarakat adat di tempat itu.
    Dalam konteks Tanah Air, keberadaan masyarakat adat sendiri pun belum sepenuhnya diakui oleh negara.
    Tak usah jauh-jauh mengharapkan ada keterwakilan mereka duduk di kursi parlemen atau melakukan tarian perang saat menolak kebijakan yang berseberangan dengan kepentingan mereka.
    Saat ini, hak mereka untuk memilih saja masih menjadi kontroversi.
    Pada
    pemilu 2024
    , Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI sendiri mengakui masyarakat adat menjadi salah satu kelompok pemilih rentan.
    Kerentanan masyarakat adat berangkat dari pendataan.
    Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, mekanisme penyusunan daftar pemilih dilakukan secara de jure.
    Itu artinya, pendekatan untuk memverifikasi pemilih dilakukan berdasarkan identitas kependudukan, dalam hal ini KTP elektronik.
    Sementara itu, perekaman KTP elektronik masih menjadi tantangan untuk masyarakat adat.
    Anggota KPU RI Betty Epsilon Idroos dalam sebuah diskusi pada Februari 2023 pernah mengatakan, ada data yang menyebut sekitar 1,5-2 juta masyarakat adat yang belum mendapatkan hak pilih dalam pesta demokrasi 2024.
    Perekaman KTP elektronik untuk masyarakat adat menjadi tantangan karena berbagai faktor.
    Betty menyinggung faktor keterbatasan akses dan transportasi hingga sosial-budaya.
    Beberapa kelompok masyarakat adat disebut tak membutuhkan KTP, sedangkan beberapa kelompok lain memiliki nilai-nilai lain yang dianut yang tak memungkinkan mereka dipotret.
    Pada diskusi 19 November 2025, Komisioner KPU RI August Mellaz juga mengakui, problem administrasi terkait hak pilih masyarakat adat muncul.
    Problem yang telah berlalu ini tentu akan dirumuskan dan dicari jalan keluarnya dalam revisi UU Pemilu yang terus bergulir di parlemen.
    “Prinsipnya kalau itu menyangkut hak warga negara, maka dia harus diberikan. Nah, soal nanti sudah diberikan dan kemudian warga tidak menggunakan, itu soal lain,” tutur dia.
    August mengatakan, syarat administrasi ini mutlak harus dipenuhi karena berkaitan dengan kesiapan tempat pemilihan dan juga penentuan daftar pemilih tetap.
    “Karena itu basisnya secara de jure itu kan memang posisinya berdasarkan KTP setempat,” ucap dia.
    Hal ini dipastikan August akan masuk dalam Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) terkait revisi UU Pemilu.
    Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil Muhammad Nuh Al Azhar mengatakan, selama ini negara telah berusaha memenuhi hak administrasi warga negara masyarakat adat.
    Termasuk dalam konteks pemilu, Dukcapil mencoba menjemput bola sampai ke pelosok agar masyarakat adat ini bisa menggunakan hak pilihnya.
    “Jadi, mendatangi untuk melakukan perekaman. Karena ada banyak warga negara Indonesia yang belum ada perekaman. Jadi didatangi, ayo dilakukan perekaman,” kata Nuh, Rabu (19/11/2025).
    Nuh mengatakan, upaya jemput bola ini tidak hanya dilakukan untuk masyarakat adat yang dalam kondisinya masih sehat dan bisa melakukan aktivitas.
    Upaya jemput bola juga dilakukan untuk mereka yang sakit dan mengalami keterbatasan karena kondisi disabilitas.
    Namun, Nuh mengakui, upaya jemput bola yang mereka lakukan belum maksimal.
    Bukan karena mereka tak bekerja, tetapi wilayah Indonesia yang begitu luas.
    “Kalau misalnya belum bisa maksimal, ya Indonesia memang luas sekali, oleh karena itu butuh kerja sama,” ucap dia.
    Dalam catatan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) terkait penyelenggaraan pemilu 2024, terdapat lebih dari 600 orang masyarakat adat Baduy Luar yang tidak masuk dalam daftar pemilih.
    Hal ini disebabkan dari minimnya atensi penyelenggara pemilu terhadap pemenuhan hak pilih kelompok masyarakat adat.
    Kekhususan wilayah masyarakat adat juga disebut Komnas HAM menjadi tantangan yang belum mampu diatasi penyelenggara pemilu bagi pemenuhan hak pilih kelompok masyarakat adat.
    Namun, isu terkait suara masyarakat adat pada dasarnya bukan hanya pada hak memilih semata, tetapi juga pada hak untuk dipilih.
    Direktur Eksekutif Deep Indonesia Neni Nurhayati mengatakan, masyarakat adat memiliki segmentasi yang jelas dan tidak menutup kemungkinan mereka bisa menjadi perwakilan dalam parlemen di kemudian hari.
    Masyarakat punya kepala suku dan pengikut, dan partai politik seharusnya mulai memberikan pintu masuk keterlibatan masyarakat adat untuk bergabung menjadi parlemen.
    “Atau bahkan menurut saya masyarakat adat yang di situ ada kelompok perempuan dan anak muda harusnya bisa terbuka. Karena ketika mereka jadi, mereka pasti akan menyuarakan untuk kepentingan masyarakat adat itu sendiri,” kata dia.
    Adanya
    keterwakilan masyarakat adat
    di Senayan akan memberikan kemudahan komunikasi antara pemerintah dan masyarakat adat untuk membentuk suatu kebijakan yang baik.
    Neni juga menyinggung, momentum revisi UU Pemilu bisa dijadikan untuk membuat kebijakan afirmatif terkait hak dipilih dan hak memilih masyarakat adat.
    Regulasi tersebut bisa jadi tak seluas afirmasi keterwakilan perempuan pada pemilihan legislatif, tapi lebih kepada keterbukaan kesempatan masyarakat adat jika hendak mencalonkan diri.
    “Di situ tuh misalnya ada klausul, ada khusus misalnya poin yang menjelaskan tentang terbuka untuk teman-teman juga masyarakat adat ikut dicalonkan dan mencalonkan,” imbuh dia.
    Hal ini perlu dilakukan karena tidak menutup kemungkinan masyarakat adat ada yang juga ingin menyuarakan pendapat mereka di parlemen layaknya Suku Maori di Selandia Baru, tetapi kesempatan itu tak pernah dibuka oleh partai politik.
    “Tapi, kalau ruangnya ditutup, ruangnya disumbat, sulitlah mereka untuk bisa mengimplementasikan itu semua,” ujar dia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Temui partai Malaysia, PRIMA tegaskan usung program kerakyatan

    Temui partai Malaysia, PRIMA tegaskan usung program kerakyatan

    Partai PRIMA ini merupakan partai baru yang dideklarasikan pada 1 Juni 2021 yang dipersiapkan untuk mengikuti Pemilu 2024 dengan mengusung beberapa program-program kerakyatan, kami selalu menggaungkan slogan Partainya Rakyat Biasa

    Jakarta (ANTARA) – Partai Rakyat Adil Makmur (PRIMA) menegaskan komitmen mengusung program-program kerakyatan dalam pertemuan dengan Partai Amanah Negara Malaysia di kantor DPP Partai PRIMA, Jakarta.

    “Partai PRIMA ini merupakan partai baru yang dideklarasikan pada 1 Juni 2021 yang dipersiapkan untuk mengikuti Pemilu 2024 dengan mengusung beberapa program-program kerakyatan, kami selalu menggaungkan slogan Partainya Rakyat Biasa,” Sekretaris Jendral Partai PRIMA Mayor Jenderal TNI (Purn) Gautama Wiranegara dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis.

    Dalam pertemuan tersebut Gautama menyambut baik dan mengapresiasi kunjungan dari Partai Amanah Negara, ia juga memperkenalkan Partai PRIMA dengan menjelaskan sejarah berdirinya dan program perjuangannya.

    Ia menyebutkan posisi politik Partai PRIMA masuk dalam koalisi pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan menggemakan program perjuangan melawan Serakahnomics. Menurutnya, sampai hari ini sistem ekonomi-politik Indonesia masih dalam kungkungan Serakahnomics yang menjadi musuh bersama.

    Lebih lanjut, Ia juga menyampaikan bahwa Partai PRIMA didirikan oleh beberapa organisasi massa dari berbagai lintas sektor yakni Sektor Mahasiswa ada LMND (Liga mahasiswa nasionaL untuk Demokrasi), Sektor Buruh ada FNPBI (Front Nasional Perjuangan Buruh Indonesia), sektor petani dan nelayan ada STN (Serikat Tani Nelayan), sektor kebudayaan ada JAKER (Jaringan Kebudayaan Rakyat), dan Sektor Rakyat miskin kota ada SRMI (Solidaritas Rakyat Mandiri Indoensia).

    Beberapa organisasi massa ini berhimpun dan mendirikan alat politik alternatifnya sendiri karena menyadari bahwa segala sesuatu yang berkaitan dengan hajat hidup orang Indonesia itu diputuskan dalam sektor politik.

    Partai PRIMA pada PEMILU 2024 sempat mendaftarkan diri untuk ikut serta sebagai peserta dalam kompetisi peserta demokrasi lima tahunan, namun tidak lolos pada tahapan verifikasi faktual. Meski demikian, pada Pemilihan Presiden (Pilpres) Partai PRIMA masuk dan terlibat dalam Koalisi Indonesia Maju untuk memenangkan Presiden dan Ketua Umum PRIMA Agus Jabo Priyono diangkat sebagai Wakil Menteri Sosial.

    Gautama berharap pertemuan ini bisa menjadi awal untuk membangun kerja sama politik dan bisa menyinergikan program Partai PRIMA dan Partai Amanah Negara Malaysia.

    Perwakilan Partai Amanah Negara yang terdiri Ketua Partai Amanah Kedah, Asmirul Anuar Aris, Johar Abdullah dan Basir Haji Islmai, mengapresiasi keterbukaan partai PRIMA untuk menerima kunjungan tersebut.

    Perwakilan Partai Amanah Negara Malaysia, memuji keterlibatan sejumlah ormas dalam pembangunan Partai PRIMA. Menurutnya, di Kedah banyak anak muda yang tidak berpartai karena semua kebutuhannya dibiayai negara, dan sangat sulit sekali untuk dilibatkan sebagai pemilih maupun sebagai pengurus partai di tingkat bawah.

    Mereka juga menjelaskan situasi politik negara Malaysia dan sistem pemilu yang ada di negaranya. Mereka mengunjungi beberapa partai politik yang ada di Indonesia untuk mengonsolidasikan partai politik lintas ASEAN untuk membangun kerja sama politik.

    Acara silaturahmi diakhiri dengan pemberian cenderamata dari DPP Partai PRIMA yang diserahkan langsung oleh Sekretaris Jendral DPP Partai PRIMA yang didampingi oleh Wakil Ketua Umum Wahida, Wakil Sekretaris Jendral Ansyar, ketua Umum JAKER Annisa, Sekretaris jendral LMND Julfikar, Wakil Ketua Umum LMND Agung Trianto, Koordinator Partai PRIMA Pulau Papua Jefri Ane, Sekretaris Jendral FNPBI serta Bendahara Umum Siti Rahmawati B. Razak.

    Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
    Editor: Tasrief Tarmizi
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Soroti Kasus Hukum Ira Puspadewi, Dino Patti Djalal: Kembalikan Kemurnian KPK

    Soroti Kasus Hukum Ira Puspadewi, Dino Patti Djalal: Kembalikan Kemurnian KPK

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Proses penegakan hukum di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belakangan mulai diragukan kemurniannya. Sejumlah pihak menilai mulai terjadi kriminalisasi hingga proses hukum berdasarkan pesanan politik.

    Mantan Wakil Menteri Luar Negeri Indonesia, Dino Patti Djalal angkat suara terkait fenomena penegakan hukum di KPK yang cenderung berdasar titipan politik atau bahkan terkesan terjadi kriminalisasi.

    Salah satu proses hukum yang belakangan menyita perhatian di KPK yakni terkait proses hukum terhadap mantan Direktur Utama PT ASDP, Ira Puspadewi. Sebelumnya sudah ada kasus Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto yang kemudian mendapat pengampunan dari Presiden.

    Melihat kondisi itu, Dino Patti Djalan mempertanyakan apa sesungguhnya yang terjadi dengan penyidik dan pimpinan KPK saat ini. “Ada apa dengan KPK?,” kata Dino Patti Djalal penuh tanya, Senin (24/11).

    Dia lantas menyinggung kasus dugaan kriminalisasi yang ditujukan kepada mantan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan melalui kasus Formula E. “Dalam pemilu 2024, Anies B dikriminalisasi KPK melalui kasus Formula-e (titipan politik?),” ungkit Dino Patti Djalal.

    Tidak cukup dengan proses hukum yang terkesan menyimpang di KPK, Dino menyebut KPK kini kembali jadi sorotan setelah proses hukum terhadap mantan Dirut ASDP, Ira Puspadewi. “Sekarang diaspora idealis & berprestasi Ira Puspadewi dikriminalisasi KPK dalam kasus dimana nurani publik percaya ia tidak bersalah & tidak korupsi,” sebutnya.

    Atas berbagai kasus yang terkesan tidak murni penegakan hukum itu, Dino Patti Djalal meminta agar KPK melakukan instrospeksi diri dan mengembalikan kemurnian penegakan hukum seperti yang dilakukan komisioner KPK di masa lalu. “Saatnya KPK introspeksi. Kembalikan kemurnian KPK #adaapadenganKPK,” imbuh Dino Patti Djalal.

  • Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto Singgung Film Dirty Votes, Ungkit Anomali Pemilu 2024

    Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto Singgung Film Dirty Votes, Ungkit Anomali Pemilu 2024

    FAJAR.CO.ID, MAKASSAR — Sekjen PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto menekankan pentingnya penguatan sumber daya partai agar partai besutan Megawati Soekarnoputru ini mampu menghadapi berbagai tantangan yang tidak mudah, sekaligus menjadi suluh perjuangan bagi seluruh rakyat Indonesia.

    Hal itu dipaparkan Hasto dalam Konferda PDIP Sulawesi Selatan yang diselenggarakan di Hotel Claro Makassar, Senin (24/11).

    “Konsolidasi di Sulawesi Selatan merupakan bagian dari upaya penguatan daerah secara ideologis, historis, politik, organisasi, dan kader,” tutur Hasto.

    Di Sulawesi Selatan ini, kata Hasto, PDIP konsisten menggelorakan pemikiran geopolitik Soekarno. Kepeloporan bangsa samudera memiliki rekam jejak sejarah yang sangat kuat di Sulawesi Selatan, dengan peradabannya yang luar biasa.

    “Karena itu, kami menegaskan aspek historis dan tanggung jawab dalam membidik perjuangan untuk menyelesaikan masalah rakyat dan memimpin arah kemajuan bangsa dengan dipandu oleh ideologi,” ungkapnya.

    Konferda dan Konfercab ini akan menyusun kepengurusan baru, sikap politik, serta program-program partai dalam menghadapi berbagai tantangan, menjawab persoalan rakyat, dan merumuskan jalan masa depan.

    Terkait figur, Hasto menegaskan sosok Andi Ridwan Wittiri memiliki pengalaman luas dan diterima masyarakat. Ia akan dipadukan dengan Danny Pomanto yang merupakan mantan Wali Kota Makassar dua periode yang berhasil.

    Seluruh potensi ini, tutur Hasto akan disatukan melalui kekuatan gotong royong karena PDIP mengedepankan kepemimpinan kolektif-kolegial. Kader-kader terbaik seperti Andi Ridwan, Danny Pomanto, dan lainnya akan bergerak bersama.

  • Naiknya Elektabilitas Gerindra dan Kompetisi Internal Koalisi

    Naiknya Elektabilitas Gerindra dan Kompetisi Internal Koalisi

    Naiknya Elektabilitas Gerindra dan Kompetisi Internal Koalisi
    Direktur Eksekutif The Strategic Lab | Alumnus Fakultas Filsafat UGM Yogyakarta, Alumnus Magister Ilmu Politik Universitas Indonesia
    INGATAN
    kita tentang Pemilu 2024 masih begitu membekas. Kini, ingatan publik kembali dijejali gelaran Pemilu 2029: mulai dari siapa saja calon presiden potensial, partai politik apa saja yang bakal bertanding, partai politik mana yang elektablitas naik, stagnan dan merosot.
    Padahal, di antara dua pemilu, ada janji yang harus ditunaikan dan kesejahteraan rakyat yang harus diwujudkan.
    Hasil survei terbaru dari Indikator Politik Indonesia yang dilakukan pada 20-27 Oktober 2025, memotret munculnya nama-nama calon presiden potensial dan naik-turunnya elektabilitas partai politik.
    Ada yang menarik dari hasil survei Indikator Politik Indonesia tersebut: elektabilitas
    Gerindra
    naik secara eksponensial mencapai angka 29,4 persen, jauh di atas partai papan atas lainnya seperti PDIP (9,4 persen) dan Golkar (8,9 persen).
    Padahal, hasil Pemilu 2024 menempatkan Gerindra di urutan pemenang ketiga dengan perolehan suara nasional sebesar 13,22 persen, sementara PDIP (16,72 persen) berada pada pemenang pertama dan Golkar (15,29 persen) berada pada pemenang kedua.
    Hasil survei tersebut menjadi langkah awal yang optimistis bagi Gerindra sekaligus alarm peringatan bagi partai politik lainnya.
    Mengapa elektabilitas Gerindra melenting, sementara elektabilitas partai politik lainnya, terutama partai politik pendukung koalisi pemerintahan Prabowo-Gibran, cenderung mengalami penurunan? Ini terkait dengan faktor kinerja kepemimpinan Prabowo dan sistem pemilu.
    Bagaimana pun juga, elektabilitas Gerindra sangat terkait dengan kinerja kepemimpinan Presiden
    Prabowo Subianto
    .
    Prabowo adalah pendiri partai yang saat ini menjabat Ketua Dewan Pembina sekaligus Ketua Umum Partai Gerindra. Bisa dikatakan, apa yang dilakukan oleh kepemimpinan Prabowo memiliki dampak terhadap Gerindra, termasuk elektoral.
    Inilah yang dinamakan
    coatail effect
    atau efek ekor jas. Partai-partai pendukung pemerintah akan mendapatkan manfaat elektoral dari kinerja positif presiden.
    Tingkat kepuasaan masyarakat terhadap kinerja presiden berbanding lurus dengan tingkat dukungan terhadap partai-partai pendukungannya.
    Dalam konteks ini, Gerindra sebagai partainya presiden mendapatkan manfaat elektoral terbesar ketimbang partai-partai pendukung lainnya seperti Golkar, PAN dan Demokrat.
    Presedennya sudah ada. Partai Demokrat mengalami kenaikan signifikan suara, dari 7,45 persen pada 2004 menjadi 20,81 persen pada 2009.
    Kenaikan elektabilitas Demokrat tersebut terjadi dalam 10 tahun kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono. Masyarakat menghadiahi keberhasilan kepemimpinan SBY dengan memilih Demokrat yang notabene merupakan partainya SBY.
    Apa yang terjadi dengan Gerindra dalam masa kepemimpinan Presiden Prabowo –dengan potret ‘sementara’ hasil survei Indikator Politik Indonesia tersebut– menyerupai dengan pengalaman Demokrat dalam masa kepemimpinan SBY.
    Bedanya, naiknya elektabilitas Gerindra masih pada tahap hasil survei, bukan hasil resmi pemilu.
    Meskipun demikian, hal ini mencerminkan bahwa Gerindra mendapatkan ‘hadiah’
    coatail effect
    dari kinerja Presiden Prabowo yang tingkat kepuasannya mencapai 77,7 persen.
    Dalam simulasi calon presiden, elektabilits Prabowo berada di atas calon-calon yang lain, yaitu mencapai 46,7 persen.
    Tingginya tingkat kepuasaan Prabowo dan naiknya elektabilitas Gerindra ditopang oleh pelbagai program populis Prabowo seperti Makan Bergizi Gratis (MBG), Koperasi Desa Merah Putih dan Sekolah Rakyat.
    Program populis tersebut disertai dengan retorika populis yang memang khas Prabowo, seperti antek-antek asing, pakai uang koruptor untuk rakyat, tindak tegas tambang ilegal meskipun dibekengi para jenderal dan lain sebagainya.
    Rasa-rasanya, program dan retorika populis adalah kombinasi yang tepat untuk menyentuh hati rakyat. Apalagi program populis seperti MBG dan Kopdes Merah Putih melibatkan orang dalam jumlah yang banyak dengan jejaring hingga ke pelosok negeri, yang sangat potensial dijadikan infrastruktur politik ke depannya.
    Jika hanya Gerindra yang memperoleh
    coatail effect
    terbesar Prabowo, lalu bagaimana nasib elektoral partai-partai koalisinya? Di sinilah kompetisi politik sesungguhnya akan terjadi: kompetisi internal antarpartai politik dalam koalisi.
    Tanpa mendahului nasib politik, Pemilu 2029 tentu menguntungkan petahana. Dalam sejarah pemilihan presiden langsung pascareformasi, presiden selalu menjabat dua periode atau 10 tahun kepemimpinan.
    Karena itu, selain memperebutkan posisi cawapres-nya Prabowo, kompetisi politik sesungguhnya terjadi antarpartai politik, terutama di antara partai politik koalisi pemerintah.
    Dengan kata lain, dukungan dalam Pilpres boleh sama, tapi urusan pemilihan legislatif (pileg) masing-masing partai politik saling berebut suara pemilih.
    Masing-masing partai politik tentu tidak menghendaki penurunan perolehan suara, yang otomatis berdampak pada penurunan perolehan kursi di parlemen.
    Kerja elektoral adalah kerja kesunyian masing-masing partai dan caleg. Dengan naiknya elektabilitas Gerindra dalam survei tersebut berarti alarm bagi partai-partai koalisi pemerintah.
    Ada dua kemungkinan respons partai: semakin mengasosiasikan dengan Prabowo agar kebagian
    coatail effect. 
    Atau sedikit mengambil jarak, tapi masih dalam radar pendukung pemerintah, demi fokus persiapan menghadapi pemilu.
    Dua kemungkinan respons tersebut akan diuji dalam agenda politik terdekat, yaitu terkait Revisi UU Pemilu yang notabene merupakan aturan main kompetisi.
    Elektabilitas Gerindra boleh tinggi –sebagaimana dipotret dalam hasil survei Indikator Politik Indonesia di atas– dalam sistem proporsional tertutup (memilih partai saja).
    Namun, dalam sistem proporsional terbuka hari ini (memilih caleg dan atau partai) apakah elektabilitas Gerindra bakal tetap tinggi?
    Bagaimana pun juga, sistem pemilu menjadi salah satu penentu kemenangan suatu partai politik.
    Karena itu, Revisi UU Pemilu yang rencana akan dibahas di DPR RI pada 2026 mendatang, menjadi arena kompetisi antarpartai politik, termasuk kompetisi internal koalisi pemerintah. Di sini lah kompetisi awal itu akan berlangsung, sebelum menghadapi pemilu mendatang.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Apakah “Isi Tas” Lebih Penting dari Kapasitas?

    Apakah “Isi Tas” Lebih Penting dari Kapasitas?

    Apakah “Isi Tas” Lebih Penting dari Kapasitas?
    Doktor komunikasi politik & Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama.

    Percuma juga punya elektabilitas tinggi, tapi enggak punya isi tas. Loh iya dong, masa isi tas enggak punya? Kalau saya kan enggak bawa tas. Yang bawa Bendum semua
    ” – Kaesang Pangarep.
    PERNYATAAN
    “mengagetkan” ini datang dari anak muda yang pada 31 Desember 2025 nanti, berusia 31 tahun. Ketua umum termuda dari semua ketua umum partai politik yang ada.
    Putra bungsu Presiden RI ke-7 Joko Widodo itu memang dikenal suka “ceplas-ceplos” dan menjadi tipe anak muda seusianya.
    Terlahir dari ayah yang menjadi pejabat, sejak Wali Kota Solo, Gubernur DKI Jakarta bahkan menjabat presiden hingga dua periode tentu meninggalkan privilege yang “luar biasa” untuk sanak keluarga. Kaeasang tumbuh dengan segala fasilitas yang melimpah.
    Justru pernyataan Kaesang – pemilik usaha Sang Pisang, Mangkokku dan Yang Ayam yang kini sebagian telah meredup – menjadi pemantik kesadaran politik akan pentingnya “isi tas” atau elektabilitas semata.
    Jelang Pemilu Legeslatif 2029 mendatang, semua partai politik sibuk menggelar konsolidasi untuk memperkuat jaringan dan pijakan di semua daerah.
    Sementara (calon) partai politik baru sibuk mencari kader baru agar bisa memenuhi kuota minimal kepengurusan di daerah-daerah.
    Pernyataan “isi tas” menjadi pengingat akan “mahalnya” biaya politik saat ini. Bayangkan berapa biaya yang dikeluarkan seorang calon anggota legeslatif yang berlaga di tingkat kabupaten atau kota?
    Berapa besar dana yang dihabiskan calon anggota legeslatif agar bisa “terpilih” di DPRD Provinsi? Berapa pula biaya yang diludeskan Caleg untuk bisa melenggang ke Senayan – kawasan Kantor Parlemen di Jakarta?
    Tidak ada rata-rata suara yang pasti karena jumlah suara yang dibutuhkan untuk menjadi anggota DPRD kabupaten sangat bervariasi, tergantung pada jumlah kursi yang tersedia di daerah pemilihan atau Dapil tersebut, jumlah suara sah di Dapil, dan perolehan suara partai politik.
    Anggota DPRD kabupaten terpilih adalah calon yang mendapatkan suara terbanyak di dapilnya, tapi ada faktor-faktor lain yang memengaruhi.
    Semakin banyak kursi yang tersedia, semakin sedikit suara yang dibutuhkan. Total suara sah di setiap dapil akan menentukan alokasi kursi partai.
    Belum lagi, setiap partai harus memenuhi ambang batas perolehan suara atau ambang batas parlemen agar berhak mengkonversi suara menjadi kursi. Saat ini, ambang batas tersebut 4 persen suara sah secara nasional untuk bisa masuk DPR RI.
    Untuk DPRD kabupaten, sistem pembagian kursi dan perolehan suara dapat berbeda-beda. Kerap terjadi, ada partai politik yang tidak memiliki wakil di Senayan, tetapi memiliki anggota Dewan di daerah kabupaten atau provinsi.
    Partai Persatuan Pembangunan (PPP) walau absen di Senayan, misalnya, tetapi memiliki enam wakil di DPRD Jawa Barat serta dua wakil di DPRD Kota Depok, Jawa Barat.
    Pun demikian dengan Partai Solidaritas Indonesia (PSI), walau tidak lolos ke Senayan, tetapi memiliki 180 anggota Dewan di sejumlah DPRD. Jumlah ini meningkat dibandingan hasil Pemilu 2019 yang berjumlah 72 anggota Dewan.
    Wakil Ketua DPR RI periode 2009-2014 yang kini menjabat Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung pernah menghitung kalau rata-rata biaya kampanye Caleg DPR – RI naik 1,5 kali lipat. Dari Rp 3,3 miliar pada Pemilu 2009 menjadi Rp 4,5 miliar pada Pemilu 2014.
    Untuk paham dengan biaya terkiwari yang dikeluarkan Caleg DPR-RI, ada baiknya mengutip pengalaman Caleg DPR – RI yang gagal melaju ke Senayan.
    Masinton Pasaribu mengaku menghabiskan Rp 10 miliar untuk bertarung di Dapil “neraka” Jakarta II meliputi Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, dan Luar Negeri.
    Uang sebanyak itu dihabiskan Masinton untuk pembiayaan baliho, merchandise kampanye, stiker serta mobilisasi personel. Masinton hanya meraup 50.992 suara.
    Sementara Caleg yang melenggang ke Senayan di kisaran 60.623 suara (Once Mekel dari PDIP) hingga Hidayat Nurwahid dari PKS dengan 227.974 suara.
    Masih menurut Bupati Tapanuli Tenggah di Sumatera Utara tersebut, ada pesaingnya dari kalangan pesohor di Dapil lain yang sampai menghabiskan Rp 30 miliar untuk bisa merebut suara sebanyak-banyaknya agar lolos ke Senayan di Pemilu 2019.
    Bayangkan jika itu terjadi di Pemilu 2024 lalu atau bahkan di Pemilu 2029 mendatang (
    Rri.co.id
    , 03 September 2023).
    Pernyataan Kaesang tentang pentingnya “isi tas” tidak saja membuka perdebatan klasik tentang
    political cost,
    tetapi juga menggugat masih adakah fatsun demokrasi dipahami dengan benar oleh kalangan politisi muda seperti Kaesang?
    Bukankah Generasi Emas mendatang akan berlimpah dengan bonus demografi, yakni mayoritas kalangan muda di populasi penduduk?
    Jika “sekelas” ketua umum partai berlogo gajah saja sudah “gagal paham”, maka prospek perbaikan kualitas demokrasi ke depannya menjadi tanda tanya besar.
    Fatsun demokrasi adalah tata krama atau etika yang harus dipatuhi dalam sistem demokrasi, meskipun tidak tertulis.
    Hal ini mencakup perilaku dan aturan tidak formal yang menunjang jalannya demokrasi, seperti kebebasan berekspresi yang bertanggung jawab, menghormati kedaulatan rakyat, serta berpartisipasi dalam politik secara konstruktif.
    Dalam etika berpolitik, ada aturan tidak tertulis tentang bagaimana seharusnya tokoh politik dan masyarakat berperilaku dalam ranah politik agar tidak merusak tatanan demokrasi.
    Praktik menghalalkan segala cara agar “menang” dengan menumpahkan “isi tas” sebanyak-banyaknya, tidak saja membawa kualitas demokrasi semakin terpuruk, tetapi juga membiasakan era “jahiliyah” di peradaban modern.
    Partai politik memiliki elektabilitas jika memiliki daya pilih yang sesuai dengan kriteria keterampilan dan popularitas.
    Dalam negara demokrasi, partai politik harus berupaya meningkatkan elektabilitas untuk dapat memenangkan pemilihan umum. Elektabilitas adalah tingkat keterpilihan yang disesuaikan dengan kriteria pilihan.
    Agar suatu partai politik atau calon anggota legislatif bisa memiliki elektabilitas tinggi, maka harus melakukan kerja nyata di lapangan agar dikenal baik oleh masyarakat.
    Kinerja baik, yang tidak hanya turun ke daerah saat kampanye, begitu diingat warga. Belum lagi, partai atau caleg dikenal publik karena aktif memperjuangkan aspirasi rakyat.
    Tidak cukup hanya membagi-bagikan kaos dan senyum manis yang dipaksakan. Jejak-jejak positif dari partai dan Caleg selalu masuk dalam memori warga.
    Elektabilitas partai politik memiliki makna tentang tingkat keterpilihan partai politik di publik. Saat elektabilitas partai tinggi, berarti partai tersebut memiliki daya pilih yang tinggi.
    Untuk meningkatkan elektabilitas, maka objek elektabilitas harus memenuhi kriteria keterpilihan dan juga populer.
    Partai politik memiliki elektabilitas jika memiliki daya pilih yang sesuai dengan kriteria keterampilan dan popularitas. Di negara yang menganut paham demokrasi, setiap partai politik harus berupaya meningkatkan elektabilitas untuk dapat memenangkan pemilihan umum.
    “Isi tas” tidak seharusnya menjadi penentu kemenangan. Jika “isi tas” dipakai untuk praktik politik uang atau
    money politic,
    maka dapat merusak kualitas demokrasi. Tidak selalu “isi tas” bisa menjadi faktor penentu.
    Harus diingat, politik uang adalah upaya untuk memengaruhi pemilih dengan imbalan uang, barang, atau janji, dan merupakan pelanggaran hukum yang bisa dikenai sanksi pidana penjara serta denda.
    Kemenangan yang sah harus didasarkan pada visi, misi, dan program yang jelas, bukan karena iming-iming “isi tas”.
    Politik uang atau “membeli suara” adalah tindakan yang melanggar hukum dan jelas dilarang oleh undang-undang, seperti Undang-Undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017.
    Pemilih yang terpengaruh politik uang cenderung tidak memilih berdasarkan pertimbangan rasional seperti integritas dan program kandidat, melainkan karena imbalan yang didapat.
    Cara-cara seperti ini hanya menghasilkan pemimpin yang tidak berorientasi pada kepentingan rakyat. Calon yang terpilih pasti akan berupaya mengembalikan biaya yang telah dikeluarkannya.
    Jika “isi tas” dianggap satu-satunya menjadi penentu kemenangan di kontestasi politik – dengan mengenyampingkan kerja-kerja politik yang terencana dan terukur untuk mendongkrak faktor elektabilitas – maka bisa jadi kandidat yang memiliki modal finansial lebih besar akan lebih mungkin menang.
    Pendidikan politik terbaik adalah saat kita menolak uang suap untuk memilih pemimpin yang tidak jujur, penuh pencitraan yang palsu, dan membiarkan keluarga, kerabat serta kroni-kroninya berbuat korup.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.