Topik: Pelanggaran HAM

  • Profil Elza Syarief yang Kritis di ICCU dan Kasus Besar yang Pernah Ditangani

    Profil Elza Syarief yang Kritis di ICCU dan Kasus Besar yang Pernah Ditangani

    Jakarta, Beritasatu.com – Elza Syarief adalah salah satu advokat senior di Indonesia yang dikenal karena keterlibatannya dalam sejumlah kasus besar dan kontroversial. 

    Elza Syarief yang kini dirawat di ICCU akibat serangan jantung di Rumah Sakit Siloam, Kebon Jeruk, Jakarta Barat, pernah menangani kasus tukar guling Bulog-Goro hingga korupsi mantan Bendahara umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin.

    Lahir pada 24 Juli 1957 di Jakarta, Elza Syarief meraih gelar Sarjana Hukum dari Universitas Jayabaya pada 1987. Ia melanjutkan pendidikan ke jenjang magister dan doktor di bidang hukum bisnis di Universitas Padjadjaran (Unpad). Kedua gelarnya diperoleh dengan predikat cum laude. Ia dikenal sebagai sosok yang tekun dan berdedikasi dalam memperdalam ilmu hukum.

    Disarikan dari berbagai sumber, Minggu (15/12/2024), Elza memulai karier di bidang hukum dengan bergabung pada Ikatan Warga Satya, komunitas mantan anggota CPM dan POM AD. Ia juga sempat bekerja di firma hukum milik OC Kaligis, salah satu pengacara terkenal di Indonesia, sebelum mendirikan firma hukumnya sendiri, Elza Syarief & Partners, pada 1991.

    Elza dikenal sebagai advokat yang memiliki kepribadian simpatik, tenang, dan sabar. Keahlian serta dedikasinya membuatnya dipercaya menangani banyak kasus besar, baik di tingkat nasional maupun internasional.

    Kasus-kasus besar yang ditangani Elza Syarief: 
    1. Kasus tukar guling Bulog-Goro
    Salah satu momen yang melambungkan nama Elza Syarief adalah keterlibatannya sebagai kuasa hukum Tommy Soeharto dalam kasus tukar guling antara Bulog dan Goro. Berkat kemampuannya, Tommy berhasil bebas dari jerat hukum.

    2. Kasus korupsi Nazaruddin
    Elza juga terlibat dalam pembelaan terhadap Nazaruddin dalam kasus korupsi wisma atlet dan sejumlah kasus lainnya.

    3. Kasus selebriti
    Elza juga kerap menangani berbagai kasus selebriti, seperti perceraian Maia Estianty dengan Ahmad Dhani, sengketa hukum antara Cinta Laura dan MD Entertainment, perceraian Kristina dengan Al Amin Nasution, masalah hukum yang melibatkan Tamara Bleszynski, Nikita Willy, Jessica Iskandar, dan banyak lainnya.

    4. Kasus politik dan HAM
    Elza menjadi kuasa hukum untuk sejumlah jenderal yang dituduh melakukan pelanggaran HAM. Ia juga tergabung dalam Tim Merah Putih, tim hukum yang menggugat hasil Pilpres 2014 ke Mahkamah Konstitusi (MK).

    Kiprah di dunia pendidikan dan politik
    Selain sebagai advokat, Elza Syarief juga aktif sebagai akademisi. Ia mengajar di berbagai perguruan tinggi, seperti Universitas Jayabaya, Universitas Tarumanagara, dan Universitas 17 Agustus. Elza juga dikenal sebagai politisi karenapernah menjadi anggota Partai Hanura, Gerindra, dan Partai Berkarya. Di sejumlah parpol itu Elza menjabat posisi strategis, seperti ketua perempuan dan ketua Mahkamah Partai.

    Pengakuan internasional
    Elza Syarief juga sering menjadi pembicara dalam konferensi internasional dan telah menerima penghargaan dari berbagai universitas dunia, seperti Harvard University, University of Cambridge, dan Oxford University. Ia juga pernah diundang sebagai duta perdamaian oleh Heavenly Culture, World Peace, Restoration of Light (HWPL)), organisasi perdamaian internasional yang bertujuan mewujudkan perdamaian dunia dan mengakhiri perang.

    Rekan sesama pengacara, Farhat Abbas mengatakan Elza Syarief memang memiliki riwayat penyakit jantung. Hanya saja kondisi itu semakin diperburuk oleh upaya pengembalian dana senilai Rp 55 miliar oleh kelompok UMKM yang dimotori Andi Muhammad Rifaldy. Farhat Abbas mengeklaim upaya tersebut merupakan bentuk teror atau rongrongan terhadap Elza Syarief hingga akhirnya membuat pengacara tersebut mengalami serangan jantung.

  • Mahfud MD dan Tantangannya pada Komnas HAM

    Mahfud MD dan Tantangannya pada Komnas HAM

    JAKARTA – Segala tuntutan pengusutan kasus pelanggaran HAM di Indonesia, khususnya di masa lalu, harus segera diselesaikan agar tidak ada lagi pihak yang memanfaatkan sebagai komoditas politik. Hal ini disampaikan Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD setelah dirinya menerima kunjungan dari utusan parlemen Selandia Baru.

    Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini mengatakan, saat melakukan pertemuan, dia memberikan penjelasan pada utusan parlemen Selandia Baru terkait pelanggaran HAM di Indonesia. Mahfud bilang, kasus pelanggaran hak asasi ini terbagi tiga yaitu, pelanggaran masa lalu, masa kini, dan masa depan.

    “(Pelanggaran) yang masa lalu sebenarnya selalu menjadi komoditas politik yang harus diselesaikan. Salah satu cara penyelesaiannya adalah non-yudisial,” kata Mahfud kepada wartawan di Kantor Kemenkopolhukam, Jalan Medan Merdeka Barat, Selasa, 19 November.

    Cara non-yudisial seperti apa, Mahfud memang tak menjelaskan. Tapi, cara ini diambil karena menurutnya korban, pelaku, dan barang buktinya kini sudah tak ada lagi.

    Untuk membuktikan komitmennya melakukan penyelesaian kasus HAM, Mahfud kemudian menantang Komisi Nasional (Komnas) HAM untuk memberikan bukti terkait pelanggaran hak asasi di masa lalu. Termasuk pelanggaran HAM berat yang terjadi saat peristiwa tahun 1956.

    Menurutnya, selama ini Komnas HAM justru kerap tarik ulur dengan Kejaksaan Agung. Hal ini dinilai Mahfud, karena tiap Komnas HAM menyerahkan bukti pada Kejaksaan Agung dan bukti itu dikembalikan karena kurang lengkap, alih-alih melengkapi bukti pelanggaran, mereka tak memperbaikinya.

    “Jaksa Agung mengembalikan, ‘nih anda perbaiki’, lalu bukan perbaikan yang diberikan, tapi tanggapan. Sampai berkali-kali itu. Nah kita clear-kan saja itu,” ungkapnya.

    Sehingga, Mahfud meminta agar Komnas HAM bisa menunjukkan bukti yang kuat untuk mengusut tuntas kasus pelanggaran HAM berat masa lalu.

    Bahkan, dia mengatakan, jika bukti dan data yang disampaikan sudah kuat maka bukan tak mungkin dirinya sendiri yang membawa ke pengadilan untuk penyelesaian kasus tersebut.

    “Saya kira Komnas HAM cukup dewasa untuk tahu. Kalau memang bisa, ayo, saya yang bawa ke pengadilan,” tegas dia.

    Sedangkan di Papua, Mahfud meminta agar pihak lain tak selalu mengaitkan tindakan represif yang ada di sana sebagai salah satu pelanggaran HAM. Sebab, yang terjadi bukan selalu soal pelanggaran hak asasi tapi penegakan hukum di wilayah Indonesia.

    Apalagi, penegakan hukum ini dirasa perlu mengingat ketika kerusuhan terjadi, peristiwa ini kerap ditunggangi oleh pihak separatis. “Kita punya UU juga keamanan dan ketertiban yang menjamin memberi hak kepada negara untuk melakukan langkah-langkah keamanan. Jadi bukan pelanggaran HAM,” ungkap dia.

    “Nah, yang saya katakan pelanggaran HAM di Papua itu terjadi secara horizontal. Kelompok dengan kelompok lainnya di tingkat rakyat sendiri, itu tidak bisa dibantah,” imbuhnya.

    Terkait pelanggaran hak asasi secara horizontal, Mahfud mengatakan hal itu sedang diupayakan oleh pemerintah agar bisa segera diselesaikan dan prosesnya masih berlangsung hingga saat ini.

    Mahfud, yang dilantik sebagai Menkopolhukam pada 20 Oktober 2019 ini, mengatakan dirinya mendapat mandat untuk segera menyelesaikan kasus pelanggaran HAM di Indonesia khususnya pelanggaran berat masa lalu. Kata dia, mandat ini disampaikan langsung oleh Presiden Joko Widodo di Istana Negara usai pelantikan para menteri.

    Sebagai tindak lanjut, Mahfud bahkan mengatakan dia bakal menghidupkan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) untuk menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran hak asasi. Gagasan ini juga sudah disampaikan pada Presiden Joko Widodo.

    Komisi ini bukan barang baru sebenarnya. Karena sebelumnya, KKR pernah diundangkan dalam UU 27/2004. Namun di tahun 2006, perundangan ini dibatalkan oleh Ketua Mahkamah Konstitusi saat itu, Jimly Asshidiqie. Pembatalan ini disebabkan undang-undang ini dianggap tak memiliki konsistensi sehingga bisa menimbulkan ketidakpastian hukum.

  • Komisi XIII DPR RI Siap Dukung Pemerintah Bentuk RUU KKR Baru Terkait HAM

    Komisi XIII DPR RI Siap Dukung Pemerintah Bentuk RUU KKR Baru Terkait HAM

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi XIII DPR RI mendukung penuh dan menyambut baik langkah pemerintah untuk menyusun kembali Rancangan Undang-Undang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (RUU KKR). 

    Ketua Komisi XIII DPR RI Willy Aditya menerangkan penyusunan ini dilakukan guna menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi pada masa lalu. 

    Dengan demikian, Willy memandang bahwa langkah penyusunan ini menunjukkan komitmen yang bermakna dari pemerintahan Presiden Prabowo Subianto terhadap Hak Asasi Manusia (HAM).

    “Kalau kita susuri ke belakang UU KKR yang dibatalkan MK, kita bisa melihat situasi dialog yang kurang lancar. Ada persoalan amnesti terhadap pelaku yang menjadi ganjalan besar dialog saat itu. Kita harap ke depan, dialognya makin intensif dan bermakna. DPR tentu siap kolaborasi” katanya saat dikonfirmasi Bisnis, pada Rabu (11/12/2024).

    Lebih lanjut, legislator dari Fraksi NasDem ini menyebut untuk mengagendakan UU KKR, bisa mencontoh saat DPR berkolaborasi dengan pemerintah untuk membentuk UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) pada 2021-2022. 

    Dengan cara demikian, tambahnya, publik dapat sekaligus berpartisipasi secara luas seirama dengan partisipasi pemerintah dan DPR juga.

    “Prinsipnya kita perlu berdialog, semuanya perlu terlibat. Negeri ini dibangun dengan dialog tanpa menang-menangan, tapi mencari kesepakatan-kesepakatan. Ini yang perlu kita lakukan untuk UU KKR ke depan,” ungkapnya. 

    Lebih jauh, Willy menyoroti bahwa penyelesaian pelanggaran HAM berat di masa lalu adalah hal penting bagi Indonesia agar dapat tegak dalam memandang tantangan masa depan.

    Dia juga menyatakan peristiwa-peristiwa kelam masa lalu adalah pelajaran penting bagi Indonesia di masa depan.

    “Penyelesaian diluar mekanisme peradilan sudah banyak membuktikan keberhasilannya menyelesaikan masalah. Kita berharap penyelesaian pelanggaran HAM berat yang terjadi di masa lalu, akan juga dapat menjadi pelontar Indonesia dalam penghargaan terhadap hak asasi manusia yang lebih hebat,” pungkasnya.

    Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra mengatakan Pemerintah di bawah Presiden RI Prabowo Subianto berkomitmen membahas RUU KKR baru terkait HAM.

    Upaya itu, kata Yusril, untuk meneruskan kebijakan sebelumnya yang sudah dimulai pada pemerintahan Presiden RI ke-7 Joko Widodo (Jokowi).

    “Kemudian juga sudah ditindaklanjuti sebagian, dan masih akan terus dilanjutkan oleh Pemerintah yang baru sekarang ini. Dalam pada itu memang sudah ada draf atau konsep tentang Rencana Undang-Undang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi yang mudah-mudahan mengadopsi prinsip-prinsip universal tentang KKR ini yang dipelajari dari banyak negara,” kata Yusril saat menghadiri peringatan Hari HAM Sedunia di Kantor Komnas HAM RI, Jakarta, Selasa (10/12), seperti dikutip dari Antara.

    Sementara itu, Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan keberlakuan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2004 tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi melalui Putusan Nomor 006/PUU-IV/2006. MK menyatakan undang-undang tersebut bertentangan dengan UUD Tahun 1945, sehingga tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

  • Pemerintah susun kembali UU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi

    Pemerintah susun kembali UU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi

    Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra menyampaikan pidato pada puncak peringatan Hari HAM Sedunia Ke-76 di Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta, Selasa (10/12/2024) malam. (ANTARA/Fath Putra Mulya)

    Menko: Pemerintah susun kembali UU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi
    Dalam Negeri   
    Editor: Calista Aziza   
    Rabu, 11 Desember 2024 – 06:55 WIB

    Elshinta.com – Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra mengatakan bahwa Pemerintah Indonesia akan menyusun kembali Undang-Undang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi dalam rangka menghadirkan dasar hukum penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat masa lalu.

    Yusril menyampaikan pernyataan itu dalam momentum puncak peringatan Hari HAM Sedunia Ke-76 yang diselenggarakan Kementerian HAM di Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta, Selasa (10/12) malam.

    “Pemerintahan baru, di bawah pimpinan Presiden Prabowo Subianto, akan meneruskan upaya untuk menyusun kembali Undang-Undang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi sebagai dasar hukum untuk menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi di masa yang lalu, tanpa mengenal batas waktu surut ke belakang,” kata dia.

    Menurut Yusril, undang-undang yang telah dicabut oleh Mahkamah Konstitusi itu lahir dari hasil pembelajaran dari pengalaman Afrika Selatan. Yusril bercerita, ia dengan sejumlah tokoh HAM dan pejabat Kementerian Hukum dan HAM ketika itu datang ke Afrika Selatan untuk mempelajari pengalaman negara itu menyelesaikan kasus HAM.

    “Dengan diilhami pengalaman-pengalaman Afrika Selatan, kita berhasil membentuk Undang-Undang tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi itu. Walaupun dalam perjalanan belakangan, seluruh undang-undang itu dibatalkan oleh MK,” kata dia.

    Akibat pembatalan itu, imbuh Yusril, cukup banyak kasus pelanggaran HAM berat masa lalu yang tidak dapat diselesaikan. Hingga kemudian Presiden Ketujuh RI Joko Widodo meneken peraturan terkait penyelesaian non-yudisial pelanggaran HAM berat masa lalu.

    Terlepas dari itu, Menko menegaskan bahwa pemerintahan baru berkomitmen menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat. Dia pun mengajak semua pihak untuk menyelesaikan persoalan HAM di masa lalu sambil menatap masa depan.

    “Semoga peringatan malam ini menggugah kesadaran kita bersama akan pentingnya persoalan-persoalan HAM yang menjadi agenda Pemerintah baru sekarang untuk kita majukan di masa depan,” katanya.

    Diketahui bahwa MK membatalkan keberlakuan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2004 tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi melalui Putusan Nomor 006/PUU-IV/2006. MK menyatakan undang-undang tersebut bertentangan dengan UUD Tahun 1945 sehingga tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

    MK, dalam pertimbangannya, menilai bahwa rumusan norma maupun kemungkinan pelaksanaan norma yang ada di dalam UU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi tidak memiliki kepastian hukum untuk mencapai tujuan rekonsiliasi yang diharapkan.

    Putusan MK itu dibacakan dalam sidang pleno Kamis, 7 Desember 2006 yang dipimpin Ketua MK ketika itu Jimly Asshiddiqie. Sementara itu, Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna (sekarang Ketua Majelis Kehormatan MK) mempunyai pendapat berbeda (dissenting opinion).

    Menurut Palguna, permohonan uji materi yang diajukan oleh Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (KontraS), Solidaritas Nusa Bangsa (SNB), Inisiatif Masyarakat Partisipatif untuk Transisi Berkeadilan (Imparsial), Lembaga Penelitian Korban Peristiwa 65 (LPKP 65), dan Lembaga Perjuangan Rehabilitasi Korban Rezim ORBA (LPR-KROB) itu seharusnya tidak dapat diterima.

    Sumber : Antara

  • Siapa Muhammad al-Julani, Penguasa Baru Suriah?

    Siapa Muhammad al-Julani, Penguasa Baru Suriah?

    Jakarta

    Hingga beberapa pekan lalu, Abu Muhammad al-Julani tidak banyak dikenal oleh dunia internasional.

    Anonimitas itu sirna, ketika akhir pekan silam dia menumbangkan kekuasan Bashar al-Assad di Damaskus. Hanya dalam beberapa hari, kelompok milisi pimpinannya Hay’at Tahrir al-Sham bersama kelompok pemberontak lain, menggalang penaklukan kota-kota besar di Suriah : Aleppo, Hama dan akhirnya ibu kota.

    Al-Julani bersujud ketika tiba di gerbang Kota Damaskus, pada hari Minggu (8/12), dan mengumumkan berakhirnya kekuasaan dinasti Assad dalam sebuah pidato di Masjid Umayyah di pusat kota.

    Jatuhnya Damaskus meniupkan harapan berakhirnya perang saudara di Suriah, yang berkecamuk selama 13 tahun setelah meletusnya Musim Semi Arab pada tahun 2011 lalu.

    Radikalisasi dalam oposisi

    Selama beberapa tahun-tahun terakhir al-Julani beroperasi secara rahasia. Namun belakangan dia mulai jarang mengenakan sorban, dan sebaliknya lebih sering tampil dalam busana militer profesional dengan mengemban nama asli, Ahmed al-Sharaa.

    Usai penaklukan Damaskus, dia rajin memberikan wawancara dengan media internasional.

    Al-Julani atau al-Sharaa lahir di Arab Saudi pada awal tahun 1980-an. Ayahnya bekerja di sana sebagai insinyur hingga tahun 1989, menurut media Inggris BBC. Pada tahun yang sama, keluarganya pindah ke Masseh, sebuah distrik kaya di Damaskus.

    Usai serangan teroris 11 September 2001, al-Julani mulai terpikat pada propaganda organisasi teror Al-Qaeda. Pada tahun 2003 dia pergi ke Irak dan bergabung dengan Al-Qaeda, sebelum kemudian dijebloskan ke dalam penjara selama lima tahun.

    Meninggalkan ideologi khilafah

    Dia kembali ke kampung halaman pada tahun 2011 dan memimpin Front Al-Nusra, sayap militer Al-Qaeda di Suriah. Namun sejak itu, al-Julani mulai mengemban misi-misi nasionalis, dan menjauh dari mandat kekhilafahan global yang digariskan al-Qaeda.

    Pada bulan Mei 2015, al-Julani menegaskan bahwa, tidak seperti ISIS, pihaknya tidak merencanakan serangan apa pun terhadap Barat dan hanya fokus membebaskan Suriah. Dia juga menyatakan jika Assad dikalahkan, tidak akan ada serangan balas dendam terhadap minoritas Alawi, yang merupakan keluarga Assad.

    Ketika memutus aliansi dengan al-Qaeda, dia mengatakan niatnya agar Barat tidak punya alasan untuk menyerang organisasinya.

    Pada bulan Januari 2017, al-Julani memaksa kelompok Islam saingan di barat laut Suriah untuk bersatu dengan HTS. Alhasil, HTS menguasai sebagian besar provinsi Idlib. Di wilayah-wilayah yang dikuasainya, HTS mendirikan pemerintahan sipil dan mendirikan semacam negara.

    Pada saat yang sama, HTS dituduh oleh warga sipil Suriah dan organisasi hak asasi manusia melakukan tindakan brutal terhadap pembangkang. PBB mengklasifikasikan temuan pelanggaran HAM sebagai indikasi kejahatan perang.

    Meskipun telah memunggungi al-Qaeda, HTS terus ditetapkan sebagai organisasi teroris Islam oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa, Amerika Serikat, Inggris, dan sejumlah negara lain.

    Apa rencana al-Julani?

    Selambatnya kini, dunia internasional akan memantau catatan HAM penguasa baru Suriah. “Fakta bahwa sejauh ini tidak ada kekerasan terhadap kelompok minoritas merupakan pertanda harapan,” kata pakar Suriah James Dorsey dari Middle East Institute di Washington kepada DW.

    Namun, mantan duta besar Jerman di Damaskus, Andreas Reinicke, berkomentar lebih skeptis. “HTS betapapun tetap berakar pada ideologi Islam garis keras serupa Al-Qaeda. Oleh karena itu, masa depan kelompok minoritas Kristen dan Kurdi di Suriah berpotensi terancam,” katanya kepada Kantor Berita Katolik, KNA.

    Untuk memoles citra, Julani di masa lalu pernah mengunjungi kamp-kamp pengungsi dan mengawasi upaya bantuan, misalnya saat gempa bumi tahun 2023. Dia menegaskan kepada penduduk Aleppo bahwa mereka tidak perlu mengkhawatirkan tindak kekerasan.

    Saat ini, sekitar 20.000 umat Kristen masih menghuni Aleppo, dan puluhan ribu lainnya telah mengungsi dalam beberapa tahun terakhir. Al-Julani telah memerintahkan serdadunya untuk menjamin keamanan di wilayah yang baru ditaklukkan.

    “Kebijakan semacam itu menandakan pendekatan politik yang baik,” jelas Aron Lund dari lembaga politik Century International kepada kantor berita AFP. “Semakin sedikit kepanikan yang terjadi di tingkat lokal dan internasional, dan semakin al-Julani tampak sebagai aktor yang bertanggung jawab dibandingkan sebagai ekstremis jihad yang beracun, maka semakin mudah tugasnya,” kata Lund menambahkan.

    Pada saat yang sama, dia memperingatkan, “apakah dia benar-benar tulus? Tentu saja tidak.” Meski menurutnya, pendekatan “ini adalah hal paling cerdas yang dapat Anda katakan dan lakukan saat ini.”

    Menurut BBC, HTS menerapkan strategi “jihad moderat” yang lebih pragmatis dibandingkan ideologi ketat. Pendekatan Julani dapat menunjukkan bahwa gerakan jihadis kaku seperti ISIS dan al-Qaeda mulai kehilangan pengaruhnya karena metode yang dianggap tidak efektif dan tidak berkelanjutan.

    Artikel ini diadaptasi dari DW bahasa Jerman

    (ita/ita)

  • Prabowo Bakal Susun Lagi UU KKR untuk Selesaikan Pelanggaran HAM Berat

    Prabowo Bakal Susun Lagi UU KKR untuk Selesaikan Pelanggaran HAM Berat

    Jakarta

    Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan (Menkokumham-imipas), Yusril Ihza Mahendra, mengungkap pemerintahan Presiden Prabowo Subianto akan melakukan penyusunan kembali rancangan undang-undang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR). Dia mengatakan UU ini akan menjadi dasar penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi di masa yang lalu.

    “Pemerintahan baru, di bawah kepempimpinan Presiden Prabowo Subianto akan meneruskan upaya untuk menyusun kembali Undang-undang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi sebagai dasar hukum untuk menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi di masa yang lalu, tanpa mengenal batas waktu surut ke belakang,” ujar Yusril saat sambutan di acara puncak peringatan hari HAM sedunia Kemenham di TMII, Jakarta Timur, Selasa (10/12/2024).

    Yusril menjelaskan rencana penyusunan UU untuk pembentukan KKR sudah sempat dilakukan. Namun pada perjalanannya, UU tersebut dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

    Dia menerangkan KKR ini merupakan hasil adopsi dari lawatannya saat itu ke Afrika Selatan. Di sana, kata dia, KKR berfungsi untuk menangani kasus-kasus HAM yang tidak dapat lagi direkonstruksi karena para pelaku dan korbannya maupun saksi sudah tidak ada lagi.

    “Maka kita mencoba, untuk menyelesaikan kasus-kasus itu dengan pembentukan sebuah komisi dengan sebuah undang-undang, yang pada waktu itu kita sebut dengan undang-undang tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi. Walaupun dalam perjalanan belakangan, seluruh undang-undang itu dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi,” ujar Yusril.

    Yusril menyebut pembatalan oleh MK ini akhirnya menimbulkan cukup banyak hal-hal yang tidak dapat diselesaikan. Hingga pada akhirnya, di era Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi) mengeluarkan Perpres nomor 72 tahun 2023 tentang penyelesaian Nonyustisial terhadap kasus-kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi di masa yang lalu.

    Dia pun mengakui tantangan yang dihadapi dalam penyelesaian kasus HAM cukup berat. Dia menganggap saat ini juga dibutuhkan langkah-langkah pencegahan terhadap peluang terjadi pelanggaran HAM di Indonesia.

    “Ini merupakan suatu tantangan yang berat, bagi kita semua. Kita harus menyelesaikan banyak persoalan-persoalan HAM yang kita hadapi bersama. Baik terjadi di masa yang lalu, masa sekarang, walaupun kita harus mencegah hal-hal yang seperti itu agar tidak terulang di masa-masa yang akan datang,” pungkasnya.

    (whn/whn)

  • Pimpinan Komisi III DPR Kecam Perusahaan yang Kurung Ibu dan Bayi di Babel: Sangat Tidak Manusiawi – Halaman all

    Pimpinan Komisi III DPR Kecam Perusahaan yang Kurung Ibu dan Bayi di Babel: Sangat Tidak Manusiawi – Halaman all

    Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam 

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni mengecam kasus penyekapan ibu dan bayi di kandang anjing yang diduga milik sebuah perusahaan perkebunan kelapa sawit, di Desa Maras Senang, Kecamatan Bakam, Kabupaten Bangka, Kepulauan Bangka Belitung.

    Dia meminta pihak kepolisian untuk turut menyelidiki keterlibatan perusahaan.

    “Saya harap pihak kepolisian bersama Pemda setempat juga turut menjatuhkan sanksi keras kepada pihak perusahaan. Kejadian ini merupakan kelalaian fatal yang berujung pelanggaran HAM, perusahaan harus mempertanggungjawabkan itu,” kata dia kepada wartawan Selasa (10/12/2024).

    “Masa iya SOP perusahaan ngaco seperti itu, sampai bayi ikut dikurung segala. Sangat tidak manusiawi,” imbuhnya.

    Atas kasus itu, Polres Bangka telah menetapkan dua orang tersangka dalam kasus penyekapan tersebut.

    Kekinian, pihak perusahaan membantah jika karyawannya melakukan aksi penyekapan. 

    Diketahui pengurungan dilakukan akibat suami N yang merupakan supir truk, diduga mencuri BBM jenis solar milik perusahaan.

    Sahroni pun meminta polisi menyelidiki aktivitas manajemen perusahaan. 

    Sebab Sahroni khawatir perlakuan serupa kerap terjadi di perusahaan tersebut.

    “Maka dari itu, polisi juga harus mintai keterangan karyawan dan saksi lainnya untuk memastikan keadaan. Karena kalau oknum manajer sampai tega melakukan seperti itu, patut diduga perlakuan serupa pernah dilakukan juga kepada karyawan lainnya,” ucap politikus Partai NasDem itu.

    Sahroni pun berharap semua pihak yang terlibat dalam kasus ini untuk diproses pidana.

    “Pokoknya semua yang terlibat penyekapan ini harus diproses dan dipidana, bahkan yang sekedar mengetahui. Karena berarti dia membiarkan adanya kejahatan kemanusiaan yang terjadi di perusahaan tersebut,” pungkas Sahroni.

  • Menko Yusril Minta Jangan Ada Dendam soal Pelanggaran HAM Masa Lalu

    Menko Yusril Minta Jangan Ada Dendam soal Pelanggaran HAM Masa Lalu

    Menko Yusril Minta Jangan Ada Dendam soal Pelanggaran HAM Masa Lalu
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan
    Yusril
    Ihza Mahendra meminta semua pihak tak terjebak dalam dendam soal
    pelanggaran HAM masa lalu
    .
    Hal itu disampaikan dalam peringatan Puncak Hari HAM di TMII, Jakarta, Selasa (10/12/2024).
    “Semoga peringatan malam ini menggugah kesadaran kita bersama akan pentingnya persoalan-persoalan HAM yang menjadi agenda pemerintah baru sekarang, untuk kita majukan di masa depan,” ujar Yusril dalam pidatonya.
    “Kita memang jangan terlalu banyak terperangkap oleh masa lalu, kita harus melihat ke depan, kita mencatat peristiwa-peristiwa masa lalu, kita menyelesaikan sejauh mungkin dapat diselesaikan, tapi janganlah kita terlibat dalam dendam dan permusuhan,” sambung dia.
    Ia menyebutkan, pemerintahan Presiden Prabowo Subianto bakal kembali mendorong pembentukan Undang-Undang tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR).
    Tujuannya, agar dapat menjadi dasar hukum penyelesaian pelanggaran HAM berat di masa lalu.
    “Walaupun Undang-Undang KKR dibatalkan tapi pemerintahan baru di bawah Presiden Prabowo Subianto akan meneruskan upaya untuk menyusun kembali undang-undang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi,” ucap dia.
    Tak hanya itu, Yusril juga menekankan bahwa pendekatan HAM menjadi dasar utama pemerintah bekerja saat ini.
    Ia mengungkapkan, Kabinet Indonesia Maju melalui para menterinya selalu bekerja dengan mengedepankan aspek HAM.
    “Karena itulah pemerintahan baru sekarang, dengan Kementerian HAM yang ada dan dengan seluruh kementerian pada seluruh kegiatan kementerian, baik itu di bidang kesehatan, agama, pendidikan, pertanian semua itu berkaitan langsung maupun tidak langsung dengan pemenuhan hak asasi manusia,” imbuh dia.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Menyoal Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi yang Akan Dihidupkan Lagi

    Menyoal Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi yang Akan Dihidupkan Lagi

    JAKARTA – Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD mengatakan dia akan menghidupkan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) untuk menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat, khususnya di masa lalu.

    Komisi yang diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 27 tahun 2004 ini sebenarnya bukan barang baru. Sebab pada 2006 lalu, Mahkamah Konstitusi (MK) telah membatalkan perundangan tersebut. Saat itu di tangan Ketua MK Jimly Asshidiqie, UU KKR ini dibatalkan karena dianggap tak memiliki konsistensi sehingga dapat menimbulkan ketidakpastian hukum.

    “Iya, dulu kan kita punya undang-undang KKR ya tapi dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi dengan catatan harus segera diperbaiki,” kata Mahfud di Kantor Kemenkopolhukam, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis, 14 November.

    Setelah pembatalan tersebut diputuskan, sejumlah Menkopolhukam sebelum dirinya, disebut telah berupaya memperbaiki hal yang kurang dari komisi tersebut. Hanya saja, ada beberapa pandangan berbeda sehingga wacana penghidupan kembali KKR ini justru menguap.

    Lebih lanjut mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) mengatakan, komisi ini sedang dikoordinasikan lebih jauh supaya bisa segera menyelesaikan masalah HAM masa lalu. “Sekarang kita koordinasikan lagi,” tegasnya.

    Mahfud tampak bersungguh-sungguh untuk penyelesaian kasus HAM berat ini. Sebab, dia telah menyarankan Presiden Joko Widodo untuk membentuk kembali komisi tersebut. Hal ini disampaikan oleh Juru Bicara Kepresidenan Fadjroel Rachman.

    “Dari perbincangan dengan usulan dari Menkopolhukam, Pak Mahfud MD, sebenarnya beliau menyarankan lagi untuk dibentuknya komisi kebenaran dan rekonsiliasi,” kata Fadjroel di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Rabu, 13 November.

    Presiden Jokowi juga tampak mendengarkan saran dari Mahfud. Menurut Fadjroel, jika kasus pelanggaran HAM berat khususnya di masa lalu bisa diungkap, maka pemerintah bisa memberikan hak para korban nantinya.

    “Intinya itu adalah agar kebenaran diungkap, agar para korban diberikan apa yang memang menjadi haknya,” ujar Komisaris Utama PT Adhi Karya Persero itu.

    Terkait wacana penghidupan KKR tersebut, Direktur Kantor Hukum dan HAM Lokataru, Haris Azhar mengatakan penyelesaian kasus HAM berat di Indonesia diukur tak hanya dari dibentuk atau tidaknya komisi tersebut.

    Menurut dia, ada beberapa prinsip yang harus dipenuhi oleh pemerintah yaitu hak atas kebenaran, hak atas keadilan, hak atas pemulihan, jaminan tidak berulangnya kasus HAM, dan kepuasan Korban dan Masyarakat atas semua proses yang dilakukan untuk penuntasannya.

    Sehingga, hal paling mendasar yang harus dilakukan oleh pemerintah dalam upaya penyelesaian kasus tersebut adalah mengakui negara akan bertanggungjawab atas pelanggaran HAM berat terutama di masa lalu.

    “Pengakuan ini bukan hanya lewat statement tapi melalui kebijakan resmi. Kedua, dalam kebijakan resmi tersebut, disusun sejumlah prinsip dasar upaya, cara menyelesaikannya, dan tidak bertentangan dengan sejumlah hak,” kata Haris saat dihubungi VOI lewat pesan singkat.

    Setelah dua hal dasar ini dilakukan, Haris mengatakan barulah pemerintah membuat tim untuk melakukan kerjanya. Ini bisa diisi oleh KKR yang akan dibentuk Mahfud. Tak hanya itu, pegiat hak asasi manusia (HAM) ini juga meminta agar tim ini nantinya terus bekerja sebab penyelesaian kasus pelanggaran HAM tak bisa dengan mudah diselesaikan.

    “Pemerintah hari ini harus memastikan tim di atas dan kebijakannya ada serta berjalan berjalan. Prosesnya bertahap dan panjang tapi jangan juga berdiam diri tidak berbuat apa-apa. Harus proporsional,” tegasnya.

    Haris menilai, jika ingin cepat rampung, sebenarnya pemerintah bisa bekerja dengan beberapa pihak seperti Komnas HAM, LPSK, atau dengan melihat data dari laporan sejumlah tim independen yang sudah ada sebelumnya.

    Selain itu, Haris juga ragu sebenarnya soal kinerja tim ini. Sebab, sejumlah nama yang diduga terlibat dalam kasus pelanggaran HAM berat khususnya di masa lalu juga kini berada di lingkar kekuasaan.

    “Catatan lain adalah soal sejumah nama yang patut diduga bertanggung jawab, seperti Prabowo Subianto, Hendropriyono dan Wiranto, adalah orang-orang yang ada di lingkar kekuasaan,” ungkap dia.

    “Apakah Jokowi berani meminta Komisi atau tim ini untuk bekerja memeriksa nama tersebut? Saya sih ragu ya,” tutupnya.

  • Amnesty International: 579 Orang Jadi Korban Kekerasan Polisi saat Demo Tolak Revisi UU Pilkada – Page 3

    Amnesty International: 579 Orang Jadi Korban Kekerasan Polisi saat Demo Tolak Revisi UU Pilkada – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Amnesty International Indonesia mengungkapkan hasil investigasi yang dilakukan selama tiga bulan atas demonstrasi yang menolak revisi Undang-Undang atau UU Pilkada pada pada 22-29 Agustus 2024.

    Menurut Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid ditemukan adanya kekerasan yang berulang kepada massa demo yang terjadi di 14 wilayah Indonesia. Total, 579 orang warga sipil menjadi korban kekerasan polisi selama aksi unjuk rasa berlangsung.

    “Selama kurun waktu itu, setidaknya 579 orang menjadi korban kekerasan polisi,” kata Usman dalam keterangan tertulis, dikutip Selasa (10/12/2024).

    Rinciannya, 344 orang mengalami penangkapan dan penahanan semena-mena. Lalu, 152 orang luka-luka akibat serangan fisik, termasuk penembakan meriam air, yang 17 orang terpapar gas air mata kimia yang berbahaya.

    Kemudian, 65 orang lainnya tercatat mengalami kekerasan berlapis, meliputi kekerasan fisik dan penahanan inkomunikado dan seorang lagi dilaporkan sempat hilang sementara.

    “Seluruh kekerasan tersebut terjadi saat polisi menghadapi unjuk rasa menolak revisi UU Pilkada,” ungkap Usman.

    Usman menyampaikan temuan ini dipublikasikan menjelang peringatan Hari Hak Asasi Manusia (HAM) 2024. Temuan ini, kata dia menambah daftar panjang catatan kelam kepolisian, lembaga yang seharusnya bertugas mengayomi dan melindungi warga negara dari segala bentuk kekerasan.

    “Bukti kekerasan polisi yang terverifikasi meliputi penangkapan dan penahanan semena-mena, pemukulan dengan tangan dan tendangan kaki, penggunaan gas air mata dan meriam air,” ucap Usman.

    Usman menyebut meski benar ada kericuhan, seperti kerusakan gerbang DPR RI, kekerasan yang dilakukan polisi menunjukkan penggunaan kekuatan yang eksesif, tidak proporsional, dan tidak perlu terhadap sebagian besar unjuk rasa yang berjalan damai.

    “Kekerasan polisi yang berulang adalah lubang hitam pelanggaran HAM. Investigasi kami serta bukti visual berupa video menunjukkan bahwa penggunaan kekuatan yang tidak perlu dan tidak proporsional secara berulang adalah kebijakan kepolisian, bukan tanggung jawab petugas yang bertindak sendiri atau melanggar perintah atasan mereka,” jelas Usman.

    Temuan ini seakan menegaskan gagalnya janji Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) yang menyatakan bakal mengutamakan pendekatan humanis di era kepemimpinannya. Polisi, ujar Usman harusnya melindungi suara-suara kritis masyarakat yang turun ke jalan.