Topik: Pelanggaran HAM

  • Pro-Kontra Revisi KUHAP: Pasal Penyadapan, Penyidikan, hingga Sidang Tak Boleh Diliput

    Pro-Kontra Revisi KUHAP: Pasal Penyadapan, Penyidikan, hingga Sidang Tak Boleh Diliput

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi III DPR akan segera memulai pembahasan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau KUHAP. Revisi ini merupakan pertama kali yang dilakukan setelah 44 tahun. 

    Untuk diketahui, KUHAP merupakan dasar bagi aparat penegak hukum seperti kepolisian, kejaksaan hingga pengadilan untuk melaksanakan wewenangnya. Revisi KUHAP ini juga sejalan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau KUHP baru yang akan mulai berlaku pada 2026 atau tahun depan.

    Komisi III DPR RI segera menggulirkan pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) bersama Pemerintah, usai menerima Surat Presiden (Surpres) terkait pembahasan revisi UU tersebut pada Kamis (20/3).

    Pada Senin (25/3/2025), Komisi III DPR menghadirkan dua pakar hukum ternama Indonesia, yaitu Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia Suara Advokat Indonesia (Peradi SAI) Juniver Girsang Ketua PBHI Julius Ibrani, dan Prof. Romli Atmasasmita, di Gedung DPR, Jakarta Pusat.

    Ketua Komisi III DPR Habiburokhman menargetkan pembahasan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau KUHAP tidak memakan waktu hingga melebihi dua masa sidang. Pihaknya optimistis pembahasan revisi KUHAP itu bisa dibahas tanpa waktu yang lama.

    “Kalau bisa ya jangan lebih dari dua kali masa sidang. Jadi kalau dua kali masa sidang Insyaallah sih siap ya teman-teman ya,” ujarnya di Gedung DPR. 

    Habiburokhman menyebut jumlah pasal yang akan dibahas di dalam KUHAP tidak sampai 300 pasal. Jumlah itu lebih sedikit dari pembahasan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau KUHP, yang disebut mencapai sekitar 700 pasal. 

    Pria yang juga Wakil Ketua Umum Partai Gerindra itu lalu menilai bahwa tidak banyak pihak yang akan mempertentangkan revisi KUHAP tersebut. 

    “Karena konsennya adalah memperkuat hak-hak orang yang bermasalah dengan hukum. Apakah sebagai tersangka, sebagai saksi, sebagai korban, kita perkuat hak-haknya,” tuturnya. 

    Berikut pasal-pasal yang menjadi sorotan dalam revisi KUHAP 

    1. Tidak Boleh Ada Siaran Langsung Persidangan

    Dalam kesempatan itu, Juniver Girsang mengusulkan agar revisi KUHAP dimasukkan pasal soal tidak ada liputan langsung dalam proses persidangan.

    Juniver menyarankan dalam Pasal 253 ayat 3 supaya ada penegasan dari makna publikasi proses persidangan. Menurut dia, harus ada pelarangan liputan langsung dalam persidangan.

    “Ini harus clear, jadi bukan berarti advokatnya setelah dari sidang tidak boleh memberikan keterangan di luar, ini bisa kita baca Ayat 3 ini kan; ‘Setiap orang yang berada di ruang sidang pengadilan dilarang mempublikasikan proses persidangan secara langsung tanpa izin pengadilan’,” tuturnya.

    Menurutnya, usulan ini perlu disetujui karena dia menilai ketika setiap orang yang ada di ruang sidang melakukan liputan langsung, dikhawatirkan dapat mempengaruhi keterangan para saksi.

    “Kenapa ini harus kita setujui? Karena orang dalam persidangan pidana kalau di liputannya langsung, saksi-saksi bisa mendengar, bisa saling mempengaruhi, bisa nyontek, itu kita setuju itu,” ujarnya.

    Akan tetapi, Juniver turut menyebut liputan langsung sebenarnya masih bisa dilakukan apabila telah mendapatkan izin dari hakim pengadilan. 

    “Dilarang mempublikasikan atau liputan langsung, tanpa seizin, bisa saja diizinkan oleh hakim, tentu ada pertimbangannya,” pungkasnya.

    2. Kejaksaan tetap berhak ikut penyidikan tindak pidana korupsi 

    Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman menegaskan bahwa kejaksaan tetap berwenang melakukan penyidikan tindak pidana korupsi (tipikor) dalam Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP).

    “Jadi kejaksaan tetap berwenang melakukan penyidikan tipikor menurut KUHAP yang baru,” kata Habiburokhman saat konferensi pers usai rapat dengar pendapat umum (RDPU) Komisi III DPR RI bersama sejumlah pakar untuk mendengarkan masukan terkait RUU KUHAP di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin.

    Hal itu disampaikannya merespons informasi yang beredar di publik terkait Pasal 6 dalam draf RUU KUHAP yang menyebutkan jaksa tak lagi berwenang melakukan penyidikan di bidang tipikor.

    “Ada yang menyebutkan kejaksaan tidak lagi berwenang melakukan penyidikan di bidang tipikor karena Pasal 6, penjelasannya Pasal 6 itu menyebutkan bahwa yang disebutkan adalah penyidik kejaksaan di bidang pelanggaran HAM berat,” ucapnya.

    Untuk itu, dia meluruskan bahwa kabar yang menyebut jaksa tak lagi memiliki wewenang melakukan penyidikan tipikor dalam RUU KUHAP tidaklah benar.

    “Tidak benar sama sekali bahwa kejaksaan tidak lagi memiliki kewenangan menyidik di tipikor karena naskah yang asli yang sudah kami kirimkan kemarin sudah jelas-jelas, di contoh juga kami sebutkan seperti adalah penyidik kejaksaan di bidang tipikor dan HAM berat,” tuturnya.

    Menurut dia, pengaturan soal kewenangan institusi tidak ikut diatur dalam RUU KUHAP, termasuk kejaksaan.

    “Memang KUHAP ini tidak mengatur soal kewenangan institusi, jadi dia hanya memberi contoh dari apa yang sudah berlaku,” kata dia.

    Komisi III DPR RI RDPU menerima masukan terkait RUU Hukum Acara Pidana dengan Juniver Girsang, Ketua PBHI Julius Ibrani, dan Prof. Romli Atmasasmita, di Gedung DPR, Jakarta Pusat, Senin (24/3/2025)/BISNIS-Annisa Nurul Amara

    3. Kasus penghinaan Presiden 

    Kasus penghinaan terhadap presiden penting untuk dapat diselesaikan melalui mekanisme keadilan restoratif (restorative justice/RJ) dalam Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP).

    “Seluruh fraksi juga sepakat bahwa pasal penghinaan presiden adalah pasal yang paling penting yang harus bisa diselesaikan dengan restorative justice,” kata Habiburokhman. 

    Hal itu disampaikannya di akhir rapat dengar pendapat umum (RDPU) Komisi III DPR RI bersama sejumlah pakar untuk mendengarkan masukan terkait RUU KUHAP.

    Dia menyebut kebijakan keadilan restoratif penting diterapkan dalam pasal penghinaan terhadap presiden sebab pasal tersebut dapat menimbulkan multitafsir atau multiinterpretasi.

    “Faktanya bahwa justru pasal tersebut, pasal penghinaan presiden adalah pasal yang paling penting yang harus bisa diselesaikan dengan restorasi justice karena itu adalah pasal terkait ujaran, orang bicara A, bisa jadi tafsirkan B, C, dan E karena itu cara menyelesaikannya adalah dengan mekanisme dialog restorative justice,” ujarnya.

    Untuk itu, dia mengatakan pihaknya memandang penting diterapkannya keadilan restoratif atas pasal tersebut agar masyarakat tidak mudah dijerat hukuman penjara atas lontarannya yang dianggap menghina presiden.

    4. KPK Tak Ikuti Revisi KUHAP soal Penyadapan 

    Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan bakal tetap merujuk pada Undang-Undang (UU) No.19/2019 terkait dengan wewenang penyadapan kendati draf revisi KUHAP memuat aturan berbeda.

    Untuk diketahui, draf revisi KUHAP yang akan dibahas oleh DPR mengatur sederet kebijakan soal penyadapan yang dapat dilakukan oleh aparat penegak hukum (APH).

    Berdasarkan draf revisi KUHAP yang dilihat Bisnis, wewenang penyadapan oleh penegak hukum diatur dalam pasal 124 hingga 129. Pada pasal 124 ayat (1), KUHAP mengatur bahwa penyidik, penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) atau penyidik tertentu dapat melakukan penyadapan untuk kepentingan penyidikan. 

    Kemudian, pada ayat (2), penyadapan harus dilakukan dengan izin Ketua Pengadilan Negeri (PN). 

    Sementara itu, pada UU No.19/2019 tentang KPK, pasal 12 mengatur bahwa KPK berwenang melakukan penyadapan dalam melaksanakan tugas penyelidikan dan penyidikan. 

    Aturan itu berbeda dengan UU No.19/2019 tentang KPK yang selama ini menjadi rujukan bagi lembaga antirasuah menangani kasus-kasus korupsi. Misalnya, draf revisi KUHAP yang akan dibahas itu salah satunya mengatur penyadapan dilakukan untuk kepentingan penyidikan.

    Sementara itu, UU KPK mengatur bahwa penyadapan dapat dilakukan pada tahap penyelidikan dan penyidikan. 

    Menanggapi perbedaan tersebut, Wakil Ketua KPK Johanis Tanak menjelaskan bahwa KPK merupakan lembaga negara yang dibentuk secara khusus sebagaimana diatur dalam pasal 43 UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). 

    “Dalam melaksanakan tugasnya KPK diberi kewenangan khusus untuk melakukan penyadapan dalam tahap penyelidikan dan penyidikan sebagaimana diatur dalam UU No.19 Tahun 2019,” ujar Johanis kepada wartawan, Senin (24/3/2025).

    Johanis menyebut penyadapan yang diatur dalam KUHAP lebih bersifat umum karena dapat digunakan untuk penanganan kasus pidana lain, di luar pidana korupsi. 

    “Dengan demikian berdasarkan asas ‘lex spesialis derogat legi generalis’ KPK dapat saja melakukan penyadapan berdasarkan UU No.19 Tahun 2019 tanpa perlu mengikuti ketentuan yang diatur dalam KUHAP,” terang pimpinan KPK dua periode itu.

  • Pemerintah Diminta Berikan Pengamanan Guru dan Nakes di Daerah Rawan Konflik

    Pemerintah Diminta Berikan Pengamanan Guru dan Nakes di Daerah Rawan Konflik

    Bisnis.com, JAKARTA — DPR RI mendesak pemerintah agar memberikan bantuan keamanan sekaligus meningkatkan perlindungan untuk guru dan tenaga kesehatan di daerah rawan konflik.

    Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian mengatakan pihaknya tidak mau insiden pembantaian terhadap guru dan tenaga kesehatan terjadi lagi di kemudian hari seperti yang terjadi pada hari ini Senin 24 Maret 2025 di Distrik Anggruk, Kabupaten Yahukimo, Papua.

    Dia meminta aparat penegak hukum mempertebal pengamanan di wilayah yang rawan konflik, sehingga tidak ada lagi guru dan tenaga kesehatan yang jadi korban pembantaian.

    “Kami mendorong pemerintah dan aparat keamanan meningkatkan perlindungan bagi Guru dan Tenaga Kesehatan di daerah rawan konflik dan kami juga mengusulkan adanya penempatan personel keamanan di wilayah-wilayah rawan untuk mencegah kejadian serupa,” ujarnya di Jakarta, Senin (24/3/2025).

    Dia mengutuk keras seluruh pelaku pembantaian guru dan tenaga kesehatan di Distrik Anggruk, Kabupaten Yahukimo, Papua.

    Menurutnya, aksi pembantaian guru dan tenaga kesehatan itu masuk ketegori pelanggaran HAM berat yang harus segara diadili para pelakunya.

    “Kami sangat prihatin dan menyampaikan belasungkawa kepada keluarga korban serta komunitas pendidikan dan kesehatan yang terdampak,” katanya.

  • Komisi III DPR Tegaskan Kejaksaan Tetap Berwenang Lakukan Penyidikan Kasus Korupsi di KUHAP Baru

    Komisi III DPR Tegaskan Kejaksaan Tetap Berwenang Lakukan Penyidikan Kasus Korupsi di KUHAP Baru

    PIKIRAN RAKYAT – Komisi III DPR RI membantah jika kejaksaan tidak lagi berwenang melakukan penyidikan di bidang tipikor dalam revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

    Sebagai informasi, mulanya beredar draf RUU KUHAP dalam Pasal 6 yang menyebutkan jaksa hanya menjadi penyidik HAM berat. Dalam draf beredar itu, jaksa sudah tidak lagi menjadi penyidik tipikor.

    “Perlu luruskan, kami perlu luruskan bahwa tidak benar sama sekali bahwa kejaksaan tidak lagi memiliki kewenangan menyidik di tipikor,” kata Ketua Komisi III DPR Habiburokhman di DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin, 24 Maret 2025.

    Waketum Gerindra itu mengatakan, memang KUHAP ini tidak mengatur soal kewenangan institusi, jadi dia hanya memberi contoh dari apa yang sudah berlaku.

    “Jadi kejaksaan tetap berwenang melakukan penyidikan tipikor menurut KUHAP yang baru,” ujarnya.

    Sebagai informasi, kewenangan jaksa dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) menjadi sorotan. Dalam RUU tersebut tertulis jaksa hanya menjadi penyidik kasus tindak pidana pelanggaran HAM berat.

    Aturan itu tertuang dalam draf RUU KUHAP pasal 6 tentang penyidik. Pasal tersebut menjelaskan kategori penyidik, berikut bunyinya:

    Pasal 6

    (1) Penyidik terdiri atas:
    a. Penyidik Polri;
    b. PPNS; dan
    c. Penyidik Tertentu.

    (2) Penyidik Polri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan penyidik utama yang diberi kewenangan untuk melakukan Penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan ketentuan Undang-Undang.

    (3) Ketentuan mengenai syarat kepangkatan, pendidikan dan pelatihan, serta sertifikasi bagi pejabat yang dapat melakukan Penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Profil Junimart Girsang, Politisi PDI Perjuangan yang Ditunjuk Prabowo Jadi Duta Besar RI di Italia – Halaman all

    Profil Junimart Girsang, Politisi PDI Perjuangan yang Ditunjuk Prabowo Jadi Duta Besar RI di Italia – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ini profil Junimart Girsang, politikus PDI Perjuangan (PDIP) yang dilantik Presiden Prabowo Subianto menjadi Duta Besar untuk Republik Italia.

    Junimart Girsang hadir dalam prosesi pelantikan di Istana Negara, Jakarta, Senin (24/3/2025).

    Pelantikan itu berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia (Keppres) Nomor 25/P dan 40/P Tahun 2025 tentang pengangkatan Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Republik Indonesia.

    Kepres itu masing-masing ditetapkan pada tanggal 17 Februari 2025 dan 21 Maret 2025 oleh Presiden Prabowo.

    Selain Duta Besar untuk Republik Italia, Junimart juga merangkap Dubes Republik Malta, Republik San Marino, Republik Siprus, Food and Agriculture Organization (FAO), International Fund and Agriculture Development (IFAD), World Food Programme (WFP), dan International Institute for the Unification of Private Law (UNIDROIT).

    Junimart Girsang lahir di Medan 3 Juni 1963.

    Ia adalah anggota DPR RI dua periode dari partai Demokrasi Indonesia Perjuangan atau PDIP.

    Junimart mewakili daerah pemilihan Sumatera Utara III untuk periode 2014–2019 dan 2019–2024.

    Untuk periode 2019-2024, Junimart  duduk di kursi Wakil Ketua Komisi II yang membidangi hukum, hak asasi manusia dan keamanan.

    Junimart seperti layaknya anak kecil lainnya, ia gemar bermain bola di halaman gedung nasional, mandi di parit, dan membantu orang tuanya berternak.

    Saat umur 14 tahun, Junimart sudah memasuki masa remaja ia memberanikan diri untuk berhijrah ke Pulau Jawa yaitu Bandung, Jawa Barat untuk mendapatkan pelajaran dan pengalaman hidup.

    Ia bersekolah dan kuliah di sana.

    Ternyata menjadi orang rantau malah membuatnya matang dan memotivasi dirinya untuk menjadi orang yang berhasil.

    Sejak kecil, Junimart selalu disiplin dalam mengerjakan tugas dan belajar.

    Ia mengenyam pendidikan sekolah tingginya dan mendapat gelar S1 di Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan, Bandung.

    Ia juga mendapatkan dua gelar master di bidang yang berbeda.

    Magister Manajemen dari Universitas Satyagama, Jakarta dan Magister Hukum Pidana dari Universitas Padjadjaran, Bandung.

    Tak hanya itu, Junimart berhasil meraih gelar doktor Ilmu Hukum dari Universitas Padjadjaran, Bandung.

    Karier pengacara Junimart dimulai saat ia pertama kali magang di firma hukum TR Messakh & Rekan.

    Semua pengalaman dan pengetahuan yang ia dapat dari tempat magangnya kemudian dipraktikan langsung dengan membuka praktik hukum sendiri yaitu Kantor Hukum JnR pada tahun 1991.

    Pengacara berdarah batak ini juga aktif dalam organisasi profesi seperti Asosiasi Advokat Indonesia (AAI) dan PERADI.

    Junimart sering menangani kasus yang melibatkan petinggi publik, pesohor, serta kasus-kasus artis yang ada di Indonesia.

    Selain itu, Junimart juga tercatat sebagai aktivis gereja dalam berbagai kegiatan rohani hingga ia merilis 2 album lagu rohaninya sendiri.

    Setelah malang melintang di dunia pengacara, Junimart terjun ke dunia politik.

    Sebelum menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Junimart Girsang juga dikenal sebagai advokat hukum yang sering bertindak selaku kuasa hukum banyak perusahaan, baik dalam maupun luar negeri.

    Selama bertindak selaku pengacara dan atau kuasa hukum, Girsang banyak menangani kasus yang melibatkan para petinggi publik dan pesohor Indonesia.

    Junimart Girsang sempat mendampingi para wartawan harian umum Berita Buana, bertindak selaku tim kuasa hukum Mabes Polri atas pembelaan terhadap tuduhan pelanggaran HAM berat, menjadi tim penasihat hukum Megawati Soekarno Putri ketika menjabat Presiden RI,

    Sebagai kuasa hukum mantan Gubernur Bank Indonesia, Soedradjad Djiwandono, dan yang mungkin juga banyak diingat publik, ketika resmi menjadi advokat hukum Ardhia Pramesti Regita Cahyani alias Tata saat menggugat cerai suaminya, Hutomo Mandala Putra, yang juga putra bungsu mantan penguasa Orde Baru, Soeharto.

    Kasus yang paling santer adalah ketika ia ikut dalam Tim pembela bagi terdakwa korupsi Muhammad Nazaruddin dalam kasus membongkar kasus korupsi dalam tubuh DPR pada tahun 2013.

    Junimart juga kakak kandung dari pengacara kondang lainnya, yakni Juniver Girsang.

    Nama Junimart juga terkenal sebagai Wakil Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR pada akhir tahun 2015 saat sedang menangani Skandal Politik di Kasus PT Freeport Indonesia 2015 atau “Papa Minta Saham” oleh Mantan Ketua DPR Setya Novanto.

    PENDIDIKAN

    SD Negeri Teladan di Sidikalang, Sumut

    SMP Negeri I Sidikalang, Sumut

    SMA BPPK Bandung, Jawa Barat

    S1, Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan, Bandung

    S2, Program Magister Management Universitas Satyagama, Jakarta

    S2, Magister Hukum Pidana Universitas Padjadjaran, Bandung

    S3, Doktor Ilmu Hukum Universitas Padjadjaran, Bandung

    KARIER

    Pengacara swasta

    Ketua Presidium, Forum Diskusi Advokat Indonesia

    Anggota, Tim Pemeriksa Hasil Uji Calon Advokat

    Staf Pengajar, Kursus Advokat, Universitas Indonesia Esa Unggul (IEU) Jakarta

    Anggota, PERADI

    Anggota, DPP Asosiasi Advokat Indonesia (AAI), Bidang Advokasi dan Bantuan Hukum

    PENGHARGAAN

    Best Dressed Executive versi Yayasan Penghargaan Indonesia dan Studio Seven Production

    Tokoh Eksekutif Muda versi Yayasan Prestasi & Penghargaan Indonesia

    Tokoh Peduli Sosial Termuda Indonesia 1997

    Penghargaan CITRA ADHIKARSA PEMBANGUNAN INDONESIA 1996-1997 versi Yayasan Penghargaan Indonesia dan Studio Seven Production. 

    Gagal lolos ke Senayan periode 2024-2029

    Junimart Girsang mengaku kecewa terkait Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) yang kerap bermasalah saat rekapitulasi penghitungan suara Pemilu 2024.

    Hal itu ia sampaikan dalam rapat dengar pendapat atau RDP antara Komisi II DPR dengan penyelenggara pemilu di kompleks parlemen, Jakarta, Rabu (15/5/2024).

    “Saya sangat kecewa dengan KPU telah memperkenalkan Sirekap menjadi hal yang membuat bingung rakyat Indonesia,” kata Junimart.

    Padahal, lanjutnya, Sirekap hanya merupakan alat bantu.

    Namun, masyarakat menjadi bergantung terhadap sistem itu, termasuk Junimart sendiri.

    Ia mengungkapkan pada awal rekapitulasi, perolehan suaranya paling tinggi di daerah pemilihan Sumatera Utara III.

    Namun, Junimart mengatakan hari berikutnya, perolehan suaranya justru mengalami penurunan.

    Sebagimana diketahui, KPU memutuskan untuk tidak lagi menampilkan grafik data perolehan suara Pilpres dan Pileg saat proses rekapitulasi berlangsung.

    Sebagai gantinya, KPU hanya menetapkan kebijakan untuk menampilkan formulir model C hasil plano saja di Sirekap. Hal itu pun dipertanyakan Junimart.

    “Ada apa dengan KPU? Sirekap itu hanyalah alat bantu. Last menit berhenti. Jadi apa motivasi KPU ya, dengan menerbitkan Sirekap? Padahal, ya, hasil suara yang dari daerah itu belum tentu valid A1, Pak,” ujarnya.

    Namun, ia kembali menekankan tidak kecewa lantaran tidak lolos kembali ke parlemen. Tetapi, dia hanya menyesalkan cara kerja KPU.

    “Saya tidak kecewa, saya tidak lolos, Pak. Tetapi saya sesalkan cara kerja KPU yang sekian lama kita rapat, rapat, rapat terus, bahkan membutuhkan anggaran 76T,” katanya.

    Junimart merupakan caleg di dapil Sumut III yang gagal lolos ke Senayan.

    Junimart meraih suara lebih tinggi sebesar 75.401 dan menempati posisi ketiga suara tertinggi di partainya.

    Dalam dapil Sumut III, PDIP berhasil mengamankan dua kursi DPR dari 10 kursi yang diperberutkan.

    Dua kursi itu ditempati Bob Andika Mamana Sitepu (PDIP) dengan 94.621 suara dan Bane Raja Manalu (PDIP) dengan 91.169 suara.

  • Thaksin Shinawatra Jadi Dewan penasihat Danantara, Eks PM Thailand dengan Rekam Jejak Kelam

    Thaksin Shinawatra Jadi Dewan penasihat Danantara, Eks PM Thailand dengan Rekam Jejak Kelam

    PIKIRAN RAKYAT – Pemerintah Indonesia melalui CEO Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara), Rosan Roeslani, secara resmi mengumumkan susunan dewan penasihat lembaga tersebut.

    Di antara nama-nama besar seperti Ray Dalio, Helman Sitohang, Jeffrey Sachs, dan Chapman Taylor, muncul nama yang menarik perhatian: Thaksin Shinawatra, mantan Perdana Menteri Thailand.

    Penunjukan Thaksin memicu beragam reaksi. Di satu sisi, ia dikenal sebagai pengusaha sukses dan politisi populis yang pernah memimpin Thailand.

    Di sisi lain, rekam jejaknya dipenuhi berbagai kontroversi, mulai dari dugaan korupsi, penyalahgunaan kekuasaan, hingga pengasingan diri selama bertahun-tahun.

    Profil Singkat Thaksin Shinawatra

    Thaksin lahir di Chiang Mai, Thailand, pada 1949. Ia berasal dari keluarga keturunan Tionghoa yang sukses di bidang bisnis. Thaksin mengawali karier sebagai polisi, lalu beralih ke dunia bisnis dengan mendirikan Shin Corporation, yang kemudian menjadi salah satu perusahaan telekomunikasi terbesar di Thailand.

    Di dunia politik, Thaksin mendirikan partai populis Thai Rak Thai (TRT) dan berhasil memenangkan pemilu tahun 2001. Ia dikenal dengan kebijakan pro-rakyat, seperti layanan kesehatan murah, pinjaman mikro, dan subsidi pertanian.

    Popularitasnya melambung di kalangan rakyat kecil, terutama di wilayah pedesaan. Namun, meski mendapat dukungan luas dari rakyat, Thaksin juga memicu kemarahan kalangan elite dan kelas menengah karena dianggap melakukan politik kroni dan menempatkan kepentingan bisnis pribadinya di atas kepentingan negara.

    Rangkaian Kontroversi Thaksin

    Tuduhan Korupsi dan Konflik Kepentingan

    Thaksin dituduh memperkaya perusahaan keluarganya melalui kontrak dan konsesi pemerintah. Puncaknya terjadi saat ia menjual saham Shin Corp ke Temasek Holdings Singapura senilai USD 1,9 miliar tanpa membayar pajak, yang memicu gelombang protes besar.

    Pelanggaran HAM

    Selama masa jabatannya, Thaksin meluncurkan kampanye perang terhadap narkoba yang menewaskan lebih dari 2.500 orang. Banyak yang menuduh pemerintah melakukan eksekusi di luar hukum. Selain itu, ia juga dinilai gagal menangani konflik di wilayah selatan Thailand yang mayoritas Muslim, yang berujung pada kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia.

    Kudeta Militer dan Pengasingan

    Pada 2006, saat Thaksin sedang berada di luar negeri, militer Thailand melancarkan kudeta dan membubarkan pemerintahannya. Pengadilan kemudian memvonisnya bersalah atas penyalahgunaan kekuasaan, menyebabkan ia hidup dalam pengasingan di Dubai dan London selama lebih dari 15 tahun.

    Dukungan Massa dan Dinasti Politik

    Meski diasingkan, Thaksin tetap memiliki pengaruh besar. Ia memobilisasi para pendukungnya dalam gerakan “Kaos Merah” yang beberapa kali berujung bentrokan. Adik perempuannya, Yingluck Shinawatra, bahkan berhasil menjadi Perdana Menteri pada 2011, meski akhirnya juga digulingkan pada 2014.

    Kembalinya Thaksin ke Thailand

    Pada 2023, Thaksin akhirnya kembali ke Thailand dan langsung menjalani hukuman penjara. Namun, hukumannya diringankan oleh Raja Thailand menjadi hanya satu tahun, dan ia dibebaskan bersyarat setelah enam bulan karena alasan kesehatan.

    Apa Artinya Bagi Danantara dan Indonesia?

    Penunjukan Thaksin sebagai dewan penasihat BPI Danantara tentu menghadirkan pro dan kontra. Dari segi pengalaman, ia memiliki pemahaman mendalam tentang ekonomi, investasi, dan pengelolaan bisnis berskala besar. Namun, rekam jejak kontroversialnya menimbulkan pertanyaan seputar kredibilitas dan integritas.

    CEO Rosan Roeslani menegaskan bahwa pemilihan dewan penasihat sudah mempertimbangkan rekam jejak dan keahlian global. Thaksin diyakini mampu memberikan pandangan strategis untuk mendorong investasi dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia, terutama di sektor infrastruktur dan telekomunikasi.

    Meski demikian, publik tentu akan terus mengawasi bagaimana peran Thaksin di Danantara. Apakah ia akan menjadi mentor berpengaruh dengan membawa jejaring internasional, atau justru menimbulkan polemik baru di tengah investasi besar yang direncanakan?

    Satu hal yang pasti: kehadiran Thaksin Shinawatra di BPI Danantara menambah babak baru dalam dinamika politik dan ekonomi Indonesia di masa depan.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Habiburokhman: Kejaksaan Masih Berwenang Menyidik Tipikor di RUU KUHAP

    Habiburokhman: Kejaksaan Masih Berwenang Menyidik Tipikor di RUU KUHAP

    Jakarta, Beritasatu.com – Ketua Komisi III DPR Habiburokhman menegaskan, dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP), Kejaksaan Agung masih memiliki kewenangan untuk melalukan penyidikan dalam ranah tindak pidana korupsi (Tipikor).

    “Kami perlu luruskan, tidak benar sama sekali bahwa Kejaksaan tidak lagi memiliki kewenangan menyidik di tipikor,” kata Habiburokhman dalam konferensi persnya usai menggelar rapat dengar pendapat di gedung DPR Senayan, Jakarta, Senin (24/3/2025).

    Ia menjelaskan bahwa berdasarkan draft RUU KUHAP terakhir, Kejaksaan memiliki kewenangan untuk melakukan penyidikan di ranah tipikor dan pelanggaran HAM berat.

    “Jadi, Kejaksaan tetap berwenang melakukan penyidikan menurut KUHAP yang baru karena memang KUHAP ini enggak mengatur soal kewenangan eksekusi. Dia hanya memberi contoh dari apa yang sudah berlaku,” bebernya.

    Selain itu, Habiburokhman juga membantah bahwa pasal penghinaan terhadap presiden dikecualikan dari restorative justice. Ia menegaskan, tidak ada pengecualian terhadap pasal penghinaan tersebut di dalam RUU KUHAP yang baru.

  • Sejumlah Pakar Soroti Isu yang Mengarah pada Upaya Pelemahan Kejagung, Singgung soal ‘Pembegalan’ – Halaman all

    Sejumlah Pakar Soroti Isu yang Mengarah pada Upaya Pelemahan Kejagung, Singgung soal ‘Pembegalan’ – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Sejumlah pakar menyoroti isu-isu yang mengarah pada upaya pelemahan Kejaksaan Agung (Kejagung), khususnya dalam menangani tindak pidana korupsi.

    Isu tersebut mulai dari framing berita atau opini yang menyudutkan Kejagung, pembunuhan karakter Jaksa Agung ST Burhanuddin dan Jampidsus termasuk isu revisi UU KUHAP yang disebut menghapus kewenangan jaksa dalam menyidik perkara korupsi.

    “Terkejut, ini memprihatinkan di tengah kerja Kejagung yang produktif menangani kasus korupsi. Tentu banyak yang resah, ini harus diperjuangkan agar kewenangan Kejaksaan sidik tipikor tidak dipreteli,” kata pakar hukum pidana Universitas Nasional Ismail Rumadan melalui pernyataannya, Jumat (21/3/2025).

    Menurut peneliti pada Pusat Hukum BRIN ini, keresahan publik cukup berasalan mengingat saat ini Kejagung jadi tumpuan harapan penegakan hukum.

    Kejagung, kata dia, dipercaya publik serta dinilai berprestasi karena berhasil mengungkap kasus-kasus megakorupsi.

    “Karena itu publik tidak ingin Kejagung bernasib sama seperti KPK yang dilemahkan melalui revisi UU, pintu revisi itu efektif lemahkan lembaga,” ujarnya.

    Dalam draf RUU KUHAP Pasal 6 tentang penyidik berikut penjelasannya, jaksa menjadi “Penyidik Tertentu” yang kewenangannya terbatas menyidik kasus tindak pidana pelanggaran HAM berat. 

    Jaksa tidak lagi berwenang menyidik kasus tindak pidana korupsi.

    Meski belakangan Komisi III DPR RI selaku inisiator revisi UU meluruskan informasi yang beredar bahwa draf tersebut bukanlah draf hasil akhir, upaya membatasi atau menghapus kewenangan jaksa tetap saja tidak bisa diabaikan begitu saja.

    Apalagi sejauh ini ada dua draf dengan subtansi berbeda serta membuat publik bingung draf mana yang dibahas oleh DPR.

    “Saya kira prosesnya perlu lebih transparan di mana publik bisa akses dan terlibat secara partisipatif. Mungkin saja pikiran untuk membatasi kewenangan jaksa memang ada sehingga memicu reaksi dari banyak kalangan,” ucapnya.

    Ismail mengatakan, jika draf yang membatasi kewenangan jaksa benar adanya, ia minta agar sebaiknya dikaji kembali. Bahkan dia meminta agar ini ditolak.

    “Sebaiknya rumusan tersebut dikaji kembali. Karena korupsi masih menjadi musuh bersama, sehingga perlu banyak energi untuk memberantasnya. Untuk itu, penyidik kejaksaan masih sangat diperlukan untuk menyidik tipikor,” katanya.

    Mantan Dekan Fakultas Hukum Unas ini tidak setuju bila kewenangan kejaksaan dihapus dalam revisi KUHAP.

    “Penyidik kejaksaan dalam tipikor sangat produktif. Rumusan KUHAP hendaknya memperbaiki kelemahan dalam penyidikan tipikor. Bukan mengurangi kewenangan lembaga,” katanya.

    Penghapusan Kewenangan Kejaksaan sebagai Bentuk Pembegalan

    Terpisah pakar pidana Universitas Jenderal Soedirman, Hibnu Nugroho menyebut penghapusan kewenangan kejaksaan sebagai bentuk pembegalan.

    “Undang-Undang yang bersangkutan itu, misalnya UU Kejaksaan memberi kewenangan menyidik dan menuntut perkara korupsi dan HAM. Tapi kenapa dalam penjelasan (RUU KUHAP) malah dihilangkan? Itu kan ada begal. Pembegalan itu namanya,” katanya.

    Menurut Hibnu, dengan pertimbangan dominis litis ataupun redistribusi kewenangan, tidak mungkin kejaksaan hanya berada di kewenangan penuntutan saja.

    Dalam pandangannya, hal demikian itu merupakan bagian dari politik hukum.

    “Sudah ada dasar putusan Mahkamah Konstitusi, karena jaksa itu merupakan cermin penegakan hukum. Kalau itu dicabut, rontok itu penegakan hukum korupsi,” paparnya.

    Hibnu mengatakan, ada pemahaman yang keliru dalam draf penjelasan revisi KUHAP, yang menghapus kewenangan kejaksaan untuk menyidik perkara korupsi. 

    Dijelaskannya, selama ini penyidik itu ada yang berasal dari polisi, jaksa, KPK, bahkan penyidik yang berasal dari PPNS.

    Lagipula, lanjutnya, masalah kewenangan jaksa menjadi penyidik sudah digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) sebanyak empat kali. 

    Hasilnya MK selalu menolak gugatan itu. 

    “Artinya, sebetulnya ada keputusan pembuat undang-undang waktu itu merespon putusan MK yang sudah ada, putusan MK yang memenangkan kejaksaan dalam penyidik tertentu. Jadi terminologi penyidik tertentu adalah penyidik yang diberikan oleh UU yang sudah sebelumnya. Misalnya UU KPK, UU Kejaksaan, UU AL,” ujar Hibnu.

  • Kementerian HAM Ungkap Pelanggaran Serius di Lapas: 1 Sel Tikus Diisi 5 Napi, Ada yang Menderita TBC – Halaman all

    Kementerian HAM Ungkap Pelanggaran Serius di Lapas: 1 Sel Tikus Diisi 5 Napi, Ada yang Menderita TBC – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kementerian Hak Asasi Manusia (Kemenham) mengungkap pelanggaran HAM serius di dalam lembaga pemasyarakatan (lapas).

    Pelanggaran itu didapat setelah Direktur Jenderal Instrumen dan Penguatan HAM, Nicholay Aprilindo, berkunjung ke sejumlah lapas di Indonesia.

    “Saya temukan bahwa pelanggaran HAM sesungguhnya itu ada di lapas. Jadi pelanggaran HAM serius itu ada di lapas,” kata Nicholay di Kementerian HAM, Jakarta Selatan, Jumat (21/3/2025) petang.

    Awal permasalahan yang disorot Nicholay adalah terkait over capacity lapas. 

    Di mana seharusnya satu ruangan sel diisi 11 warga binaan, tetapi bisa dihuni 35 orang.

    “Banyak yang over kapasitas atau over capacity, yang sel seharusnya ditempati 11 orang ternyata ditempati oleh 35 orang,” kata dia.

    Kemudian secara terperinci, Nicholay mengungkap kondisi sel tikus dalam sebuah lapas.

    Kata dia, sel tikus tidak memiliki fasilitas yang memadai, seperti tak adanya penerangan atau ventilasi.

    Bahkan, dalam satu sel tikus yang berukuran 1×2 meter seharusnya diisi 1–2 napi, bisa diisi hingga 5 orang. 

    Lebih-lebih, berdasarkan hasil kunjungannya, ada sel tikus yang isinya napi sehat dicampur dengan warga binaan penderita TBC.

    “Saya temukan juga yang namanya sel tikus. Sel gelap. Sel tikus ini tanpa penerangan, tanpa ventilasi, tanpa MCK, dan tanpa alas tidur. Seharusnya satu sel tikus itu dengan ukuran 1×2 meter itu dihuni seharusnya hanya oleh paling banyak 2 sampai 3 orang. Yang saya temukan dihuni bisa sampai 5 orang,” katanya.

    “Ada lagi sel tikus saya temukan dihuni oleh orang yang berpenyakit TBC. Seharusnya orang berpenyakit TBC itu bukan ditaruh di sel tikus dengan kondisi sel yang sejenis rupanya. Harusnya dia dirawat di klinik atau di rumah sakit. Tapi dengan alasan tidak menyebar, untuk tidak menyebar penyakitnya maka ditaruh di sel tikus,” imbuhnya.

    Menurut Nicholay, hal tersebut sudah menyalahi tujuan dari adanya lapas. 

    Ia menilai lapas seharusnya menjadi tempat pembinaan, bukan tempat penghukuman.

    “Kenapa saya katakan pelanggaran harus serius? Karena di situ kami melihat bahwa tujuan pemasyarakatan itu sebenarnya bukan penghukuman tapi pembinaan. Ternyata tujuan pembinaan itu belum sepenuhnya diterapkan. Yang ada adalah penghukuman,” katanya.

    “Sedangkan kita ketahui bersama bahwa penghukuman itu bukan untuk balas dendam. Tapi penghukuman itu yang berada di pemasyarakatan adalah untuk pembinaan. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan,” sambungnya.

  • Soroti Isu Pelemahan Kejagung, Pakar: Waspadai RUU KUHAP

    Soroti Isu Pelemahan Kejagung, Pakar: Waspadai RUU KUHAP

    loading…

    Pakar hukum pidana Universitas Nasional Ismail Rumadan menyoroti sejumlah isu yang yang mengarah pada upaya pelemahan Kejaksaan Agung, khususnya dalam menangani tindak pidana korupsi. FOTO/IST

    JAKARTA – Pakar hukum pidana Universitas Nasional Ismail Rumadan menyoroti sejumlah isu yang yang mengarah pada upaya pelemahan Kejaksaan Agung, khususnya dalam menangani tindak pidana korupsi. Isu tersebut mulai dari framing berita atau opini yang sudutkan Kejagung, pembunuhan karakter Jaksa Agung ST Burhanuddin dan Jampidsus termasuk isu revisi UU KUHAP yang disebut menghapus kewenangan jaksa dalam menyidik perkara korupsi.

    “Terkejut, ini memprihatinkan di tengah kerja Kejagung yang produktif menangani kasus korupsi. Tentu banyak yang resah, ini harus diperjuangkan agar kewenangan Kejaksaan sidik Tipikor tidak dipreteli,” kata Ismail Rumadan melalui pernyatannya, Jumat (21/3/2024).

    Menurut peneliti pada Pusat Hukum BRIN ini, keresahan publik cukup berasalan mengingat saat ini Kejagung jadi tumpuan harapan penegakan hukum. Kejagung, terangnya, dipercaya publik serta dinilai berprestasi karena berhasil mengungkap kasus-kasus mega korupsi.

    “Karena itu publik tidak ingin Kejagung bernasib sama seperti KPK yang dilemahkan melalui revisi UU, pintu revisi itu efektif lemahkan lembaga,” ungkapnya.

    Dalam draf RUU KUHAP Pasal 6 tentang penyidik berikut penjelasannya, jaksa menjadi “Penyidik Tertentu” yang kewenangannya terbatas menyidik kasus tindak pidana pelanggaran HAM berat. Jaksa tidak lagi berwenang menyidik kasus tindak pidana korupsi.

    Meski belakangan Komisi III DPR RI selaku inisiator revisi UU meluruskan informasi yang beredar bahwa draf tersebut bukanlah draf hasil akhir, upaya membatasi atau menghapus kewenangan jaksa tetap saja tidak bisa diabaikan begitu saja. Apalagi sejauh ini ada dua draf dengan subtansi berbeda serta membuat publik bingung draf mana yang dibahas oleh DPR.

    “Saya kira prosesnya perlu lebih transparan di mana publik bisa akses dan terlibat secara partisipatif. Mungkin saja pikiran untuk membatasi kewenangan jaksa memang ada sehingga memicu reaksi dari banyak kalangan,” jelasnya.

    Ismail mengatakan, jika draf yang membatasi kewenangan jaksa benar adanya, ia minta agar sebaiknya dikaji kembali. Bahkan dia meminta agar ini ditolak.

    “Sebaiknya rumusan tersebut dikaji kembali. Karena korupsi masih menjadi musuh bersama, sehingga perlu banyak energi untuk memberantasnya. Untuk itu, penyidik kejaksaan masih sangat diperlukan untuk menyidik tipikor,” katanya.

    Mantan Dekan Fakultas Hukum Unas ini tidak setuju bila kewenangan kejaksaan dihapus dalam revisi KUHAP. “Penyidik kejaksaan dalam tipikor sangat produktif. Rumusan KUHAP hendaknya memperbaiki kelemahan dalam penyidikan tipikor. Bukan mengurangi kewenangan lembaga,” jelasnya.

  • Teror Kepala Babi di Tempo: Negara Wajib Tegas
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        21 Maret 2025

    Teror Kepala Babi di Tempo: Negara Wajib Tegas Megapolitan 21 Maret 2025

    Teror Kepala Babi di Tempo: Negara Wajib Tegas
    Kritikus, Aktivis HAM, Pemerhati Politik dan Hukum
    KANTOR
    redaksi
    Tempo
    di Jakarta, menerima paket berisi kepala babi, sebuah simbol yang sarat makna ancaman. Paket ini ditujukan kepada wartawan sekaligus host siniar
    Bocor Alus
    , Francisca Christy atau Cica (
    Kompas.com
    , 21/03/2025).
    Tak ada surat ancaman dalam paket tersebut, hanya nama Cica yang tertulis di kardus. Namun, pesan yang ingin disampaikan jelas: intimidasi terhadap jurnalis yang menjalankan tugasnya.
    Insiden ini bukanlah yang pertama kali terjadi terhadap
    Tempo
    . Tahun lalu, mobil jurnalis
    Tempo
    , Hussein Abri, dirusak oleh orang tak dikenal setelah ia meliput isu-isu politik yang sensitif.
    Kini, dengan teror kepala babi, ancaman terhadap
    kebebasan pers
    semakin nyata. Dewan Pers dan berbagai organisasi jurnalis telah menyatakan keprihatinan mereka, menyebut insiden ini sebagai bentuk kekerasan terhadap pers yang mesti diusut tuntas.
    Kasus ini mengingatkan kita bahwa ancaman terhadap kebebasan pers di Indonesia masih terus berlangsung. Pasal 28F UUD 1945 menjamin hak setiap orang untuk memperoleh dan menyebarluaskan informasi.
    Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers secara tegas melindungi jurnalis dalam menjalankan tugasnya.
    Namun, realitas di lapangan menunjukkan bahwa jurnalis masih menjadi target intimidasi, terutama ketika mengungkap fakta-fakta yang mengusik kepentingan tertentu.
    Tidak bisa dimungkiri bahwa independensi media adalah salah satu pilar demokrasi. Tanpa pers yang bebas, masyarakat kehilangan akses terhadap informasi yang jujur dan transparan.
    Teror seperti ini bukan hanya serangan terhadap individu jurnalis, tetapi juga terhadap hak publik untuk mengetahui kebenaran.
    Jika kasus ini dibiarkan, kita membuka ruang bagi praktik pembungkaman pers yang lebih sistematis. Jurnalis akan semakin dibayang-bayangi ketakutan dalam menjalankan tugasnya.
    Efeknya tidak hanya pada individu wartawan yang diteror, tetapi juga pada kebebasan media secara keseluruhan.
    Atmosfer ketakutan dapat membuat media enggan mengangkat isu-isu sensitif, menghambat transparansi, dan pada akhirnya merugikan masyarakat yang berhak mendapatkan informasi yang jujur dan berimbang.
    Pembiaran terhadap aksi teror semacam ini akan menciptakan preseden buruk, seolah-olah intimidasi terhadap jurnalis adalah sesuatu yang dapat diterima.
    Jika para pelaku tidak diusut dan diproses hukum, maka bukan tidak mungkin kejadian serupa akan terus berulang, baik terhadap
    Tempo
    maupun media lainnya.
    Kita mesti menyadari bahwa kebebasan pers bukan sekadar hak jurnalis, tetapi juga elemen esensial dalam menjaga demokrasi yang sehat dan berfungsi dengan baik.
    Karena itu, negara wajib hadir dan bertindak tegas. Aparat penegak hukum mesti segera mengusut kasus ini hingga tuntas, menangkap pelaku, dan memastikan mereka mendapatkan hukuman setimpal.
    Pemerintah juga perlu memberikan jaminan perlindungan bagi jurnalis yang menghadapi ancaman, agar mereka dapat bekerja tanpa rasa takut.
    Masyarakat harus bersuara lantang dalam menolak segala bentuk kekerasan terhadap pers. Dukungan publik terhadap kebebasan media sangat penting untuk menekan pihak-pihak yang berusaha membungkam jurnalis.
    Jika kita membiarkan teror ini berlalu tanpa pertanggungjawaban, maka kita turut memberi ruang bagi kegelapan informasi, di mana kebenaran dikendalikan oleh mereka yang memiliki kekuatan untuk menindas.
    Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers dengan tegas mengecam aksi ini sebagai bentuk penghalangan terhadap kerja jurnalistik.
    Sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (1) UU Pers, setiap upaya menghambat atau menghalangi tugas jurnalis dapat dikenai sanksi pidana hingga dua tahun penjara atau denda maksimal Rp 500 juta.
    Namun, peristiwa ini bukan hanya soal pelanggaran hukum, melainkan ancaman terhadap demokrasi.
    Sebagai pilar keempat demokrasi, pers memiliki peran sentral dalam melakukan
    checks and balances
    terhadap kekuasaan.
    Jika kebebasan pers terus dikekang melalui teror dan intimidasi, maka publik akan kehilangan akses terhadap informasi yang akurat dan independen.
    Kekerasan terhadap jurnalis bukan hanya melanggar hak mereka atas rasa aman, tetapi juga mencederai hak publik untuk mengetahui kebenaran.
    Lebih dari sekadar ancaman terhadap kebebasan pers, insiden ini juga merupakan pelanggaran hak asasi manusia (HAM).
    Hak atas kebebasan berekspresi—termasuk kebebasan pers, adalah bagian dari hak fundamental yang dijamin dalam Pasal 19 Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR) yang telah diratifikasi oleh Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005.
    Negara memiliki kewajiban (
    duty bearer
    ) untuk melindungi hak ini dan memastikan bahwa jurnalis dapat bekerja tanpa rasa takut.
    Teror terhadap jurnalis pun melanggar hak atas rasa aman, sebagaimana diatur dalam Pasal 3 dan 19 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM).
    Ancaman dan intimidasi terhadap jurnalis tidak hanya menimbulkan ketakutan individu, tetapi juga menciptakan efek jera yang dapat membatasi kebebasan berekspresi secara lebih luas.
    Ketika jurnalis merasa tidak aman dalam menjalankan tugasnya, masyarakat kehilangan akses terhadap informasi yang jujur dan independen.
    Negara sejatinya berkewajiban untuk segera mengusut kasus ini dan memastikan adanya keadilan bagi korban.
    Lembaga-lembaga negara, termasuk Komnas HAM dan Polri, mesti turut berperan aktif dalam memberikan pelindungan bagi jurnalis yang menghadapi ancaman.
    Jika negara gagal bertindak, maka hal ini dapat dianggap sebagai bentuk pembiaran terhadap pelanggaran HAM yang semakin menggerus demokrasi di Indonesia.
    Masyarakat sipil harus turut serta dalam mengawal kasus ini. Dukungan publik yang kuat dapat memberikan tekanan bagi pemerintah dan aparat penegak hukum untuk bertindak lebih tegas dalam melindungi kebebasan pers.
    Dalam era digital yang semakin terbuka, solidaritas publik terhadap jurnalis dan media independen sangat diperlukan untuk memastikan bahwa hak atas kebebasan berekspresi tetap terjaga.
    Jika negara tidak segera bertindak, maka kita mesti menghadapi kenyataan bahwa kebebasan berekspresi dan HAM di Indonesia semakin terancam.
    Teror terhadap jurnalis bukan hanya persoalan individu, tetapi juga ancaman terhadap kebebasan fundamental yang menjadi pilar utama negara demokratis.
    Oleh karena itu, pelindungan terhadap jurnalis mesti menjadi prioritas utama bagi pemerintah, aparat penegak hukum, dan seluruh elemen masyarakat.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.