Topik: Pelanggaran HAM

  • Amnesty Kritik Pernyataan Mensesneg yang Tak Permasalahkan Usulan Jadikan Soeharto Pahlawan Nasional – Halaman all

    Amnesty Kritik Pernyataan Mensesneg yang Tak Permasalahkan Usulan Jadikan Soeharto Pahlawan Nasional – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, mengkritik pernyataan Menteri Sekretaris Negara, Prasetyo Hadi, yang tidak mempermasalahkan usulan menjadikan Presiden ke-2 RI, Soeharto sebagai pahlawan nasional.

    Usman memandang pernyataan Prasetyo Hadi tidak sensitif terhadap perasaan korban pelanggaran HAM berat masa lalu.

    “Pernyataan Mensesneg Prasetyo Hadi ahistoris dan tidak sensitif terhadap perasaan korban-korban pelanggaran HAM berat masa lalu yang terjadi selama Orde Baru,” kata Usman saat dikonfirmasi Tribunnews.com pada Selasa (22/4/2025).

    Menurut dia usulan menjadikan Soeharto menjadi pahlawan nasional juga mencederai amanat reformasi yang memandatkan penuntasan kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi selama 32 tahun Soeharto memimpin Indonesia dengan tangan besi.

    Keluarga korban pelanggaran HAM berat masa lalu, menurutnya, hingga hari ini masih mendambakan keadilan yang tak kunjung datang.

    Oleh karena itu, kata Usman, usulan tersebut harus ditolak jika negara masih memiliki komitmen terhadap penuntasan pelanggaran HAM berat masa lalu.

    “Apa yang salah? Yang salah adalah peranan Soeharto dalam kekerasan negara yang bersifat sistematis terhadap rakyatnya, pembredelan media massa, pelanggaran berat HAM, serta praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) yang terstruktur,” lanjut Usman.

    “Tanpa mempertimbangkan semua masalah tersebut, mengusulkan Soeharto sebagai pahlawan nasional hanyalah upaya menghapus dosa-dosa Soeharto dan memutarbalikkan sejarah,” sambung dia.

    Ketimbang mengusulkan Soeharto sebagai pahlawan, menurut Usman, pemerintah seharusnya fokus menunaikan komitmen untuk mengusut berbagai pelanggaran berat HAM selama era Soeharto yang telah diakui negara lewat berbagai TAP MPR pada awal reformasi hingga pernyataan Presiden pada Januari 2023. 

    Pelanggaran berat HAM tersebut, kata Usman, di antaranya Peristiwa 1965-1966, Peristiwa Penembakan Misterius 1982-1985, Peristiwa Tanjung Priok 1984, Peristiwa Talangsari, Lampung 1989, Peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis, Aceh 1989, dan Penyerangan kantor PDI 27 Juli 1996.

    Selain itu juga, lanjut dia, Peristiwa Penghilangan Orang Secara Paksa 1997-1998, Peristiwa Kerusuhan Mei 1998, Peristiwa Trisakti dan Semanggi I – II 1998-1999, kejahatan kemanusiaan di Aceh, Timor Timur, Papua.

    “Dan kasus-kasus pelanggaran HAM lainnya yang belum diusut tuntas oleh negara,” paparnya.

    Diberitakan sebelumnya Prasetyo menyatakan tidak ada masalah terkait usulan Kementerian Sosial yang memasukkan Presiden kedua RI, Soeharto, sebagai calon Pahlawan Nasional.

    Prasetyo Hadi menilai para mantan Presiden layak mendapatkan penghormatan dari negara atas jasa-jasa yang telah mereka berikan.

    “Usulan dari Kementerian Sosial terhadap Presiden Soeharto, saya kira kalau kami merasa bahwa apa salahnya juga? Menurut kami, mantan-mantan Presiden itu sudah sewajarnya untuk kita mendapatkan penghormatan dari bangsa dan negara kita,” ujar Prasetyo di Wisma Negara, Komplek Istana Kepresidenan, Jakarta pada Senin (21/4/2025).

    Lebih lanjut, Prasetyo mengimbau agar masyarakat tidak selalu fokus pada kekurangan seseorang, melainkan melihat kontribusi dan pencapaian yang telah diberikan kepada bangsa.

    Ia juga menegaskan penghormatan kepada para pemimpin terdahulu penting untuk dijaga, sejalan dengan pernyataan Presiden Prabowo Subianto mengenai pentingnya menghargai jasa para pendahulu.

    “Mulai dari Bung Karno dengan segala dinamika dan permasalahan yang dihadapi masing-masing, kemudian Pak Harto, Pak Habibie, dan seterusnya, Gus Dur, Bu Mega, Pak SBY, Pak Jokowi, semua punya jasa. Tidak mudah menjadi Presiden dengan jumlah penduduk yang demikian besar,” lanjut dia.

    Terkait kritik terhadap Soeharto atas berbagai hal yang terjadi di masa lalu, Prasetyo berpandangan bahwa hal tersebut sangat bergantung pada perspektif masing-masing.

    Menurut dia setiap manusia memiliki kekurangan.

    “Tapi sekali lagi yang tadi saya sampaikan, semangatnya pun Bapak Presiden bukan di situ. Semangatnya kita itu adalah kita itu harus terus menghargai, menghargai, memberikan penghormatan apalagi kepada para Presiden kita,” tambah dia.

    Meski demikian, Prasetyo menegaskan hingga kini belum ada pembahasan secara khusus mengenai usulan penganugerahan gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto.

    “Jadi menurut saya tidak ada masalah. Tapi kita belum membahas itu secara khusus,” pungkasnya.

    Sebelumnya Kementerian Sosial bersama Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Pusat (TP2GP) membahas pengusulan calon Pahlawan Nasional tahun 2025.

    Juga diberitakan sebelumnya Menteri Sosial Saifullah Yusuf (Gus Ipul) mengatakan semangat kerukunan dan kebersamaan menjadi dasar penentuan gelar kali ini.

    “Nah, semangatnya Presiden sekarang ini kan semangat kerukunan, semangat kebersamaan, semangat merangkul, semangat persatuan. Mikul duwur mendem jero,” kata Gus Ipul melalui keterangan tertulis, Rabu (19/3/2025).

    Ia juga memastikan proses pengusulan Pahlawan Nasional 2025 dipastikan berjalan transparan dan efektif.

    Selain itu, Kemensos dan TP2GP memastikan bahwa tokoh-tokoh yang diajukan memiliki kontribusi besar bagi bangsa, selaras dengan semangat persatuan dan kebersamaan yang dimiliki bangsa Indonesia.

    “Jadi memenuhi syarat melalui mekanisme. Ada tanda tangan Bupati, Gubernur, itu baru ke kami. Jadi memang prosesnya dari bawah,” kata Gus Ipul.

    Direktur Jenderal Pemberdayaan Sosial Kemensos Mira Riyati Kurniasih juga telah mengungkapkan sudah ada 10 nama yang masuk dalam daftar usulan calon Pahlawan Nasional 2025.

    Dari jumlah tersebut, empat nama merupakan usulan baru, sementara enam lainnya merupakan pengajuan kembali dari tahun-tahun sebelumnya.

    “Untuk tahun 2025 sampai dengan saat ini, memang sudah ada proposal yang masuk ke kami, itu ada sepuluh. Empat pengusulan baru, dan enam adalah pengusulan kembali di tahun-tahun sebelumnya,” kata Mira.

    Tokoh-tokoh yang kembali diusulkan, antara lain K.H. Abdurrahman Wahid (Jawa Timur), Jenderal Soeharto (Jawa Tengah), K.H. Bisri Sansuri (Jawa Timur), Idrus bin Salim Al-Jufri (Sulawesi Tengah), Teuku Abdul Hamid Azwar (Aceh), dan K.H. Abbas Abdul Jamil (Jawa Barat).

    Sementara itu, empat nama baru yang diusulkan tahun ini yaitu Anak Agung Gede Anom Mudita (Bali), Deman Tende (Sulawesi Barat), Prof. Dr. Midian Sirait (Sumatera Utara), dan K.H. Yusuf Hasim (Jawa Timur).

  • Amnesty International Desak Komisi III DPR Panggil Kapolri, Usut Dugaan Pelanggaran HAM Sirkus OCI – Halaman all

    Amnesty International Desak Komisi III DPR Panggil Kapolri, Usut Dugaan Pelanggaran HAM Sirkus OCI – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Amnesty International Indonesia mendesak Komisi III DPR untuk memanggil Kapolri usut dugaan praktik eksploitasi dan penyiksaan yang dialami sejumlah mantan pemain sirkus Oriental Circus Indonesia (OCI).

    Diketahui sejumlah mantan pemain OCI mengadu ke Komisi III DPR RI di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (21/4/2025) kemarin.

    “Audiensi dengan Komisi III DPR RI adalah momen penting dalam upaya para korban mencari keadilan atas dugaan pelanggaran HAM berat yang mereka alami di masa lalu,” kata Usman Hamid, Selasa (22/4/2025).

    Oleh karena itu Komisi III, kata Usman Hamid harus menindaklanjuti pertemuan tersebut dengan memanggil Polri. 

    Hal itu dinilainya penting agar Komisi III dapat menanyakan langsung kepada Polri terkait alasan mereka melakukan SP3 terhadap kasus tersebut di masa lalu. 

    “Komisi III harus meminta Kapolri untuk membuka kembali penyidikan terhadap kasus ini agar kegagalan negara di masa lalu dalam menghadirkan keadilan bagi korban tidak terulang,” imbuhnya.

    Komisi III dikatakan Usman Hamid perlu membentuk tim pencari fakta untuk menginvestigasi dugaan pelanggaran HAM berat yang dialami oleh eks pemain sirkus OCI ini. 

    “Tim pencari fakta ini penting untuk mengungkap kegagalan negara di masa lalu dalam menghadirkan keadilan bagi para korban. Di saat yang sama Polri dan Komnas HAM juga harus tetap melaksanakan tugas mereka menginvestigasi kasus ini secara terpisah,” jelasnya.

    Sebelumnya sejumlah mantan pemain Oriental Circus Indonesia (OCI) mengadu ke Komisi III DPR RI.

    Mereka mengungkapkan pengalaman mendapatkan kekerasan fisik dan perlakuan tidak manusiawi yang dialami puluhan tahun lalu selama bekerja di lingkungan sirkus.

    Salah satu mantan pemain, Yuli, mengaku bahwa dirinya dan sejumlah rekannya terpaksa melarikan diri dari OCI karena merasa terancam

    “Kita nih semua, kabur dari circus itu. Jadi kita memang sebisa mungkin bersembunyi dari mereka. Agar enggak ketangkep,” kata Yuli dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU).

    Yuli menuturkan, ia sempat mencoba melarikan diri pada tahun 1986. Namun, usahanya gagal dan berujung pada tindakan kekerasan yang diterimanya.

    “Soalnya saya pernah kabur tahun 86, saya ditangkap, dipukuli. Kakak saya pun gitu, kabur, ditangkap, dipukuli,” ujarnya.

    Menurutnya, tindakan kekerasan itu dilakukan oleh pihak Oriental Circus Indonesia. “Pihak Circus (yang melakukan pemukulan). Itu yang melakukan Pak Frans Manansang,” ungkapnya.

    Kepada Komisi III DPR, Yuli meminta keadilan atas perlakuan yang ia dan rekan-rekannya terima.

    “Ya kita bagaimana baiknya lah. Kita pengennya mereka diadili apa bagaimana. Soalnya kan kalau saya tidak menerima yang seperti Vivi sampai disetrum, seperti Butet dikasih kotoran gajah mulutnya,” ucapnya.
     

     

  • Anggota DPR Minta Negara Hadirkan Keadilan Bagi Eks Pemain Sirkus OCI Taman Safari

    Anggota DPR Minta Negara Hadirkan Keadilan Bagi Eks Pemain Sirkus OCI Taman Safari

    PIKIRAN RAKYAT – Anggota Komisi III DPR RI Gilang Dhielafararez mendorong agar kasus dugaan penganiayaan dan eksploitasi para eks pemain sirkus Oriental Circus Indonesia (OCI) Taman Safari diusut secara tuntas agar fakta yang terjadi di masa lalu benar-benar terungkap. Menurutnya, harus ada tanggung jawab yang diberikan kepada korban.

    “Kasus ini sebenarnya seperti pucuk es. Kejadian sudah lama, namun baru ramai terungkap sekarang. Meski begitu, negara harus menghadirkan keadilan bagi para mantan pemain sirkus di Taman Safari ini,” kata Gilang Dhielafararez, kepada wartawan Selasa, 22 April 2025.

    Dengan begitu Gilang menilai negara harus menghadirkan keadilan bagi para eks pemain sirkus OCI Taman Safari yang selama ini merasa kasusnya belum tuntas.

    “Konstitusi sudah mengatur jaminan dari negara untuk pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi setiap warganya. Jadi kasus ini harus diusut secara terang benderang, apalagi juga ada bantahan dari pemilik sirkus,” ujarnya. 

    Selain ituGilang pun menilai, rekomendasi Amnesty Internasional Indonesia soal tim pencari fakta (TPF) perlu untuk dipertimbangkan. 

    Dia mengatakan, Tim pencari fakta ini dianggap penting untuk mengungkap kegagalan negara di masa lalu dalam menghadirkan keadilan bagi para korban sekaligus untuk menginvestigasi dugaan pelanggaran HAM berat yang dialami eks pemain sirkus OCI. 

    “Negara perlu mengakomodir para pemain sirkus ini agar mereka mendapat keadilan. Dan saya kira, DPR bisa ikut memfasilitasinya,” ungkapnya.

    Terlebih, kata Gilang, dugaan kasus eksploitasi dan penganiayaan mantan pegawai sirkus OCI harus dipertanggungjawabkan di mata hukum.

    “Kita tidak boleh berhenti bahwa kasus ini sudah kedaluwarsa. Walau kasus lama, masih bisa dibuka lagi dan diusut tuntas. Kasus kedaluwarsa bukan berarti para korban ini tidak berhak memperoleh keadilan,” ujarnya.

    “Dan perlu ditelusuri juga mengapa saat itu kasus hukumnya dihentikan. Kalau kurang bukti, kenapa tidak ditelusuri secara mendalam? Ini menyangkut hak asasi manusia yang terlanggar lho,” imbuhnya.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • OCI Utamakan Jalur Kekeluargaan, Langkah Hukum Jadi Opsi Terakhir Hadapi Eks Pemain Sirkusnya – Halaman all

    OCI Utamakan Jalur Kekeluargaan, Langkah Hukum Jadi Opsi Terakhir Hadapi Eks Pemain Sirkusnya – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kuasa hukum Oriental Circus Indonesia (OCI), Ricardo Kumontas, menegaskan kliennya memilih untuk mengutamakan jalur kekeluargaan dalam menghadapi polemik yang tengah berlangsung, terkait dugaan eksploitasi pemain sirkus.

    Menurutnya, langkah hukum hanya akan diambil sebagai opsi terakhir apabila situasi sudah tidak memungkinkan untuk diselesaikan secara damai.

    “Jadi menurut Pak Jansen (Pendiri OCI) ya, apapun yang terjadi beliau tetap mengutamakan penyelesaian kekeluargaan. Karena mereka seperti adik-adiknya,” kata Ricardo.

    Ricardo menyebut bahwa kliennya merasa terpukul dengan berbagai narasi yang beredar di media sosial.

    Dia menilai banyak informasi yang berpotensi menyesatkan publik dan tidak mencerminkan keadaan yang sebenarnya.

    “Jadi sebenarnya tindakan hukum itu pilihan terakhir buat beliau. Makanya beliau tuh sebenarnya terpukul sekali ya sama cerita-cerita yang muncul di medsos ya, sedih sekali gitu loh,” ujarnya.

    Menanggapi kemungkinan adanya gugatan dari pihak yang mengaku korban, Ricardo memastikan bahwa OCI akan bersikap kooperatif dan menanggapi sesuai ketentuan hukum.

    Ricardo mengklaim jika pihaknya siap menghadapi gugatan perdata atau laporan pidana dari pihak mantan pemain sirkus OCI. 

    “Ya kami akan counter sesuai dengan perundangan yang berlaku,” tutupnya.

    Kuasa Hukum Eks Pemain Sirkus Desak Kasus Diusut Lewat Pengadilan HAM

    Sejumlah mantan pemain Oriental Circus Indonesia (OCI) mengadu ke Komisi III DPR RI di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (21/4/2025).

    Kuasa Hukum Mantan Pemain Sirkus Oriental Circus Indonesia (OCI), Muhammad Soleh, menyampaikan kekecewaannya terhadap respons dari pihak OCI dan pengelola Taman Safari.

    “Kalau ada itikad baik dari OCI maupun Taman Safari kita akan terima, tetapi kalau dilihat dari sambutan jawaban di media kok menurut saya kecil untuk bisa. Sebab, mereka juga sangat tersakiti karena jawabannya tidak mengakui,” kata Soleh dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU).

    Soleh menegaskan, meskipun pembuktian kekejaman sulit, ada aspek pelanggaran HAM yang dapat dibuktikan dengan mudah, seperti pemisahan anak-anak dari orang tuanya sejak usia dini.

    Menurutnya, praktik tersebut merupakan bentuk pelanggaran HAM berat yang harus diusut tuntas.

    “Ini pelanggaran HAM berat apalagi di dalamnya terjadi perbudakan dan terus terang ini sejarah kelam yang menurut saya, ayo kita ungkap, kita akhiri,” tegas Soleh.

    Oleh karena itu, Soleh berharap aduan mereka ke Komisi III DPR berbuah keadilan bagi para korban.

    “Tolong jangan langsung diberikan kepada pihak kepolisian, nyatanya kasus ini sudah pernah di-SP3 oleh pihak kepolisian dan itu sungguh mengecewakan buat kita, 1997 dilaporkan, 1999 SP3 tanpa pelapor juga dikasih tahu,” ujarnya.

    Dia berharap Komisi III dapat mendorong penggunaan Undang-undang tentang Pengadilan HAM untuk mengusut dugaan pelanggaran tersebut secara menyeluruh.

    “Jadi sekali lagi kami berharap ada keadilan di sini ada peluang Undang-undang HAM digunakan Undang-undang pengadilan HAM digunakan supaya sejarah kelam ini bisa mendapatkan keadilan,” ucap Soleh.

  • Sahroni Minta OCI-Taman Safari Duduk Bareng Selesaikan Eksploitasi Sirkus

    Sahroni Minta OCI-Taman Safari Duduk Bareng Selesaikan Eksploitasi Sirkus

    Jakarta

    Komisi III DPR RI menggelar rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan pihak Oriental Circus Indonesia (OCI) dan Taman Safari terkait dugaan eksploitasi sirkus yang terjadi. Komisi III DPR meminta agar kedua belah pihak duduk bersama untuk menyelesaikan kasus ini.

    “Saya minta tadi kalau bapak (pihak Taman Safari) dirugikan dengan situasi ini, di sini (pihak OCI) juga merasa dirugikan dengan kondisi yang berbeda, makanya duduk sama-sama, pak,” kata Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni dalam rapat tersebut, di ruang Komisi III DPR RI, Jakarta, Senin (21/4/2025).

    Jika kedua belah pihak saling membantah satu sama lain, maka kasus ini tidak akan selesai. Pihak kepolisian nantinya bisa jadi penengah pembahasan antar keduanya.

    “Kita harapannya pak, Pak Jansen dan pihak sini duduk sama-sama, pak. Duduklah. Nanti orang tengahnya orang Dirkrimum Polda Jabar,” sebutnya.

    Ia juga menyarankan para pihak terkait jangan terlalu banyak bicara ke media karena dapat menimbulkan kegaduhan. Jika perkara ini tidak selesai dalam waktu 1 minggu, bisa kembali mengadu ke Komisi III DPR.

    “Berkenan jangan lagi ngomong di berita, udah setop di berita. Udah duduk sama-sama kalau seminggu nggak selesai datang lagi sini baru kita lapor polda, mana yang bener mana yang salah baru berlanjut prosesnya,” ucapnya.

    “Kemarin saya menerima audiensi dari para korban kekerasan, pelecehan dan dugaan perbudakan. Dari keterangan yang para korban yang semuanya perempuan ini, diduga telah terjadi Pelanggaran HAM. Kejadian ini sudah puluhan tahun yang lalu di tempat mereka bekerja yaitu sebuah bisnis pengelola hiburan sirkus,” ujar Mugiyanto, dalam unggahannya di akun resmi Instagramnya, dilihat Rabu, (16/4).

    KemenHAM akan memanggil pihak Taman Safari. Pemanggilan itu untuk mendengarkan penjelasan dari dua belah pihak.

    (ial/maa)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Soeharto Diusulkan Jadi Pahlawan, Sejarawan: Jangan Abaikan 1965

    Soeharto Diusulkan Jadi Pahlawan, Sejarawan: Jangan Abaikan 1965

    Yogyakarta, Beritasatu .com – Nama Presiden RI ke-2, Jenderal Besar TNI (Purn) Soeharto, diusulkan menjadi pahlawan nasional oleh Kementerian Sosial (Kemensos). Usulan tersebut menjadi bagian dari sepuluh nama tokoh yang diajukan bersama Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Pusat (TP2GP), pakar, dan budayawan.

    Namun, usulan ini menimbulkan polemik di tengah masyarakat karena rekam jejak kepemimpinan Soeharto yang dinilai kontroversial, terutama terkait pelanggaran hak asasi manusia dan represi terhadap kebebasan pers selama masa Orde Baru.

    Sejarawan Universitas Gadjah Mada  Agus Suwignyo menyatakan, secara kriteria formal, Soeharto memang layak menjadi pahlawan nasional. Meski demikian, ia menegaskan pentingnya mempertimbangkan seluruh aspek sejarah.

    “Kalau melihat kriteria dan persyaratan sebagai pahlawan nasional, nama Soeharto memang memenuhi kriteria tersebut. Namun tidak bisa juga mengabaikan fakta sejarah dan kontroversinya pada 1965,” ujar Agus terkait Soeharto diusulkan menjadi pahlawan nasional.

    Agus menjelaskan bahwa dalam Peraturan Menteri Sosial Nomor 15 Tahun 2012, seorang tokoh harus terbukti memiliki kontribusi nyata sebagai pemimpin atau pejuang dan tidak pernah mengkhianati bangsa.

    Soeharto diketahui memiliki peran penting dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Ia terlibat dalam Serangan Umum 1 Maret 1949 yang berhasil merebut Yogyakarta dari pendudukan Belanda, serta menjabat sebagai Panglima Komando Mandala dalam operasi pembebasan Irian Barat pada 1962.

    “Cara pandang sejarah terhadap Soeharto ini tidak bisa hitam putih. Sebagai pahlawan nasional, tidak bisa mengabaikan fakta sejarah. Namun, tidak bisa juga mengabaikan kontribusinya dalam kemerdekaan,” papar Agus soal usulan Soeharto menjadi pahlawan nasional.

    Meskipun kontribusi di masa perjuangan diakui, Agus menilai bahwa pemberian gelar pahlawan nasional kepada Soeharto berpotensi menimbulkan perdebatan. Sebab, ia juga dikenal sebagai sosok yang bertanggung jawab atas pelanggaran HAM berat dan tindakan represif terhadap kebebasan sipil.

    “Penulisan sejarah itu harus memperhatikan konteks, ya. Jadi semisal ada kategori pahlawan nasional dalam bidang tertentu, sehingga bisa diberikan gelar, tetapi dalam konteks dan catatan,” jelasnya.

    Agus juga menyoroti perlunya pendekatan yang lebih luas dalam pengusulan gelar pahlawan nasional. Ia mencontohkan Syafruddin Prawiranegara, tokoh yang sempat dicap pengkhianat karena keterlibatannya dalam Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI), padahal perannya penting dalam sejarah pembentukan Pemerintah Darurat Republik Indonesia.

    “Selain itu, kita belum (memberikan pengakuan) pada berbagai tokoh-tokoh di bidang seni, teknologi, dan pengetahuan. Saya kira perlu ada kajian mengenai pahlawan nasional di luar latar belakang militer,” pungkas Agus.

    Usulan pemberian gelar pahlawan nasional kepada Soeharto kini menjadi perbincangan publik yang menyentuh aspek sejarah, politik, dan moral. Pemerintah masih menunggu hasil kajian dan pertimbangan lebih lanjut dari berbagai pihak terkait Soeharto diusulkan menjadi pahlawan nasional ini.

  • Dukungan RI tak pernah surut

    Dukungan RI tak pernah surut

    Ketua DPR RI Puan Maharani (kanan) saat bertemu dengan Ketua Parlemen Palestina Rawhi Fattouh di Istanbul, Turki, Jumat (18/4/2025). (ANTARA/HO-DPR RI)

    Puan kepada Ketua Parlemen Palestina: Dukungan RI tak pernah surut
    Dalam Negeri   
    Editor: Novelia Tri Ananda   
    Minggu, 20 April 2025 – 10:41 WIB

    Elshinta.com – Ketua DPR RI Puan Maharani saat bertemu dengan Ketua Parlemen Palestina Rawhi Fattouh menyampaikan bahwa dukungan RI terhadap kemerdekaan Palestina tidak pernah surut. Pertemuan tersebut terjadi di sela-sela forum diskusi kelompok parlemen negara-negara yang membela Palestina atau The Group of Parliaments in support of Palestine, di Istanbul, Turki, Jumat (18/4).

    “Dukungan terhadap Palestina merupakan panggilan moral dan sejarah bangsa Indonesia. Indonesia terus mendukung perjuangan rakyat Palestina dan tak berubah sejak era kemerdekaan,” ujar Puan kepada Fattouh, seperti dikutip dari keterangannya di Jakarta, Minggu.

    Pada kesempatan itu, Puan juga menyampaikan bahwa dukungan RI untuk Palestina tidak hanya dilakukan oleh rakyat maupun pemerintah Indonesia. DPR RI, kata dia, juga terus memperjuangkan kemerdekaan Palestina.

    “Baik di meja-meja bilateral maupun forum-forum internasional, DPR RI terus menyuarakan dukungan bagi Palestina dan mengajak negara-negara dunia agar mengupayakan terciptanya perdamaian di Palestina,” ujarnya.

    Lebih lanjut dia menyebut bahwa dalam berbagai pertemuan multilateral, seperti Inter-Parliamentary Union (IPU), Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), maupun forum ASEAN dan Perserikatan Bangsa-Bangsa, DPR RI konsisten mengangkat isu pelanggaran HAM berat yang menimpa warga Palestina.

    Menurut dia, langkah DPR RI tersebut sejalan dengan amanat konstitusi Indonesia yang ingin perdamaian dunia dapat terwujud.

    “Kita harus memimpin dalam mempromosikan resolusi damai dan menolak kekerasan sebagai sarana untuk menyelesaikan perselisihan. Serangan Israel terhadap warga sipil termasuk wanita, anak-anak, dan orang tua di Gaza dan Tepi Barat harus dihentikan,” kata Puan dalam forum The Group of Parliaments in support of Palestine tersebut.

    Sementara itu, saat berbincang dengan Rawhi Fattouh, Puan juga menyampaikan komitmen penguatan kerja sama antara DPR RI dengan Parlemen Palestina. Ia mengatakan bahwa penguatan kerja sama itu dapat meningkatkan penggalangan dukungan terhadap negara-negara lain dalam mendukung perjuangan rakyat Palestina agar dapat hidup dengan nyaman dan damai di rumahnya sendiri.

    Sumber : Antara

  • Bertemu Ketua Parlemen Palestina, Puan: Dukungan Indonesia Tidak Akan Surut – Page 3

    Bertemu Ketua Parlemen Palestina, Puan: Dukungan Indonesia Tidak Akan Surut – Page 3

    Secara diplomatik, Puan menyebut dukungan Indonesia untuk Palestina tak hanya dilakukan oleh pemerintah. Sejalan dengan langkah pemerintah Indonesia, DPR RI juga terus ikut memperjuangkan kemerdekaan Palestina.

    “Di tengah eskalasi kekerasan yang semakin brutal di Gaza dan wilayah Palestina lainnya, DPR RI selalu menegaskan posisi Indonesia yang menolak aksi-aksi kekerasan,” kata Puan.

    “Baik di meja-meja bilateral dan forum-forum internasional, DPR terus menyuarakan dukungan bagi Palestina dan mengajak negara-negara dunia agar mengupayakan terciptanya perdamaian di Palestina,” sambungnya.

    Menurut Puan, langkah DPR ini sejalan dengan amanat konstitusi Indonesia yang ingin perdamaian dunia dapat terwujud. Dalam berbagai pertemuan multilateral, seperti Inter-Parliamentary Union (IPU), Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), maupun forum ASEAN dan PBB, DPR RI konsisten mengangkat isu pelanggaran HAM berat yang menimpa warga Palestina.

    Saat berbicara di forum The Group of Parliaments in support of Palestine yang digelar di Turki, Puan menyerukan tuntutan kolektif kepada negara-negara lain untuk membantu memulihkan keadaan di Gaza dan agar Israel menghentikan serangan.

    Puan juga mendorong diplomasi konkret untuk gencatan senjata permanen dan akses bantuan kemanusiaan yang tidak terhalang.

    “Kita harus memimpin dalam mempromosikan resolusi damai dan menolak kekerasan sebagai sarana untuk menyelesaikan perselisihan. Serangan Israel terhadap warga sipil termasuk wanita, anak-anak, dan orang tua di Gaza dan Tepi Barat harus dihentikan,” papar Puan Maharani.

  • Pelanggaran HAM dan Kehidupan Tragis Perempuan Korea Utara

    Pelanggaran HAM dan Kehidupan Tragis Perempuan Korea Utara

    loading…

    Dong Wan Kang, Profesor di Universitas Dong-A, Busan, Korea Selatan. Foto/Istimewa

    Dong Wan Kang
    Profesor di Universitas Dong-A, Busan, Korea Selatan
    Pembawa Acara Kanal YouTube “Dong-Wan Kang TV”

    DI KOREA UTARA, perempuan disebut sebagai “salah satu roda kereta revolusi”. Sebuah lagu populer berjudul “Perempuan Adalah Bunga” menggambarkan perempuan sebagai “bunga bangsa”. Negara ini juga memperingati tanggal 3 November sebagai “Hari Ibu” untuk semakin menekankan peran dan pentingnya perempuan.

    Propaganda pemerintah mengklaim bahwa perempuan di “surga rakyat” ini menikmati kehidupan yang sangat bahagia. Namun, benarkah perempuan Korea Utara benar-benar bahagia? Sebelum berbicara tentang peran mereka sebagai perempuan, dapatkah mereka hidup dengan martabat sebagai manusia?

    Secara umum, hak-hak perempuan mencakup kebebasan dari kekerasan seksual, hak untuk memilih, hak untuk memegang jabatan publik, hak yang setara dalam hukum keluarga, dan akses terhadap pendidikan. Dilihat dari perspektif hak asasi manusia (HAM), kehidupan mereka sungguh tragis.

    Saya telah merekam kehidupan rakyat Korea Utara di sepanjang Sungai Yalu dan Tumen di perbatasan China-Korea Utara menggunakan lensa telefoto untuk membagikan kisah mereka kepada dunia. Di musim dingin yang sangat menusuk, dengan suhu di bawah -35°C, perempuan Korea Utaralah yang harus mengambil air atau mencuci pakaian di sungai yang membeku.

    Dalam kenyataan keras ini, di mana listrik dan sistem air bersih sangat minim, seteguk air saja harus diambil dari sungai atau sumur. Peralatan rumah tangga seperti mesin cuci dan pengering, yang bagi kita sudah biasa, bagi mereka adalah kemewahan yang tak terbayangkan.

    Di negara yang sangat tertutup ini, di mana perbatasan dijaga ketat, bahkan pupuk dasar untuk bertani pun sulit diakses—limbah manusia masih digunakan. Mengangkut limbah manusia ke ladang, yang dikenal sebagai “pertempuran pupuk,” adalah tugas wajib musim dingin bagi perempuan Korea Utara.

    Menghidupi ekonomi rumah tangga juga menjadi beban mereka. Mereka harus menjual apa pun yang bisa dijual di pasar-pasar lokal untuk menghidupi keluarga, yang seringkali membuat mereka rentan terhadap eksploitasi seksual ilegal dan berulang.

    Pelanggaran HAM terhadap perempuan Korea Utara yang diperdagangkan ke China sungguh tak terbayangkan parahnya. Dihadapkan pada ancaman kelaparan, melintasi perbatasan untuk mencari makanan sering menjadi satu-satunya pilihan—tetapi ini membuat mereka menjadi target empuk bagi para pelaku perdagangan manusia.

    Sekitar 80% pembelot Korea Utara yang tiba di Korea Selatan adalah perempuan, dan di antara mereka, sekitar 70% pernah mengalami perdagangan manusia di China. Mereka yang beruntung bisa mencapai Korea Selatan dengan selamat adalah pengecualian.

  • Anggota DPR Minta Negara Hadirkan Keadilan Bagi Eks Pemain Sirkus OCI Taman Safari

    Komnas HAM Temukan 4 Pelanggaran HAM Pemain Sirkus OCI Sejak 1997, Anak-Anak Tak Tahu Identitas

    PIKIRAN RAKYAT – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia menemukan 4 jenis pelanggaran HAM kasus anak-anak pemain sirkus Oriental Circus Indonesia (OCI) sejak 1997 di Bogor, Jawa Barat.

    Komnas HAM meminta kasus dugaan pelanggaran HAM yang dialami mantan pemain OCI diselesaikan secara hukum.

    Hal ini disampaikan Koordinator Subkomisi Penegakan HAM Komnas HAM Uli Parulian Sihombing di Jakarta pada Jumat, 18 April 2025.

    “Komnas HAM meminta agar kasus ini diselesaikan secara hukum atas tuntutan kompensasi untuk para mantan pemain OCI,” kata Uli seperti dikutip dari Antara.

    4 Pelanggaran HAM di Lingkungan OCI

    1. Pelanggaran pada hak anak mengetahui asal-usul, identitas, hubungan kekeluargaan, dan orang tuanya.
    2. Pelanggaran terhadap hak-hak anak guna bebas dari eksploitasi yang bersifat ekonomis.
    3. Pelanggaran hak anak memperoleh pendidikan umum yang layak, yang bisa menjamin masa depannya.
    4. Pelanggaran hak-hak anak mendapatkan perlindungan keamanan dan jaminan sosial yang layak.

    Kasus Belum Selesai, Penyidikan Dihentikan

    Komnas HAM meminta asal-usul para pemain sirkus OCI segera dijernihkan karena hal ini penting bagi para korban mengetahui asal-usul, identitas, dan hubungan keluarganya.

    Direktorat Reserse Umum Polri menghentikan penyidikan tindak pidana menghilangkan asal-usul dan perbuatan tak menyenangkan atas nama FM dan VS menurut Surat Ketetapan Nomor Pol. G.Tap/140-J/VI/1999/Serse Um tanggal 22 Juni 1999.

    Komnas HAM menerima pengaduan Ari Seran Law Office bahwa permasalahan kasus OCI belum terselesaikan pada Desember 2024.

    Hal ini karena belum ada upaya memenuhi tuntutan ganti rugi Rp3.1 miliar yang ditujukan pada OCI.

    Anak-anak Kehilangan Identitas

    Komnas HAM menegaskan, pelatihan keras utamanya pada anak-anak tak boleh menjurus pada penyiksaan, jika dilakukan maka sudah terjadi pelanggaran hak anak.

    “Anak-anak tersebut juga mengalami pelanggaran atas hak untuk memperoleh pendidikan yang layak serta hak untuk memperoleh perlindungan keamanan dan jaminan sosial sesuai peraturan perundangan yang ada,” lanjutnya.

    Para mantan pemain OCI mengadu dan melakukan audiensi yang diterima Wakil Menteri HAM Mugiyanto di Kementerian HAM, Jakarta pada Selasa, 15 April 2025.

    Mugiyanto mengatakan menurut cerita mereka, ada banyak kemungkinan terjadinya tindak pidana dengan mengalami kekerasan, termasuk soal kehilangan identitas.

    “Banyak kekerasannya, ada aspek-aspek yang penting juga, yang orang tidak pikirkan, itu soal identitas mereka. Padahal, identitas seseorang adalah hal dasar. Mereka tidak tahu asal usul, tidak tahu orang tuanya—beberapa dari mereka. Ini harus kita buka jalan supaya mereka bisa mengidentifikasi keluarga mereka, diri mereka sebetulnya siapa,” katanya.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News