Topik: Pelanggaran HAM

  • DPR Akhirnya Buka Pintu Dialog dengan Perwakilan Mahasiswa Usai Marak Unjuk Rasa
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        4 September 2025

    DPR Akhirnya Buka Pintu Dialog dengan Perwakilan Mahasiswa Usai Marak Unjuk Rasa Nasional 4 September 2025

    DPR Akhirnya Buka Pintu Dialog dengan Perwakilan Mahasiswa Usai Marak Unjuk Rasa
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Pimpinan DPR RI akhirnya membuka pintu dialog dengan perwakilan mahasiswa pada Rabu (3/9/2025) siang.
    Pertemuan berlangsung di Ruang Abdul Muis, Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, atau yang dikenal sebagai “Gedung Kura-Kura”.
    Forum ini akhirnya digelar setelah hampir sepekan terakhir gelombang demonstrasi berlangsung di depan Kompleks Parlemen, tanpa ada satupun wakil rakyat yang menemui massa.
    Ada tiga Wakil Ketua DPR yang hadir langsung menemui mahasiswa, yakni Sufmi Dasco Ahmad (Gerindra), Cucun Ahmad Syamsurijal (PKB), dan Saan Mustopa (Nasdem).
    Mereka duduk berhadap-hadapan dengan puluhan mahasiswa dari berbagai kampus yang mengenakan almamater masing-masing.
    Satu mikrofon disediakan di tengah ruangan, dipakai bergantian oleh perwakilan mahasiswa untuk menyampaikan tuntutan.
    Pertemuan ini menjadi tindak lanjut dari aksi besar yang digelar sejak 25 hingga 31 Agustus 2025. Ribuan massa kala itu mengecam “tunjangan jumbo” anggota DPR, kontroversi sejumlah wakil rakyat, hingga menuntut pembubaran DPR.
    Aksi yang awalnya damai berakhir ricuh setelah aparat membubarkan massa menggunakan gas air mata dan menyemprotkan air dengan mobil water canon.
    Sejumlah massa aksi, baik dari kalangan mahasiswa maupun dari elemen masyarakat lainnya ditangkap aparat dengan berbagai alasan
    .
    Dalam pertemuan itu, Perwakilan mahasiswa Universitas Indonesia (UI) Agus Setiawan menuntut DPR membentuk tim investigasi independen untuk mengusut dugaan kekerasan aparat selama aksi.
    Dia juga meminta investigasi menyeluruh atas isu makar di dalam aksi demonstrasi 25-31 Agustus yang sempat dilontarkan Presiden Prabowo Subianto, saat mengunjungi korban yang dirawat di Rumah Sakit Polri Kramat Jati, Jakarta, Senin (1/9/2025) lalu.
    “Kami ingin ada pembentukan Tim Investigasi yang independen untuk mengusut tuntas berbagai kekerasan yang terjadi sepanjang bulan Agustus ini,” ujar Agus.
    Menurut Agus, tudingan makar itu merugikan gerakan mahasiswa dan kelompok masyarakat lainnya yang hanya ingin menyampaikan aspirasinya.
    “Pun juga dengan dugaan makar yang keluar dari mulut Bapak Presiden Prabowo Subianto. Kami ingin tim investigasi ini mengusut tuntas semuanya sehingga apa yang disampaikan Bapak Presiden dapat dibuktikan. Karena kami dari gerakan merasa dirugikan dengan statement tersebut,” lanjutnya.
    Agus juga menyinggung soal kenaikan tunjangan DPR yang disebutnya ironis, mengingat kondisi ekonomi rakyat yang sedang sulit.
    Bahkan, terdapat sejumlah anggota DPR yang justru berjoget-joget ketika publik sedang mengkritik besarnya tunjangan tersebut.
    “Di tengah masyarakat rentan menderita, di-PHK, ekonomi lesu, daya beli masyarakat menurun, kok bisa ada wakil rakyat yang justru kabarnya tunjangannya dinaikkan. Dan ketika ada kabar tersebut terjadi simbolisasi joget-joget dan kemudian membuat hati kami sedih, Bapak-bapak sekalian,” kata Agus.
    Dia menambahkan, persoalan yang terjadi hari ini menunjukkan bahwa DPR hanya mengingat rakyat saat pemilu.
    Ketika terpilih, DPR seolah lupa dengan janji-janji kepada rakyat.
    “Kami seakan-akan dimanfaatkan di setiap momen pemilunya saja dengan berbagai janjinya. Tetapi ketika sudah duduk di kursi yang enak ini, seakan-akan melupakan kami,” ucapnya.
    Agus juga menyampaikan kerisauan para mahasiswa atas masa depan bangsa.
    Menurutnya, narasi besar menuju Indonesia Emas 2045 bisa gagal tercapai apabila DPR dan pemerintah tidak benar-benar memegang amanah rakyat.
    “Saya khawatir bahwa narasi-narasi Indonesia Emas 2045 justru tidak akan tercapai. Harapannya, agar ingat kembali amanah rakyat, mandat rakyat yang dibebankan di pundak-pundak kita sekalian, agar betul-betul bisa diperjuangkan,” pungkasnya.
    Perwakilan mahasiswa Universitas Trisakti Jili Colin menegaskan bahwa mahasiswa dan masyarakat tidak mungkin menyuarakan aspirasi dengan anarkis.
    Dia pun menyoroti propaganda yang menuding aksi demonstrasi kali ini ditunggangi provokator.
    “Saya berani bersaksi bahwasanya kami di sini kaum terpelajar, mahasiswa-mahasiswi. Tidak mungkin, Pak, kami menyuarakan pendapat kami, aspirasi kami, keluhan rakyat, jeritan rakyat dengan tindakan-tindakan anarkis,” kata Jili.
    Dia juga mendesak DPR untuk menuntaskan kasus pelanggaran HAM berat serta menghentikan kriminalisasi aktivis dan mahasiswa.
    “Hentikan kriminalisasi aktivis dan mahasiswa. Jauhkan budaya represifitas terhadap hak-hak kita, selaku mahasiswa dan masyarakat untuk bersuara,” ujarnya.
    Dari HMI DIPO, Abdul Hakim menyuarakan tuntutan agar mahasiswa yang ditangkap selama demonstrasi segera dibebaskan.
    Dia bahkan mendesak Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad langsung menelepon Kapolri.
    “Izin Pak Prof Dasco, Kang Saan, Kang Cucun segera telepon Kapolri sampaikan permintaan kami. Kami semua di sini sepakat, semua sepakat ya kawan-kawan. Sampaikan bahwasanya bebaskan kawan-kawan kami, seluruh Indonesia, lepaskan,” tegas Hakim.
    Mahasiswa lain pun langsung menyatakan “sepakat” secara serentak.
    Setelah itu, Hakim menegaskan bahwa para mahasiswa dan aktivis yang ditahan bukanlah pemberontak.
    Dia juga memastikan bahwa massa aksi menyampaikan aspirasi tanpa tindakan anarkis.
    “Kita ini bukan tebusan, kita ini bukan pemberontak, kita ini menyampaikan aspirasi masyarakat dengan benar. Kita tidak ada melakukan perusakan, pembakaran tidak ada, silakan dicek di seluruh Indonesia tidak ada,” ucap Hakim.
    Sementara itu, Ketua Umum GMNI Muhammad Risyad Fahlefi menyoroti lambannya DPR mengesahkan sejumlah Rancangan Undang-Undang (RUU) yang dinilai penting bagi rakyat.
    Misalnya, RUU Perampasan Aset, RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT), RUU Masyarakat Adat, dan revisi KUHAP.
    “Selama lima tahun ke belakang, DPR RI tidak banyak mengakomodir pengesahan RUU yang menjadi tuntutan rakyat. Hal inilah yang membuat rakyat terus menuntut lewat serentetan aksi demonstrasi,” kata Risyad.
    Menurut Risyad, akumulasi dari tuntutan yang tak kunjung terpenuhi kerap memantik gelombang aksi.
    Kondisi ini akhirnya membuka ruang bagi provokasi dan penunggangan kepentingan tertentu dalam demonstrasi.
    “Yang kami khawatirkan, ketika ada aksi penunggangan, ada aksi provokasi, dan seterusnya, kawan-kawan mahasiswa juga terpantik. Kenapa? Karena ada akumulasi dari tuntutan-tuntutan kami yang kemarin belum terwadahi,” kata Risyad.
    Koordinator Pusat BEM SI Muzammil Ihsan menagih janji Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka soal penciptaan 19 juta lapangan kerja.
    “Hari ini para pemudanya tamat kuliah tidak tahu ingin bekerja di mana untuk menafkahi hidupnya juga tidak tahu di mana. Sehingga mereka melakukan tindakan-tindakan kriminal untuk keuntungan dirinya,” ujar Muzammil.
    Dia juga mendesak adanya evaluasi kabinet, setelah Wakil Menteri Ketenagakerjaan Immanuel Ebenezer tersandung kasus korupsi.
    “Ini bukan lagi tentang bagi-bagi kue kekuasaan, tapi ini tentang profesionalitas dalam bekerja untuk rakyat,” tegasnya.
    Merespons berbagai tuntutan itu, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menyampaikan permintaan maaf atas kinerja lembaga yang selama ini belum maksimal menjalankan tugas sebagai wakil rakyat.
    “Selaku Pimpinan DPR kami menyatakan permohonan maaf atas kekeliruan serta kekurangan kami sebagai wakil rakyat dalam menjalankan tugas dan fungsi mewakili aspirasi rakyat yang selama ini menjadi tanggung jawab kami,” ujar Dasco.
    Dia menegaskan, permintaan maaf ini tidak cukup bila tidak diikuti langkah nyata.
    Oleh karenanya, dia memastikan akan memperbaiki kinerja dalam waktu sesingkat-singkatnya.
    “Evaluasi dan perbaikan secara menyeluruh akan dilakukan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya,” kata Dasco.
    Dasco menyebut, DPR sudah mengambil langkah awal dengan menghentikan tunjangan perumahan sejak 31 Agustus 2025, serta memberlakukan moratorium kunjungan kerja ke luar negeri.
    “Reformasi DPR akan dipimpin langsung oleh Ketua DPR Puan Maharani untuk menjadikan DPR lebih baik dan transparan,” tambahnya.
    Soal tuntutan pembebasan massa aksi yang ditahan, Dasco menyatakan pihaknya akan berkoordinasi dengan kepolisian.
    Namun, upaya ini akan dilakukan dengan melihat kasus per kasus yang membuat pedemo ditahan aparat.
    “Ya yang pertama-tama kami akan berkoordinasi dengan pihak kepolisian. Kami akan melihat kasus per kasus. Apabila memang dapat dikomunikasikan kita akan komunikasikan. Ini di luar yang melakukan tindakan-tindakan anarkis yang memang terbukti,” ucapnya.
    Sementara itu, Wakil Ketua DPR Saan Mustopa memastikan tuntutan pembentukan tim investigasi independen akan diteruskan ke pemerintah.
    “Terkait tim investigasi atas dugaan indikasi dari kejadian-kejadian yang selama ini ada indikasi, bahkan Presiden sudah menyampaikan adanya indikasi makar, tentu DPR akan menyampaikan kepada pemerintah agar ini dilakukan secepatnya,” ujar Saan.
    Politikus Nasdem itu menilai penting adanya tim investigasi independen agar peristiwa serupa tidak terulang.
    “Walaupun DPR tetap berkepentingan mendorong itu, kewenangannya tetap ada di pemerintah,” ucapnya.
    Dasco menambahkan DPR akan segera menindaklanjuti tuntutan mahasiswa dan masyarakat yang digaungkan lewat gerakan 17+8, melalui rapat evaluasi dengan seluruh pimpinan fraksi di parlemen.
    “Sebagian yang disampaikan oleh adik-adik perwakilan BEM ada di 17+8. Kita akan lakukan besok rapat evaluasi dengan pimpinan-pimpinan fraksi untuk menyatukan pendapat dan kesepakatan di DPR,” kata Dasco.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Puluhan Mahasiswa Cipayung Pasuruan Demo Damai, Usung Isu Sampah, Infrastruktur hingga Tenaga Kerja

    Puluhan Mahasiswa Cipayung Pasuruan Demo Damai, Usung Isu Sampah, Infrastruktur hingga Tenaga Kerja

    Pasuruan (beritajatim.com) – Puluhan mahasiswa dari berbagai organisasi turun ke jalan dan mendatangi Gedung DPRD Kabupaten Pasuruan, Rabu (3/9/2025). Mereka menyampaikan sejumlah isu strategis yang belakangan ramai diperbincangkan di masyarakat.

    Aksi tersebut diikuti oleh HMI, GMNI, PMII, dan IMM yang tergabung dalam Cipayung Pasuruan Raya. Dengan duduk bersama di depan kantor DPRD, mereka menegaskan bahwa demo kali ini dilakukan secara damai dan tertib.

    Koordinator lapangan aksi, Dandy yang juga Ketua DPC GMNI Pasuruan, menuturkan mahasiswa tidak ingin gerakan mereka menimbulkan keresahan. Hal ini mengingat banyaknya kawasan industri di Kabupaten Pasuruan dan agar para investor tak takut jika berinvestasi di pasuruan

    Menurut Dandy, ada lima isu utama yang mereka suarakan dalam kesempatan tersebut. Isu itu meliputi sampah, infrastruktur jalan, transportasi umum, narkoba, penyerapan tenaga kerja, pelanggaran HAM di Alas Tlogo, serta kekerasan terhadap perempuan dan anak.

    “Kami ingin aspirasi ini didengar langsung oleh DPRD dan pemerintah daerah, serta diteruskan ke pusat. Harapan kami agar masalah-masalah ini segera mendapat perhatian serius,” tegasnya.

    Ketua DPRD Kabupaten Pasuruan, Samsul Hidayat, menyambut baik aspirasi mahasiswa yang datang. Ia berjanji akan menindaklanjuti isu-isu yang menjadi rekomendasi sesuai dengan tugas pokok dan fungsi DPRD.

    “Kami siap mengawal dan memperjuangkan aspirasi ini, bukan hanya di depan gedung ini saja. Jika ada rekomendasi yang bersifat nasional, tentu akan kami bawa ke pusat,” katanya.

    Samsul juga mengakui bahwa komunikasi DPRD dengan masyarakat terkadang kurang maksimal. “Kami minta maaf apabila selama ini belum banyak turun ke bawah dan berkomunikasi dengan baik kepada masyarakat,” ungkapnya.

    Bupati Pasuruan, Rusdi Sutedjo, juga hadir dalam aksi damai tersebut dan memberikan tanggapan langsung. Ia menegaskan bahwa pemerintah daerah tidak menutup mata atas masukan yang diberikan mahasiswa.

    “Beberapa isu memang nyata terjadi setiap tahun, misalnya kekurangan air. Itu bukan isu lagi, melainkan realita yang memang harus kita selesaikan bersama,” ujar Rusdi.

    Ia menambahkan, permasalahan sampah juga sedang menjadi prioritas pemerintah daerah. “Tahun ini kami akan fokus menangani persoalan sampah agar Pasuruan lebih bersih dan sehat,” jelasnya.

    Terkait isu tenaga kerja, Rusdi menyebut pihaknya sudah melakukan pemetaan kebutuhan lapangan kerja. “Kami ingin memastikan bahwa masyarakat Pasuruan punya peluang kerja yang luas, khususnya di sektor industri,” ungkapnya.

    Ia juga menegaskan keseriusan Pemkab Pasuruan dalam pengawasan lingkungan hidup, terutama tambang. “Kalau ada masyarakat menemukan aktivitas tambang yang tidak sesuai aturan, segera laporkan, nanti akan kami tindaklanjuti ke Satgas Tambang,” tegas Rusdi.

    Rusdi menambahkan bahwa pelayanan publik juga menjadi sorotan yang akan dibenahi. “Jika ada layanan yang tidak humanis, segera laporkan, saya tidak akan ragu menindak dan bahkan memindahkan petugas yang bermasalah,” tegasnya.

    Terakhir, Rusdi menyampaikan apresiasinya kepada mahasiswa yang menggelar aksi damai. “Terima kasih kepada para mahasiswa yang menyampaikan aspirasi dengan tertib, semoga langkah ini membawa kebaikan untuk masyarakat Pasuruan yang makmur dan sejahtera,” pungkasnya. (ada/kun)

  • Warga Indonesia di Australia Sampaikan Kekecewaan terhadap Pemerintah RI

    Warga Indonesia di Australia Sampaikan Kekecewaan terhadap Pemerintah RI

    Warga Indonesia hadir dalam aksi unjuk rasa bertajuk “People Taking Back Power Rakyat Indonesia Berkuasa!” di Federation Square, pusat kota Melbourne, Selasa kemarin.

    Acara yang diikuti ratusan orang tersebut diselenggarakan oleh organisasi Melbourne Bergerak, menjadi salah satu unjuk rasa terkait Indonesia yang terbesar yang pernah digelar.

    “Hari ini kita bergerak di sini, berkumpul untuk membela kemanusiaan,” ujar Pipin Jamson, yang mengkoordinir aksi di Melbourne.

    “Kita boleh bangga dengan apa yang kita lakukan hari ini karena ini adalah forum rakyat yang sebenarnya.”

    Dalam memulai orasinya, Pipin merujuk pada Affan Kurniawan, yang meninggal setelah dilindas mobil Brimob.

    “Hari ini kita harus bersatu karena ojol ditindas, dilindas, bahkan sebelum dilindas oleh truk Barracuda itu sudah dilindas oleh kapitalisme, sudah digilas oleh gig economy,” ujarnya diikuti sahutan para peserta.

    Flo, mahasiswi S-2 asal Indonesia mengaku merasa “terkuatkan” melihat kerumunan orang yang berasal dari “semua lapisan masyarakat.”

    “Ini menunjukkan bahwa pemerintah sudah kelewatan batas sehingga setiap orang dari segala kalangan, dari segala profesi semuanya datang untuk menunjukkan kekecewaannya kepada pemerintah,” ujarnya.

    “Kami tidak ingin hanya ada ucapan permintaan maaf, atau hanya ada anggota yang di-nonaktifkan, tapi kami benar-benar meminta ada perubahan di pemerintah, ada reformasi.”

    Anak-anak muda yang datang ke unjuk rasa ini juga menegaskan mereka tidak digerakkan atau didanai pihak asing dalam menyuarakan pendapatnya.

    Seperti yang dikatakan Marya Yenita Sitohang, mahasiswi S3, yang menyebut aksi ini sebagai “gerakan organik” yang dilakukan warga Indonesia di Australia.

    “Ini adalah gerakan organik yang terjadi di seluruh dunia karena kami rakyat Indonesia dan kami benar-benar kecewa dengan apa yang dilakukan pemerintah saat ini,” ujarnya.

    “Kita semua sama-sama marah dan [aksi ini] memvalidasi semua perasaan yang ada pada diri kita masing-masing.”

    Rafflialdi Hugo Atthareq, yang juga seorang mahasiswa, mengatakan rasa nasionalismenya “tidak akan pernah luntur” meski tidak berada di Indonesia.

    “Walaupun kita jauh, kita juga merasa akan berdampak kepada kita dan itu sangat penting,” ujar pria yang akrab disapa Hugo tersebut.

    “Kita cuma berharap pemerintah bisa minta maaf, mengakui kesalahan, [kalau] ada beberapa orang [di DPR] yang harus turun, silakan turun karena sudah melakukan kesalahan.”

    Warga asal Indonesia lainnya, Soraya Sri Anggarawati menuduh pemerintah Indonesia “hanya mementingkan kepentingan mereka dan kelompoknya saja.”

    “Harapan saya pemerintah benar-benar melaksanakan kebijakan yang baik, ada perbaikan sistem, perbaikan demokrasi ke depannya,” ujarnya.

    “Enggak oligarki, dan semuanya mementingkan kepentingan rakyat.”

    ‘Tekanan internasional’

    Warga diaspora Indonesia di ibu kota Australia, Canberra, juga akan mengadakan aksi seperti di Melbourne.

    Bertajuk “Tolak impunitas. Lawan kebrutalan aparat terhadap rakyat!”, aksi tersebut akan dilakukan pada Kamis, 4 September 2025 di ANU Fellows Oval.

    Avina Nadhila, salah satu koordinator aksi, mengatakan aksinya akan sejalan dengan pergerakan di beberapa belahan dunia lain, seperti Jerman, Amerika Serikat, dan Jepang.

    “Kami menyadari perlunya international pressure [tekanan internasional] yang ditunjukkan supaya pemerintah Indonesia lebih aware apa yang mereka lakukan dan perbuat itu bukannya tidak dilihat oleh khalayak umum masyarakat dunia,” ujarnya.

    “Kami menuntut ini adalah bagian dari kami menjalankan demokrasi supaya pemerintah lebih mau mendengarkan warga masyarakatnya tidak hanya di Indonesia saja, tapi juga warga Indonesia di luar Indonesia.”

    Tan Jenar Kibar Lantang, mahasiswa S-2 yang juga anggota Canberra Bergerak turut mengkritik tindakan aparat di Indonesia.

    “Mahasiswa Indonesia di Canberra marah terhadap kekerasan aparat dan juga secara keseluruhan perbuatan pejabat publik yang sewenang-wenang,” ujarnya.

    “Baik itu dari komentar verbal, secara tertulis, atau perbuatan-perbuatan yang nir empati, layaknya kunjungan ke luar negeri tanpa mempertimbangkan atau menaruh empati yang lebih tinggi terhadap hal yang sekarang terjadi di Jakarta.”

    Tan mengatakan Canberra Bergerak memiliki beberapa tuntutan yang sejalan dengan tuntutan 17+8 yang beredar di media sosial.

    Beberapa tuntutan 17+8 tersebut antara lain mengenai pembentukan tim investigasi independen untuk kasus korban kekerasan dan pelanggaran HAM oleh aparat, penghentian keterlibatan TNI dalam pengamanan sipil, dan pembebasan seluruh demonstran yang ditahan.

    Menurutnya Canberra Bergerak menuntut “akuntabilitas dan empati dari beberapa parlemen dengan membekukan kenaikan gaji dan tunjangan anggota DPR.”

    Pada 30 Agustus 2025, Perhimpunan Pelajar Indonesia di Australia (PPI Australia) melayangkan surat terbuka untuk mengkritik anggota DPR yang dilaporkan berada di Sydney saat unjuk rasa dan kerusuhan terjadi di Indonesia.

    PPI Australia dalam suratnya mempertanyakan waktu kunjungan yang terjadi hingga akhir pekan dan anggota dewan yang “ikut serta dalam kegiatan non-kerja”.

    “Sebagai pelajar Indonesia di Australia, kami tidak bisa tinggal diam menyaksikan representasi legislatif yang mengabaikan rakyat dan bersembunyi di balik alasan kerja,” bunyi surat tersebut.

    “Kami malu memiliki wakil rakyat yang tidak transparan, tidak akuntabel, dan jauh dari empati publik.”

    Lihat juga Video: Viral 17+8 Tuntutan Rakyat, Pemerintah Akhirnya Buka Suara

  • Dari UU Perampasan Aset hingga Masalah Irigasi, Ini 7 Tuntutan GMNI Saat Unjuk Rasa di Kantor DPRD Padangsidimpuan
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        3 September 2025

    Dari UU Perampasan Aset hingga Masalah Irigasi, Ini 7 Tuntutan GMNI Saat Unjuk Rasa di Kantor DPRD Padangsidimpuan Regional 3 September 2025

    Dari UU Perampasan Aset hingga Masalah Irigasi, Ini 7 Tuntutan GMNI Saat Unjuk Rasa di Kantor DPRD Padangsidimpuan
    Tim Redaksi
    PADANGSIDIMPUAN, KOMPAS.com
    – Gelombang aksi demonstrasi masih terjadi di berbagai wilayah Indonesia. Kali ini, massa Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) menggelar aksi unjuk rasa di kantor DPRD Kota Padangsidimpuan, Rabu (3/9/2025) sore.
    Massa lebih dulu berkumpul di Alun-alun Alaman Bolak, lalu longmarch menuju kantor DPRD dengan pengawalan ketat aparat Polri dan TNI. Setibanya di depan kantor DPRD, mereka disambut sejumlah anggota dewan dan bergantian menyampaikan orasi.
    Ketua DPC GMNI Kota Padangsidimpuan, Pahmi Yahya Damanik, mengatakan aksi ini lahir dari kekecewaan rakyat terhadap kondisi sosial politik saat ini.
    “Kami menilai, Anggota DPR gagal sebagai representasi rakyat. Dan maraknya tindakan represif kepolisian dalam merespons ekspresi ketidakpuasan tersebut,” kata Pahmi dalam orasinya.
    Ia menilai eskalasi masalah sosial politik tidak hanya menciptakan ketegangan di ruang publik, tetapi juga mengikis kepercayaan rakyat terhadap institusi. Karena itu, GMNI membawa tujuh tuntutan ke hadapan anggota DPRD Kota Padangsidimpuan.
    “Ada 7 pernyataan sikap yang kami bawa, dan kami minta agar direspon oleh anggota DPRD Kota Padangsidimpuan,” ujar Pahmi.
    Tujuh tuntutan itu antara lain:
    1. Mendesak agar Undang-Undang perampasan aset segera disahkan.

    2. Meminta Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) memecat anggota DPR yang mengeluarkan pernyataan provokatif.

    3. Menolak kenaikan tunjangan fantastis DPR dan meminta pembahasan dilakukan dengan melibatkan rakyat.

    4. Melakukan reformasi di tubuh Polri agar kembali ke fungsi utama, mengayomi masyarakat.

    5. Memastikan jajaran Polri di daerah tidak represif terhadap demonstran.

    6. Menindak hukum anggota maupun komandan Polri yang melakukan pelanggaran HAM.

    7. Mendesak penyelesaian pembangunan saluran irigasi di Kecamatan Padangsidimpuan Batunadua.
    “Dan terakhir, kami meminta kepada DPRD Kota Padangsidimpuan, untuk mendesak Pemerintah Kota Padangsidimpuan, agar segera menyelesaikan pembangunan saluran irigasi, yang menyebabkan lumpuhnya perekonomian para petani,” ucap Pahmi.
    Pahmi menegaskan aksi GMNI murni lahir dari panggilan hati nurani. “Tidak ada pihak manapun yang menunggangi, dan kami ingin berjalan dengan damai tanpa ada aksi-aksi yang merugikan,” kata dia.
    Ketua DPRD Kota Padangsidimpuan, Sri Fitrah Munawaroh Nasution, menyatakan pihaknya akan menindaklanjuti aspirasi mahasiswa.
    “Apa yang menjadi aspirasi adik-adik dari GMNI, akan kami sampaikan ke pemerintah pusat. Karena tugas kami, hanya menyerap aspirasi,” kata Munawaroh.
    Khusus tuntutan soal irigasi, Munawaroh menegaskan DPRD akan mengawal agar segera direalisasikan.
    “Kami siap dikawal untuk mengawasi, agar poin ketujuh (soal irigasi), dapat segera terealisasi,” ujarnya.
    Aksi massa GMNI berlangsung kondusif dengan pengamanan ketat aparat hingga massa membubarkan diri.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kala PBB Pelototi Data BPS hingga Kekerasan Aparat Jelang Pidato Prabowo

    Kala PBB Pelototi Data BPS hingga Kekerasan Aparat Jelang Pidato Prabowo

    Bisnis.com, JAKARTA – Presiden Prabowo Subianto akan menyampaikan pidato di Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNGA) pada 23 September 2025 mendatang. Namun, persoalan kredibilitas data ekonomi hingga aksi demonstrasi belakangan menjadi perhatian lembaga global ini.

    Kepala Komunikasi Kepresidenan (PCO) Hasan Nasbi menyampaikan bahwa Prabowo dijadwalkan berpidato di hari pertama Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), di urutan ketiga.

    “Presiden nanti dijadwalkan pidato di hari pertama dan urutan ketiga pada tanggal 23 September,” ujar Hasan di Gedung Kwartir Nasional, Jakarta, Selasa (26/8/2025).

    Namun, Hasan enggan merinci agenda lain yang akan dijalani Presiden Prabowo selama kunjungan ke Amerika Serikat, termasuk kemungkinan pertemuan dengan Presiden AS Donald Trump.

    “Yang jelas perjalanan ke sana untuk berpidato. Agenda lain saya belum bisa berkomentar,” tegasnya.

    Meski begitu, dia tidak menutup kemungkinan Presiden Prabowo akan menyinggung soal isu besar seperti tantangan ekonomi dan geopolitik global. 

    “Ya tidak menutup kemungkinan, tetapi kan saya tidak bisa kasih bocoran apa-apa. Biar nanti, tunggu saja pidato Presiden,” pungkas Hasan.

    Sorotan Data Ekonomi

    Di tengah persiapan pidato Prabowo tersebut, Komisi Statistik PBB merespons surat yang dilayangkan Center of Economic and Law Studies (Celios) terkait dugaan anomali pada data pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal II/2025 yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS)

    Ketua Komisi Statistik PBB Georges-Simon Ulrich dalam surat balasannya menyampaikan apresiasi terhadap upaya Celios menjaga integritas statistik resmi dan mendorong kepatuhan terhadap standar internasional.

    “Kami menghargai upaya Anda untuk menjunjung integritas statistik resmi dan mempromosikan kepatuhan pada standar internasional,” tulis Ulrich dalam surat elektronik yang dibagikan Celios melalui akun Instagram @celios_id, Selasa (12/8/2025).

    Ulrich menegaskan bahwa dokumen tersebut akan diteruskan ke Divisi Statistik PBB yang membahas Prinsip-Prinsip Fundamental Statistik Resmi. “Mohon diyakinkan bahwa kami akan meneruskan komunikasi dan surat terlampir Anda ke United Nations Statistics Division,” lanjutnya.

    Celios sebelumnya menyurati PBB terkait sejumlah kekhawatiran atas dugaan anomali data pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II/2025. Lembaga riset tersebut menyoroti aspek transparansi metodologi, akurasi perhitungan, dan independensi BPS dalam publikasi perkembangan produk domestik bruto (PDB) Tanah Air.

    “Kami sangat khawatir data ekonomi makro digunakan untuk mendukung narasi politik dari pemerintahan saat ini, sehingga merusak kepercayaan publik terhadap statistik resmi,” tulis Celios dalam suratnya.

    Desakan Penyelidikan Pelanggaran HAM

    Selain soal data ekonomi, PBB juga mendesak pemerintah Prabowo menyelidiki dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang dilakukan aparat dalam merespons gelombang demonstrasi terkait kebijakan tunjangan anggota DPR RI.

    Juru Bicara Kantor Hak Asasi Manusia PBB Ravina Shamdasani mengatakan pihaknya terus memantau dengan cermat gelombang kekerasan di Indonesia dalam konteks protes nasional terkait tunjangan anggota DPR RI dan merembet menjadi aksi massal.

    “Langkah-langkah pengetatan anggaran, dan dugaan penggunaan kekuatan yang tidak perlu atau berlebihan oleh aparat keamanan. Kami menekankan pentingnya pemerintah melakukan dialog untuk menanggapi kekhawatiran masyarakat,” ujarnya dalam siaran pers, Selasa (2/9/2025). 

    PBB menegaskan pihak berwenang harus menghormati hak atas kebebasan berkumpul masyarakat secara damai dan kebebasan berekspresi sambil menjaga ketertiban. Hal itu tentunya sesuai dengan norma dan standar internasional, dalam hal penegakan hukum terhadap kerumunan publik.

    “Kami mendesak dilakukannya penyelidikan yang cepat, menyeluruh, dan transparan terhadap semua dugaan pelanggaran hukum hak asasi manusia internasional, termasuk terkait penggunaan kekuatan militer [saat aksi demonstrasi],” jelas Shamdasani.

    Terakhir, Kantor Hak Asasi Manusia PBB mengingatkan pemerintahan Prabowo dan aparat penegak hukum untuk menjamin jurnalis menjalankan tugasnya untuk meliput aksi demonstrasi di berbagai wilayah. 

    “Penting juga agar media diizinkan untuk meliput peristiwa secara bebas dan independen,” ujar Ravina Shamdasani. 

    Di sisi lain, Prabowo telah merespons gejolak dengan mengumumkan pencabutan beberapa kebijakan, termasuk tunjangan DPR dan penghentian sementara kunjungan kerja ke luar negeri.

    Dalam pernyataannya di Istana Merdeka pada 31 Agustus 2025, Prabowo menuturkan bahwa penyampaian aspirasi dapat dilakukan secara damai. Namun, dia mengingatkan bahwa aksi anarkis berupa perusakan fasilitas umum hingga penjarahan merupakan pelanggaran hukum.

    “Namun, jika dalam pelaksanaannya ada aktivitas anarkis, merusak fasilitas umum, sampai adanya korban jiwa, mengancam dan menjarah rumah-rumah dan instansi-instansi publik, maupun rumah-rumah pribadi, hal itu merupakan pelanggaran hukum dan negara wajib hadir dan melindungi rakyatnya,” ujarnya. 

    Dia meminta kepada para aparat yang bertugas untuk melindungi masyarakat dan fasilitas umum yang dibangun dengan uang rakyat.

    “Kepada pihak kepolisian dan TNI, saya perintahkan untuk ambil tindakan yang setegas-tegasnya, terhadap perusakan fasilitas umum, penjarahan rumah individu, dan sentra-sentra ekonomi, sesuai hukum yang berlaku,” tegasnya.

  • Kompolnas Ungkap Hasil Gelar Perkara Kasus Kematian Ojol Affan yang Dilindas Mobil Brimob

    Kompolnas Ungkap Hasil Gelar Perkara Kasus Kematian Ojol Affan yang Dilindas Mobil Brimob

    Bisnis.com, JAKARTA — Dua pengawas eksternal menyampaikan kesimpulan dalam gelar perkara kasus kematian pengemudi ojol Affan Kurniawan yang dilindas mobil Brimob berpotensi melanggar etik dan pidana. 

    Dua pengawas eksternal itu yakni Kompolnas dan Komnas HAM. Keduanya, bertugas untuk mengawasi proses pengusutan anggota Brimob yang melindas Affan.

    Komisioner Kompolnas, Choirul Anam mengatakan dalam gelar perkara itu juga melibatkan Itwasum Polri, Divpropam Polri dan Bareskrim Polri.

    Mulanya, pihak eksternal maupun internal Polri membahas soal kerangka persiapan etik. Menurut Anam, anggota Brimob yang masuk dalam pelanggaran kategori berat yakni Kompol Kosmas dan Bripka Rohmat berpotensi di sanksi PTDH alias dipecat Polri.

    “Memang tadi suasananya adalah mengarah potensial untuk dituntut pada PTDH atau bahasa paling gampang pemecatan itu pertama,” ujar Anam di Divpropam Polri, Selasa (2/9/2025).

    Dia menambahkan, selanjutnya gelar perkara juga memutuskan untuk melimpahkan kasus ini ke Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri untuk diproses pidana.

    Menurutnya, penyidik Bareskrim Polri telah menyiapkan tim manajemen pemidanaan untuk memproses pidana anggota Brimob tersebut.

    “Jadi ada dua hal penting, satu dalam konteks rangka etik potensi besarnya adalah sampai level pemecatan dan sampai pemidanaan tadi memang disimpulkan ada potensi pidana. Sehingga dua skema ini berjalan beriringan, jadi tidak saling tunggu,” imbuhnya.

    Adapun, Pasal etik yang dipersangkakan untuk Kompol Kosmas dan Bripka Rohmat yaitu Pasal 13 UU Polri. Pada intinya, pasal itu memuat soal tugas pokok kepolisian.

    “Jadi memang tone-nya adalah melihat memang ruang publik, terus bagaimana anggota kepolisian bekerja untuk itu. Tapi ini masih dugaan karena kan sidang etiknya masih besok,” pungkasnya.

    Di lain sisi, Komisioner Pemantauan Komnas HAM Saurlin P. Siagian mengatakan pihaknya berkesimpulan adanya pelanggaran tersebut setelah melakukan gelar perkara di Divpropam Polri.

    “Yang pasti ada pelanggaran HAM,” ujar Saurlin.

  • Komnas HAM Sebut Ada Pelanggaran HAM di Kasus Kematian Ojol Affan Kurniawan

    Komnas HAM Sebut Ada Pelanggaran HAM di Kasus Kematian Ojol Affan Kurniawan

    Bisnis.com, JAKARTA — Komnas HAM menemukan pelanggaran HAM dalam kasus kematian pengemudi ojol Affan Kurniawan yang dilindas mobil Brimob di Jakarta.

    Komisioner Pemantauan Komnas HAM Saurlin P. Siagian mengatakan pihaknya berkesimpulan adanya pelanggaran tersebut setelah melakukan gelar perkara di Divpropam Polri. Hanya saja, dia belum menyimpulkan pelanggaran HAM itu termasuk ke kategori berat atau ringan.

    “Yang pasti ada pelanggaran HAM,” ujar Saurlin di Divpropam Polri, Selasa (2/9/2025).

    Dia menambahkan, dalam gelar perkara itu telah disimpulkan bahwa perbuatan anggota terduga pelanggar berat yakni Kompol Kosmas dan Kompol Rohmat berpotensi melanggar etik dan pidana.

    Dengan demikian, hasil gelar perkara yang dilakukan etik oleh Propam Polri ini bakal dilimpahkan ke Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) untuk ditindak lebih lanjut.

    “Tadi disimpulkan bahwa ada dugaan tindak pidana dan juga pelanggaran etik dan akan dilimpahkan ke Bareskrim Polri,” imbuhnya.

    Di samping itu, Saurlin menegaskan bahwa pihaknya bertugas untuk melakukan pengawasan dan pemantauan terhadap proses pengusutan peristiwa yang menewaskan Affan ini.

    “Komnas HAM akan terus melakukan fungsinya untuk melakukan pengawasan dan pemantauan terhadap proses ini untuk memastikan suatu proses yang berkeadilan dan juga patut,” pungkasnya.

  • PBB Pantau Demo di RI, Minta Investigasi Transparan

    PBB Pantau Demo di RI, Minta Investigasi Transparan

    Jenewa

    Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memantau aksi unjuk rasa yang diwarnai kericuhan di berbagai wilayah Indonesia beberapa waktu terakhir. PBB mengingatkan pentingnya dialog dan menyerukan investigasi terhadap dugaan pelanggaran HAM yang terjadi dalam penanganan unjuk rasa di Indonesia.

    Seruan itu disampaikan oleh Kantor Hak Asasi Manusia (HAM) PBB atau OHCHR dalam pernyataannya via situs resmi PBB, seperti dilansir detikcom, Selasa (2/9/2025).

    “Kami menyerukan investigasi yang cepat, menyeluruh, dan transparan terhadap semua dugaan pelanggaran hukum hak asasi manusia (HAM) internasional, termasuk yang berkaitan dengan penggunaan kekuatan,” kata juru bicara OHCHR, Ravina Shamdasani, dalam pernyataannya.

    Shamdasani mengatakan bahwa PBB “memantau dengan saksama serangkaian tindak kekerasan di Indonesia dalam konteks protes nasional atas tunjangan parlemen, langkah-langkah penghematan, dan dugaan penggunaan kekuatan yang tidak perlu atau tidak proporsional oleh aparat keamanan”.

    “Kami menekankan pentingnya dialog untuk mengatasi kekhawatiran publik,” cetusnya.

    Dalam pernyataannya, Shamdasani juga mengingatkan bahwa otoritas berwenang harus menjunjung tinggi hak berkumpul secara damai dan kebebasan berekspresi sambil menjaga ketertiban, sesuai dengan norma dan standar internasional, terkait dengan pengawasan terhadap pertempuran publik.

    “Seluruh aparat keamanan, termasuk militer ketika dikerahkan dalam kapasitas penegakan hukum, harus mematuhi prinsip-prinsip dasar tentang penggunaan kekuatan dan senjata api oleh aparat penegak hukum,” imbaunya.

    Tonton juga video “PBB Dorong Penyelidikan Dugaan Pelanggaran HAM Saat Demo” di sini:

    Terakhir, Shamdasani mengingatkan pentingnya agar “media diizinkan untuk melaporkan peristiwa secara bebas dan independen”.

    Rangkaian unjuk rasa berujung kericuhan telah memakan korban jiwa di beberapa wilayah Indonesia. Sedikitnya enam orang kehilangan nyawa dalam berbagai unjuk rasa yang berlangsung di Jakarta, Yogyakarta, hingga Makassar.

    Para tokoh mengajak semuanya menahan diri dan menyampaikan pendapat secara damai.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Demonstrasi Berlanjut, PBB Soroti Kekerasan Aparat di Indonesia

    Demonstrasi Berlanjut, PBB Soroti Kekerasan Aparat di Indonesia

    Jakarta

    Ratusan mahasiswa menggelar aksi di sejumlah kota di Indonesia, meski dibayangi kekhawatiran represifitas aparat usai kerusuhan yang menewaskan delapan orang pada akhir pekan lalu. Insiden tersebut setidaknya menjadi salah satu tragedi terburuk selama dua dekade terakhir di Indonesia.

    Sedikitnya 500 orang berkumpul di depan Gedung DPR/MPR di Jakarta pada Senin (01/09) sore. Demonstrasi tersebut diawasi ketat oleh puluhan polisi. Awalnya, tentara juga terlihat di lokasi, tapi meninggalkan tempat setelah beberapa jam.

    Sementara itu, ribuan orang lainnya juga turun ke jalanan di Palembang. Menurut kantor berita AFP, ratusan orang juga dilaporkan berunjuk rasa di Banjarmasin, Yogyakarta dan Makassar.

    Sejak Minggu (31/08) pihak kepolisian dibantu TNI melakukan patroli skala besar. Mereka memasang sejumlah pos pemeriksaan di Jakarta pada Senin (01/09), kemudian menempatkan penembak jitu di beberapa lokasi strategis.

    Aksi protes ini juga mengguncang pasar finansial, berujung dengan anjloknya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) lebih dari 3% pada awal perdagangan Senin (01/09), sebelum akhirnya sedikit kembali menguat.

    Apa pemicu protes di Indonesia?

    Kerusuhan dipicu pada akhir Agustus 2025, setelah pemerintah menambah fasilitas bagi anggota DPR.

    Awalnya, protes berlangsung damai. Namun, situasi memanas saat terjadi bentrokan dalam aksi protes pada Jumat (29/08) setelahpasukan Brimob melindas pengemudi ojek daring berusia 21 tahun, Affan Kurniawan, pada Kamis (28/08) malam.

    Kerusuhan kemudian merembet dari Jakarta ke sejumlah kota besar lainnya.

    Tuntutan 17+8 dari masyarakat sipil

    Berkaitan dengan aksi protes, konten bertajuk “17+8 Tuntutan Rakyat” mulai viral di media sosial pada Sabtu (30/08), setelah diunggah sejumlah figur publik populer. Unggahan tersebut berisi sederet tuntutan masyarakat kepada pemerintah dan DPR, yang dirangkum dari organisasi masyarakat sipil hingga petisi daring.

    Penamaan 17+8 sendiri dipilih sebagai simbol perjuangan baru dari Hari Kemerdakaan Indonesia, yakni 17 Agustus. Angka 17 mewakili tuntutan jangka pendek dengan tenggat 5 September 2025, sementara 8 adalah tuntutan jangka panjang dengan tenggat setahun, hingga 31 Agustus 2026.

    Tujuh belas tuntutan jangka pendek yang mendesak, meliputi penarikan TNI dari pengamanan sipil, membentuk tim investigasi independen terkait korban kekerasan aparat pada demo 28-30 Agustus 2025, membekukan kenaikan gaji dan tunjangan DPR, mempublikasi transparansi anggaran DPR, memeriksa anggota DPR yang bermasalah, menghukum tegas anggota DPR yang tidak etis, komitmen partai politik terhadap rakyat, melibatkan DPR dalam dialog terbuka, membebaskan demonstran, dan menghentikan kekerasan polisi.

    Tuntutan lainnya meliputi desakan untuk memproses hukum pelaku kekerasan, meminta TNI untuk segera kembali ke barak, memastikan TNI tidak mengambil alih fungsi Polri, memastikan komitmen TNI untuk tidak memasuki ruang sipil, memastikan upah layak di seluruh Indonesia, mengambil langkah darurat untuk cegah PHK massal, serta membuka dialog dengan serikat buruh.

    Sementara itu, delapan tuntutan jangka panjang berfokus pada reformasi sistemik yang meliputi desakan untuk reformasi DPR besar-besaran, reformasi partai politik, penyusunan rencana reformasi perpajakan yang lebih adil, pengesahan RUU Perampasan Aset, reformasi sistem di kepolisian, pencabutan mandat TNI dari proyek sipil, penguatan Komnas HAM, hingga peninjauan ulang kebijakan sektor ekonomi.

    Reaksi PBB terhadap kekerasan aparat di Indonesia

    Rentetan aksi protes serta represi aparat terhadap demonstran di Indonesia telah memicu perhatian global. Salah satunya datang dari Kantor Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia PBB atau United Nations Human Rights Office of the High Commisioner yang merilis pernyataan pada Senin (01/09).

    Melalui pernyataannya, PBB menegaskan bahwa ‘pemerintah harus menjunjung tinggi hak atas kebebasan berkumpul secara damai dan kebebasan berekspresi sambil tetap menjaga ketertiban, sesuai dengan norma dan standar internasional, khususnya terkait pengelolaan aksi massa.’

    Kantor Komisaris Tinggi HAM PBB juga menegaskan kembali bahwa ‘aparat keamanan, termasuk militer yang dikerahkan untuk penegakan hukum, harus mematuhi prinsip dasar penggunaan kekuatan dan senjata api.’

    Tak hanya itu, mereka juga mendesak dilakukannya ‘investigasi cepat, menyeluruh, dan transparan terhadap dugaan pelanggaran HAM internasional, khususnya terkait penggunaan kekuatan’ dan mendorong kebebasan pers dalam melaporkan peristiwa secara bebas dan independen.

    Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris

    Diadaptasi oleh Adelia Dinda Sani

    Editor: Muhammad Hanafi dan Rahka Susanto

    (ita/ita)

  • Demonstrasi Berlanjut, PBB Soroti Kekerasan Aparat di Indonesia

    PBB Minta Pemerintah Indonesia Pastikan Hak Sampaikan Pendapat

    Jakarta

    Ratusan mahasiswa menggelar aksi di sejumlah kota di Indonesia, meski dibayangi kekhawatiran represifitas aparat usai kerusuhan yang menewaskan delapan orang pada akhir pekan lalu. Insiden tersebut setidaknya menjadi salah satu tragedi terburuk selama dua dekade terakhir di Indonesia.

    Sedikitnya 500 orang berkumpul di depan Gedung DPR/MPR di Jakarta pada Senin (01/09) sore. Demonstrasi tersebut diawasi ketat oleh puluhan polisi. Awalnya, tentara juga terlihat di lokasi, tapi meninggalkan tempat setelah beberapa jam.

    Sementara itu, ribuan orang lainnya juga turun ke jalanan di Palembang. Menurut kantor berita AFP, ratusan orang juga dilaporkan berunjuk rasa di Banjarmasin, Yogyakarta dan Makassar.

    Sejak Minggu (31/08) pihak kepolisian dibantu TNI melakukan patroli skala besar. Mereka memasang sejumlah pos pemeriksaan di Jakarta pada Senin (01/09), kemudian menempatkan penembak jitu di beberapa lokasi strategis.

    Aksi protes ini juga mengguncang pasar finansial, berujung dengan anjloknya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) lebih dari 3% pada awal perdagangan Senin (01/09), sebelum akhirnya sedikit kembali menguat.

    Apa pemicu protes di Indonesia?

    Kerusuhan dipicu pada akhir Agustus 2025, setelah pemerintah menambah fasilitas bagi anggota DPR.

    Aksi protes bermula dari penolakan atas tunjangan rumah anggota DPR yang angkanya sekitar 10 kali lipat dari upah minimum di Jakarta. Rentetan aksi pada akhirnya memaksa Presiden Prabowo Subianto dan pimpinan DPR untuk menarik kembali kebijakan tersebut.

    Kerusuhan kemudian merembet dari Jakarta ke sejumlah kota besar lainnya.

    Prabowo kemudian mencabut sebagian fasilitas bagi anggota DPR. Sebagai respons atas krisis ini, dia membatalkan kehadirannya dalam KTT Shanghai Cooperation Organization (SCO) di Cina.

    Tuntutan 17+8 dari masyarakat sipil

    Berkaitan dengan aksi protes, konten bertajuk “17+8 Tuntutan Rakyat” mulai viral di media sosial pada Sabtu (30/08), setelah diunggah sejumlah figur publik populer. Unggahan tersebut berisi sederet tuntutan masyarakat kepada pemerintah dan DPR, yang dirangkum dari organisasi masyarakat sipil hingga petisi daring.

    Penamaan 17+8 sendiri dipilih sebagai simbol perjuangan baru dari Hari Kemerdakaan Indonesia, yakni 17 Agustus. Angka 17 mewakili tuntutan jangka pendek dengan tenggat 5 September 2025, sementara 8 adalah tuntutan jangka panjang dengan tenggat setahun, hingga 31 Agustus 2026.

    Tujuh belas tuntutan jangka pendek yang mendesak, meliputi penarikan TNI dari pengamanan sipil, membentuk tim investigasi independen terkait korban kekerasan aparat pada demo 28-30 Agustus 2025, membekukan kenaikan gaji dan tunjangan DPR, mempublikasi transparansi anggaran DPR, memeriksa anggota DPR yang bermasalah, menghukum tegas anggota DPR yang tidak etis, komitmen partai politik terhadap rakyat, melibatkan DPR dalam dialog terbuka, membebaskan demonstran, dan menghentikan kekerasan polisi.

    Tuntutan lainnya meliputi desakan untuk memproses hukum pelaku kekerasan, meminta TNI untuk segera kembali ke barak, memastikan TNI tidak mengambil alih fungsi Polri, memastikan komitmen TNI untuk tidak memasuki ruang sipil, memastikan upah layak di seluruh Indonesia, mengambil langkah darurat untuk cegah PHK massal, serta membuka dialog dengan serikat buruh.

    Sementara itu, delapan tuntutan jangka panjang berfokus pada reformasi sistemik yang meliputi desakan untuk reformasi DPR besar-besaran, reformasi partai politik, penyusunan rencana reformasi perpajakan yang lebih adil, pengesahan RUU Perampasan Aset, reformasi sistem di kepolisian, pencabutan mandat TNI dari proyek sipil, penguatan Komnas HAM, hingga peninjauan ulang kebijakan sektor ekonomi.

    Reaksi PBB terhadap kekerasan aparat di Indonesia

    Rentetan aksi protes serta represi aparat terhadap demonstran di Indonesia telah memicu perhatian global. Salah satunya datang dari Kantor Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia PBB atau United Nations Human Rights Office of the High Commisioner yang merilis pernyataan pada Senin (01/09).

    Melalui pernyataannya, PBB menegaskan bahwa ‘pemerintah harus menjunjung tinggi hak atas kebebasan berkumpul secara damai dan kebebasan berekspresi sambil tetap menjaga ketertiban, sesuai dengan norma dan standar internasional, khususnya terkait pengelolaan aksi massa.’

    Kantor Komisaris Tinggi HAM PBB juga menegaskan kembali bahwa ‘aparat keamanan, termasuk militer yang dikerahkan untuk penegakan hukum, harus mematuhi prinsip dasar penggunaan kekuatan dan senjata api.’

    Tak hanya itu, mereka juga mendesak dilakukannya ‘investigasi cepat, menyeluruh, dan transparan terhadap dugaan pelanggaran HAM internasional, khususnya terkait penggunaan kekuatan’ dan mendorong kebebasan pers dalam melaporkan peristiwa secara bebas dan independen.

    Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris

    Diadaptasi oleh Adelia Dinda Sani

    Editor: Muhammad Hanafi dan Rahka Susanto

    Tonton juga video “PBB Dorong Penyelidikan Dugaan Pelanggaran HAM Saat Demo” di sini:

    (ita/ita)