Topik: PDRB

  • Pertumbuhan ekonomi Jateng pada 2024 capai 4,95 persen

    Pertumbuhan ekonomi Jateng pada 2024 capai 4,95 persen

    Semarang (ANTARA) – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah pada 2024 mencapai 4,95 persen.

    Kepala BPS Jawa Tengah Endang Tri Wahyuningsih di Semarang, Rabu, mengatakan, perekonomian provinsi ini mengalami pelambatan dibanding pertumbuhan ekonomi tahun sebelumnya yang mencapai 4,97 persen.

    Secara struktur, lanjut dia, lapangan usaha industri pengolahan masih memberi kontribusi terbesar terhadap pertumbuhan ekonomi 2024 yang mencapai 33,84 persen.

    “Dari sisi pengeluaran, komponen konsumsi rumah tangga memberi kontribusi terbesar yang mencapai 61,29 persen,” katanya.

    Adapun besaran Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jateng, kata dia, mencapai Rp1.817.776,96 miliar.

    Dengan jumlah penduduk Jawa Tengah pada 2024 yang mencapai 37,8 juta jiwa, maka nilai PDRB warga provinsi ini sebesar Rp47,9 juta per kapita.

    Ia menuturkan pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah di wilayah Pulau Jawa tercatat lebih tinggi dibanding Daerah Khusus Jakarta, Banten, serta Jawa Timur.

    Jawa Tengah, lanjut dia, memberi kontribusi sebesar 14,48 persen terhadap perekonomian di Pulau Jawa.

    Pewarta: Immanuel Citra Senjaya
    Editor: Zaenal Abidin
    Copyright © ANTARA 2025

  • BPS sebut pertumbuhan ekonomi Aceh 2024 catat 4,66 persen

    BPS sebut pertumbuhan ekonomi Aceh 2024 catat 4,66 persen

    Banda Aceh (ANTARA) – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Provinsi Aceh pada tahun 2024 sebesar 4,66 persen.

    “Secara kumulatif, penjumlahan PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) tahun 2024 dari triwulan I hingga IV, jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, menunjukkan pertumbuhan ekonomi Aceh sebesar 4,66 persen,” kata Kepala BPS Aceh Ahmadriswan Nasution di Banda Aceh, Rabu.

    Ia menyebutkan, pertumbuhan ekonomi Aceh pada 2024 lebih tinggi dibandingkan pencapaian dalam kurun empat tahun sebelumnya.

    Pada 2023, ekonomi Aceh hanya tumbuh 4,23 persen, sedangkan pada 2022 dan 2021 masing-masing tercatat sebesar 4,21 persen dan 2,81 persen.

    Ia menjelaskan perekonomian Aceh yang diukur berdasarkan nominal PDRB mencapai Rp40,85 triliun atas dasar harga konstan (ADHK) dan Rp65,36 triliun atas dasar harga berlaku (ADHB).

    “Pada triwulan IV 2024, jika dibandingkan dengan triwulan III 2024 (q-to-q), PDRB Aceh mengalami peningkatan sebesar 6,11 persen,” katanya.

    Kemudian, kata dia, jika dibandingkan dengan triwulan IV tahun sebelumnya (year-on-year/yoy), ekonomi Aceh juga tumbuh 4,15 persen.

    Kata dia, perekonomian Aceh masih didominasi oleh sektor pertanian sebesar 30,97 persen, diikuti oleh sektor perdagangan sebesar 14,99 persen, dan sektor administrasi pemerintahan sebesar 9,08 persen.

    Ia menyebutkan bahwa pertumbuhan terjadi pada seluruh lapangan usaha, meskipun perubahannya tahun ini tidak terlalu signifikan.

    Pewarta: Khalis/Nurul
    Editor: Zaenal Abidin
    Copyright © ANTARA 2025

  • BPS: Ekonomi NTB tumbuh 5,30 persen pada 2024

    BPS: Ekonomi NTB tumbuh 5,30 persen pada 2024

    Tanpa tambang, angka pertumbuhan ekonomi sebesar 3,87 persen

    Mataram (ANTARA) – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Nusa Tenggara Barat (NTB) sepanjang tahun 2024 mencapai 5,30 persen secara kuartal ke kuartal yang ditopang oleh sektor pertambangan.

    “Tanpa tambang, angka pertumbuhan ekonomi sebesar 3,87 persen. Jadi masih ada pengaruh tambang, sehingga pertumbuhan ekonomi Nusa Tenggara Barat cukup besar,” kata Kepala BPS NTB Wahyudin di Mataram, Rabu.

    Ia menuturkan saat rilis pertumbuhan ekonomi triwulan III 2024, laju pertumbuhan ekonomi Nusa Tenggara Barat mencapai 7,32 persen.

    Namun, saat triwulan IV 2024 mengalami penurunan baik dengan tambang maupun tanpa tambang yang membuat laju pertumbuhan ekonomi tergerus ke bawah.

    Ia menyarankan seharusnya selisih pertumbuhan ekonomi triwulan III 2024 dengan triwulan IV 2024 tidak terlalu jauh seperti yang terjadi saat ini.

    “Kita harus konsolidasi terkait dengan target pertumbuhan ekonomi yang ditetapkan oleh pemerintah pusat ke Nusa Tenggara Barat sebesar 7 persen pada tahun 2025,” kata Wahyudin.

    BPS melaporkan sebagian besar lapangan usaha di Nusa Tenggara Barat tumbuh positif secara tahunan pada triwulan IV 2024.

    Pertanian, pertambangan dan perdagangan adalah tiga sektor dengan andil terbesar terhadap pertumbuhan domestik regional bruto (PDRB) yang masing-masing sebesar 20 persen, 19 persen, dan 14 persen.

    Ketiga sektor itu tumbuh positif kecuali tambang. Lapangan usaha pertambangan mengalami kontraksi sebesar 16,84 persen secara tahunan pada triwulan IV 2024 akibat penurunan produksi konsentrat PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT).

    “Tiga lapangan usaha dengan pertumbuhan tertinggi adalah listrik dan gas, administrasi pemerintahan, serta akomodasi dan makan-minum,” kata Wahyudin.

    Pewarta: Sugiharto Purnama
    Editor: Agus Salim
    Copyright © ANTARA 2025

  • 3 Tahun Kepemimpinan Afif-Albar: IPM Wonosobo Meningkat, Kemiskinan Turun dan Ekonomi Tumbuh

    3 Tahun Kepemimpinan Afif-Albar: IPM Wonosobo Meningkat, Kemiskinan Turun dan Ekonomi Tumbuh

    TRIBUNJATENG.COM, WONOSOBO – Kabupaten Wonosobo di kepemimpinan Afif Nurhidayat – Muhammad Albar menorehkan berbagai perubahan.

    Mewujudkan Wonosobo yang berdaya saing, maju dan sejahtera 5 program unggulan yang diusungnya terus digaungkan mulai dari Wonosobo Maer, Wonosobo Sehat, Wonosobo Pinter, Wonosobo Aman, dan Wonosobo Makmur.

    Bupati Afif menyampaikan apresiasinya kepada seluruh elemen masyarakat, pemerintah daerah, dan mitra kerja atas dukungan yang telah diberikan selama tiga tahun kepemimpinannya ini.

    Afif menegaskan tekadnya bersama wakilnya Albar memanfaatkan sisa waktu yang ada untuk memberikan yang terbaik bagi masyarakat Wonosobo meskipun masa kerjanya tidak genap 5 tahun.

    “Berkurang satu tahun, namun kami bertekad untuk memanfaatkan setiap detik waktu yang diberikan kepada kami untuk bekerja secara maksimal. Mudah-mudahan, tiga setengah tahun ini menjadi waktu yang berkualitas bagi kami dan masyarakat,” ujar Afif.
     
    Menurutnya, penting untuk kerja keras, kerja sama, dan kerja cerdas untuk memberikan pelayanan prima kepada masyarakat. Alhasil di masa kepemimpinan Wonosobo berhasil meraih berbagai penghargaan.

    “Penghargaan-penghargaan ini kami dedikasikan sepenuhnya kepada masyarakat Wonosobo yang selama ini telah memberikan dukungan penuh kepada kami. Semua ini adalah hasil kerja keras bersama,” ungkap Afif. 

    Selaras dengan hal itu, Wakil Bupati Wonosobo, Muhammad Albar menyampaikan, apresiasinya atas dukungan masyarakat selama masa kepemimpinannya. 

    Meskipun banyak tantangan yang masih harus dihadapi, dengan kebersamaan dan komitmen yang kuat, Pemerintah Kabupaten Wonosobo yakin dapat menghadapi segala permasalahan demi kesejahteraan masyarakat.

    Ia optimis ke depannya Wonosobo dapat mewujudkan cita-cita besarnya dalam mewujudkan zero stunting dan zero kemiskinan, dengan kepemimpinan selanjutnya.

    “Ke depan, masih banyak tantangan yang harus dihadapi. Pemerintah masih membutuhkan dukungan dan masukan dari masyarakat agar dapat bekerja lebih tertata dan fokus dalam memberikan pelayanan terbaik,” terangnya.

    Berbagai prestasi berhasil diraih Pemerintah Kabupaten Wonosobo selama kepemimpinan Afif – Albar beberapa tahun ini.

    Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Wonosobo tahun 2024 mencapai angka 70,63 poin, meningkat 0,45 poin dibanding tahun sebelumnya yang sebesar 70,18 poin. 

    Selama kurun waktu 2021-2024, IPM Kabupaten Wonosobo rata-rata meningkat sebesar 0,57 persen. Peningkatan IPM terjadi pada semua komponen, baik kualitas kesehatan, pendidikan, maupun pengeluaran per kapita yang disesuaikan.

    Jumlah penduduk miskin di Kabupaten Wonosobo terus mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2023 jumlah penduduk miskin di Wonosobo berjumlah 123,70 ribu jiwa dan di tahun 2024 turun menjadi 121,49 ribu jiwa. 

    Sebelumnya Wonosobo dinobatkan sebagai daerah paling miskin di Jawa Tengah, secara bertahap terus ada perbaikan sehingga saat ini ada di peringkat ke 33 di Jawa Tengah.

    Salah satu permasalahan yang dihadapi oleh berbagai pemerintah daerah adalah tingginya tingkat pengangguran terbuka. Namun Wonosobo berhasil menekan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di tahun 2024 menjadi 4,02 persen, mengalami penurunan dari pada tahun sebelumnya di tahun 2023 sebesar 4,9 persen.

    Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Wonosobo tahun 2023 yang ditunjukkan oleh laju pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan 2010, mengalami pertumbuhan positif yaitu sebesar 4,30 persen.

    PDRB perkapita Kabupaten Wonosobo dari tahun ketahun terus mengalami peningkatan signifikan. Angka PDRB riil per kapita dapat menjadi indikator yang menunjukan peningkatan kesejahteraan masyarakat secara umum.

    Sejumlah indikator kerja lainnya juga mengalami peningkatan mulai dari survei kepuasan masyarakat mendapat nilai A dengan angka 90,85, indeks keterbukaan informasi 97,61, hingga prevalensi stunting di tahun 2024 berdasarkan EPPGBM 16,31 persen. 

    Keduanya menginginkan seluruh masyarakat terus berbangga menjadi bagian dari perubahan yang sedang terjadi di Wonosobo. Harapannya, di masa kepemimpinan mereka akan dikenang dengan prestasi-prestasi positif yang bermanfaat bagi masyarakat Wonosobo. (ima)

  • Riset FEB UI Ungkap Hilirisasi Jadi Syarat Menuju Indonesia Emas 2045

    Riset FEB UI Ungkap Hilirisasi Jadi Syarat Menuju Indonesia Emas 2045

    Jakarta

    Indonesia terus melangkah maju dalam mengoptimalkan potensi sumber daya alamnya melalui program hilirisasi industri tambang. Hingga tahun 2024, program ini telah menghasilkan dampak yang signifikan dalam membangun ekonomi berbasis nilai tambah, dengan fokus pada komoditas tembaga, bauksit, dan pasir silika.

    Hilirisasi bahkan menjadi prasyarat bagi sektor industri pengolahan untuk mendukung pencapaian Indonesia Emas 2045 jika dilakukan dan direalisasikan sesuai dengan rencana investasi yang dilakukan. Hilirisasi industri tambang, khususnya tembaga, bauksit, dan pasir silika awalnya dilakukan melalui pembangunan smelter tembaga dan bauksit, serta pengembangan produk berbahan baku pasir silika.

    Hal itu diungkapkan dalam riset Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) dengan judul ‘Kajian Dampak Hilirisasi Industri Tambang terhadap Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan: Tembaga, Bauksit, dan Pasir Silika’.

    “Sedangkan yang menjadi syarat cukupnya agar sektor industri pengolahan dapat mendukung pencapaian Indonesia Emas 2045 adalah penggunaan produk hasil dari pengolahan smelter, untuk di hilirisasi kembali sebagai input dalam pengembangan produk yang memiliki nilai tambah yang lebih tinggi lagi di dalam negeri sampai kepada produk akhir,” kata Wakil Kepala Pusat Ekonomi dan Bisnis Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (PEBS FEB UI), Nur Kholis dalam keterangan tertulis, Minggu (2/2/2025).

    Nur Kholis mengatakan bahwa hilirisasi telah memungkinkan Indonesia untuk tidak lagi sekedar mengekspor bahan mentah. Produk bernilai tambah seperti katoda tembaga, alumina, dan produk berbasis pasir silika,seperti kaca dan keramik, hingga ke depan adalah panel surya dan semikonduktor, kini mulai dihasilkan di dalam negeri. Ini menjadi langkah strategis untuk memperkuat struktur industri nasional dan membuka peluang ekonomi baru.

    “Kita tidak bisa terus bergantung pada ekspor bahan mentah dan juga impor barang antara dari luar negeri. Hilirisasi adalah jalan kita menuju kemandirian ekonomi. Dengan peningkatan investasi dalam rangka menghasilkan produk bernilai tambah di dalam negeri, kita menciptakan lapangan kerja, meningkatkan pendapatan masyarakat, dan memastikan sumber daya alam kita benar-benar memberikan manfaat maksimal untuk bangsa,” ujarnya.

    Nur Kholis menjelaskan, dampak dari hilirisasi tembaga, bauksit, dan pasir silika ini telah mulai dirasakan di daerah-daerah seperti Kabupaten Gresik (Jawa Timur), Kabupaten Mempawah (Kalimantan Barat), dan Kabupaten Batang (Jawa Tengah), di mana pembangunan smelter menjadi motor penggerak ekonomi lokal. Selain meningkatkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan pendapatan daerah, kebijakan ini juga menciptakan ribuan lapangan kerja, baik langsung maupun tidak langsung.

    “Kami juga menemukan bahwa, selain pendapatan negara, pendapatan daerah provinsi dan kabupaten/kota yang terkait juga meningkat melalui Dana Bagi Hasil (DBH) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Sebagai contoh, pajak kendaraan bermotor, bea balik nama kendaraan, dan pajak penerangan jalan di daerah hilirisasi menunjukkan tren pertumbuhan yang signifikan. Pendapatan daerah ini dapat dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur publik yang langsung dirasakan manfaatnya oleh masyarakat,” tuturnya.

    Meski demikian, hilirisasi juga mendapat tantangan seperti keterbatasan infrastruktur dan teknologi, masih terbatasnya tenaga kerja yang terampil, permintaan pasar yang fluktuatif, dan dampak negatif terhadap lingkungan. Nur Kholis mengatakan bahwa pemerintah perlu melakukan sejumlah langkah strategis dalam menghadapi tantangan tersebut. Misalnya pengembangan sumber daya manusia, penelitian dan pengembangan teknologi, penerapan teknologi ramah lingkungan, diversifikasi produk, dan penguatan kerjasama internasional.

    “Hilirisasi industri tambang, khususnya tembaga, bauksit, dan pasir silika juga perlu terus untuk didorong untuk menerapkan teknologi yang ramah lingkungan di seluruh fasilitas pengolahan mineral tambang. Pengelolaan limbah yang efektif harus menjadi bagian yang terintegrasi dari pelaksanaan hilirisasi” pungkasnya.

    (prf/ega)

  • Riset UI: Hilirisasi Tambang Jadi Prasyarat Sektor Industri Pengolahan Menuju Indonesia Emas 2045
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        15 Januari 2025

    Riset UI: Hilirisasi Tambang Jadi Prasyarat Sektor Industri Pengolahan Menuju Indonesia Emas 2045 Nasional 15 Januari 2025

    Riset UI: Hilirisasi Tambang Jadi Prasyarat Sektor Industri Pengolahan Menuju Indonesia Emas 2045
    Penulis
    KOMPAS.com
    – Indonesia terus melangkah maju dalam mengoptimalkan potensi sumber daya alamnya melalui program Hilirisasi Industri Tambang.
    Hingga 2024, program tersebut telah menghasilkan dampak yang signifikan dalam membangun ekonomi berbasis nilai tambah, dengan fokus pada komoditas tembaga, bauksit, dan pasir silika.
    Hilirisasi Industri Tambang bahkan menjadi prasyarat bagi sektor industri pengolahan untuk mendukung pencapaian
    Indonesia Emas 2045
    , jika dilakukan dan direalisasikan sesuai dengan rencana investasi yang dilakukan.
    Hilirisasi Industri Tambang, khususnya tembaga, bauksit, dan pasir silika awalnya dilakukan melalui pembangunan
    smelter
    tembaga dan bauksit, serta pengembangan produk berbahan baku pasir silika.
    Hal itu diungkapkan dalam riset Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) dengan judul “Kajian Dampak Hilirisasi Industri Tambang terhadap Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan: Tembaga, Bauksit, dan Pasir Silika”.
    Wakil Kepala Pusat Ekonomi dan Bisnis Syariah (PEBS) FEB UI, Nur Kholis membenarkan hal tersebut.  Menurutnya penggunaan produk hasil dari pengolahan smelter menjadi syarat agar sektor industri pengolahan dapat mendukung pencapaian Indonesia Emas 2045 
    “(Produk pengolahan tersebut) dihilirisasi kembali sebagai input dalam pengembangan produk yang memiliki nilai tambah yang lebih tinggi lagi di dalam negeri sampai kepada produk akhir,” kata Nur Kholis, melalui keterangan tertulis.
    Nur Kholis mengatakan bahwa hilirisasi telah memungkinkan Indonesia untuk tidak lagi sekadar mengekspor bahan mentah.
    Menurutnya, produk bernilai tambah, seperti katoda tembaga, alumina, dan produk berbasis pasir silika—kaca dan keramik, panel surya dan semikonduktor—kini mulai dihasilkan di dalam negeri. Ini menjadi langkah strategis untuk memperkuat struktur industri nasional dan membuka peluang ekonomi baru.
    “Kita tidak bisa terus bergantung pada ekspor bahan mentah dan juga impor barang dari luar negeri. Hilirisasi adalah jalan kita menuju kemandirian ekonomi,” katanya.
    “Dengan peningkatan investasi dalam rangka menghasilkan produk bernilai tambah di dalam negeri, kita menciptakan lapangan kerja, meningkatkan pendapatan masyarakat, dan memastikan sumber daya alam kita benar-benar memberikan manfaat maksimal untuk bangsa,” tambah Nur Kholis.
    Nur Kholis menjelaskan, dampak dari hilirisasi tembaga, bauksit, dan pasir silika ini telah mulai dirasakan di daerah-daerah seperti Kabupaten Gresik (Jawa Timur), Kabupaten Mempawah (Kalimantan Barat), dan Kabupaten Batang (Jawa Tengah). Ini karena pembangunan smelter menjadi motor penggerak ekonomi lokal.
    Selain meningkatkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan pendapatan daerah, kebijakan ini juga menciptakan ribuan lapangan kerja, baik langsung maupun tidak langsung.
    “Kami juga menemukan bahwa, selain pendapatan negara, pendapatan daerah provinsi dan kabupaten/kota yang terkait juga meningkat melalui Dana Bagi Hasil (DBH) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD),” ujar Nur Kholis yang juga Ketua Tim Pelaksana riset.
    Sebagai contoh, kata Nur Kholis, pajak kendaraan bermotor, bea balik nama kendaraan, dan pajak penerangan jalan di daerah hilirisasi menunjukkan tren pertumbuhan yang signifikan.
    Pendapatan daerah tersebut dapat dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur publik yang langsung dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.
    Meski demikian, hilirisasi juga mendapat tantangan, seperti keterbatasan infrastuktur dan teknologi, masih terbatasnya tenaga kerja yang terampil, permintaan pasar yang fluktuatif, dan dampak negatif terhadap lingkungan.
    Nur Kholis mengatakan bahwa pemerintah perlu melakukan sejumlah langkah strategis dalam menghadapi tantangan tersebut. Misalnya pengembangan sumber daya manusia, penelitian dan pengembangan teknologi, penerapan teknologi ramah lingkungan, diversivikasi produk, dan penguatan kerjasama internasional.
    “Hilirisasi Industri Tambang, khususnya tembaga, bauksit, dan pasir silika juga perlu terus untuk didorong untuk menerapkan teknologi yang ramah lingkungan di seluruh fasilitas pengolahan mineral tambang,” ujar Nur Kholis.
    Untuk itu, kata dia, pengelolaan limbah yang efektif harus menjadi bagian yang terintegrasi dari pelaksanaan hilirisasi.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Riset UI ungkap Hilirisasi Kunci Industri Menuju Indonesia Emas 2045

    Riset UI ungkap Hilirisasi Kunci Industri Menuju Indonesia Emas 2045

    Bisnis.com, JAKARTA – Indonesia terus melangkah maju dalam mengoptimalkan potensi sumber daya alamnya melalui program hilirisasi industri tambang. Hingga tahun 2024, program ini telah menghasilkan dampak yang signifikan dalam membangun ekonomi berbasis nilai tambah, dengan fokus pada komoditas tembaga, bauksit, dan pasir silika.

    Hilirisasi bahkan menjadi prasyarat bagi sektor industri pengolahan untuk mendukung pencapaian Indonesia Emas 2045 jika dilakukan dan direalisasikan sesuai dengan rencana investasi yang dilakukan. Hilirisasi industri tambang, khususnya tembaga, bauksit, dan pasir silika awalnya dilakukan melalui pembangunan smelter tembaga dan bauksit, serta pengembangan produk berbahan baku pasir silika.

    Hal itu diungkapkan dalam riset Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) dengan judul “Kajian Dampak Hilirisasi Industri Tambang terhadap Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan: Tembaga, Bauksit, dan Pasir Silika”.

    “Sedangkan yang menjadi syarat cukupnya agar sektor industri pengolahan dapat mendukung pencapaian Indonesia Emas 2045 adalah penggunaan produk hasil dari pengolahan smelter, untuk dihilirisasi kembali sebagai input dalam pengembangan produk yang memiliki nilai tambah yang lebih tinggi lagi di dalam negeri sampai kepada produk akhir,” kata Wakil Kepala Pusat Ekonomi dan Bisnis Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (PEBS FEB UI), Nur Kholis, melalui keterangan tertulis.

    Nur Kholis mengatakan bahwa hilirisasi telah memungkinkan Indonesia untuk tidak lagi sekedar mengekspor bahan mentah. Produk bernilai tambah seperti katoda tembaga, alumina, dan produk berbasis pasir silika—seperti kaca dan keramik, hingga ke depan adalah panel surya dan semikonduktor—kini mulai dihasilkan di dalam negeri. Ini menjadi langkah strategis untuk memperkuat struktur industri nasional dan membuka peluang ekonomi baru.

    “Kita tidak bisa terus bergantung pada ekspor bahan mentah dan juga impor barang antara dari luar negeri. Hilirisasi adalah jalan kita menuju kemandirian ekonomi. Dengan peningkatan investasi dalam rangka menghasilkan produk bernilai tambah di dalam negeri, kita menciptakan lapangan kerja, meningkatkan pendapatan masyarakat, dan memastikan sumber daya alam kita benar-benar memberikan manfaat maksimal untuk bangsa,” ujar Nur Kholis.

    Nur Kholis menjelaskan, dampak dari hilirisasi tembaga, bauksit, dan pasir silika ini telah mulai dirasakan di daerah-daerah seperti Kabupaten Gresik (Jawa Timur), Kabupaten Mempawah (Kalimantan Barat), dan Kabupaten Batang (Jawa Tengah), di mana pembangunan smelter menjadi motor penggerak ekonomi lokal. Selain meningkatkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan pendapatan daerah, kebijakan ini juga menciptakan ribuan lapangan kerja, baik langsung maupun tidak langsung.

    “Kami juga menemukan bahwa, selain pendapatan negara, pendapatan daerah provinsi dan kabupaten/kota yang terkait juga meningkat melalui Dana Bagi Hasil (DBH) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Sebagai contoh, pajak kendaraan bermotor, bea balik nama kendaraan, dan pajak penerangan jalan di daerah hilirisasi menunjukkan tren pertumbuhan yang signifikan. Pendapatan daerah ini dapat dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur publik yang langsung dirasakan manfaatnya oleh masyarakat,” kata Nur Kholis yang juga Ketua Tim Pelaksana riset.

    Meski demikian, hilirisasi juga mendapat tantangan seperti keterbatasan infrastuktur dan teknologi, masih terbatasnya tenaga kerja yang terampil, permintaan pasar yang fluktuatif, dan dampak negatif terhadap lingkungan. Nur Kholis mengatakan bahwa pemerintah perlu melakukan sejumlah langkah strategis dalam menghadapi tantangan tersebut. Misalnya pengembangan sumber daya manusia, penelitian dan pengembangan teknologi, penerapan teknologi ramah lingkungan, diversivikasi produk, dan penguatan kerjasama internasional.

    “Hilirisasi industri tambang, khususnya tembaga, bauksit, dan pasir silika juga perlu terus untuk didorong untuk menerapkan teknologi yang ramah lingkungan di seluruh fasilitas pengolahan mineral tambang. Pengelolaan limbah yang efektif harus menjadi bagian yang terintegrasi dari pelaksanaan hilirisasi. ” katanya memaparkan.

  • Perda Bank Perekonomian Rakyat Jatim Resmi Ditetapkan, Dorong UMKM Naik Kelas

    Perda Bank Perekonomian Rakyat Jatim Resmi Ditetapkan, Dorong UMKM Naik Kelas

    Surabaya (beritajatim.com) – Peraturan Daerah (Perda) tentang Perusahaan Perseroan Daerah Bank Perekonomian Rakyat (BPR) Jawa Timur akhirnya resmi disahkan. Keputusan ini diumumkan oleh Pj. Gubernur Jawa Timur, Adhy Karyono, dalam Sidang Paripurna DPRD Jatim pada Senin (6/1/2025). Penetapan Perda ini ditandai dengan penandatanganan bersama antara Pj. Gubernur Adhy dan Ketua DPRD Jatim, M. Musyafak, disaksikan oleh jajaran legislatif lainnya.

    Pj. Gubernur Adhy optimistis bahwa BPR Jatim akan menjadi katalisator bagi perekonomian daerah, khususnya untuk mendukung sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

    “Kami mengapresiasi dan berterima kasih atas rancangan Peraturan Daerah tentang Perusahaan Perseroan Daerah Bank Perekonomian Rakyat Jawa Timur, atau yang selanjutnya disingkat menjadi PT BPR Jatim ini untuk ditetapkan menjadi Peraturan Daerah,” ujarnya.

    Transformasi Menuju PT BPR Jatim

    Perubahan nomenklatur dari Bank Perkreditan Rakyat menjadi PT BPR Jatim (Perseroda) sejalan dengan Pasal 314 huruf a Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK). Pj. Gubernur Adhy menjelaskan bahwa transformasi ini memungkinkan BPR Jatim untuk berekspansi seperti bank umum lainnya.

    “Dengan peralihan status ini, BPR Jatim bisa berekspansi seperti bank umum lainnya untuk mencari profit melalui produk perbankan, akses permodalan, tabungan, deposito, hingga kerja sama produktif dengan pihak lain,” terangnya.

    Selain itu, perubahan ini diharapkan dapat memperluas peran BPR Jatim dalam meningkatkan daya saing sektor perbankan, memperkuat layanan berbasis digital, serta mendukung pengembangan UMKM secara berkelanjutan.

    Komitmen pada UMKM dan Koperasi

    Perekonomian Jawa Timur, yang berbasis kerakyatan, menjadikan koperasi dan UMKM sebagai tulang punggungnya. Data menunjukkan bahwa sektor ini menyumbang 58,36 persen terhadap PDRB Jawa Timur. Karena itu, Pj. Gubernur Adhy menegaskan pentingnya peran BPR Jatim dalam memperkuat sektor UMKM.

    “Lebih dari 50 persen ekonomi Jatim disumbang oleh koperasi dan UMKM dengan kontribusi sebesar 58,36 persen terhadap PDRB Jawa Timur,” katanya.

    Saat ini, 92 persen dari total portofolio kredit BPR Jatim disalurkan kepada sektor UMKM produktif. Pj. Gubernur memastikan bahwa perubahan menjadi Perseroda tidak akan memengaruhi fokus BPR Jatim dalam mendukung sektor ini.

    “Dapat dipastikan dengan perubahan nomenklatur menjadi PT BPR Jatim (Perseroda) dimaksud tidak akan memengaruhi besaran penyaluran kredit kepada sektor UMKM, sesuai visi dan misinya adalah fokus pada pengembangan usaha UMKM, terutama di sektor pertanian skala mikro dan nelayan,” tegasnya.

    Ketentuan Baru untuk Penguatan Operasional

    Transformasi BPR Jatim juga menyesuaikan dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 7 Tahun 2024. Ketentuan ini mencakup penyederhanaan jenis jaringan kantor, perluasan wilayah operasional, hingga pembentukan kantor wilayah dan sentra keuangan khusus. Hal ini sejalan dengan Pasal 4 ayat (2) dan Pasal 7 dalam Raperda tentang PT BPR Jatim.

    Modal dasar PT BPR Jatim (Perseroda) ditetapkan sebesar Rp1,6 triliun, yang terdiri dari seluruh nilai nominal saham. Pemenuhan modal ini dilakukan melalui penyertaan modal sebagai modal disetor.

    Pj. Gubernur Adhy berharap keberadaan PT BPR Jatim (Perseroda) mampu memberikan manfaat nyata bagi perekonomian Jawa Timur.

    “Semoga dengan ditetapkannya Perda tentang Perusahaan Perseroan Daerah Bank Perekonomian Rakyat Jawa Timur ini, dapat memberikan manfaat bagi perekonomian daerah, memperluas akses keuangan, mendorong pembiayaan UMKM yang efektif dan efisien, serta mampu berkontribusi dalam penerimaan daerah guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat Jatim,” pungkasnya. [tok/beq]

  • Pengusaha Minta Kebijakan Cukai Hasil Tembakau Berimbang

    Pengusaha Minta Kebijakan Cukai Hasil Tembakau Berimbang

    Jakarta

    Pemerintah melakukan pengetatan pada produk hasil tembakau. Kalangan pengusaha dan akademisi telah merampungkan kajian rekomendasi kebijakan kenaikan cukai hasil tembakau (CHT) untuk optimalisasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT).

    Hasil kajian tersebut menekankan pentingnya penentuan kebijakan CHT dengan mempertimbangkan keseimbangan berbagai aspek, seperti kontribusi industri hasil tembakau (IHT) terhadap perekonomian nasional dan daerah, tenaga kerja, rokok ilegal, maupun kesehatan masyarakat. Dengan pertimbangan-pertimbangan tersebut, diharapkan tercapai kebijakan yang berimbang dan berdampak positif bagi pembangunan daerah melalui alokasi DBHCHT.

    Ketua Umum KADIN Jawa Timur Adik Dwi Putranto menyampaikan bahwa IHT adalah salah satu industri penting dengan kontribusi yang signifikan. Tidak hanya di tingkat nasional, melainkan juga bagi daerah-daerah seperti Jawa Timur.

    “Pembangunan di Jawa Timur tidak dapat dilepaskan dari IHT. Kontribusinya mencapai 33% dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Di sisi lain, Jawa Timur juga merupakan kontributor utama penerimaan CHT secara nasional dengan kontribusi hingga 60%,” kata Adik dalam keterangannya, ditulis Minggu (5/1/2024).

    Adik menambahkan, Jawa Timur adalah salah satu sentra produk tembakau di Indonesia. Di samping kontribusinya terhadap penerimaan cukai nasional, pelaku industri di Jawa Timur menyerap 40% tenaga kerja langsung dari sektor IHT skala nasional.

    Dengan keterkaitan erat ini, Adik memberikan apresiasi secara khusus kepada Pemerintah, utamanya Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan yang menetapkan tidak ada kenaikan tarif CHT untuk tahun 2025.

    “Kami berterima kasih kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atas keputusan tidak menaikkan tarif tahun depan. Kami yakin, kebijakan ini akan mendorong optimalisasi DBHCHT yang dapat mendukung pembangunan Jawa Timur. Namun, mengingat saat ini IHT tengah mengalami berbagai tekanan, kami berpandangan bahwa kebijakan ke depannya memerlukan kajian mendalam untuk memastikan keberlangsungan industri,” ujarnya.

    Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UMMIdah Zuhroh turut menegaskan pentingnya DBHCHT bagi Jawa Timur. Menurutnya, Jawa Timur secara konsisten selalu menjadi provinsi dengan alokasi DBHCHT terbesar secara nasional.

    “Akan tetapi, DBHCHT yang diterima Jawa Timur pada tahun 2024 ini mengalami penurunan drastis hingga mencapai sekitar 10%. Kami meyakini hal ini terjadi seiring dengan turunnya penerimaan CHT secara nasional pada tahun 2023 akibat kenaikan tarif yang tinggi secara berturut-turut,” kata Idah.

    Berdasarkan kesimpulan ini, ia berpandangan bahwa optimalisasi DBHCHT dapat dilakukan dengan kebijakan kenaikan tarif CHT yang tepat dan berimbang untuk memicu pertumbuhan penerimaan CHT secara nasional serta alokasi DBHCHT ke daerah. Idah melihat tidak adanya kenaikan tarif CHT untuk tahun 2025 sebagai langkah yang tepat untuk jangka pendek. Kebijakan kenaikan tarif di tahun 2026 dan dalam masa mendatang juga perlu melalui kajian yang berimbang untuk menjaga momentum pemulihan dan pertumbuhan penerimaan CHT dan DBHCT.

    “Sedangkan untuk jangka panjang tentu dibutuhkan kajian yang lebih mendalam. Universitas Muhammadiyah Malang sebagai institusi akademik siap memberikan dukungan, baik kepada Pemerintah maupun kepada KADIN Jawa Timur agar tercapai kebijakan yang berimbang bagi IHT ke depannya,” ujar Idah.

    (kil/kil)

  • Urgensi Transformasi Ekonomi di Kalimantan Timur (Bagian V)
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        25 Desember 2024

    Urgensi Transformasi Ekonomi di Kalimantan Timur (Bagian V) Regional 25 Desember 2024

    Urgensi Transformasi Ekonomi di Kalimantan Timur (Bagian V)
    Doktor ekonomi dari UNU-MERIT/Maastricht University (Belanda). Alumni generasi pertama beasiswa LPDP master-doktor. Pernah bekerja di ASEAN Secretariat, Indonesia Mengajar, dan konsultan marketing. Saat ini berkiprah sebagai akademisi, peneliti, dan konsultan. Tertarik dengan berbagai topik ekonomi, pembangunan berkelanjutan, pembangunan internasional, Asia Tenggara, monitoring-evaluasi, serta isu interdisiplin. Bisa dihubungi di https://www.linkedin.com/in/aripmuttaqien/
    PADA
    tulisan sebelumnya telah dijelaskan potensi
    Kalimantan Timur
    di sektor agro dan agroindustri.
    Sesuai dengan klasifikasi neraca ekonomi, sub-sektor yang mendukung agro-industri antara lain (1) industri pengolahan tembakau, (2) industri kayu, barang dari kayu dan gabus dan barang anyaman dari mambu, rotan dan sejenisnya, (3) industri furnitur, dan (4) industri karet, barang dari karet dan plastik.
    Selanjutnya, sektor industri pengolahan atau manufaktur lainnya juga perlu didorong untuk lebih berkembang. Hal ini penting karena struktur perekonomian perlu berubah untuk mempercepat transformasi ekonomi.
    Berdasarkan dari klasifikasi neraca perekonomian, jenis industri manufaktur adalah (1) industri pengolahan hasil pertambangan, (2) industri makanan dan minuman, (3) industri tekstil dan pakaian jadi, (4) industri kulit, barang dari kulit dan alas kaki, (5) industri kertas dan barang dari kertas, (6) industri kimia, farmasi dan obat tradisional, (7) industri barang galian bukan logam, (8) industri barang logam; komputer, barang elektronik, optik; dan peralatan listrik, (9) industri mesin dan perlengkapan, (10) industri alat angkutan, dan (11) industri pengolahan lainnya, jasa reparasi dan pemasangan mesin dan peralatan.
    Kelompok manufaktur tersebut memberikan kontribusi sebesar Rp 146 triliun atau 17,3 persen terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).
    Jika digabungkan dengan industri manufaktur lain (yang lebih dekat ke agro-industri), maka kontribusi total menjadi Rp 150 triliun atau 17,7 persen terhadap PDRB.
    Dari seluruh industri manufaktur di Kalimantan Timur, sub-sektor pengolahan batu bara dan minyak dan gas (migas) memberikan kontribusi terbesar, yaitu sebesar Rp 82 triliun atau 9,8 persen dari PDRB.
    Ini menunjukkan bahwa lebih dari separuh kontribusi sektor manufaktur di provinsi ini berasal dari pengolahan batu bara dan migas.
    Selanjutnya, industri kimia menempati posisi penting, dengan kontribusi Rp 30 triliun atau 3,6 persen terhadap PDRB.
    Industri makanan minuman menyumbang Rp 24 triliun atau 2,8 persen terhadap PDRB. Selain itu, industri lain memiliki kontribusi yang cenderung lebih kecil.
    Hilirisasi sektor pertambangan dapat menjadi salah satu fokus utama dalam transformasi ekonomi di Kalimantan Timur, asalkan tetap memperhatikan prinsip pembangunan berkelanjutan.
    Saat ini, bauran energi masih didominasi energi fosil. Ke depan, penggunaan energi terbarukan harus terus ditingkatkan untuk mendukung kebutuhan industri dan mendukung transisi menuju ekonomi yang lebih ramah lingkungan.
    Ketersediaan energi yang memadai merupakan salah satu syarat utama untuk mendukung berdirinya industri secara masif.
    Kalimantan Timur memiliki potensi produksi gas yang signifikan, meskipun produksi gas mengalami penurunan dalam satu dekade terakhir.
    Gas alam bisa menjadi jembatan menuju energi terbarukan. Setidaknya, mengurangi ketergantungan terhadap sumber energi lain yang lebih polutif.
    Pengolahan hasil tambang di provinsi ini mencakup batu bara, minyak bumi, gas alam, serta berbagai hasil tambang lainnya, yang dapat mendukung pengembangan sektor industri secara lebih luas.
    Program hilirisasi batu bara secara besar-besaran perlu dipercepat untuk mendukung transformasi ekonomi di Kalimantan Timur.
    Pada pertengahan tahun 2024, Kementerian ESDM telah memberikan persetujuan untuk beberapa proyek hilirisasi batu bara yang melibatkan perusahaan-perusahaan dengan lahan operasional di Kalimantan Timur.
    Program ini bertujuan meningkatkan nilai tambah batu bara melalui berbagai inovasi. Contohnya, gasifikasi batu bara menjadi metanol yang berpotensi diolah lebih lanjut menjadi amonia.
    Selain itu, terdapat pengembangan produksi semi kokas, pengolahan batu bara menjadi dimetil eter (DME), serta teknologi underground coal gasification (USG).
    Upaya ini diharapkan dapat memperluas manfaat ekonomi sekaligus menciptakan industri yang lebih bernilai tinggi.
    Kebijakan transisi energi secara bertahap bertujuan untuk menciptakan keseimbangan antara kepentingan lingkungan dan aspek sosial.
    Transisi energi penuh tetap menjadi tujuan utama, tapi pelaksanaannya harus mempertimbangkan faktor sosio-ekonomi, seperti keberlanjutan lapangan kerja dan ketergantungan masyarakat terhadap sektor pertambangan. Transformasi ini tetap harus dilakukan secara bertahap.
    Berdasarkan data geospasial dari Kementerian ESDM, selain batu bara, Kalimantan Timur memiliki berbagai potensi tambang lainnya seperti emas, perak, bijih besi, intan, dan timah.
    Potensi emas tersebar di Paser, Kutai Barat, dan Mahakam Ulu, sedangkan bijih besi banyak ditemukan di Paser dan Kutai Timur. Potensi seng terdapat di Berau, sementara platina berada di Kutai Timur.
    Hilirisasi untuk jenis barang tambang lain juga dapat dilakukan, termasuk memanfaatkan potensi dari provinsi tetangga.
    Sebagai contoh, Sulawesi Selatan memiliki mangan, kromit, bijih besi, dan perak, sementara Sulawesi Barat memiliki mangan, emas, dan timbal.
    Sulawesi Tengah dikenal dengan potensi kromit, bijih besi, dan nikel, sedangkan Kalimantan Selatan memiliki emas dan bijih besi.
    Khusus untuk hilirisasi nikel, Kalimantan Timur telah memulai langkah strategis ini dengan pabrik yang berlokasi di Kutai Kartanegara.
    Hilirisasi nikel memberikan nilai tambah yang signifikan, mengingat Indonesia memiliki cadangan nikel terbesar di dunia.
    Selain nikel, Kalimantan Timur memiliki potensi besar untuk hilirisasi hasil tambang lainnya. Keunggulan utama provinsi ini adalah kemampuan mendukung industri berbasis hasil tambang dan produk kimia, didukung oleh pasokan energi yang cukup, terutama dari gas alam.
    Saat ini industri yang sudah eksis adalah pengilangan minyak bumi dan gas, serta berbagai industri kimia, terutama di kawasan industri di wilayah timur.
    Transformasi ekonomi di Kalimantan Timur membutuhkan langkah strategis dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam dan sektor industri yang sudah eksis secara optimal, serta tidak serta merta mematikan industri dan sektor perekonomian yang sudah ada.
    Prosesnya harus dilakukan secara bertahap dengan memperhatikan kesiapan sosio-ekonomi.
    Hilirisasi sektor pertambangan, pengembangan energi terbarukan, dan diversifikasi industri manufaktur harus berjalan seiring untuk menciptakan nilai tambah yang berkelanjutan.
    Dengan dukungan potensi gas alam, sumber daya tambang yang beragam, serta lokasi strategis, Kalimantan Timur memiliki peluang besar untuk melakukan transformasi ekonomi.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.