Topik: OTT KPK

  • Kuasa Hukum Bakal Jadi Saksi Hasto, Sebut Ikuti Pola KPK

    Kuasa Hukum Bakal Jadi Saksi Hasto, Sebut Ikuti Pola KPK

    Kuasa Hukum Bakal Jadi Saksi Hasto, Sebut Ikuti Pola KPK
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Kuasa hukum Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P)
    Hasto Kristiyanto
    ,
    Maqdir Ismail
    , mengungkapkan dirinya bersama tim hukum lain, Johannes Tobing, bakal menjadi saksi dalam sidang Hasto.
    Hasto merupakan terdakwa perkara
    dugaan suap
    pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR serta perintangan penyidikan kasus Harun Masiku.
    “Tadi saya secara sengaja dengan kesepakatan kami bahwa kami penasihat hukum hendak menjadikan diri kami sebagai saksi di persidangan ini ya,” kata Maqdir, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Kamis (12/6/2025).
    Menurut Maqdir, keputusan tersebut diambil sebagai bentuk respons terhadap praktik yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam sidang sebelumnya, di mana penyidik dan penyelidik dihadirkan sebagai saksi bahkan ahli, meski tidak mengalami langsung peristiwa yang disidangkan.
    “Kenapa? Karena kami ingin mengikuti kegiatan yang dilakukan di dalam persidangan yang lalu di mana penyidik menjadi saksi, penyelidik menjadi saksi, dan penyidik serta penyelidik menjadi ahli,” ujar dia.
    Dalam kesaksian nanti, Maqdir bakal menerangkan terbitnya Surat Perintah Penyelidikan (Sprinlidik) tertanggal 20 Desember 2019 dalam kasus operasi tangkap tangan (OTT) eks komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Wahyu Setiawan.
    Dia mengatakan, Sprinlidik itu terbit bersamaan dengan pergantian pimpinan KPK.
    Tak hanya itu, Maqdir mengungkapkan bakal menerangkan fakta lainnya dalam peristiwa pengejaran Hasto dan Harun Masiku di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), Jakarta Selatan, pada 8 Januari 2020.
    Dalam perkara ini, Hasto didakwa memberikan suap kepada Wahyu Setiawan untuk memuluskan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR dari Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.
    Ia juga didakwa melakukan perintangan penyidikan dengan memerintahkan penghancuran alat komunikasi yang berkaitan dengan kasus tersebut.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kasus Korupsi Rel Kereta, KPK Dalami Dugaan Pidana Korporasi Anak Usaha KAI

    Kasus Korupsi Rel Kereta, KPK Dalami Dugaan Pidana Korporasi Anak Usaha KAI

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami dugaan perbuatan pidana korporasi anak usaha BUMN PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI, yakni PT Kereta Api Properti Manajemen (KAPM). 

    Dugaan perbuatan melawan hukum oleh PT KAPM itu terkait dengan kasus dugaan korupsi pembangunan jalur kereta api di Wilayah Jawa Bagian Tengah pada lingkungan Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan (DJKA Kemenhub) 2018-2022. 

    Proses pendalaman kasua tersebut dilakukan saat penyidik memeriksa saksi Manajer Perencanaan dan Evaluasi pada Bagian Konstruksi Jalan Rel, dan Jembatan PT KAPM, Suharjo, Kamis (12/6/2025). 

    “Saksi hadir dan penyidik mendalami perbuatan-perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh korporasi PT KAPM, anak perusahaan PT KAI,” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo kepada wartawan, Kamis (12/6/2025). 

    Saat ditanya lebih lanjut apabila PT KAPM sudah ditetapkan sebagai tersangka korporasi, Budi belum menjawab pertanyaan wartawan. 

    Adapun pada hari yang sama, penyidik juga memeriksa pihak-pihak lain terkait dengan dugaan korupsi pembangunan jalur kereta api wilayah Jawa Bagian Tengah di DJKA Kemenhub 2018-2022. Pemeriksaan dilakukan di dua lokasi terpisah. 

    Pada Lapas Kebon Waru Bandung, penyidik memeriksa dua orang mantan ASN Kemenhub yang merupakan Ketua Pokja sejumlah proyek jalur kereta api, yaitu Edi Purnomo dan Hardho. Mereka sebelumnya telah ditetapkan tersangka dan ditahan pada akhir 2024 lalu.

    Sementara itu, di Lapas Sukamiskin Bandung, KPK turut memeriksa dua orang mantan pejabat Kemenhub lainnya yakni Harno Trimadi serta Putu Sumarjaya. Harno sebelumnya menjabat sebagai Direktur Prasarana Perkeretaapian DJKA Kemenhub, sebelum terjaring OTT KPK 2023 lalu. 

    Sebelumnya, lembaga antirasuah telah menetapkan sederet nama dari internal Kemenhub, anak usaha KAI, perusahaan swasta dan lain-lain sebagai tersangka kasus dugaan korupsi jalur kereta api itu. Kasus itu awalnya bermula saat OTT KPK 2023 lalu. 

    Pada Mei 2025 lalu, KPK menyebut perkara suap pembangunan maupun pemeliharaan jalur kereta di berbagai daerah itu sudah dikembangkan dengan menetapkan sejumlah pegawai Kemenhub, pihak swasta hingga korporasi sebagai tersangka. 

    Pada awal-awal penyidikan kasus tersebut, KPK menduga terdapat bancakan korupsi proyek pembangunan dan pemeliharaan jalur kereta api di berbagai daerah meliputi pembangunan jalur kereta api ganda Solo Balapan–Kadipiro–Kalioso; proyek pembangunan jalur kereta api di Makassar Sulawesi Selatan; empat proyek konstruksi jalur kereta api dan dua proyek supervisi di Lampegan, Cianjur, Jawa Barat; serta proyek perbaikan perlintasan sebidang Jawa–Sumatra.

  • Ahli Bahasa: Hasto Setujui Suap Rp 850 Juta dari Harun Masiku

    Ahli Bahasa: Hasto Setujui Suap Rp 850 Juta dari Harun Masiku

    Jakarta, Beritasatu.com – Ahli bahasa dari Universitas Indonesia (UI), Frans Asisi Datang, mengungkapkan Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menyetujui adanya uang suap sebesar Rp 850 juta dalam pengurusan pergantian antarwaktu (PAW) Harun Masiku menjadi anggota DPR periode 2019–2024.

    Pernyataan itu disampaikan Frans saat menjadi saksi ahli dalam sidang lanjutan kasus dugaan suap PAW dan perintangan penyidikan dengan terdakwa Hasto Kristiyanto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta Pusat, Kamis (12/6/2025).

    Frans menjelaskan, kesimpulan itu didasarkan pada hasil analisis percakapan WhatsApp antara Hasto dengan mantan kader PDIP, Saeful Bahri. Dalam chat tersebut, Saeful melaporkan bahwa Harun telah “menggeser 850”, dan Hasto membalas dengan, “Ok sip”.

    Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menanyakan makna dari angka “850” dalam konteks percakapan tersebut. Frans menegaskan bahwa angka itu merujuk pada uang, meskipun tidak menggunakan simbol “Rp” atau kata “juta”. Strategi bahasa seperti ini umum digunakan dalam komunikasi politik untuk menyamarkan maksud sebenarnya.

    “Itu ciri khas bahasa yang kami temukan dalam banyak data percakapan politik. Lawan bicara sudah saling memahami konteksnya,” kata Frans.

    Frans juga menilai kata “ok” dalam balasan Hasto menunjukkan persetujuan terhadap informasi yang disampaikan, sementara kata “sip” mempertegas bahwa Hasto sangat memahami dan menyetujui isi percakapan tersebut.

    “‘Ok’ itu menyatakan setuju atau paham. Kalau ditambah ‘sip’, itu berarti sangat setuju,” jelasnya.

    Dalam dakwaan KPK, uang Rp 850 juta itu merupakan bagian dari upaya menyuap Komisioner KPU Wahyu Setiawan agar menyetujui PAW Riezky Aprilia (caleg terpilih Dapil Sumsel I) digantikan oleh Harun Masiku. Uang itu disebut telah dititipkan ke DPP PDIP melalui Kusnadi, ajudan Hasto.

    Dari jumlah tersebut, Rp 400 juta akan diberikan kepada Wahyu melalui mantan anggota Bawaslu, Agustiani Tio Fredelina. Sisanya dibagi ke berbagai pihak, yakni Tio Rp 50 juta, Donny Tri Istiqomah Rp 175 juta, dan Rp 230 juta untuk operasional Saeful Bahri dan tim.

    Selain Frans Asisi Datang, jaksa juga menghadirkan tiga ahli lainnya, yakni Bob Hardian Syahbuddin (ahli TI dari UI), Hafni Ferdian (ahli forensik KPK), dan Muhammad Fatahillah Akbar (ahli pidana dari UGM). Hingga kini, sudah ada sekitar 15 saksi yang dihadirkan, termasuk penyidik KPK Rossa Purbo Bekti dan Saeful Bahri sebagai saksi kunci.

    Dalam perkara ini, Hasto didakwa bersama Harun Masiku, Saeful Bahri, dan advokat Donny Tri Istiqomah, memberikan suap Rp 600 juta kepada Wahyu Setiawan pada 2019–2020 untuk memuluskan PAW tersebut.

    Hasto juga didakwa menghalangi penyidikan dengan cara memerintahkan Harun melalui penjaga Rumah Aspirasi, Nur Hasan, untuk merendam ponsel ke dalam air pasca-operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Wahyu. Ajudan Hasto, Kusnadi, juga disebut diminta melakukan hal serupa terhadap ponsel miliknya.

    Atas perbuatannya, Hasto dijerat Pasal 21 dan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 65 ayat (1) dan Pasal 55 ayat (1) ke-1, juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

  • Ahli Bahasa: ‘Bapak’ dalam Chat Harun Masiku Adalah Hasto Kristiyanto

    Ahli Bahasa: ‘Bapak’ dalam Chat Harun Masiku Adalah Hasto Kristiyanto

    Jakarta, Beritasatu.com – Ahli bahasa dari Universitas Indonesia (UI), Frans Asisi Datang, meyakini sosok “Bapak” yang memberikan perintah kepada Harun Masiku melalui staf PDIP, Nurhasan, untuk merendam telepon genggam (HP) usai operasi tangkap tangan (OTT) eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan adalah Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto.

    Sebutan “Bapak” tersebut muncul dalam percakapan WhatsApp antara Harun Masiku dan Nurhasan yang ditampilkan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (12/6/2025).

    Sidang ini merupakan kelanjutan dari kasus suap pengurusan pergantian antarwaktu (PAW) Anggota DPR periode 2019–2024 serta perintangan penyidikan dalam kasus yang menjerat Harun Masiku, dengan terdakwa utama Hasto Kristiyanto.

    Jaksa menghadirkan bukti percakapan antara Harun dan Nurhasan, di mana Nurhasan meminta Harun untuk siaga di kantor DPP PDIP dan merendam HP atas perintah “Bapak” yang sama-sama dipahami oleh keduanya.

    “Ada penggunaan kata ‘Pak’ dan ‘Bapak’. ‘Pak’ digunakan oleh seseorang di satu tempat, sementara ‘Bapak’ digunakan oleh orang lain yang sedang di luar. Ini dua konteks berbeda,” kata Frans dalam kesaksiannya di persidangan.

    Frans menjelaskan, dalam percakapan tersebut, Nurhasan konsisten menyapa Harun dengan “Pak”, sementara Harun menyebut Nurhasan dengan “Bapak” ketika bertanya soal keberadaan pihak ketiga.

    “Harun bertanya, ‘Bapak di mana?’. Nurhasan menjawab, ‘Bapak lagi di luar’. Kalau yang dimaksud ‘Bapak’ adalah dirinya sendiri, seharusnya jawabannya personal, bukan seperti itu,” jelas Frans.

    Dalam analisis linguistiknya, Frans menyimpulkan sebutan “Bapak” tersebut mengacu pada Hasto Kristiyanto, berdasarkan keterangan penyidik KPK, konteks percakapan, serta data chat lain yang diperiksa selama dirinya dimintai keterangan sebagai ahli bahasa.

    “Dalam BAP saya menyatakan bahwa berdasarkan konteks dan informasi yang saya terima, ‘Bapak’ yang dimaksud adalah Hasto, Sekjen PDIP,” tegasnya.

    Frans merupakan salah satu dari empat ahli yang telah dihadirkan dalam sidang kasus ini. Tiga ahli lainnya adalah Bob Hardian Syahbuddin (ahli teknologi informasi UI), Hafni Ferdian (ahli forensik KPK), dan Muhammad Fatahillah Akbar (ahli hukum pidana UGM).

    Jaksa KPK juga telah menghadirkan sekitar 15 saksi dari berbagai latar belakang, termasuk penyidik KPK Rossa Purbo Bekti dan eks kader PDIP yang menjadi saksi kunci, Saeful Bahri.

    Dalam perkara ini, Hasto bersama advokat Donny Tri Istiqomah, eks kader PDIP Saeful Bahri, dan Harun Masiku didakwa menyuap Wahyu Setiawan sebesar Rp 600 juta untuk memuluskan PAW Riezky Aprilia dari dapil Sumatera Selatan I agar digantikan oleh Harun Masiku sebagai anggota DPR periode 2019–2024.

    Selain itu, Hasto juga didakwa menghalangi penyidikan KPK dengan memerintahkan Nurhasan merendam HP milik Harun Masiku ke dalam air setelah OTT Wahyu Setiawan. Ia juga disebut menyuruh ajudannya, Kusnadi, untuk menenggelamkan HP lain sebagai langkah antisipasi terhadap penyitaan.

    Atas perbuatannya, Hasto dijerat dengan Pasal 21 dan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 65 ayat (1) dan Pasal 55 ayat (1) ke-1 serta Pasal 64 ayat (1) KUHP.

  • Hasto Tuding Kesaksian Ahli Bahasa UI di Sidang Hasil Didikte KPK

    Hasto Tuding Kesaksian Ahli Bahasa UI di Sidang Hasil Didikte KPK

    Jakarta

    Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menuding konteks keterangan yang disampaikan Dosen Universitas Indonesia (UI) Frans Asisi Datang sebagai ahli bahasa dalam persidangannya merupakan hasil arahan dan pengaruh dari penyidik KPK. Hasto menuding keterangan ahli itu hanya untuk kepentingan penyidik.

    “Jadi keterangan saksi ahli tadi nampak bahwa ilustrasi yang disampaikan, konteks yang disampaikan itu berasal dari penyidik,” ujar Hasto saat persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jakarta Pusat, Kamis (12/6/2025).

    “Sehingga tentu tujuan maksudnya kita bisa paham untuk terhadap kepentingan-kepentingan dari penyidik yang bertindak sebagai pemeriksa, sebagai saksi pokoknya merangkap banyak,” lanjutnya.

    Hasto lalu mencontohkan, Frans diminta untuk menjelaskan mengenai perihal uang dalam pesan antara dirinya dan mantan Kader PDIP Saeful Bahri. Di mana dalam pesan itu, menyebutkan terkait penggunaan uang Rp 200 juta dari Rp 600 juta.

    “Ketika teks analisis kalimat, tadi ada 600 untuk DP 200 dulu, tapi karena ada perspektif yang dibangun oleh penyidik. Muncullah otak-atik 600 dikurangi 200, ini kan di luar dari teks,” ujarnya.

    “Artinya ini suatu ilustrasi yang dipengaruhi oleh penyidik tersebut. Nah, kalau penyidik sebagai pemeriksa sudah merangkap sebagai saksi fakta, ternyata bukan saksi fakta. Kita sudah tahu kepentingannya,” imbuhnya.

    Hasto disebut memerintahkan Harun Masiku merendam handphone agar tak terlacak KPK saat operasi tangkap tangan (OTT) pada 8 Januari 2020. Hasto juga disebut memerintahkan Harun Masiku stand by di kantor DPP PDIP agar tak terlacak KPK.

    Perbuatan Hasto itu disebut membuat Harun Masiku bisa kabur. Harun Masiku pun masih menjadi buron KPK.

    Hasto didakwa memberi suap bersama-sama orang kepercayaannya, Donny Tri Istiqomah dan Saeful Bahri kemudian juga Harun Masiku. Donny saat ini sudah ditetapkan sebagai tersangka, lalu Saeful Bahri telah divonis bersalah dan Harun Masiku masih menjadi buron.

    (amw/whn)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Ketua MA Wanti-wanti Hakim Baru untuk Jaga Citra Peradilan dari Korupsi

    Ketua MA Wanti-wanti Hakim Baru untuk Jaga Citra Peradilan dari Korupsi

    Bisnis.com, JAKARTA — Ketua Mahkamah Agung (MA) Sunarto menyampaikan sejumlah pesan kepada para calon hakim baru yang resmi dikukuhkan hari ini, Kamis (12/6/2025). Salah satu pesannya adalah terkait dengan kasus korupsi di tubuh lembaga peradilan yang memengaruhi kepercayaan publik. 

    Sunarto menyampaikan tiga pesan kepada para hakim baru di seluruh lembaga peradilan di Indonesia. Salah satu pesan itu adalah kepercayaan publik yang turun kepada MA akibat sejumlah kasus korupsi yang menjerat hakim. 

    “Pesan saya untuk para hakim, saat ini lembaga peradilan yang kita cintai sedang berhadapan dengan tantangan kepercayaan publik yang terreduksi akibat perbuatan judicial corruption oleh segelintir orang,” ucapnya di hadapan Presiden Prabowo Subianto di Balairung MA, Jakarta, Kamis (12/6/2025). 

    Dia turut menuturkan bahwa korupsi bisa terjadi karena bertemunya tiga hal yakni kebutuhan, keserakahan serta kesempatan. 

    Untuk itu, Sunarto mendorong semangat kebersamaan dan jiwa korps dalam memegang teguh pedoman yang telah digariskan dalam Visi MA, yaitu ‘Terwujudnya Badan Peradilan Indonesia yang Agung’.

    Pimpinan tertinggi lembaga yudikatif itu lalu berpesan agar para halim baru melakukan empat hal, yaitu menjaga kemandirian badan peradilan, memberikan pelayanan hukum yang berkeadilan, meningkatkan kualitas kepemimpinan serta meningkatkan kredibilitas dan transparansi badan peradilan.

    Sebagaimana diketahui, terdapat beberapa kasus yang mencuat di publik dan menyeret beberapa hakim di lembaga peradilan. Misalnya, di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), penegak hukum beberapa tahun lalu melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap dua hakim agung dalam kasus suap perkara. 

    Kemudian, saat ini, Kejaksaan Agung tengah menangani beberapa kasus yang menyeret hakim seperti kasus Zarof Ricar maupun kasus suap putusan kasus korupsi CPO.

  • Jaksa KPK Hadirkan Ahli Bahasa UI dalam Sidang Hasto Hari Ini

    Jaksa KPK Hadirkan Ahli Bahasa UI dalam Sidang Hasto Hari Ini

    Jakarta, Beritasatu.com – Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan ahli bahasa dari Universitas Indonesia, Frans Asisi Datang dalam sidang lanjutan kasus suap pengurusan pergantian antara waktu (PAW) DPR periode 2019-2024 dan perintangan penyidikan dalam kasus Harun Masiku dengan terdakwa Hasto Kristiyanto pada hari ini, Kamis (12/6/2025). Sidang lanjutan kasus Hasto ini berlangsung di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat.

    “Ahli yang akan kami hadirkan Doktor Frans Asisi Datang SS, M Hum, dosen Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia,” ujar Jaksa KPK Dwi Novantoro kepada wartawan, Kamis (12/6/2025).

    Dalam sidang kasus Hasto Kristiyanto ini, jaksa KPK sudah menghadirkan empat ahli termasuk ahli bahasa Frans Asisi Datang. Tiga ahli lain yang sudah hadir dalam sidang Hasto adalah ahli teknologi informasi dari Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia (UI) Bob Hardian Syahbuddin, ahli forensik dari Komisi KPK Hafni Ferdian, serta ahli pidana dari UGM Muhammad Fatahillah Akbar.

    Selain itu, jaksa KPK sudah menghadirkan kurang lebih 15 saksi dari berbagai profesi dan latar belakang. Termasuk, penyidik KPK Rossa Purbo Bekti dan saksi kunci eks kader PDIP Saeful Bahri. 

    Dalam kasus ini, Hasto bersama-sama dengan advokat Donny Tri Istiqomah, eks kader PDIP Saeful Bahri, dan Harun Masiku didakwa memberikan uang suap sebesar Rp 600 juta kepada Wahyu Setiawan (komisioner KPU) pada rentang waktu 2019-2020. Suap ini agar Wahyu mengupayakan KPU untuk menyetujui permohonan PAW caleg Dapil Sumatera Selatan (Sumsel) I atas nama anggota DPR periode 2019-2024 Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.

    Hasto juga didakwa menghalangi penyidikan dengan cara memerintahkan Harun, melalui penjaga Rumah Aspirasi, Nur Hasan, untuk merendam telepon genggam milik Harun ke dalam air setelah kejadian OTT KPK terhadap Wahyu Setiawan.  

    Tak hanya ponsel milik Harun Masiku, Hasto juga disebutkan memerintahkan ajudannya, Kusnadi, untuk menenggelamkan telepon genggam sebagai antisipasi upaya paksa oleh penyidik KPK.  

    Hasto pun dijerat dengan Pasal 21 dan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 65 ayat (1) dan Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
     

  • Video Ayah Farel Prayoga ‘Ojo Dibandingke’ Ditangkap gegara Kasus Judol

    Video Ayah Farel Prayoga ‘Ojo Dibandingke’ Ditangkap gegara Kasus Judol

    Ayah penyanyi cilik Farel Prayoga, Joko Suyoto (46), ditangkap pihak kepolisian terkait kasus judi online (Judol). Joko kemudian ditetapkan tersangka.

    Kasatreskrim Polresta Banyuwangi Kompol Komang Yogi Arya Wiguna mengatakan Joko ditangkap saat operasi tangkap tangan (OTT) pada Selasa, 11 Juni 2025. Operasi itu sendiri telah digelar selama 1 bulan terakhir.

    Tonton video 20Detik menarik lainnya, klik di sini!

  • Penyuap Eks Anggota DPRD dalam Proyek Dinas PUPR OKU Jalani Sidang Perdana Besok

    Penyuap Eks Anggota DPRD dalam Proyek Dinas PUPR OKU Jalani Sidang Perdana Besok

    Penyuap Eks Anggota DPRD dalam Proyek Dinas PUPR OKU Jalani Sidang Perdana Besok
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Komisi Pemberantasan Korupsi (
    KPK
    ) mengatakan, dua terdakwa
    kasus suap
    pengadaan barang dan jasa di Dinas PUPR Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatera Selatan, M. Fauzi alias Pablo dan Ahmad Sugeng Santoso, akan menjalani
    sidang perdana
    pada Kamis (12/6/2025).
    “Dari penetapan Majelis Hakim yang kami terima, besok (12/6) bertempat di Museum Tekstil Palembang, akan dilaksanakan persidangan perdana untuk pembacaan surat dakwaan Terdakwa M. Fauzi alias Pablo dan Ahmad Sugeng Santoso,” kata Jaksa KPK Rakhmad Irwan dalam keterangannya, Rabu (11/6/2025).
    Jaksa Irwan mengatakan, sidang perdana seharusnya dilaksanakan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Palembang, namun pengadilan sedang direnovasi sehingga dipindahkan ke Museum Tekstil Palembang.
    “Jadwal sidang pukul 10.00 WIB dan para Terdakwa akan dihadirkan langsung,” ujarnya.
    Dalam perkara ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan enam orang tersangka dalam kasus suap proyek di Dinas PUPR Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatera Selatan, setelah Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada Sabtu (15/3/2025).
    Mereka adalah Kepala
    Dinas PUPR OKU
    Nopriansyah (NOP); Anggota Komisi III DPRD OKU Ferlan Juliansyah (FJ); Ketua Komisi III DPRD OKU M. Fahrudin (MFR); dan Ketua Komisi II DPRD OKU Umi Hartati (UH).
    Kemudian, dua orang tersangka dari kalangan swasta yaitu MFZ (M. Fauzi alias Pablo) dan ASS (Ahmad Sugeng Santoso).
    Para tersangka penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b dan Pasal 12 huruf f serta Pasal 12B Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
    Sementara itu, dua tersangka pemberi suap dari pihak swasta, yakni MFZ dan ASS, disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b UU Tipikor.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • KPK Minta Bantuan Bank BUMN ungkap Kasus Korupsi Bansos Presiden

    KPK Minta Bantuan Bank BUMN ungkap Kasus Korupsi Bansos Presiden

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa seorang staf bank BUMN sebagai saksi kasus dugaan korupsi pengadaan bantuan sosial (bansos) Presiden pada pandemi Covid-19.

    Saksi itu yakni Adila Inal Almanar, yang diperiksa penyidik KPK, Kamis (5/6/2025). Dia diperiksa terkait dengan fasilitas kredit perbankan yang diberikan kepada perusahaan diduga terlibat kasus dugaan korupsi bansos Presiden.

    “KPK meminta bantuan BRI untuk memberikan informasi mengenai fasilitas kredit yang pernah diterima oleh Perusahaan yang terkait dengan perkara tersebut,” ungkap Juru Bicara KPK Budi Prasetyo kepada wartawan, dikutip Sabtu (7/6/2025). 

    Adapun terdapat total empat orang saksi yang diperiksa KPK saat itu. Selain saksi Adila, penyidik turut memanggil Marketing PT Multi Sari Sedap, Petrus; Direktur PT Mitra Pangan Nusantara, Anen Candra Tjen; serta Direktur PT Integra Padma Mandiri, Budi Pamungkas. 

    Budi mengonfirmasi bahwa saksi Petrus tidak hadir. Sementara itu, saksi Anen dan Budi diperiksa terkait dengan harga dasar paket bansos Covid-19 saat itu. 

    Untuk diketahui, lembaga antirasuah menduga terjadi korupsi dalam pengadaan bansos Presiden saat penanganan pandemi Covid-19 untuk wilayah Jabodetabek di lingkungan Kementerian Sosial (Kemensos) 2020.

    KPK telah menetapkan satu orang tersangka yaitu Direktur Mitra Energi Persada (MEP) sekaligus Ketua Tim Penasihat PT Primalayan Teknologi Persada (PTP), Ivo Wongkaren. Ivo sudah menjalani masa kurungan berkaitan dengan kasus lain yakni korupsi penyaluran bansos PKH.

    Pada kasus tersebut, komisi antirasuah menduga terdapat sekitar 6 juta paket bansos bentuk sembako presiden yang dikorupsi pada saat pandemi Covid-19. Total 6 juta paket itu terdiri dari paket sembako presiden yang disalurkan pada tahap 3, 5 dan 6. Masing-masih tahap itu berisi 2 juta paket sembako.

    Penyidikan kasus bansos presiden itu merupakan pengembangan dari perkara pengadaan bansos yang menjerat mantan Menteri Sosial Juliari Batubara. Alat bukti terkait bansos presiden ditemukan ketika melakukan operasi tangkap tangan (OTT) pada kasus Juliari 2020 lalu.   

    Pada kasus bansos presiden, KPK menyebut potensi kerugian keuangan negara yang ada mencapai sekitar Rp250 miliar dari total nilai proyek pengadaan sekitar Rp900 miliar dari anggaran Kementerian Sosial (Kemensos). Penyidik menduga kerugian keuangan negara itu terjadi saat pengadaan bansos presiden 2020 lalu di wilayah Jabodetabek.