Topik: OTT KPK

  • Mulai Seret Nama Bobby Nasution, Benarkah OTT KPK adalah Genderang Perang antara Prabowo dan Jokowi?

    Mulai Seret Nama Bobby Nasution, Benarkah OTT KPK adalah Genderang Perang antara Prabowo dan Jokowi?

    GELORA.CO – Operasi Tangkap Tangan KPK yang mulai menyeret nama Bobby Nasution, bisa saja merupakan isyarat dimulainya perang politik dengan Joko Widodo.

    Memiliki hubungan yang dekat dengan Joko Widodo, kemungkinan terhadap dugaan keterlibatan Bobby Nasution perlu disikapi secara serius oleh Presiden Prabowo.

    Sehingga komitmen Presiden Prabowo memerangi korupsi di Indonesia, bisa dimulai dengan mengikis kekuatan Orang-Orang Joko Widodo yang bertahan di pemerintahan.

    Penilaian mengenai kemungkinan dimulainya perang politik antara Jokowi dengan Prabowo Subianto, merupakan pandangan dari Analis Politik dan Militer Selamat Ginting.

    Disampaikan saat menjadi narasumber di sebuah siniar, Analis asal Universitas Nasional ini menganggap potensi perang politik tersebut mungkin saja terjadi.

    Namun demikian, Selamat berpendapat kemungkinan tersebut akan membawa beban politik tersendiri bagi Presiden Prabowo Subianto.

    Selain karena Orang-Orang yang dianggap sebagai bagian dari Jokowi masih berada di lingkaran kekuasaan, upaya penegakan hukum juga perlu mempertimbangkan banyak hal.

    Kasus OTT yang mulai menyeret menantu Joko Widodo menurut Selamat memang menarik untuk diselami, mengingat KPK memiliki riwayat mesra dengan Jokowi.

    Selamat berpendapat, Prabowo Subianto selaku Presiden sekaligus Elit Parpol memiliki peluang cukup besar untuk menanamkan legasinya di bidang penegakan hukum.

    “Ini sebenarnya lonceng kepada keluarga Jokowi, kalau dana itu mengalir sampai ke Solo, ya sudah ungkap saja,” tegas Selamat.

    Salah satu persoalan penting yang dianggap Selamat masih menjadi persoalan penting bagi Prabowo adalah menentukan momentum.

    Meminjam perumpamaan dengan istilah Menciduk Bubur Panas, Selamat menganggap Prabowo sedang melakukan kalkulasi secara politis.

    Pemerintahan Presiden Prabowo, menurut Selamat perlu secara senyap dan matang memutuskan dari bagian mana sajian Bubur Panas itu akan mulai diciduk.

    Dalam situasi seperti ini, Selamat mengaku sangat merindukan sosok Prabowo Subianto yang tegas, terencana dan berani mengambil resiko.

    Karakter penuh kedisiplinan dan pertimbangan yang menjadi bagian penting dari Prabowo saat menjadi Pasukan Khusus, menurut Selamat sedang dibutuhkan.

    “Presiden tidak boleh ragu menebang pohon beracun, jangan sampai mati karena buah dari pohon beracun itu,” imbuh Selamat.

    Sehubungan dengan langkah hukum yang sedang diupayakan KPK, Selamat berpendapat independensi perlu sangat dikedepankan.

    Dengan menjunjung independensi, Selamat optimis KPK dapat terbebas dari berbagai tuntutan dan desakan politik yang datang dari banyak pihak.

    “Publik tentu berharap KPM dapat menunjukkan integritasnya, karena Jokowi sudah bukan siapa-siapa lagi,” pungkas Selamat dikutip Ayojakarta dari  YouTube Forum Keadilan TV. ***

  • KPK Koordinasi Polisi Usai Sita Dua Senjata Api dari Rumah Topan Ginting

    KPK Koordinasi Polisi Usai Sita Dua Senjata Api dari Rumah Topan Ginting

    KPK Koordinasi Polisi Usai Sita Dua Senjata Api dari Rumah Topan Ginting
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Komisi Pemberantasan
    Korupsi
    (
    KPK
    ) berkoordinasi dengan pihak kepolisian usai menyita dua
    senjata api
    dalam penggeledahan rumah Kepala Dinas PUPR Provinsi
    Sumatera Utara
    (Sumut) non-aktif, Topan Obaja Putra Ginting (TOP) di Medan, Sumut.
    Budi mengatakan, pihak kepolisian yang akan mendalami asal usul dari dua senjata api tersebut.
    “KPK berkoordinasi dengan kepolisian karena itu bukan ranahnya KPK ya. Jadi terkait dengan asal-usulnya, terkait dengan statusnya apakah legal atau tidak legal itu menjadi kewenangan di kepolisian,” kata Budi di Gedung Merah Putih, Jakarta, Senin (7/7/2025).
    Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita uang sebesar Rp 2,8 miliar dan dua senjata api dari kegiatan penggeledahan di rumah Kepala Dinas PUPR Provinsi Sumatera Utara (Sumut) non-aktif, Topan Obaja Putra Ginting (TOP) di Medan, Sumut, pada Rabu (2/7/2025).
    Penggeledahan dilakukan KPK terkait dengan kasus dugaan
    korupsi
    proyek pembangunan jalan di Sumatera Utara.
    “Tim melakukan penggeledahan di rumah tersangka TOP (Topan Obaja Putra Ginting). Dalam penggeledahan tersebut tim mengamankan sejumlah uang senilai sekitar Rp2,8 miliar dan juga mengamankan dua senjata api,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo di Gedung Merah Putih, Jakarta, Rabu.
    Budi mengatakan, dua senjata api tersebut di antaranya, jenis Beretta dengan amunisi 7 butir, dan senapan angin dengan jumlah amunisi airgun pellets sejumlah 2 kemasan.
    Adapun KPK menetapkan lima orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan jalan di Sumatera Utara (Sumut).
    Mereka adalah Kepala Dinas PUPR Provinsi Sumatera Utara, Topan Obaja Putra Ginting (TOP); Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Sumut yang juga merangkap sebagai Pejabat Pembuat Komitmen, Rasuli Efendi Siregar (RES); Pejabat Pembuat Komitmen di Satuan Kerja PJN Wilayah I Sumatera Utara, Heliyanto (HEL); Direktur Utama PT DNG, M. Akhirun Efendi Siregar (KIR); serta Direktur PT RN, M. Rayhan Dulasmi Pilang (RAY).
    Penindakan ini menyeret pejabat Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Sumut dan Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional (Satker PJN) Wilayah I Sumut.
    KPK juga membuka peluang untuk memanggil Gubernur Sumut Bobby Nasution dalam pengusutan kasus tersebut.
    “Kalau memang bergerak ke salah satu orang, misalnya ke kepala dinas lain atau gubernurnya, tentu akan kami minta keterangan. Kami akan panggil, tunggu saja ya,” ujar Plt Deputi Penindakan KPK, Asep Guntur Rahayu, dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Sabtu (28/6/2025).
    KPK sebelumnya menggelar dua operasi tangkap tangan (OTT) terkait proyek jalan di Sumatera Utara.
    Dari hasil penelusuran, total nilai proyek yang diduga bermasalah mencapai Rp 231,8 miliar.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • KPK Amankan 7 Orang dalam OTT Korupsi Proyek Jalan di Sumut: Tak Ada Kapolres
                
                    
                        
                            Medan
                        
                        7 Juli 2025

    KPK Amankan 7 Orang dalam OTT Korupsi Proyek Jalan di Sumut: Tak Ada Kapolres Medan 7 Juli 2025

    KPK Amankan 7 Orang dalam OTT Korupsi Proyek Jalan di Sumut: Tak Ada Kapolres
    Tim Redaksi
    PADANGSIDIMPUAN, KOMPAS.com
    – Komisi Pemberantasan Korupsi (
    KPK
    ) membantah adanya dugaan keterlibatan oknum polisi yang menjabat sebagai Kepala Polisi Resor (Kapolres) dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) kasus korupsi proyek jalan di
    Sumatera Utara
    .
    Kegiatan OTT tersebut dilakukan di Mandailing Natal (Madina) pada Kamis (26/6/2025).
    Juru bicara KPK, Budi Prasetyo menegaskan, informasi yang beredar mengenai adanya oknum Kapolres yang dibawa dalam operasi tersebut tidak benar.
    “Pihak-pihak yang diamankan dalam kegiatan tangkap tangan terkait dugaan tindak pidana korupsi pada pengadaan proyek-proyek pembangunan jalan di Dinas PUPR Provinsi Sumatera Utara dan PJN Wilayah 1 Sumatera Utara, ada 7 orang,” ujarnya melalui pesan singkat, Senin (7/7/2025).
    Budi menjelaskan, setelah melakukan OTT, KPK membawa tujuh orang tersebut dalam dua tahap, yaitu pada Jumat (27/6/2025) malam dan Sabtu (28/6/2025) pagi.
    “Jadi, 7 orang yang dibawa dilakukan dengan 2 tahap. Sebanyak 6 orang pada tahap pertama, dan 1 orang pada tahap kedua,” ungkapnya.
    Pada tahap pertama, KPK mengamankan beberapa nama, antara lain HEL (Heliyanto) PPK Satker PJN Wilayah I Provinsi Sumut, RES (Rasuli Efendi Siregar) Kepala UPTD Gunung Tua, Dinas PUPR Provinsi Sumut.
     
    Kemudian KIR (Muhammad Akhirun Piliang) Direktur PT DNG (Dalihan Natolu Grup) beserta anaknya RAY (Muhammad Rayhan Dulasmi Piliang) yang menjabat sebagai Direktur PT RN (Rona Namora).
    Selain itu, TAU (Taufik Hidayat Lubis), staf PT DNG, dan RY (Ryan), staf PNS di Dinas PUPR Provinsi Sumut juga turut diamankan.
    Pada tahap kedua, KPK membawa satu orang lagi, yaitu TOP (Topan Ginting) yang menjabat sebagai Kepala Dinas PUPR Provinsi Sumut.
    Budi menambahkan, dari tujuh orang yang diamankan, lima orang ditetapkan sebagai tersangka.
    Mereka adalah Topan Ginting, Heliyanto, Rasuli Efendi Siregar, Muhammad Akhirun Piliang alias Kirun, dan Muhammad Rayhan Dulasmi Piliang.
    “Sedangkan RY dan TAU statusnya sebagai saksi, yang juga telah dilakukan pemeriksaan oleh penyidik,” pungkas Budi.
    Sebelumnya, Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan, pengungkapan kasus ini berawal dari penarikan uang Rp 2 miliar yang diduga berasal dari Kirun dan anaknya Rayhan.
    Uang tersebut rencananya akan dibagikan kepada sejumlah pejabat di Sumut untuk mendapatkan proyek pembangunan jalan.
    KPK menemukan dua proyek pembangunan jalan yang menjadi sorotan, yaitu proyek di Dinas PUPR Sumut senilai Rp 96 miliar untuk pembangunan Jalan Sipiongot–Batas Labusel dan Rp 61,8 miliar untuk pembangunan Jalan Hutaimbaru–Sipiongot.
    Proyek kedua berada di Satuan Kerja PJN Wilayah I Sumut, dengan anggaran 2023 senilai Rp 56,5 miliar dan untuk 2024 senilai Rp 17,5 miliar, serta rehabilitasi dan penanganan longsoran di ruas jalan yang sama untuk 2025.
    Total nilai proyek yang disorot KPK mencapai Rp 231,8 miliar.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • KPK Tegaskan Tak Ada Kapolres yang Diamankan saat OTT di Sumut – Page 3

    KPK Tegaskan Tak Ada Kapolres yang Diamankan saat OTT di Sumut – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Beredar kabar mengenai Kapolres yang disebut ikut terjaring dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus dugaan suap proyek jalan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Sumatera Utara serta PJN Wilayah I Sumut.

    Plt Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, meluruskan kabar tersebut. Ia menyampaikan bahwa dalam OTT, KPK mengamankan tujuh orang di Sumatera Utara yang kemudian dibawa ke Gedung Merah Putih KPK di Jakarta Selatan. Dari tujuh orang tersangka, tidak ada satupun yang memiliki latar belakang kepolisian.

    “Meluruskan informasi yang beredar di masyarakat, kami sampaikan kembali pihak-pihak yang diamankan dalam kegiatan tangkap tangan terkait dugaan tindak pidana korupsi pada pengadaan proyek-proyek pembangunan jalan di Dinas PUPR Provinsi Sumatera Utara dan PJN Wilayah 1 Sumatera Utara,” kata Budi melalui keterangannya, Minggu (6/7/2025).

    “Bahwa dalam kegiatan tangkap tangan tersebut, total sejumlah tujuh orang yang diamankan dan dibawa ke Jakarta,” sambung dia.

    Pada tahap pertama, ada enam orang yang diamankan, mereka adalah Rasuli Efendi Siregar (RES), Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Pemprov Sumut merangkap Pejabat Pembuat Komitmen (PPK); Heliyanto (HEL), PPK Satuan Kerja PJN Wilayah I Provinsi Sumut; M. Akhirun Efendi Siregar (KIR), Direktur Utama PT Dalihan Natolu Grup (DNG);

     

  • KPK Sebut Sistem Pengadaan Barang dan Jasa di Sumut Masuk Kategori Merah

    KPK Sebut Sistem Pengadaan Barang dan Jasa di Sumut Masuk Kategori Merah

    KPK Sebut Sistem Pengadaan Barang dan Jasa di Sumut Masuk Kategori Merah
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Komisi Pemberantasan
    Korupsi
    (
    KPK
    ) mengatakan, sistem
    pengadaan barang dan jasa
    (PBJ) di
    Sumatera Utara
    masih sangat rawan dengan praktik
    korupsi
    .
    Hal tersebut disampaikan Juru Bicara KPK Budi Prasetyo yang menyoroti kasus dugaan korupsi pengadaan jalan oleh Dinas PUPR Sumut.
    Budi mengatakan, berdasarkan data statistik perkara yang ditangani KPK sejak tahun 2004 hingga Juni 2025, modus korupsi dalam
    pengadaan barang
    dan jasa mencapai 423 perkara.
    “KPK menyoroti khusus capaian pengadaan barang dan jasa (Sumut) yang baru mencapai rerata 57 persen atau masuk kategori merah,” kata Budi, dikutip dari keterangan tertulisnya, Minggu (6/7/2025).
    Budi mengatakan, kondisi tersebut dinilai belum memenuhi komitmen daerah dalam memperbaiki sektor pengadaan yang selama ini menjadi area rawan korupsi.
    “Hal ini sekaligus mengonfirmasi temuan dalam kegiatan tangkap tangan yang dilakukan KPK di wilayah Sumut,” ujar dia.
    Berdasarkan hasil Survei Penilaian Integritas (SPI) 2024, skor rerata nilai seluruh wilayah di Provinsi Sumatera Utara yaitu 70,28.
    Sedangkan khusus untuk Pemerintah Provinsi Sumatera Utara memperoleh skor 58,55 atau masuk kategori rentan.
    “Faktor penyebab rendahnya skor tersebut di antaranya karena lemahnya pengelolaan sumber daya manusia (SDM) dalam proses pengangkatan, pemindahan, hingga pemberhentian aparatur sipil negara (ASN), serta pengelolaan pengadaan barang dan jasa, di mana kedua sektor tersebut skornya masih di bawah 60,” ucap dia.
    Sebelumnya, KPK menetapkan lima orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan jalan di Sumatera Utara (Sumut).
    Mereka adalah Kepala Dinas PUPR Provinsi Sumatera Utara, Topan Obaja Putra Ginting (TOP), Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Sumut yang juga merangkap sebagai Pejabat Pembuat Komitmen, Rasuli Efendi Siregar (RES), Pejabat Pembuat Komitmen di Satuan Kerja PJN Wilayah I Sumatera Utara, Heliyanto (HEL), Direktur Utama PT DNG, M Akhirun Efendi Siregar (KIR), serta Direktur PT RN, M Rayhan Dulasmi Pilang (RAY).
    Penindakan ini menyeret pejabat Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Sumut dan Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional (Satker PJN) Wilayah I Sumut.
    KPK juga membuka peluang untuk memanggil Gubernur Sumut Bobby Nasution dalam pengusutan kasus tersebut.
    “Kalau memang bergerak ke salah satu orang, misalnya ke kepala dinas lain atau gubernurnya, tentu akan kami minta keterangan. Kami akan panggil, tunggu saja ya,” ujar Plt Deputi Penindakan KPK Asep Guntur Rahayu, dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Sabtu (28/6/2025).
    KPK sebelumnya menggelar dua operasi tangkap tangan (OTT) terkait proyek jalan di Sumatera Utara.
    Dari hasil penelusuran, total nilai proyek yang diduga bermasalah mencapai Rp 231,8 miliar.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Guru Honorer yang Tawari "Jalur Khusus" SPMB Depok Bergerak Sendiri Hendak Tipu Korban
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        4 Juli 2025

    Guru Honorer yang Tawari "Jalur Khusus" SPMB Depok Bergerak Sendiri Hendak Tipu Korban Megapolitan 4 Juli 2025

    Guru Honorer yang Tawari “Jalur Khusus” SPMB Depok Bergerak Sendiri Hendak Tipu Korban
    Tim Redaksi
    DEPOK, KOMPAS.com 
    – Wakil Wali Kota Depok Chandra Rahmansyah mengatakan, 
    guru honorer
    yang ditangkap karena diduga melakukan praktik jual beli kursi saat sistem penerimaan murid baru (SPMB) tingkat SMP di Depok tak berkaitan dengan panitia SPMB. 
    “Dia berdiri sendiri, dia tidak berkorelasi dengan panitia SPMB. Karena sudah kita periksa, sudah kita cek, ya enggak ada,” ucap Chandra saat dihubungi
    Kompas.com
    , Jumat (4/7/2025).
    Chandra menjelaskan, aksi jual beli kursi itu dapat digagalkan lantaran korban langsung melaporkan hal tersebut ke relawan tim pemenangan Wali Kota Depok Supian Suri dan Chandra saat Pilkada 2024.
    Aduan ini dijadikan umpan untuk menjebak pelaku sebelum kemudian diciduk polisi. 
    “Dia menawarkan kepada orangtua siswa untuk bangku kursi di SMP negeri tertentu,” ungkapnya.
    Chandra memastikan, pelaku bukan aparatur sipil negara (ASN), melainkan tenaga honorer. Dia menyebut, aksi pelaku merupakan upaya penipuan.
    Sebab, katanya, tak ada praktik jual beli kursi dalam SPMB 2025 di Depok. 
    “Jadi intinya bahwa praktk jual beli ini tidak ada, tidak terjadi seperti itu. Yang ada adalah praktik penipuan yang dilakukan oknum guru kepada orangtua murid,” ujar Chandra.
    “Kenapa demikian? Karena proses yang terjadi itu sama sekali tidak terkait dengan kepanitiaan SPMB,” sambungnya.
    Saat ini, izin mengajar tenaga honorer itu sudah dinonaktifkan sementara, bersamaan dengan penyelidikan Inspektorat Kota Depok.
    Sebelumnya diberitakan, seorang oknum guru honorer ditangkap karena diduga melakukan praktik jual-beli bangku saat SPMB tingkat SMP di Sukmajaya, Kota Depok.
    Pelaku ditangkap pada saat operasi tangkap tangan (OTT) oleh personel Satpol PP pada akhir Juni 2025 lalu.
    “Dia (oknum) menawarkan kepada orangtua siswa untuk bangku kursi di SMP negeri tertentu,” kata Chandra Rahmansyah.
    Kasus ini terungkap setelah salah seorang wali murid mengaku ditawari membeli bangku di salah satu SMP negeri di Depok oleh oknum tersebut.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Diungkap Anggota Dewan Sumut, Proyek Jalan yang Terjerat OTT Belum Pernah Dibahas di DPRD

    Diungkap Anggota Dewan Sumut, Proyek Jalan yang Terjerat OTT Belum Pernah Dibahas di DPRD

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Politikus PDI Perjuangan, Ferdinand Hutahaean, mengungkapkan pertemuannya dengan seorang anggota DPRD Sumatera Utara.

    Dikatakan Ferdinand, pertemuan itu berlangsung di sela persidangan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, kemarin.

    Dalam pertemuan itu, Ferdinand mendapatkan informasi mengejutkan terkait proyek jalan yang menjadi objek Operasi Tangkap Tangan (OTT) kasus dugaan korupsi di Sumatera Utara.

    “Di sela persidangan Hasto di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, saya bertemu dengan seorang anggota DPRD Sumut,” ujar Ferdinand di X @ferdinand_mpu (4/7/2025).

    Menurut pengakuan anggota dewan tersebut, kata Ferdinand, proyek jalan yang menjadi sasaran OTT itu ternyata belum pernah dibahas secara resmi di DPRD Sumut, termasuk soal lokasi proyek.

    “Anggota DPRD Sumut ini mengatakan bahwa jalan yang di OTT korupsi itu belum dibahas di Dewan terkait lokasi proyek,” Ferdinand menuturkan.

    Ferdinand bilang, kemungkinan ada indikasi penyalahgunaan wewenang dalam pelaksanaan proyek tersebut. Ia menyoroti kemungkinan adanya tindakan sepihak dari Gubernur Sumut.

    “Tampaknya Gubernur menggunakan kewenangan yang sewenang-wenang,” tandasnya.

    Sebelumnya, KPK mengungkapkan kronologi dugaan suap proyek jalan milik Dinas PUPR Sumut dan Satuan Kerja Pembangunan Jalan Nasional (PJN) Wilayah 1 BBPJN Sumut Kementerian Pekerjaan Umum (PU).

    Hal ini terkait informasi dari masyarakat terkait infrastruktur di Sumut yang tak memadai sejak beberapa bulan lalu.

  • PDIP Harap Hakim Bebaskan Hasto dari Tuntutan 7 Tahun Jaksa KPK

    PDIP Harap Hakim Bebaskan Hasto dari Tuntutan 7 Tahun Jaksa KPK

    Jakarta, Beritasatu.com – Kader PDIP Hardiyanto Kenneth berharap kebijaksanaan majelis hakim pengadilan tipikor untuk membebaskan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dari tuntunan jaksa KPK dalam kasus dugaan suap pengurusan PAW Harun Masiku dan perintangan penyidikan. Jaksa KPK menuntut Hasto Kristiyanto 7 tahun penjara dan denda Rp 600 juta dalam kasus Harun Masiku.

    “Kita berharap dari kebijaksanaan majelis hakim supaya majelis hakim mungkin bisa memvonis bebas atau ringan,” ujar Kenneth saat ditemui seusai pembacaan tuntutan jaksa KPK terhadap Hasto di pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (3/7/2025).

    Kenneth mengatakan, fakta-fakta persidangan, termasuk keterangan saksi dan ahli dalam kasus ini, tidak menunjukkan bahwa Hasto menjadi pelaku suap dan perintangan penyidikan. Dia berharap, hakim mencermati fakta-fakta tersebut.

    “Fakta persidangan ya tidak ada bukti yang jelas dan saksi-saksi juga tidak ada kan bahwasannya Pak Hasto ini memang menjadi pelaku perintangan kasusnya Harun Masiku. Jadi harapan kita ya terakhir ini kita berharap kepada kebijaksanaan dari majelis hakim,” tandas Kenneth yang juga anggota DPRD DKI Jakarta ini.

    Kenneth mengatakan, kader PDIP umumnya sedih dan kecewa dengan tuntutan jaksa KPK 7 tahun penjara untuk Hasto Kristiyanto. Hanya saja, kata dia, pihaknya tetap menghormati tuntutan jaksa KPK tersebut.

    “Dan juga kepada para penasihat hukum Pak Hasto, pak sekjen. Ya saya berharap ya tetap semangat. Karena memang tugas kita kan belum selesai, ya jangan berkecil hati, jangan sedih, jangan lemah ya. Terus berdoa. Terus kita percaya bahwa mukjizat itu, kita percaya bahwa mukjizat tetap ada, mukjizat dari Allah itu tetap ada,” ungkap dia.

    Lebih lanjut, Kenneth mengatakan kader PDIP di akar rumput tetap solid mendukung Hasto Kristiyanto.

    “Kami sebagai klasik PDI perjuangan sangat solid ya. Tentunya saya sebagai seorang kader dan juga anggota DPRD DKI Jakarta fraksi PDIP, hari ini hadir di sini, sampai selesai, tadi kan juga ikut orasi juga. Ya, kita solid-lah, beliau sampai detik ini masih menjadi sekjen kami, yang harus kita bela-lah, sampai titik darah penghabisan,” pungkas Kenneth.

    JPU KPK menuntut Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dijatuhi hukuman 7 tahun penjara. Jaksa meyakini Hasto Kristiyanto terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan suap pengurusan pergantian antara waktu (PAW) Harun Masiku dan perintangan penyidikan.

    “Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Hasto Kristiyanto dengan pidana penjara selama 7 tahun dan pidana denda sebesar Rp 600 juta subsider pidana kurungan pengganti selama 6 bulan,” ujar Jaksa KPK Wawan Yunarwanto saat membaca tuntutan terhadap Hasto Kristiyanto di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (3/7/2024).

    Dalam kasus ini, Hasto bersama-sama dengan advokat Donny Tri Istiqomah, eks kader PDIP Saeful Bahri, dan Harun Masiku didakwa melakukan tindak pidana korupsi berupa pemberian suap sebesar Rp 600 juta kepada Wahyu Setiawan (komisioner KPU) pada rentang waktu 2019-2020.

    Suap ini agar Wahyu mengupayakan KPU untuk menyetujui permohonan PAW Caleg Dapil Sumatera Selatan (Sumsel) I atas nama anggota DPR periode 2019-2024 Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.  

    Hasto juga didakwa menghalangi penyidikan dengan cara memerintahkan Harun, melalui penjaga Rumah Aspirasi, Nur Hasan, untuk merendam telepon genggam milik Harun ke dalam air setelah kejadian OTT KPK terhadap Wahyu Setiawan.  

     

  • Jaksa KPK Pastikan Nomor HP Sri Rejeki Hastomo Milik Hasto Kristiyanto

    Jaksa KPK Pastikan Nomor HP Sri Rejeki Hastomo Milik Hasto Kristiyanto

    Jakarta, Beritasatu.com – Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan nomor handphone (hp) yang tercatat dengan nama Sri Rejeki Hastomo adalah nomor milik Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto. Nomor atas nama Sri Rejeki Hastomo terdapat di ponsel milik staf Hasto Kristiyanto, Kusnadi.

    Hal ini disampaikan jaksa KPK Takdir Suhan dalam sidang pembacaan tuntutan terhadap Hasto Kristiyanto dalam kasus dugaan suap pengurusan pergantian antarawaktu atau PAW Harun Masiku dan perintangan penyidikan di pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (3/7/2025). 

    “Di persidangan Kusnadi menerangkan bahwa nomor 447401374259 adalah milik sekretariat DPP PDIP yang disimpan dengan nama Sri Rejeki Hastomo, yang maksudnya agar mendapat rejeki seperti Sri Rejeki dan tidak ada hubungan dengan terdakwa (Hasto),” ujar Takdir dalam persidangan tersebut.

    Takdir mengatakan keterangan Kusnadi tersebut tidak sesuai dengan bukti berupa data administrasi kependudukan dari Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri atas nama Hasto Kristiyanto dalam kartu keluarganya. Dalam data tersebut, kata dia, nama Hastomo sendiri berasal dari nama anak pertama Hasto, yaitu Ignatius Windu Hastomo. 

    “Sedangkan Sri Rejeki adalah nama yang biasa digunakan oleh terdakwa sebagai nama profil WhatsApp seperti pada nomor contact 447474947808 dengan nama Sri Rejeki 3.0 dan nomor contact 447401374259 dengan nama Sri Rejeki Hastomo,” ungkap Takdir.

    Selain itu, kata Takdir, dalam phonebook telepon genggam berisi nomor 447474947808 dengan nama Sri Rejeki 3.0 tersimpan nama nomor telepon Maria Ekowati yang merupakan istri Hasto dengan nama Mama. Lalu, nomor 081282238009 dengan nama contact Mama adalah milik Maria Ekowati sebagaimana informasi dalam aplikasi Get Contact. 

    “Kemudian nomor 0885776329518 dengan nama contact Mama 1 adalah milik Maria Ekowati, sebagaimana informasi dalam aplikasi Get Contact. Nomor 0812800008498 dengan nama contact Mama 2 adalah Maria Ekowati sebagaimana informasi dalam aplikasi Get Contact,” jelasnya. 

    Dengan fakta-fakta hukum ini, kata Takdir, hal tersebut makin menguatkan bahwa telepon genggam dengan nama Sri Rejeki Hastomo adalah milik Hasto. Nomor tersebut bukan milik sekretariat sebagaimana bantahan terdakwa dan keterangan saksi Kusnadi. 

    “Dengan demikian keterangan saksi Kusnadi yang menerangkan bahwa nomor 447401374259 yang tersimpan dengan nama Sri Rejeki Hastomo dan nomor 447474947808 dengan nama Sri Rejeki 3.0 merupakan telepon genggam milik sekretariat DPP PDIP adalah tidak benar dan patut dikesampingkan,” pungkas Takdir.

    Dalam kasus ini, Hasto bersama-sama dengan advokat Donny Tri Istiqomah, eks kader PDIP Saeful Bahri, dan Harun Masiku didakwa melakukan tindak pidana korupsi berupa pemberian suap sebesar Rp 600 juta kepada Wahyu Setiawan (komisioner KPU) pada rentang waktu 2019-2020. Suap ini agar Wahyu mengupayakan KPU untuk menyetujui permohonan PAW Caleg Dapil Sumatera Selatan (Sumsel) I atas nama Anggota DPR periode 2019-2024 Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.  

    Hasto juga didakwa menghalangi penyidikan dengan cara memerintahkan Harun, melalui penjaga Rumah Aspirasi, Nur Hasan, untuk merendam telepon genggam milik Harun ke dalam air setelah kejadian OTT KPK terhadap Wahyu Setiawan.  

    Tak hanya ponsel milik Harun Masiku, Hasto juga disebutkan memerintahkan ajudannya, Kusnadi, untuk menenggelamkan telepon genggam sebagai antisipasi upaya paksa oleh penyidik KPK.  

    Hasto pun dijerat dengan Pasal 21 dan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 65 ayat (1) dan Pasal 55 ayat (1) Ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

  • Kenakan Rompi Tahanan Nomor 18, Hasto Siap Dengarkan Tuntutan Jaksa

    Kenakan Rompi Tahanan Nomor 18, Hasto Siap Dengarkan Tuntutan Jaksa

    JAKARTA – Sekjen PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, menyatakan siap mendengarkan tunutan dari Jaksa Penutut Umum (JPU) dalam persidangan kasus dugaan suap pengurusan pergantian antara waktu (PAW) DPR periode 2019-2024 dan perintangan penyidikan Harun Masiku.

    Pernyataan tersebut disampaikan Hasto sebelum menjalani persidangan yang digelar di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis, 3 Juli.

    “Sejak awal ketika menggunakan rompi oranye ini, kebetulan nomornya 18, saya kenakan dengan keyakinan bahwa kebenaran akan menang Satiam Eva Jayate. Karena itulah hari ini saya juga dengan penuh keyakinan untuk mengikuti persidangan dengan agenda mendengarkan tuntutan dari jaksa penuntut umum,” ujar Hasto.

    Menurutnya, dakwaan yang disusun jaksa merupakan hasil daur ulang dari kasus yang telah berkekuatan hukum tetap atau inkrah pada 2020 lali. Karenanya, kasus yang menjeratnya dianggap sebagai rekayasa hukum.

    “Karena di dalam fakta-fakta persidangan ini telah terungkap bahwa proses daru ulang yang dilakukan terhadap putusan yang sudah inkrah pada tahun 2020 ternyata begitu banyak rekayasa hukum. Tidak ada suatu fakta-fakta hukum yang mengarahkan kepada dakwaan dari JPU,” papar dia.

    “Tetapi kami juga memahami tugas dari penutup umum.Bahwa penuntut umum harus punya kewajiban membuktikan, tetapi ya tugasnya menuntut,” sambung Hasto.

    Terlepas dari pembacaan tuntutan, Hasto menyatakan telah rampung menyusun nota pembelaan atau pleidoi yang akan dibacakan pada persidangan selanjutanya pada pekan depan.

    “Yang penting good news-nya, pleidoi sudah saya selesaikan, tinggal nanti menyesuaikan dengan tuntutan dari JPU dan minggu depan saya siap bacakan dengan berbagai referensi-referensi yang menunjukkan pentingnya the morality of law, pentingnya due process of law,” kata Hasto.

    Dalam kasus ini, Hasto bersama-sama dengan advokat Donny Tri Istiqomah, eks kader PDIP Saeful Bahri, dan Harun Masiku didakwa memberikan uang suap sebesar Rp 600 juta kepada Wahyu Setiawan (komisioner KPU) pada rentang waktu 2019-2020.

    Suap ini agar Wahyu mengupayakan KPU untuk menyetujui permohonan PAW Caleg Dapil Sumatera Selatan (Sumsel) I atas nama anggota DPR periode 2019-2024 Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.

    Hasto juga didakwa menghalangi penyidikan dengan cara memerintahkan Harun, melalui penjaga Rumah Aspirasi, Nur Hasan, untuk merendam telepon genggam milik Harun ke dalam air setelah kejadian OTT KPK terhadap Wahyu Setiawan.

    Tak hanya ponsel milik Harun Masiku, Hasto juga disebutkan memerintahkan ajudannya, Kusnadi, untuk menenggelamkan telepon genggam sebagai antisipasi upaya paksa oleh penyidik KPK.

    Hasto didakwa dengan Pasal 21 dan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 65 ayat (1) dan Pasal 55 ayat (1) Ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.