Topik: OTT KPK

  • KPK Akan Dalami Keterlibatan Legislatif dalam Kasus Bupati Ponorogo

    KPK Akan Dalami Keterlibatan Legislatif dalam Kasus Bupati Ponorogo

    KPK Akan Dalami Keterlibatan Legislatif dalam Kasus Bupati Ponorogo
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan bakal mendalami perihal penganggaran ke pihak legislatif Kabupaten Ponorogo usai Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap pengurusan jabatan serta proyek RSUD Ponorogo dan penerimaan lainnya di Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Ponorogo.
    “Kami juga akan mendalami ke sana (pihak legislatif), dari nilai-nilai yang ada di Kabupaten Ponorogo, apakah nanti ada penyimpangan atau tidak,” ujar Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi
    KPK
    , Asep Guntur Rahayu, di Gedung Merah Putih, Jakarta, Minggu (9/11/2025) dini hari.
    Asep menjelaskan, dalam menjalankan suatu pemerintahan, bupati selaku eksekutor atau eksekutif tidak bisa berjalan sendiri.
    Sebab, perlu ada koordinasi antara eksekutif dan legislatif dalam menjalankan tugasnya. Misalnya, dalam pembahasan anggaran hingga keputusan untuk menjalankan suatu proyek.
    “Karena, untuk adanya proyek dan lain-lain, itu ada persetujuan. Tidak hanya eksekutif tapi juga legislatif, di penganggaran di kabupaten ponorogo, ada kesepakatan-kesepakatan,” kata Asep.
    Untuk itu, KPK membuka peluang untuk memeriksa pihak legislatif dari Pemkab Ponorogo terkait dugaan suap dalam penganggaran tersebut.
    Diketahui,
    Bupati Ponorogo

    Sugiri Sancoko
    bersama tiga orang lainnya ditetapkan sebagai tersangka dalam sejumlah kasus suap di Pemkab Ponorogo.
    Tiga orang yang juga ditetapkan sebagai tersangka adalah Agus Pramono selaku Sekretaris Daerah Kabupaten Ponorogo, Yunus Mahatma selaku Direktur RSUD Dr. Harjono Kabupaten Ponorogo, dan Sucipto selaku rekanan RSUD Ponorogo.
    “Setelah ditemukan kecukupan alat bukti, KPK menetapkan empat orang sebagai tersangka, yaitu Sugiri, Agus, Yunus, dan Sucipto,” kata Asep.
    Sebelum ditetapkan tersangka, Sugiri dan para tersangka lainnya terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada Jumat, 7 November 2025.
    Dia diduga menyalahgunakan kewenangannya untuk mengatur jabatan di lingkungan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD).
    KPK mengungkapkan, kasus ini bermula pada awal 2025. Saat itu, Yunus Mahatma selaku Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Harjono Ponorogo mendapatkan informasi bahwa dirinya akan diganti oleh Sugiri.
    Untuk mempertahankan posisinya, Yunus langsung berkoordinasi dengan Agus Pramono selaku Sekretaris Daerah Kabupaten Ponorogo untuk menyiapkan sejumlah uang yang akan diberikan kepada Sugiri Sancoko.
    “Pada Februari 2025, dilakukan penyerahan uang pertama dari YUM (Yunus) kepada SUG (Sugiri) melalui ajudannya, sejumlah Rp 400 juta,” ujar Asep.
    Kemudian, pada periode April-Agustus 2025, Yunus juga melakukan penyerahan uang kepada Agus Pramono senilai Rp 325 juta.
    Selanjutnya, pada November 2025, Yunus kembali menyerahkan uang senilai Rp 500 juta melalui kerabat Sugiri Sancoko.
    Jika dijumlah, total uang yang telah diberikan Yunus dalam tiga klaster penyerahan uang tersebut mencapai Rp 1,25 miliar, dengan rincian yaitu, untuk Sugiri Sancoko sebesar Rp 900 juta dan Agus Pramono senilai Rp 325 juta.
    “Di mana, dalam proses penyerahan uang ketiga pada hari Jumat, 7 November 2025 tersebut, Tim KPK kemudian melakukan kegiatan tangkap tangan. Tim mengamankan sejumlah 13 orang,” kata Asep.
    Dia menjelaskan, sebelum adanya operasi senyap, pada 3 November, Sugiri meminta uang kepada Yunus senilai Rp 1,5 miliar. Lalu, pada 6 November, Sugiri kembali menagih uang.
    Selanjutnya, pada 7 November 2025, teman dekat Yunus berkoordinasi dengan pegawai Bank Jatim untuk mencairkan uang senilai Rp 500 juta. Uang tersebut untuk diserahkan kepada Sugiri melalui kerabatnya.
    “Uang tunai sejumlah Rp 500 juta tersebut kemudian diamankan oleh Tim KPK sebagai barang bukti dalam kegiatan tangkap ini,” ungkap Asep.
    Saat ini, KPK tengah menyelidiki dugaan suap pengurusan jabatan pada satuan kerja perangkat daerah (SKPD) lain di lingkungan Pemerintahan Kabupaten Ponorogo.
    Asep mengatakan, penyidik juga menemukan dugaan suap terkait paket pekerjaan di lingkungan RSUD Ponorogo.
    Disebutkan, pada 2024, terdapat proyek pekerjaan RSUD Ponorogo senilai Rp 14 miliar.
    Dari nilai tersebut, Sucipto selaku rekanan RSUD Harjono memberikan
    fee
    kepada Yunus sebesar 10 persen atau sekitar Rp 1,4 miliar.
    “Yunus kemudian menyerahkan uang tersebut kepada Sugiri melalui ADC Bupati Ponorogo dan ELW selaku adik dari Bupati Ponorogo,” kata Asep.
    Tak hanya itu, KPK juga menemukan dugaan tindak pidana korupsi penerimaan lainnya (gratifikasi) yang dilakukan Sugiri.
    “Bahwa pada periode 2023-2025, diduga Sugiri menerima uang senilai Rp 225 juta dari Yunus. Selain itu, pada Oktober 2025, Sugiri juga menerima uang sebesar Rp 75 juta dari EK selaku pihak swasta,” ujar Asep.
    Asep mengatakan, para tersangka dilakukan penahanan untuk 20 hari pertama yang terhitung sejak hari Sabtu, 8 November 2025 sampai dengan 27 November 2025.
    “Penahanan dilakukan di Rumah Tahanan Negara Cabang Merah Putih, KPK,” katanya.
    Atas perbuatannya, Sugiri dan Yunus diduga melakukan perbuatan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 12 huruf a atau b dan/atau Pasal 11 dan/atau Pasal 12B UU TPK jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
    Yunus, dalam hal pengurusan jabatan, diduga melakukan perbuatan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b, dan/atau Pasal 13 UU Tindak Pidana Korupsi..
    Sedangkan terhadap Sugiri, bersama-sama dengan Agus Pramono, diduga melakukan perbuatan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 12 huruf a atau b dan/atau Pasal 11 dan/atau Pasal 12B UU Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
    Sucipto, dalam hal paket pekerjaan di lingkungan Pemkab Ponorogo, diduga melakukan perbuatan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b, dan/atau Pasal 13 UU Tindak Pidana Korupsi.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 7
                    
                        Uang Suap untuk Bupati Ponorogo Diterima Lewat Saudara dan Ipar
                        Nasional

    7 Uang Suap untuk Bupati Ponorogo Diterima Lewat Saudara dan Ipar Nasional

    Uang Suap untuk Bupati Ponorogo Diterima Lewat Saudara dan Ipar
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami keterlibatan keluarga Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko dalam kasus suap pengurusan jabatan serta proyek RSUD Ponorogo dan penerimaan lainnya di Pemkab Ponorogo.
    Dari hasil penyelidikan
    KPK
    , uang untuk pengurusan jabatan tidak langsung diterima Sugiri, melainkan saudaranya.
    “Jadi Pak Bupati
    Ponorogo
    ini selalu tidak langsung untuk menerima uang. Jadi, ketika diberikan sejumlah uang, khususnya dari Yunus Mahatma selaku Direktur RSUD Dr. Harjono Kabupaten Ponorogo, dia tidak mau langsung menerima. Jadi, dilewatkan ke saudaranya,” ujar Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu, di Gedung Merah Putih, Jakarta, Minggu (9/11/2025) dini hari.
    Asep menjelaskan, sejauh ini, sudah ada dua peristiwa yang melibatkan keluarga Sugiri, yaitu pada proses penyerahan uang pada 7 November 2025. Lalu penyerahan pada tahun 2024.
    “Di yang tanggal 7 (November) kemarin, itu dilewatkan ke iparnya, saudara NNK. Kemudian, untuk uang dari proyek RSUD itu dilewatkan ke saudara Eli (ELW). Ini tahun 2024 sekitar Rp 950 juta dan Rp 450 juta,” lanjut Asep.
    Asep menjelaskan, selama ini, penyerahan uang kepada Sugiri dilakukan secara berlapis, tidak langsung diterima oleh Bupati Ponorogo dua periode ini.
    Diberitakan sebelumnya, Sugiri bersama tiga orang lainnya ditetapkan sebagai tersangka dalam sejumlah
    kasus suap
    di Pemkab Ponorogo.
    Tiga orang yang juga ditetapkan sebagai tersangka adalah Agus Pramono selaku Sekretaris Daerah Kabupaten Ponorogo, Yunus Mahatma selaku Direktur RSUD Dr. Harjono Kabupaten Ponorogo, dan Sucipto selaku rekanan RSUD Ponorogo.
    “Setelah ditemukan kecukupan alat bukti, KPK menetapkan 4 orang sebagai tersangka, yaitu Sugiri, Agus, Yunus, dan Sucipto,” kata Asep.
    Sugiri dan para tersangka lainnya terjaring operasi tangkap tangan (OTT) pada Jumat (7/11/2025).
    Ia diketahui menyalahgunakan kewenangannya untuk mengatur jabatan di lingkungan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD).
    Atas perbuatannya, Sugiri dan Yunus diduga melakukan perbuatan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 12 huruf a atau b dan/atau Pasal 11 dan/atau Pasal 12B UU TPK jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
    Yunus, dalam hal pengurusan jabatan, diduga melakukan perbuatan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b, dan/atau Pasal 13 UU TPK.
    Sedangkan terhadap Sugiri, bersama-sama dengan Agus Pramono, diduga melakukan perbuatan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 12 huruf a atau b dan/atau Pasal 11 dan/atau Pasal 12B UU TPK jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
    Sucipto, dalam hal paket pekerjaan di lingkungan Pemkab Ponorogo, diduga melakukan perbuatan TPK sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b, dan/atau Pasal 13 UU TPK.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Harta Fantastis Yunus Mahatma, Direktur RSUD dr. Harjono Ponorogo yang jadi Tersangka KPK

    Harta Fantastis Yunus Mahatma, Direktur RSUD dr. Harjono Ponorogo yang jadi Tersangka KPK

    Ponorogo (beritajatim.com) — Di balik sosok tenang seorang dokter yang meniti karier di dunia kesehatan, tersimpan catatan kekayaan yang mengundang perhatian publik. Nama Yunus Mahatma, Direktur RSUD dr. Harjono Ponorogo, kini menjadi perbincangan hangat setelah terjaring operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Jumat, 7 November 2025. Statusnya pun menjadi tersangka bersama dengan Bupati Sugiri Sancoko dan Sekda Agus Pramono.

    Namun yang membuat publik tercengang bukan hanya status hukumnya, melainkan juga nilai kekayaan pribadi Yunus yang terbilang fantastis. Berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) tahun 2024 yang diakses melalui laman resmi elhkpn.kpk.go.id, Yunus tercatat memiliki total harta kekayaan mencapai Rp14,54 miliar, setelah dikurangi utang senilai Rp800 juta.

    Dalam laporan itu, Yunus menguasai beragam aset bernilai tinggi. Rinciannya meliputi tanah dan bangunan senilai Rp9,25 miliar, alat transportasi dan mesin Rp1,11 miliar, harta bergerak lainnya Rp25 juta, kas dan setara kas Rp4,7 miliar, serta harta lainnya Rp250 juta.

    Menariknya, aset properti Yunus tersebar di sejumlah daerah besar di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Dia memiliki tanah seluas 4.600 meter persegi di Kota Madiun senilai Rp2,5 miliar, serta rumah dan tanah di Surabaya senilai Rp2,75 miliar. Tak berhenti di situ, namanya juga tercatat memiliki aset tanah di Karanganyar, yang menambah daftar panjang kekayaannya di luar Ponorogo.

    Dalam LHKPN itu pula, Yunus melaporkan dua kendaraan pribadi dengan nilai total lebih dari Rp1,1 miliar. Mobil tersebut ialah Honda HR-V keluaran 2021 seharga Rp240 juta, dan BMW 320 tahun 2023 senilai Rp875 juta. Seluruh harta tersebut, sebagaimana tercantum dalam dokumen resmi KPK, dinyatakan berasal dari hasil sendiri.

    KPK menegaskan, publikasi LHKPN merupakan bentuk transparansi pejabat publik sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).

    Laporan tersebut menjadi instrumen penting dalam menilai integritas dan kepatuhan pejabat publik terhadap asas penyelenggaraan negara yang bersih. Kini, dengan Yunus Mahatma masuk dalam daftar pihak yang diamankan KPK dalam OTT Ponorogo, catatan kekayaannya menjadi sorotan baru. [end/suf]

  • Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko Terima Suap Rp2,6 miliar dari 3 Perkara

    Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko Terima Suap Rp2,6 miliar dari 3 Perkara

    Bisnis.com, JAKARTA – Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko menerima total suap Rp2,6 miliar dari 3 klaster perkara yakni suap kepengurusan jabatan dan proyek RSUD Harjono Kabupaten Ponorogo, serta gratifikasi di lingkungan Pemerintah Kabupaten Ponorogo.

    Pertama, suap pergantian Direktur Utama RSUD Harjono Kabupaten Ponorogo yang dilakukan Yunus Mahatma selaku Dirut RSUD tersebut. Hal ini dilakukan Yunus agar dirinya tidak masuk daftar mutasi jabatan.

    Yunus lebih dulu memberikan Rp400 juta kepada Sugiri. Pembayaran kedua terjadi pada November 2025 senilai Rp500 juta, sehingga total Rp900 juta.

    Sugiri sempat meminta lagi kepada Yunus Rp1,5 miliar yang kemudian dicairkan Rp500 juta melalui Bank Jatim. Namun uang ini disita KPK dalam operasi tangkap tangan.

    KPK juga mendapati dugaan korupsi proyek pekerjaan RSUD Harjono Kabupaten Ponorogo pada tahun 2024. Nilai proyek sebesar Rp14 miliar. Sugiri mendapatkan fee Rp1,4 miliar dari Sucipto selaku pihak swasta yang menangani proyek tersebut.

    Kemudian Sugiri turut terlibat dari kegiatan gratifikasi. Pada 2023-2025, Sugiri diduga menerima Rp225 juta dari Yunus dan Rp75 juta dari Eko selaku pihak swasta. Alhasil, Sugiri menerima Rp300 juta.

    Total Sugiri menerima suap dari tiga klaster suap tersebut senilai Rp2,6 miliar.

    Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga praktik suap juga terjadi di Dinas Pemerintahan Kabupaten Ponorogo lainnya. 

    “(Kami) menduga bahwa praktik ini tidak hanya terjadi di Rumah Sakit Ponorogo, tetapi terjadi di dinas yang lainnya,” kata Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, Minggu (9/11/2025).

    Asep mengatakan pihaknya juga menelusuri pihak-pihak di lembaga legislatif karena lembaga tersebut berwenang menyetujui anggaran bagi pemerintah. Sebab, selain suap rotasi jabatan, KPK juga menemukan dugaan suap proyek terkait pekerjaan RSUD Harjono Kabupaten Ponorogo.

    “Di penganggaran yang ada di Kabupaten Ponorogo tentunya, ada kesepakatan-kesepakatan tentunya di sana, ada keputusan-keputusan, tidak hanya di legislatif, untuk proyek-proyek ada di sana, tapi juga dari eksekutif, tapi juga dari legislatif,” tutur Asep.

    Atas perbuatannya, Sucipto dalam hal paket pekerjaan di lingkungan Pemkab Ponorogo diduga melakukan perbuatan TPK sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b, dan/atau Pasal 13 UU TPK. Sementara terhadap Sugiri bersama-sama dengan Yunus diduga melakukan perbuatan TPK sebagaimana diatur dalam Pasal 12 huruf a atau b dan/atau Pasal 11 dan/atau Pasal 12B UU TPK jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

    Kemudian, terhadap Yunus dalam hal pengurusan jabatan diduga melakukan perbuatan TPK sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b, dan/atau pasal 13 UU TPK. Sedangkan terhadap Sugiri bersama-sama dengan Agus Pramono diduga melakukan perbuatan TPK sebagaimana diatur dalam Pasal 12 huruf a atau b dan/atau Pasal 11 dan/atau Pasal 12B UU TPK jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

    Selanjutnya, para tersangka dilakukan penahanan untuk 20 hari pertama yang terhitung sejak hari Sabtu, 8 November 2025 – 27 November 2025. Penahanan dilakukan di Rumah Tahanan Negara Cabang Merah Putih, KPK. 

  • KPK Duga Suap Rotasi Jabatan Juga Terjadi di Dinas Pemkab Ponorogo Lain

    KPK Duga Suap Rotasi Jabatan Juga Terjadi di Dinas Pemkab Ponorogo Lain

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga suap kepengurusan jabatan juga terjadi di Dinas Pemerintahan Kabupaten Ponorogo lainnya. Hal ini dilatarbelakangi dari operasi tangkap tangan dugaan suap rotasi jabatan di RSUD Harjono Kabupaten Ponorogo.

    “(Kami) menduga bahwa praktek ini tidak hanya terjadi di Rumah Sakit Ponorogo, tetapi terjadi di dinas yang lainnya,” kata Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, Minggu (9/11/2025).

    Asep mengatakan pihaknya juga menelusuri pihak-pihak di lembaga legislatif karena lembaga tersebut berwenang menyetujui anggaran bagi pemerintah. Sebab, selain suap rotasi jabatan, KPK juga menemukan dugaan suap proyek terkait pekerjaan RSUD Harjono Kabupaten Ponorogo.

    “Di penganggaran yang ada di Kabupaten Ponorogo tentunya, ada kesepakatan-kesepakatan tentunya di sana, ada keputusan-keputusan, tidak hanya di legislatif, untuk proyek-proyek ada di sana, tapi juga dari eksekutif, tapi juga dari legislatif,” tutur Asep.

    Asep menegaskan pendalaman ini juga untuk mengendus aliran dana yang disalahgunakan. Menurutnya, perkara suap jabatan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Ponorogo hanya semata-mata mempertahankan kekuasaan, bukan meningkatkan pelayanan bagi masyarakat. 

    Sejumlah pejabat yang mengetahui informasi mutasi menyuap Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko agar rotasi jabatan tidak terjadi. Begitupun pejabat yang berupaya mendapatkan jabatan sesuai keinginannya.

    Pada perkara ini, KPK menetapkan tersangka dan menahan Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko, Sekretaris Daerah Kabupaten Ponorogo Agus Pramono, Direktur RSUD Dr. Harjono Kabupaten Ponorogo Yunus Mahatma, dan Sucipto selaku pihak swasta.

    Sugiri memperoleh total Rp900 juta dari Yunus Mahatma. Uang dibayarkan Yunus sebanyak dua kali melalui ajudannya sebesar Rp400 juta dan teman Sugiri sebesar Rp500 juta. Adapun Agus Pramono menerima Rp325 juta.

    Kemudian, Sugiri meminta lagi kepada Yunus Rp1,5 miliar. Namun uang yang baru diterima Sugiri sebesar Rp500 juta. Di momen ini lah Sugiri tertangkap tangan dan uang tersebut disita penyidik lembaga antirasuah. Uang tersebut agar Yunus tetap menjabat sebagai Direktur Utama RSUD Harjono Kabupaten Ponorogo.

    Pada proyek RSUD Harjono Kabupaten Ponorogo, Sugiri diduga mendapatkan fee dari Sucipto selaku pihak swasta yang menangani proyek itu sebesar Rp1,4 miliar dari nilai proyek Rp14 miliar.

    Sugiri juga tersandung gratifikasi. Pada 2023-2025, Sugiri menerima Rp225 juta dari Yunus Mahatma. Lalu pada Oktober 2025, Sugiri menerima Rp75 juta dari Eko selaku pihak swasta.

    Atas perbuatannya, Sucipto dalam hal paket pekerjaan di lingkungan Pemkab Ponorogo diduga melakukan perbuatan TPK sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b, dan/atau Pasal 13 UU TPK.

    Sementara terhadap Sugiri bersama-sama dengan Yunus diduga melakukan perbuatan TPK sebagaimana diatur dalam Pasal 12 huruf a atau b dan/atau Pasal 11 dan/atau Pasal 12B UU TPK jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

    Kemudian, terhadap Yunus dalam hal pengurusan jabatan diduga melakukan perbuatan TPK sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b, dan/atau pasal 13 UU TPK.

    Sedangkan terhadap Sugiri bersama-sama dengan Agus Pramono diduga melakukan perbuatan TPK sebagaimana diatur dalam Pasal 12 huruf a atau b dan/atau Pasal 11 dan/atau Pasal 12B UU TPK jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

  • Top 3 News: Mantan Ketua KPK Antasari Azhar Meninggal Dunia, Salat Jenazah Digelar di Masjid As-Syarif

    Top 3 News: Mantan Ketua KPK Antasari Azhar Meninggal Dunia, Salat Jenazah Digelar di Masjid As-Syarif

    Liputan6.com, Jakarta – Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Antasari Azhar meninggal dunia. Itulah top 3 news hari ini.

    Kabar ini disampaikan langsug oleh Detektif Partikelir sekaligus Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman. Boyamin Saiman pun meminta doa untuk kepergian Antasari Azhar tersebut.

    Sementara itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan (OTT) di Ponorogo, Jumat 7 November 2025. Dalam operasi tersebut, penyidik menangkap Bupati Ponorogo, Sugiri Sancoko.

    Menurut Juru Bicara KPK Budi Prasetyo, pihak terjaring OTT tidak hanya Sugiri, melainkan ada beberapa pihak lain yang turut diterbangkan ke Gedung Merah Putih di Jakarta untuk diperiksa lebih lanjut.

    Budi menambahkan, saat ini para pihak terjaring sudah tiba di Jakarta sekira pukul 08.00 WIB pagi. Berdasarkan foto diterima awak redaksi, Sugiri Sancoko mengenakan pakaian serba hitam dan masker.

    Berita terpopuler lainnya di kanal News Liputan6.com adalah terkait polisi menggeledah sebuah rumah di Jalan Mahoni 1, Sukapura, Cilincing, Jakarta Utara, pada Jumat, 7 November 2025. Rumah itu rupanya tempat tinggal terduga pelaku ledakan di SMA Negeri 72 Jakarta.

    Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Budi Hermanto mengatakan, penggeledahan dilakukan tim gabungan dari Polda Metro Jaya, Polres Metro Jakarta Utara, Densus 88 Antiteror, dan Puslabfor Mabes Polri.

    Tujuannya tak lain untuk mencocokkan barang bukti (barbuk) yang ditemukan di lokasi ledakan dengan benda-benda yang ada di rumah tersebut.

    Berikut deretan berita terpopuler di kanal News Liputan6.com sepanjang Sabtu 8 November 2025:

    Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY bereaksi atas pernyataan Antasari Azhar terkait dirinya. menanggapi hal tersebut juru bicara Presiden Johan Budi mengatakan, segala pernyataan yang dilontarkan Antasari Azhar tidak ada hubungannya …

  • KPK Akan Dalami Keterlibatan Legislatif dalam Kasus Bupati Ponorogo

    1 OTT Bupati Ponorogo: Suap Jabatan hingga Dugaan “Main” Proyek RSUD Nasional

    OTT Bupati Ponorogo: Suap Jabatan hingga Dugaan “Main” Proyek RSUD
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko sebagai tersangka kasus suap pengurusan jabatan, proyek RSUD Ponorogo dan penerimaan lainnya di Pemkab Ponorogo.
    Sugiri ditetapkan sebagai tersangka bersama tiga orang lainnya.
    Mereka adalah Agus Pramono selaku Sekretaris Daerah Kabupaten
    Ponorogo
    , Yunus Mahatma selaku Direktur RSUD Dr. Harjono Kabupaten Ponorogo, dan Sucipto selaku rekanan RSUD Ponorogo.
    “Setelah ditemukan kecukupan alat bukti,
    KPK
    menetapkan 4 orang sebagai tersangka, yaitu Sugiri, Agus, Yunus, dan Sucipto,” ujar Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu, di Gedung Merah Putih, Jakarta, Minggu (9/11/2025) dini hari.
    Sebelum ditetapkan sebagai tersangka, Sugiri lebih dulu terjaring dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada Jumat (7/11/2025).
    Dalam OTT tersebut, KPK mengamankan 13 orang, di mana empat di antaranya sudah ditetapkan sebagai tersangka.
    Asep menjelaskan, kasus ini terjadi sejak awal 2025. Saat itu, Yunus Mahatma selaku Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Harjono Ponorogo mendapatkan informasi bahwa dirinya akan diganti.
    Ia mengatakan, pergantian tersebut akan dilakukan oleh Sugiri selaku Bupati Ponorogo.
    Yunus berupaya mempertahankan posisinya dengan segera berkoordinasi dengan Sekretaris Daerah Kabupaten Ponorogo, Agus Pramono.
    Dia pun menyiapkan sejumlah uang yang akan diberikan kepada
    Sugiri Sancoko
    .
    “Pada Februari 2025, dilakukan penyerahan uang pertama dari YUM (Yunus) kepada SUG (Sugiri) melalui ajudannya, sejumlah Rp 400 juta,” lanjutnya.
    Lalu, pada periode April-Agustus 2025, Yunus juga melakukan penyerahan uang kepada Agus Pramono senilai Rp 325 juta.
    Selanjutnya, pada November 2025, Yunus kembali menyerahkan uang senilai Rp 500 juta melalui kerabat Sugiri Sancoko.
    Jika dijumlah, total uang yang telah diberikan Yunus dalam tiga klaster penyerahan uang tersebut mencapai Rp 1,25 miliar, dengan rincian yaitu, untuk Sugiri Sancoko sebesar Rp 900 juta dan Agus Pramono senilai Rp 325 juta.
    “Di mana, dalam proses penyerahan uang ketiga pada hari Jumat, 7 November 2025 tersebut, Tim KPK kemudian melakukan kegiatan tangkap tangan. Tim mengamankan sejumlah 13 orang,” tuturnya.
    Asep menjelaskan, sebelum adanya operasi senyap, pada 3 November, Sugiri meminta uang kepada Yunus senilai Rp 1,5 miliar.
    Lalu pada 6 November, Sugiri kembali menagih uang. Selanjutnya, pada 7 November 2025, teman dekat Yunus berkoordinasi dengan pegawai Bank Jatim untuk mencairkan uang senilai Rp 500 juta.
    Uang tersebut untuk diserahkan kepada Sugiri melalui kerabatnya. Saat ini, KPK tengah menyelidiki dugaan
    suap
    pengurusan jabatan pada satuan kerja perangkat daerah (SKPD) lain di lingkungan Pemerintahan Kabupaten Ponorogo.
    Penyidik KPK juga menemukan dugaan suap terkait paket pekerjaan di lingkungan RSUD Ponorogo.
    Disebutkan, pada 2024, terdapat proyek pekerjaan RSUD Ponorogo senilai Rp 14 miliar. Dari nilai tersebut, Sucipto selaku rekanan RSUD Harjono memberikan
    fee
    kepada Yunus sebesar 10 persen atau sekitar Rp 1,4 miliar.
    “Yunus kemudian menyerahkan uang tersebut kepada Sugiri melalui ADC Bupati Ponorogo dan ELW selaku adik dari Bupati Ponorogo,” kata Asep.
    Tak hanya itu, KPK juga menemukan dugaan tindak pidana korupsi penerimaan lainnya (gratifikasi) yang dilakukan Sugiri.
    “Bahwa pada periode 2023-2025, diduga Sugiri menerima uang senilai Rp 225 juta dari Yunus. Selain itu, pada Oktober 2025, Sugiri juga menerima uang sebesar Rp 75 juta dari EK selaku pihak swasta,” ujar Asep.
    KPK telah menyita uang tunai senilai Rp 500 juta. Uang dalam bundel pecahan Rp 100.000 ini sempat diperlihatkan dalam konferensi pers Minggu dini hari.
    “Uang tunai sejumlah Rp 500 juta tersebut kemudian diamankan oleh Tim KPK sebagai barang bukti dalam kegiatan tangkap ini,” kata Asep.
    Uang ini disebutkan berasal dari Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Harjono Ponorogo, Yunus Mahatma, agar posisinya sebagai Dirut tidak diganti oleh Sugiri Sancoko.
    Asep mengatakan, para tersangka dilakukan penahanan untuk 20 hari pertama yang terhitung sejak hari Sabtu, 8 November 2025 sampai dengan 27 November 2025.
    “Penahanan dilakukan di Rumah Tahanan Negara Cabang Merah Putih, KPK,” tuturnya.
    Atas perbuatannya, Sugiri dan Yunus diduga melakukan perbuatan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 12 huruf a atau b dan/atau Pasal 11 dan/atau Pasal 12B UU TPK jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
    Yunus, dalam hal pengurusan jabatan, diduga melakukan perbuatan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b, dan/atau Pasal 13 UU TPK.
    Sedangkan terhadap Sugiri, bersama-sama dengan Agus Pramono, diduga melakukan perbuatan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 12 huruf a atau b dan/atau Pasal 11 dan/atau Pasal 12B UU TPK jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
    Sucipto, dalam hal paket pekerjaan di lingkungan Pemkab Ponorogo, diduga melakukan perbuatan TPK sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b, dan/atau Pasal 13 UU TPK.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Ditetapkan Tersangka, Bupati dan Sekda Ponorogo Langsung Ditahan

    Ditetapkan Tersangka, Bupati dan Sekda Ponorogo Langsung Ditahan

    Jakarta (beritajatim.com) – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Sugiri Sukoco (SUG) selaku Bupati Ponorogo periode 2021-2025 dan 2025-2030 dan Agus Pramono (AGP) selaku Sekretaris Daerah Kabupaten Ponorogo yang telah menjabat sejak tahun 2012 hingga sekarang, sebagai tersangka.

    Penetapan tersangka menyusul operasi tangkap tangan yang dilakukan KPK di lingkungan pemerintah kabupaten Ponorogo.

    KPK juga menetapkan dua tersangka lainnya yakni Yunus Mahatma (YUM) selaku Direktur RSUD Dr. Harjono Kabupaten Ponorogo dan Sucipto (SC) selaku pihak swasta rekanan RSUD.

    “”Setelah dilakukan pemeriksaan intensif pada tahap penyelidikan dan telah ditemukan unsur dugaan peristiwa pidananya, maka perkara ini naik ke tahap penyidikan, yang kemudian setelah ditemukan kecukupan alat bukti, KPK menetapkan 4 (empat) orang sebagai tersangka,” ujar Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu dalam konferensi persnya, Minggu (9/11/2025) dini hari.

    Dia juga mengatakan. selanjutnya, para tersangka dilakukan penahanan untuk 20 hari pertama yang terhitung sejak hari Sabtu, 8 November 2025 s.d. 27 November 2025. “Penahanan dilakukan di Rumah Tahanan Negara Cabang Merah Putih, KPK,” kata Asep. [hen/aje]

  • Sekda Ponorogo Agus Pramono Resmi Tersangka KPK: 13 Tahun di Puncak Birokrasi, Harta Capai Rp8,89 Miliar

    Sekda Ponorogo Agus Pramono Resmi Tersangka KPK: 13 Tahun di Puncak Birokrasi, Harta Capai Rp8,89 Miliar

    Ponorogo (beritajatim.com) – Tercatat sudah 13 tahun Agus Pramono menapaki puncak karier sebagai Sekretaris Daerah (Sekda) Ponorogo. Sebuah rekor tersendiri di jagat birokrasi lokal. Namun, perjalanan panjang itu kini seolah berbalik arah.

    Setelah bertahun dikenal sebagai birokrat senior yang kalem, nama Agus mendadak melesat ke ruang publik dalam konteks yang jauh berbeda. Dirinya diamankan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam operasi tangkap tangan (OTT) yang juga menyeret Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko. Dan kini, lembaga antirasuah resmi menetapkannya sebagai tersangka dugaan korupsi.

    Dalam laporan LHKPN 2024 yang disampaikan ke KPK pada Februari 2025, Agus Pramono melaporkan kekayaan sebesar Rp8,89 miliar. Jumlah itu, setelah dikurangi utang sekitar Rp1,5 miliar dari total aset bruto Rp10,39 miliar.

    Dari data resmi di situs elhkpn.kpk.go.id, harta paling besar Agus berupa aset tanah dan bangunan senilai Rp8,87 miliar yang tersebar di beberapa daerah: Kabupaten Ponorogo, Kota dan Kabupaten Madiun, hingga Kota Makassar.

    Beberapa di antaranya berupa : Tanah dan bangunan seluas 355 meter persegi di Ponorogo senilai Rp1,24 miliar. Tanah 864 meter persegi di Kabupaten Madiun dengan nilai Rp524,9 juta. Beberapa properti di Kota Madiun dengan nilai antara Rp200 juta hingga Rp700 juta.

    Selain properti, Agus juga memiliki alat transportasi dan mesin senilai Rp265,98 juta, termasuk Toyota Jeep 2016 senilai Rp240 juta, serta dua motor jenis Honda CBR 150 dan Honda GL Pro. Adapun kas dan setara kas mencapai Rp1,16 miliar, serta harta bergerak lain Rp84,4 juta. Tidak tercatat surat berharga atau investasi lain.

    Kini, citra teknokrat 13 tahun itu seolah-olah sirna. OTT KPK pada Jumat (7/11) sore itu, menjadi babak baru dalam karier panjangnya. KPK menyebut Agus Pram sapaan akrabnya, punya andil dalam kasus suap untuk melanggengkan posisi Direktur RSUD dr. Harjono Ponorogo kepada dr. Yunus Mahatma.

    Kini, masa depan Agus Pramono bukan lagi soal karier birokrasi, tetapi soal pembuktian, apakah Dia sekadar terseret badai politik, atau memang bagian dari sistem yang perlahan lapuk dari dalam. [end/aje]

  • Politik-Hukum Sepekan: OTT Gubernur Riau hingga Komite Reformasi Polri

    Politik-Hukum Sepekan: OTT Gubernur Riau hingga Komite Reformasi Polri

    Jakarta, Beritasatu.com – Isu politik-hukum selama sepekan didominasi berita penangkapan kepala daerah dalam operasi tangkap tangan oleh KPK. 

    Selain itu juga ada berita mengenai keputusan Mahkamah Kehormmatan Dewan (MKD) terhadap Sahroni dan kawan-kawan hingga mengenai pelantikan Komite Percepatan Reformasi Polri yang diketahui Jimly Asshiddiqie.

    Berikut 5 isu politik-hukum sepekan terakhir: 

    1. Breaking! KPK Tangkap Gubernur Riau Abdul Wahid dalam OTT Korupsi

    Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali melakukan operasi tangkap tangan (OTT) di wilayah Provinsi Riau, Senin (3/11/2025). Dalam operasi senyap kali ini, Gubernur Riau Abdul Wahid turut diamankan bersama sejumlah pihak lainnya.

    Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto menjelaskan OTT tersebut dilakukan terkait dugaan praktik korupsi di lingkungan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Riau. “Benar (OTT pejabat Dinas PUPR Riau),” ujar Fitroh. 

    2. Sahroni Dkk Tetap Jadi Anggota DPR, Ini Putusan Lengkap MKD

    Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) resmi memutuskan Sahroni dkk tetap menjadi anggota DPR periode 2024–2029. Dalam putusan yang dibacakan pada Rabu (5/11/2025), MKD menegaskan sebagian anggota DPR yang sempat dinonaktifkan kini diaktifkan kembali, sementara sebagian lainnya dikenai sanksi dengan masa nonaktif terbatas.

    Dari hasil sidang, Adies Kadir dan Surya Utama alias Uya Kuya dinyatakan tidak melanggar kode etik dan langsung diaktifkan kembali sebagai anggota DPR. Bahkan, Adies kembali menjabat sebagai wakil ketua DPR. Sementara itu, Ahmad Sahroni, Nafa Urbach, dan Eko Hendro Purnomo alias Eko Patrio dijatuhi sanksi nonaktif sementara dengan durasi berbeda.

    3. Roy Suryo Jadi Tersangka Kasus Fitnah Ijazah Palsu Jokowi

    Polda Metro Jaya menetapkan delapan orang tersangka dalam kasus dugaan penyebaran hoaks dan fitnah ijazah palsu Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi), salah satunya mantan Menpora Roy Suryo. 

    Penetapan ini dilakukan seusai penyidik melaksanakan gelar perkara yang melibatkan berbagai ahli dan unsur pengawas. Kapolda Metro Jaya, Irjen Asep Edi Suheri menjelaskan, keputusan tersebut diambil setelah melalui proses asistensi dan pemeriksaan menyeluruh terhadap ratusan saksi serta ahli lintas bidang.