Topik: OTT KPK

  • Setelah Rumah Dirut RSUD Ponorogo, Rumah Sekda di Madiun Digeledah KPK

    Setelah Rumah Dirut RSUD Ponorogo, Rumah Sekda di Madiun Digeledah KPK

    Madiun (beritajatim.com) – Setelah menggeledah rumah Direktur RSUD dr Harjono Ponorogo, dr Yunus Mahatma, penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali bergerak cepat. Kamis malam (13/11/2025), tim antirasuah itu menyisir kediaman pribadi Sekretaris Daerah (Sekda) Ponorogo, Agus Pramono, di Kelurahan Demangan, Kecamatan Taman, Kota Madiun.

    Berdasarkan pantauan di lokasi, sekitar pukul 22.00 WIB, tiga unit mobil Toyota Innova hitam terparkir di depan rumah Agus Pramono di Jalan Mangkuprajan.

    Sejumlah petugas berpakaian bebas tampak berjaga di sekitar rumah sebelum akhirnya sepuluh orang penyidik berseragam rompi bertuliskan Komisi Pemberantasan Korupsi masuk ke dalam rumah.

    Penggeledahan berlangsung sekitar satu jam. Sekitar pukul 22.47 WIB, tim penyidik terlihat keluar sambil membawa dua koper masing-masing berwarna hitam dan emas yang kemudian dimasukkan ke bagasi mobil. Keduanya diduga berisi dokumen penting terkait dugaan suap dan gratifikasi yang menjerat Agus Pramono.

    Ketua RT setempat, Darujat, membenarkan adanya penggeledahan tersebut. Ia turut diminta mendampingi proses penyitaan di rumah pejabat tinggi Pemkab Ponorogo itu.

    “Saya diminta mendampingi sebagai saksi lingkungan. Yang saya lihat ada sekitar sepuluh penyidik yang menyisir empat ruangan di dalam rumah. Mereka membawa beberapa berkas, sebagian besar dokumen jual beli tanah,” ujar Darujat.

    Menurutnya, tidak ada barang berharga seperti uang atau perhiasan yang disita. “Yang diambil cuma nota dan kwitansi pendukung, bukan sertifikat tanah,” tambahnya.

    Darujat juga menyebut, seluruh proses penggeledahan disaksikan oleh keluarga Agus Pramono, namun tidak ada anggota keluarga yang ikut dibawa oleh penyidik. “Hanya dokumen-dokumen saja yang dibawa,” tuturnya.

    Sebelum menuju rumah Agus Pramono, penggeledahan serupa juga dilakukan di rumah pribadi dr Yunus Mahatma di Jalan Sumatra, Kecamatan Manguharjo, Kota Madiun. Dari lokasi itu, penyidik KPK juga membawa sejumlah dokumen serta menyita barang bukti yang diduga berkaitan dengan kasus yang sama.

    Seperti diketahui, sebelumnya tiga pejabat di lingkup Pemkab Ponorogo dan satu dari pihak swasta. Telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi.

    Penetapan tersangka dilakukan setelah operasi tangkap tangan (OTT) pada Jumat (7/11/2025) lalu. Antara lain Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko, Sekda Agus Pramono, Direktur RSUD dr Harjono Ponorogo dr Yunus Mahatma, serta seorang pihak swasta yaitu rekanan rumah sakit bernama Sucipto. (rbr/ted)

  • Sosok Indah Bekti Pertiwi, Selebgram yang Terseret Kasus OTT Bupati Ponorogo
                
                    
                        
                            Surabaya
                        
                        13 November 2025

    Sosok Indah Bekti Pertiwi, Selebgram yang Terseret Kasus OTT Bupati Ponorogo Surabaya 13 November 2025

    Sosok Indah Bekti Pertiwi, Selebgram yang Terseret Kasus OTT Bupati Ponorogo
    Editor
    PONOROGO, KOMPAS.com
    – Sosok Indah Bekti Pertiwi menjadi buah bibir setelah operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi di Ponorogo.
    Perempuan yang dikenal sebagai selebgram sekaligus pengusaha lokal itu kini terseret dalam pusaran kasus dugaan korupsi jual-beli jabatan yang menjerat
    Bupati Ponorogo

    Sugiri Sancoko
    dan Direktur RSUD dr Harjono,
    Yunus Mahatma
    .
    Sebelum namanya dikaitkan dengan kasus korupsi, Indah Bekti Pertiwi dikenal di media sosial.
    Ia aktif membagikan aktivitas kesehariannya melalui akun Instagram yang menampilkan gaya hidup modern khas selebritas daerah.
    Selain dikenal sebagai selebgram, Indah juga pernah berbisnis.
    Ia mengelola usaha peternakan sapi dan membuka warung bakso bernama Omah Lembu di Jalan Suromenggolo.
    Indah juga dikenal memiliki kepedulian sosial, sering terlihat berinteraksi dengan warga, termasuk dengan sosok ODGJ bernama Katini yang akrab dengannya.
    Popularitas Indah sempat menembus dunia politik.
    Dalam Pilkada 2024, ia masuk dalam bursa calon wakil bupati
    Ponorogo
    dan sempat digadang-gadang menjadi pesaing kuat Lisdyarita.
    Kampanyenya dengan slogan “Menuju Ponorogo Indah” bahkan ramai di media sosial.
    Dukungan publik kala itu juga tak lepas dari nama besar ayahnya yang merupakan seorang tokoh budaya Reog Ponorogo.
    Namun, gemerlap dunia maya dan sorotan politik itu kini berbalik arah setelah namanya disebut dalam operasi tangkap tangan KPK.
    Indah Bekti Pertiwi diduga berperan dalam aliran dana suap yang menjadi inti kasus korupsi Ponorogo.
    Berdasarkan hasil penyelidikan KPK, Indah merupakan teman dekat Yunus Mahatma, Direktur RSUD dr Harjono Ponorogo yang menjadi salah satu tersangka.
    Menurut Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, Indah membantu mencairkan uang Rp 500 juta melalui pegawai bank bernama Endrika (ED).
    Uang itu kemudian diserahkan kepada Ninik (NNK), ipar Bupati Sugiri Sancoko, yang menerima atas perintah langsung sang bupati.
    “IBP (Indah Bekti Pertiwi) berkoordinasi dengan pihak bank untuk mencairkan uang tunai. Dana tersebut kemudian diserahkan ke perantara yang ditunjuk Bupati,” ujar Asep dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, dikutip Tribunjateng.com dari Tribunnews.
    KPK menegaskan, penyerahan uang tersebut merupakan bagian dari kesepakatan antara pemberi suap (Yunus Mahatma) dan penerima (Sugiri Sancoko) agar Yunus dapat mempertahankan jabatannya sebagai direktur rumah sakit daerah.
    Setelah
    OTT
    dilakukan pada Jumat (7/11/2025), KPK kembali bergerak cepat.
    Pada Rabu (12/11/2025), tim antirasuah menggeledah rumah mewah Indah di Kelurahan Cokromenggalan, Ponorogo.
    Mengutip Tribun Jatim, tim KPK tiba sekitar pukul 16.25 WIB. Saat itu, Indah mengenakan kaus putih dan celana jins.
    Ia langsung masuk ke dalam rumah bersama anaknya.
    Begitu KPK masuk, polisi bersenjata langsung menutup gerbang rumah dan aktivitas di dalam rumah pun tertutup rapat.
    Penggeledahan tersebut dilakukan untuk memperkuat bukti aliran uang dan komunikasi antara para pihak.
    Dalam laporan KPK, Indah tercatat sebagai salah satu dari 13 orang yang diamankan dalam kasus ini.
    Kasus ini bermula dari isu jual beli jabatan di lingkungan Pemkab Ponorogo.
    Sejumlah pejabat disebut berupaya mengamankan posisinya di tengah isu rotasi jabatan, salah satunya adalah Yunus Mahatma, Direktur RSUD dr Harjono, yang masa jabatannya baru berakhir pada 2027 tetapi merasa terancam dipindahkan.
    Yunus kemudian menghubungi Sekda Ponorogo Agus Pramono (AGP) untuk mencari jalan “aman” mempertahankan jabatannya.
    Ia pun menyiapkan uang Rp 500 juta untuk diberikan kepada Bupati Sugiri melalui jalur informal.
    Rencana penyerahan uang sempat tertunda setelah adanya OTT KPK di Riau pada awal November.
    Namun, setelah situasi dianggap aman, transaksi dilakukan pada Jumat (7/11/2025).
    Indah Bekti Pertiwi diduga menjadi penghubung utama dalam proses pencairan dana dan penyerahan uang kepada Ninik, ipar bupati, atas perintah langsung Sugiri.
    Setelah uang diterima, Ninik diduga melapor ke Sugiri dengan mengirimkan pesan dan foto uang sebagai bukti.
    Tak lama kemudian, KPK yang telah memantau transaksi itu melakukan penyergapan beruntun terhadap para pihak, termasuk Yunus, Ninik, dan Sugiri.
    Artikel ini telah tayang di TribunJateng.com dengan judul “Sosok Indah Pertiwi, Selebgram Terseret OTT Kasus Bupati Ponorogo dan Dirut RS Harjono, Ini Perannya.”
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Bergerak ke Madiun, KPK Geledah Rumah Direktur RSUD dr Harjono Ponorogo

    Bergerak ke Madiun, KPK Geledah Rumah Direktur RSUD dr Harjono Ponorogo

    Madiun (beritajatim.com) – Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah rumah Direktur RSUD dr Harjono Ponorogo, dr Yunus Mahatma, Kamis petang (13/11/2025). Penggeledahan dilakukan di rumah pribadinya yang berada di Jalan Sumatera Nomor 17, Kecamatan Manguharjo, Kota Madiun.

    Pantauan di lokasi, enam anggota kepolisian bersenjata lengkap berjaga di depan pagar rumah bercat putih tersebut. Sejumlah petugas terlihat keluar-masuk membawa berkas dan beberapa barang dari dalam rumah.

    Di halaman rumah, tampak satu unit Daihatsu Terios terparkir. Dua anggota polisi tampak berjaga di depan pintu ruang tamu dan area garasi. Sementara itu, dua mobil Avanza hitam sempat berhenti di depan rumah, namun sekitar pukul 18.17 WIB salah satunya meninggalkan lokasi.

    Menariknya, petugas sempat memanggil seorang pria yang diduga ahli kunci. Pria tersebut datang menggunakan sepeda motor, namun tak lama kemudian meninggalkan lokasi tanpa diketahui alasannya.

    Dari luar, tampak beberapa petugas naik-turun ke sejumlah ruangan di dalam rumah. Diduga, penyidik tengah mencari dokumen tambahan terkait dugaan kasus suap dan gratifikasi di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Ponorogo.

    Hingga Kamis malam, penggeledahan masih berlangsung di rumah milik dr Yunus Mahatma tersebut.

    Sebelumnya, pada hari yang sama, KPK juga menggeledah rumah dinas Sekretaris Daerah (Sekda) Ponorogo di Jalan HOS Cokroaminoto serta ruang Sekretariat Dinas PUPKP Ponorogo sekitar pukul 11.00 WIB.

    Seperti diketahui, KPK telah menetapkan Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko, Sekda Agus Pramono, Dirut RSUD dr Harjono Ponorogo dr Yunus Mahatma, dan rekanan rumah sakit bernama Sucipto sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi.
    Keempatnya diamankan usai operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK pada Jumat (7/11/2025) lalu, dan resmi diumumkan sebagai tersangka sehari setelahnya, Sabtu (8/11/2025). (rbr/ian)

  • KPK Endus Dugaan Korupsi Monumen Reog Ponorogo

    KPK Endus Dugaan Korupsi Monumen Reog Ponorogo

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai mendalami dugaan korupsi proyek pembangunan Monumen Reog dan Museum Perdaban (MRMP) di Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur.

    “Ini masih pendalaman, karena ada informasi dan petunjuk lainnya,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo, dikutip Kamis (13/11/2025).

    Dugaan ini setelah penyidik lembaga antirasuah melakukan operasi tangkap tangan di lingkungan Pemerintahan Kabupaten Ponorogo pekan lalu. Menurutnya, melalui operasi senyap berbagai informasi lainnya dapat terkuak dan didalami oleh penyidik KPK.

    Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu sempat menyinggung terkait dugaan korupsi Museum Reog di Kabupaten Ponorogo. 

    “Tidak hanya museum reog saja, setiap pengadaan barang dan jasa yang ada di Kabupaten Ponorogo tentunya sekaligus akan kami dalami terkait hal-hal tersebut, penyimpangan-penyimpangannya, bersamaan dengan kami melakukan penyidikan terkait dengan OTT pada kali ini,” kata Asep, Minggu (9/11/2025).

    Asep menyampaikan dugaan ini akan didalami bersamaan dengan dugaan korupsi tiga klaster yang dilakukan oleh Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko yakni suap pengkondisian jabatan dan proyek RSUD Harjono Kabupaten Ponorogo, serta gratifikasi.

    Sugiri bersama Sekretaris Daerah Kabupaten Ponorogo Agus Pramono, Direktur RSUD Dr. Harjono Kabupaten Ponorogo Yunus Mahatma, dan Sucipto selaku pihak swasta telah ditetapkan tersangka dan ditahan oleh KPK.

    Pada kasus suap jabatan, Sugiri memperoleh total Rp900 juta dari Yunus. Uang dibayarkan Yunus sebanyak dua kali melalui ajudannya sebesar Rp400 juta dan teman Sugiri sebesar Rp500 juta. Adapun Agus Pramono menerima Rp325 juta.

    Kemudian, Sugiri meminta lagi kepada Yunus Rp1,5 miliar. Namun uang yang baru diterima Sugiri sebesar Rp500 juta. Di momen ini lah Sugiri tertangkap tangan dan uang tersebut disita penyidik lembaga antirasuah. Uang tersebut agar Yunus tetap menjabat sebagai Direktur Utama RSUD Harjono Kabupaten Ponorogo.

    Pada proyek RSUD Harjono Kabupaten Ponorogo, Sugiri diduga mendapatkan fee dari Sucipto selaku pihak swasta yang menangani proyek itu sebesar Rp1,4 miliar dari nilai proyek Rp14 miliar.

    Kemudian Sugiri juga tersandung gratifikasi. Pada 2023-2025, Sugiri menerima Rp225 juta dari Yunus Mahatma. Lalu pada Oktober 2025, Sugiri menerima Rp75 juta dari Eko selaku pihak swasta.

  • Indah Bekti Pertiwi Gugat Cerai Suami di Tengah Kasus KPK Ponorogo

    Indah Bekti Pertiwi Gugat Cerai Suami di Tengah Kasus KPK Ponorogo

    Ponorogo (beritajatim.com) – Badai yang menimpa Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko lewat dugaan kasus suap dan gratifikasi tampaknya ikut menyeret sejumlah nama lain dalam pusarannya. Salah satu yang kembali mencuri perhatian publik adalah Indah Bekti Pertiwi (IBP), sosok perempuan yang disebut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai teman dekat Direktur RSUD dr Harjono, Yunus Mahatma.

    Namun kali ini, bukan soal politik atau proyek, melainkan urusan pribadi — gugatan cerai terhadap suaminya sendiri.

    Data dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) mencatat, perkara perceraian itu terdaftar di Pengadilan Agama (PA) Ponorogo dengan Nomor 1623/Pdt.G/2025/PA.PO. Gugatan tersebut diajukan oleh Indah terhadap suaminya berinisial PU pada 29 Oktober 2025, dan telah melalui dua kali persidangan, masing-masing pada 6 dan 12 November 2025.

    Kabar ini dikonfirmasi langsung oleh Juru Bicara PA Ponorogo, Maftuh Basuni, yang membenarkan bahwa perkara tersebut memang tengah berjalan di lembaganya. “Benar, yang bersangkutan sudah mendaftarkan perkara. Namun untuk lebih lanjut kami belum bisa berkomentar karena perkara tersebut masih dalam proses,” kata Maftuh, Kamis (13/11/2025).

    Maftuh menegaskan, perkara perceraian merupakan sidang tertutup sehingga detail isinya tidak dapat diakses oleh pihak luar. Penegasan ini sekaligus menepis berbagai spekulasi liar di media sosial yang mulai ramai membicarakan alasan perceraian Indah.

    Nama Indah Bekti Pertiwi sendiri sudah lama menghiasi ruang publik Ponorogo, terutama setelah turut diamankan dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK pada Jumat, 7 November 2025.

    Dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih, Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menyebut Indah memiliki peran penting dalam pencarian dana sebesar Rp500 juta bersama seorang pegawai bank bernama Endrika (ED).

    Dana itulah yang kemudian terendus tim KPK dan menjadi pintu masuk OTT. Indah pun disebut-sebut sebagai salah satu saksi kunci yang dapat membuka benang merah dugaan praktik gratifikasi di Ponorogo. Meski status hukumnya masih sebagai saksi, sorotan publik terhadap dirinya seolah tak kunjung reda. (end/kun)

  • Masih Kasus Gubernur Abdul Wahid, KPK Geledah Kantor BPKAD hingga Dinas Pendidikan Riau

    Masih Kasus Gubernur Abdul Wahid, KPK Geledah Kantor BPKAD hingga Dinas Pendidikan Riau

    Masih Kasus Gubernur Abdul Wahid, KPK Geledah Kantor BPKAD hingga Dinas Pendidikan Riau
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Setelah Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Riau, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah Kantor Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Riau dan beberapa rumah lainnya pada Rabu (12/11/2025).
    Penggeledahan itu masih berkaitan dengan pengembangan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap
    Gubernur Riau
    , Abdul Wahid.
    “Penyidik secara maraton melanjutkan giat penggeledahan di kantor BPKAD dan beberapa rumah pada Rabu (kemarin),” kata Juru Bicara
    KPK
    , Budi Prasetyo, kepada wartawan, Kamis (13/11/2025).
    Dari penggeledahan tersebut, penyidik KPK menyita dokumen dan barang bukti elektronik terkait pergeseran anggaran di Provinsi Riau.
    “Hari ini, Kamis, melanjutkan giat penggeledahan di Dinas Pendidikan,” tegas dia.
    KPK menyampaikan apresiasi dan terima kasih kepada seluruh masyarakat, khususnya di wilayah Riau, yang terus mendukung penuh penegakan hukum ini.
    “Mengingat, masyarakatlah sebagai pihak yang paling dirugikan akibat korupsi yang secara nyata telah mendegradasi kualitas pembangunan dan pelayanan publik,” jelas dia.
    Sebelumnya, KPK menangkap 10 orang dalam operasi senyap di Riau pada Senin (3/11/2025).
    Mereka di antaranya Gubernur Riau Abdul Wahid, Kepala Dinas PUPR-PKPP Muhammad Arief Setiawan, Sekretaris Dinas PUPR-PKPP Ferry Yunanda, dan Tata Maulana yang merupakan orang kepercayaan Abdul Wahid.
    Kemudian, satu orang lain atas nama Dani M. Nursalam yang merupakan Tenaga Ahli Gubernur Riau Abdul Wahid menyerahkan diri pada Selasa (4/11/2025) petang.
    Menurut hasil pemeriksaan, para tersangka disangkakan telah melanggar ketentuan dalam Pasal 12e dan/atau Pasal 12f dan/atau Pasal 12B UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Istri Abdul Wahid Curhat ke UAS , Ngaku Uang Dolar Sitaan KPK Tabungan untuk Berobat Anak

    Istri Abdul Wahid Curhat ke UAS , Ngaku Uang Dolar Sitaan KPK Tabungan untuk Berobat Anak

    GELORA.CO – Uang Sitaan KPK dalam operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan di Provinsi terhadap Gubernur Riau dan Kepala Dinas PUPR, memunculkan sejumlah fakta baru, setelah orang dekat Gubernur Riau nonaktif Abdul Wahid buka suara.

    Henny Sasmita istri Gubernur Riau Nonaktif, Abdul Wahid menceritakan perihal sebenarnya kepada Ustadz Abdul Somad (UAS) dan Ustadz Alnofiandri Dinar sebagai sahabat dekat suaminya sebelum ia berangkat ke Jakarta, pasca penetapan suaminya sebagai tersangka.

    Selasa (4/11/2025) pagi setelah Abdul Wahid dibawa ke Jakarta, istri Abdul Wahid datang ke pesantren Az Zahra, pesantren milik UAS di Rimbo Panjang. Ia curhat dan minta doa ke Ustadz Abdul Somad agar diberi kekuatan menghadapi persoalan tersebut.

    Sebab Henny begitu terpukul dengan peristiwa OTT yang menurutnya tidak mungkin dilakukan suaminya dan yakin suaminya tidak melakukan itu.

    Pada saat di Pesantren menurut cerita Ustadz Alnofiandri Dinar, Henny menyampaikan apa perasaannya saat itu. Dia terpukul dengan kejadian itu. Sangat syok serta kaget sekali dengan kejadian ini.

    “Karena sebelumnya tidak pernah informasi terkait ini, kemudian beliau rasanya sangat yakin dengan suaminya, selama di dunia politik sudah lebih 20 tahun, belum pernah ada track record informasi miring terhadap Abdul Wahid,” ujar Alnofiandri .

    Henny Sasmita juga menyampaikan isi hatinya dengan meyakini itu dan selama menjadi Gubernur sering mengingatkan suaminya untuk bekerja lurus dan menjaga nama UAS serta jaga nama Riau, sehingga ia sangat kaget dengan informasi penangkapan suaminya ini.

    Namun ada kejanggalan yang diceritakan Henny Sasmita dari OTT tersebut, terutama uang berbentuk Poundsterling dan Dolar yang disita di kediaman pribadinya di Jakarta, uang tersebut merupakan tabungan untuk anak.

    “Dari informasi beliau, uang itu sengaja ditabung, yang ditargetkan untuk berobat anak beliau, kemudian uang itu sebagian merupakan SPPD dan dana yang sisa dulu, disimpan dalam bentuk valuta asing, sehingga uang itu berasal dari kerja beliau, sebelumnya yang disimpan di Jakarta, dan tidak perlu dibawa ke Pekanbaru karena masih bolak balik ke Jakarta,” ujar Alnofiandri menceritakan.

    Karena lanjut Alnofiandri, Abdul Wahid, selain politikus juga dikenal seorang pengusaha, oleh karena itu, kepentingan terhadap valuta asing itu adalah sebuah kepentingan yang lumrah.

    “Jumlahnya juga tidak besar 800 juta untuk seorang pengusaha dan politikus yang sudah panjang perjalanannya menurut kami jumlah yang sangat lumrah. Oleh karena itu, uang itu adalah dana simpanan bukan sebagai uang setoran,” ujarnya.

    Saat ini istri Abdul Wahid menurut Alnofiandri, karena status Gubernur sudah nonaktif maka sudah kembali pada tugas awal, tugas sebagai pegawai di Badan Penghubung Riau di Jakarta.

    “Begitu suaminya tersangka maka langsung balik ke Jakarta dan menjalankan tugas dinasnya ditengah kondisinya yang masih syok terpukul mental,” jelasnya.

    “Saya harus kuat dan saya harus kuatkan anak saya dan saya harus kembali bekerja. Saya tidak akan peduli apa nanti cakap orang, mau diapakan orang terserah. Yang jelas saya berusaha lagi masuk ke kantor sebagai ASN,” ujar Alnofiandri menirukan pernyataan Henny sebelum berangkat ke Jakarta.

    Saat diskusi dengan istri Abdul Wahid, menurutnya semua tuduhan yang dituduhkan mulai dari Jatah preman dan setoran soal jabatan semuanya dibantah politisi PKB tersebut.

    “Saya diskusi dengan istri Wahid, dibantahnya semua tuduhan itu. Mulai dari Japrem proyek dan Japrem soal jabatan serta tuduhan lainnya,” tegas Alnofiandri.

    Pihaknya berharap masyarakat Riau berbaik sangka dengan Abdul Wahid, dengan hormati hukum ini berjalan. Kemudian meminta sesama orang Riau jangan saling menghakimi dan jangan saling framing sesama.

    “Kita mendoakan agar ini berjalan baik, hasilnya untuk kebaikan negeri dan mudah-mudahan Abdul Wahid bebas tidak ditetapkan sebagai terpidana. Beliau punya niat baik dan membuat program yang baik untuk masyarakat, sampai saat ini berbagai program,” ujarnya.

    Tribunpekanbaru.com mencoba melakukan komunikasi langsung dengan Henny Sasmita namun belum bersedia untuk diwawancarai langsung, karena kondisinya juga masih syok dan trauma berat.

    KPK Sita Rp 1,6 Miliar

    Sebelumya diberitakan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita uang Rp 1,6 miliar dalam pecahan Dollar AS, Pound Sterling, dan Rupiah saat operasi tangkap tangan (OTT) yang melibatkan Gubernur Riau, Abdul Wahid.

     Juru Bicara KPK Budi Prasetyo mengatakan, uang-uang dalam pecahan Dollar AS dan Pound Sterling disita di rumah Abdul Wahid di Jakarta.

    “Dan untuk uang-uang dalam bentuk Dollar AS dan Pound Sterling diamankan di Jakarta. Di salah satu rumah milik saudara AW (Abdul Wahid),” kata Budi di Gedung Merah Putih, Jakarta, Selasa (4/11/2025).

    “Untuk uang-uang yang diamankan dalam bentuk Rupiah itu diamankan di Riau,” sambungnya.

    Budi mengatakan, uang sebesar Rp 1,6 miliar yang disita bukan penyerahan pertama.

    KPK menduga Abdul Wahid sebelumnya sudah pernah menerima penyerahan-penyerahan lainnya.

    “Artinya kegiatan tangkap tangan ini adalah bagian dari beberapa atau dari sekian penyerahan sebelumnya. Jadi sebelum kegiatan tangkap tangan ini diduga sudah ada penyerahan-penyerahan lainnya,” ujarnya.

    Geledah Sejumlah Tempat di Pekanbaru

    Setelah melakukan operasi tangkap tangan terhadap Gubernur Riau Abdul Wahid, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengembangkan perkara tersebut.

    Penyidik KPK telah menggeledah kantor Gubernur Riau Abdul Wahid pada Senin (10/11/2025).

    Sebagai informasi, sebelumnya KPK sudah menggeledah Kantor Dinas PUPR PKPP Riau, rumah dinas hingga rumah pribadi.

    Saat menyambangi kantor Gubernur, tim penyidik KPK datang menggunakan delapan unit mobil dan langsung memasuki kantor berlantai tiga itu, dengan pengawalan personel Brimob Polda Riau bersenjata. 

    Hari ini Rabu (12/11/2025), KPK terlihat mendatangi kantor Dinas BPKAD Riau.

    Setelah enam jam lebih melakukan penggeledahan, tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya meninggalkan Kantor Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Riau, Rabu (12/11/2025) sore.

    Pantauan di lokasi, tim KPK keluar dari gedung yang berlokasi di Jalan Cut Nyak Dien, Pekanbaru itu sekitar pukul 15.14 WIB. Berbeda dari penggeledahan sebelumnya, kali ini penyidik tampak tidak membawa koper yang berkas seperti penggeledahan di beberapa lokasi sebelumnya.

    Terlihat hanya satu kotak karton air mineral saja yang dibawa oleh petugas KPK. Kotak itu kemudian dimasukkan ke bagasi salah satu mobil yang ditumpangi tim KPK.

    Menurut keterangan seorang pegawai yang bertugas di Kantor BPKAD Riau, petugas KPK tiba di lokasi sejak pagi.

    “Iya dari pagi bang, sekitar jam 9 lah, lama juga mondar-mandir sampai sore ni baru keluar,” ujar seorang pegawai yang meminta namanya tidak ditulis.

  • Akun Selebgram Ponorogo Indah Bekti Pertiwi Dikunci Usai Namanya Disebut KPK

    Akun Selebgram Ponorogo Indah Bekti Pertiwi Dikunci Usai Namanya Disebut KPK

    Ponorogo (beritajatim.com) – Akun Instagram milik selebgram asal Ponorogo, Indah Bekti Pertiwi (IBP), mendadak dikunci setelah namanya disebut oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan keterlibatan dalam kasus korupsi yang menjerat sejumlah pejabat setempat.

    Pantauan beritajatim.com pada Kamis (13/11/2025), akun Instagram @indah_bekti_pertiwi dengan pengikut sekitar 14 ribu orang kini sudah tidak dapat diakses publik alias diprivat.

    Langkah ini dilakukan tak lama setelah KPK mengumumkan hasil operasi tangkap tangan (OTT) di Ponorogo yang menyeret sejumlah pihak, termasuk Indah Bekti Pertiwi yang disebut sebagai “teman dekat” Yunus Mahatma, Direktur RSUD dr. Harjono, yang kini juga telah berstatus tersangka.

    Sebelumnya, penyidik KPK juga menggeledah rumah mewah milik Indah Bekti Pertiwi di Jalan Kawung, Kelurahan Ronowijayan, Ponorogo, pada Rabu (12/11/2025) sore.

    Penggeledahan itu dilakukan setelah tim KPK memeriksa kantor Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda, dan Olahraga (Disbudparpora) Ponorogo.

    Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu menjelaskan bahwa operasi tangkap tangan dilakukan pada 7 November 2025, dengan mengamankan 13 orang, termasuk Indah Bekti Pertiwi.

    “Maka pada tanggal 7 November 2025, teman dekat YUM (Yunus Mahatma) yaitu saudari IBP (Indah Bekti Pertiwi) berkoordinasi dengan Saudari ED (Endrika), selaku pegawai Bank Jatim, untuk mencairkan uang Rp500 juta,” kata Asep Guntur dalam keterangannya di Gedung KPK, Jakarta, beberapa waktu lalu.

    Dalam OTT tersebut, KPK menetapkan empat tersangka, yaitu Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko, Sekda Agus Pramono, Direktur RSUD dr. Harjono Yunus Mahatma, serta Sucipto dari pihak swasta.

    Sumber beritajatim.com menyebutkan, selain terseret kasus korupsi, Indah Bekti Pertiwi juga tengah menggugat cerai suaminya di Pengadilan Agama Ponorogo.

    Namun hingga kini, belum ada pernyataan resmi dari pihak IBP terkait kasus maupun kondisi rumah tangganya.

    KPK menyatakan akan terus menelusuri aliran dana dalam kasus tersebut, termasuk dugaan peran sejumlah pihak non-pemerintah yang diduga membantu proses pencairan dan penggunaan uang hasil korupsi. (ted)

  • Rumah Mewah ‘Teman Dekat’ Direktur RSUD Ponorogo Ikut Digeledah KPK

    Rumah Mewah ‘Teman Dekat’ Direktur RSUD Ponorogo Ikut Digeledah KPK

    Ponorogo (beritajatim.com) – Bukan hanya dokumen yang dikejar, mungkin jejak perasaan juga turut terendus dalam operasi senyap KPK kali ini di Bumi Reog.

    Ya, Tim Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus menggeledah berbagai tempat di Ponorogo. Tempat-tempat yang digeledah, patut diduga masih berkaitan dengan kasus operasi tangkap tangan (OTT) KPK yang menyeret Bupati Sugiri Sancoko jadi tersangka.

    Salah satunya menggeledah rumah mewah dari Indah Bekti Pertiwi (IBP), yang dalam rilis KPK disebut sebagai ‘teman dekat’ dari Yunus Mahatma, Direktur RSUD dr. Harjono yang kini statusnya juga sebagai tersangka.

    Penggeledahan di rumah gedong yang berada di Jalan Kawung Kelurahan Ronowijayan tersebut, dilakukan penyidik KPK usai menggeledah kantor Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olahraga (Disbudparpora) Ponorogo pada Rabu (12/11/2025) sore.

    Dalam pemaparan KPK beberapa waktu yang lalu, IBP berkoordinasi dengan Endrika selaku pegawai bank, untuk mencairkan uang senilai Rp500 juta. Uang tersebut untuk diserahkan direktur Yunus Mahatma kepala Bupati Sugiri melalui Ninik yang merupakan kerabat sang bupati.

    Plt Deputi Pendindakan dan Eksekusi Asep Guntur Rahayu menyatakan tangkap tangan dilakukan pada 7 November lalu dengan mengamankan 13 orang salah satunya Indah Bekti Pertiwi (IBP).

    “Maka pada tanggal 7 November 2025, teman dekat YUM (Yunus Mahatma) yaitu saudari IBP (Indah Bekti Pertiwi) berkoordinasi dengan Saudari ED (Endrika) selaku pegawai Bank Jatim untuk mencairkan uang Rp500 juta” kata Asep Guntur dalam keterangan di gedung KPK Jakarta beberapa waktu lalu.

    IBP menjadi salah satu dari 13 orang yang diamankan dalam OTT KPK beberapa waktu yang lalu. Dari jumlah itu, KPK menetapkan 4 tersangka, yakni Bupati Sugiri, Sekda Agus Pramono, Direktur Yunus dan Sucipto (pihak swasta). (end/ted)

  • Pleidoi Reyhan Dulsani pada Sidang Korupsi Jalan Sumut: Tak Ada Niat Jahat, Hanya Bantu Ayah
                
                    
                        
                            Medan
                        
                        12 November 2025

    Pleidoi Reyhan Dulsani pada Sidang Korupsi Jalan Sumut: Tak Ada Niat Jahat, Hanya Bantu Ayah Medan 12 November 2025

    Pleidoi Reyhan Dulsani pada Sidang Korupsi Jalan Sumut: Tak Ada Niat Jahat, Hanya Bantu Ayah
    Tim Redaksi
    MEDAN, KOMPAS.com
    – Reyhan Dulsani menerima mikrofon dari ayahnya, Akhirun Piliang, untuk selanjutnya membacakan pleidoi atau nota pembelaan di Pengadilan Negeri (PN) Medan, Rabu (12/11/2025).
    Reyhan, yang duduk di sebalah kanan ayahnya, mengatakan menyesal dan menyadari dirinya berada dalam proses hukum, yang tidak pernah disangka bakal berat seperti saat ini.
    Dia mengaku tidak mempunyai niat lain, kecuali membantu ayahnya, karena ingin berbakti terhadap seorang yang selama hidupnya jadi teladan.
    “Yang mulia, saya memahami di perkara ini saya dianggap turut serta. Apa pun yang saya lakukan dalam kerjaan, sepenuhnya atas perintah ayah saya. Saya tak pernah niat jahat dan menikmati uang yang disangkakan, tak punya niat memperkaya diri,” kata Reyhan.
    Sebagai anak, ia mengaku tak pernah berpikir apa yang dilakukannya melanggar hukum.
    Dia mengaku hanya membantu ayahnya dalam mencari nafkah dan tak mengerti uang serta apa maksud tujuan uang tersebut.
    Dia menyebut tugasnya hanya administratif, menandatangani berkas, dan memastikan pekerjaan dilakukan serta tidak pernah menjanjikan sesuatu dan tidak ikut suap proyek.
    “Saya berniat bantu orang tua. Saya tak menyangka perkara ini bisa menjadi berat bagi saya. Di usia saya yang muda ini seharusnya punya waktu bekerja dan belajar, tapi hari-hari saya sekarang diliputi rasa penyesalan dan bersalah. Kini ayah dan saya sama-sama di kursi pesakitan,” ucap Reyhan.
    Reyhan menyampaikan ingin menebus kesalahan dan kembali kepada ibunya yang tiap hari menangis mendoakannya. Dengan penuh kerendahan hati, ia memohon kepada yang mulia agar berkenan memberikan kesempatan kedua.
    “Saya ingin mengembalikan kepercayaan keluarga dan masyarakat. Semoga berkenan mempertimbangkannya dalam putusan supaya saya bisa memperbaiki diri untuk keluarga,” ujar Reyhan.
    Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut Muhammad Akhirun Piliang 3 tahun penjara dan
    Reyhan Dulsani
    selama 2,6 tahun dalam kasus korupsi jalan di
    Sumatera Utara
    .
    Menurut jaksa, perbuatan terdakwa telah memenuhi unsur dakwaan, yaitu alternatif pertama Pasal 5 ayat (1) huruf a UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
    Kemudian, dakwaan kedua, Pasal 13 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
    Selain pidana penjara, jaksa juga menjatuhkan hukuman denda Rp 150 juta subsider kurungan 6 bulan terhadap terdakwa Akhirun dan denda Rp 100 juta subsider kurungan 6 bulan kepada Reyhan Dulsani.
    Dalam kasus ini, para terdakwa memberikan sejumlah uang kepada pejabat PUPR
    Sumut
    Rp 100 juta pada 2025 dan Satuan Kerja Pelaksana Jalan Nasional (PJN) 1 Wilayah Sumut Rp 3,9 miliar.
    Kasus ini bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada 28 Juni 2025 terkait dugaan korupsi proyek pembangunan jalan di Sumatera Utara senilai total Rp 231,8 miliar.
    KPK menetapkan lima tersangka, yakni Topan Obaja Putra Ginting, eks Kepala UPTD Dinas PUPR Gunung Tua, Rasuli Efendi Siregar dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Satker PJN Wilayah I Sumatera Utara, Heliyanto.
    Lalu kontraktor dari pihak swasta, yaitu Direktur Utama PT Dalihan Natolu Grup (DNG), Akhirun Piliang, dan Direktur Utama PT Rona Mora, Reyhan Dulsani.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.