Topik: OTT KPK

  • 9
                    
                        KPK Dalami Cara Gubernur Kalsel Sahbirin Noor dan Kepala Dinas PUPR Kumpulkan Uang Suap
                        Nasional

    9 KPK Dalami Cara Gubernur Kalsel Sahbirin Noor dan Kepala Dinas PUPR Kumpulkan Uang Suap Nasional

    KPK Dalami Cara Gubernur Kalsel Sahbirin Noor dan Kepala Dinas PUPR Kumpulkan Uang Suap
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Komisi Pemberantasan Korupsi (
    KPK
    ) memeriksa 11 saksi untuk mendalami kasus
    suap
    proyek di lingkungan Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) pada Selasa (29/10/2024).
    Pemeriksaan saksi berlangsung di BPKP Provinsi Kalimantan Selatan.
    Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto menyatakan, semua saksi hadir dalam pemeriksaan tersebut.
    “Saksi ini hadir semua,” kata Tessa dalam keterangannya, Rabu (30/10/2024).
    Berdasarkan informasi yang diterima
    Kompas.com,
    sebelas saksi yang diperiksa antara lain adalah Tenaga Ahli Gubernur Bagian Keagamaan M. Syachrizal Aufa; Kabid Bina Marga
    Dinas PUPR
    Provinsi Kalsel Azan Syaiful Muaz; Kepala Seksi Jalan Dinas PUPR Kalsel Handa Ferani; dan Kabid Bina Konstruksi Muhammad Mustajab.
    Selain itu, juga diperiksa Kabid Penataan Ruang dan Pertanahan Dinas PUPR Kalsel Muhammad Nursjamsi; Kepala Balai Pengelola Air Minum Kalsel Muhammad Berty Nakir; Sekretaris Dinas PUPR Kalsel Andri Fadli; Kepala Seksi Pembinaan Teknis Jalan dan Jembatan Dedi Hidayat; Kepala Seksi Jembatan Dinas PUPR Kalsel Noor Hidayat; Staf BPD Kalsel Cabang Martapura Hasyibi Rafi’i; dan M. Mahdi, seorang sopir.
    Tessa menambahkan, dalam pemeriksaan ini, para saksi didalami terkait cara Gubernur Kalsel
    Sahbirin Noor
    , dan Kepala Dinas PUPR Kalsel, Ahmad Solhan, mengumpulkan uang suap.
    “Didalami terkait pengumpulan uang untuk Tersangka Gubernur dan Tersangka Kepala Dinas PUPR,” ujarnya.
    Kasus dugaan korupsi yang melibatkan Sahbirin Noor terungkap setelah KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) pada Minggu (6/10/2024).
    Meskipun tidak terjaring dalam OTT, Sahbirin Noor telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK karena diduga menerima
    fee
    sebesar 5 persen dari proyek pembangunan di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kalimantan Selatan.
    Selain Sahbirin Noor, KPK juga menetapkan enam orang lainnya sebagai tersangka, yaitu Kepala Dinas PUPR Kalimantan Selatan Ahmad Solhan; Kepala Bidang Cipta Karya Kalimantan Selatan Yulianti Erlynah; pengurus Rumah Tahfidz Darussalam Ahmad; Plt Kepala Bagian Rumah Tangga Gubernur Kalimantan Selatan Agustya Febry Andrean; serta dua pihak swasta, Sugeng Wahyudi dan Andi Susanto.
    Enam tersangka tersebut telah ditahan oleh KPK, sedangkan Sahbirin Noor belum ditahan atau diperiksa.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Sosok di Balik Pengungkapan Dugaan Korupsi Tom Lembong Cs & 7 Kasus Besar Lainnya

    Sosok di Balik Pengungkapan Dugaan Korupsi Tom Lembong Cs & 7 Kasus Besar Lainnya

    GELORA.CO – Nama Febrie Adriansyah, Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), kini menjadi sorotan publik.

    Ia kembali berhasil mengungkap kasus besar: dugaan korupsi yang melibatkan mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong.

    Seperti diberitakan, Kejaksaan Agung baru-baru ini menetapkan Tom Lembong sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait impor gula.

    Dalam kegiatan tersebut, Tom Lembong diduga merugikan keuangan negara sebesar Rp400 miliar pada tahun 2015-2016.

    Kejaksaan Agung menegaskan bahwa penetapan tersangka ini tidak terkait dengan unsur politisasi, mengingat Tom Lembong ketika Pilpres lalu menjabat sebagai  Mantan Co-Captain Timnas AMIN.

    “Kami memastikan bahwa langkah ini murni berdasarkan bukti hukum yang ada,” ujar Febrie Adriansyah dalam konferensi pers.

    Apa Saja Kasus Besar yang Ditangani Jampidsus?

    1. Kasus Makelar Kasus Eks Pejabat Mahkamah Agung

    Salah satu kasus yang mencolok adalah keterlibatan Zarof Ricar, mantan pejabat Mahkamah Agung, yang terlibat dalam pemufakatan jahat untuk memberikan suap dalam kasus Ronald Tannur.

    Zarof menghadapi ancaman hukuman penjara maksimal 20 tahun.

    Pengacara Ronald, Lisa Rahmat, juga ditetapkan sebagai tersangka dan terancam lima tahun penjara.

    Dalam kasus ini, mereka diduga berusaha memuluskan vonis bebas bagi Ronald yang terlibat dalam kasus pembunuhan.

    2. Operasi Tangkap Tangan (OTT) Tiga Hakim Pembebas Ronald Tannur

    Pada tanggal 23 Oktober 2024, tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya ditangkap oleh tim Kejaksaan Agung.

    Tindakan ini menunjukkan upaya Kejaksaan dalam memberantas praktik korupsi di kalangan aparat hukum.

    3. Korupsi PT Timah 

    Jampidsus Kejaksaan Agung mengusut kasus korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk periode 2015-2022.

    Kasus ini menyeret 21 tersangka, satu diantaranya suami dari artis Sandra Dewi, Harvey Moeis dan crazy rich Pantai Indah Kapuk (PIK) Helena Lim. 

    Korupsi PT Timah menyebabkan kerugian negara berupa kerusakan lingkungan yang mencapai Rp 271 triliun.

    4. Kasus Crazy Rich Surabaya vs PT Antam 

    Kejagung juga menangani kasus jual beli emas ilegal yang menyeret pengusaha Surabaya, Jawa Timur Budi Said dengan PT Antam yang memakan kerugian hingga Rp 1,1 triliun. 

    Diberitakan Kompas.com (6/3/2024), Kejagung telah menetapkan Budi sebagai tersangka kasus rekayasa jual beli emas logam mulia itu pada Kamis (18/1/2024).  

    Namun, pengusaha yang dijuluki crazy rich Surabaya itu mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.

    5. Korupsi PT Asuransi Jiwasraya 

    Jampidsus juga menangani kasus korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero) senilai Rp 16,807 triliun. 

    Dalam kasus tersebut, Jampidsus telah menetapkan 6 orang sebagai tersangka dengan dakwaan memperkaya diri sendiri atau orang lain. 

    Tersangka kasus mega korupsi ini yaitu Direktur Utama Asuransi Jiwasraya Hendrisman Rahim, mantan Direktur Keuangan AJS Hary Prasetyo, dan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan AJS Syahmirwan.

    6. Korupsi Bakti Kominfo 

    Kejagung mengusut korupsi penanganan perkara korupsi proyek pembangunan Base Transceiver Station (BTS) 4G dan infrastruktur pendukung paket 1, 2, 3, 4, dan 5 Bakti Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Tahun 2020-2022.  

    Kasus korupsi yang menyeret nama mantan Menteri Komunikasi dan Informatika Johhy G Plate dan anggota III Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Achsanul Qosasi itu menyebabkan kerugian negara yang berkisar sampai dengan Rp 8,03 triliun. 

    Sebanyak 16 orang sudah ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi ini oleh kejagung. 

    7. Kasus impor gula Kemendag dan PT SMIP

    Pada Maret 2024, Kejagung menetapkan satu tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi importasi gula PT SMIP periode 2020-2023.

    Tersangka adalah RD yang merupakan Direktur PT SMIP. Dia didakwa telah memanipulasi data importasi gula kristal mentah dengan memasukkan gula kristal putih pada 2021.

    Selain PT SMIP, Jampidsus juga menangani kasus dugaan tindak pidana korupsi kegiatan importasi gula di Kemendag periode 2015-2023. 

    Siapa Febrie Ardiansyah?

    Febrie Ardiansyah adalah sosok yang menjabat sebagai Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) di Kejaksaan Agung.

    Ia dilantik pada 6 Januari 2022 dan memiliki rekam jejak karier yang mengesankan di bidang hukum.

    Pria kelahiran 19 Februari 1968 ini menghabiskan masa kecil di Jambi dan memulai karirnya sebagai jaksa di Kejaksaan Negeri Sungai Penuh pada tahun 1996.

    Sebelum menjabat sebagai Jampidsus, Febrie pernah memegang berbagai posisi strategis di Kejaksaan, termasuk sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.

  • 9
                    
                        KPK Dalami Cara Gubernur Kalsel Sahbirin Noor dan Kepala Dinas PUPR Kumpulkan Uang Suap
                        Nasional

    Gubernur Kalsel Sahbirin Noor Belum Ditangkap, KPK Bantah Pilih Kasih Nasional 30 Oktober 2024

    Gubernur Kalsel Sahbirin Noor Belum Ditangkap, KPK Bantah Pilih Kasih
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Komisi Pemberantasan Korupsi (
    KPK
    ) membantah anggapan pilih kasih karena belum menangkap Gubernur
    Kalimantan Selatan

    Sahbirin Noor
    yang sudah berstatus sebagai tersangka kasus suap proyek di Dinas PUPR Kalimantan Selatan.
    Juru Bicara KPK
    Tessa Mahardhika
    Sugiarto memastikan penyidikan kasus suap tersebut masih berjalan.
    “Bahwa ada tudingan saudara Sahbirin Noor ini pilih kasih, tebang pilih, KPK tidak berpolitik terbukti yang bersangkutan sudah dilakukan pencekalan dan ditetapkan sebagai tersangka, tentunya kita menunggu proses penyidikan,” kata Tessa dalam keterangannya, Rabu (30/10/2024).
    Tessa mengatakan, pemeriksaan saksi dan tersangka menjadi kewenangan penyidik, begitu pula dengan penahanan tersangka.
    Ia mengatakan, kegiatan penyidik saat ini perlu dikawal agar tidak terjadi hal yang dapat mengganggu proses penyidikan. Misalnya, pihak yang memengaruhi saksi.
    “KPK mewanti-wanti agar hal itu tidak dilakukan, biarkan KPK melakukan proses penyidikan secara terbuka dan transparan sehingga akan terang apabila perkaranya sudah dilimpahkan ke pengadilan,” ujar Tessa.
    Kasus dugaan korupsi Sahbirin Noor terungkap setelah KPK menggelar operasi tangkap tangan (OTT) pada Minggu (6/10/2024) lalu.
    Meski tidak terjaring dalam OTT, Sahbirin Noor ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK karena ia diduga menerima
    fee
    5 persen dari proyek pembangunan di Dinas Pekerjaan Unum dan Penataan Ruang (PUPR) Kalimantan Selatan.
     
    Selain Shabirin Noor, KPK juga menetapkan 6 orang sebagai tersangka, yakni Kepala Dinas PUPR Kalimantan Selatan Ahmad Solhan, Kepala Bidang Cipta Karya Kalimantan Selatan Yulianti Erlynah, pengurus Rumah Tahfidz Darussalam Ahmad.
    Kemudian, Plt Kepala Bagian Rumah Tangga Gubernur Kalimantan Selatan Agustya Febry Andrean, serta dua orang pihak swasta bernama Sugeng Wahyudi dan Andi Susanto.
    Enam orang tersangka di atas sudah ditahan oleh KPK, sedangkan Sahbirin belum ditahan maupun diperiksa oleh KPK.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Ada Tangkap Tangan di Kalsel, Bukti KPK Tak Tinggalkan Metode OTT

    Ada Tangkap Tangan di Kalsel, Bukti KPK Tak Tinggalkan Metode OTT

    Jakarta, Beritasatu.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan tak akan meninggalkan metode operasi tangkap tangan (OTT) dalam kerja pada bagian penindakan. Buktinya, baru-baru ini KPK menggelar OTT di Kalimantan Selatan (Kalsel).

    Mulanya, Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika menyampaikan pihaknya kini tengah fokus memakai cara case building dalam mengusut dugaan korupsi. Sikap ini ditempuh sebagai upaya pengembalian aset negara.

    “Untuk case building itu sendiri, memang saat ini kembali menjadi fokus kekuatan atau fokus penyidikan di KPK dalam rangka pengembalian aset negara,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika di gedung KPK, Jakarta, Selasa (29/10/2024).

    Meski begitu, Tessa menekankan pengembalian aset negara tetap bisa dilakukan KPK melalui kegiatan OTT. Dia menekankan, pihaknya tidak menyampingkan giat penindakan tersebut.

    “Apakah dari kegiatan tangkap tangan itu tidak bisa? Bisa. Apakah tidak akan dilakukan? Masih dilakukan. Terbukti baru-baru ini ada kegiatan tangkap tangan di Provinsi Kalsel. Jadi tidak meninggalkan sama sekali dan tidak merendahkan bahwa tangkap tangan itu lebih rendah dibanding case building, tidak,” ujar Tessa.

    Namun, Tessa mengakui cara OTT memiliki tingkat kesulitan tersendiri. Hal itu mengingat ada sejumlah langkah yang mesti dilakukan agar giat berjalan sebagaimana mestinya seperti membuntuti terduga pelaku di lapangan hingga mendalami informasi intelijen.

    Hanya saja, Tessa meyakini KPK dapat mengungkap dugaan korupsi yang lebih besar melalui OTT. Giat OTT dinilai dapat menjadi pintu untuk mendalami dugaan korupsi lainnya yang punya keterkaitan.

    “Bisa melalui tangkap tangan ini membuka perkara-perkara yang lebih besar, itu bisa. Namun, memang dari beberapa perkara yang seringnya tangkap tangan, kurang pengembangan ke arah situ, ke arah case building-nya. Masih belum bisa dilakukan karena sasarannya atau alat buktinya sudah lengkap pada saat itu,” ucap Tessa.

  • Pengamat: Hukuman Mati bagi Pelaku Korupsi Tak Bisa Ditawar – Page 3

    Pengamat: Hukuman Mati bagi Pelaku Korupsi Tak Bisa Ditawar – Page 3

    Sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) menyatakan kecewa atas perilaku hakim nakal yang belakangan diamankan Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam operasi tangkap tangan (OTT), terkait dugaan suap atas vonis bebas Ronald Tannur, terdakwa kasus pembunuhan Dini Sera Afrianti. Hal itu terjadi belum lama dari ditekennya kenaikan gaji dan tunjangan hakim.

    “Terhadap peristiwa tersebut MA merasa kecewa dan prihatin, karena peristiwa ini telah mencederai kebahagiaan dan rasa syukur terhadap rekan-rekan hakim seluruh Indonesia atas perhatian pemerintah yang telah menaikkan tunjangan dan gaji hakim,” tutur Juru Bicara MA Yanto di Gedung MA, Jakarta Pusat, Kamis (24/10/2024).

     Kenaikan gaji dan tunjangan hakim itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 44 Tahun 2024, tentang perubahan ketiga atas PP Nomor 94 Tahun 2012 mengenai hak keuangan dan fasilitas hakim di bawah Mahkamah Agung (MA).

    “Terhadap tiga orang hakim pengadilan di Surabaya tersebut setelah mendapatkan kepastian dilakukan penahanan oleh Kejaksanaan Agung, maka secara administrasi hakim tersebut akan diberhentikan sementara dari jabatannya oleh presiden atas usul MA,” jelas dia.

    Yanto menegaskan MA menghormati segala proses hukum yang tengah berlangsung di Kejagung terhadap tiga hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang diduga terlibat suap atas vonis bebas terdakwa Ronald Tannur.

    “Dan apabila di kemudian hari dinyatakan terbukti bersalah melakukan tindak pidana dengan putusan yang berkekuatan hukum tetap, maka ketiga hakim tersebut akan diusulkan pemberhentian tidak dengan hormat kepada Presiden,” Yanto menandaskan.

  • 3 Hakim Ditangkap karena Suap, PN Surabaya Dibanjiri Karangan Bunga

    3 Hakim Ditangkap karena Suap, PN Surabaya Dibanjiri Karangan Bunga

    Surabaya (beritajatim.com) – Tiga hakim yang ditangkap Kejaksaan Agung terkait dugaan suap atas putusan bebas terdakwa Gregorius Ronald Tannur, yakni Heru Hanindyo, Mangapul, Erintuah Damanik mendapat respon dari masyarakat.

    Repon tersebut tampak pada Jumat pagi (25/10/2024), tampak karangan bunga menghiasi halaman depan gedung PN Surabaya.

    Setiap karangan bunga itu bertuliskan kalimat-kalimat menggelitik yang ditujukan kepada tiga hakim tersebut. “Tiga Hakim PN yang di-OTT Kejagung, Selamat datang di Neraka Dunia,” tulis pengirim karangan bunga yang menamakan dirinya prema tak tatoan.

    Ada pula kalimat yang menyinggung nama Lisa Rahmad, pengacara Gregorius Ronald Tannur. “Bebasnya Ronald Tannur bukan karena Rahmat Tuhan, tapi karena Lisa Rahmad,” kata pengirim dengan dengan nama ABG Tua.

    Sebuah karangan bunga dari seorang yang mengaku pendosa, dengan pesan yang mengutip dari Alkitab, Mazmur 140 ayat 12 : ”Aku tahu bahwa Tuhan akan memberi keadilan kepada orang tertindas, dan membela perkara orang miskin”.

    Aksi serupa juga pernah terjadi pasca pembacaan vonis terhadap Ronald Tannur. Aki tersebut ditengarai sebagai bentuk kekecewaan masyarakat terhadap kinerja ‘wakil Tuhan’.

    Seperti diketahui, tiga hakim PN Surabaya yang memvonis bebas Gregorius Ronald Tannur, terdakwa kasus pembunuhan Dini Sera Afrianti, terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) Kejaksaan Agung (Kejagung).

    Uang puluhan miliar dengan pecahan rupiah dan mata uang asing ditemukan saat penggeledahan. Ada pula beberapa kilogram emas yang diduga sebagai hasil suap kasus anak mantan anggota DPR-RI dari PKB itu.

    Selain menangkap tiga hakim, Kejagung juga turut mengamankan Lisa Rahmad yang merupakan pengacara Ronald Tannur. [uci/but]

  • Sidang Dugaan Korupsi Eks Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, KPK Periksa 22 Saksi

    Sidang Dugaan Korupsi Eks Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, KPK Periksa 22 Saksi

    Surabaya (beritajatim.com) – Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendatangkan 22 saksi dalam sidang lanjutan dugaan korupsi pemotongan dana insentif Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Sidoarjo dengan terdakwa Mantan Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali atau Gus Muhdlor. Dari keterangan para saksi tersebut, mereka mengatakan tak pernah menyerahkan sepeser uang pun kepada Gus Muhdlor.

    Sidang yang digelar di Pengadilan Tipikor PN Surabaya di Sidoarjo itu dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Ni Putu Sri Indayani dengan Athoillah dan Ibnu Abbas Ali sebagai hakim anggota. Dalam sidang tersebut Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membeberkan data yang dipertontonkan di layar monitor.

    Satu per satu para saksi secara bergantian dicecar soal hasil pemotongan insentif. Seluruhnya diserahkan ke mantan Kasubag Umum dan Kepegawaian BPPD Sidoarjo Siska Wati. Hal itu makin memperkuat jika Gus Muhdlor sama sekali tak pernah menerima aliran dana.

    “Saya serahkan ke Jasin Rindi Astuti dan Yulis Sarah Riski. Sesuai kitir pak, tidak tau (penggunaannya),” kata salah satu saksi, Sodikin, Senin (21/10/2024).

    Saksi lainnya, Surendro Nur Bawono juga mengatakan hal yang sama. Ia tak mengetahui penggunaan dana pemotongan insentif tersebut. Meski setiap pemotongan, Surendro harus mengeluarkan biaya sekitar Rp12 juta hingga Rp 15 juta setiap tiga bulan.

    “Tahunya dari rekening koran. Potongan saya serahkan Rp15 juta, Rp 12 juta. Tidak tahu pasti penggunaannya. Ke pak Tolib (Kabid Pajak BPPD Sidoarjo Abdul Muthalib) dan Mbak Yulis,” beber Surendro.

    Ketua Majelis Hakim lantas memberikan kesempatan Gus Muhdlor untuk bertanya kepada para saksi. Gus Muhdlor meminta kepada para saksi untuk menjawab secara serempak. “Njenengan (kalian) pernah kasih uang ke saya?” tanya Gus Muhdlor “Gak pernah Gus!” jawab saksi secara bersamaan.”Pernah dalam pembuatan SK yang saya tandatangani itu, saya ikut bergaining pembuatan SK?” tanya Gus Muhdlor lagi. “Gak pernah Gus,” pungkas para saksi.

    Sebagai informasi, 22 saksi yang dihadirkan dalam sidang tersebut antara lain Abdul Muntolib, Agus Surianto, Ali Muktadin, Suyono, Adoey, Febrianto Cahyo Saputra, Ermadi Riskiawan, Rismi Maulida, Jasmin Rindi Astuti. Lalu ada Joko sungkono, Juati, Luailus atau Ilus, Pramukas Ardi Yuda, R. Erik Hidayat, Rachmad Hendrawanto, Serly Dewi Yunitawati, Ris Nur Afrianti, Sodikin, Surendro Nur Bawono, Suyadi, Yulis Sarah Riski dan Sutrisno.

    Diketahui, kasus ini berawal dari adanya OTT KPK di kantor BPPD Sidoarjo, 25 Januari lalu. Saat itu KPK mengamankan 11 orang, termasuk mantan Kepala BPPD Sidoarjo Ari Suryono dan mantan Kassubag Umum dan Kepegawaian Siska Wati. Keduanya telah divonis hakim masing-masing hukuman 5 tahun dan 4 tahun penjara. Mereka terbukti memotong insentif ASN BPPD Sidoarjo 10 hingga 30 persen mulai triwulan keempat tahun 2021 sampai triwulan keempat tahun 2023 dengan total Rp 8,544 miliar. [uci/kun]

  • 22 Saksi dari JPU Tidak Pernah Bertemu Gus Muhdlor

    22 Saksi dari JPU Tidak Pernah Bertemu Gus Muhdlor

    Sidoarjo (beritajatim.com) – Ketua Majelis Hakim Ni Putu Sri Indayani bersama hakim anggota Athoillah dan Ibnu Abbas Ali memimpin sidang dugaan korupsi pemotongan dana insentif BPPD Kab. Sidoarjo di Pengadilan Tipikor Surabaya Senin (21/10/2024). Sidang dengan terdakwa Bupati Sidoarjo non aktif Ahmad Muhdlor Ali (Gus Muhdlor).

    Kali ini ada sebanyak 22 saksi dihadirkan oleh JPU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
    Dari 22 keterangan saksi, mereka kompak tidak mengetahui secara pasti kegunaan potongan dana insentif pegawai BPBD Sidoarjo

    Salah satu saksi, ASN sekaligus pegawai Pajak BPPD Sidoarjo Sintiya Nur Apriyanti membenarkan adanya pemotongan insentif. Pemotongan itu dikoordinir oleh Siska Wati, mantan Kasubbag Umum dan Kepegawaian BPPD yang telah divonis 4 tahun pidana penjara.

    “Potongan itu mulai 2019 atau sekitar awal 2020, diberitahukan ada pemotongan insentif untuk gaji honorer yang tidak digaji melalui APBD. Pengumpulannya melalui sekretariat BPPD Sidoarjo,” kata Sintiya dalam kesaksiannya.

    Pengakuan sama juga diutarakan saksi Kabid Pajak Daerah 1 BPPD Sidoarjo Abdul Muthalib, yang bulan September kemarin sudah pensiun. Ia membenarkan adanya pemotongan insentif yang dikoordinatori oleh Siska Wati.

    Menurutnya, uang pemotongan itu disebut untuk kepentingan sedekah dan keperluan kantor “Saya mengetahui perintah pemotongan dana insentif itu dari Siska Wati,” ujar Munthalib.

    Masih menurut Munthalib, dirinya juga tidak mengetahui Gus Muhdlor pernah merapatkan soal pemotongan insentif tersebut. Sebab, tahunya pemotongan itu dikoordinir Siska Wati. “Kalau Bapak Bupati tidak pernah,” ucap Muthalib menjawab pertanyaan majlis hakim.

    Selain itu, Munthalib juga tak mengetahui pemotongan insentif itu untuk keperluan Gus Muhdlor, dan berapa besaran potongan setiap pegawai. Sebab semuanya diserahkan ke Siska Wati. “Semua kabid tidak tahu peruntukan semua potongan itu untuk apa,” tukasnya.

    Sementara itu Penasihat Hukum Bupati Sidoarjo non aktif Ahmad Muhdlor Ali dalam persidangan menyampaikan pertanyaan kepada 22 saksi yang dihadirkan terkait pernah tidak Bupati Muhdlor bertemu atau bertatap muka dengan semua saksi. Dengan kompak mereka menjawab. “Tidak pernah,” jawab semua saksi secara berbarengan.

    Perlu diketahui, kasus ini berawal dari adanya OTT KPK di kantor BPPD Sidoarjo, 25 Januari lalu. Saat itu KPK mengamankan 11 orang, termasuk mantan Kepala BPPD Sidoarjo Ari Suryono dan mantan Kassubag Umum dan Kepegawaian Siska Wati.

    OTT tersebut terkait pemotongan dana insentif pegawai BPPD Sidoarjo 10 hingga 30 persen mulai triwulan keempat tahun 2021 sampai triwulan keempat tahun 2023 dengan total Rp 8,544 miliar. Dalam kasus ini Ari Suryono divonis 5 tahun penjara dan Siska Wati 4 tahun penjara. (isa/but)

  • KPK Tak Sita Uang dari Dinas Peternakan Jatim, Tapi Temukan Dokumen Penting Ini

    KPK Tak Sita Uang dari Dinas Peternakan Jatim, Tapi Temukan Dokumen Penting Ini

    Jakarta (beritajatim.com) – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali melakukan penggeledahan terkait penyidikan dugaan korupsi dalam pengurusan Dana Hibah untuk Kelompok Masyarakat (Pokmas) yang bersumber dari APBD Provinsi Jawa Timur Tahun Anggaran 2019-2022.

    Kali ini, penggeledahan dilakukan di Kantor Dinas Peternakan (Disnak) Provinsi Jawa Timur, Jalan Ahmad Yani, Surabaya, pada Rabu (16/10/2024).

    Juru Bicara KPK, Tessa Mahardika Sugiarto, menyampaikan bahwa dalam penggeledahan tersebut, KPK menyita sejumlah dokumen dan Barang Bukti Elektronik (BBE).

    Namun, Tessa tidak merinci jenis dokumen dan barang elektronik yang disita. “Tidak ada uang (yang disita, red),” kata Tessa singkat kepada Beritajatim.com, Kamis (17/10/2024).

    Serangkaian Penggeledahan Sebelumnya oleh KPK

    Penggeledahan ini merupakan bagian dari upaya penyidikan yang telah dilakukan KPK sebelumnya. Pada akhir September hingga awal Oktober 2024, KPK menggeledah 10 rumah atau bangunan di beberapa lokasi, yakni di Surabaya, Bangkalan, Pamekasan, Sampang, dan Sumenep.

    Dari penggeledahan tersebut, KPK menyita tujuh unit kendaraan, termasuk Toyota Alphard, Mitsubisi Pajero, dan Honda CRV, serta barang berharga lainnya seperti jam tangan Rolex dan cincin berlian.

    Tak hanya itu, KPK juga menyita uang tunai dalam berbagai mata uang yang jika dijumlahkan mencapai sekitar Rp1 miliar, beserta barang bukti elektronik seperti handphone, harddisk, dan laptop.

    Selain itu, sejumlah dokumen penting seperti buku tabungan, buku tanah, kuitansi, BPKB, dan STNK kendaraan juga disita oleh penyidik.

    Penggeledahan di Rumah Dinas Abdul Halim Iskandar

    Pada 6 September 2024, KPK juga melakukan penggeledahan di rumah dinas Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Abdul Halim Iskandar.

    Dari penggeledahan tersebut, KPK menyita uang tunai dan barang bukti elektronik. Menteri Abdul Halim Iskandar telah diperiksa oleh KPK terkait kasus ini pada Agustus 2024.

    Penetapan 21 Tersangka Baru

    Kasus dugaan korupsi dana hibah ini semakin berkembang, dengan KPK menetapkan 21 tersangka baru. Ke-21 tersangka tersebut terdiri dari empat penerima suap dan 17 pemberi.

    Dari empat penerima, tiga di antaranya adalah penyelenggara negara, sementara satu lainnya merupakan staf dari penyelenggara negara. Sedangkan dari 17 pemberi, 15 merupakan pihak swasta, dan dua orang lainnya berasal dari kalangan penyelenggara negara.

    Pengungkapan kasus ini bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK terhadap Wakil Ketua DPRD Provinsi Jawa Timur, Sahat Tua Simanjuntak, yang kemudian membuka jalur penyelidikan lebih lanjut terkait dugaan korupsi dana hibah untuk Pokmas di Jawa Timur. [hen/ian]

  • Sidang Gus Muhdlor di Pengadilan, 4 Saksi Bantah Terima Dana Insentif BPPD Sidoarjo

    Sidang Gus Muhdlor di Pengadilan, 4 Saksi Bantah Terima Dana Insentif BPPD Sidoarjo

    Sidoarjo (beritajatim.com) – Sidang kasus dugaan korupsi pemotongan dana insentif Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Sidoarjo kembali digelar di Pengadilan Tipikor PN Surabaya, Senin (14/10/2024). Agenda sidang dengan terdakwa Bupati Sidoarjo non aktif Ahmad Muhdlor Ali (Gus Muhdlor).

    Dalam sidang tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan 8 saksi. Terdiri dari staf Prokopim Sidoarjo, sopir pribadi bupati dan lainnya.

    Empat saksi dimintai keterangan yakni Akbar Prayoga, Aswin Reza, Gelar Agung, dan Perdigsa. Para saksi menyatakan tidak pernah menerima aliran dana dari mantan Kasubag Umum dan Kepegawaian BPPD Sidoarjo Siska Wati, baik berupa tambahan honor maupun Tunjangan Hari Raya (THR).

    Keempatnya mengaku hanya mendapat bayaran dari gaji resmi yang ditanggung oleh APBD Kabupaten Sidoarjo. “Apakah saudara pernah menerima honor tambahan dari Siska Wati atau dari Achmad Masruri?,” tanya JPU Andre Lesmana.

    Empat staf dan ajudan yang ditanya satu per satu menjawab tidak pernah. Begitu juga THR, mereka tidak pernah menerima.

    Siska Wati dalam persidangan sebelumnya menyatakan bahwa dia menyerahkan Rp 50 juta, yang diambilkan dari uang sedekah potongan insentif pajak para pegawai BPPD, kepada Achmad Masruri.

    Uang itu diberikan Siska kepada Masruri karena Masruri meminta uang tersebut sebagai honor untuk 12 orang yang bekerja di Pendopo Kabupaten Sidoarjo. Sebab, 12 orang tersebut, kata Masruri kepada Siska, tidak digaji oleh Pemkab Sidoarjo.

    Keempat saksi juga mengaku tidak pernah mempertemukan Siska Wati dengan Gus Muhdlor untuk menandatangani Surat Keputusan (SK) Bupati tentang besaran insentif bagi pegawai BPPD.

    “Saya meminta Ibu Siska Wati untuk menyerahkan SK tersebut di pos Satpol PP atau di kantor sekretariat karena tujuan Bu Siska Wati hanya untuk mendapatkan tanda tangan, bukan bertemu langsung,” kata saksi Gelar Agung.

    Begitu juga yang disampaikan Akbar. Dia mengatakan tidak pernah mempertemukan Gus Muhdlor dengan Siska Wati. Dia mengaku berkontak melalui WhatsApp. Namun, begitu hari di mana Siska Wati akan menemui Gus Muhdlor, dia tidak piket.

    “Saya menjalani sistem ajudan, 2 hari kerja, 2 hari standby atau libur, dan 3 hari di kantor,” urai Akbar.

    Terkait aliran dana dari Siska Wati untuk membayar bea cukai paket dari Maroko, para saksi mengaku tidak pernah meminta Siska Wati atau mantan Kepala BPPD Ari Suryono untuk membayar biaya sebesar Rp 27 juta tersebut.

    Saat itu, Perdigsa bertanya kepada Masruri bagaimana pembayaran bea cukai tersebut? “Pak Ruri bilang beres,” tukas Perdigsa.

    Digsa mengakui tidak ada perintah dari Gus Muhdlor untuk meminta biaya tersebut ditagihkan. Bahkan, Digsa mengatakan kepada Gus Muhdlor waktu itu akan menyelesaikan biayanya sendiri.

    Diketahui, kasus ini berawal dari adanya OTT KPK di kantor BPPD Sidoarjo, 25 Januari 2024 lalu. Saat itu KPK mengamankan 11 orang, termasuk mantan Kepala BPPD Sidoarjo Ari Suryono dan mantan Kassubag Umum dan Kepegawaian Siska Wati.

    Keduanya telah divonis hakim masing-masing hukuman 5 tahun dan 4 tahun penjara. Mereka terbukti memotong insentif ASN BPPD Sidoarjo 10 hingga 30 persen mulai triwulan keempat tahun 2021 sampai triwulan keempat tahun 2023 dengan total Rp 8,544 miliar. (isa/but)