Topik: OTT KPK

  • KPK Diminta Jawab Keraguan Publik Terkait Pemberantasan Korupsi

    KPK Diminta Jawab Keraguan Publik Terkait Pemberantasan Korupsi

    loading…

    Pimpinan dan Dewas KPK diminta menjawab keraguan publik dalam pemberantasan korupsi. Foto/SINDOnews

    JAKARTA – Presiden Prabowo Subianto berkomitmen memberantas korupsi di Indonesia. Hal itu disampaikan Prabowo dalam berbagai kesempatan, termasuk saat Peringatan Hari Guru Nasional, beberapa waktu lalu. Karenanya, peran lembaga penegak hukum seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sangat penting. Untuk itu, lembaga antirasuah tersebut harus bisa menjawab keraguan publik dalam memberantas korupsi.

    Hal itu dibahas dalam Seminar Nasional bertajuk “KPK, Pertahankan atau Bubarkan? (Quo Vadis KPK)” yang diselenggarakan mahasiswa Program Pascasarjana Magister Hukum Universitas Kristen Indonesia (UKI) 2024 di Auditorium Graha William Soeryadjaya, Gedung Kampus UKI, Cawang, Jakarta.

    Ketua Indonesia Police Watch Sugeng Teguh Santoso mengatakan, DPR telah mengesahkan lima Pimpinan dan Dewas KPK periode 2024-2029. Kelima Pimpinan KPK terpilih dengan suara terbanyak adalah Setyo Budiyanto, Fitroh Rohcahyanto, Ibnu Basuki Widodo, Johanis Tanak, dan Agus Joko Pramono.

    Sementara lima Dewas KPK terpilih untuk periode 2024-2029 yakni, Benny Jozua Mamoto, Chisca Mirawati, Wisnu Baroto, Gusrizal, dan Sumpeno. “Dengan penetapan pimpinan yang baru, berarti KPK masih diperlukan menurut pemerintah, tapi bagaimana pandangan secara empirik dan filosofis keberadaan KPK oleh masyarakat,” ujarnya, Jumat (6/12/2024).

    Dalam kesempatan itu, Sugeng meragukan independensi jajaran pimpinan KPK. Apalagi tidak ada perwakilan dari civil society dalam susunan Dewas KPK. “Penyadapan dan Operasi Tangkap Tangan (OTT) itu hantu gentayangan, tapi sekarang OTT harus lapor ke Dewas ya bocorlah. Apalagi dewas yang sekarang ini tidak ada dari civil society, yang ada dari Aparatur Sipil Negara (ASN), polisi, jaksa, BPK, dan dua mantan jaksa,” ujar Sugeng.

    Akademisi UKI Fernando Silalahi menyebut, sejak didirikan pada 2002 melalui Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002, KPK lahir sebagai lembaga ad hoc yang bertugas untuk memerangi korupsi di Indonesia. Namun, seiring berjalannya waktu, KPK menghadapi banyak tantangan internal dan eksternal. “Kalau semua pimpinan baru KPK dari ASN, ada hirarki di antara mereka saling menghormati. Saat KPK dipimpin sipil, mereka berani menyeret politikus,” kata Fernando.

    Fernando mempertanyakan efektivitas lembaga ini mengingat pembatasan kewenangan yang terus diberikan, terutama setelah adanya Dewas sejak 2019. Revisi UU KPK yang membentuk Dewas membatasi kewenangan penyidik untuk melakukan penyadapan tanpa izin yang dianggap oleh banyak kalangan membuat KPK semakin lemah.

    “Sekarang dengan adanya Dewas, penegak hukum tidak ada takutnya sama KPK. Sebab KPK sekarang tidak bisa menyadap tanpa seizin Dewas,” ujar Fernando.

    Data Transparency International Indonesia (TII) menyebut Indonesia mengalami penurunan skor Indeks Persepsi Korupsi (IPK) dari 38 pada 2021 menjadi 34 pada 2022. Hal ini menunjukkan stagnasi dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.

    “Independensi para jajaran pimpinan KPK yang baru terpilih diragukan oleh banyak pihak. KPK sekarang dipimpin oleh 2 jaksa, 2 polisi, dan 1 hakim, jadi pikiran independennya terganggu karena dalam pikirannya pasti ada struktur pimpinan dan bawahan,” ujarnya.

  • KPK Geledah Ruangan Kerja Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Bengkulu

    KPK Geledah Ruangan Kerja Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Bengkulu

    Bengkulu, Beritasatu.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali melakukan penggeledahan ruang kerja kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Bengkulu. Penggeledahan ini terkait kasus operasi tangkap tangan (OTT) KPK terhadap calon petahana yang merupakan Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah dan Sekda Provinsi Bengkulu Isnan Fajri.

    Proses penggeledahan dilakukan pihak KPK terhadap kantor disnakertrans. Kali ini, KPK tampak dikawal oleh kepolisian dengan senjata lengkap.

    Menurut salah satu ASN Disnakertrans, pihak penyidik KPK mulai datang setelah salat ashar, dan langsung membuka segel ruangan yang sebelumnya telah dipasangi oleh KPK.

    “Tim KPK datang sehabis salat ashar, lalu menuju ruangan kepala dinas dan membuka segel lalu melalukan pemeriksaan,” kata salah satu staf Disnakertrans Bengkulu yang enggan disebutkan namanya itu, Kamis (5/12/2024).

    Dari pantauan, terlihat sejumlah penyidik KPK mulai melakukan pemeriksaan pada ruang kerja yang di kawal ketat anggota polisi serta di dampingi oleh Kepala Disnakertrans Provinsi Bengkulu Syarifudin.

    Saat melakukan penggeledahan wartawan dilarang masuk ke lantai dua yang menjadi ruang kerja Kepala Disnakertrans Provinsi Bengkulu Syarifudin. Penggeledahan berlangsung dua jam, terlihat penyidik KPK turun membawa satu koper dari ruang yang telah di geledah.

    Sedangkan Kepala Disnakertrans Provinsi Bengkulu Syarifudin saat dmintai keterangan memilih bungkam dan langsung meninggalkan wartawan menggunakan kendaraan dinasnya.

    Sebelumnya, KPK melakukan operasi tangkan tangan (OTT) terhadap sejumlah pejabat Pemprov Bengkulu termasuk calon petahana Pilkada Bengkulu, Rohidin Mersya.

    KPK sudah menetapkan Rohidin Mersya, Sekda Provinsi Bengkulu Isnan Fajri, serta ajudan Rohidin, Anca sebagai tersangka.

  • Ketua KPK Setyo Budiyanto Tegaskan OTT Akan Berlanjut untuk Bongkar Kasus Besar

    Ketua KPK Setyo Budiyanto Tegaskan OTT Akan Berlanjut untuk Bongkar Kasus Besar

    Jakarta, Beritasatu.com – Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2024-2029, Setyo Budiyanto, menegaskan bahwa operasi tangkap tangan (OTT) akan terus dilaksanakan selama masa jabatannya. Setyo optimistis langkah ini dapat menjadi pintu masuk untuk mengungkap kasus korupsi besar yang memiliki dampak signifikan terhadap bangsa.

    “Sebagaimana yang saya sampaikan saat fit and proper test, OTT tetap berlanjut,” ujar Setyo saat menghadiri acara di Gedung DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (5/12/2024).

    Setyo juga menyatakan keyakinannya empat pimpinan KPK lainnya sejalan dengan keputusan tersebut. Hal ini sekalipun dalam proses uji kelayakan dan kepatutan beberapa waktu lalu, terdapat kandidat yang sempat menyarankan penghapusan OTT, seperti Johanis Tanak.

    “Dalam pengalaman saya selama bertugas di KPK, OTT adalah langkah awal untuk mengungkap kasus korupsi yang lebih besar,” tandas Setyo.

    Namun, dia menambahkan pelaksanaan OTT akan diatur lebih baik, termasuk kemungkinan perubahan penamaan dan teknis pelaksanaan agar lebih selektif dan efektif.

    “Kami berlima akan lebih detail dan selektif dalam melaksanakan OTT. Harapannya, hasil yang diperoleh bisa lebih besar dan bermanfaat,” tegasnya.

    Sebelumnya, calon pimpinan KPK periode 2024-2029, Johanis Tanak, menyampaikan pandangan berbeda terkait OTT. Dalam uji kelayakan dan kepatutan di Komisi III DPR, Tanak menilai istilah “operasi tangkap tangan” tidak sesuai dengan definisi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).

    “Menurut KBBI, operasi adalah penanganan yang dilakukan dengan persiapan matang. Sementara istilah tangkap tangan lebih bersifat impulsif,” ujar Tanak, Selasa (19/11/2024).

    Menurut Tanak, istilah OTT bertentangan dengan pengertian “tertangkap tangan” dalam KUHP yang merujuk pada peristiwa langsung tanpa perencanaan. Dia bahkan mengusulkan untuk menghentikan OTT jika terpilih menjadi Ketua KPK, dengan alasan istilah dan pelaksanaannya tidak relevan.

    “Jika saya menjadi ketua KPK, saya akan menutup OTT karena tidak sesuai dengan pengertian dalam KUHP,” pungkasnya.

    Meski demikian, mayoritas pimpinan KPK baru tampaknya tetap mendukung keberlanjutan OTT sebagai strategi penting dalam pemberantasan korupsi.

  • Setyo Budiyanto: Saya Akan Aktifkan Kembali Sistem Kolektif Kolegial Pimpinan KPK – Page 3

    Setyo Budiyanto: Saya Akan Aktifkan Kembali Sistem Kolektif Kolegial Pimpinan KPK – Page 3

    Ketua KPK terpilih, Setyo Budiyanto menyatakan pihaknya akan tetap menerapkan operasi tangkap tangan (OTT) sebagai penanganan tindak pidana korupsi. Menurut Setyo, keempat pimpinan terpilih sepakat untuk tetap mengadakan OTT. 

    “Ya sebagaimana apa yang saya sampaikan pada saat fit and proper, OTT tetap lanjut,” ujar Setyo di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis, (5/12/2024).

    Mengkutip dari Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, menurut Setyo, istilah OTT hanya penyebutan di media.

    “Sudah disampaikan oleh Pak Alexander Marwata, beliau sampaikan bahwa penamaan. Sebenarnya kan ini hanya diskusinya terkait masalah penamaan ya, gitu. Apa, nomenklatur, kemudian tidak penamaan, apa yang saya sampaikan tadi. Menurut saya nggak ada masalah lagi,” kata Setyo. 

    Setyo menilai OTT masih diperlukan sebab OTT menjadi pintu masuk pengungkapan kasus korupsi yang lebih besar. 

    “Saya yakin semuanya masih sepakat loh, masalah itu. Karena kalau saya sebut itu, ya dalam pengalaman saya selama saya bertugas di KPK, yaitu kegiatan itu merupakan pintu masuk untuk bisa mengungkap kasus yang lebih besar,” ungkapnya.

    Setyo berharap ke depan OTT bisa menjaring OTT dengan kasus-kasus besar.

    “Kami berlima nanti akan kami bahas lebih selektif lagi, lebih detail lagi, bagaimana bisa lebih bagus, yang lebih bisa mengungkap kasus yang lebih besar,” pungkasnya.

     

     

     

    Reporter: Muhammad Genantan Saputra

    Sumber: Merdeka.com

     

  • Ketua KPK Terpilih Setyo Budiyanto ungkap Nasib OTT, Bakal Dihapus?

    Ketua KPK Terpilih Setyo Budiyanto ungkap Nasib OTT, Bakal Dihapus?

    Bisnis.com, JAKARTA — Calon Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terpilih periode 2024-2029 Setyo Budiyanto mengungkap nasib operasi tangkap tangan (OTT) pada masa kepemimpinannya di periode mendatang. 

    Setyo mengulang pernyataannya pada saat uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) bahwa OTT akan tetap dilanjutkan. Dia menyebut kegiatan operasi tangkap tangan dilakukan untuk masuk ke kasus yang lebih besar. 

    “Dalam pengalaman saya selama saya bertugas di KPK, yaitu kegiatan itu merupakan pintu masuk untuk bisa mengungkap kasus yang lebih besar, gitu,” jelasnya kepada wartawan di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (5/12/2024). 

    Namun demikian, Setyo menuturkan bahwa dia dan empat pimpinan lainnya nanti akan lebih selektif dan detail dalam melakukan OTT. Tujuannya, agar kasus yang diungkap melalui OTT bisa lebih berkualitas. 

    “Kemudian bisa bermanfaat, ya syukur-syukur nanti bisa kasus-kasus yang hasil atau pengungkapan dengan nilai yang lebih besar,” lanjutnya. 

    Setyo pun menyebut pernyataan calon koleganya, Johanis Tanak terkait dengan penghapusan OTT merupakan versinya sendiri. Hal itu disampaikan oleh Tanak pada fit and proper test November 2024 lalu. 

    “Kami kan belum pernah bertemu secara langsung berlima, gitu. Itu kan penjelasan dulu. Saya yakin itu hanya sifatnya apakah penjelasan beliau dari sisi nomenklatur atau dari sisi penamaan saja, atau memang beliau tidak setuju,” ujar pria yang kini menjabat Irjen Kementerian Pertanian (Kementan) itu.

    Berdasarkan pemberitaan Bisnis sebelumnya, Johanis Tanak yang juga saat ini petahana pimpinan KPK berjanji bakal menghapus OTT apabila terpilih kembali untuk periode 2024-2029. 

    “Seandainya bisa jadi [Ketua KPK], mohon izin, jadi ketua, saya akan tutup [tindakan OTT], close. Karena itu tidak sesuai pengertian yang dimaksud dalam KUHAP,” tuturnya. 

  • Risnandar Mahiwa Ditangkap KPK: Korupsi Tanpa Modal Kampanye

    Risnandar Mahiwa Ditangkap KPK: Korupsi Tanpa Modal Kampanye

    Jakarta: Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Alexander Marwata, menyayangkan terjaringnya Penjabat (Pj) Wali Kota Pekanbaru, Risnandar Mahiwa, dalam operasi tangkap tangan (OTT) terkait dugaan korupsi. Alex menegaskan bahwa jabatan Pj kepala daerah seharusnya tidak membutuhkan modal finansial seperti yang terjadi pada kepala daerah definitif yang harus mengeluarkan uang untuk kampanye politik.

    “Saya masih ingat ketika beberapa bulan yang lalu. Kami memberikan pendidikan anti korupsi terhadap para Pj, para penjabat-penjabat kepala daerah, saya bilang begini, ‘bapak-bapak menjadi penjabat kepala daerah itu kan enggak perlu modal kan?’” ujar Alex kepada wartawan di Jakarta, Selasa 3 Desember 2024.

    Baca juga: Penampakan Uang Rp6,8 Miliar yang Disita dalam OTT Risnandar Mahiwa

    Menurut Alex, perbedaan mendasar antara Pj kepala daerah dengan kepala daerah definitif adalah soal biaya politik. Kepala daerah definitif harus merogoh ongkos besar untuk mengikuti pilkada, sementara Pj yang diangkat oleh pemerintah pusat tidak dibebani biaya serupa.

    “Beda dengan kepala daerah kan butuh modal lewat pilkada, kampanye, dan lain sebagainya,” tambahnya.

    Alex mengungkapkan harapannya agar para Pj kepala daerah dapat fokus pada tugas utama mereka, yaitu memperbaiki tata kelola pemerintahan daerah tanpa harus terbebani oleh pemikiran untuk mencari dana guna “mengembalikan modal” politik. Namun kenyataannya, beberapa Pj kepala daerah justru terjerat kasus korupsi.

    “Kami berharap betul para Pj ini bertanggung jawab dan bekerja lebih baik, tanpa berpikiran aneh-aneh seperti mengembalikan modal dan memperkarakan siapa pun,” jelas Alex.

    “Tapi ternyata faktanya kan enggak,” imbuh Alex.

    Pj Wali Kota Pekanbaru, Risnandar Mahiwa, terjaring dalam OTT KPK pada Senin 2 Desember 2024. OTT tersebut diduga terkait dengan penggunaan kas daerah yang tidak sah. Setelah uang tersebut diambil, pelaku diduga membuat dokumen pengeluaran fiktif untuk menutupi tindakannya.

    Jakarta: Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Alexander Marwata, menyayangkan terjaringnya Penjabat (Pj) Wali Kota Pekanbaru, Risnandar Mahiwa, dalam operasi tangkap tangan (OTT) terkait dugaan korupsi. Alex menegaskan bahwa jabatan Pj kepala daerah seharusnya tidak membutuhkan modal finansial seperti yang terjadi pada kepala daerah definitif yang harus mengeluarkan uang untuk kampanye politik.
     
    “Saya masih ingat ketika beberapa bulan yang lalu. Kami memberikan pendidikan anti korupsi terhadap para Pj, para penjabat-penjabat kepala daerah, saya bilang begini, ‘bapak-bapak menjadi penjabat kepala daerah itu kan enggak perlu modal kan?’” ujar Alex kepada wartawan di Jakarta, Selasa 3 Desember 2024.
     
    Baca juga: Penampakan Uang Rp6,8 Miliar yang Disita dalam OTT Risnandar Mahiwa
    Menurut Alex, perbedaan mendasar antara Pj kepala daerah dengan kepala daerah definitif adalah soal biaya politik. Kepala daerah definitif harus merogoh ongkos besar untuk mengikuti pilkada, sementara Pj yang diangkat oleh pemerintah pusat tidak dibebani biaya serupa.
     
    “Beda dengan kepala daerah kan butuh modal lewat pilkada, kampanye, dan lain sebagainya,” tambahnya.
     
    Alex mengungkapkan harapannya agar para Pj kepala daerah dapat fokus pada tugas utama mereka, yaitu memperbaiki tata kelola pemerintahan daerah tanpa harus terbebani oleh pemikiran untuk mencari dana guna “mengembalikan modal” politik. Namun kenyataannya, beberapa Pj kepala daerah justru terjerat kasus korupsi.
     
    “Kami berharap betul para Pj ini bertanggung jawab dan bekerja lebih baik, tanpa berpikiran aneh-aneh seperti mengembalikan modal dan memperkarakan siapa pun,” jelas Alex.
     
    “Tapi ternyata faktanya kan enggak,” imbuh Alex.
     
    Pj Wali Kota Pekanbaru, Risnandar Mahiwa, terjaring dalam OTT KPK pada Senin 2 Desember 2024. OTT tersebut diduga terkait dengan penggunaan kas daerah yang tidak sah. Setelah uang tersebut diambil, pelaku diduga membuat dokumen pengeluaran fiktif untuk menutupi tindakannya.

     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (DHI)

  • KPK 5 Kali OTT di Riau, Nurul Ghufron: Kami Belum Temukan Obat Korupsi yang Jos – Page 3

    KPK 5 Kali OTT di Riau, Nurul Ghufron: Kami Belum Temukan Obat Korupsi yang Jos – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Nurul Ghufron, mengaku prihatin atas keterlibatan Penjabat (Pj) Wali Kota Pekanbaru, Risnandar Mahiwa (RM), yang terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT). Ia menyoroti kasus korupsi di Provinsi Riau yang terus berulang meski telah dilakukan berbagai upaya pemberantasan.

    “KPK sangat ironi, bersedih karena di Provinsi Riau ini mungkin sudah kelima kali. Juga mungkin yang diketahui di Bengkulu kemarin itu sudah yang ketiga, jadi hampir berulang, tapi kita masih belum menemukan obat yang jos untuk memberantas korupsi,” ujar Ghufron dalam konferensi pers di Gedung KPK, Rabu (4/12/2024).

    KPK mencatat, meski OTT sering membuahkan hasil dan menyeret para pelaku ke penjara, praktik korupsi tetap saja terjadi, bahkan melibatkan penyelenggara negara. Berbagai upaya, termasuk pendidikan dan strategi pencegahan korupsi, tampaknya belum cukup untuk mengatasi permasalahan ini.

    “Oleh karena itu, kami berharap sekali lagi ke depan tidak ada lagi OTT pada pemerintah daerah yang terus berulang. Mudah-mudahan sekali lagi ini yang terakhir untuk Riau, untuk di Pekanbaru adanya OTT-OTT,” imbuh Ghufron.

    “Sesungguhnya KPK berharap Indonesia tidak ada korupsi. Dengan cara-cara yang dilakukan, seperti pendidikan cegah itu, semua strategi kita untuk memberantas korupsi,” tegasnya.

     

  • KPK Selidiki Aliran Uang Rp 6,8 M dari OTT Wali Kota Pekanbaru
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        4 Desember 2024

    KPK Selidiki Aliran Uang Rp 6,8 M dari OTT Wali Kota Pekanbaru Nasional 4 Desember 2024

    KPK Selidiki Aliran Uang Rp 6,8 M dari OTT Wali Kota Pekanbaru
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Komisi Pemberantasan
    Korupsi
    (
    KPK
    ) tengah menelusuri aliran uang sebesar Rp 6,8 miliar yang disita dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap Penjabat Wali Kota
    Pekanbaru

    Risnandar Mahiwa
    .
    Uang tersebut diduga berasal dari pemotongan anggaran Ganti Uang (GU) di Bagian Umum Sekretariat Daerah (Sekda) Pekanbaru sejak Juli 2024.
    KPK juga mencurigai bahwa sebagian dari uang tersebut berasal dari kepala dinas dan organisasi perangkat daerah (OPD).
    “Ini akan saya sampaikan detail terkait uang-uang dari total Rp 6,8 miliar yang tadi sudah disampaikan Pak Ghufron (Wakil Ketua KPK),” kata Plh Direktur Penyidikan KPK Achmad Taufik Husein di Gedung Merah Putih, Jakarta, Rabu (4/12/2024).
    Berdasarkan keterangan KPK, uang miliaran tersebut ditemukan di berbagai lokasi, termasuk rumah dinas dan rumah pribadi Risnandar Mahiwa serta di rumah anak dari Plt Kabag Umum Setda Kota Pekanbaru.
    KPK mengamankan uang sebesar Rp 1,9 miliar di rumah pribadi Risnandar Mahiwa, yang disebut sebagai uang pencairan yang UG dan bercampur dengan pencairan dari minggu sebelumnya.
    Selain itu, KPK menemukan uang Rp 1,3 miliar di rumah pribadi Risnandar Mahiwa, di mana Rp 500 juta berasal dari pencairan tersangka Novin Karmila, selaku Plt Kabag Umum, dan Rp 890 juta berasal dari setoran OPD.
    “Nah ini yang akan kita kembangkan juga,” tuturnya.
    Selanjutnya, KPK juga mengamankan uang tunai sebesar Rp 1 miliar di rumah Novin Karmila dan Rp 1 miliar di rumah adik Novin.
    Selain itu, uang sebesar Rp 300 juta ditemukan dalam rekening anak Novin Karmila, dan Rp 830 juta di rumah Sekda Pekanbaru, Indra Pomi Nasution.
    Indra mengaku bahwa uang tersebut awalnya sebesar Rp 1 miliar, namun Rp 170 juta sudah disalurkan kepada Kadishub Pekanbaru dan wartawan.
    KPK juga mengamankan uang Rp 300 juta dari ajudan dan sekretaris pribadi Risnandar Mahiwa.
    “Itu rinciannya dari Rp 6,8 miliar yang saat ini kita amankan,” ucap Achmad.
    Dari OTT tersebut, KPK menetapkan tiga orang tersangka, yaitu Risnandar Mahiwa sebagai Pj Wali Kota Pekanbaru; Indra Pomi Nasution sebagai Sekretaris Daerah Kota Pekanbaru; dan Novin Karmila sebagai Plt Kabag Umum Setda Kota Pekanbaru.
    KPK selanjutnya melakukan penahanan terhadap para tersangka selama 20 hari pertama, terhitung sejak 3 Desember 2024 hingga 22 Desember 2024, di Rutan Cabang KPK.
    Para tersangka disangkakan melanggar ketentuan Pasal 12 f dan Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, Jo. Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kronologi OTT KPK Terhadap Pj Wali Kota Pekanbaru Risnandar Mahiwa – Page 3

    Kronologi OTT KPK Terhadap Pj Wali Kota Pekanbaru Risnandar Mahiwa – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membeberkan kronologi penangkapan Penjabat (Pj) Wali Kota Pekanbaru Risnandar Mahiwa (RM) beserta sejumlah pejabat lainnya terkait kasus dugaan korupsi pemotongan anggaran. Dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) tersebut, KPK berhasil mengamankan total sembilan orang dan uang tunai sekitar Rp6,82 miliar.

    Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menjelaskan, kronologi penangkapan bermula pada Senin, 2 Desember 2024, pukul 16.00 WIB. Saat itu, KPK menerima informasi bahwa Plt Kepala Bagian Umum Pemkot Pekanbaru, Novin Karmila (NK), hendak menghancurkan bukti transfer sebesar Rp300 juta.

    “Pada pukul 18.00, tim KPK mengamankan saudara NK bersama sopirnya, DM, di kediaman NK di Pekanbaru. Di lokasi tersebut, KPK menemukan uang tunai senilai Rp1 miliar,” ujar Ghufron dalam konferensi pers di Gedung KPK, (4/12/2024).

    Kemudian, pada Pukul 20.30 WIB, Pj Wali Kota Risnandar Mahiwa diamankan di rumah dinasnya bersama ajudannya, NAT dan AD alias UT.

    Dari lokasi itu, ditemukan uang sebesar Rp1,39 miliar yang diberikan oleh NK kepada Risnandar. Beberapa jam kemudian, Risnandar meminta istrinya, AOA, menyerahkan uang tunai sebesar Rp2 miliar kepada KPK di rumah pribadinya di Jakarta. Lalu, sekitar pukul 20.32 WIB, Sekda Kota Pekanbaru Indra Pomi Nasution ditangkap di rumahnya.

    “Tim menemukan uang sebesar Rp830 juta, yang menurut pengakuan IBN, merupakan bagian dari total Rp1 miliar yang diterima dari saudara NK. Namun, sebagian uang tersebut, yakni Rp150 juta, telah diberikan kepada Kadis Hub Pekanbaru YL, dan Rp20 juta kepada wartawan,” terang Ghufron.

    Pada malam yang sama, anak NK, NRP, diamankan di kosnya. Rekening NRP diketahui menerima transfer Rp300 juta dari RS atas perintah NK.

     

  • KPK Usut Aliran Uang Korupsi Pj Walikota Pekanbaru Risnandar Mahiwa

    KPK Usut Aliran Uang Korupsi Pj Walikota Pekanbaru Risnandar Mahiwa

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bakal menelusuri dugaan aliran dan sumber uang korupsi yang dilakukan mantan Penjabat (Pj.) Wali Kota Pekanbaru Risnandar Mahiwa dan dua orang anak buahnya. 

    Untuk diketahui, Risnandar kini resmi menyandang status tersangka kasus dugaan korupsi usai terjaring operasi tangkap tangan (OTT), Senin (2/12/2024). Selain Risnandar, KPK turut menetapkan Sekda Pekanbaru Indra Pomi Nasution (IPN) serta Pelaksana Tugas (Plt.) Kabag Umum Setda Pekanbaru Novin Karmila (NK).

    Saat OTT, KPK telah mengamankan uang senilai Rp6,8 miliar yang ditemukan di berbagai tempat dan dipegang oleh berbagai pihak. Salah satunya yakni ke Kadishub Kota Pekanbaru dan wartawan dengan total Rp170 juta.

    Uang itu berasal dari tersangka Indra. Dia mengaku awalnya menerima uang dari tersangka Novin sebesar Rp1 miliar, namun kini tersisa Rp830 juta.

    “Secara keseluruhan uang yang diterimanya dari NK [Novin] sejumlah Rp1 miliar, namun sebesar Rp150 juta sudah diberikan IPN [Indra] kepada YL [YULIARSO] Kadishub Kota Pekanbaru dan Rp20 juta ke wartawan,” ujar Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron pada konferensi pers, Rabu (4/12/2024) dini hari.  

    Kemudian, KPK turut mengungkap bahwa tersangka Novin turut mengalirkan uang Rp300 juta ke anaknya, Nadya Rovin Karmila. Uang itu disimpan dalam saldo rekening Nadya. 

    Adapun, KPK juga akan mengusut sumber-sumber uang yang diterima oleh ketiga tersangka. Sejauh ini, KPK menduga uang itu berasal dari pemotongan anggaran ganti uang (GU) di Bagian Umum Setda Pekanbaru sejak Juli 2024. 

    Namun, lembaga antirasuah tidak menutup kemungkinan bakal mengusut apabila uang tersebut turut berasal dari sumber lain. 

    “Apakah ini akan kita kembangkan untuk di sumber-sumbernya? Tadi sudah saya sebutkan ada dari OPD [organisasi perangkat daerah] sehingga kita ada konstruksikan Pasal 12 B juga. Apakah ada unsur-unsur yang lain juga, ya itu akan menjadi pengembang kami di proses penyidikan berikutnya,” kata Plh. Direktur Penyidikan KPK Achmad Taufik Husein, pada kesempatan yang sama.

    Seperti diketahui, KPK resmi menetapkan tiga orang tersangka usai menggelar operasi tangkap tangan (OTT), Senin (2/12/2024), salah satunya yakni Penjabat (Pj.) Wali Kota Risnandar Mahiwa (RM). 

    Selain Risnandar, KPK turut menetapkan dua orang tersangka lainnya yaitu Sekda Pekanbaru Indra Pomi Nasution (IPN) serta Pelaksana Tugas (Plt.) Kabag Umum Setda Pekanbaru Novin Karmila (NK).

    KPK menduga ketiganya terlibat dalam tindak pidana korupsi berupa pemotongan anggaran ganti uang (GU) di Bagian Sekretariat Daerah (Setda) Pekanbaru sejak Juli 2024. 

    “Diduga telah terjadi pemotongan anggaran Ganti Uang (GU) di Bagian Umum Sekretariat Daerah Kota Pekanbaru sejak bulan Juli 2024, untuk kepentingan RM (Risnandar Mahiwa) selaku Pj. Walikota Pekanbaru dan IPN (Indra Pomi Nasution), selaku Sekda Kota Pekanbaru,” ujar Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dalam konferensi pers, Rabu (4/12/2024) dini hari. 

    Sebagai informasi, ketiga tersangka resmi ditahan untuk 20 hari ke pertama pada 3 sampai dengan 22 Desember 2024. Ketiganya diduga melanggar pasal 12 f dan pasal 12 B Undang-undang (UU) tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).