Marak OTT KPK, Bahlil Minta Kader Golkar Tak Melenceng dari Aturan
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Ketua Umum Partai Golkar
Bahlil Lahadalia
mengingatkan seluruh kader partainya yang menjabat di lembaga eksekutif maupun legislatif agar bekerja sesuai aturan dan tidak menyalahgunakan kewenangan.
Pernyataan ini disampaikan menyusul maraknya kepala daerah yang juga kader partai politik terjaring operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Hal tersebut disampaikan Bahlil saat merespons pertanyaan awak media mengenai sejumlah kasus korupsi yang melibatkan kepala daerah dalam beberapa waktu terakhir.
“Menyangkut dengan instruksi kepada kader partai, kami memang dari DPP Partai Golkar selalu meminta kepada semua kader, baik di eksekutif maupun legislatif, agar bekerja sesuai aturan. Taat pada aturan,” ujar Bahlil saat ditemui di Kantor DPP Golkar, Jakarta, Sabtu (20/12/2025).
Bahlil menegaskan, peringatan tersebut telah berulang kali disampaikan kepada seluruh kader agar tidak mengambil keputusan maupun melakukan tindakan yang bertentangan dengan ketentuan hukum.
“Jangan ada satu keputusan atau tindakan yang melenceng dari aturan,” lanjutnya.
Ia menekankan, instruksi tersebut berlaku tanpa pengecualian bagi semua kader Golkar yang memegang jabatan publik.
“Itu instruksi partai kepada kader partai dimanapun berada, yang telah memegang jabatan, amanah untuk rakyat, baik di eksekutif maupun legislatif,” tutup Bahlil.
Pernyataan ini mencuat setelah salah satu kepala daerah yang menjadi kader Golkar, Bupati Lampung Tengah Ardito Wijaya, terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada 10 November 2025. Ardito diketahui bergabung dengan Partai Golkar setelah memenangkan Pilkada Lampung Tengah.
Ardito diduga telah ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara penerimaan hadiah atau janji terkait pengadaan barang dan jasa serta penerimaan lainnya berupa gratifikasi di lingkungan Pemerintah Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2025.
Dalam perkara tersebut, Ardito diduga melakukan pengondisian agar sejumlah proyek pemerintah dimenangkan oleh rekanannya. Ia juga disebut mematok
fee
sebesar 15 hingga 20 persen dari nilai proyek yang dikerjakan di lingkungan Pemkab Lampung Tengah.
Pengondisian proyek itu diduga dilakukan Ardito dengan meminta anggota DPRD Lampung Tengah, Riki Hendra Saputra, untuk mengatur pemenang pengadaan barang dan jasa di sejumlah satuan kerja perangkat daerah (SKPD) melalui mekanisme penunjukan langsung di E-Katalog.
KPK menduga, Ardito Wijaya menerima
fee
senilai Rp 5,25 miliar dari sejumlah penyedia barang dan jasa.
Ade ditangkap KPK pada Rabu (18/12/2025) dan ditetapkan sebagai tersangka pada Sabtu (20/12/2025) dini hari. Ia diduga terlibat dalam praktik suap terkait pengadaan proyek di Pemerintah Kabupaten Bekasi.
KPK menduga, Ade menerima uang suap senilai Rp 14,2 miliar yang berkaitan dengan praktik ijon proyek.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Topik: OTT KPK
-
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/2913249/original/058240300_1568693252-KPK_1.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Kasi Datun Kejari Hulu Sungai Utara Tri Taruna Kabur Saat OTT
Liputan6.com, Jakarta – Kepala Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara (Kasi Datun) Kejaksaan Negeri Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan, Tri Taruna Fariadi (TAR), diketahui melarikan diri atau kabur saat operasi tangkap tangan (OTT), sehingga belum ditahan. Hal itu dijelaskan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), di Gedung Merah Putih, Jakarta, Sabtu (20/12/2025).
KPK menyampaikan hal tersebut setelah Tri Taruna masih kabur dan belum menyerahkan diri setelah diminta kooperatif usai OTT KPK, hingga kemudian ditetapkan sebagai salah satu tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait pemerasan dalam proses penegakan hukum di Kejari Hulu Sungai Utara tahun anggaran 2025-2026.
“Tadi disebutkan bahwa ditetapkan tiga orang tersangka, tetapi yang tadi ditampilkan dan kemudian ditahan oleh kami itu baru dua karena yang satunya masih dalam pencarian. Tentunya kami berharap kepada yang bersangkutan kooperatif dan segera menyerahkan diri untuk mengikuti proses hukum selanjutnya,” ujar Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu.
Asep menjelaskan langkah selanjutnya yang akan ditempuh KPK adalah menerbitkan daftar pencarian orang (DPO) terhadap Tri Taruna.
“Sampai sore kemarin (Jumat, 19/12) masih kami proses, ya. Pagi nanti (Sabtu, 20/12) kami sampaikan,” katanya.
Sebelumnya, KPK melakukan OTT kesebelas di Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalsel, pada 18 Desember 2025.
Pada 19 Desember 2025, KPK mengumumkan menangkap enam orang dalam OTT tersebut, termasuk Kepala Kejari Hulu Sungai Utara Albertinus Parlinggoman Napitupulu, dan Kasi Intelijen Kejari Hulu Sungai Utara Asis Budianto.
Pada tanggal yang sama, KPK mengumumkan menyita uang ratusan juta rupiah dalam kasus yang diduga terkait pemerasan tersebut.
Kemudian pada 20 Desember 2025, KPK mengumumkan Albertinus Parlinggoman Napitupulu (APN), Asis Budianto (ASB), dan Tri Taruna Fariadi (TAR) sebagai tersangka kasus dugaan pemerasan dalam proses penegakan hukum di Kejari Hulu Sungai Utara tahun anggaran 2025-2026.
-
/data/photo/2025/12/19/69443a035669c.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Saat 3 Jaksa Penuntut Jadi Pesakitan: Berkomplot dengan Pengacara Peras Warga Korea
Saat 3 Jaksa Penuntut Jadi Pesakitan: Berkomplot dengan Pengacara Peras Warga Korea
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Tiga orang jaksa di Banten diduga terlibat dalam pemerasan terhadap warga negara asing (WNA) asal Korea Selatan (Korsel).
Ketiganya ditangkap KPK dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada Rabu (17/12/2025).
Para jaksa ini ditangkap bersama dua orang lain dari pihak swasta yang merupakan pengacara dan penerjemah.
Ketiga jaksa ini lebih dahulu terjaring OTT KPK pada Rabu malam. Pada Kamis dini hari, berkas kasus ini dilimpahkan ke Kejaksaan Agung (Kejagung).
KPK menyebutkan, Kejagung telah menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) lebih dulu. Tapi, para tersangka ini justru lebih dahulu ditangkap tim Gedung Merah Putih.
“Ternyata di sana (Kejagung) sudah memang terhadap orang-orang tersebut sudah jadi tersangka, dan sudah terbit surat perintah penyidikannya. Untuk kelanjutan penyidikannya, tentu nanti dilanjutkan di Kejaksaan Agung,” kata Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (19/12/2025) dini hari.
Kasus tiga jaksa dan dua pihak swasta ini kemudian dilimpahkan ke Kejagung untuk ditindaklanjuti.
Usai menerima pelimpahan ini, Kejagung un merilis inisial para jaksa dan status kepegawaian mereka.
Tiga jaksa yang telah ditetapkan sebagai tersangka ini adalah:
1. HMK selaku Kepala Seksi Pidana Umum (Kasipidum) Kejaksaan Negeri Tigaraksa.
2. RV selaku Jaksa Penuntut Umum (JPU).
3. RZ yang menjabat sebagai pejabat struktural Kasubag di Kejaksaan Tinggi Banten.
Sementara, dua pihak swasta yang telah ditetapkan sebagai tersangka adalah seorang pengacara berinisial DF dan seorang penerjemah atau ahli bahasa berinisial MS.
*Modus Pemerasan*
Kelima tersangka ini diduga melakukan pemerasan terhadap WNA Korsel yang tengah menghadapi proses pidana di Banten.
Warga Korsel itu disebut sedang menjalani sidang untuk kasus terkait Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
“Ini terkait dengan penanganan perkara tindak pidana umum ITE, di mana yang melibatkan warga negara asing sebagai pelapor, dan juga tersangkanya ada warga negara asing dan warga negara Indonesia,” ungkap Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Anang Supriatna, saat ditemui di Gedung Kejagung, Jakarta Selatan, Jumat (19/12/2025).
Ketiga jaksa disebut memeras WNA Korsel yang tengah bersidang itu dengan memberikan sejumlah ancaman.
Sebelum kasus ini dilimpahkan ke Kejagung, KPK menemukan, jaksa mengancam akan memberikan vonis yang lebih tinggi kepada WNA Korsel itu.
“Modus-modusnya di antaranya ancaman untuk pemberian tuntutan yang lebih tinggi, penahanan, dan ancaman-ancaman dalam bentuk lainnya,” ujar Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo di Gedung Merah Putih, Jakarta, Jumat (19/12/2025).
Penasehat hukum dan penerjemah juga diduga terlibat dalam proses pemerasan tersebut.
Saat ini, para tersangka dijerat dengan Pasal 12 huruf e Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi tentang pemerasan.
Penyidik juga telah menyita uang tunai sebesar Rp 941 juta.
*Diberhentikan Sementara*
Ketiga jaksa yang terjaring OTT KPK ini telah diberhentikan sementara oleh Kejaksaan Agung.
“Yang jelas untuk ini sudah diberhentikan sementara, baik itu Kasipidum, Kasubag, dan Jaksa yang terlibat sekarang,” kata Kapuspenkum Kejagung Anang Supriatna, Jumat.
Anang mengatakan pemberhentian sementara ini dilakukan untuk menjaga independensi dan objektivitas penanganan perkara yang kini diambil alih oleh Kejaksaan Agung.
Lebih lanjut, Anang menegaskan, pihaknya tidak akan melindungi oknum internal apabila penyidikan menemukan alat bukti yang kuat, termasuk jika perkara ini berkembang dan melibatkan pihak dengan jabatan lebih tinggi.
“Prinsipnya kita tidak akan melindungi terhadap oknum-oknum di kita selama itu barang bukti dan alat buktinya kuat cukup kita tindaklanjuti,” tegasnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/12/20/6945cc5388e85.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Modus Pemerasan Kajari HSU Albertinus: Ancam Proses Laporan LSM terhadap Kepala Dinas
Modus Pemerasan Kajari HSU Albertinus: Ancam Proses Laporan LSM terhadap Kepala Dinas
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Kejaksaan Negeri (Kajari) Hulu Sungai Utara (HSU) Albertinus P. Napitupulu bersama dua bawahannya memeras pejabat dinas dengan modus ancaman penanganan laporan lembaga swadaya masyarakat (LSM).
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu mengatakan, Albertinus diduga meminta sejumlah uang kepada organisasi perangkat daerah (OPD) di Kabupaten HSU agar laporan pengaduan masyarakat yang masuk ke Kejaksaan tidak ditindaklanjuti ke proses hukum.
“Permintaan (uang) tersebut disertai ancaman dengan modus bahwa laporan pengaduan dari lembaga swadaya masyarakat yang masuk ke Kejaksaan Negeri Hulu Sungai Utara tidak akan diproses secara hukum (jika memberi uang),” ujar Asep dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jumat (19/12/2025).
Menurut KPK, pemerasan menyasar sejumlah dinas, di antaranya Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Dinas Pekerjaan Umum, serta RSUD di Kabupaten HSU.
Uang yang diminta kemudian disalurkan melalui perantara pejabat
Kejari HSU
yaitu Asis Budianto, Kepala Seksi Intelijen Kejari HSU, serta Tri Taruna Fariadi, Kepala Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara (Datun) Kejari HSU. Keduanya berperan sebagai perantara penerimaan uang dari para kepala dinas.
Dari praktik pemerasan tersebut, Albertinus diduga menerima aliran dana sedikitnya Rp 804 juta. Uang diterima baik secara langsung maupun melalui dua klaster perantara yang melibatkan Asis Budianto dan Tri Taruna Fariadi.
Dari klaster Tri Taruna, Albertinus diduga menerima uang dari RHM selaku Kepala Dinas Pendidikan sebesar Rp 207 juta dan dari EVN, Direktur RSUD, sebesar Rp 235 juta.
Sementara klaster Asis Budianto, Albertinus diduga menerima uang dari YND, Kepala Dinas Kesehatan HSU, sebesar Rp 149,3 juta.
Kasus ini terungkap setelah KPK menerima laporan masyarakat dan melakukan operasi tangkap tangan (OTT) pada Kamis (18/12/2025). Dari OTT tersebut, KPK mengamankan 21 orang dan menyita uang tunai dari kediaman Albertinus.
Setelah menemukan kecukupan alat bukti, KPK menetapkan Albertinus P. Napitupulu, Asis Budianto, dan Tri Taruna Fariadi sebagai tersangka.
Dua tersangka telah ditahan untuk 20 hari pertama sejak 19 Desember 2025, sementara satu tersangka lainnya masih dalam pencarian.
Atas perbuatannya, para tersangka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf e, Pasal 12 huruf f UU No 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2002 jo Pasal 55 ayat (1) KUHP jo Pasal 64 KUHP.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
/data/photo/2025/12/20/69463b20980ee.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5450773/original/038596400_1766182416-kpk.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5139252/original/087217400_1740073376-WhatsApp_Image_2025-02-20_at_20.25.07_948b06da.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5176190/original/039010700_1743066779-WhatsApp_Image_2025-03-26_at_23.47.15.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5450778/original/080041100_1766184841-kpk_bekasi.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/12/20/6945dad094149.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)